BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1 Kinerja
2.1.1.1. Pengertian Kinerja
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).
Kinerja adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2005). Kinerja dapat dibedakan menjadi
dua yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil
kerja pegawai baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja
yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja
individu dan kinerja kelompok.
Menurut teori sumber daya manusia, kinerja merupakan hasil yang telah
dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan seseorang dalam melaksanakan kerja
atau tugas. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan
dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Menurut Mulyadi (2001) penilaian kinerja dapat dimanfaatkan oleh manajamen
untuk: a.Mengelola operasi organisasi secara efektif melalui motivasi karyawan
secara maksimum; b. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk
menyediakan krriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan; d.
Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka
menilai kinerja mereka; e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
Kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk
menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan tugas tanggung jawab yang diberikan
oleh organisasi pada periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur
prestasi kerja atau kinerja organisasi (Wibowo, 2009). Ukuran kinerja secara
kualitatif dan kuantitatif yang menunjukkan tingkatan pencapaian suatu sasaran
atau tujuan yang telah ditetapkan merupakan sesuatu yang dapat dihitung serta
digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat bahwa kinerja setiap hari
dalam perusahaan dan perseorangan terus mengalami peningkatan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Menurut Mathis dan Jackson (2006) kinerja
pegawai adalah seberapa banyak kontribusi pegawai kepada organisasi, yang
dapat diukur melalui:
1. Kuantitas Kerja
Standar ini dilakukan dengan cara membandingkan antara besarnya volume kerja
yang seharusnya (standar kerja norma) dengan kemampuan sebenarnya.
2. Kualitas Kerja
Standar ini menekankan pada mutu kerja yang dihasilkan dibandingkan volume
kerja.
3. Pemanfaatan Waktu
Yaitu penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijakan perusahaan.
Asumsi yang digunakan dalam standar ini adalah jika kehadiran pegawai di bawah
standar kerja yang ditetapkan maka pegawai tersebut tidak akan mampu
memberikan kontribusi yang optimal bagi perusahaan .
5. Kerjasama
Keterlibatan seluruh pegawai dalam mencapai target yang ditetapkan akan mempengaruhi keberhasilan bagian yang diawasi. Kerjasama antara pegawai dapat ditingkatkan apabila pimpinan mampu memotivasi pegawai dengan baik .
Menurut Sedarmayanti (2007), instrumen pengukuran kinerja merupakan
alat yang dipakai dalam mengukur kinerja individu seorang pegawai yang
meliputi, yaitu :
1. Prestasi Kerja, hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas, baik secara
kualitas maupun kuantitas kerja.
2. Keahlian, tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam
menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Keahlian ini bisa dalam
bentuk kerjasama, komunikasi, insentif, dan lain-lain.
3. Perilaku, sikap dan tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya dan
dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian perilaku disini juga
mencakup kejujuran, tanggung jawab dan disiplin.
4. Kepemimpinan, merupakan aspek kemampuan manajerial dan seni dalam
memberikan pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan pekerjaan
secara tepat dan cepat, termasuk pengambilan keputusan, dan penentuan
prioritas
Sedarmayanti (2007) juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang
kepemimpinan; 5. Tingkat penghasilan; 6. Iklim kerja; 7. Sarana dan prasarana;
10. Teknologi; dan 11. Kesempatan berprestasi. Sedangkan menurut Mathis dan
Jackson (2006) kinerja dipengaruhi oleh 1. Faktor kemampuan (ability) termasuk
didalamnya keahlian, pendidikan dan pengalaman b. Faktor motivasi, merupakan
kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan
kerja.
Berdasarkan keseluruhan definisi diatas dapat dilihat bahwa kinerja pegawai merupakan output dari penggabungan faktor-faktor yang penting yakni kemampuan individu, minat serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi faktor-faktor diatas, maka semakin besarlah kinerja karyawan yang bersangkutan.
2.1.1.2. Pengertian APIP
Mulyono (2009) mendefinisikan Aparat Pengawas Intern Pemerintah
adalah Pemeriksa, pengawas, dan auditor intern pemerintah yaitu : pegawai negeri
sipil (PNS) yang mempunyai jabatan fungsional auditor dan/atau pihak lain yang
diberi tugas, wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang melaksanakan pengawasan pada organisasi Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah maupun Kementrian/Lembaga Tinggi Negara. Sedangkan
Peraturan Menteri Negara Pemberdayagunaan Aparatur Negara Nomor:
PER/05/MPAN/ 03/2008 tanggal 31 Maret 2008 menyebutkan bahwa Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah Instansi Pemerintah yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan, dan terdiri atas:
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bertanggung
2. Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat yang bertanggung jawab
kepada Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND);
3. Inspektorat Pemerintah Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur;
4. Inspektorat Pemerintah Kabupaten/ Kota yang bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota.
APIP merupakan aparat yang melakukan Pengawasan Intern yang
meliputi seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan
pengawasan lain berupa asistensi, sosialisasi dan konsultansi terhadap
penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan
keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok
ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan
dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (Pasal 1 ayat 11 Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010).
2.1.1.3. Kinerja APIP
Mulyono (2009) juga menyatakan bahwa Kinerja Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP) merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja
(output) individu maupun kelompok dalam suatu aktifitas tertentu yang
diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses
belajar serta keinginan untuk berprestasi lebih baik
Menurut Lamatenggo (2011) Pengawasan yang dilaksanakan APIP
diharapkan dapat memberikan masukan kepada pimpinan penyelenggara
pemerintahan mengenai hasil, hambatan, dan penyimpangan yang terjadi atas
pimpinan penyelenggara pemerintahan yang berdampak pada kinerja Instansi
Pemerintah, sehingga terpenuhinya pencapaian kinerja dari sasaran
pemeriksaan/pengawasan yang sesuai dengan target yang dapat dikategorikan
baik merupakan suatu hal yang diharapkan bersama.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara sebagai kementerian yang
membidangi urusan aparatur negara dan membawahi urusan kinerja instansi
pemerintah, salah satu tujuan strategisnya adalah untuk mewujudkan aparatur
yang kompeten, kompetitif, professional dan berkinerja tinggi, maka untuk
membahas Kinerja Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) menggunakan
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Standar Audit Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah dan berfungsi sebagai ukuran mutu minimal bagi
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam perkerjaannya, antara lain:
1. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang dapat merepresentasikan
praktik-praktik pengawasan dan pemeriksaan yang seharusnya, menyediakan
kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan pengawasan dan
pemeriksaan yang memiliki nilai tambah serta menetapkan dasar-dasar
pengukuran kinerja audit;
2. Pelaksanaan koordinasi audit oleh APIP;
3. Pelaksanakan perencanaan audit oleh APIP;
4. Efektifitas tindak lanjut hasil pengawasan dan konsistensi penyajian laporan
hasil Pengawasan dan Pemeriksaan.
Kinerja Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) yang dimaksud dalam
kepatuhan dalam menjalankan prosedur pengawasan dan pemeriksaan sesuai
dengan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang
Standar Audit Aparat Pengawas Intern Pemerintah.
2.1.2. Kompetensi
Perubahan peran APIP sebagai katalisator tentunya harus diimbangi
dengan kemampuan auditor APIP yang sesuai dengan tujuan pengawasan.
Penekanan terhadap pentingnya kompetensi auditor telah diatur dalam PP Nomor
60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pasal 51 yang
menyatakan pelaksanaan audit intern di lingkungan instansi pemerintah dilakukan
oleh pejabat yang mempunyai tugas pengawasan yang telah memenuhi syarat
kompetensi sebagai auditor. Lamatenggo (2011) mendefinisikan kompetensi
sebagai suatu kemampuan, keahlian (pendidikan dan pelatihan), dan
berpengalaman dalam mamahami kriteria dan dalam menentukan jumlah bahan
bukti yang dibutuhkan untuk dapat mendukung kesimpulan yang akan
diambilnya. Sedangkan Arens dkk (2008) mendefinisikan kompetensi sebagai
keharusan bagi auditor untuk memiliki pendidikan formal di bidang auditing dan
akuntansi, pengalaman praktik yang memadai bagi pekerjaan yang sedang
dilakukan, serta mengikut pendidikan profesional yang berkelanjutan. Kompetensi
adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang berupa
pengetahuan, keahlian dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan
tugas jabatannya. Seorang auditor wajib memenuhi standar kompetensi sesuai
jenjang jabatannya dan wajib mempertahankan kompetensi yang mereka miliki
melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan (continuing professional
education) guna menjamin kompetensi yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan
organisasi dan perkembangan lingkungan pengawasan.
2.1.2.1. Standar Kompetensi Auditor
Standar Kompetensi Auditor Pemerintah diatur di dalam Peraturan Kepala
BPKP Nomor Per-211/K/JF/2010 dimana dijelaskan ukuran kemampuan minimal
yang harus dimiliki auditor yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge),
keahlian (skill) dan sikap perilaku (attitude). Tujuan standar kompetensi auditor
adalah untuk memastikan auditor memperoleh dan mempertahankan kemampuan ,
pendidikan dan pelatihan profesionalisme auditor, pengembangan karier serta
sebagai dasar renumerasi. Pada poin 1100, dinyatakan bahwa APIP memiliki
kewajiban untuk:
1. Memastikan setiap penugasan pengawasan dilaksanakan oleh tim yang
kompeten.
2. Meningkatkan kompetensi auditor sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang pengawasan.
Standar Kompetensi Auditor menguraikan kompetensi bagi auditor untuk
dapat melaksanakan penugasan pengawasan sesuai dengan standar yang berlaku
umum, yang meliputi kompetensi umum dan kompetensi teknis, standar ini
berlaku bagi semua auditor di lingkungan APIP. Kompetensi Umum terkait
dengan persyaratan untuk dapat diangkat di dalam Jabatan fungsional Auditor
berprilaku. Kompetensi Teknis Pengawasan adalah kompetensi yang terkait
dengan persyaratan untuk dapat melaksanakan penugasan pengawasan sesuai
dengan jenjang jabatannya. Seorang auditor wajib untuk selalu meningkatkan
kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan agar menjamin
kompetensi yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan organisasi dan perkembangan
lingkungan pengawasan.
Gambar 2.1. Ruang Lingkup Standar Kompetensi Auditor
2.1.3. Komitmen Auditor
Menurut Albar (2009) komitmen karyawan terhadap organisasinya adalah
kesetiaan karyawan terhadap organisasinya, disamping juga akan menumbuhkan
loyalitas serta mendorong keterlibatan diri karyawan dalam mengambil berbagai
keputusan. Oleh karenanya komitmen akan menimbulkan rasa ikut memiliki
(sense of belonging) bagi karyawan terhadap organisasi. Mathis (2001)
menjelaskan komitmen organisasi sebagai tingkat kepercayaan dan penerimaan
tentang kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap
ada dalam organisasi tersebut. Dengan kata lain adalah suatu sikap tentang
kesetiaan karyawan kepada organisasi mereka dan suatu proses berkelanjutan
STANDAR KOMPETENSI AUDITOR
Kompetensi Minimal Auditor Kompetensi
dimana anggota organisasi menyatakan perhatian mereka kepada kesejahteraan
dan kesuksesan organisasi mereka. Komitmen tidak berhubungan dengan bakat kepintaran dan talenta komitmen yang kuat akan memungkinkan seseorang untuk
dapat mengeluarkan sumber daya yang dimilikinya dan sebaliknya karyawan yang
tidak memiliki komitmen akan sukit menyelesaikan tugas yang diberikan
kepadanya.
Komitmen menyangkut tiga sikap yaitu rasa mengidentifikasi dengan
tujuan organisasi rasa keterlibatan dengan tugas organisasi dan rasa kesetiaan
kepada organisasi. Sopiah (2008) mengemukakan ada tiga komponen dalam
komitmen yaitu:
1. Affective Commitment terjadi bila pegawai menjadi bagian organisasi karena
adanya ikatan emosional dalam arti karena pegawai memang menginginkan
menjadi bagian dari organisasi.
2. Continuance commitment muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu
organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lainnya
atau karena karyawan tersebut tidak menemukan alternatif lain dengan kata
lain karena karyawan membutuhkan.
3. Normative commitment timbul dari nilai-nilai karyawan, dimana karyawan
bertahan jadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa
berkomitnen terhadap organisasi merupakan hal yang benar untuk dilakukan.
Buchanan dan Vandenberg dalam Trisnaningsih (2007) mendefinisikan
komitmen sebagai penerimaan karyawan atas nilai-nilai organisasi
(identification), keterlibatan secara psikologis (psychological immerson) dan
yang saling mendorong (reinforce) antara satu dengan yang lain. Karyawan yang
komit terhadap organisasi akan menunjukkan sikap dan perilaku yang positif
terhadap lembaganya, bersikap membela organisasinya berusaha meningkatkan
prestasi dan memiliki keyakinan yang pasti untuk mewujudkan tujuan organisasi.
Komitmen dibangun atas dasar kepercayaan pekerja atas nilai-nilai
organisasi, kerelaan pekerja membantu mewujudkan tujuan organisasi serta
loyalitas untuk tetap menjadi anggota organisasi. Komitmen akan menimbulkan
rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi pekerja terhadap organisasi sehingga
ia akan senang bekerja sehingga kinerjanya meningkat. Adanya suatu komitmen
dapat menjadi suatu dorongan bagi seseorang untuk bekerja lebih baik atau malah
justru meninggalkan pekerjaannnya akibat suatu tuntutan komitmen lainnya.
Komitmen yang tepat akan memberikan motivasi yang tinggi dan memberikan
dampak yang positif terhadap kinerja seseorang.
Dalam konteks Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), personil APIP
yang memiliki komitmen yang tinggi akan menggunakan informasi dan
pengetahuan yang dimiliki untuk melakukan pengawasan sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya dengan adanya komitmen organisasi yang tinggi akan
berdampak pada meningkatnya kinerja APIP.
2.1.4. Sikap Pimpinan
Simamora dalam Mangkunegara (2009) menyatakan kinerja dipengaruhi
oleh faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang
dan demografi, faktor psikologis terdiri dari persepsi, attitude, personality,
kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job design. Sikap Pimpinan merupakan
cara pimpinan untuk mempengaruhi orang lain/ bawahannya sedemikian rupa
sehingga orang tersebut mau melakukan kehendak pemimpin untuk mencapai
tujuan organisasi meskipun mungkin hal tersebut tidak disenangi secara pribadi.
Sikap pimpinan berkaitan dengan proses kegiatan seseorang dalam memimpin,
membimbing, mempengaruhi atau mengendalikan pikiran, perasaan dan tingkah
laku orang lain adalah sesuai dengan rencana tetapi sikap seorang pimpinan
tidaklah selalu berdasarkan perencanaan atau kesengajaan namun seringkali
terjadi dengan spontan. Sikap seorang pimpinan berkaitan dengan cara pimpinan
dalam mempengaruhi oranfg-orang dengan gaya tertentu. Jika kepemimpinan
tersebut terjadi pada suatu organisasi formal tertentu, di mana para manajer perlu
mengembangkan karyawan, membangun iklim motivasi, menjalankan
fungsi-fungsi manejerial dalam rangka menghasilkan kinerja yang tinggi dan
meningkatkan kinerja perusahaan, maka manajer perlu menyesuaikan gaya yang
digunakannya dalam kepemimpinannya (Trisnaningsih, 2007).
Menurut Tampubolon (2007) gaya kepemimpinan adalah perilaku dan
strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang
sering diterapkan sorang pimpinan ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja
bawahannya sedangkan Rivai (2006) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan
adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan
agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering
diterapkan oleh seorang pimpinan. Lebih lanjut menurut Rivai faktor-faktor
pengaruh, 2) Hubungan antar manusia, 3) Proses komunikasi, dan 4) Pencapaian
suatu tujuan. Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh yang diberikan
serta intesitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut.
Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
sikap pimpinan merupakan ciri-ciri aktivitas seseorang yang dapat mempengaruhi
orang lain untuk mencapai tujuan. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
sikap pimpinan adalah ciri-ciri kegiatan dari seorang pimpinan atau atasan
langsung ari unit terendah sampai yang paling tinggi di dalam instansi/lembaga tesebut (jabatan structural/ eselonering dan jabatan fungsional). Perilaku pemimpin memiliki dua dimensi yaitu consideration dan initiating structure. Konsiderasi
adalah gaya kepemimpinan yang menggambarkan kedekatan hubungan antara
bawahan dengan atasan adanya saling percaya kekeluargaan, menghargai gagasan
bawahan dan adanya komunikasi antara pimpinan dengan bawahan. Pemimpin
dengan konsiderasi yang tinggi akan menekankan pada pentingnya komunikasi
yang terbuka dan parsial. Sedangkan struktur inisiatif merupakan gaya
kepemimpinan yang menunjukkan bahwa pemimpin mengorganisasikan dan
mendefinisikan hubungan dalam kelompok cenderung membangun pola dan
saluran komunikasi yang jelas, menjelaskan cara mengerjakan tugas yang benar.
Dalam melaksanakan perannya, setiap pemimpin memiliki gaya yang
berbeda ketika melaksanakan tugas-tugasnya, sebagai penggerak bawahannya
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Sunanto (2005)
gaya kepemimpinan terbagi atas 4 (empat) yaitu (1). Gaya kepemimpinan
kharismatik/non-kharismatik adalah gaya kepemimpinan yang visioner, memiliki
komunikator yang baik. (2) Gaya kepemimpinan otokratis/demokratis adalah gaya
kepemimpinan yang cenderung membuat keputusan sendiri serta memaksa
karyawan agar melaksanakan perintahnya, sedangkan gaya kepemimpinan yang
demokratis mendorong karyawan untuk ikut serta dal pengambilan keputusan. (3)
Gaya kepemimpinan pendorong/pengawas adalah gaya kepemimpinan yang
mempunyai sifat memberikan dorongan kepada karyawan, memberi semangat
kepada karyawan menggunakan visinya, dan memberdayakan karyawan untuk
mencapai tujuan kelompok sedangkan gaya kepemimpinan pengawas adalah
memanipulasi karyawan agar patuh. (4). Gaya kepemimpinan
transaksional/transformasional adalah gaya kepemimpinan memanfaatkan uang,
pekerjaan dan keamanan pekerjaan untuk memperoleh kepatuhan dari karyawan.
Gaya kepemimpinan transformasional memberikan motivasi kepada karyawan
untuk bekerja keras mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi. Hasil penelitian
Trisnaningsih (2007) dan Wati et al. (2010) membuktikan bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Gaya kepemimpinan
dapat mempengaruhi kreativitas auditor dalam pelaksanaan tugasnya.
2.1.5. Independensi
Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh tidak
dikendalikan oleh orang lain dan tidak bergantung terhadap orang lain. Secara
umum independensi dapat diartikan sebagai perwujudan sikap yang objektif dan
tidak bias dalam mengambil keputusan. Independensi APIP dapat didefinisikan
sebagai kemampuan dan kemauan untuk senantiasa mempertahankan sikap yang
yang tepat pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil audit
(Pusdiklatwas BPKP, 2007). Trisnaningsih (2007) menjelaskan bahwa
independensi auditor merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat terhadap
profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor utama dalam menilai
mutu jasa audit. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa independensi seorang
auditor berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor.
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 pasal 56 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) menyebutkan Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP) dalam melaksanakan tugasnya harus independen dan objektif.
Independensi merupakan standar umum kedua dari Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN) yang menyatakan bahwa dalam semua hal yang
berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa
harus bebas dalam sikap mental dan penamplan dari gangguann pribadi, ekstern
dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya, dengan ini seorang
auditor pemerintah bertanggung jawab untuk mempertahankan independensinya
sehingga simpulan, pertimbangan dan rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang
dilaksanakan tidak memihak dan juga dipandang tidak memihak oleh pihak
manapun.
Menurut standar audit APIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Pemerintah Nomor PER/05/M.PAN/03/200 tanggal 31
Maret 2008, APIP harus independen dan objektif agar kinerjanya lebih baik lagi,
dan standar ini merupakan acuan bagi seluruh anggota APIP dalam melaksanakan
audit. Independensi berarti sikap dimana seorang auditor tidak memiliki
diwajibkan tidak hanya jujur kepada pemerintah tetapi juga kepada lembaga
perwakilan dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan auditor
pemerintah.
Independensi merupakan suatu sikap mental yang bebas dari pengaruh,
tidak dikendalikan pihak lain, tidak bergantung pada orang lain termasuk didalam
merumuskan dan menyatakan pendapat (Mulyadi, 2002). Tanpa independensi
pemeriksaan tidak akan dapat diwujudkan secara optimal dan nilainya juga akan
berkurang. Independensi terdiri dari tiga komponen (Pusdiklatwas BPKP, 2007)
yaitu:
1. Independensi dalam program audit
Merupakan kebebasan auditor dari pengaruh dan kendali pihak lain
termasuk dari auditee dalam penentuan sasaran dan ruang lingkup
pengujiannya termasuk juga dalam hal penerapan prosedur audit dan
pemilihan teknik audit yang hendak digunakan.
2. Independensi dalam verifikasi
Merupakan kebebasan auditor dalam melakukan aktivitas pembuktian
yang diperlukannya termasuk dalam hal akses terhadap semua sumber data
atau informasi yang diperlukan.
3. Independensi dalam pelaporan.
Merupakan kebebasan dalam mengemukakan fakta yang telah diuji atau
penetapan judgement beserta kesimpulannya serta dalam menyampaikan
opini dan rekomendasi. Independensi dapat dilihat dari dua sudut pandang
yaitu independensi dalam fakta (independence infact) merupakan
seluruh rangkaian kegiatan audit, mulai dari tahap perencanaan sampai
tahap pelaporan sedangkan independensi dalam penampilan (independence
in appearance) merupakan independensi yang ditinjau menurut citra
berdasarkan pandangan public.
Berdasarkan uraian mengenai independensi auditor, dapat disimpulkan
bahwa independensi auditor pemerintah adalah sikap seorang auditor pemerintah
yang bebas dari pengaruh pihak lain, memiliki sikap yang tidak memihak dalam
melaksanakan tugasnya dan merupakan hal yang penting yang harus dimliki oleh
seorang auditor pemerintah.
2.1.6. Motivasi
Menurut Mangkunegara (2009) motivasi adalah kondisi yang
menggerakan pegawai agar mencapai tujuan dari motifnya. Motivasi adalah
tuntutan atau dorongan terhadap pemenuhan kebutuhan individu dan tuntutan atau
dorongan yang berasal dari lingkungan kemudian diimplementasikan dalam
bentuk perilaku. Motivasi adalah dorongan mental terhadap perorangan atau
orang-orang sebagai anggota kelompok dalam menanggapi suatu peristiwa dalam
masyarakat (Tampubolon, 2004).
Tujuan pemberian motivasi menurut Hasibuan (1996) antara lain
mendorong gairah dan kerja karyawan, meningkatkan moral dan kepuasan kerja
karyawan, mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan,
meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan,
partisipasi dan kesejahteraan karyawan, meningkatkan rasa tanggung jawab
terhadap tugas, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan efisiensi.
Beberapa teori mengenai motivasi, antara lain :
1. Teori Hierarki Kebutuhan
Dikemukakan oleh Abraham Maslow, dimana teori ini berpendapat bahwa
kebutuhan dapat disusun dalam bentuk hierarki dimulai dari kebutuhan
fisiologis atau kebutuhan dasar misalnya kebutuhan untuk makan, minum
dan mendapatkan tempat tinggal, kebutuhan keselamatan dan keamanan
kebutuhan sosial kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri.
Ketika satu jenjang kebutuhan telah terpenuhi maka secara otomatis akan
lahir kebutuhan lainnya yang sifatnya setingkat diatasnya jika mengacu
kepada diagram kebutuhan Maslow. Diantara masing-masing karyawan
posisi jenjang kebutuhan Maslow dapat berbeda-beda dan memungkinkan
banyak variasi mengenai posisi karyawan di dalam hierarki namun pada
akhirnya setiap manusia akan sampai pada aktualisasi dirinya.
Gambar 2.3
Diagram Hierarki Kebutuhan Maslow Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan
2. Teori ERG
Teori ini dikemukakan oleh Clayton Aldefer yang menyatakan ada tiga
kelompok kebutuhan diri yaitu :
a. Eksistensi, yaitu kebutuhan yang dipuaskan oleh factor-faktor materiil.
b. Hubungan, yaitu hasrat untuk memelihara hubungan pribadi dan sosial.
c. Pertumbuhan, yaitu hasrat terhadap perkembangan pribadi.
3. Teori dua faktor
Dikemukakan oleh Frederick Herzberg yang menyatakan bahwa sikap
seseorang terhadap pekerjaannya akan metentukan dari kesuksesan atau
kegagalan dari orang tersebut. Kepuasan kerja ditentukan oleh dua faktor
yaitu faktor intristik dan faktor ekstrisntik, motivasi seorang karyawan
dapat ditingkatkan dengan menekan faktor ekstrinstiknya.
4. Teori Tiga Kebutuhan
Dikemukakan oleh David McCleland yang menyatakan bahwa setiap orang
memiliki tiga kebutuhan utama yaitu need of achievent, need for power dan
need for affiliation.
5. Teori Keadilan
Dikemukakan oleh Stacy Adams yang berpendapat bahwa setiap karyawan
akan berusaha membandingkan usahanya dengan imbalan yang mereka
pada prilakunya yang pada gilirannya menetukan motivasinya terutama
yang bersifat intristik.
6. Teori Harapan
Dikembangkan oleh Victor Vroom yang mengasumsikan bahwa tingkat
motivasi seseorang untuk mengerjakan tugasnya bergantung pada keyakinan
seseorang akan reward (imbalan) yang akan diperolehnya setelah
menyelesaikan tugas tersebut.
Teori harapan berfokus pada tiga hubungan yaitu:
(1). Hubungan usaha dengan kinerja
(2). Hubungan kinerja dengan imbalan
(3). Hubungan imbalan dengan tujuan pribadi
Kunci teori harapan ialah pemahaman tujuan individual dan kaitan
antara usaha dan prestasi kerja, antar prestasi kerja dan imbalan serta antara
imbalan dan pencapaian tujuan. Teori ini menekankan tidak ada prinsip
yang bersifat universal untuk menjelaskan motivasi seseorang. Pemberian
rangsangan motivasi kepada bawahan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Motivasi tidak langsung
Merupakan kegiatan manajemen yang secara implisit mengarahkan kepada
upaya untuk memenuhi motivasi internal serta kepuasan individu dalam
organisasi.
b. Motivasi langsung
Merupakan pengaruh kemauan karyawan yang secara langsung atau
sengaja diarahkan kepada internal motif karyawan dengan jelas
c. Motivasi negatif
Merupakan kegiatan yang disertai ancaman dan hukuman kepada
karyawan yang harus mau untuk melaksanakan tugas yang diperintahkan.
d. Motivasi positif
Merupakan kegiatan dalam usaha mempengaruhi orang lain dengan
memberikan penambahan kepuasan tertentu misalnya meberikan promosi
insentif dan kondisi kerja yang lebih baik dan sebagainya.
Motivasi akan menyebabkan seseorang berperilaku tertentu untuk
mencapai tujuan dalam kaitannya dengan kinerja apabila seseorang dengan
dorongan untuk berkinerja adalah tinggi maka kinerja yang akan dicapainya
adalah tinggi juga, dan dorongan untuk berkinerja tinggi disebabkan keinginan
seseorang untuk memenuhi kebutuhannya.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja APIP. Beberapa hasil penelitian terdahulu adalah:
Arumsari (2014) dengan judul Pengaruh Profesionalisme Auditor,
Independensi Auditor, Etika Profesi, Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan
terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Bali. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel Profesionalisme Auditor, Independensi Auditor,
Etika Profesi, Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif
terhadap kinerja auditor. Penelitian ini menggunakan Metode Regresi Linear
Trisnaningsih (2007) dengan judul penelitian Independensi Auditor dan
Komitmen Organisasi sebagai Mediasi Pengaruh Pemahaman Good Governance,
Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Auditor. Hasil
penelitian menyatakan bahwa Pemahaman good governance dan budaya
organisasi tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor, gaya
kepemimpinan dan independensi dan komitmen organisasi berpengaruh
signifikan terhadap kinerja auditor. Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Uji Model Structural Equation Modelling (SEM).
Penelitian oleh Dalmy (2009) dengan judul Pengaruh SDM, Komitmen,
Motivasi terhadap Kinerja Auditor dan Reward sebagai Variabel Moderating pada
Inspektorat Propinsi Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor namun tidak ditemukan pengaruh
interaksi reward terhadap hubungan antara SDM, komitmen, dan motivasi dengan
kinerja auditor. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah
regresi linear berganda
Penelitian oleh Albar (2009) dengan judul Pengaruh Tingkat Pendidikan,
Pendidikan Berkelanjutan, Komitmen Organisasi, Sistem Reward, Pengalaman
dan Motivasi terhadap Kinerja Auditor Inspektorat Provinsi Sumatera Utara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan,
komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman dan motivasi berpengaruh
secara simultan terhadap kinerja auditor inspektorat namun secara parsial hanya
variabel sistem reward dan motivasi yang berpengaruh terhadap kinerja auditor.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah regresi linear
Wati dkk (2010) dengan judul Pengaruh Independensi, Gaya
Kepemimpinan, Komitmen Organisasi dan Pemahaman Good Governance
terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (Studi pada Auditor Pemerintah di BPKP
Perwakilan Bengkulu). Hasil penelitian menyebutkan bahwa Independensi, Gaya
Kepemimpinan, Komitmen Organisasi dan Pemahaman Good Governance
berpengaruh terhadap kinerja auditor pemerintah. Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian adalah regresi linear berganda
Atfa (2010) dengan judul Pengaruh Etika Profesi, Independensi dan
Pemahaman Sistem Informasi Akuntansi terhadap Kinerja Auditor pada BPK
Perwakilan DKI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Etika Profesi,
Independensi dan Pemahaman Sistem Informasi Akuntansi berpengaruh terhadap
Kinerja Auditor. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah
regresi linear berganda.
Wulandari, dkk (2011) dengan judul Pengaruh Kompetensi, Independensi,
dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Auditor pada BPKP Perwakilan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi
dan independensi secara bersama-sama berpengaruh signifikan dan secara parsial
terhadap kinerja Auditor. Affective commitment dan normative commitment
berpengaruh secara parsial terhadap kinerja auditor, sedangkan continuance
commitment tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor BPKP Perwakilan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian
adalah regresi linear berganda.
Gustati (2011) dengan judul Hubungan Antara Komponen Standar Umum
Organisasi dengan Kinerja Auditor BPKP (Studi Pada Auditor Perwakilan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Sumatera Barat). Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa hubungan antara komponen standar umum
APIP, motivasi dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja
auditor BPKP Provinsi Sumatera Barat. Metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian adalah korelasi sederhana (bivarate correlation).
Sujana (2012) dengan judul penelitian Pengaruh kompetensi, motivasi,
kesesuaian peran dan komitmen organisasi terhadap kinerja auditor internal
Inspektorat Pemerintah Kabupaten (Studi pada kantor Inspektorat Kabupaten
Bandung dan Buleleng). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kompetensi,
motivasi, kesesuaian peran dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan
terhadap kinerja auditor internal Inspektorat Pemerintah Kabupaten. Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Model Structural
Equation Modelling (SEM).
Ariani, dkk (2015) dengan judul Pengaruh Integritas, Objektifitas,
Kerahasiaan, dan Kompetensi pada Kinerja Auditor Inspektorat Kota Denpasar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa integritas, objektifitas, kerahasiaan, dan
kompetensi berpengaruh signifikan dan positif pada kinerja auditor Inspektorat
Kota Denpasar. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah
regresi linear berganda.
Tabel 2.1
Review Penelitian Terdahulu
No. Nama
Peneliti/Tahun Judul Penelitian Penelitian Variable Hasil Penelitian
1. Arumsari
No. Nama
Peneliti/Tahun Judul Penelitian Penelitian Variable Hasil Penelitian
3. Budaya
No. Nama
Peneliti/Tahun Judul Penelitian Penelitian Variable Hasil Penelitian
No. Nama
Peneliti/Tahun Judul Penelitian Penelitian Variable Hasil Penelitian
6. Atfa
(2010) Pengaruh Profesi Etika Independensi dan kinerja auditor pada BPKP Perwakilan commitment tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor.
8. Gustati
9. Sujana
(2012) Pengaruh kompetensi,