• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORDA - Jurnal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FORDA - Jurnal"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

Halaman:1-62

Jurnal Penelitian Dipterokarpa

Vol. 7 No. 1 Juni Th. 2013

ISSN: 1978-8746

Jurnal Penelitian Dipterokarpa

adalah media resmi publikasi ilmiah dari Balai Besar Penelitian Dipterokarpa yang

memuat hasil penelitian bidang- bidang Silvikultur, Nilai Hutan, Pengaruh Hutan, Perhutanan Sosial dan Konservasi

Sumberdaya Alam yang terkait dengan ekosistem hutan dipterokarpa. Terbit dua kali dalam setahun, setiap Juni dan

Desember. Terbit pertama kali pada Juni 2007.

Jurnal Penelitian Dipterokarpa is an official scientific publication of the Dipterocarps Research Centre (DiReC)

publishing research findings of Silviculture, Forest Influences, Social Forestry and Natural Resources Conservation

which connected of forest dipterocarps ecosystem. Published two times a year, every June and December. First

published in June 2007.

Penanggung Jawab

Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

(Responsible person)

(

Director of the DiReC)

Dewan Redaksi

(Editorial Board)

:

Ketua merangkap anggota

Dr. Kade Sidiyasa

(Chairman and member)

(Taksonomi, Balitek KSDA Samboja)

Anggota

(

Member

)

1. Prof. Dr. Wawan Kustiawan (Silvikultur, Fahutan Unmul Samarinda)

2. Prof. Dr. Sipon Muladi (Teknologi Hasil Hutan, Fahutan Unmul Samarinda)

3. Dr. Sukartiningsih (Pemuliaan Tanaman dan Kultur Jaringan, Fahutan Unmul

Samarinda)

4. Dr. Fadjar Pambhudi (Biometrika Hutan, Fahutan Unmul Samarinda)

5. Dr. Djumali Mardji (Hama dan Penyakit Hutan, Fahutan Unmul Samarinda)

6. Dr. Simon Devung (Kehutanan Sosial, Fahutan Unmul Samarinda)

7. Dr. Acep Akbar (Silvikultur, Balai Litbanghut Banjar Baru)

8. Dr. Rizki Maharani (Mikrobiologi dan Biomassa Hutan, B2PD Samarinda)

9. Dr. Tien Wahyuni (Sosial Ekonomi dan Kebijakan, B2PD Samarinda)

Mitra Bestari

(Peer Reviewer)

1. Prof. Dr. Ir. Iskandar Z Siregar, M.For.Sc (Silvikultur, Fahutan IPB)

2. Prof. Dr. Ir. Mustofa Agung Sardjono (Agroforestry & Perhutanan Sosial,

Fahutan Unmul Samarinda)

3. Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka (Konservasi, Fahutan Unhas Makassar)

4. Prof. Andry Indrawan (Silvikultur, Fahutan IPB Bogor)

5. Ir. Dwi Tyaningsih Adriyanti, MP (Dendrologi, Fitogeografi dan Arsitektur

Pohon, Fahutan UGM Yogyakarta)

Sekretariat Redaksi (

Editorial Secretariat

):

Ketua merangkap anggota

Kepala Bidang Data, Informasi dan Kerjasama

Chairman and member

(Head of Data, Information and Cooperation)

Anggota

(

Member

)

1. Kepala Seksi Data, Informasi dan Diseminasi.

2. Ir. Selvryda Sanggona.

3. Muhamad Sahri Chair, S. Kom, MT.

4. Maria Anna Raheni, S.Sos.

Isi dari jurnal dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya.

Citation is permitted with acknowledgement of the source.

Diterbitkan secara teratur satu volume dua nomor setiap tahun oleh Balai Besar Penelitian Dipterokarpa.

Published regularly one volume and two number yearly by the Dipterocarp Research Centre.

Alamat (

Address

)

:

Jl. A. Wahab Syahranie No. 68, Sempaja, Samarinda, Kalimantan Timur.

Telepon (

Phone

)

:

+62-541-206364

Fax (

Fax

)

:

+62-541-742298

Website/Home page

:

http://b2pd.litbang.dephut.go.id

(3)

ISSN: 1978-8746

JURNAL PENELITIAN DIPTEROKARPA

Vol. 7 No. 1, Juni 2013

DAFTAR ISI

SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU

HOREA MACROPTERA ssp. SANDAKANENSIS

(Sym.)

ASHTON SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL

P

Mechanical Properties of

ssp.

(Sym.) Ashton Wood

as Raw Material for Furniture

Andrian Fernandes dan Amiril Saridan

MODEL HUBUNGAN TINGGI DAN DIAMETER TAJUK DENGAN DIAMETER

SETINGGI DADA PADA TEGAKAN TENGKAWANG TUNGKUL PUTIH (

Shorea

macrophylla

(de Vriese) P.S. Ashton) DAN TUNGKUL MERAH (

Shorea stenoptera

Burck.)

DI SEMBOJA, KABUPATEN SANGGAU

Correlation Model Between Height and Crown Diameter with Diameter at Breast Height on

Tengkawang Tungkul Putih (

(de Vriese) P.S. Ashton) and Tungkul Merah

(

Burck.) Stand in Semboja, Sanggau Regency

Asef K. Hardjana

!

KAJIAN PELAKSANAAN PELELANGAN KAYU MERANTI DI KALIMANTAN TIMUR

Study onThe Implementation of Meranti Wood Auction in East Kalimantan

Catur Budi Wiati

"#!

MODEL PENDUGAAN VOLUME POHON

DIPTEROCARPUS CONFERTUS V.SLOOTEN

DI WAHAU KUTAI TIMUR, KALIMANTAN TIMUR

Volume Estimation Modelling for

$ % &%

v. Slooten in Wahau East Kutai, East

Kalimantan

Abdurachman

# "'(

SIFAT TANAH PADA AREAL APLIKASI TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) DI

PT. INTRACAWOOD, BULUNGAN, KALIMANTAN TIMUR

Soil Properties at

Selective Cutting and Line Planting (SCLP) Application Area in PT.

Intracawood, Bulungan, East Kalimantan

Rini Handayani dan Karmilasanti

(4)

P

ERTUMBUHAN KEBUN PANGKASAN JENIS

Shorea leprosula

Miq.

Growth of

* +,-./0.1 -,230/

Miq. in Vegetative Multiplication Garden

Deddy Dwi Nur Cahyono, Rayan dan Rini Handayani

4/ 056789:

KEANEKARAGAMAN

FUNGI

MAKRO

PADA

TEGAKAN

BENIH

DIPTEROCARPACEAE DI TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING DAN TAMAN

NASIONAL SEBANGAU KALIMANTAN TENGAH

The Diversity of Macro Fungy In Forest Seed Stand of Dipterocarpaceae in Tanjung Puting

Nasional Park and Sebangau Nasional Park in Central Kalimantan

Massofian Noor dan Amiril Saridan

(5)

J

<=> ?@AB>B @C DC ?>EC ADB =FG?= A?

(

Journal of Dipterocarps Research

)

ISSN : 1978-8746

Vol. 7 No. 1, Juni 2013

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.

sehingga dapat memberikan data yang cukup mendekati

dari hasil pengukuran yang sebenarnya. Dari hasil

inventarisasi dan identifikasi diketahui bahwa jenis

tengkawang tungkul mendominasi jenis tengkawang di

lokasi penelitian dengan kerapatan tegakan berkisar 63

166 pohon/ha, yang terdiri dari jenis tungkul putih

sebanyak 128 pohon (79,48%), dan tungkul merah

sebanyak 47 pohon (20,52%). Selanjutnya model regresi

hubungan tinggi pohon dengan diameter batang (dbh)

yang dapat terbangun adalah T

tp

= 2,2697 + 1,2711d

-0,0162d

2

(n= 128; R

2

= 0,8177; SE= 2,1271) untuk tungkul

putih, sedangkan model regresi untuk tungkul merah

adalah T

tm

= -0,0803 + 0,9334d - 0,0072d

2

(n= 47; R

2

=

0,8759; SE= 1,3891). Persamaan hubungan diameter tajuk

dengan diameter batang (dbh) tidak berbeda nyata,

sehingga dapat disusun pula model persamaan regresi

untuk tungkul putih yaitu DT

tp

= 0,7174 + 0,4360d

0,0045d

2

(n= 128; R

2

= 0,5172; SE= 1,7739 ) dan tungkul

merah yaitu DT

tm

= 3,3287d

0,2327

(n= 47; R

2

=0,0658; SE=

0,322).

Kata kunci : Diameter tajuk, Tinggi, Diameter batang,

Tengkawang

UDC630*832.3

Andrian Fernandes dan Amiril Saridan (Balai Besar

Penelitian Dipterokarpa)

Sifat Fisik Dan Mekanik Kayu

H I J KL M NM O KJ P Q L KM

ssp.

H M R S M TM RLR U VU

(Sym.) Ashton Sebagai Bahan Baku

Mebel

J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, 2013 h; 1-6

Adanya perkembangan industri mebel membuka

peluang digunakannya jenis-jenis kayu yang kurang

dikenal. Salah satunya adalah

H I JKL M WM O KJ P Q L KM

ssp.

U M R S M T MRL R U VU

(Sym.) Ashton yang tergolong jenis

meranti merah yang belum diketahui sifat dasarnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat dasar dan

peluang

penggunaan

kayu

HX WM OKJ P QLKM

ssp.

U M R S M T MRL R U VU

(Sym.) Ashton sebagai bahan baku

mebel.

HXWM OKJ P Q L KM

ssp.

UM R S M T M RL RU VU

(Sym.) Ashton

diambil dari RKT 2012 IUPHHK PT Hutan Sanggam

Labanan Lestari. Sifat dasar yang diuji meliputi berat

jenis kayu dan perubahan dimensi kayu mengikuti

standar DIN-2135 1975, pengujian mekanik kayu

menggunakan standar uji BS 373-1957, dan pengujian

pengetaman kayu mengikuti standar uji ASTM

D-1666-64 1981 yang dimodifikasi oleh Abdurachman dan

Karnasudirdja (1982). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa kayu

HX WM OKJ P Q L K M

ssp.

UM R S M T M RL RU VU

(Sym.)

Ashton tergolong ke dalam berat jenis kelas III,

memiliki kekuatan lengkung statis kelas II, kekuatan

tekan sejajar serat kelas III dan mudah dikerjakan.

Berdasarkan sifat tersebut kayu

HX WM OKJ P Q L K M

ssp.

U M R S M T MRL R U VU

(Sym.) Ashton dapat digunakan untuk

bahan baku mebel.

Kata kunci :

H I JKL M WM OKJ P Q L K M

ssp.

U M RSM TM RLR U VU

(Sym.) Ashton, jenis kurang dikenal, mebel, sifat dasar

UDC630*88

Catur Budi Wiati (Balai Besar Penelitian Dipterokarpa).

Kajian Pelaksanaan Pelelangan Kayu Meranti di

Kalimantan Timur

J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, 2013 h; 19- 28

Kebijakan pelelangan kayu termasuk kayu meranti telah

mengalami beberapa kali perubahan dari SK Menhut No.

319/Kpts-II/1997 direvisi menjadi Permenhut No.

P.02/Menhut-II/2005,

dan

yang

terakhir

menjadi

Permenhut No. P.48/Menhut-II/2006, dengan harapan

dapat mempercepat proses pelelangan kayu. Artikel ini

bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pelelangan kayu

meranti di Kalimantan Timur sekaligus untuk mengetahui

permasalahan yang ada. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pemerintah mendapat pendapatan sekitar Rp 35

milyar pada tahun 2006 dan Rp 17 milyar pada tahun 2007

dari hasil pelelangan kayu termasuk meranti di KPKNL

Samarinda. Nilai ini tidak termasuk nilai lelang

barang-barang bukan kayu seperti kapal motor dan truk. Namun

demikian pelaksanaan pelelangan kayu di Kalimantan

Timur masih tidak berjalan maksimal karena ketiadaan

pendanaan

untuk

melaksanakan

illegal

logging,

terbatasnya jumlah PPNS di institusi kehutanan dan

lemahnya koordinasi antar institusi yang menangani

pelelangan kayu.

Kata kunci : pelelangan kayu, meranti, perubahan

kebijakan, Dinas Kehutanan

UDC630*561.2

Asef K. Hardjana (Balai Besar Penelitian Dipterokarpa)

Model Hubungan Tinggi dan Diameter Tajuk Dengan

Diameter Setinggi Dada pada Tegakan Tengkawang

Tungkul Putih (

HI J KL M NM OKJ P IYZZM

(De Vriese) P.S.

Ashton) dan Tungkul Merah (

H I J KL MHQ L RJ P Q LKM

Burck.)

Di Semboja, Kabupaten Sanggau.

(6)

UDC630*844.41

Massofian Noor

dan Amiril Saridan

(Balai Besar

Penelitian Dipterokarpa).

Keanekaragaman Fungi Makro Pada Tegakan Benih

Dipterocarpaceae di Taman Nasional Tanjung Puting

dan Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah.

J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, 2013 h; 53-62.

Penelitian keanekaragaman fungi makro dilaksanakan

pada tegakan benih Dipterocarpaceae di Taman Nasional

Tanjung Puting dan Taman Nasional Sebangau Kalteng.

Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan, yaitu bulan

Maret-Desember 2012. Latar belakang flora fungi makro

pada suatu daerah tertentu yang belum pernah diketahui

potensi dan keanekaragaman fungi makro sangat

diperlukan

eksplorasi

dan

tujuan

untuk

mengidentifikasikan jenis dan manfaat fungi makro untuk

kepentingan manusia. Metode yang dipergunakan adalah

metode jalur dengan lebar 20 m (10 m dari kiri dan kanan

dari garis sumbu sepanjang 1000 m) dengan jarak antar

jalur 200 m, pengumpulan fungi makro dilakukan sensus

100%. Identifikasi fungi makro mempergunakan kunci

determinasi. Hasil penelitian yang diperoleh pada tegakan

benih Dipterocarpaceae di Hutan Taman Nasional

Tanjung Puting dan Taman Nasional Sebangau diperoleh

rata-rata sebanyak 18 genus 44 jenis dan 335 individu,

yang terdiri dari fungi makro penghancur kayu (71,91%),

penghancur serasah (4,13%), sembion pada jenis

Dipterocarpaceae (10,41%), ramuan obat (0,96%), dan

dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan (9,46 %). Iklim

makro pada kedua lokasi relatif sama. Hasil Uji-t tingkat

keanekaragaman fungi makro dari dua lokasi yang

berbeda menunjukan tidak berbeda nyata, nilai kesamaan

Morisita Horn (CmH) diperoleh 1,31 atau 1 lebih,

menunjukkan bahwa distribusi fungi makro pada kedua

areal penelitian menyebar.

Kata Kunci :

Fungi

Makro,

tegakan

benih

Dipterocarpaceae, Taman Nasional Tanjung Puting,

Taman Nasional Sebangau

J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, 2013 h; 29-34.

Beberapa persamaan sederhana dianalisis dari pohon

[\ ] ^ _`a bc `] d e bag h_`^ d e

yang datanya diambil di PT

Gunung Gajah Abadi Wahau Kutai Timur, Kalimantan

Timur . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

membangun persamaan yang akurat yang dapat dipakai

untuk

penaksiran

volume

pohon

pada

daerah

penelitian.Model

persamaan

yang

dibuat

hanya

berdasarkan satu peubah saja yaitu diameter. Analisis

model dengan satu peubah ini dilanjutkan setelah

dilakukan pengujian hubungan diameter dan tinggi bebas

cabang. Pemilihan model terbaik berdasarkan nilai-nilai,

koefisien determinasi (R

2

), galat baku (Se),simpangan

agregatif (SA) dan simpangan rataan (SR). Hasil analisis

menunjukkan ada hubungan yang erat antara diameter

dan tinggi bebass cabang dengan nilai koefisien korelasi

(r) sebesar 0.85. Adapun persamaan terpilih yang

diusulkan untuk pembuatan tabel volume pohon adalah

V = 0.2758 - 0.0286 d + 0.0014 d

2

.

Kata Kunci : Model estimasi, diameter, persamaan,

[\ ] ^ _`a bc `] d ebagh_`^ d e

, volume pohon

UDC630*114.1

Rini Handayani dan Karmilasanti (Balai Besar Penelitian

Dipterokarpa).

Sifat Tanah Pada Areal Aplikasi Tebang Pilih Tanam

Jalur (TPTJ) Di PT. Intracawood, Bulungan, Kalimantan

Timur.

J. Penel. Dipterokarpa Vol. 7 No. 1, 2013 h; 35-42

Salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas

hutan alam bekas tebangan adalah dengan menerapkan

sistem pengelolaan hutan yang berbasis pada kelestarian

hutan dan lingkungan, yaitu sistem Tebang Pilih Tanam

Jalur (TPTJ). Pengusahaan hutan alam yang intensif akan

berpengaruh terhadap kondisi lingkungan terutama tanah.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap sifat

fisik dan kimia tanah di areal hutan yang menerapkan

sistem TPTJ. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada

3 penggunaan lahan, yaitu jalur antara, jalur tanam dan

jalan sarad. Sampel tanah yang diambil ada 2 jenis, yaitu

sampel tanah utuh untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah

dan sampel tanah terganggu untuk penetapan sifat-sifat

kimia tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekstur

tanah pada jalur antara dan jalan sarad cabang yaitu liat,

sedangkan pada jalur tanam yaitu lempung liat berpasir.

Bulk density (BD) pada jalur antara berkisar antara 0,51

sampai 0,66 g/cm

3

, pada jalur tanam berkisar antara 0,65

sampai 0,69 g/cm

3

, sedangkan pada jalan sarad berkisar

antara 0,91 sampai 0,92 g/cm

3

. Pori total tanah pada jalur

antara berkisar antara 74,62 sampai 80,42%, pada jalur

tanam berkisar antara 73,04% sampai 74,71% dan pada

jalan sarad berkisar antara 64,13 % sampai 64,63%. pH

tanah pada ketiga penggunaan lahan adalah sangat

masam. Kandungan hara tertinggi terdapat pada jalur

tanam.

Kata Kunci : TPTJ, penggunaan lahan, sifat fisik tanah,

sifat kimia tanah

UDC630*232.12

Deddy Dwi Nur Cahyono, Rayan dan Rini Handayani

(Balai Besar Penelitian Dipterokarpa)

Pertumbuhan Kebun Pangkasan Jenis

i j a`_c k _] `aed l c

Miq.

(7)

J

mno pqrsos qt ut povt rus nwxpn rp

(

Journal of Dipterocarps Research

)

ISSN : 1978-8746

Vol. 7 No. 1, Juni 2013

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicop

y

tanpa ijin dan bia

y

a.

UDC630*832.3

Andrian Fernandes and Amiril Saridan (Dipterocarps

Research Centre)

opportunities in use of less well known species. One

of them is

z { |}~ €  } | ‚ ƒ ~} 

ssp.

…† ‡ˆ  † ~† … ‰…

(S

y

m.) Ashton that classified as red meranti,that not

y

et known their nature. The aim of this research was

to determine the nature and the use opportunities of

z„ € } |‚ ƒ ~} 

ssp

„…† ‡ ˆ  † ~† … ‰…

(S

y

m.) Ashton wood

as raw materials for furniture

„z „ € }|‚ ƒ ~}

ssp.

… † ‡  ˆ † ~† …‰…

(S

y

m.) Ashton was taken from RKT

2012

IUPHHK

PT

Hutansanggam

Labanan

Lestari. The nature that tested were wood densit

y

and

dimensional changes according to Standard

DIN-Standard 2135 1975, wood mechanical testing

according to Standard BS 373-1957, and testing of

timber planing following the Standard ASTM D-1981

1666-64 that has been modified b

y

Abdurachman and

Karnasudirdja (1982). The results showed that

z„ € } |‚ ƒ ~} 

ssp

„…† ‡ ˆ  † ~† … ‰…

(S

y

m.) Ashton wood

is classified into class III densit

y

, has a grade II in

static bending strength, compressive strength parallel

to the fiber class III and eas

y

to be processed b

y

and therefore it will provide sufficient data approaching to

actual measurement results. Inventor

y

and identification

results indicated that tengkawang tungkul is the most

dominant tengkawang species in the research area with the

densit

y

ranging from 63-166 trees/ha, which consists of

tungkul putih a total of 128 trees (79,48%), and tungkul

merah much as 47 trees (20,52%). Furthermore, regression

equation of correlation model between height and stem

diameter (dbh) can be defined as T

tp

= 2,2697 + 1,2711d

-0,0162d

2

(n= 128; R

2

= 0,8177; SE= 2,1271) for tungkul

putih, and for tungkul merah is T

tm

= 0,0803 + 0,9334d

-0,0072d

2

(n= 47; R

2

= 0,8759; SE= 1,3891). Equation on

the correlation between crown diameter and stem diameter

(dbh) was not significantl

y

different, so regression

equation models for tungkul putih can be defined as DT

tp

= 0,7174 + 0,4360d

0,0045d

2

(n= 128; R

2

= 0,5172; SE=

1,7739 ) and for tungkul merah is DT

tm

= 3,3287d

0,2327

(n=

47; R

2

=0,0658; SE= 0,322).

Ke

y

words : Crown diameter, Height, Stem diameter,

Tengkawang

UDC630*88

Catur Budi Wiati (Dipterocarps Research Centre).

Stud

y

onThe Implementation of Meranti Wood Auction in

East Kalimantan

J. Dipt. Research Vol. 7 No. 1, 2013 p; 19-28

The polic

y

of wood auction including meranti had been

changed man

y

times from SK Menhut No.

319/Kpts-II/1997 successivel

y

to be Permenhut No.

P.02/Menhut-II/2005, and the last Permenhut No. P.48/Menhut-II/2006,

is e

xpected to accelerate the process of wood auction.

This article has an aim to know the implementation of

meranti wood auction in East Kalimantan after the

guideline for the implementation of wood auction has

been changed and at the same time to know its existing

problems. Results of research show that government got

income approximately Rp 35 billion in year 2006 and Rp

17 billion in year 2007 from wood auction including

meranti in KPKNL Samarinda. This value not included

value of goods auction for non wood such as motor ship

and truck. However the implementation of wood auction

in Kalimantan East still does not operate maximally

because of lack of funding to handling illegal logging, the

limited amount of PPNS in forestry institution and weak

of coordination between institutions related to handling

management of wood auction.

Keywords : wood auction, meranti, policy change, forestry

institution

UDC630*561.2

Asef K. Hardjana (Dipterocarps Research Centre)

Correlation Model Between Height and Crown

Diameter with Diameter at Breast Height on

(8)

UDC630*844.41

Massofian Noor and Amiril Saridan (Dipterocarps

Research Centre).

The Diversity of Macro Fungy In Forest Seed Stand of

Dipterocarpaceae in Tanjung Puting Nasional Park and

Sebangau Nasional Park in Central Kalimantan

J. Dipt. Research Vol. 7 No. 1, 2013 h; 53-62

The diversity of macro fungy in forest seed stand of

Dipterocarpaceae in Tanjung Putting Nasional Park and

Sebangau Nasional Park in Central Kalimantan. The

places that we don t know about a potency diversity of

macro fungy that very infortent to exsplorations and the

point for identification and used for humans lives. The

research has done during 10 (ten) months, it s started

from march to December 2012. The method used in this

research was transect method, with 20 m wide, 10 m each

from left and right of 1.000 m axis line, and space

between transect method. lined transect was 200 meter.

Macro fungy collection has been done by 100 % census

method. While Identification of macro fungy has used

key determination. The result from Tanjung Putting

Nasional Park and Sebangau Nasional Park shows there

are 18 genus 44 species with 335 individuals, consisting

of wood decomposer (71,91%), liters decomposer

(4,13%), simbionce of Diptercarpaceae species (10,41%),

edible mushrooms (9,46 %) and for medicine (0,96%).

Macro climate for both area relatively similar. The result

of T- test diversity level of macro fungy in two location

show that there is no significant difference. The score of

Morishita Horn similarity index (CmH) is 1,31 or nore

then 1, indicates that the distribution of macro fungy in

both research location is outspread,.

Keywords :

Diversity, macro fungy,

seed stand of

Dipterocarpaceae

Tanjung

Puting

National

Park,

Sebangau National Park

Simple equations were analyzed for estimating the

volume of

ŒŽ‘’ “” ‘Ž•–“’— ˜‘ •–

in PT Gunung Gajah

Abadi Wahau East Kutai, East Kalimantan. The

objective of this research was to develop accurate

equations that can be applied to estimate the tree volume

in the research area .These equations were made only

based on one variable,i.e. the diameter.This model

analysis was further continued after examining the

correlation between diameter and clearbole height. The

best model based was chosen based on the following

values, namely: determination coefficient (R

2

), standard

error (SE), aggregatif deviation (SA) and average

deviation (SR). Analysis results showed that there was a

close correlation between diameter and clear height with

(r) value of 0.85. The proposed equation for the tree

volume table is V = 0.2758 - 0.0286 d + 0.0014 d

2

.

Keywords : Estimation model, diameter, equation,

ŒŽ  ‘’ “ ” ‘Ž • –“’— ˜ ‘ • –

, tree volume

UDC630*114.1

Rini Handayani

and

Karmilasanti (Dipterocarps

Research Centre).

Soil Properties at Selective Cutting and Line Planting

(SCLP) Application Area in PT. Intracawood,

Bulungan, East Kalimantan.

J. Dipt. Research Vol. 7 No. 1, 2013 p; 35-42

One alternative to improve the productivity of

logged-over forests is to implement a system of forest

management

based

on

sustainability

forest

and

environment, such as Selective Cutting and Line

Planting (SCLP) System. Intensive exploitation of

natural forests will affect the environment, especially the

soil. Therefore, it is necessary to study the physical and

chemical properties of soil in the forest areas that apply

SCLP system. Soil sampling was conducted in three

land use, antara lines, planting lines and skid trails.

There are 2 types of soil sample taken, namely

undisturbed soil samples for determination of soil

physical properties and disturbed soil samples for

determination of soil chemical properties. The results

showed that soil texture of antara lines and skid trails

were clay and planting lines were sandy clay loam.

Bulk density (BD) of antara lines ranged from 0,51 to

0,66 g/cm

3

and planting lines ranged from 0.65 to 0.69

g/cm

3

, whereas the BD of skid trails ranged from 0.91

to 0.92 g/cm

3

. Total soil pore of antara lines ranged from

74,62 to 80,42 %, planting lines ranged from 73.04 to

74,71 % and total pore of skid trails ranged from 64.13

to 64.63%. Soil pH in three land use is very acid. The

highest nutrient was found in plant lines.

Keywords : SCLP, land use, soil physical properties,

soil chemical properties

UDC630*232.12

Deddy Dwi Nur Cahyono, Rayan dan Rini Handayani

(Dipterocarps Research Centre)

Growth of

™ š ’‘ ”› Ž ‘’ – • › ”

Miq. in Vegetative

Multiplication Garden.

J. Dipt. Research Vol. 7 No. 1, 2013 p; 43-52

Vegetative Multiplication Graden (VMG) is a stage to

development hedge orchard. The aim of hedge orchard

development is to provide cuttings material,in this study

also to support breeding. Observation on growth of

™ š ’ ‘ ” › Ž ‘’ – • › ”

seedling was conducted to measured

parameters were growth of height and diameter in VMG

of six provenances, namely ITCIKU, Gunung Lumut,

Carita, Gunung Bunga, Sungai Runtin and SBK.

Randomized Blok Design (CRD) was applied,where the

provenancesand mothertrees were used as treatments.

The result show that correlation of height and diameter

growth

between provenances and

mother tree

is

significantly different. Sungai Runtin provenance showed

the highest height growth performance (60.092 cm )while

the highest diameter growth (4.515 mm) is Gunung

Bunga provenance.

Keywords :

™š ’‘ ”› Ž ‘’ –•›”

, provenance, mother tree,

(9)

JURNAL Penelitian Dipterokarpa Vol. 7 No.1, Juni 2013: 1-6

ISSN: 1978-8746

œ  žŸ ž œ  ¡¢Ÿ£¤¥¡Ÿ£ ¡¡Ÿ ¦§¨

HOREA MACROPTERA

© ©ª

.

SANDAKANENSIS

(

œ«¬­

)

Ÿ œ ®  ¯£œ¥°Ÿ ±Ÿ °Ÿ ®Ÿ £°Ÿ ¡§¤¥ °¥²

Physical and Mechanical Properties of

œ³ ´µ¶·¬·¸µ´ª ¹¶µ ·

ssp.

© ·º »·¼·º¶º©½ ©

(Sym.) Ashton Wood as Raw Material for Furniture

Ÿº » µ ½·ºž¶µº·º »¶© ¾

)

»·ºŸ ¬½µ ½¿œ·µ ½»·º ¾

)

ÀÁ

 ÃÄà ÅÂÆÇà ÈÉÆÊ ÆÄ Å ËÅ ÃÊÌÅ Í Ë ÆÈÎ Ïà ÈÍ ÃÐÑÃÒÃÈÅ Ê ÓÃ

Ô Ä ÕÖÕ× ÕÑ Øà ٠ÈÃÊÅÆÚ ÎÕ Û ÜÑ ÆÒÍ Ã Ý ÃÐÑà Òà ÈÅ Ê Ó Ã ÞßÆÄÆÍ Î ÊÕàá â ã ä åæ á Û ç Ûã ÐèÃéàá â ãä åê ãæ æ ëÜ ì Òà ÅÄíÃîÕÃ Ê Ó ÈÅÃÊ Õ î ÆÈÊ Ã Ê Ó ÆÇï ð Òà ŠÄÕ ñ Î Ò

ÌÅ Ë ÆÈÅÒÃæÛÉÆò ÈóÃ ÈÅæ áä ç ÐÓ Å È ÆôÅ ÇÅæ äõÆÅæ á ä ç ÐÓÅ Ç Æ Ëó Ý óÅæ ÜõÆÅæ á äç

ABSTRACT

ö÷ ø ù ø

v

øúû ü ýøþ

t

û ÿ ÿ þ

r

r

ø þ ù

u

stry

ø

s

û ü üûþ ø

rtu

s

þ

u

s

ø ûÿ ú ø

s w

øúú þ û

w

þ

s

ü ø ø

s

One of them is

Ñ Ù Î È ÆÃ ÒÃ ñ ÈÎ Í Ë ÆÈÃ

ssp

ÕÇÃÊ ÓÃ Ï ÃÊ Æ ÊÇÅÇà

Sym

Õå

Ashton that classified as red meranti,that not yet known their nature. The aim of

this research was to determine the nature and the use opportunities of

ÑÕÒà ñÈ ÎÍËÆÈÃ

ssp

ÕÇÃ Ê ÓÃÏ Ã Ê Æ ÊÇÅÇà Ñ ØÒÕ å

Ashton

wood as raw materials for furniture.

ÑÕ Òà ñ ÈÎ Í Ë ÆÈà ÇÇÍ ÕÇÃÊ Ó ÃÏÃ Ê ÆÊ Ç ÅÇ àÑØÒÕ å

Ashton was taken from RKT 2012

IUPHHK PT Hutansanggam Labanan Lestari. The nature that tested were wood density and dimensional changes

according to Standard DIN-Standard 2135 1975, wood mechanical testing according to Standard BS 373-1957, and

testing of timber planing following the Standard ASTM D-1981 1666-64 that has been modified by Abdurachman and

Karnasudirdja (1982). The results showed that

ÑÕÒà ñÈ ÎÍËÆÈÃ

ssp.

Ç ÃÊ Ó ÃÏÃÊ ÆÊÇ Å ÇàÑØÒÕ å

Ashton wood is classified into

class III density, has a grade II in static bending strength, compressive strength parallel to the fiber class III and easy

to be processed by machine. Based on those natures,

ÑÕÒÃ ñ ÈÎ Í Ë ÆÈÃ

ssp

ÕÇÃ Ê ÓÃÏ ÃÊ Æ ÊÇÅÇàÑØÒÕå

Ashton can be used as

raw material for furniture.

Keywords:

ÑÙ Î ÈÆÃÒà ñÈ ÎÍ Ë ÆÈÃ

ssp

ÕÇÃ Ê ÓÃÏ Ã Ê Æ ÊÇÅÇà Ñ ØÒÕå

Ashton, leswell known species, furniture, natures

Ÿ °œ   Ÿ¡

ÖÓ Ã Ê ØÃÍÆÈÏ ÆÒò ÃÊðÃ Ê Å Ê Ó óÇ ËÈÅ ÒÆò ÆÄ Ò ÆÒò ó ÏÃ Í ÆÄóÃÊ ðÓ Å ðó ÊÃÏÃÊ Ê ØÃÝÆÊÅÇ ÝÆÊ Å Ç Ï ÃØó ØÃÊð Ï ó ÈÃÊ ðÓ ÅÏ ÆÊà ÄÕÑÃÄ Ã Ù Ç Ã Ëó Ê ØÃÃ Ó ÃÄà Ù

Shorea macroptera

ÇÇÍ Õ

sandakanensis

àÑ ØÒÕ åÖÇ Ù Ë ÎÊ ØÃÊð Ë ÆÈð ÎÄÎÊ ðÝÆÊÅ ÇÒÆ ÈÃÊ ËÅÒ ÆÈÃÙØÃ Ê ðò ÆÄ ó Ò Ó ÅÏ ÆËà ٠óÅ ÇÅ îÃË ÓÃÇ Ã ÈÊ ØÃÕ ÉÆÊ ÆÄ Å ËÅ Ã Ê Å Ê Å ò ÆÈ Ëó Ýó Ã Ê ó Ê ËóÏ Ò ÆÊ ð ÆËà ٠óÅ ÇÅîÃ Ë Óà ÇÃ È Ó ÃÊ Í ÆÄóÃ Ê ð Í ÆÊ ðð ó ÊÃÃ Ê ÏÃØó

S.

macroptera

ÇÇÍ Õ

sandakanensis

à Ñ ØÒÕ å ÖÇÙ ËÎ Ê Ç Æò ÃðÃÅ ò à ÙÃÊ ò ÃÏó Ò Æò ÆÄ Õ

S. macroptera

ÇÇÍ Õ

sandakanensis

à ÑØÒÕ å ÖÇ Ù Ë Î ÊÓÅ Ã Òò Å ÄÓÃÈÅßæ á äæ É Éßó ËÃÊ ÇÃÊð ðÃÒÃò à ÊÃÊÆÇ Ëà ÈÅ ÕÑÅîà ËÓ ÃÇ Ã ÈØÃÊ ðÓ Å ó ÝÅÒÆ ÄÅ Í ó ËÅò Æ Èà ËÝÆÊÅ Ç Ï ÃØó ÓÃÊ Í ÆÈóò à Ùà ÊÓÅÒ ÆÊÇ Å ÏÃØó Ò ÆÊð ÅÏ ó ËÅ Ç ËÃ Ê Ó Ã ÈÌ Ú æ ä ç âä ë ê âÐÍ ÆÊðó Ý Å ÃÊÒÆ ÏÃÊÅ ÏÏ ÃØó Ò ÆÊ ð ð ó Êà ÏÃÊÇ ËÃÊ Ó Ã È ó ÝÅÂÑç ê ç äë â êÐÓ ÃÊÍÆÊð ó ÝÅ ÃÊÍ ÆÊ ð ÆËà ÒÃÊÏÃØóÒÆÊ ðÅÏó Ë ÅÇËÃÊ ÓÃÈó ÝÅÖÑßõÌ ä Û Û Û Û ãä ëÜ äØÃ Ê ðÓ ÅÒÎ ÓÅîÅÏÃÇ ÅÎ Ä Æ Ù ÖòÓó Èà ñÙ ÒÃÊÓ ÃÊà ÈÊÃÇó Ó Å ÈÓ Ý Ãàä ëÜ æ åÕÃÇ ÅÄÍ ÆÊ ÆÄ Å ËÅà ÊÒÆÊ ó Ê Ý óÏ Ï Ã Êò ÃÙÃÏÃØó

S. macroptera

Ç ÇÍ Õ

sandakanensis

à Ñ ØÒÕ å ÖÇ Ù Ë ÎÊ Ë ÆÈð ÎÄÎÊ ð Ï Æ Ó ÃÄ Ã Ò ò ÆÈÃ Ë ÝÆÊÅ Ç Ï Æ ÄÃÇ Ð Ò ÆÒÅ ÄÅÏÅ Ï ÆÏóÃËÃÊ Ä ÆÊ ð Ïó Ê ðÇ Ëà ËÅ Ç Ï ÆÄ ÃÇ Ð Ï ÆÏ óà ËÃ Ê Ë ÆÏÃÊ Ç ÆÝ Ã Ý ÃÈÇ ÆÈà ËÏ ÆÄ ÃÇ Ó ÃÊÒóÓÃÙÓÅ Ï ÆÈ Ý ÃÏÃÊÕÂÆÈ ÓÃÇ Ã ÈÏ ÃÊÇÅ îà ËË ÆÈÇÆòó ËÏÃØó

S. macroptera

Ç ÇÍ Õ

sandakanensis

à Ñ ØÒÕ å ÖÇ Ù Ë Î ÊÓÃÍ Ã ËÓÅ ðó ÊÃ ÏÃ ÊóÊ Ë ó Ïò Ã ÙÃÊò ÃÏ óÒÆò ÆÄ Õ

ÃËÃÏó Ê ñÅí

Shorea macroptera

Ç ÇÍ Õ

sandakanensis

à Ñ ØÒÕåÖÇ Ù ËÎ ÊÐÝ ÆÊÅÇÏ ó ÈÃÊ ðÓ ÅÏ Æ ÊÃÄ ÐÒ ÆòÆÄ ÐÇÅîà ËÓÃÇ Ã È

 ­ ¥£¢Ÿ ®§² § Ÿ£

! "

# $#%&' %( ) #* +# '

& +#' $&, #&' & #

%#-. , #+# / , 0- $, # ,

1 (- 2 -+ 3

4#' '# & $ , 5 6

et al.

77" # % # %#- #* & '#- +' %# , $ & #%#-

indoor

# %#-

outdoor

3

0# %#-

indoor

- ( #%#- $ %# -

& , #+ # - # , ', # + &

(10)

%#-89:;<=>?

n

?

l

@

t

@A

n

B@

p

t

?A

k

ro

rp

ACD

l

E F;

o

EG8

u

n

@ HIGJKGLM

yang berada di luar ruangan, diantaranya alat

permainan anak, meja, kursi dan aksesoris yang

diletakkan di taman.

Sebagai bahan baku mebel, kayu harus

mudah dikerjakan dengan mesin dan memiliki

permukaan yang halus (Bovea dan Vidal,

2004). Secara lebih detil Dumanau (1982)

menjelaskan bahwa kayu untuk perkakas

(mebel) harus memiliki berat sedang, dimensi

stabil, memiliki corak dekoratif, mudah

dikerjakan, mudah dipaku, dibubut, disekrup,

dilem dan direkat. Berdasarkan beberapa sifat

tersebut, kehalusan permukaan kayu merupakan

sifat terpenting yang harus dimiliki oleh kayu

sebagai bahan baku mebel (Zhong

O

t

PQ

.

, 2013).

Secara

umum,

industri

mebel

telah

berkembang untuk memenuhi kebutuhan dalam

dan luar negeri. Boon dan Thiruchelvam (2012)

menyebutkan bahwa mebel berbahan baku kayu

harus dapat dikemas dan didistribusikan ke

konsumen baik di dalam maupun di luar negeri.

Oleh karena itu kayu sebagai bahan baku mebel

diharapkan memiliki berat jenis sedang. Oey

Djoen Seng (1990) membagi berat jenis (BJ)

kayu menjadi lima kelas, yaitu Kelas I (sangat

berat dengan BJ > 0,9), Kelas II (berat dengan

BJ 0,6

0,9), Kelas III (sedang dengan BJ 0,4

0,6), Kelas IV (ringan dengan BJ 0,3

0,4) dan

Kelas V (sangat ringan BJ < 0,3).

Mebel yang baik memiliki kestabilan pada

dimensi dan bentuknya, baik akibat perubahan

kadar air setimbang dalam kayu ataupun akibat

pemberian beban pada mebel (Smardzewski dan

Dziegielewski, 1993). Tabel 1 menunjukkan

pembagian kelas kuat kayu berdasarkan sifat

mekaniknya.

Tabel 1. Pembagian Kelas Kuat Kayu Menurut Oey Djoen Seng (1990).

RP SQ O

1.

TUUVW XYO Z[X\[YPVOP ]] UYV ^ Z[X

o

Oey Djoen Seng (1990)

Kelas kuat I

> 15.000

> 110

> 65,0

Kelas kuat II

11.200-15.000

72,5-110

42,5-65,0

Kelas kuat III

9.000-11.200

50,0-72,5

30,0-42,5

Kelas kuat IV

7.000- 9.000

30,0-50,0

21,5-30,0

Kelas kuat V

< 7.000

< 30,0

< 21,5

Sumber: Oey Djoen Seng (1990).

Selama digunakan, mebel akan mengalami

pembebanan baik dalam waktu yang singkat

maupun dalam waktu yang lama (Atar

O

t

PQ

.,

2009).

Shmulsky

dan

Jones

(2011)

menyebutkan bahwa salah satu cara untuk

mengetahui kekuatan kayu

adalah dengan

mengukur kekuatan lengkung statis kayu.

Dalam hal penggunaan kayu, kemungkinan

gaya pelengkungan yang terjadi dapat lebih

besar dari pada gaya lainnya (Desch dan

Dindwoodie, 1981). Shmulsky dan Jones (2011)

menjelaskan bahwa dalam pengujian kekuatan

lengkug statis kayu ada dua parameter yang

diukur, yaitu MOE dan MOR. MOE (

oUVpQ

u

s

U q rQ PW X ^W^

ty

)

adalah

kemampuan

bahan

menahan beban tanpa terjadi perubahan bentuk

yang tetap, sedangkan MOR (

oUVpQ

u

s

U q spt XpY O

) merupakan ukuran kekuatan suatu

bahan saat menerima beban maksimum yang

menyebabkan terjadinya kerusakan.

MOE dan MOR merupakan bagian dari

sifat mekanika kayu yang harus diketahui

sebelum

menggunakan

kayu.

Dengan

diketahuinya sifat fisik dan mekanik kayu

membuka peluang penggunaan berbagai jenis

kayu untuk mebel. Mebel di Indonesia kini

tidak hanya menggunakan bahan baku kayu Jati

saja, namun sudah ada diversifikasi bahan baku

diantaranya kayu karet, mahoni dan kenari

(Anggraini, 2002). Adanya diversifikasi bahan

baku ini membuka peluang digunakannya

jenis-jenis kurang dikenal untuk digunakan sebagai

bahan baku mebel.

Kessler (2000) menyebutkan bahwa

u\UY O P

m

(11)

wx

fat Fisik dan Mekanika Kayu

Shorea macroptera

(Andrian Fernandes dan Amiril Saridan)

Jenis-jenis meranti merah yang telah

dikenal antara lain

y z {| }~ €z 

,

y ‚~ƒ~ }{„ …

,

y |} †… ‡~z…

,

y ˆ…

t

ƒ…„

,

y |z‰

y

Šz ‹~

dan telah

diketahui

sifat

serta

kegunaan

kayunya

(Martawijaya

{

t

z

.

, 2005). Sebagai jenis yang

kurang dikenal kayunya,

y ˆ Š}~ |‰{} 

ssp.

 „‹Œ„{„… 

(Sym.) Ashton belum diketahui

sifat kayunya. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui sifat fisik dan mekanik serta

peluang penggunaan kayu

y ˆŠ}~ |‰ {} 

ssp.

 „‹Œ„{„… 

(Sym.) Ashton sebagai bahan

baku mebel.

 Ž ‘’“ ’” ’•–—  ” ‘ ˜—

yƒ~ } { ˆŠ}~ |‰ {} 

ssp.

„‹Œ„{„ … 

(Sym.) Ashton diambil dari RKT 2012

IUPHHK PT Hutansanggam Labanan Lestari

pada koordinat N : 01

o

54 49,4 , E : 117

o

02

46,1 , K : 117 m. Batang pohon silindris, tinggi

banir 50 cm, lebar banir 60 cm. Diameter

pangkal pohon 52 cm, tinggi bebas cabang 22,8

m, tinggi total 29,3 m, dan diameter tajuk 6 m.

Contoh uji diambil dari bagian pangkal,

tengah dan ujung pohon. Dari tiap bagian dibuat

contoh uji sifat fisik dan mekanik. Untuk setiap

bagian, pengujian sifat fisik kayu terdiri atas 15

contoh uji, mekanik kayu sebanyak 5 contoh uji

dan 4 contoh uji untuk pengetaman. Pengujian

fisik kayu meliputi berat jenis dan perubahan

dimensi kayu. Pengujian mekanik kayu terdiri

atas kekuatan lengkung statis, kekerasan,

kekuatan sejajar serat dan kekuatan tegak lurus

serat. Skema pembuatan contoh uji pada setiap

bagian sesuai dengan Gambar 1.

Pengujian berat jenis kayu dan perubahan

dimensi kayu mengikuti standar Standar

DIN-2135 1975, sedangkan pengujian mekanik kayu

menggunakan standar uji

BS 373-1957.

Pengujian pengetaman kayu mengikuti standar

uji ASTM D-1666-64 1981 yang dimodifikasi

oleh Abdurachman dan Karnasudirdja (1982).

Sumber: diolah dari data primer.

Gambar 1. Pola pengambilan contoh uji

™…š€ } {

1.

y ˆ|z … „š|‰

t

{}„

  Ž ›˜œ”“ ˜—–˜›˜œ˜—

Hasil pengujian terhadap sifat fisik dan

mekanik kayu

y ˆ Š}~ |‰{} 

ssp

.

„‹Œ„{„ … 

(Sym.) Ashton dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa berat jenis

berdasarkan berat kering tanur dan volume

basah kayu

y ˆ Š}~ |‰{} 

ssp

.

„‹Œ„{„… 

(Sym.) Ashton sebesar 0,57. Berat jenis ini

tergolong ke dalam kelas III atau sedang (Oey

Djoen

Seng,

1990).

Hasil

penelitian

menunjukkan bahwa terjadi perbedaan nilai

penyusutan pada tiga arah. Hal ini, menurut

Panshin (1980),

disebabkan oleh

struktur

dinding sel, orientasi sel serta susunan sel

dalam zone kayu awal dan kayu akhir.

Penyusutan pada arah longitudional mempunyai

nilai terrendah diduga karena adanya sel-sel

yang arahnya longitudional, kecuali sel jari-jari.

Pada sel longitudinal, air yang mudah

keluar adalah air bebas yang terdapat dalam

rongga sel sehingga bentuk kayu tidak banyak

mengalami perubahan. Sedangkan pada arah

tangensial, nilai penyusutan memiliki nilai

tertinggi. Hal ini dikarenakan sel jari-jari yang

A

A

A

A

B

B

B

B

Keterangan:

A

:

bagian yang digunakan untuk contoh

uji berat jenis dan perubahan dimensi

kayu

(12)

žŸ ¡¢£¤¥

n

¥

l

¦

t

¦§

n

¨¦

p

t

¥§

k

ro

rp

§©ª

l

« ¬¡

o

«­ž

u

n

¦ ®¯­°±­²³

ada pada bidang ini berupa lembaran pita tipis

sehingga air yang mudah keluar adalah air

terikat (Shmulsky dan Jones, 2011).

Perubahan kembang susut atau dimensi

kayu dalam tiga arah tidak sama, ini disebut

anisotropis (Shmulsky dan Jones, 2011). Nilai

rataan anisotropis kayu

µ ¶·¸¹ º»¼½¹·

ssp

.

¾· ¿À· Á· ¿½ ¿¾Â ¾

(Sym.) Ashton sebesar 1,845.

Nilai anisotropis tersebut menunjukkan bahwa

kemungkinan kayu masih mengalami masa

perkembangan yang dipengaruhi oleh tajuk atau

dikenal sebagai masa

Ã

u

v

½ ¿ÂĽ

, Dumail dan

Castera (1997) menjelaskan bahwa nilai

anisotropis untuk kayu

Ã

u

v

½¿ÂĽ

bervariasi

antara 1,4 hingga 3. Nilai anisotropis kayu yang

besar menyebabkan deformasi kayu saat

dikeringkan (Shmulsky dan Jones, 2011). Untuk

mengurangi efek perubahan dimensi dapat

dilakukan proses finishing kayu sekaligus untuk

memberikan warna yang sesuai dengan mebel

yang dibuat (Purwanto, 2011).

Tabel 2. Sifat fisik dan mekanik kayu

µÅ¶·¸ ¹ º»¼½ ¹·

ssp.

¾ · ¿À· Á· ¿½ ¿¾ ¾

(Sym.) Ashton

Æ· ÇÄ ½

2.

ÈÉʾ ¸·Ä· ¿À¶½¸ É· ¿Â¸·Ä

w

ººÀ ºË

S. macroptera

¾¾ »

.

sandakanensis

(

µ

y

.) A

¾ ɼº¿

Sifat kayu

(

Ì

o

o

ÍÎ

ro

p

Ï

r

ÐÑ Ï

s

)

Rata-rata

(

ÒÏÓ Ô

)

SD

(

Õ Ö

)

Berat jenis (Berdasarkan berat kering tanur dan volume basah)

0,57

0,05

Penyusutan arah Longitudinal (L)

0,89

0,16

Penyusutan arah Tangensial (T)

4,66

1,10

Penyusutan arah Radial (R)

2,52

0,97

Anisotropis (T/R)

1,85

0,73

Kekuatan Lengkung Statis (MOE) (N/mm

2

)

11.288,83

2.161,02

Kekuatan Lengkung Statis (MOR) (N/mm

2

)

72,64

23,85

Kekerasan (N/mm

2

)

93,49

16,64

Kekuatan Tekan Sejajar Serat (N/mm

2

)

39,67

4,11

Kekuatan Tekan Tegak Lurus Serat (N/mm

2

)

11,16

2,37

Bebas cacat pengetaman (%)

96,00

3,92

Sumber: diolah dari data primer.

Berdasarkan kekuatan lengkung statis, baik

MOE maupun MOR, kayu

µ ¶·¸ ¹º»¼½ ¹·

ssp

.

¾· ¿À· Á· ¿½ ¿¾Â ¾

(Sym.) Ashton tergolong ke

dalam kelas kuat II. Bila ditinjau dari kekuatan

tekan sejajar serat, temasuk ke kelas kuat III.

Beban pada kayu mebel cenderung lebih ringan

bila dibandingkan dengan kayu konstruksi, oleh

karena itu kayu mebel tidak mensyaratkan kelas

kuat I. Berdasarkan SNI. 01-0608-89 tentang

persyaratan kekuatan mekanik kayu untuk

mebel harus memiliki kekuatan lengkung statis

dan kekuatan tekan sejajar serat adalah minimal

kelas III.

Hasil pengujian pengetaman kayu

µ ¶·¸ ¹º»¼½ ¹·

ssp

.

¾· ¿À· Á· ¿½ ¿¾Â ¾

(Sym.) Ashton

menghasilkan rata-rata bebas cacat sebesar 96%

dengan tipe cacat serat berbulu. Permukaan

yang dihasilkan memiliki kesan raba yang

halus. Fotin

½

t

·Ä

., (2009) menjelaskan bahwa

kayu mebel harus menghasilkan permukaan

yang halus setelah diketam. Berdasarkan

persentase bebas cacat, kayu

µ ¶·¸ ¹ º»¼ ½¹·

ssp

.

¾· ¿À· Á· ¿½ ¿¾Â ¾

(Sym.) Ashton tergolong ke

dalam jenis kayu yang mudah dikerjakan

(Martawijaya

½

t

·Ä

., 2005).

× ØÙ ÚÛÜ×Ý Þßàá â

Kayu

µ

.

¶·¸ ¹ º»¼½ ¹·

ssp.

¾· ¿À· Á· ¿½ ¿¾Â ¾

(Sym.) Ashton tergolong ke dalam berat jenis

kelas III, memiliki kekuatan lengkung statis

kelas II, kekuatan tekan sejajar serat kelas III

dan mudah dikerjakan. Berdasarkan sifat

tersebut kayu

µ ¶·¸¹ º»¼ ½ ¹·

ssp.

¾· ¿À· Á· ¿½ ¿¾Â ¾

(Sym.) Ashton dapat digunakan untuk bahan

baku mebel.

ãáäåá æÞßÜåá Ú á

Abdurachman, A. J. dan S. Karnasudirdja. 1982. Sifat

Permesinan Kayu-kayu Indonesia. Laporan no. 160.

Balai Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Hal. 23-34.

(13)

çè

fat Fisik dan Mekanika Kayu

Shorea macroptera

(Andrian Fernandes dan Amiril Saridan)

Atar, M., A. Ozcifci, M. Altinok dan U. Celikel. 2009.

Determination of Diagonal Compression and

Tension Performances for Case Furniture Corner

Joints Constructed with Wood Biscuits. Material

and Design Journal. Vol.30. Hal.665-670. Elsevier.

Boon, K. dan K. Thiruchelvam. 2012. The Dinamics of

Innovation in Malaysia s Wooden Furniture

Industry : Innovation Actors and Linkages. Forest

Policy and Economics Journal. Vol.14.

Hal.107-118. Elsevier.

Bovea, M. D. dan R. Vidal. 2004. Materials Selection for

Sustainable Product Design : a Case Study of Wood

Based Furniture Eco-design. Material and Design

Journal. Vol.25. Hal.111-116. Elsevier.

Desch, H. E. and Dinwoodie. 1981.

é êëì í î

,

ï

ts

Structure, Properties, and Utoilization,

2

nd

edition.

The Macmillan Press Ltd. London and Baringstone

Dumanau, J. F. 1982. Mengenal Kayu. PT. Gramedia.

Jakarta.

Dumail, J. F. dan P. Castera. 1997. Transverse Shrinkage

in Maritime Pine Juvenile Wood. Wood Science

and Technology Vol.31. Hal.251-264.

Springer-Verlag.

Fotin, A., I. Cismaru, E. A. Salca dan M. Cismaru. 2009.

Influence of the Parameters of the Machining

Regimes Upon the Surface Quality Obtained by

Straight Milling. Por-Ligno Journal. Vol.5. No.4.

Hal.53-63.

Garcia, S. G., C. M. Gasol, R. G. Lozano, M. T. Moreira,

X. Gabarrel, J. R. I Pons dan G. Feijoo. 2011.

Assessing the Global Warming Potential of

Wooden Product from the Furniture Sector to

Improve Their Ecodesign. Science of the Total

Environment Journal. Vol.410. Hal.16-25. Elsevier.

Kessler, P. J. A. 2000. A Field Guide to The Important

Tree Species of The Berau Region. Berau Forest

Management Project, PT Inhutani I. Jakarta.

Martawijaya, A., I. Kartasudjana, S.A. Prawira dan K.

Kadir,. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Oey Djoen Seng, O. D. 1990. Berat Jenis dari Jenis-jenis

Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu

untuk Keperluan Praktek. Pengumuman No.13.

Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor.

Panshin, A.J., 1980.

Text Book of Wood Technology

volume 1

. Mc Graw Hill Book Company, New

York.

Purwanto, D. 2011. Finishing Kayu Kelapa (Cocos

nucifera L.) Untuk Bahan Interior Ruangan. Jurnal

Riset Industri Hasil Hutan. Vol.3. No.2. Hal.31-36.

Ratnasingam J dan F Ioras. 2005. The Asian Furniture

Industry : The Reality Behind The Statistics. Holz

als Roh-

und Werkstoff. Vol.63. Hal.64-67.

Springer-Verlag.

Smardzewski, J. dan S. Dziegielewski. 1993. Stability of

Cabinet Furniture Backing Boards. Wood Science

and Technology. Vol.28. Hal.35-44.

Springer-Verlag.

Shmulsky, R dan P. D. Jones, 2011, Forest Products and

Wood Science, An Introduction, Sixth Ed., Wiley

Blackwell, Oxford, UK.

(14)
(15)

e

liti

n

n

ip

te

ro

k

r

p

l

o

u

n

i

!

#

ODEL HUBUNGAN TINGGI DAN DIAMETER TAJUK DENGAN DIAMETER

SETINGGI DADA PADA TEGAKAN TENGKAWANG TUNGKUL PUTIH

(

Shorea macrophylla

(de Vriese) P.S. Ashton) DAN TUNGKUL MERAH

(

Shorea stenoptera

Burck.) DI SEMBOJA, KABUPATEN SANGGAU

Correlation Model Between Height and Crown Diameter with Diameter at Breast

Height on Tengkawang Tungkul Putih (

Shorea macrophylla

(de Vriese) P.S. Ashton)

and Tungkul Merah (

Shorea stenoptera

Burck.) Stand in Semboja, Sanggau Regency

Asef K. Hardjana

1)

$

)

Balai Be

%

a

&

Peneli

'( )

n Dip

'* &

oka

&

pa Sama

&

inda

Jl

+

A

+

W

+

S

,

ah

&

anie No

+- .

Sempaja

/

Sama

&

inda

0

Telepon

+

(

1 2 3 4

)

51 - 6 -3 /

Fa

7

(

1 2 3 4

)

8 355 9 .

Email

:

a

%

ef

;

ha

&

djana@

,

ahoo

+

co

+

id

Di

'*&

ima

4.

Ok

'<

be

&5 1 4 5/

di

&

e

=

i

%

i

5 4

Mei

51 4 6/

di

%

e

'>

j

>

i

5.

Mei

5 1 46

ABSTRACT

Diameter measurement is a relatively easy job, cheap and can get an accurate size, while the measurement of height

and canopy tree is a relatively difficult and requires a lot of energy. Modeling the correlation between height and

canopy with tree diameter is one of the alternative technic that can make more efficient job to measure the height and

diameter of the canopy, and therefore it will provide sufficient data approaching to actual measurement results.

Inventory and identification results indicated that tengkawang tungkul is the most dominant tengkawang species in the

research area with the density ranging from 63-166 trees/ha, which consists of tungkul putih a total of 128 trees

(79,48%), and tungkul merah much as 47 trees (20,52%). Furthermore, regression equation of correlation model

between height and stem diameter (dbh) can be defined as T

tp

= -2,2697 + 1,2711d - 0,0162d

2

(n= 128; R

2

= 0,8177;

SE= 2,1271) for tungkul putih, and for tungkul merah is T

tm

= -0,0803 + 0,9334d - 0,0072d

2

(n= 47; R

2

= 0,8759; SE=

1,3891). Equation on the correlation between crown diameter and stem diameter (dbh) was not significantly different,

so regression equation models for tungkul putih can be defined as DT

tp

= 0,7174 + 0,4360d

0,0045d

2

(n= 128; R

2

=

0,5172; SE= 1,7739 ) and for tungkul merah is DT

tm

= 3,3287d

0,2327

(n= 47; R

2

=0,0658; SE= 0,322).

Keywords: Crown diameter, Height, Stem diameter, Tengkawang

ABSTRAK

Peng

>

k

>&

an diame

'* &

me

&>

pakan peke

&

jaan

,

ang

&

ela

'( ?

m

>

dah

/

m

>&

ah dan dapa

'

mengha

%

ilkan

>

k

>&

an

,

ang ak

>&

a

'/ %

edangkan peng

>

k

>&

an

'(

nggi dan

')

j

>

k pohon me

&>

pakan peke

&

jaan

,

ang

&

ela

'(

f

%>

li

'

dan memb

>'>

hkan ban

,

ak

'*

naga

+

Pen

,>%>

nan model h

>

b

>

ngan an

')&

a

'(@

ggi pohon dan

')

j

>

k pohon dengan diame

'* &

pohon me

&>

pakan

%

alah

%

a

'>

al

'* &

na

'(

f

'*

kni

%,

ang dapa

'

meng

>&

angi peke

&

jaan pihak pengg

>

na dalam meng

>

k

>&'(@

ggi dan diame

'*&')

j

>

k pohon

/ %

ehingga dapa

'

membe

&

ikan da

'),

ang c

>

k

>

p mendeka

'(

da

&

i ha

%

il peng

>

k

>&

an

,

ang

%

ebena

&

n

,

a

+

Da

&

i ha

%

il in

=

en

') &

i

%

a

%

i

dan iden

'(

fika

%

i dike

')

h

>

i bah

A

a jeni

%'

engka

A

ang

'>

ngk

>

l mendomina

%

i jeni

%'*

ngka

A

ang di loka

%

i peneli

'()

n dengan

ke

&

apa

')

n

'*

gakan be

&

ki

%

a

&- 6 4 - -

pohon

BC

a

/,

ang

'* &

di

&

i da

&

i jeni

%'>

ngk

>

l p

>'(

h

%

eban

,

ak

4 5 .

pohon (

8 9/ 3 .

%)

/

dan

'>

ngk

>

l me

&

ah

%

eban

,

ak

3 8

pohon (

51 /2 5

%)

+

Selanj

>'@,

a model

&

eg

&

e

%

i h

>

b

>

ngan

'(

nggi pohon dengan diame

'* &

ba

')

ng

(dbh)

,

ang dapa

''* &

bang

>

n adalah T

DE

FG5/5- 9 8H4/ 5 8 4 4

d

G1 /1 4 - 5

d

I

(n

F45. 0

R

I

F1 /.488 0

SE

F5/4 5 8 4

)

>

n

'>

k

'>

ngk

>

l

p

>'(C/%

edangkan model

&

eg

&

e

%

i

>

n

'>

k

'>

ngk

>

l me

&

ah adalah T

D J

F G1 / 1 . 16H1 /9 6 63

d

G1 /1 1 8 5

d

I

(n

F3 8 0

R

I

F

1/ . 8 2 90

SE

F 4/ 6 . 94

)

+

Pe

&%

amaan h

>

b

>

ngan diame

'*&')

j

>

k dengan diame

'* &

ba

')

ng (dbh)

'(K

ak be

&

beda n

,

a

') / %

ehingga dapa

'

di

%>%>

n p

>

la model pe

&%

amaan

&

eg

&

e

%

i

>

n

'>

k

'>

ngk

>

l p

>'( C ,

ai

'>

DT

DE

F1 /8 4 8 3 H 1 / 3 6-1

d

1 /11 3 2

d

I

(n

F 4 5. 0

R

I

F 1 / 2 4 8 50

SE

F4/8 8 69

) dan

'>

ngk

>

l me

&

ah

,

ai

'>

DT

D J

F6/ 6 5. 8

d

LM IN IO

(n

F3 8 0

R

I

F 1 /1- 2. 0

SE

F1 / 6 55

)

+

Ka

')

k

>

nci

:

Diame

'* &')

j

>

k

(16)
(17)

M

Œ Ž

u

‘

u

’“ ”’

T

• ’“ “•  ”’

D

•”– Ž

t

Ž

r T

”

ju

—

D

Ž’“ ”’

D

•” –Ž

t

Ž

r

˜ Ž

t

•’““•

D

” ”

P

” ”

T

Ž“ ”—”’

T

Ž ’“ —”

w

”’“

Social Forestry Development Project

) pada

(18)

¼½¾¿ÀÁÂÃ

n

e

liti

Ä

n

Å

ip

te

ro

k

Ä

r

Ä

p

ÆÇ

l

ÈÉ¿

o

È Ê˼

u

n

i

ÌÍ ÊÎÏÉÐÊÑ

with diameter at breast height (dbh)

ï

(19)
(20)

jklmnopq

n

e

liti

r

n

s

ip

te

ro

k

r

r

r

p

tu

l

vwm

o

v xyj

u

n

i

z{ x|}w~x

0

10

20

30

40

50

60

70

0

10

20

30

40

50

J

‚

m

la

h

P

o

h

o

n

Kela

ƒ

Diame

„… †

(cm)

T

‡

ngk

‡

l P

‡ „ˆ ‰ Š

inggi dan diame

Š

e

‹ Œ 

a

Š

pohon (Da

Ž Œ

dan

Jhon

Œ‘’“”•–

)

—

Selain da

‹

i

Œ˜

gi pe

‹ Š ™

b

š›

nn

œ

a

œ

ang

lebih baik da

‹

i

Š

engka



ang

Š ‘

gk

ž

me

‹

ah

’ ‘ Š Ÿ Œ˜

ba

‹

an dan j

™

lah pohon

Š

engka



ang

Š ‘ 

k

ž

p

Š

ih j

 

a lebih dominan di loka

Œ

peneli

Š

ian

—

Hal ini dapa

ŠŠ

e

‹

jadi m

‘ 

kin ka

‹

ena

pada kondi

Œ 

a



al penanaman lebih ban

œ

ak

di

Š

anam jeni

Œ Š

engka



ang

Š ‘ 

k

ž

p

Š

ih

dibandingkan dengan jeni

ŒŠ

engka



ang

Š ‘

gk

ž

me

‹

ah

—

Kondi

Œ  Œ˜

ba

‹

an kela

Œ

diame

Š

e

‹

ini j

 

a

dapa

Š

digamba

‹

kan da

‹

i ben

ŠŸ

k

‹ Ž

a

’ Œ˜

pe

‹ Š

i

œ

ang

Š

e

‹Œ

aji pada Gamba

‹ “—

Sepe

‹ Š

i

œ

ang

Š

elah

din

œ

a

Š

akan oleh S

œ

ana dan Abd

‹

achman

(

¡¢¢£¤ ¡¢““

) bah



a kondi

Œ  Œ˜

ba

‹

an diame

Š

e

‹ œ

ang men

œ

e

‹ ¥›

i gen

Š

a a

Š

a

ž

onceng me

‹¥›

kan

Œ›

lah

Œ›Š ¦

i

‹

i da

‹

i h

Š

an

Š

anaman

—

S

§

mbe

¨©

diolah da

¨ª

da

«

a p

¨ª

me

¨¬

Gamba

‹“—

K

‹ Ž› Œ˜

ba

‹

an diame

Š

e

‹ Š

egakan

Š

engka



ang

Š‘ 

k

ž

p

Š

ih (

S. macrophylla

) dan

Š‘ 

k

ž

me

‹

ah (

S. stenoptera

) di loka

Œ 

peneli

Š

ian

—

Figure 1.

Curve of diameter distribution of tengkawang tungkul putih (

S

—

mac

‹

oph

œ

lla

) and

tungkul merah (

S

—Œ Š

enop

Š

e

‹

a

) in research area

—

Pada Gamba

‹ “ Š

e

‹

liha

Š

bah



a k

‹ Ž

a

Œ˜

ba

‹

an diame

Š

e

‹ Š

engka



ang

Š‘

gk

ž

p

Š

ih

ma

Œ

h

dapa

Š

dika

Š

akan

men

œ

e

‹ ¥›

i

gen

Š

a

­

lonceng

’

nam

‘

bel

™

bi

Œ›

dika

Š

akan

no

‹

mal

œ

ang

Œ˜

mp

‹

na

Š

api ma

ŒŸ

dalam

kondi

Œ 

logno

‹

mal

—

Pada

Š

engka



ang

Š‘

gk

ž

me

‹

ah k

‹Ž

a

Œ˜

ba

‹

an diame

Š

e

‹

n

œ

a ma

Œ

h bel

™

dapa

Š

dika

Š

akan men

œ

e

‹ ¥›

i gen

Š

a

­

lonceng

’ Œ˜

hingga dapa

Š

dika

Š

akan bah



a

Œ˜

ba

‹

an

diame

Š

e

‹

n

œ

a bel

™

no

‹

mal

—

Un

ŠŸ

i

Š

dalam pengelolaan

Œ˜

lanj

Š

n

œ

a

pe

‹

l



dilak

Ÿ›

n

Š

indakan

Œ 

l

Ž

k

žŠ‹

aga

‹

dapa

Š

mempe

‹

oleh ha

Œ

l

œ

ang mak

Œ 

mal

’

baik i

Š 

da

‹

i

‹

iap

’

b

›

h dan

‹

egene

‹

a

Œ 

alamn

œ

a

—

Diha

‹

apkan

kondi

Œ  Š

egakan

Š

engka



ang pada a

‹

eal beka

Œ

P

‹

o

œ

ek Pengembangan H

Š

an Kema

Œœ

a

‹

aka

Š

an

ini

Œ˜

ca

‹

a biome

Š‹

ika ben

ŠŸ

k

‹ Ž› Œ˜

ki

Š

a

‹ Š

i

Š

ik

p

‘¦

ak dapa

Š

be

‹

ge

Œ

e

‹

ke a

‹

ah

Œ

ebelah kanan

pada

Œ ™

b



X

œ

ang men

œ

a

Š

akan bah



a ha

Œ 

l

p

‹

od

Ÿ Œœ

ang dipe

‹

oleh menjadi be

Œ›‹ —

®

.

Hubungan Tinggi Pohon dan Diameter

Batang

(21)
(22)

n

e

liti

n

ip

te

ro

k

r

p

!"

l

#$

o

# %&

u

n

i

'( %)*$+%,

S

/

mbe

01

diolah da

02

da

3

a p

02

me

04

Gamba

567

Model

5

eg

5

e

89

h

:;:<

gan

=

inggi pohon dengan diame

=

e

5

ba

=

ang (dbh)

=

engka

>

ang

= :<?

k

:@

p

:=

ih (

S. macrophylla

) di loka

89

peneli

=

ian

7

Figure 2.

Regression model of the correlation between height and stem diameter (dbh) of

tengkawang tungkul putih (

S

7A

ac

5

oph

B

lla

) in research location

7

S

/

mbe

01

diolah da

02

da

3

a p

02

me

04

Gamba

5C7

Model

5

eg

5

e

89

h

:;:<

gan

=

inggi pohon dengan diame

=

e

5

ba

=

ang (dbh)

=

engka

>

ang

= :<?

k

:@

me

5

ah (

S. stenoptera

) di loka

89

peneli

=

ian

7

Figure 3.

Regression model of the correlation between height and stem diameter (dbh) of

tengkawang tungkul merah (

S

78=

enop

=

e

5

a

) in research location

7

Di

=

inja

:

da

5

i nilai gala

=

bak

:

(SE)

D

ked

:E

model ini c

:F:G

memen

:H9 8B

a

5

a

=

ke

=

eli

=

ian

dengan nilai ma

89

ng

I

ma

89

ng gala

=

bak

:

(SE)

adalah

6DJ CK :<=:F =

engka

>

ang

=:<

gk

:@

p

:=

ih

dan

JD CLK

pada

=

engka

>

ang

=:<

gk

:@

me

5

ah

7

Sepe

5=

i

B

ang

=

elah dikem

:FE

kan oleh P

5

odan

(

J LMN

)

bah

>

a

8 :E= :

pe

5 8E

maan

5

eg

5

e

89

pend

:?E

an

B

ang mengg

:<E

kan

8E=:

pe

:;E

h

maka gala

=

bak

:

mak

89

m

:A B

ang dapa

=

di

=

enggang

adalah

6OK

dan

apabila

mengg

:<

akan d

:E

pe

:;

ah maka

=

enggangn

B

a

8P

be

8E56N

%

7

Un

=:F

meng

:Q

i

=

ingka

= 89

gnifikan

89

kee

5

a

=

an h

:;:<

gan

=

inggi pohon dan diame

=

e

5

pohon dilak

:FE

n anali

898 RE5

ian (Ano

R

a)

D 8P

pe

5=

i

B

ang

=

e

58

aji pada Tabel

S;P5

ik

:=

ini

7

0

5

10

15

20

25

30

0

10

20

30

40

50

T

in

g

g

i

P

o

h

o

n

(

m

)

Diameter Pohon (cm)

0

5

10

15

20

25

0

5

10

15

20

25

30

35

T

in

g

g

i

P

o

h

o

n

(

m

)

Gambar

Tabel 1.Pembagian Kelas Kuat Kayu Menurut Oey Djoen Seng (1990).
Tabel 2.Sifat fisik dan mekanik kayu
Table 1.The equation used to develop the model of the correlation between height and crown diameteröðñöï
Figure 1.Curve of diameter distribution of tengkawang tungkul putih (Š‘ ž‹Œ Š—S—
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

terhadap keputihan fisiologis dan patologis sebanyak 31 responden (38,3% ), Perbedaan dari penelitian terdahulu adalah sikap negatif atau tidak mendukung santri tentang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi volume minyak atsiri daun sirih hijau (Piper Betle L.) yang diinkorporasi ke dalam patch berbasis

Agar dalam proses pendataan di sekolah ini bisa bekerja lebih efektif dan menggunakan sistem informasi sesuai dengan perkembangan teknologi yang dapat membantu mempercepat

Mengetahui hasil belajar keterampilan menulis karangan sederhana dengan menggunakan model Think Talk Write (TTW) kelas XI Bahasa jerman di SMAN 1 Krian dengan

Pada tahap ini guru: (1) mengkondisikan siswa agar siap melaksanakan proses pembelajaran, (2) merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah dengan

Dapat juga advokasi didefinisikan, sebagai suatu usaha yang dilakukan secara sistematis dan terorganisir untuk melakukan aksi dengan target untuk; terbentuknya atau

Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Perbedaan (pendapat) pada umatku adalah rahmat”. Terutama pada saat era globalisasi saat ini berbagai kemajuan ilmu pengetahuan

ketahui pula perusahaan merupakan subyek hukum mandiri karena merupakan badan hukum, yang artinya dia di beri wewenang dalam melakukan aktifitas tanpa intervensi