• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Parameter Genetik Kambing Boerka (F2) Berdasarkan Bobot Lahir, Bobot Sapih dan Bobot Umur 6 Bulan di Loka Penelitian Kambing Potong Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Parameter Genetik Kambing Boerka (F2) Berdasarkan Bobot Lahir, Bobot Sapih dan Bobot Umur 6 Bulan di Loka Penelitian Kambing Potong Sumatera Utara"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Asal dan Klasifikasi Ternak Kambing

Kingdom : Animalia Bangsa : Caprini Famili : Bovidae Subfamili :Caprinae Ordo : Artiodactyla Subordo : Ruminansia Genus : Capra Spesies : Capra sp. (Davendra dan McLeroy, 1982).

Diperkirakan ada sebanyak 102 bangsa kambing yang menyebar di seluruh dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg sampai terbesar melebihi 100 kg (Dhanda et al., 2003). Di Indonesia paling tidak dilaporkan terdapat 13 jenis kambing baik asli maupun introduksi yang menyebar hampir di seluruh kepulauan, dengansentra populasi utama adalah Jawa (57%), Sumatera (25%), Sulawesi (7,4%) dan kepulauan Nusa Tenggara (NTT dan NTB) (6,1%) (Makka, 2004).

(2)

Populasi kambing di Indonesia

Ternak kambing merupakan ruminansia kecil yang dalam kehidupannya sehari-hari dekat hubungannya dengan peternak kecil di pedesaan, keberadaan ternak kambing ditengah-tengah masyarakat kecil sangat membantu perekonomian. Selain itu, secara biologis ternak kambing cukup produktif dan mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan di Indonesia, mudah pemeliharaannya, sehingga mudah dalam pengembangannya (Sutama, 2005).

Dari total populasi kambing sekitar 14 juta ekor (DITJENNAK, 2007), kambing Kacang merupakan jenis kambing dengan populasi terbanyak (83%). Jenis kambing ini memiliki bobot hidup dan kapasitas tumbuh yang rendah dan lebih merupakan jenis kambing dengan tipe prolifik (Astuti et al., 1984).

Dengan demikian, ras kambing dengan populasi terbesar yang terdapat di Indonesia pada dasarnya bukanlah merupakan bangsa kambing yang memiliki karakter ideal sebagai penghasil daging, jika dilihat dari aspek kapasitas laju

tumbuh, ukuran serta konformasi bobot hidup, serta persentase karkas (Ginting dan Fera, 2008).

Secara nasional untuk populasi ternak kecil pada tahun 2011 mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan populasi pada tahun 2010 yaitu: kambing 16,95 juta ekor (peningkatan 1,97%), domba 11,79 juta ekor (peningkatan 9,93%), babi 7,52 juta ekor (peningkatan 0,64%) (DITJENNAK, 2010).

Tabel 1. Populasi ternak ruminansia di Indonesia

No Jenis ternak Populasi (000 ekor)

2008 2009 2010 2011 2012 1 Sapi potong 12.257 12.760 13.582 14.824 16.034

2 Sapi perah 458 475 488 597 622

3 Kerbau 1.931 1.933 2.000 1.305 1.378

(3)

5 Domba 9.605 10.199 10.725 11.791 12.768 Sumber : DITJENNAK, 2012.

Tabel 2. Populasi ternak kambing di Sumatera Utara Tahun Populasi (ekor)

Sumatera Utara Nasional

2008 618.394 15.147.432

2009 619.941 15.815.317

2010 653.101 16.619.599

2011 762.180 16.946.186

2012 771.326 17.862.203

Sumber : DITJENNAK, 2012.

Cross breeding (kawin silang)

Persilangan (crossbreeding) saat ini masih merupakan salah satu metode yang relevan dilakukan dalam rangka memperbaiki potensi genetik suatu rumpun ternak, termasuk kambing (Mukherjee, 1992).

Persilangan kambing Boer yang merupakan salah satu jenis kambing penghasil daging terbaik dengan kambing lokal (Kacang)diharapkan akan menghasilkan jenis kambing dengan genotif baru yang memiliki ciri kambing pedaging yang lebih baik dibanding kambing lokal (Erasmus, 2000).

Secara teknis persilangan dilakukan dengan maksud : penggabungan beberapa sifat yang semula terdapat pada dua bangsa yang berbeda ke dalam satu bangsa silangan, pembentukan bangsa baru, grading up dan pemanfaatan heterosis (Hardjosubroto, 1994).

(4)

Untuk kondisi Indonesia, pada umumnya kambing mempunyai potensi reproduksi yang sangat baik, maka introduksi melalui persilangan akan lebih baik, karena akan menggabungkan sifat adaptabilitas dan keunggulan genetik sifat pertumbuhan rumpun yang diintroduksi (Setiadi et al., 1998).

Program persilangan antara kambing Boer dengan kambing Kacang bertujuan untuk menghasilkan genotipe baru (kambing Boerka) yang memiliki kapasitas tumbuh dan bobot tubuh yang lebih besar dibandingkan kambing Kacang, namun relatif adaptif dengan kondisi tropis-basah (Ginting, 2009).

Gambar 1.Skematis cara perkawinan untuk menghasilkan berbagai komposisi darah kambing persilangan Sumber : Elieser, 2012.

JANTAN BOER BETINAKACANG

JANTAN BOER JANTAN KACANG

(5)

Karakteristik kambing Boerka

Kambing Boerka adalah kambing hasil persilangan antara pejantan Boer dengan induk Kacang. Kambing hasil persilangan ini memiliki kemampuan tumbuh dan penambahan bobot tubuh yang lebih baik dibandingkan kambing kacang. Sifat baik lainnya, kambing Boerka mampu beradaptasi dengan kondisi tropik-basah dengan input produksi (pakan) yang moderat atau sedang (Ginting, 2008).

Dibandingkan kambing Kacang, kambing Boerka merupakan ternak yang potensial untuk dikembangkan karena memiliki keunggulan antara lain : memiliki kadar lemak rendah 0,15-0,5%, proporsi karkas 46% dan kadar protein daging 19-22% (Triyantini et al., 2002).

Tabel 3. Bobot lahir kambing Boerka (F1) berdasarkan jenis kelamin dan tipe kelahiran

Uraian Bobot lahir (kg) Jenis kelamin

Tabel 4. Bobot sapih kambing Boerka berdasarkan jenis kelamin

Uraian Bobot sapih (kg)

(6)

Laju petumbuhan kambing Boerka

Laju pertumbuhan setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia (Cole, 1982). Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim.. (Tomaszewska et al., 1993).

Dalam masa pertumbuhan ada dua hal yang terjadi yaitu adanya kenaikan bobot badan atau komponen tubuh sampai mencapai ukuran dewasa yang disebut pertumbuhan dan adanya perubahan bentuk konformasi disebabkan oleh perbedaan laju pertumbuhan jaringan atau bagian tubuh yang berbeda dengan proses perkembangan, proses penggemukan termasuk ke dalam perkembangan (Hammond et al., 1976).

Pertumbuhan biasanya mulai perlahan - lahan kemudian berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan - lahan lagi atau sama sekali terhenti. Tahap cepat pertumbuhan terjadi pada saat kedewasaan tubuh hampir tercapai (Anggorodi, 1990).

(7)

Sifat kuantitatif

Setiap individu mempunyai kemampuan genetik tersendiri untuk sifat-sifat yang dimiliknya, kecuali kembar identik. Dari sejumlah individu dalam populasi yang ada terdapat keragaman atas setiap sifat yag ada. Keragaman genetik ini merupakan dasar analisis pemuliaan ternak. Dalam aplikasinya, keragaman menjadi dasar seleksi jika keragaman relatif besar. Sebaliknya, keragaman menjadi dasar persilangan jika nilanya kecil (Kurnianto, 2010).

Pada ternak terdapat dua sifat, yaitu sifat kuantitatif dan kualitatif. Sifat kuantitatif memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga sifat ini lebih penting diperhatikan pada program pemuliaan ternak dibanding sifat kualitatif. Ciri-ciri sifat kuantitatif adalah : Dapat diukur atau ditimbang, Fenotipe sifat kuantitatif dipengaruhi banyak pasangan gen, Penampilan sifat kuantitatif dipengaruhi faktor lingkungan (Kurnianto, 2010).

Bobot lahir

Bobot lahir adalah bobot saat dilahirkan atau bobot hasil penimbangan dalam kurun waktu 24 jam setelah dilahirkan (Hardjosubroto, 1994). Bobot lahir merupakan faktor yang menentukan bagi kelangsungan usaha peternakan, karena bobot lahir berkorelasi positif dengan kelangsungan hidup dan perkembangan ternak setelah lahir (Gatenby, 1986).

(8)

Tipe kelahiran mempengaruhi bobot lahir. Bobot lahir pada kelahiran tunggal lebih besar dibandingkan kelahiran kembar. Hal tersebut disebabkan karena terbatasnya volume uterus induk, sehingga bila dalam uterus terdapat lebih dari satu fetus maka calon anak tersebut pertumbuhannya akan terganggu karena harus berdesakan dalam uterus yang sempit (Ningsih, 1986).

Bobot sapih

Bobot sapih adalah bobot pada saat anak dipisahkan dari induknya. Bobot sapih merupakan indikator dari kemampuan induk untuk menghasilkan susu dan kemampuan anak untuk mendapatkan susu dan tumbuh (Hardjosubroto, 1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot sapih diantaranya adalah : jumlah anak sekelahiran, bobot lahir dan jenis kelamin. Jumlah anak sekelahiran yang semakin sedikit menyebabkan bobot lahir anak semakin berat, sehingga akhirnya didapat bobot sapih yang tinggi (Fraser dan Stamp, 1986) dan umur sapih serta produksi susu induk (Davendra, 1994). Hal ini dikarenakan terbatasnya produksi susu induk, sehingga apabila induk memiliki anak kembar maka jumlah susu induk harus dibagi-bagi (Subandryo, 2004).

Bobot pasca-sapih

Laju pertumbuhan pada ras kambing tipe besar umumnya akan lebih tinggi dibandingkan pada ras tipekecil. Penggunaan pejantan Boer yang merupakan ras kambing tipe besar merupakan kontributor utama terhadap tingginya laju pertumbuhan kambing Boerka (Mcgregor, 1985).

(9)

laju pertumbuhan anak sangat ditentukan oleh kapasitas ukuran tubuh dewasa baik pejantan maupun induk (Mcgregor, 1985).

Efek heterosis

Dalam persilangan antar spesies akan muncul heterosis dari suatu karakter akibat dari heterogenetik. Heterogenetik tersebut adalah pertemuan antara berbagai gen yang mengontrol bermacam-macam sifat dalam menumbuhkan karakter, baik karakter kualitatif maupun kuantitatif. Sifat gen dominan, over dominan dan epistasis merupakan sifat genetik non aditif yang lebih nampak pengaruhnya terhadap timbulnya efek heterosis. Efek heterosis positif yaitu rata-rata penampilan suatu karakter keturunan hasil persilangan melebihi rata-rata-rata-rata penampilan kedua tetuanya, sedang efek heterosis negatif adalah rata-rata penampilan suatu karakter keturunan hasil persilangan yang lebih rendah dari rata-rata penampilan kedua tetuanya (Cassady et al., 2002).

Heterosis (hybrid vigor) dibedakan menjadi dua, yaitu individual heterosis (IH) dan maternal heterosis (MH). Istilah IH digunakan pada persilangan antara dua bangsa, didefinisikan sebagai perbedaan penampilan antara individu-individu hasil persilangan (crossbreed) dengan rataaan penampilan bangsa tetuanya (purebreed). Efek IH dipresentasikan dalam satuan unit dan persen (Kurnianto, 2010).

(10)

mengawinkan betina hasil crossbred dengan pejantan dari bangsa yang lain untuk menghasilkan keturunan yang crossbred (Hariyanan, 2010).

Parameter genetik

Keragaman dan mutu genetik sifat-sifat yang merupakan potensi genetik individu-individu dalam suatu populasi akan tercermin pada nilai parameter genetiknya meliputi nilai heritabilitas, repitabilitas, korelasi genetik, nilai pemuliaaan (Hardjosubroto, 1994).

Heritabilitas

Pengetahuan tentang heritabilitas penting dalam mengembangkan seleksi dan rencana perkawinan untuk meningkatkan mutu ternak. Heritabilitas dapat membantu dalam menduga nilai pemuliaan ternak, mengestimasi perubahan genetik setelah dilakukan seleksi dan menetukan bentuk seleksi yang akan dilakukan. Jika heritabilitas tinggi maka diterapkan seleksi fenotip dan jika heritabilitas rendah maka seleksi fenotipe menjadi kurang efektif sehingga seleksi dilakukan dengan memanfaatkan informasi kerabat (Bourdon, 1997).

Heritabilitas bukan merupakan nilai konstan, dengan klasifikasi (0-0,1) rendah, (0,1-0,3) sedang dan lebih dari (>0,3) termasuk tinggi (Dalton, 1980).

Dalam menduga heritabilitas kadang-kadang menghasilkan taksiran yang terletak diluar kisaran normalnya yaitu negatif atau lebih dari satu. Hal ini diduga karena jumlah data yang terbatas (Hardjosubroto, 1994).

(11)

tidak dapat memisahkan ragam genetik dan lingkungan dengan efektif dan kesalahan mengambil contoh (Warwick et al., 1984).

Nilai heritabiltas pada satu sifat tidak tetap, faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya : nilai heritabiltas dari data yang diambil pada periode waktu yang berbeda, nilai heritabilitas suatu sifat antara satu bangsa dengan bangsa lain dapat berbeda meskipun dari wilayah dan jumlah yang sama, metode yang digunakan dalam pendugaan dan jumlah dan asal data yang berbeda (Kurnianto, 2010).

Korelasi genetik

Analisis korelasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat hubungan antara dua sifat yang dibandingkan melalui sebuah bilangan yang biasa disebut koefisien korelasi (Walpole, 1995).

Hubungan korelatif antara dua sifat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : korelasi genetik, fenotipe dan lingkungan. Korelasi genetik adalah korelasi antara nilai pemuliaan aditif dari dua sifat atau diantara jumlah pengaruh aditif dari gen-gen yang mempengaruhi kedua sifat tertentu (Legates and Warwick, 1990).

Besar dan tanda korelasi genetik dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya perubahan pada generasi berikutnya apabila digunakan sebagai kriteria seleksi. Cara yang paling mudah untuk menghitung korelasi genetik antara dua sifat adalah melalui percobaan seleksi dalam suatu populasi untuk mengamati sifat-sifat tunggal dan mengamati perubahan yang terjadi sebagai tanggapan korelasi sifat yang lain (Warwick et al., 1985).

(12)

lainnya juga ikut meningkat, sebaliknya pada korelasi negatif. Nilai korelasi fenotipe bermanfaat untuk memperkirakan besarnya perubahan-perubahan produktivitas pada generasi yang sama apabila digunakan sebagai kriteria seleksi berdasarkan catatan produktivitas sekarang (Warwick et al., 1985).

Kriteria hubungan dari suatu korelasi yaitu : (K=0) tidak ada korelasi antara 2 variabel, (0<K<0,25) korelasi sangat lemah, (0,25<K<0,5) korelasi cukup, (0,5<K<0,75) korelasi kuat, (0,75<K<0,90) korelasi sangat kuat dan (K=1) korelasi sempurna (Fujiatin, 2010).

Estimasi nilai pemuliaan (breeding value)

Nilai pemuliaan atau breeding value adalah penilaian dari mutu genetik ternak untuk suatu sifat tertentu yang diberikan secara relatif atas dasar kedudukannya dalam populasi (Hardjosubroto, 1994).

Ternak yang unggul adalah ternak yang memiliki nilai pemuliaan diatas rata-rata populasi. Pendugaan nilai pemuliaan merupakan salah satu penting dalam mengevaluasi keunggulan genetik ternak, terutama untuk ternak-ternak yang akan digunakan sebagai bibit (Nuringati, 2010).

Empat sumber informasi untuk mengestimasi nilai pemuliaan, yaitu : 1. Fenotipe ternak itu sendiri, hubungan antara fenotipe dengan nilai pemuliaanya

(13)

keturunannya, 4. Saudara kolateral, yang meliputi saudara tiri dan saudara kandung (Kurnianto, 2010).

Gambar

Tabel 1. Populasi ternak ruminansia di Indonesia
Gambar 1.Skematis cara perkawinan untuk menghasilkan berbagai komposisi darah kambing persilangan
Tabel 3. Bobot lahir kambing Boerka (F1) berdasarkan jenis kelamin dan tipe  kelahiran
Gambar 2. Kurva sigmoid pertumbuhan kambing Boerka.

Referensi

Dokumen terkait

Secara konseptual penelitian ini akan menelaah dua faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar fisika siswa, yairu motivasi belajar dan pengetahuan matematika

Mata kuliah Filsafat Hukum Islam ini merupakan mata kuliah pengembangan dari matakuliah metodologi hukum Islam (Ushul Fikih dan Kaidah fiqh) yang secara spesifik mengkaji aspek

Here, a brief description of Terrain Observation with Progressive Scans SAR (TOPSAR), de-bursting of Sentinel-1 product, dual polarization, speckle filtering, eigenvalue

Untuk menilai produk pembelajaran dilakukan tes atau ujian tengah semester, ujian akhir semester dan penilaian terhadap “Tugas Utama” yaitu tugas yang

Kepala Seksi Perdagangan dan Aneka Usaha mempunyai tugas melaksanakan pengumpulan, pengolahan, penyiapan bahan perumusan dan penyebaran kebijaksanaan teknis,

Multi-temporal RADARSAT-2 polarimetric SAR data for urban land-cover classification using an object-based support vector machine and a rule-based approach, International

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan

Sedangkan konsep sistem pendidikan nasional masih bergantung pada konsep tentang sistem, konsep tentang pendidikan dan konsep tentang pendidikan nasional, adapun