BAB II
KERANGKA TEORI
Dalam rangka menyusun penelitian ini dan untuk mempermudah penulis didalam
menyelesaikan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan
pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot. Pedoman tersebut disebut
kerangka teori. Menurut Sugiono (2005 : 55) menyebutkan landasan teori perlu ditegakkan
agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba.
Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah :
II.1 Evaluasi
II.1.1Pengertian Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan,
organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan
diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan
serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan
tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily, 2000 : 220).
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan
pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi.Menurut Stufflebeam
dalam Lababa (2008), evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining, and
providing useful information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang
berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.Masih dalam Lababa (2008),
berharga (worth).Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu
program, produksi serta alternatif prosedur tertentu”.
Tague-Sutclife (1996 : 1-3), mengartikan evaluasi sebagai "a systematic process of determining the extent to which instructional objective are achieved by pupils". Evaluasi bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik,
dan terarah berdasarkan tuiuan yang jelas.
Menurut Djaali dan Pudji (2008 : 1), evaluasi dapat juga diartikan sebagai
“proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan yang
selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi”.
Untuk menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria,
evaluator dapat langsung membandingkan dengan kriteria namun dapat pula
melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru
membandingkannya dengan kriteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui
proses mengukur baru melakukan proses menilai tetapi dapat pula evaluasi langsung
melalui penilaian saja. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Crawford (2000
: 13), mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji apakah
suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan
atau kriteria yang telah ditentukan.
Dari pengertian-pengertian tentang evaluasi yang telah dikemukakan beberapa
ahli di atas, dapat ditarik benang merah tentang evaluasi yakni evaluasi merupakan
sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan
yang dicapai oleh program tersebut.Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep
yang terdapat didalamnya yaitu efektifitas dan efisiensi.
II.1.2 Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, demikian juga
dengan evaluasi. Menurut Arikunto (2002 : 13), ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara
keseluruhan, sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing
komponen.
Menurut Crawford (2000 ; 30), tujuan dan atau fungsi evaluasi adalah :
1. Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah
tercapai dalam kegiatan.
2. Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap prilaku hasil.
3. Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan. 4. untuk
memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan. Pada dasarnya
tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan bahan-bahan
pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang
diawali dengan suatu proses pengumpulan data yang sistematis.
II.1.3 Teknik Evaluasi
Untuk membuat sebuah keputusan yang merupakan tujuan akhir dari proses
evaluasi diperlukan data yang akurat. Untuk memperoleh data yang akurat diperlukan
teknik dan instrumen yang valid dan reliabel.Secara garis besar evaluasi dapat
Hisyam Zaini, dkk. dalam Qomari (2008 : 8), mengelompokkan tes sebagai
berikut:
a. Menurut bentuknya; secara umum terdapat dua bentuk tes, yaitu tes objektif
dan tes subjektif. Tes objektif adalah bentuk tes yang diskor secara
objektif.Disebut objektif karena kebenaran jawaban tes tidak berdasarkan pada
penilaian (judgement) dari korektor tes.Tes bentuk ini menyediakan beberapa option untuk dipilih peserta tes, yang setiap butir hanya memiliki satu jawaban
benar.Tes subjektif adalah tes yang diskor dengan memasukkan penilaian
(judgement) dari korektor tes. Jenis tes ini antara lain: tes esai, lisan.
b. Menurut ragamnya; tes esai dapat diklasifikasi menjadi tes esai terbatas
(restricted essay), dan tes esai bebas (extended essay). Butir tes objektif menurut ragamnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: tes benar-salah ( true-false), tes menjodohkan (matching), dan tes pilihan ganda (multiple choice).
II.1.4 Standar Evaluasi
Standar yang dipakai untuk mengevaluasi suatu kegiatan tertentu dapat dilihat
dari tiga aspek utama (Umar, 2002 : 40), yaitu;
1. Utility ( Manfaat )
Hasil evaluasi hendaknya bermanfaat bagi manajemen untuk
pengambilan keputusan atas program yang sedang berjalan.
2. Accuracy ( Akurat )
Informasi atas hasil evaluasi hendaknya memiliki ketepatan yang
3. Feasibility ( Layak )
Hendaknya proses evaluasi yang dirancang dapat dilaksanakan
secara layak.
II.1.5 Model Evaluasi
Ada beberapa model yang dapat dicapai dalam melakukan evaluasi (Umar,
2002 : 41-42), yaitu :
1. Sistem assessment
Yaitu evaluasi yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi
suatu sistem.Evaluasi dengan menggunakan model ini dapat menghasilkan
informasi mengenai posisi terakhir dari sauatu elemen program yang tengah
diselesaikan.
2. Program planning
Yaitu evalusi yang membantu pemilihan aktivitas-aktivitas dalam
program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhannya.
3. Program implementation
Yaitu evaluasi yang menyiapkan informasi apakah program sudah
diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang telah
direncanakan.
4. Program Improvement
Yaitu evaluasi orang memberikan informasi tentang bagaimana
5. Program Certification
Yaitu evaluasi yang memberikan informasi mengenai nilai atau
manfaat program.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun terdapat
beberapa perbedaan antara model evaluasi, tetapi secara umum
model-model tersebut memiliki persamaan yaitu mengumpulkan data atau informasi
obyek yang dievaluasi sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan.
II.1.6 Pendekatan-Pendekatan Terhadap Evaluasi
Evaluasi memiliki tujuan-tujuan alternatif dan tujuan-tujuan tersebut
mempengaruhi evaluasi suatu program atau kegiatan.Mengenal pandangan-pandangan
yang beraneka ragam dan mengetahui bahwa tidak semua evaluator setuju pada
pendekatan tersebut dalam melakukan evaluasi suatu program/kegiatan adalah
penting. Ada beberapa pendekatan umum dalam melakukan evaluasi yaitu:
1. Pendekatan pertama adalah objective-oriented approach.
Fokus pada pendekatan ini hanya tertuju kepada tujuan program/proyek dan
seberapa jauh tujuan itu tercapai.Pendekatan ini membutuhkan kontak intensif
dengan pelaksana program/proyek yang bersangkutan.
2. Pendekatan kedua adalah pendekatan three-dimensional cube atau
Hammond’s evaluation approach.
Pendekatan Hammond melihat dari tiga dimensi yaitu instruction (karateristik pelaksanaan, isi, topik, metode, fasilitas, dan organisasi program/proyek),
sekolah/kampus/organisasi), dan behavioral objective (tujuan program itu sendiri, sesuai dengan taksonomi Bloom, meliputi tujuan kognitif, afektif dan
psikomotor)
3. Pendekatan ketiga adalah management-oriented approach.
Fokus dari pendekatan ini adalah sistem (dengan model CIPP:
context-input-proses-product). Karena pendekatan ini melihat program/proyek sebagai suatu
sistem sehingga jika tujuan program tidak tercapai, bisa dilihat di proses
bagian mana yang perlu ditingkatkan.
4. Pendekatan keempat adalah goal-free evaluation.
Berbeda dengan tiga pendekatan di atas, pendekatan ini tidak berfokus kepada
tujuan atau pelaksanaan program/proyek, melainkan berfokus pada efek
sampingnya, bukan kepada apakah tujuan yang diinginkan dari pelaksana
program/proyek terlaksana atau tidak.Evaluasi ini biasanya dilaksanakan oleh
evaluator eksternal.
5. Pendekatan kelima adalah consumer-oriented approach.
Dalam pendekatan ini yang dinilai adalah kegunaan materi seperti software,
buku, silabus.Mirip dengan pendekatan kepuasan konsumen di ilmu
Pemasaran, pendekatan ini menilai apakah materi yang digunakan sesuai
dengan penggunanya, atau apakah diperlukan dan penting untuk
program/proyek yang dituju.Selain itu, juga dievaluasi apakah materi yang
dievaluasi di-follow-up dan cost effective.
Dalam pendekatan ini, evaluasi dilaksanakan secara formal atau informal,
dalam artian jadwal dispesifikasikan atau tidak dispesifikasikan, standar
penilaian dipublikasikan atau tidak dipublikasikan. Proses evaluasi bisa
dilakukan oleh individu atau kelompok. Pendekatan ini merupakan pendekatan
tertua di mana evaluator secara subyektif menilai kegunaan suatu
program/proyek, karena itu disebut subjective professional judgement.
7. Pendekatan ketujuh adalah adversary-oriented approach.
Dalam pendekatan ini, ada dua pihak evaluator yang masing-masing
menunjukkan sisi baik dan buruk, disamping ada juri yang menentukan
argumen evaluator mana yang diterima. Untuk melakukan pendekatan ini,
evaluator harus tidak memihak, meminimalkan bias individu dan
mempertahankan pandangan yang seimbang.
8. Pendekatan terakhir adalah naturalistic & participatory approach.
Pelaksana evaluasi dengan pendekatan ini bisa para stakeholder.Hasil dari
evaluasi ini beragam, sangat deskriptif dan induktif.Evaluasi ini menggunakan
data beragam dari berbagai sumber dan tidak ada standar rencana evaluasi.
Kekurangan dari pendekatan evaluasi ini adalah hasilnya tergantung siapa
yang menilai (Salehudin, 2009 : 5-7).
Berbagai pendekatan untuk mengevaluasi suatu program atau proyek
diterapkan untuk mendapatkan keefektifan dan keefisienan program atau
II.2 Pemungutan
Dalam rangka optimalisasi peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang perlu
diperhatikan adalah pelaksanaan sistem dan prosedur pemungutan dan yang dilakukan,
karena bagaimana pun tingginya kesadaran masyarakat namun jika pemungutannya tidak
dilaksanakan dengan baik maka upaya tersebut tetap tidak akan mampu mewujudkan suatu
tingkat penerimaan pajak seperti yang diharapkan.
Adapun pengertian pemungutan itu sendiri dikemukakan oleh Soelarno (1999:111)
adalah : “Suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek sampai
dengan kegiatan penagihan serta pengawasan penyetorannya”. Dari rumusan pengertian
tersebut pemungutan dapat diartikan sebagai “Rangkaian kegiatan untuk pelaksanaan
pengumpulan”.
II.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
II.3.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Salah satu faktor penting untuk melaksanakan urusan rumah tangga daerah
adalah kemampuan keuangan daerah. Dengan kata lain faktor keuangan merupakan
faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi.
Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan daerah ini Pamudji dalam
Kaho (2007:138-139) menegaskan: “Pemerintah daerah tidak akan dapat
melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk
memberikan pelayanan dan pembangunan, dan keuangan inilah merupakan dalam
satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014, tentang pemerintah daerah, daerah diberikan
kewenangan untuk mencari dan mengembangkan penerimaan-penerimaan yang
berasal dari daerah itu sendiri, yang sering kita sebut dengan pendapatan asli daerah.
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan yang
diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Sedangkan pengertian Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang No,
28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang
bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah.
Kemudian Dedy Supriady Bratakusumah (2001:173) mengatakan bahwa:
“Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh Daerah dari
sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan
Daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.”
Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu sumber penerimaan yang harus
selalu terus menerus di pacu pertumbuhannya.Dalam otonomi daerah ini kemandirian
pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan daerah dan
pelayaan kepada masyarakat.
Menurut Mardiasmo (2002: 132), Pendapatan Asli Daerah adalah:
“Penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan
Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari
hasil pajak daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain hasil daerah yang
sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasan kepada daerah dalam menggali
pendanaan dalam pelaksnaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendapatan
Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan yang sangat penting karena
perolehannya dilakukan atas dasar kemampuan potensi yang tersedia dan dibenarkan
oleh undang-undang maupun potensi yang dimungkinkan sumber daya manusia di
setiap daerah.
II.3.2 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil
pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. (Ahmad Yani,
2002:51)
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, adapun yang merupakan
sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari:
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
II.4 Retribusi
II.4.1 Pengertian Retribusi
Retribusi menurut UU no. 28 tahun 2009 adalah pungutan sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah untuk kepentingan pribadi atau badan. Berbeda dengan
pajak pusat seperti Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai yang dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pajak, Retribusi yang dapat di sebut sebagai Pajak Daerah
dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).
Pengertian retribusi menurut Rochmad Sumitro (Victor M. Situmorang dan
Cormentyna Sitanggang, 1994:205) bahwa : ”Pembayaran-pembayaran kepada negara
yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara”.
Sedangkan menurut S. Munawir (Victor M. Situmorang dan Cormentyna
Sitanggang, 1994:205) bahwa retribusi yaitu iuran kepada Pemerintah yang dapat
dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk.Paksaan di sini bersifat
ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah, dia tidak
dikenakan iuran itu.
Lain halnya menurut Marihot P. Siahaan (2005:5) bahwa pengertian Retribusi
yaitu pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu
yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan.Jasa tersebut dapat
dikatakan bersifat langsung yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati
II.4.2 Ciri- Ciri Retribusi
Menurut Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, (1994:205)
bahwa adapun ciri-ciri dari retribusi pada umumnya adalah :
1. Retribusi dipungut oleh negara;
2. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis;
3. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk;
4. Retribusi dikenakan pada setiap orang/ badan yang menggunakan/
mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara.
II.5 Retribusi Daerah
II.5.1 Pengertian Retribusi Daerah
Menurut Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud
dengan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Seperti halnya pajak daerah, retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Peraturan Umum Retribusi
Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah, selanjutnya untuk pelaksanaannya di masing-masing daerah,
pungutan retribusi daerah dijabarkan dalam bentuk peraturan daerah yang mengacu
kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;
2. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan
yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
3. Jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati
oleh orang pribadi atau badan.
4. Jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sector swasta.
5. Retribusi Perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu
pemerintah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan
yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan dan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya
alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
II.5.2 Ciri-Ciri Pokok Retribusi Daerah
Demikian pula, dari pendapat-pendapat diatas dapat diikhtisarkan ciri-ciri
pokok Retribusi Daerah sebagai berikut :
a. Retribusi dipungut oleh Daerah;
b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan Daerah yang
c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau
mengenyam jasa yang disediakan Daerah.
Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini
dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan
undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan.
2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.
3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas
jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukan.
4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.
5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis,
yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
II.5.3 Jenis-Jenis Retribusi Daerah
Objek retribusi daerah adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh
pemerintah daerah.Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah dapat dipungut
retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan
social-ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi.Jasa tertentu tersebut dikelompokkan
ke dalam tiga golongan yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha dan Perizinan Tertentu.
Penggolongan jenis retribusi ini dimaksudkan guna menetapkan kebijaksanaan
umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi yang
agar tercipta ketertiban dalam penerapannya, sehingga dapat memberikan kepastian
bagi masyarakat dan disesuaikan dengan kebutuhan nyata daerah yang bersangkutan.
1. Retribusi Jasa Umum
Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf a,
ditentukan berdasarkan criteria berikut ini :
a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa
usaha atau retribusi perizinan tertentu.
b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka
pelaksanaan asas desentralisasi.
c. Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan
yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani
kepentingan dan kemanfaatan umum.
d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.
e. Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai
penyelenggaraannya.
f. Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien serta
merupakan suatu sumber pendapatan daerah yang potensial.
g. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan
tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
Jenis-jenis retribusi jasa umum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66
a. Retribusi pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan di Puskesmas, balai
pengobatan, dan Rumah Sakit Umum Daerah.Retribusi Pelayanan
Kesehatan Ini tidak termasuk pelayanan pendaftaran.
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/ kebersihan
Pelayanan persampahan/kebersihan meliputi pengambilan, pengangkutan,
dan pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan
sampah rumah tangga, industry, dan perdagangan; tidak termasuk
pelayanan kebersihan jalan umum dan taman.
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta
Catatan Sipil
Akta Catatan Sipil meliputi Akta kelahiran, Akta Perkawinan, Akta
Perceraian, Akta Pengesahan dan Pengangkuan Anak, Akta Ganti Nama
bagi Warga Negara Asing, dan Akta Kematian.
d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat meliputi pelayanan
penguburan/pemakaman termasuk penggalian dan penggurukan,
pembakaran/pengabuan mayat, dan sewa tempat pemakaman atau
pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau di kelola pemerintah
daerah.
e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan
daerah.Karena jalan menyangkut kepentingan umum, penetapan jalan
umum sebagai tempat parkir mengacu pada ketentuan peraturan
f. Retribusi Pelayanan Pasar
Pelayanan pasar adalah fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa
pelataran dan los yang dikelola oleh pemerintah daerah dan khusus
disediakan untuk pedagang; tidak termasuk yang dikelola oleh BUMN,
BUMD dan pihak swasta.
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
Pelayanan pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian
kendaraan bermotor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
Pelayanan pemeriksa alat pemadam kebakaran adalah pelayanan
pemeriksaan dan atau perizinan oleh pemerintah daerah terhadap alat-alat
pemadam kebakaran yang dimiliki dan atau dipergunakan oleh
masyarakat.
i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
Peta adalah peta yang dibuat oleh pemerintah daerah, seperti peta dasar
(peta garis), peta foto, peta digital, peta tematik, dan peta teknis (peta
struktur).
j. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan
Pelayanan pengujian kapal perikanan adalah pengujian terhadap kapal
penangkap ikan menjadi kewenangan daerah.
Subjek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayananan jasa umum yang bersangkutan dan
diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa umum.
Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh
pemerintah daerah dan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya
dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf
b, retribusi jasa usaha ditentukan berdasarkan criteria berikut ini:
1.6 Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa
umum atau retribusi perizinan tertentu.
1.7 Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang
seyogianya disediakan oleh sector swasta, tetapi belum memadai atau
terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan
secara penuh oleh pemerintah daerah. Pengertian harta adalah semua harta
bergerak dan tidak bergerak, tidak termasuk uang kas, surat-surat berharga,
dan harta lainnya yang bersifat lancar (current asset).
Jenis-jenis retribusi jasa usaha diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66
Tahun 2001 Pasal 3 ayat 2, sebagaimana dibawah ini :
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
Pelayanan pemakaian kekayaan daerah, antara lain pemakaian tanah dan
bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian
keendaraan/alat-alat besar milik daerah. Tidak termasuk dalam pengertian pelayanan
pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang tidak
mengubah fungsi dari tanah tersebut, seperti pemancangan tiang
listrik/telepon maupun penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di
pinggir jalan umum.
Pasar grosir dan atau pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang
dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang
disediakan/deselenggarakan oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang
disediakan oleh BUMD dan pihak swasta.
c. Retribusi Tempat Pelelangan
Tempat pelelangan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh
pemerintahan daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi,
dan hasil hutan termasuk jasa fasilitas lainnya yang disediakan di tempat
pelelangan. Termasuk dalam pengertian tempat pelelangan adalah tempat
yang dikontrak oleh pemerintah daerah dari pihak lain untuk dijadikan
sebagai tempat pelelangan.
d. Retribusi Terminal
Pelayanan terminal adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk
kendaraan penumpang dan bus umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas
lainnya dilingkungan terminal, yang dimiliki dan atau dikelola oleh
pemerintah daerah.Dengan ketentuan ini, pelayanan perorangan tidak
dipungut retribusi.
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir
Pelayanan tempat khusus parkir adalah pelayanan penyediaan tempat
parkir yang khusus disediakan, dimiliki, dan atau dikelola oleh pemerintah
daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh BUMD dan
pihak swasta.
f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa
Pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa milik daerah adalah
dimiliki dan atau yang dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk
yang dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.
g. Retribusi Penyedotan Kakus
Pelayanan penyedotan kakus adalah pelayanan penyedotan kakus/jamban
yang dilakukan oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh
BUMD dan pihak swasta.
h. Retribusi Rumah Potong Hewan termasuk
Pelayanan rumah potong hewan adalah penyediaan fasilitas rumah
pemotong hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan
hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang dimiliki dan atau dikelola oleh
pemerintah daerah.
i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal
Pelayanan pelabuhan kapal adalah pelayanan pada pelabuhan kapal
perikanan dan atau bukan kapal perikanan, termasuk fasilitas lainnya di
lingkungan pelabuhan kapal yang dimiliki dan atau dikelola oleh
pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMN, BUMD dan
pihak swasta.
j. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
Pelayanan tempat rekreasi dan olahraga adalah tempat rekreasi, pariwisata,
dan olahraga yang dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah daerah.
k. Retribusi Penyeberangan di Atas Air
Pelayanan penyeberangan di atas air adalah pelayanan penyeberangan
orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di atas air yang
dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang
l. Retribusi Pengolahan Limbah Cair
Pelayanan pengolahan limbah cair adalah pelayanan pengolahan limbah
cair rumah tangga, perkantoran, dan industri yang dikelola dan atau
dimiliki oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD
dan pihak swasta.
m. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah
Penjualan produksi usaha daerah adalah penjualan hasil produksi usaha
pemerintah daerah antara lain, bibit/benih tanaman, bibit ternak, dan bibit
ikan, tidak termasuk penjualan produksi usaha BUMN, dan pihak swasta.
Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.Subjek
retribusi jasa usaha merupakan wajib retribusi jasa usaha, yaitu orang pribadi
atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa
usaha.
3. Retribusi Perizinan Tertentu
Fungsi perizinan dimaksudkan untuk mengadakan pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan, maka pada dasarnya pemberian
izin oleh Pemerintah Daerah tidak harus dipungut retribusi.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3
huruf c, retribusi perizinan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini :
a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan
kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi.
b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan
c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan
biaya untuk menanggulangi dampak negative dari pemberian izin tersebut
cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi.
Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 4 ayat 2, adalah sebagaimana
dibawah ini :
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Izin mendirikan bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan satu
bangunan. Termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan
desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya, agar tetap sesuai
dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku,
dengan tetap memerhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien
Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB), dan
pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi peperiksaan dalam
rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati
bangunan tersebut.
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pemberian izin untuk
melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu.
c. Retribusi Izin Gangguan
Izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang
pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya,
kerugian, dan gangguan; tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah
Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk
menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau
beberapa trayek tertentu.Pemberian izin oleh pemerintah daerah
dilaksanakan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah.
II.6 Retribusi Parkir
Dalam Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2014 tentang perparkiran dikatakan bahwa :
Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan bermotor yang bersifat sementara yang
ditinggalkan pengemudi. Definisi lain tentang parkir terdapat dalam kamus umum bahasa
Indonesia,bahwa “Parkir adalah menghentikan kendaran bermotor untuk beberapa saat
lamanya”
Dari kedua pengertian diatas dapat di katakan bahwa “Parkir adalah memberhentikan
kendaraan untuk sementara pada tempat yang telah disediakan”.Retribusi Pelayanan Parkir di
Tepi Jalan yang selanjutnya disebut retribusi parkir adalah pembayaran atas jasa penyediaan
pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
II.7 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara
abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.
Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi
ganda dari variabel yang diteliti (Singarimbun, 1995:37).
Maka berdasarkan uraian diatas penulis mengemukakan definisi dari konsep yang
1. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data
obyek dan subyek sampai dengan kegiatan penagihan serta pengawasan
penyetorannya.
2. Pendapatan Asli Daerah adalah sumber pendapatan yang sangat penting karena
perolehannya dilakukan atas dasar kemampuan potensi yang tersedia dan
dibenarkan oleh undang-undang maupun potensi yang dimungkinkan sumber daya
manusia di setiap daerah.
3. Retribusi adalah pembayaran-pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh
mereka yang menggunakan jasa-jasa Negara
4. Retribusi Parkir adalah pembayaran atas jasa penyediaan pelayanan parkir di tepi
jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan