• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGLOMERASI Industri Makanan dan Minuman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "AGLOMERASI Industri Makanan dan Minuman"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

AGLOMERASI

Makanan dan Minuman

Industri

di

JAWA TIMUR

(2)

AGLOMERASI INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DI JAWA TIMUR

Dr. Ir. Aris Mukiyono, MT., MM. Prof. Dr. Djoko Mursinto, S.E., M.Ec. Dr. Muryani,SE,MSi,MEMD

Mukiyono, Aris Mursinto, Djoko Muryani

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur/Aris Mukiyono, Djoko Mursinto, Muryani

Edisi Pertama

—Sidoarjo: Indomedia Pustaka, 2017 1 jil., 17 × 24 cm, 156 hal.

ISBN: 978-602-6417-28-2

1. Sosial 2. Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur I. Judul II. Aris Mukiyono, Djoko Mursinto, Muryani

Edisi Asli

Hak Cipta © 2017 pada penulis Griya Kebonagung 2, Blok I2, No.14 Kebonagung, Sukodono, Sidoarjo Telp. : 0812-3250-3457

Website : www.indomediapustaka.com E-mail : indomediapustaka.sby@gmail.com

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3)

Bismillahirrahmanirrahim,

Pertama-tama, penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahaesa, atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya semata, penulis dapat menyelesaikan buku yang berjudul “Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur”. Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian buku ini telah melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan penyusunan buku ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada:

1. Dr. Dr. (Hc.) H. Soekarwo, M.Hum., Gubernur Jawa Timur dua periode (2009-2019) yang telah menjadi inspirasi dalam setiap penyelesaian tugas kedinasan dan penyusunan buku ini;

2. Prof. Dr. Djoko Mursinto, SE., M.Ec. dan Dr. Muryani, Dra.Ec., M.Si., MEMD., selaku pembimbing. Beliau berdua selalu meluangkan waktu dan memberikan dorongan, koreksi dan saran yang mendorong munculnya gagasan, ide-ide pembaharuan dalam terwujudnya penyelesaian buku ini;

3. Keluargaku, istriku Renny Eka Pratiwi, SE dan putri semata wayangku Shafira Putri Renatra. Penulis bersyukur atas karuniaNya karena diberikan keluarga yang pengertian dan selalu memaklumi setiap keterbatasan waktu kebersamaan karena penyelesaian buku ini;

4. Kakak-kakakku dan dan Adik-adikku tersayang, Tju Widigdo, Mas Harto, Subekti Wibowo, Tejo Utoyo, Anik Sulistiyoningsih dan Arief Andi Setyawan. Terima kasih atas semua perhatian dan kasih sayang dari kalian;

(4)

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

iv

Semoga amal baik beliau-beliau semuanya mendapat balasan kebaikan yang berlimpah dari Tuhan Yang Mahaesa.

Fenomena aglomerasi industri pada suatu kawasan tertentu dalam satu daerah telah menjadi topik yang sering diperbincangkan dalam pengambilan kebijakan. Fenomena aglomerasi industri muncul dari perilaku para pelaku ekonomi dalam mencari keuntungan aglomerasi industri yang berupa ekonomi lokalisasi dan ekonomi urbanisasi. Aglomerasi industri juga muncul ketika sebuah industri memilih suatu lokasi untuk kegiatan produksi yang dapat berlangsung dalam jangka panjang, sehingga masyarakat akan banyak memperoleh keuntungan apabila mengikuti tindakan mendirikan usaha di sekitar lokasi tersebut.

Mengingat betapa pentingnya ulasan mengenai aglomerasi, maka melalui buku ini penulis bermaksud untuk memberikan gambaran deskriptif secara menyeluruh pada para pembaca mengenai aglomerasi industri makanan dan minuman di Jawa Timur. Selain itu buku ini juga dapat dijadikan sebagai referensi untuk melakukan kajian lanjutan yang berkaitan dengan pengembangan industri makanan dan minuman di Jawa Timur. Penulis juga berharap buku ini bisa menjadi salah satu referensi dalam pembuatan kebijakan Rencana Induk Pembangunan Industri Daerah (RIPIDA) sebagai amanat peraturan yang berlaku khususnya pembangunan industri strategis pangan yaitu industri makanan dan minuman yang berkontribusi signifikan dalam pembentukan PDRB Jawa Timur.

Tiada gading yang retak. Penulis juga menyadari bahwa buku ini masih mempunyai kekurangan dan perlu dilakukan beberapa perbaikan. Untuk itu, penulis juga mengharapkan sumbang kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan buku ini.

Akhirnya penulis berharap buku ini dapat memberikan manfaat baik bagi penulis secara khusus, maupun bagi para pembaca secara umumnya. Semoga buku ini dapat berguna dan menjadi salah satu sumber referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan ke depannya.

Aamiinn...!

Surabaya, Oktober 2017

Penulis,

(5)

Kata Pengantar 2

Jawa Timur adalah provinsi indamardi: industri, dagang, maritim dan pendidikan. Sebuah sebutan yang memberika harapan positif dalam konteks kemajuan. Tak bisa dipungkiri bahwa Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peranan penting dalam mendorong pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan kontribusi PDRB Jawa Timur terhadap pembentukan PDB nasional yang menduduki peringkat kedua setelah Provinsi DKI Jakarta. Saat ini, Provinsi Jawa Timur juga sedang mengalami transformasi ekonomi menuju provinsi industri yang ditandai dengan semakin besarnya kontribusi sektor industri pengolahan terhadap pembentukan PDRB Jawa Timur selama beberapa tahun terakhir. Sektor industri pengolahan tersebut merupakan sektor yang berkontribusi paling tinggi dibandingkan 16 sektor lainnya dalam struktur PDRB Jawa Timur.

(6)

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

vi

dalam kancah nasional melalui performa industrinya yang semakin baik dan bersifat inklusif.

Jika dicermati lebih spesifik, subsektor industri makanan dan minuman merupakan subsektor yang berkontribusi paling besar dalam mendorong pertumbuhan sektor industri pengolahan Provinsi Jawa Timur secara keseluruhan. Pada tahun 2016 kuartal 4, menurut BPS (2016) pertumbuhan industri makanan dan minuman di Jawa Timur yang didominasi oleh Industri Kecil dan Sedang telah mencapai 21,16%. Fenomena ini juga terjadi secara nasional ketika industri makanan dan minuman berkontribusi sebesar 34,17% dengan pertumbuhan 7,19% pada triwulan II tahun 2017. Hingga pada pertengahan tahun 2017, industri makanan dan minuman semakin memiliki porsi yang besar terhadap perekonomian di Jawa Timur. Oleh karena itu, kontribusi industri makanan dan minuman terhadap sektor industri pengolahan dan total PDRB Provinsi Jawa Timur sangat berpotensi untuk dioptimalkan sehingga perlu dilakukan identifikasi lebih mendalam untuk mengembangkannya. Salah satu bentuk identifikasi tersebut dapat dilihat dari sisi aglomerasi industri makanan dan minuman yang ada pada kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Timur.

(7)

Kata Pengantar 2 vii

Buku ini menfokuskan analisis khususnya pada industri makanan dan minuman kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang selama ini belum pernah dikaji secara komprehensif dan mendalam. Pemilihan jenis industri ini dikarenakan kontribusi industri makanan dan minuman merupakan penopang utama kinerja industri pengolahan di Jawa Timur. Disamping itu perbedaan karakter industri makanan dan minuman yang bersifat resource-based industries juga menjadi bahan pertimbangan dalam proses penyusunan buku ini. Buku ini akan menjawab secara sistematis apakah benar industri makanan dan minuman cenderung berlokasi didalam dan di sekitar kota yang dekat dengan inputnya (faktor produksi).

Keunggulan lain yang dimiliki buku ini adalah penjelasan variabel yang mempengaruhi aglomerasi industri. Pada buku ini, upah kerja, output industri makanan dan minuman, serta indeks daya saing daerah dipilih sebagai variabel bahasan sebagai representasi kondisi kemampuan suatu daerah yang akan dapat mempengaruhi terjadinya aglomerasi industri. Buku ini juga berusaha memberikan gambaran yang menyeluruh tentang industri makanan dan minuman di Jawa Timur dengan cara menjelaskan analisis keterkaitan ke belakang maupun ke depan dengan sektor lain yang jarang dikaji pada buku lainnya. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi efek multiplier industri makanan dan minumam terhadap sektor-sektor lain yang mempengaruhi perekonomian Jawa Timur.

Tak ada gading yang tak retak, disamping memiliki keunggulan buku ini juga masih memiliki beberapa kelemahan khususnya dalam hal kedalaman analisis pada keterkaitan antar wilayah. Buku ini belum dilengkapi analisis keterkaitan antar wilayah sehingga belum bisa diketahui hubungan keterkaitan antar wilayah baik ditinjau dari perspektif tenaga kerja maupun output produksi masing masing daerah. Kelemahan lain pada buku ini adalah terbatasnya series tahun karena sumber data masih berasal dari survei industri periode 10 tahunan. Hal ini menyebabkan tahun pengamatan terlalu pendek sehingga dapat menyebabkan kurangnya keterwakilan kondisi aktual dan belum idealnya analisis kajian yang dilakukan. Kajian dan literature yang membahas tentang aglomerasi khususnya aglomerasi makanan dan minuman juga relatif belum banyak sehingga buku ini masih kesulitan menemukan buku pembanding untuk perbaikan kajian aglomerasi kedepannya.

(8)

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

viii

makanan dan minuman berbasis bahan baku lokal untuk dijadikan industri unggulan yang mempunyai nilai tambah (added value) besar dan menjadi competitive advantage bagi daerah. Dengan adanya roadmap tersebut, diharapkan implementasi dari perencanaan pembangunan akan memiliki pedoman terstruktur dan dapat dijadikan sebagai role model provinsi-provinsi atau kota dan kabupaten lain di Indonesia.

Surabaya, Oktober 2017

(9)

Kata Pengantar 1 ... iii

Kata Pengantar 2 ... v

Daftar Isi ... ix

Bab 1 Beberapa Teori yang Mendukung ... 3

1.1. Aglomerasi ... 3

1.2. Teori Central Place (Teori Lokasi Sentral) ... 6

1.3. Teori Ekonomi Geografi Baru (New Economic Geography) ... 7

1.4. Teori Perdagangan Baru ... 9

1.5. Eksternalitas Dinamis ... 10

1.6. Teori Perdagangan Internasional ... 11

1. Teori Perdagangan Internasional Keunggulan Absolut ... 12

2. Teori Perdagangan Internasional Keunggulan Komparatif ... 12

3. Teori Perdagangan Internasional Heckscher dan Ohlin ... 14

1.7. Teori Lewis Two Sector Model ... 15

1. Perekonomian Tradisional ... 15

2. Perekonomian Industri ... 15

1.8. Teori Basis Ekonomi ... 17

1.9. Model Input Output ... 19

1. Pengganda (Multiplier) ... 20

(10)

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

x

Bab 2 Beberapa Penelitian Terkait ... 27

2.1. Putro (2013) ... 27

2.2. Lenggu (2010) ... 28

2.3. Rahayu (2012) ... 29

2.4. Ayutin Nurwita (2003) ... 29

2.5. Busra (2005) ... 30

2.6. Siswanti (2006) ... 30

2.7. Gallagher (2007) ... 31

2.8. Ichsan (2011) ... 31

2.9. Chollidah (2012) ... 31

2.10. Deny Ferdiansyah (2013) ... 32

2.11. Mody dan Wang (1997) ... 32

2.12. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 33

Bab 3 Potensi Aglomerasi di Jawa Timur ... 37

Bab 4 Kajian Aglomerasi Industri Jawa Timur ... 53

4.1. Kerangka Proses Berpikir ... 54

4.2. Kerangka Konseptual ... 56

4.3. Hipotesis Penelitian ... 57

4.4. Metode Penelitian ... 57

1. Rancangan Penelitian ... 57

2. Data dan Pengukuran ... 57

4.5. Variabel Penelitian ... 58

1. Variabel Terikat (Y) ... 58

2. Variabel Bebas (X) ... 58

4.6. Definisi Operasional ... 58

1. Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman (Y) ... 58

2. Upah (X1) ... 59

3. Output (X2) ... 59

4. Indeks Daya Saing (X3) ... 59

4.7. Tahapan Analisis dan Estimasi Model ... 60

1. Static Loqation Quation (SLQ) dan Dynamic Loqation Quation (DLQ) ... 60

2. Mengukur Indeks Balassa ... 62

3. Regresi Panel Logit ... 63

4.8. Metode Input Output ... 68

1. Analisis Pengganda (Multiplier) ... 68

(11)

Daftar Isi xi

Bab 5 Analisis Sektor Basis dan Aglomerasi ... 73

5.1. Analisis Sektor Basis dan Potensial Industri Makanan dan Minuman Kabupaten/Kota ... 73

5.2. Analisis Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman Kabupaten/Kota ... 77

5.3. Analisis Model ... 79

1. Hasil Regresi Panel Logit ... 79

2. Uji Z-Statistik ... 80

3. Uji Likelihood Ratio ... 81

3. R-Squred ... 81

5.4. Analisis Input-Output Sektor Industri Makanan dan Minuman di Provinsi Jawa Timur ... 82

1. Analisis Deskriptif Sektor Industri Makanan dan Minuman di Provinsi Jawa Timur ... 82

2. Analisis Pengganda (Multiplier Analysis) ... 85

3. Analisis Keterkaitan Antar Sektor Industri Makanan dan Minuman ... 86

Bab 6 Pemetaan dan Keterkaitan Industri Makanan dan Minuman ... 91

6.1. Industri Unggulan Makanan dan Minuman Kabupaten/Kota ... 91

6.2. Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman ... 95

6.3. Pengaruh Upah, Output dan Indek Daya Saing Terhadap Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman ... 97

6.4. Pengaruh Upah Terhadap Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman ... 98

6.5. Pengaruh Output Terhadap Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman ... 101

6.6. Pengaruh Indeks Daya Saing Terhadap Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman ... 104

6.7. Hasil Analisis Input-Output... 106

1. Peran Sektor Industri Makanan dan Minuman dalam Perekonomian Daerah ... 106

2. Pengganda (Multiplier) Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja ... 109

3. Keterkaitan ke Depan dan Keterkaitan ke Belakang Industri Makanan dan Minuman Provinsi Jawa Timur ... 110

6.8. Kontribusi Hasil Penelitian ... 111

1. Temuan Teoritis ... 111

(12)

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

xii

3. Kontribusi Terhadap Pemerintah ... 112

4. Kelemahan Penelitian ... 112

6.9. Kesimpulan dan Saran ... 113

1. Simpulan ... 113

2. Saran ... 115

Bab 7 Kajian Khusus: Analisis Interkoneksi Industri Makanan dan Minuman di Provinsi Jawa Timur Pendekatan Indeks Moran ... 119

Abstract ... 119

7.1. Pendahuluan ... 120

7.2. Tinjauan Pustaka ... 122

7.3. Hasil Analsis ... 125

7.4. Kesimpulan ... 127

7.5. Daftar Pustaka ... 128

Daftar Pustaka ... 129

Indeks .... ... 135

(13)
(14)

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

(15)

Beberapa Teori

yang Mendukung

BAB 1

1.1. Aglomerasi

(16)

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

4

tindakan mendirikan usaha disekitar lokasi tersebut. Penghematan aglomerasi sebagai penghematan akibat adanya lokasi berdekatan yang diasosiasikan dengan pengelompokan perusahaan, tenaga kerja, dan konsumen secara spasial untuk meminimisasi biaya-biaya seperti biaya transportasi, informasi dan komunikasi.

Markusen dalam Kuncoro (2002) mengemukakan bahwa aglomerasi merupakan suatu lokasi yang “tidak mudah berubah” akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan yang letaknya berdekatan dengan perusahaan lain dan penyedia jasa-jasa, dan bukan akibat kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara individual.

Kuncoro (2002) mengklasifikasikan teori-teori aglomerasi dalam dua kelompok, teori klasik dan modern. Menurut teori klasik, kota merupakan hasil dari proses produksi aglomerasi secara spasial. Teori klasik mengenai aglomerasi berargumen bahwa aglomerasi muncul karena para pelaku ekonomi berupaya mendapatkan penghematan aglomerasi (agglomeration economies), baik karena penghematan lokalisasi maupun penghematan urbanisasi dengan mengambil lokasi yang saling berdekatan satu dengan yang lain. Aglomerasi ini mencerminkan adanya interaksi antara pelaku ekonomi yang sama, apakah antar perusahaan dalam industri yang sama, antar perusahaan dalam industri yang berbeda, ataupun antar individu perusahaan dan rumah tangga.

Aglomerasi

(17)

Bab 1: Beberapa Teori yang Mendukung 5

Gambar 2.1. menunjukkan bahwa aglomerasi dibagi menjadi dua pendekatan yaitu klasik dan modern. Menurut pendekatan klasik, aglomerasi sebagai penghematan eksternalitas dan formasi perkotaan. Penghematan eksternalitas mengakibatkan persaingan antara lokalisasi dengan urbanisasi sehingga terjadi incresing returns akibat biaya ekonomis. Formasi perkotaan menyebabkan knowledge spillover akibat keanekaragaman. Gambar 2.1. juga menjelaskan aglomerasi dengan pendekatan modern. Menurut pendekatan modern, aglomerasi berdampak pada eksternalitas dinamis sehingga menyebabkan knowledge spillover akibat keanekaragaman. Aglomerasi juga berdampak pada pertumbuhan kota dan berdampak pada biaya transaksi sehingga akan terjadi minimisasi biaya transaksi akibat skala ekonomis.

Menurut Hoover (1948) dalam Tomoya dan Smith (2012), aglomerasi terbagi menjadi dua yaitu localization economies dan urbanization economies. Localization economies mengacu pada keuntungan yang muncul dari pengelompokan spasial perusahaan dalam industri yang sama atau terkait di bawah bentuk klaster industri. Sementara itu, urbanization economies mengacu kepada keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan-perusahaan dari beragam sektor industri yang berlokasi di daerah perkotaan yang besar dan padat. Kedua tipe aglomerasi ini, ekonomi lokalisasi dan ekonomi urbanisasi, memiliki pengaruh terhadap efisiensi pada tingkatan perusahaan dan region. Ekonomi lokalisasi lebih mempengaruhi tingkat efisiensi perusahaan, sedangkan ekonomi urbanisasi lebih mempengaruhi tingkat efisiensi wilayah (region). Efisiensi ekonomi yang terjadi pada tingkatan perusahaan ini mengacu kepada level produksi optimal terhadap teknologi produksi dan kumpulan harga faktor produksi di suatu industri tertentu. Efisiensi ekonomi pada tingkatan regional menunjukkan manfaat aglomerasi yang bersifat internal dan eksternal dan bukan hanya kepada skala ekonomi industri tertentu saja. Efisiensi pada tingkatan perusahaan dan region inilah yang akan menentukan tingkat produktivitas regional suatu wilayah yang terlihat dari peningkatan output per tenaga kerja industri tersebut

Menurut McCann (2006) sumber aglomerasi ekonomi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Information Spillovers

Banyak perusahaan pada industri yang sejenis beraglomerasi pada lokasi yang sama, sehingga pekerja pada perusahaan tertentu secara relatif mudah berhubungan dengan pekerja-pekerja dari perusahaan lokal lain. Dengan demikian, pertukaran informasi baik antar pekerja maupun antar perusahaan akan berlangsung setiap saat.

2. Non-Traded Local Inputs

(18)

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

6

digunakan secara bersama-sama oleh pekerja di perusahaan-perusahaan tersebut dibandingkan jika input tersebut dibeli secara individu oleh perusahaan-perusahaan tersebut.

3. Local Skilled-Labour Pool

Ketersediaan tenaga kerja terampil di wilayah tersebut akan menyebabkan turunnya biaya tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan di lokasi tersebut.

Keuntungan atau penghematan yang diperoleh dari perusahaan-perusahan yang berkumpul pada lokasi yang terkonsentrasi dapat dikategorikan sebagai berikut (Capello, 2007):

1. Keuntungan Internal untuk Perusahaan

Keuntungan internal untuk perusahaan juga disebut economies of scale. Keuntungan ini disebabkan oleh adanya proses produksi dalam skala besar sehingga berdampak pada penurunan biaya per unit output (average cost). Untuk mendapatkan keuntungan dari produksi skala besar, perusahaan berkonsentrasi pada semua pabrik di suatu lokasi yang sama. Keuntungan dalam kategori bukan berasal dari kedekatannya dengan perusahaan lain, tetapi murni dari konsentrasi aktivitas di lokasi tersebut. 2. Keuntungan eksternal untuk perusahaan tetapi internal untuk sektor, atau disebut

juga localization economies.

Keuntungan ini diperoleh karena di daerah padat penduduk, perusahaan-perusahaan beroperasi pada sektor yang sama, sedangkan skala ekonomis bergantung pada ukuran dari perusahaan atau pabrik-pabrik tersebut. Localization Economies ditentukan oleh ukuran dari sektor di wilayah tersebut dengan berbagai pilihan terhadap tenaga kerja yang terampil dan spesifik pada managerial serta keahlian teknis yang tersedia.

3. Penghematan eksternal untuk perusahaan dan eksternal untuk sektor, atau disebut juga Urbanization Economies.

Penghematan ini disebabkan oleh kepadatan yang tinggi dan berbagai kegiatan produktif dan pemukiman di suatu daerah, kondisi yang melambangkan daerah perkotaan. Keuntungan dalam kategori ini bertambah lagi dengan adanya modal tetap sosial dalam skala besar (infrastruktur transportasi perkotaan, dan sistem telekomunikasi canggih) dan luas, intermediate diversifikasi dan pasar barang. Keuntungan ini meningkat seiring peningkatan ukuran fisik kota.

1.2. Teori

Central Place

(Teori Lokasi Sentral)

(19)

Bab 1: Beberapa Teori yang Mendukung 7

utama sebuah pusat permukiman atau pasar adalah menyediakan barang dan jasa untuk populasi di lingkungan sekitarnya. Inti pokok teori tempat sentral adalah menjelaskan model hirarki perkotaan. Christaller (1933) mengembangkan pemikirannya menyusun suatu model wilayah perdagangan yang efisien dan berbentuk segi enam. Tiap wilayah perdagangan heksagonal memiliki pusat. Besar kecilnya pusat-pusat tersebut adalah sebanding dengan besar kecilnya masing-masing heksagonal. Christaller (1933) dalam (Hsu, 2008) mengembangkan model tempat pusat untuk suatu wilayah abstrak dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) wilayah adalah dataran tanpa roman, semua wilayah datar dan sama, (2) gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah, (3) penduduk memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada seluruh wilayah, dan (4) konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimalisasi jarak.

Model Christaller dalam Hsu (2008) menjelaskan model area perdagangan heksagonal dengan menggunakan jangkauan atau luas pasar dari setiap komoditi yang dinamakan range dan threshold. Range (jarak) adalah jarak jangkauan antara penduduk dan tempat suatu aktivitas pasar yang menjual kebutuhan komoditi atau barang, misalnya seseorang membeli baju di lokasi pasar tertentu, range adalah jarak antara tempat tinggal orang tersebut dengan pasar lokasi tempat dia membeli baju. Apabila jarak ke pasar lebih jauh dari kemampuan jangkauan penduduk yang bersangkutan, penduduk cenderung akan mencari barang dan jasa ke pasar lain yang lebih dekat. Threshold (ambang batas) adalah jumlah minimum penduduk atau konsumen yang dibutuhkan untuk menunjang kesinambungan pemasokan barang atau jasa yang bersangkutan, yang diperlukan dalam penyebaran penduduk atau konsumen dalam ruang.

Berlandaskan komponen range dan threshold muncul prinsip optimalisasi pasar. Prinsip ini antara lain menyebutkan bahwa dengan memenuhi asumsi di atas, dalam suatu wilayah akan terbentuk wilayah tempat pusat. Pusat tersebut menyajikan kebutuhan barang dan jasa bagi penduduk sekitarnya. Apabila sebuah pusat dalam range dan threshold yang membentuk lingkaran bertemu dengan pusat yang lain yang juga memiliki range dan threshold tertentu, maka penduduk yang bertempat tinggal di daerah yang bertampalan akan memiliki kesempatan yang relatif sama untuk pergi ke dua pusat pasar tersebut.

1.3. Teori Ekonomi Geografi Baru (

New Economic Geography

)

(20)

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

8

geografi baru menekankan pada adanya mekanisme kausalitas sirkular untuk menjelaskan konsentrasi spasial dari kegiatan ekonomi.

Schmutzler (1999), model ekonomi geografi baru memiliki 4 unsur yaitu: Pertama, menekankan keuntungan konsentrasi yang tidak terkait dengan anugerah alam sehingga argumen dari circular causation play a role, yaitu dominasi daerah dianggap sebagai proses penguatan diri. Kedua, keseluruhan pendekatan memiliki ekuilibrium umum yang berbeda. Interaksi antara pasar yang berbeda, antara perusahaan dan pemasok, atau dengan pelanggan, sehingga terdapat peran ganda pekerja sebagai faktor produksi dan konsumen. Ketiga, kekuatan sentripetal yang membuat aglomerasi melemah sehingga dapat dilawan dengan kekuatan sentrifugal. Model ekonomi geografi baru menjelaskan bahwa kekuatan sentripetal berasal dari adanya variasi konsumsi atau beragamnya intermediate good pada sisi produksi sedangkan kekuatan sentrifugal berasal dari tekanan yang dimiliki oleh konsentrasi geografis dari pasar input lokal yang menawarkan harga lebih tinggi dan menyebarnya permintaan. Keempat, secara khusus, eksternalitas positif tidak diasumsikan, hal itu berasal dari interaksi biaya transportasi, peningkatan tingkat pengembalian, dan mobilitas faktor.

Krugman (1998) menjelaskan bahwa perbedaan harga antar barang membuat konsumen lebih memilih untuk mengkonsumsi lebih dari satu jenis barang. Semakin banyak barang diproduksi di satu pabrik yang sama, biaya produksi yang harus dikeluarkan akan semakin rendah, akibatnya, pabrik baru akan memasuki pasar dengan menambah variasi produknya. Schmutzler (1999) menyatakan biaya produksi dapat ditekan jika unit produksi mencapai jumlah tertentu. Biaya produksi juga dapat kembali meningkat jika jumlah barang produksi naik atau skala ekonomi tidak lagi tercapai. Agar skala ekonomi meningkat, sebuah pabrik baru akan mencari negara lain yang mampu mendukung keberadaan unit produksi dalam jumlah yang besar. Dukungan kemajuan teknologi, transportasi, dan informasi, pabrik tersebut akan memindahkan proses produksinya dengan mudah. Inilah yang akan mendorong migrasi tenaga kerja.

Krugman (1998) mengungkapkan bahwa ada kecenderungan pekerja bermigrasi ke wilayah pusat pekerja terbesar yang akhirnya akan menciptakan variasi produk yang sangat beragam. Konsentrasi terjadi dalam hal barang dan jasa yang diproduksi maupun lokasi barang tersebut dibuat. Menurut Krugman (1998) perkotaan cenderung akan terspesialisasi dengan perindustrian. Berdasarkan skala ekonomi, industri-industri akan cenderung terkonsentrasi di kota-kota besar. Konsentrasi produksi pada satu wilayah tertentu (dalam hal ini wilayah perkotaan) memungkinkan skala ekonomi dapat terealisasi karena kedekatan lokasi dengan pasar dapat meminimumkan biaya-biaya transportasi (homemarket effect).

(21)

Bab 1: Beberapa Teori yang Mendukung 9

periphery (pinggiran) yang lebih terbelakang. Model ini dikembangkan dari pilihan lokasi dari pabrik dan individu. Pabrik memilih perkotaan untuk meningkatkan skala produksinya sekaligus menghemat biaya transportasi. Individu juga tertarik untuk bermigrasi ke perkotaan yang menawarkan upah buruh yang lebih tinggi dan produk yang lebih beragam. Kecenderungan ini meningkatkan kapasitas pasar sekaligus makin memacu pabrik dan individu untuk bermigrasi ke kota. Lingkaran sebab akibat dan equilibrium baru pun akan terbentuk.

1.4. Teori Perdagangan Baru

Teori perdagangan baru, mulai muncul pada tahun 1970an ketika sejumlah para ahli ekonomi menunjukkan bahwa kemampuan suatu perusahaan untuk mencapai tingkat kekuatan ekonomi memiliki pengaruh atau dampak penting untuk perdagangan internasional. Dua poin penting teori perdagangan baru menurut Jones dan Kierzkowski (2003), yaitu (1) pengaruhnya pada skala ekonomi, perdagangan dapat meningkatkan keanekaragaman dari barang-barang yang tersedia untuk konsumen dan mengurangi biaya rata rata barang tersebut, dan (2) ketika output diperlukan untuk mencapai skala ekonomi yang menggambarkan proporsi penting dari total permintaan dunia, maka pasar global barangkali hanya mampu mendukung dengan jumlah yang kecil dari perusahaan-perusahaan. Jadi, perdagangan dunia pada produk tertentu mungkin dikuasai oleh negara-negara yang mempunyai perusahaa-perusahaan yang merupakan first mover di produksi mereka.

Teori perdagangan baru menawarkan perspektif yang berbeda dengan yang ditawarkan teori ekonomi geografi baru dan teori neo-klasik. Teori perdagangan baru percaya bahwa sifat dasar dan karakter transaksi internasional telah sangat berubah dewasa ini yakni ketika aliran barang, jasa, dan aset yang menembus batas wilayah antarnegara tidak begitu dipahami oleh teori-teori perdagangan tradisional. Mengacu Jones dan Kierzkowski (2003) bahwa perbedaan utama teori perdagangan baru dengan teori perdagangan yang “lama” yaitu mengenai asumsi persaingan tidak sempurna, constans returns to scale, pendapatan konstan, dan barang yang homogen berubah menjadi persaingan sempurna, increasing returns to scale dan perbedaan produk.

(22)

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

10

dan Venables (1990) menunjukkan bahwa kecenderungan untuk berlokasi di dalam pasar yang lebih besar ternyata lebih kuat apabila biaya perdagangan tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah.

Teori perdagangan baru juga memiliki beberapa kelemahan. Ottaviano dan Puga (1998) mengidentifikasi tiga kelemahan utama. Pertama, teori perdagangan baru sebagai mana teori tradisional, menjelaskan perbedaan struktur produksi melalui perbedaan karakteristik yang mendasari. Kedua, teori ini tidak menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan dalam sektor tertentu cenderung untuk berlokasi saling berdekatan, yang mendorong terjadinya spesialisasi regional. Ketiga, teori ini menunjukkan perkembangan industri secara bertahap dan bersama-sama di semua negara berkembang. Pada kenyataannya, industrialisasi sering kali berupa gelombang industrialisasi yang sangat cepat, di mana industri menyebar secara berturutan dari negara yang satu ke negara lain.

1.5. Eksternalitas Dinamis

Menurut Glaeser dkk. (1992) dalam Bun dan Makhloufi (2004), eksternalitas dinamis menjelaskan bahwa simultaneously the existing local industrial structure and economic growth. Unsur penting dari eksternalitas dinamis adalah knowledge spillovers, ketika inovasi dan perbaikan yang terjadi dalam satu peningkatan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan lain yang berada di wilayah yang sama. Knowledge spillovers dilakukan dengan cara menyebarkan gagasan dan informasi antar perusahaan, yang secara teknologi saling dekat. Peningkatan kepadatan perusahaan yang berada di tempat yang sama dapat memudahkan sirkulasi dan perolehan informasi perdagangan.

(23)

Bab 1: Beberapa Teori yang Mendukung 11

Porter (1990) dalam Bun dan Makhloufi (2004) berpendapat bahwa knowledge spillovers dalam industri yang terkonsentrasi secara geografis sehingga meningkatkan pertumbuhan. Namun demikian, dalam pandangan Porter (1990), persaingan lokal akan berlawanan dengan monopoli lokal sehingga merangsang inovasi baru. Porter (1990) dalam Van Oots (2002) menegaskan bahwa persaingan lokal akan membantu mempercepat adopsi teknologi dan inovasi. Porter dan Jacobs (1969) berpendapat bahwa transfer pengetahuan terpenting berasal dari luar industri inti. Akibatnya, keragaman industri adalah yang secara geografis terdekat, bukan industri khusus secara geografis. Marshall-Arrow-Romer dan Porter (1990) sepakat bahwa eksternalitas teknologi yang paling penting terjadi di dalam industri, dan spesialisasi regional itu baik untuk pertumbuhan industri khusus maupun untuk kota-kota tempat mereka berada, tetapi MAR berpendapat bahwa monopoli lokal itu baik karena memungkinkan internalisasi eksternalitas. Sebaliknya, Porter (1990) berpendapat bahwa kompetisi lokal itu baik karena ia menumbuhkan inovasi.

Tabel 1.1.

Perbedaan Theories of Dynamic Agglomeration Externalities

No Uraian MAR Jacobs Effect on Industrial and Urban Long Run Growth

1. Specialization +

-2. Diversity - +

3. Competition - +

Sumber: (Berger, 2001)

Tabel 2.1. memberikan informasi tentang perbedaan teori dynamic agglomeration externalities. Menurut teori MAR, spesialisasi berdampak positif terhadap industri dan pertumbuhan kota dalam jangka panjang, sedangkan diversity dan competition berdampak negatif terhadap industri dan pertumbuhan kota dalam jangka panjang. Menurut pendapat Jacob (1969) berbeda dengan teori MAR, spesialisasi justru berdampak negatif terhadap terhadap industri dan pertumbuhan kota dalam jangka panjang, sedangkan diversity dan competition berdampak positif terhadap industri dan pertumbuhan kota dalam jangka panjang

1.6. Teori Perdagangan Internasional

(24)

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

12

dari J.S. Mill dan David Ricardo. Teori modern diwakili oleh teori faktor proporsi dari Hecksher dan Ohlin. Berikut ini adalah paparan dari teori-teori tersebut.

1. Teori Perdagangan Internasional Keunggulan Absolut

Teori perdagangan Internasional pertama adalah teori keunggulan absolut. Teori keunggulan absolut ditemukan oleh Adam Smith (1776) dalam bukunya The Wealth of Nation. Adam Smith menyarankan perdagangan bebas sebagai kebijakan yang mampu mendorong kesejahteraan suatu negara. Dalam perdagangan bebas, setiap negara dapat menspesialisasikan dalam memproduksi komoditas yang memiliki keunggulan absolut dan melakukan impor komoditi yang memperoleh kerugian absolut.

Menurut Adam Smith, perdagangan bilateral didasarkan pada keunggulan absolut. Jika sebuah negara memiliki keunggulan absolut terhadap negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, tetapi memiliki kerugian absolut terhadap negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan perdagangan dengan cara melakukan spesialisasi pada komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditi yang memiliki kerugian absolut. Berdasarkan proses bilateral ini, sumber daya pada kedua negara dapat digunakan dengan cara paling efisien. Hasil produksi kedua komoditi yang diproduksi akan mengalami peningkatan. Peningkatan dalam hasil produksi akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi pada kedua negara yang melakukan perdagangan bilateral sesuai pendapat Salvatore (2009).

Teori absolute advantage yang dikemukakan oleh Smith dalam Hady (2004) memiliki asumsi pokok sebagai berikut: (1) input yang dipakai hanya labor, (2) kualitas barang pada kedua negara tidak memiliki perbedaan, (3) pertukaran dilakukan secara barter, dan (4) biaya transportasi untuk mengirim komoditas diabaikan. Kelemahan dari teori keunggulan absolut yaitu apabila keunggulan absolut untuk kedua jenis komoditi hanya dimiliki oleh satu negara saja, sedangkan kegiatan perdagangan internasional yang bersifat bilateral tidak dapat terlaksana diantara ke dua negara tersebut.

2. Teori Perdagangan Internasional Keunggulan Komparatif

(25)

Bab 1: Beberapa Teori yang Mendukung 13

kerugian absolut lebih kecil. Komoditi yang mempunyai kerugian absolut lebih kecil mempunyai keunggulan komparatif. Negara tersebut sebaliknya akan melakukan impor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar. Dari komoditi inilah negara tersebut mengalami kerugian komparatif. Hal ini dikenal sebagai hukum keunggulan komparatif (Law of Comparative Advantage) salah satu hukum ekonomi yang paling terkenal dan masih belum dapat ditandingi.

Teori perdagangan internasional comparative advantage tidak dapat menerima argumen bahwa input yang dipakai hanya labor, hukum keunggulan komparatif dapat diterangkan berdasarkan opportunity cost theory. Opportunity cost theory menyatakan bahwa biaya komoditi adalah jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan sehingga mendapatkan input untuk menghasilkan satu unit tambahan dari komoditi pertama. Labor bukanlah satu-satunya input dalam perdagangan internasional dan biaya dapat diperoleh tenaga kerja. Negara yang mempunyai biaya alternatif lebih rendah untuk suatu komoditi, berarti mempunyai keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut dan kerugian komparatif dalam komoditi lain.

Konsep teori perdagangan internasional keunggulan komparatif Ricardo dibangun dengan sejumlah asumsi, menurut Arifin dkk (2007), yaitu:

1. Kedua negara masing-masing memproduksi dua jenis komoditi dengan hanya menggunakan satu input labor. Labor merupakan input yag bersifat homogen dalam suatu negara dan bersifat heterogen antar negara.

2. Kedua komoditi yang diproduksi bersifat homogen baik antar industri maupun kedua negara.

3. Pengiriman komoditi antar negara bilateral biaya transportasi nol.

4. Tenaga kerja dapat bergerak antara industri dalam suatu negara tetapi tidak antar negara.

5. Pasar barang dan pasar tenaga kerja di kedua negara diasumsikan dalam kondisi persaingan sempurna.

6. Perusahaan pada kedua negara bertujuan untuk memaksimalkan profit, sementara tujuan konsumen adalah memaksimalkan kepuasan.

Kelemahan teori klasik comparative advantage dalam Hady (2004):

1. Teori klasik comparative advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan input labor. Perbedaan input labor menimbulkan terjadinya perbedaan produktivitas ataupun perbedaan efisiensi. Akibatnya, terjadilah perbedaan harga barang yang sejenis di antara dua negara. 2. Jika input labor atau produktivitas dan efisiensi di dua negara sama, maka tidak

(26)

Aglomerasi Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur

14

3. Input labor, produktivitas, dan efisiensi di dua negara sama, tetapi harga barang yang sejenis berbeda, dapat terjadi perdagangan internasional.

4. Teori comparative advantage tidak dapat menjelaskan terjadinya perbedaan harga.

3. Teori Perdagangan Internasional Heckscher dan Ohlin

Teori perdagangan internasional modern Hecskher (1919) dan Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan komparatif dan keunggulan absolut. Teori H-O menjelaskan bahwa walaupun input tenaga kerja di kedua negara sama, perdagangan internasional akan tetap dapat terjadi. Penyebabnya perbedaan input yang dimiliki oleh masing-masing negara, sehingga terjadilah perbedaan harga barang yang dihasilkan.

Menurut Teori H-O dalam Basri (2010) menyatakan suatu negara mempunyai keuntungan komparatif atas barang, dengan demikian seharusnya mengekspor barang tersebut, yang diproduksi dengan menggunakan secara intensif faktor produksi yang dimiliki secara relatif lebih kaya (the abundant factor). Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya.

Pada dasarnya, teori perdagangan Heckscher-Ohlin dilandaskan pada asumsi-asumsi pokok, dalam Salvatore (2009) adalah sebagai berikut:

1. Terdapat dua negara, dua komoditi, dan dua faktor produksi (tenaga kerja dan modal).

2. Komoditi X secara umum bersifat padat karya, sedangkan komoditi Y secara umum bersifat padat modal.

3. Kedua komoditi tersebut sama-sama diproduksi berdasarkan skala hasil yang konstan (constant scale of returns).

4. Spesialisasi produksi yang berlangsung di kedua negara sama-sama tidak lengkap. 5. Selera konsumen yang ada di kedua negara itu persis sama.

6. Terdapat kompetisi sempurna dalam pasar produk. Maksudnya pemasok komoditi maupun faktor produksi begitu banyak, sehingga tidak ada yang bisa mendikte harga secara sepihak. Harga semata-mata terbentuk oleh kekuatan pasar.

Gambar

Gambar 1.1.Perkembangan Konsep dan Pemikiran Mengenai Aglomerasi
Tabel 1.1.

Referensi

Dokumen terkait

Bagian ini merupakan bagian spesifik dari suatu resort and recreation hotel, yaitu menangani semua kebutuhan tamu yang berhubungan dengan fasilitas dan pelayanan akan rekreasi bagi

Frasa bola ayam, ayam penyet, ayam goreng, dan ayam kecap bertindak sebagai unsur diterangkan (D) yang termasuk dalam kategori frasa nominal (FN), sedangkan frasa

Data-data yang telah terkumpul baik data primer dan sekunder, selanjutnya diolah dan dianalisa secara normatif dan sistematis dengan menggunakan data kualitatif

Berdasaran hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Hotel Santika Premiere Semarang telah menjalankan penilaian kinerja yang dikaitkan

Dalam hal ini, praktisi PR bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk membantu pihak manajemen dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan oleh

Menurut Asumsi bahwa responden yang terlatih tentunya akan lebih terampil dalam memberikan asuhan persalinan normal, karena dengan sering mendapatkan pelatihan,

Ada variable yang mempengaruhi perilaku inovatif adalah Iklim organisasi dengan adanya variable moderating yaitu keterlibatan kerja dan kepribadian proaktif karena

Penggunaan metode momendalam memperkirakan parameter distribusi telah lama dilakukan disamping dikombinasikan dengan metode maximum likelihood , namum metode- metode