BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Diabetes Melitus ( DM ) 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, DM
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,kerja insulin,
atau kedua-duanya.9,10,22,23 Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh
darah.10,22,23
2.1.2 Epidemiologi Diabetes Melitus
Prevalensi DM di seluruh dunia telah meningkat secara dramatis
selama dua dekade, dari sekitar 30 juta kasus di 1985 menjadi 177 juta
pada tahun 2000. Meskipun prevalensi DM type 1 dan DM type 2
meningkat di seluruh dunia, prevalensi DM tipe 2 meningkat jauh lebih
cepat. Diperkirakan bahwa di tahun 2030 jumlah terbesar orang yang
menderita diabetes adalah usia 45–64 tahun.5,24
Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan
sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini
terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini.22,23
Penelitian lain mengatakan bahwa dengan adanya urbanisasi,
populasi DM tipe 2 akan meningkat 5 – 10 kali lipat karena terjadi
perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang
berubah secara epidemiologik diperkirakan adalah : bertambahnya usia,
lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh,
kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini
berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan
terjadinya DM tipe 2.22,23,24
2.1.3 Kriteria diagnosis9,10,25,26
Kriteria diagnosis diabetes menurut ADA 2010-2011 &
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011 adalah :
Tabel 2.1 Kriteria diagnosis DM
Nilai HbA1c ≥ 6.5%
Kadar gukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/l)
Kadar glukosa plasma 2 jam pada
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
≥ 200 mg/dl (11,1mmol/l)
2.1.4 Patogenesis DM Tipe 2
DM tipe 2 ditandai dengan gangguan sekresi insulin, resistensi
insulin, kenaikan produksi glukosa di hati,24,27 dan metabolisme lemak
yang abnormal.24
Pada tahap awal gangguan, toleransi glukosa akan tetap
mendekati-normal, meskipun terjadi resistensi insulin, karena sel beta
pankreas mengimbanginya dengan meningkatkan produksi insulin.
Dengan berkembangnya resistensi insulin dan kompensasi
hiperinsulinemia, sel-sel beta pankreas pada individu tertentu tidak
mampu mempertahankan keadaan hiperinsulinemia sehingga terjadi
Impaired Glucose Tolerance (IGT) yang ditandai dengan meningkatnya
glukosa postprandial.Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik memicu timbulnya diabetes dengan hiperglikemia puasa.
Akhirnya, kegagalan sel beta dapat terjadi.24,26,27Jika terjadi kelelahan sel
beta pankreas, akan timbul DM klinis yang ditandai dengan adanya
konsentrasi glukosa darah yang meningkat, memenuhi kriteria diagnosis
DM.26,27
2.1.5 Komplikasi mikrovaskular diabetik
Urutan patogenesis terjadinya komplikasi mikrovaskuler diawali
oleh abnormalitas biokimiawi yang terkait dengan hiperglikemi, terutama
aliran (flux) berlebihan poliol dan hexamine pathways, stres oksidatif,
kinase-C (PKC). Perubahan ini mengganggu turn-over dinding pembuluh
darah, dengan demikian mengganggu remodeling vaskular, yang ditandai
oleh berubahnya turn-over sel dan matriks serta kontak, tonus vaskular
dan permeabilitas serta pola koagulasi. Semuanya ini bervariasi
tergantung dari organ sasaran.27,28
2.1.5.1 Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik adalah merupakan sindroma klinis yang ditandai
dengan adanya mikroalbuminuria persisten, proteinuria, peningkatan
tekanan darah dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Nefropati diabetik
merupakan perjalanan dari komplikasi DM jangka panjang yang sudah
dimulai sejak awal diketahuinya DM. Kejadian ini berlangsung sesudah
seseorang menderita diabetes dan gagal ginjal akan terjadi sesudah 20-30
tahun.29
Proteinuria dan albuminuria merupakan faktor utama penentu
terjadinya progresivitas penurunan fungsi ginjal yang dibuktikan pada
beberapa penelitian. Berdasarkan jumlah protein yang diekskresikan
dalam urin, proteinuria dapat dibedakan menjadi mikroalbuminuria,
proteinuria ringan, sedang, berat dan sindroma nefrotik. Dikatakan
sebagai mikroalbuminuria jika kadar protein dalam urin antara 30-150
mg/24 jam; proteinuria ringan jika kadar protein antara 150 mg – 0,5 g/24
proteinuria berat jika kadar protein antara 1-3 g/24 jam; dan sindroma
nefrotik jika kadar protein dalam urin >3,5 g/24 jam.30
Hasil pemeriksaan protein urin dapat dilaporkan secara
semikuantitatif, kuantitatif, dan kualitatif. Pemeriksaan secara
semikuantitatif antara lain dengan menggunakan metode konvensional
seperti asam sulfosalisil 20%, asam asetat 6%, atau menggunakan carik
celup (strip). Secara kuantitatif kadar protein dapat diperiksa dengan
metode turbidimetrik menggunakan fotometer yang menggunakan asam
sulfosalisil 3% dan mikroalbuminuria.30
Nefropati diabetik ditandai dengan mikroalbuminuria (30-300
mg/hari) atau makroalbuminuria15 (>300 mg/hari) yang menetap pada
minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.31
2.1.5.1.1 Mikroalbuminuria
Keadaan mikroalbuminuria dianggap sebagai prediktor penting
untuk timbulnya nefropati diabetik.31,32 Normalnya, hanya sedikit albumin
yang difiltrasi glomerulus dan sedikit yang direabsorbsi oleh tubulus ginjal.
Namun, jika ada penyakit yang menyebabkan permeabilitas glomerulus
terhadap albumin melebihi kemampuan reabsorpsi tubulus maka albumin
akan keluar dalam urin. Pada tahap awal penyakit, dijumpai hanya
sebagian kecil albumin (mikroalbuminuria) yang biasanya tidak terdeteksi
dengan pemeriksaan protein urin rutin. Oleh karena itulah
Pada pasien diabetes, jumlah albumin di urin berhubungan dengan
lamanya menderita penyakit dan tingkat kontrol gula darah.
mikroalbuminuria merupakan indikator awal berkembangnya komplikasi
diabetik seperti nefropati, cardiovascular disease (CVD), dan hipertensi.
Peningkatan mikroalbuminuria pada pasien-pasien diabetes akan
meningkatkan 5-10 kali lipat kejadian mortalitas CVD, retinopati dan End
Stage Kidney Disease(ESKD).32
Terdapat beberapa metode skrining untuk mikroalbuminuria dalam
urin 24 jam atau urin sewaktu menggunakan carik celup atau alat
automated urine analyzer untuk memeriksa kadar albumin atau dengan menghitung rasio albumin : kreatinin.30,33
Sampai saat ini pemeriksaan protein urin 24 jam masih merupakan
gold standard dalam menghitung jumlah total protein yang diekskresikan.
Namun, pengukuran proteinuria menggunakan spesimen urin 24 jam
sering mengakibatkan ketidakakuratan dalam pengukuran volume urin,
karena kesalahan saat pengumpulan spesimen, terutama pada pasien
rawat jalan. Akhir-akhir ini beberapa penelitian merekomendasikan untuk
menggunakan pengukuran rasio albumin / kreatinin dengan spesimen urin
sewaktu. Cara ini dapat digunakan sebagai alternatif pengganti
pengumpulan urin 24 jam untuk memprediksi adanya proteinuria pada
berbagai penyakit. Interpretasi hasil dikatakan normoalbuminuria jika
didapatkan < 30 μ g/mg kreatinin; mikroalbuminuria 30-300 μ g/mg
Ekskresi kreatinin yang relatif konstan ini menjadi dasar
penggunaan kreatinin urin sebagai faktor koreksi terhadap ekskresi
albumin urin. Dengan demikian rasio albumin/kreatinin urin yang didapat
dengan membandingkan konsentrasi albumin dan konsentrasi kreatinin
dari bahan urin yang sama akan menghilangkan faktor volume urin. Jadi
kreatinin akan menjadi koreksi terhadap pengaruh konsentrasi urin. Jika
albumin dan kreatinin urin menggunakan satuan yang sama maka rasio
albumin/kreatinin urin dianggap mencerminkan kecepatan ekskresi
albumin urin secara relatif terhadap ekskresi kreatinin.34
Sampel untuk pemeriksaan rasio albumin/kreatinin adalah urin
pertama pagi hari atau urin sewaktu dengan cara urin porsi tengah. Urin
pertama pagi hari ini menunjukkan variasi antar individu dan variasi intra
individu yang paling rendah dibandingkan dengan bahan urin sewaktu
lainnya.34 Pada penelitian ini, pengukuran mikroalbuminuria menggunakan
prinsip tes imunoturbidimetrik, yang diukur pada panjang gelombang 340
nm.35
2.1.5.2 Retinopati Diabetik (RD)
DM merupakan penyebab utama kebutaan di Amerika Serikat24 dan
didapat 10.000 kasus baru kebutaan setiap tahunnya.11 RD merupakan
kasus kebutaan yang sering terjadi pada orang dewasa yang berumur
20-75 tahun dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia seperti yang
Pada saat pasien terdiagnosis DM, beberapa diantaranya sudah
dengan RD, ini menunjukkan bahwa diabetes mungkin sudah ada
beberapa tahun.37 RD diklasifikasikan menjadi dua tahap yaitu
nonproliferasi dan proliferasi. Mekanisme patofisiologis terjadinya RD
nonproliferasi mengarah pada kejadian iskemia.24 Sedangkan pada RD
proliferasi yang ditandai dengan pembentukan pembuluh darah baru37,38,
bersifat sangat rapuh dan mudah mengalami perdarahan. Pembuluh
darah baru tersebut sangat berbahaya karena tumbuh secara abnormal
keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus, menyebabkan
perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan.38
2.1.5.3 Neuropati Diabetik (ND)
ND adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan,
baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada DM tanpa penyebab
neuropati perifer yang lain.39 Patofisiologi maupun epidemiologi ND belum
banyak diketahui sampai dengan awal tahun 2007, yang diketahui adalah
faktor resiko ND yang multifaktor, dimana faktor terkuat tetap hiperglikemi
kronik. Keluhan yang paling banyak ditemukan ialah chronic sensorimotor Distal Symmetric Polyneuropathy (DPN), yaitu nyeri seperti terbakar,
seperti terkena listrik, seperti tertusuk, nyeri dalam, meskipun bersifat
intermitten namun keluhan paling berat dirasakan waktu malam. DPN ini
jalannya lambat, kurang disadari hingga memudahkan komplikasi ulkus
ditandai dengan jalan gontai dan Romberg positif, hingga pasien mudah
jatuh.28
2.2 TROMBOSIT
Trombosit merupakan fragmen sitoplasma kecil berasal dari
megakariosit yang tidak mengandung inti, berukuran sekitar 1,5 – 3,5 μ m.
Fungsi utama trombosit adalah pada proses hemostasis primer pada saat
terjadi perlukaan pada endotel pembuluh darah. Fungsi itu terjadi melalui
proses adhesi, aktivasi dengan perubahan bentuk serta agregasi. 40,41
Peranan sel trombosit pada proses trombogenesis untuk
membentuk sumbat trombosit diawali dengan reaksi adhesi trombosit,
kemudian diikuti dengan perubahan bentuk dan pelepasan isi granula
sebagai reaksi sekresi sel trombosit, selanjutnya terjadi agregasi trombosit
untuk membentuk gumpalan dan akhirnya aktivasi sistem koagulasi oleh
membran trombosit.42,43,44
2.2.1 Morfologi trombosit
Trombosit adalah sel darah terkecil yang berbentuk cakram atau
diskoid dengan kedua sisi cembung atau bikonveks. Membran trombosit
terdiri atas 2 lapis fosfolipid dan pada permukaannya terdapat glikoprotein.
Glikoprotein ini berfungsi sebagai reseptor. Glikoprotein permukaan
sangat penting dalam reaksi adesi dan agregasi trombosit. Adesi pada
penting dalam perlekatan trombosit pada von Willebrand factor (VWF) dan
subendotel vascular. Reseptor IIb/IIIa juga merupakan reseptor untuk fibrinogen yang penting dalam agregasi trombosit.45,46
Membran plasma berinvaginasi ke bagian dalam trombosit untuk
membentuk suatu sistem membran (kanalikular) terbuka yang
menyediakan permukaan reaktif yang luas tempat protein koagulasi
plasma diabsorbsi secara selektif. Fosfolipid membran (faktor trombosit 3)
sangat penting dalam konversi faktor X menjadi Xa dan protrombin (faktor
II) menjadi thrombin (faktor IIa).45,46
Di bagian dalam trombosit terdapat kalsium, nukleotida (terutama
ADP, ATP dan serotonin) yang terkandung dalam granula padat. Granula
alfa mengandung antagonis heparin, faktor pertumbuhan (Platelet Derived Growth Factor/PDGF), β -tromboglobulin, fibrinogen, vWF. Organel spesifik
lain meliputi lisosom yang mengandung enzim hidrolitik, dan peroksisom
yang mengandung katalase. Selama reaksi pelepasan, isi granula
dikeluarkan ke dalam sistem kanalikular.45,46
2.2.2 Fungsi Trombosit
Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik
selama respon hemostasis normal terhadap cedera vaskular. Tanpa
trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah
kecil. Reaksi trombosit berupa adesi, sekresi, agregasi dan fusi serta
Protein Kinase C/PKC ( sebagai mediator aktifasi trombosit), merangsang
ekspresi P-selectin (protein adhesi permukaan) dan efek osmotiknya. Defisiensi insulin juga memegang peranan penting dalam disfungsi
trombosit melalui mekanisme berbeda, beberapa diantaranya Insulin
Receptor Substrate-dependent (IRS-dependent), seperti meningkatnya konsentrasi kalsium intraseluler yang mempercepat degranulasi dan
agregasi trombosit, dan faktor lain yang tidak tergantung IRS, seperti
gangguan respon terhadapNitric Oxide(NO) dan Prostasiklin(PGI2), yang
akan meningkatkan reaktifitas trombosit. Kondisi metabolik yang sering
menyertai DM juga berperan pada hipereaktifitas trombosit, antara lain
obesitas, dislipidemia, dan inflamasi sistemik. Obesitas, selain dikaitkan
dengan resistensi insulin, juga menyebabkan disfungsi trombosit, terutama
dalam hal adhesi dan aktivasi akibat peningkatan konsentrasi kalsium
sitosol dan stres oksidatif. Kelainan profil lemak, terutama
hipertrigliseridemia, juga mempengaruhi reaktivitas trombosit dengan
merangsang disfungsi endotel. Disfungsi endotel merupakan karakteristik
DM, yang meningkatkan reaktivitas trombosit dengan mengurangi
produksi NO diikuti PGI2 dan memicu timbulnya protrombotic state melalui peningkatan produksiTissue Factor (TF). Penderita DM juga menunjukkan
abnormalitas trombosit lain yang dapat meningkatkan adhesi dan aktivasi
trombosit, seperti peningkatan ekspresi protein permukaan (P-selektin dan
P2Y12, meningkatkan turn-over trombosit, dan stres oksidatif, yang akan
memicu produksi oksigen reaktif dannitrogen species.50,51,52
2.2.4 Indeks trombosit
Indeks trombosit terdiri dari 3 parameter yang diperoleh melalui
perhitungan yaitu : nilai MPV, PDW dan P-LCR. Indeks trombosit dapat
diperiksa dengan alat automated blood cells counter. Pada penelitian ini,
peneliti memeriksa indeks trombosit dengan menggunakan alat Sysmex
XT-2000i.
2.2.4.1. MPV
MPV dan indeks trombosit yang lain dihitung menggunakan
automated blood cells counter dengan teknologi aperture-impedance, dimana sel-sel difokuskan melewati celah kecil secara hidrodinamik, dan
akan dihasilkan gelombang listrik yang sesuai dengan ukuran dan volume
sel. Pemisah “autodiscriminators” yang bergerak memisahkan antara
machine noise pada bagian bawah dan sel darah merah pada bagian atas
dari setiap distribusi volume trombosit. MPV dihitung dengan
menggunakan rumus:
MPV (fL) = Pct (%) x 1000 Plt (x103/µL), dimana Plt adalah
jumlah trombosit dan jumlah partikel diantara pemisah atas (Upper Discriminator) dan pemisah bawah (Lower Discriminator), Pct merupakan
MPV pada trombosit analog dengan Mean Corpuscular Volume
(MCV) pada eritosit 55dan menggambarkan ukuran rata-rata trombosit dan
aktivitas trombosit.56
Pada penderita DM terjadi perubahan morfologi dan fungsi
trombosit dimana terjadi peningkatan aktivasi trombosit dibandingkan
dengan subyek non diabetes. Trombosit-trombosit pada penderita DM
akan mengekspresikan lebih banyak P-Selektin dan reseptor GP IIb/IIIa
sehingga lebih sensitif terhadap rangsangan zat-zat agonis dibandingkan
dengan trombosit pada subjek non-DM. Trombosit ini mengalami
dysregulated signaling pathway yang cenderung mengakibatkan meningkatnya respon aktivasi dan agregasi (hiperreaktivitas trombosit).56
Hiperaktifitas trombosit ditandai dengan peningkatan sintesis tromboksan
A2. Trombosit yang lebih besar bersifat lebih reaktif dan aggregable,
karena berisi granula yang lebih padat, mengeluarkan lebih banyak
serotonin dan β -thromboglobulin, serta menghasilkan lebih banyak
tromboksan A2 dibandingkan trombosit yang lebih kecil.18,19 Keadaan ini
nantinya akan menimbulkan efek prokoagulan dan menyebabkan
komplikasi vaskular trombotik. Inilah yang menjadi dugaan adanya
hubungan antara fungsi dan aktivasi platelet yang ditandai dengan MPV
dengan komplikasi vaskular dimana peningkatan nilai MPV
menggambarkan keadaan trombogenesis.56
Perdarahan kecil (ringan) dapat terjadi dari rupturnya plak
hiperreaktivitas, dan rangsangan sumsum tulang. Peningkatan nilai MPV
pada kejadian aterotrombotik dapat juga dilihat pada infark miokard
(myocardial Infarction). Hal ini mungkin karena lebih cepatnya konsumsi
trombosit-trombosit yang berukuran lebih kecil dalam vaskular dan
sebagai kompensasi akan diproduksi trombosit-trombosit muda
(reticulated platelets) yang berukuran lebih besar.56
Selain pemeriksaan nilai MPV, ada beberapa penanda aktivasi
trombosit yang lain seperti: pemeriksaan ekspresi glikoprotein seperti
GPIIb/IIIa, GP Ib-IX, dan P-Selektin yang diperiksa dengan flow cytometry
, pemeriksaan agregasi trombosit, pemeriksaan soluble markers(plasma / urin) : tromboksan metabolit, β -tromboglobulin, Platelet Factor 4,
serotonin, P-Selektin, CD40L.3
Keadaan hiperglikemik kronik pada penderita DM tipe 2 merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya aktivasi dan hiperreaktivitas
trombosit.56 Pada penelitian yang dilakukan oleh Halushka,Lurie & Colwell
(1977), menunjukkan adanya peningkatan fungsi trombosit dengan
pemeriksaan agregasi trombosit pada penderita DM yang mungkin
memegang peranan dalam komplikasi vaskularnya.18,57
Ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi dan mengganggu
interpretasi dari MPV, yaitu:56
1. Nilai MPV berbanding terbalik dengan jumlah trombosit
2. MPV dipengaruhi oleh antikoagulan yang digunakan
2.3 Kerangka Teori
Diabetes Mellitus
Dyslipidaemia Hyperglycaemia Insulin Resistance
Inflammation↑
-Cell adhesion molecules -Cytokines
-Chemokines
Endothelial Dysfunction↑
- VWF↑ - Prostacyclin↓
- ET-1↓
Vascular wall - Vicious
circle-Platelet Dysfunction - Adhesion↑
- aggregation↑
-Secretion↑
Macroangiopathy
CVD Stroke PAD
Microangiopathy
Retinopathy Nephropathy Neuropathy