• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user commit to user

72 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV terdiri atas dua bagian utama. Bagian pertama akan memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Pada bagian ini akan peneliti akan menyajikan ataupun memaparkan tentang berbagai istilah budaya yang ada dalam dubing film Jesus versi bahasa Batak Toba, teknik penerjemahan yang diterapkan untuk menerjemahkan istilah budaya tersebut, serta kaitan teknik tersebut terhadap kualitas terjemahannya. Untuk bagian kedua penelitia akan membahas hasil temuan tersebut secara lebih mendalam. Bagian kedua ini terdiri dari pembahasan tentang klasifikasi istilah budaya yang ada dalam film Jesus, teknik penerjemahan yang diterapkan, serta dampak teknik tersebut terhadap kualitas terjemahan istilah-istilah budaya tersebut dalam bahasa Batak Toba.

A. HASIL PENELITIAN

1. Istilah-Istilah Budaya Film Jesus

Dari film Jesus yang dikaji, peneliti menemukan 113 istilah budaya. Semua istilah budaya tersebut terbagi ke dalam 6 domain. Istilah budaya beserta frekuensinya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1: Frekuensi Istilah Budaya dalam Film Jesus

Domain Kategori Jumlah %

Ekologi (7) Hewan 1 0,8 Tumbuhan 3 2,7 Angin Pegunungan 1 0,8 Dataran 2 1,7 Musim Budaya Materi (30)

Makanan dan minuman 5 4,4

Pakaian 4 3,5

Perlengkapan dan peralatan hidup dan teknologi

7 6,2

Hunian dan perkotaan 14 12,4

Transportasi

(2)

commit to user commit to user

73 (10) Aktifitas di waktu luang Organisasi, adat-istiadat, prosedur, aktifitas, konsep (39) Sosial politik 8 7,0 Istilah-istilah sejarah 1 0,8 Istilah-istilah internasional Istilah-istilah keagamaan 24 21,0 Istilah-istilah seni Sistem kekerabatan 6 5,3 Gestur dan Kebiasaan (6) Gesture 6 5,3 Habits Bahasa (21) Sapaan 10 8,8 Kata seru 2 1,7 Sebutan 9 8,0 Total 113 100

Dari tabel di atas kita dapat melihat bahwa istilah-istilah budaya yang ada dibagi ke dalam 6 domain; 1) ekologi, 2) budaya materi, 3) budaya sosial, 4) organisasi, tradisi, prosedu, konsep, 5) gerak tubuh dan kebiasaan, 6) serta bahasa. Dari enam domain tersebut, domain organisasi, tradisi, prosedur dan konsep merupakan domain dengan data terbanyak yaitu 39 data. Domain ini terdiri dari 6 kategori dan dari 6 kategori tersebut, kategori istilah keagamaan merupakan kategori yang terbanyak yang ditemukan dalam domain ini. ada 24 atau 21,1% data yang masuk kategori istilah keagamaan. Hal ini tidak hanya membuat kategori istilah keagamaan sebagai kategori terbanyak dalam domain tersebut, tetapi sekaligus juga dalam kategori secara keseluruhan. Hal ini dapat dimaklumi karena film ini merupakan film yang bertemakan keagamaan (Kristen). Setelah kategori istilah keagamaan, kategori selanjutnya adalah kategori sosial politik sebanyak 8 data, sistem kekerabatan sebanyak 6 data dan istilah sejarah sebanyak 1 data. 2 kategori lainnya dari domain ini, yaitu istilah seni dan istilah internasional, tidak ditemukan dalam film ini.

Domain budaya materi merupakan domain dengan data terbanyak kedua, yaitu 30 data atau 26,3% dari keseluruhan data. Domain ini terdiri dari 5 kategori. Data terbanyak pada domain ini ditempati oleh kategori hunian atau perkotaan, yaitu 12 data. Selanjutnya terdapat kategori perlengkapan dan peralatan hidup dan teknologi sebanyak 7 data lalu kategori pakaian dan makanan/minuman yang masing-masing sebanyak 4 data. Sementara itu kategori transportasi tidak ditemukan dalam film ini.

Domain bahasa, dengan jumlah data sebanyak 21 (19,3%), merupakan domain dengan data terbanyak ketiga. Domain ini meliputi 3 kategori, yaitu sapaan, kata seru,

(3)

commit to user commit to user

74

dan sebutan terhadap seseorang atau sesuatu. Kategori sebutan untuk seseorang atau sesuatu berjumlah 11 data, sapaan sebanyak 9 data dan kata seru 2 data.

Domain selanjutnya adalah domain ekologi dengan data 7 buah (6,2%). Domain ini terdiri dari 5 kategori. Pada film ini kategori tumbuhan merupakan kategori dengan data terbanyak, yaitu 3 data kemudian kategori dataran 2 data, dan terakhir kategori pegunungan dan hewan masing-masing 1 data. Sedangkan kategori angin dan musim tidak ditemukan dalam film ini.

Domain selanjutnya adalah domain budaya sosial yang meliputi kategori pekerjaan dan aktifitas diwaktu luang. Dari 9 (8,3%) data yang ada dalam domain ini, semuanya masuk hanya ke dalam kategori pekerjaan.

Domain terakhir adalah domain gerak tubuh/isyarat dan kebiasaan. Dari 6 data yang ada, semuanya masuk ke dalam kategori gerak tubuh atau isyarat.

Berikut akan dipaparkan contoh masing-masing kategori yang ada dalam keenam domain data di atas:

a. Ekologi

Kategori ekologi berkaitan dengan lingkungan alam di mana suatu masyarakat tinggal. Kategori ini dapat meliputi flora, fauna, angin, pegunungan, dataran, maupun musim. Dalam penelitian ini, kategori yang ditemukan hanya flora atau tumbuhan, fauna atau hewan, pegunungan dan dataran. Semua data yang masuk kategori ini merupakan ciri khas yang terdapat dalam film Jesus yang dibawakan dalam bahasa Inggris.

1) Hewan

Kategori ini merujuk pada hewan ataupun binatang. Contoh:

Bsu: “How hard it is for a rich person to enter the Kingdom of God than for a

camel to pass through the eye of a needle”.

Bsa: “Gumabur do boluson ni gaja pinggol ni jarum, unang halak no mora bongot tu bagasan ni harajaon ni Debata!”

(Data 080) Istilah budaya ekologi kategori hewan yang terdapat pada contoh di atas adalah „camel‟. Hewan „camel‟ atau „unta‟ tidak terdapat dalam masyarakat Batak Toba. Hal ini dapat dimaklumi karena secara geografis masyarakat Batak Toba bukanlah

(4)

commit to user commit to user

75

masyarakat gurun pasir. Pada kalimat Bsa-nya, „camel‟ atau „unta‟ diterjemahkan dengan hewan lain „gaja‟ atau „gajah‟. Hewan „gaja‟ dinilai memberikan gambaran yang cukup tentang ukuran „camel‟ yang ada pada Bsu.

2) Tumbuhan

Tumbuhan merujuk pada jenis flora yang terdapat dalam masyarakat Bsu. Sebagai contoh:

Bsu: “If you have faith as big as mustard seed, you could say to this mulberry tree…”

Bsa: “Molo adong haporseaon hamuna nasa batu si arum, tardok do tu hau galagalaan…”

(Data 072) Pada contoh di atas, „mustard‟ merupakan tanaman sesawi, baik yang daunnya hitam, putih, maupun coklat. mustard seed atau benihnya sendiri sering diolah menjadi rempah atau penyedap rasa dalam masakan boga khas Eropa. Pada kalimat Bsa-nya, „mustard‟ diterjemahkan ke dalam „si arum‟ atau „sejenis sesawi yang daunnya berwarna violet‟.

3) Pegunungan

Pegunungan merujuk pada suatu wilayah atau kawasan geografi yang berbukit-bukit dan tinggi.

Bsu: (hanya tayangan visual – tampak Yesus berkumpul bersama para muridNya di bukit Zaitun untuk berdoa)

Bsa: Ditinggalhon Jesus ma Jerusalem lao martangiang tu dolok Jetun.

Data 098 Istilah ekologi pegunungan pada film Jesus tidak muncul pada film aslinya. Pada film asli atau film yang berbahasa Inggris hanya tampak tayangan visual yang memperlihatkan Yesus berkumpul bersama para muridNya di bukit Zaitun lalu berdoa sendiri. Dolok Jetun atau Bukit Zaitun yang hanya muncul dalam bentuk visual ini dinarasikan dalam film Jesus versi dubbing bahasa Batak Toba.

(5)

commit to user commit to user

76 4) Dataran

Dataran merujuk pada kawasan darat yang datar dan luas. Pada film ini dapat dilihat contohnya sebagai berikut:

Bsu: The words of God come to John in the desert. Bsa: Roma hata ni Debata tu si Johannes di halongonan.

(Data 022) „desert‟ merupakan istilah budaya kategori ekologi yang merujuk pada „gurun pasir‟. Dari segi geografis, masyarakat Batak Toba sebenarnya tidak mengenal istilah „gurun pasir‟. Untuk itu kata „desert‟ diterjemahkan ke dalam „halongonan‟. Dalam BBT „halongonan‟ memiliki arti yang kurang lebih sama dengan „desert‟, yaitu „suatu dataran yang luas namun sunyi‟.

b. Budaya Materi

Budaya materi secara umum merujuk pada benda-benda yang dapat dilihat, dipegang, digunakan dan dirasakan. Data yang masuk ke dalam domain ini sebanyak 29 buah. Dari 30 data tersebut hanya empat kategori yang ditemukan, yaitu makanan dan minuman, pakaian, perlengkapan dan peralatan hidup dan teknologi, serta hunian dan perkotaan. Sedangkan kategori transportasi tidak ditemukan dalam penelitian ini.

1) Makanan dan minuman

Makanan minuman merujuk pada semua panganan, lauk-pauk, kue, minuman yang terdapat dalam masyarakat Bsu.

Bsu: Now, the Festival of unleavened bread which is called the Passover.

Bsa: Dung I jumpama ari na so mangan roti na so niasoman di tingki Ari Paskah. (Data 092) Bsu: “We only have five loaves and two fish”.

Bsa: “Holan lima roti dohot dua dengke do na adong”.

(Data 066) Pada kedua contoh di atas, istilah makanan „unleavened bread‟ dalam bahasa Indonesia berarti „roti tanpa ragi‟. Dalam tradisi masyarakat Yahudi terdapat perayaan roti tak beragi yang dirayakan tujuh hari setelah paskah. Selama tujuh hari ini, mereka memanggang roti tanpa menggunakan ragi. „roti tak beragi‟ ini diterjemahkan ke dalam BBT dengan „roti na so niasoman‟ atau „roti tanpa asam‟. Selanjutnya „loaf‟ atau

(6)

commit to user commit to user

77

„loaves‟ merupakan salah satu jenis roti yang dibuat dari beberapa roti kemudian dijadikan satu. oleh karena itu panjang maupun lebar „loaf‟ jauh lebih besar disbanding roti biasa. Dalam kalimat Bsa-nya „loaf‟ diterjemahkan menjadi „roti‟.

2) Pakaian

Pakaian merujuk pada barang-barang yang dipakai untuk menutup bagian tubuh. Adapun contohnya sebagai berikut:

Bsu: “When I sent you without a bag or purse or shoes, did you lack

anything?”…”Whoever has no sword must sell her mantle and buy one” Bsa: “Uju hu suru hamu so marhajut marsipatu, dung do hamu hahurangan?... na

so peok i, digadis ma mandarna manuhor podang.”

(data 096) Bsu: “If someone takes your cloaks, let him have your shirt as well”

Bsa: “Anggo dibuat ulosmu, unang jua nang bajubajum”.

(Data 045) Pada data contoh di atas, „mantle‟ merupakan jubah longgar tanpa lengan. „mantle‟ ini sering dan mudah ditemukan dalam masyarakat Bsu. mantle‟ diterjemahkan ke dalam „mandar‟ atau „sarung‟. „sarung‟ sendiri merupakan salah satu jenis kain, tanpa lengan. Kain ini dijahit pada kedua ujungnya hingga berbentuk tabung atau melingkar. Pada contoh terakhir, „cloaks‟ merupakan sejenis pakaian yang berbentuk jas, tanpa lengan, memanjang dari pundak hingga kaki, serta memiliki kancing (untuk diperketat) pada leher. Pada kalimat Bsa, „cloaks‟ diterjemahkan dengan „ulos‟. „ulos‟ sendiri dalam masyarakat BBT merupakan kain yang dikenakan di atas dan di bawah tubuh. Baik „cloaks‟ maupun „ulos‟ sama-sama merupakan jenis pakaian yang sering digunakan pada masa lampau.

3) Hunian ataupun perkotaan

Pada kategori ini hunian merujuk pada bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal, baik manusia maupun hewan, baik yang hidup maupun yang tidak. Sedangkan perkotaan merujuk pada suatu kawasan yang terdiri dari sekumpulan tempat kerja, tempat tinggal, dsb suatu masyarakat. Contoh kategori ini adalah:

(7)

commit to user commit to user

78

Bsa: Holan sada bara ni pinahan do na dapot nasida.

(Data 010) Bsu: Very early on the Sunday morning, they came to the tomb…

Bsa: Di ari parjolo dung ari sabat, ro ma boruboru tu tanoman i…

(Data 108) Pada contoh pertama di ats, „humble stable‟ merupakan kandang kuda sederhana. Dalam kalimat Bsa, „humble stable‟ diterjemahkan menjadi „bara ni pinahan‟ atau „kandang ternak‟ atau „kandang babi‟. Perbedaan yang dapat dilihat dari kandang dalam masyarakat Bsu dan Bsa adalah: pada masyarakat Bsu, kandang terpisah letaknya dari rumah, sementara itu pada masyarakat Bsa kandang hewan biasanya terletak di bawah (kolong) rumah.

Untuk contoh kedua, baik „tomb‟ maupun „tanoman‟ sama-sama berarti „kuburan‟. Yang menjadi pembeda kedua istilah tersebut, yaitu: dalam masyarakat Bsu kuburan berbentuk ruangan yang menyatu dengan, misalnya, gunung. Kuburan ini memiliki pintu batu dan lumayan luas. Jasad yang dibungkus dengan kain kafan dibaringkan di atas batu datar yang menyerupai tempat tidur. Sedangkan masyarakat Batak Toba mengenal dua jenis kuburan. Kuburan pertama merupakan kuburan individu. Kuburan ini sama dengan kuburan pada umumnya. Kuburan jenis kedua merupakan kuburan yang bangunannya terdiri dari (rata-rata) 2 tingkat dimana pada tingkat 1 ataupun 2 hanya diperuntukkan bagi tulang-belulang ataupun kerangka dari suatu keluarga besar. Sementara itu pada lantai dasarnya, merupakan tempat bagi mereka yang mati utuh dengan jasadnya.

4) Peralatan hidup dan teknologi

Peralatan hidup dan teknologi mencakup alat ataupun perlengkapan yang digunakan untuk memproduksi, memakai, maupun memelihara, baik yang tradisional maupun yang modern. Bisa dikatakan bahwa peralatan hidup dan teknologi paling mudah diamati melalui perlengkapan rumah tangga. Contoh:

Bsu: “No one lights a lamp and covers it…”

Bsa: “Ndang dipagalak palito gabe dihungkuphon…”

(8)

commit to user commit to user

79

Bsu: The blinds of the temple was torn right down in the middle. Bsa: Jadi maribak ma hirehire na di bagas joro i gabe bola dua.

(Data 103) Pada contoh pertama, baik „lamp‟ maupun „palito‟ sama-sama merujuk pada alat penerangan yang digunakan oleh kedua masyrakat. Yang menjadi pembeda adalah, alat penerangan pada masyarakat Bsu (seperti terlihat dalam film) berbentuk seperti obor dan biasanya ditancapkan didinding rumah yang dibangun dengan batu. Sedangkan pada masyarakat Batak, alat penerangan dulunya berupa lampu semprong atau teplok, yaitu lampu dengan minyak tanah sebagai bahan bakarnya.

Pada contoh kedua, baik „blind‟ maupun „hirehire‟ merujuk pada tirai yang digunakan untuk menutup jendela atau lainnya. Yang menjadi pembeda adalah, pada masyarakat Bsu, tirai tersebut terbuat dari kain, sementara itu pada masyarakat Batak Toba tirai pada awalnya terbuat dari tikar.

c. Budaya Sosial

Budaya sosial terdiri dari pekerjaan dan aktifitas di waktu luang. Pada penelitian ini terdapat 10 data yang masuk ke dalam domain budaya sosial dan 10 data tersebut semuanya merujuk pada kategori pekerjaan. Dengan demikian tidak ditemukan data yang termasuk ke dalam kategori aktifitas di waktu luang. Adapun contoh budaya sosial kategori pekerjaan sebagai berikut:

Bsu: There were shepherds in the part of the country who taking care of their sheep at the night.

Bsa: Jadi adong ma marborngin diladang na disi angka parmahan mangingani pinahan nasida.

(Data 011) Bsu: …the next day he gave the innkeeper two silver coins..

Bsa: … Torang ni arina i dirungkari ma dua hepeng perak, dilehon ma i tu

nampuna bagas i…

(data 080) Pada contoh pertama, istilah pekerjaan „sheperds‟ merujuk pada pengembala domba. Pada Bsa-nya, „sheperd‟ diterjemahkan ke dalam „parmahan‟ atau yang berarti pengembala ternak secara umum. Sementara itu, pada contoh kedua istilah pekerjaan

(9)

commit to user commit to user

80

„the innkeeper‟ merujuk pada „petugas atau penjaga penginapan‟. „innkeeper‟ itu sendiri diterjemahkan ke dalam „nampuna bagas‟ yang artinya „pemilik penginapan‟.

d. Organisasi, tradisi, aktifitas, prosedur dan konsep

Domain ini menyangkut organisasi, tradisi atau adat istiadat, aktifitas, prosedur dan konsep yang berhubungan dengan sosial politik, istilah sejarah, istilah internasional, istilah keagamaan, istilah seni, maupun sistem kekerabatan yang ada pada masyarakat Bsu. Data yang ada dalam domain ini berjumlah 39 (34,2%) dengan kategori istilah keagamaan yang terbanyak (24 data). Setelah itu terdapat kategori sosial politik sebanyak 8 data, sistem kekerabatan 6 data dan istilah sejarah 1 data. Adapun kategori istilah internasional dan istilah seni tidak ditemukan dalam penelitian ini.

1) Sosial politik

Kategori sosial politik merujuk pada segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem dan administrasi sosial politik suatu negara ataupun masyarakat tertentu. Contoh data sebagai berikut:

Bsu: “There two men who owed money to a moneylender. One owed 500 silver

coins and the other 50.”

Bsa: “Dua do parsingiran ni sada halak si paanakkon hepeng. Utang ni na sada lima ratus rupia, limapulu di na sada nari.”

(data 047) Pada contoh di atas, „silver coins‟ merupakan satuan mata uang yang digunakan pada masyarakat Bsu. Istilah satuan mata uang ini kemudian diterjemahkan dengan istilah satuan mata uang yang digunakan oleh masyarakat Batak Toba (Indonesia), yaitu „rupia‟.

2) Istilah-istilah sejarah

Istilah sejarah merujuk pada peristiwa – peristiwa yang berhubungan dengan masa lampau.

Bsu: And they took him before the Pontius Pilate....along responsible for the

crucifixion for a thousand…

Bsa: Diboan ma ibana tu jolo ni si Pilatus…na dung parsilanghon 1000 halak… (data 101)

(10)

commit to user commit to user

81

„crucifixion‟ yang diterjemahkan kedalam „parsilanghon‟ merupakan istilah sejarah. Sebelum atau di masa hidup Yesus, Crucifixion‟ atau „penyaliban‟ merupakan salah satu bentuk penghukuman yang diberlakukan kepada para budak, penjahat, maupun warga biasa yang dianggap bersalah (http://www.bible.ca/d-history-archeology-crucifixion-cross.htm). Catatan sejarah menyatakan bahwa penyaliban sudah dilakukan sejak tahun 519 SM. Penyaliban dulunya tidak berhubungan dengan ritual ataupun simbol tertentu. Adapun tujuan utama penyaliban tersebut adalah memberikan rasa sakit yang tak terhingga kepada mereka yang dihukum. Pada zaman kerajaan Roma mereka yang terkena hukuman ini diperintahkan membawa kayu salib ke puncak gunung. Sesampainya di sana, mereka kemudian dieksekusi dengan cara disalibkan (http://www.thenazareneway.com/details_history_of_crucifixion.htm).

3) Istilah keagamaan

Istilah keagamaan merujuk pada istilah-istilah yang berhubungan dengan suatu agama. Dalam film ini sangat banyak ditemui istilah-istilah yang berhubungan dengan Kristen.

Bsu: When the angel of God appeared to them and the glory of God shine upon them.

Bsa: Di dapot hon sada surusuruan ma nasida jala marsinondang ma sangap ni Tuhan i humaliang ni nasida.

(data 006) Bsu: When Jesus was twelve year old, Josep and Mary went to Jerusalem for the

Passover Feast.

Bsa: Dung marumur Ibana sampulu dua taon, diboan si Josep dohot si Maria ibana tu Jerusalem songon na somal tu Pesta Paska.

(Data 017) Pada contoh pertama „angel of God‟ merupakan „maklhuk rohani yang taat pada ketentuan dan perintah Allah‟. „angel of God‟, yang diterjemahkan menjadi „surusuruan‟, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah „malaikat‟. Pada contoh kedua, „Passover Feast‟ merupakan istilah agama yang merujuk pada „perayaan paskah‟. Perayaan ini dilakukan untuk mengenang pembebasan rakyat Israel dari perbudakan Mesir. Perayaan ini ditandai dengan menorehkan darah anak domba pada

(11)

commit to user commit to user

82

pintu rumah. Dan sesuai dengan yang tertulis di Alkitab, Allah akan melewati dan menyelamatkan mereka yang tinggal di dalam rumah tersebut.

4) Sistem kekerabatan

Sistem kekerabatan secara umum merujuk kepada hubungan darah secara biologis. Bsu: Simon whom is also named Peter, Andrew his brother.

Bsa: Si Simon na sigoaranna si Petrus, dohot si Andreas donganna saama.

(data 045) Istilah kekerabatan pada data 045 „brother‟ adalah saudara laki-laki kandung. Dalam kalimat Bsa-nya, „brother‟ diterjemahkan ke dalam „donganna saama‟ yang dalam bahasa Indonesia berarti „saudara/teman satu ayah‟.

e. Gestur/Gerak tubuh dan kebiasaan

Gerak tubuh merujuk pada gerakan tubuh yang ada. Untuk domain gerak tubuh dan kebiasaan, semua data yang ada termasuk gerak tubuh. Tidak ada data yang masuk ke dalam kategori kebiasaan. Sama Adapun data yang ditemukan sebanyak 6 buah. Berikut contoh gerak tubuh yang ada pada film tersebut.

Bsu: “She washed my feet with her tears and wipe them with her hair.” Bsa: “Anggo ibana iluilu ni matana do dibaen mamurion pathu jala diapusi

dohot obutna.”

(data 049, 050) Pada contoh di atas, terjadi ketika seorang pelacur mendatangi Yesus yang sedang bersantap bersama para muridnya. Pelacur tersebut langsung sujud di hadapan kaki Yesus. Sambil menangis dia membersihkan kaki Yesus dengan air mata dan rambutnya. „washed my feet with her tears‟ diterjemahkan menjadi „iluilu ni matana do dibaen mamurion pathu‟. Sedangkan „wipe them with her hair‟ diterjemahkan menjadi „diapusi dohot obutna‟.

f. Bahasa

Domain bahasa berkaitan dengan kosa kata yang menjadi ciri khas suatu budaya. Aspek bahasa meliputi sapaan, kata seru dan sebutan untuk seseorang atau sesuatu.

(12)

commit to user commit to user

83

Dalam penelitian ini terdapat 22 (18,8%) data yang berhubungan dengan bahasa; sapaan sebanyak 9 data, kata seru sebanyak 2 data, dan sebutan sebanyak 11 data.

1) Sapaan

Sapaan merujuk pada kata ataupun frasa yang digunakan untuk menyapa. Selain dengan kata sapaan, seseorang bisa saja menyapa yang lainnya dengan menggunakan nama, jenis kelamin, status sosial, pekerjaan, dan sebagainya.

Bsu: “Hello…” Bsa: “Horas…”

(Data 033) Bsu: “Woman, you are free from your sickness”

Bsa: “Inang, nunga malum be sahitmi”

(data 074) Pada contoh pertama, istilah sapaan „hello‟ dalam masyarakat Bsa biasa digunakan untuk menyapa, termasuk saat bertemu dengan seseorang. Dalam Bsa-nya, kata „hello‟ diterjemahkan dengan kata dengan fungsi yang sama, yaitu „horas‟. Sementara itu, pada data kedua, istilah sapaan „woman‟ digunakan untuk menyapa seorang wanita tua yang sudah disembuhkan penyakitnya oleh Yesus. Dalam Bsa-nya istilah tersebut digantikan dengan „inang‟.

2) Kata seru

Kata seru atau exclamation biasanya digunakan untuk menarik perhatian seseorang ataupun memperlihatkan ketertarikan kita terhadap seseorang. Data

Bsu: “Hey… come back! Stop! Stop!” Bsa: “Hei… mulak! Mulak! Mulak!”

(data 063) Kata seru „hey‟ pada data 064 digunakan untuk menarik perhatian seseorang. Kata seru ini sendiri muncul saat seorang peternak babi berteriak kepada babi-babi peliharaannya yang melarikan diri setelah Yesus memindahkan roh setan yang merasuki seorang pria ke babi tersebut. Pada Bsa-nya, kata seru tersebut diterjemahkan menjadi „hei‟.

(13)

commit to user commit to user

84 3) Sebutan

Kategori sebutan merujuk pada istilah yang digunakan untuk menyebut sesuatu atau seseorang. Berikut contohnya:

Bsu: “One was a Pharisee, the other a tax collector” Bsa: “Halak Parise do sada, si jalo beo do nasada nai”

(Data 037) Pada film ini terdapat istilah sebutan „pharisee‟ ataupun „halak parise‟. Contohnya seperti pada data 039. „Pharisee‟ atau yang dalam bahasa Indonesianya disebut „orang Farisi‟ tidak sekedar merujuk pada orang Farisi namun juga sifat mereka. Orang Farisi dikenal sebagai kelompok yang serius dalam bidang agama secara teori. Secara praktik mereka berat sebelah bahkan bertolak belakang. Mereka sering berdoa dengan suara yang keras dan memandang rendah orang di luar kelompoknya.

2. TEKNIK PENERJEMAHAN

Pada bagian ini akan dipaparkan secara rinci mengenai teknik penerjemahan yang diterapkan pada 113 istilah budaya yang ada pada film Jesus. Dari 18 teknik penerjemahan milik Molina yang digunakan untuk menganalisa data, peneliti hanya menemukan 16 teknik penerjemahan yang diterapkan. 2 teknik yang tidak digunakan adalah kreasi diskursif dan variasi. Hal ini dapat dimaklumi karena kreasi diskursif biasanya digunakan untuk membuat kesepadanan temporal yang tidak terduga dan kadang di luar konteks (Molina dan Albir, 2002). Dan pada umumnya teknik ini digunakan untuk menerjemahkan judul. Sementara itu teknik variasi tidak ditemukan karena pada teknik ini berhubungan dengan aspek variasi linguistic seperti gaya, perubahan textual tone, dialek sosial, geografis, dsb. Sementara itu jika ditinjau dari kajian penelitian ini, istilah-istilah budaya bukanlah gaya, perubahan textual tone, dialek sosial, geografis, dsb.

Keenambelas teknik yang ada muncul dengan frekuensi sebanyak 135 kali. Frekuensi dari masing-masing teknik penerjemahan tersebut tergambar dari tabel di bawah ini.

(14)

commit to user commit to user

85

Tabel 4.2: Frekuensi Distribusi Masing-masing Teknik Penerjemahan

No Teknik Penerjemahan Jumlah %

1 Padanan lazim 45 33,3 2 Transposisi 15 11,1 3 Adaptasi 14 10,4 4 Generalisasi 12 8,9 5 Literal 10 7,4 6 Peminjaman 7 5,2 7 Modulasi 7 5,2 8 Substitusi 6 4,4 9 Reduksi 5 3,7 10 Deskripsi 5 3,7 11 Kalke 3 2,2 12 Amplifikasi 2 1,5 13 Kompensasi 1 0,7 14 Partikularisasi 1 0,7 15 Amplifikasi linguistic 1 0,7 16 Kompresi linguistic 1 0,7 17 Kreasi Diskursif - - 18 variasi - -

Jumlah Teknik Tunggal 135 100

Frekuensi keenambelas teknik penerjemahan yang muncul sebanyak 135 kali memperlihatkan bahwa terdapat istilah budaya yang diterjemahkan dengan menggunakan lebih dari satu varian teknik. Berdasarkan temuan peneliti, ada 3 varian teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan istilah-istilah budaya tersebut, yaitu tunggal, kuplet dan triplet. Masing-masing varian teknik dan frekuensi penggunaannya dapat dilihat pada tabel di bawa ini.

Tabel 4.3 Frekuensi Varian Teknik Penerjemahan

Varian Teknik Jumlah Persentase

Tunggal 92 80,5

Kuplet 19 17,7

Triplet 2 1,8

(15)

commit to user commit to user

86 a. Varian Teknik Tunggal

Teknik tunggal merujuk pada penggunaan satu teknik untuk menerjemahkan istilah budaya. Dalam penelitian ini terdapat 92 buah atau 81,4% data yang menggunakan varian teknik tunggal. Rinciannya dapat dilihat melalui tabel dibawah ini.

Tabel 4.4 Frekuensi Teknik Penerjemahan pada Varian Teknik Tunggal

No Teknik Penerjemahan Jumlah %

1 Padanan lazim 33 35,9 2 Adaptasi 13 14,1 3 Generalisasi 10 10,9 4 Literal 9 9,8 5 Substitusi 6 6,5 6 Modulasi 5 5,4 7 Reduksi 5 5,4 8 Kalke 3 3,2 9 Peminjaman 3 3,2 10 Deskripsi 2 2,2 11 Kompresi linguistic 1 1,1 12 Amplifikasi linguistik 1 1,1 13 Transposisi 1 1,1

Jumlah Teknik Tunggal 92 100

Dari tabel di atas terlihat bahwa teknik padanan lazim merupakan teknik dengan frekuensi terbanyak pada varian tunggal. Ada 33 atau 35,9% data yang masuk ke dalam teknik ini. Kemudian terdapat teknik adaptasi dengan jumlah 13 atau 14,1% dari total data. Teknik dengan frekuensi terbanyak ketiga ditempati oleh generalisasi dengan jumlah 10 data. Selanjutnya terdapat teknik literal dengan jumlah data 9.

Teknik substitusi menempati urutan kelima dengan jumlah 6 data atau 6,5%. Setelahnya terdapat teknik modulasi dan reduksi dengan jumlah masing-masing 5 data. Setelah itu terdapat teknik kalke dan peminjaman dengan jumlah masing-masing 3 data. Teknik deskripsi merupakan teknik dengan frekuensi terkecil kedua dengan jumlah data 2 buah. Sementara itu teknik dengan frekuensi terkecil ditempati oleh kompresi linguistic, amplifikasi linguistic dan transposisi. Masing-masing ketiga teknik tersebut diterapkan hanya pada 1 data.

(16)

commit to user commit to user

87 1) Padanan Lazim

Padanan lazim merujuk pada istilah yang sudah dikenal dan lazim digunakan dalam Bsa. Pada varian tunggal terdapat 12 data yang diterjemahkan dengan menggunakan padanan lazim. Berikut contohnya:

Bsu: When Jesus was twelve year old, Josep and Mary went to Jerusalem for the

Passover Feast.

Bsa: Dung marumur Ibana sampulu dua taon, diboan si Josep dohot si Maria ibana tu Jerusalem songon na somal tu Pesta Paska.

(Data 017) Passover feast dalam bahasa Indonesia merujuk pada „Perayaan Paskah‟. Bahasa Batak Toba sudah memiliki istilah sendiri untuk menyebut perayaan tersebut, yaitu „Pesta Paska‟.

Bsu: “Hello” Bsa: “Horas”

(Data 030) Kata „hello‟ merupakan kata yang biasa diungkapkan untuk menyapa seseorang dalam bahasa Inggris. kata ini diterjemahkan dengan menggunakan kata yang memiliki fungsi sama dan lazim digunakan dalam masyarakat Batak Toba yaitu „horas‟.

2) Adaptasi

Teknik ini digunakan untuk menggantikan elemen atau unsur budaya Bsu dengan elemen atau unsur budaya Bsa. Pada penelitian ini terdapat 14 data yang menggunakan teknik adaptasi. Berikut contohnya:

Bsu: “If someone takes your cloaks, let him have your shirt as well” Bsa: “Anggo dibuat ulosmu, unang jua nang bajubajum”.

(Data 044) Cloaks merupakan jenis pakaian pada masyarakat Bsu. Pakaian ini menyerupai jubah namun tanpa lengan dan memiliki pengikat atau kancing di daerah lehernya. Masyarakat Bsa tidak memiliki pakaian seperti ini. cloaks pun diterjemahkan ke dalam ulos. Dalam masyarakat Batak Toba, ulos merujuk pada kain yang dikenakan di atas dan di bawah tubuh.

(17)

commit to user commit to user

88 3) Generalisasi

Teknik generalisasi diterapkan dengan menggunakan istilah yang lebih umum ataupun netral. Pada varian tunggal terdapat 14 data yang diterjemahkan dengan menggunakan teknik generalisasi. Sebagai contoh dapat dilihat di bawah ini:

Bsu: So Mary travel to Judea to visit her cousin Elizabeth…

Bsa: Borhat ma si Maria tu Judea manopothon solhot na si Elisabet…

(Data 008) Bsu: There were shepherds in the part of the country who taking care of their

sheep at the night.

Bsa: Jadi adong ma marborngin diladang na disi angka parmahan mangingani pinahan nasida.

(Data 011) Pada data 008 „cousin‟ berarti „sepupu‟ , baik dari pihak ayah maupun pihak ibu. Dalam Bsa-nya, „cousin‟ diterjemahkan dengan teknik generalisasi dengan „solhot‟ yang berarti „masih berhubungan dekat, karib, sanak‟. Pada data 011 „sheperds‟ yang merujuk pada „pengembala domba‟ diterjemahkan dengan „parmahan‟ yang berarti „pengembala ternak‟ secara umum.

4) Literal

Teknik ini digunakan dengan cara menerjemahkan kata per kata. Pada varian tunggal terdapat 9 data yang menggunakan teknik literal. Jumlah ini membuat teknik literal menjadi teknik yang paling banyak diterapkan dalam menerjemahkan istilah budaya dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Batak Toba. Berikut contohnya:

Bsu: A week later, when the time came to the baby to be circumcised, he was given the name Jesus.

Bsa: Dung dapot ari pawaluhon i, tarsunat ma ibana, dibaen ma goarna Jesus. (Data 054) Bsu: “If you are God‟s Son, order this stone to turn into bread”.

Bsa: „Anggo tutu Ho anakni Debata, dokkon ma batu on gabe roti‟.

(data 029) Kedua data di atas merupakan contoh data yang diterjemahkan dengan menggunakan teknik literal. Pada data 014 „circumcised‟ dan „tarsunat‟ sama-sama

(18)

commit to user commit to user

89

merujuk pada konsep yang sama yaitu „pemotongan daging (kulup) di ujung penis‟ dan biasanya dilakukan sebagai kewajiban pada agama tertentu. Pada data 029, „bread‟ diterjemahkan ke dalam „roti‟. Kata „roti‟ sendiri merupakan bisa dikatakan sebagai kata pinjaman murni yang berasal dari bahasa Indonesia.

5) Substitusi

Teknik ini digunakan untuk mengubah elemen linguistik ke dalam paralinguistik maupun sebaliknya. Teknik substitusi dapat diamati ketika pada film aslinya (Bsu-Inggris) hanya muncul tampilan visual. Namun pada film terjemahannya, tampilan visual tersebut lengkap menjadi audiovisual. Dengan kata lain bagian yang sebelumnya hanya terdiri dari tayangan gambar pada film terjemahannya dilengkapi dengan suara dubbing. Dalam kalimat yang muncul dari dubbing film Bsa tersebut terdapat istilah-istilah budaya. Hal inilah yang kemudian menjadi data teknik substitusi.

Bsu: (visual: terlihat seorang wanita tua memberikan 2 keping perak sebagai persembahan di Bait Allah )

Bsa: “Dibagasan bagas ni joro, di bereng Jesus boruboru ma namabalu na pogos na mangalean dua rimis”

(Data 087) Pada data di atas, dalam film sumber, terlihat tayangan visual yang memperlihatkan seorang wanita tua memberikan 2 keping koin uangnya sebagai persembahan. 2 keping uang ini kemudian diterjemahkan secara dubbing ke dalam „dua rimis‟.

Bsu: (Visual) (“Glory to be God, sadly this is a righteous man!)

Bsa: Marnida na masa i litenan i, (“Di puji ma Debata. Tutu do halak na tigor roha do on!”)

(data 104) Pada contoh di atas, dalam film sumber tampak tayangan visual seorang prajurit yang berdiri dibawah kayu salib Yesus. Tayangan visual ini kemudian diikuti oleh perkataan prajurit tersebut,„Glory to be God, sadly this is a righteous man‟. Dalam Bsa-nya tayangan visual tersebut diterjemahkan menjadi tayangan audiovisual. Sebelum terjemahan perkataan prajurit tadi muncul („Glory to be God, sadly this is a righteous man‟) terdapat narasi yang menjelaskan cuplikan tayangan tersebut, „Marnida na masa litenan i‟ kemudian langsung disambung dengant terjemahan dari „Glory to be God,

(19)

commit to user commit to user

90

sadly this is a righteous man‟, yaitu „Dipuji ma Debata. Tutu do halak na tigor roha do on!‟.

6) Reduksi

Teknik ini dilakukan dengan memadatkan informasi yang ada pada Bsu ke dalam informasi yang ada pada Bsa. Teknik ini dilakukan dengan mengimplisitkan ataupun menghilangkan informasi tersebut. Data yang menggunakan teknik ini sejumlah 5 buah. Adapun contohnya, yaitu:

Bsu: “Master, send the people away. So they can go to villages and farms around here and find food and lodging. This is a lonely place”.

Bsa: “Guru, pamuli ma toropi. Asa lao nasida tu angka huta dohot parladangan na humaliang, anggiat dapotsa sipanganon. Ai halongonan do ingananta on”.

(Data 063, 064) Pada data terlihat di atas terlihat dua istilah budaya, yaitu „food‟ dan „lodging‟. Baik „food‟ maupun „lodging‟ merupakan domain budaya materi. Pada Bsanya tampak hanya „food‟ yang diterjemahkan menjadi „sipanganon‟. Sedangkan „lodging‟ tidak ditemukan padanannya dalam kalimat Bsa. „lodging‟ sendiri berarti „kamar yang atau tempat tinggal yang disewa untuk sementara‟. Dalam kalimat Bsanya, tidak terlihat terjemahan kata „lodging‟. Sebenarnya, jika didasarkan pada konteks, maka „lodging‟ sendiri bisa diganti dengan „parbornginan‟ atau „soposopo‟.

7) Modulasi

Teknik ini digunakan dengan mengubah sudut pandang, fokus ataupun kategori kognitif yang ada pada Bsu. Perubahan yang ada bisa dari segi leksikal maupun struktur.

Bsu: “How can this be? I‟m a virgin”. Bsa: “Dia ma boi i! Namarbaju do au”.

(data 007) Pada contoh di atas, istilah „virgin‟ yang berarti „perawan‟ atau „belum pernah melakukan hubungan intim‟ diterjemahkan dengan „namarbaju‟. „namarbaju‟ dalam bahasa Indonesia berarti „anak gadis‟ atau „belum pernah menikah‟.

(20)

commit to user commit to user

91

Bsu: “…the next day he gave the innkeeper two silver coins and told him to look after the man”.

Bsa: “…laos dipasarisari ma ibana. Torang ni arina i dirungkari ma dua hepeng perak, dilehon ma i tu nampuna bagas i, ninna ma: Pauliuli ma ibana…”

(data 079) Pada contoh kedua di atas, kategori pekerjaan „innkeeper‟ atau „petugas penginapan‟ diterjemahkan dengan mengubah sudut pandang. „innkeeper‟ pun diubah menjadi „nampuna bagas‟ atau „pemilik penginapan‟.

8) Kalke

Teknik ini mirip dengan teknik literal namun dalam teknik ini struktur Bsu dipertahankan dalam Bsa. terdapat 3 data yang menggunakan teknik kalke. Berikut salah satu contohnya:

Bsu : As it is written in the book of prophet Isaiah

Bsa : Hombar hu na tarsurat dibuku ni panurirang Yesaya.

(Data 024) Pada data ini tampak frasa Kitab Nabi Yesaya „book of prophet Isaiah‟ diterjemahkan ke dalam bahasa Batak Toba dengan mempertahankan struktur Bsu, „buku ni panurirang Yesaya‟.

9) Peminjaman

Teknik ini digunakan dengan mengambil secara langsung kata dari Bsu ke dalam Bsa. Pengambilan tersebut bisa dilakukan tanpa merubah kata atau ekspresi (peminjaman murni) ataupun dengan melakukan penyesuaian terhadap Bsa (peminjaman naturalisasi). Dalam penelitian ini terdapat 5 data yang menggunakan teknik peminjaman. 1 data diterjemahkan dengan teknik peminjaman murni dan 4 data lainnya diterjemahkan dengan teknik peminjaman naturalisasi.

Bsu: And when the day came, he greeted the twelve of them who he named apostles. Bsa: Dung torang ari, dijou ma sisean Na na sampuludua i. Digoar do nasida

apostel.

(21)

commit to user commit to user

92

Kata „apostles‟ merupakan istilah keagaman. „apostles‟ merujuk kepada dua belas murid pertama Yesus. Dalam Bsa-nya kata ini diterjemahkan dengan peminjaman naturalisasi, yaitu „Apostel‟.

10) Deskripsi

Teknik ini dilakukan dengan memberikan deskripsi penjelasan atas sebuah konsep atau istilah yang terdapat dalam Bsu. Terdapat 5 data yang menggunakan teknik. Contohnya:

Bsu: “The scripture has come true?” Bsa: “Jumpang na tarsurat i?”

(Data 034) Kata „scripture‟ merujuk pada „Injil‟. Dalam film Bsa-nya „scripture‟ diterjemahkan dengan teknik deskripsi, yaitu „na tarsurat‟ yang berarti „yang tertulis (di Alkitab)‟.

11) Kompresi Linguistik

Teknik ini digunakan dengan memadukan unsur-unsur linguistik dalam Bsa. Dalam penelitian ini hanya terdapat 1 buah data yang diterjemahkan dengan menggunakan teknik kompresi linguistic.

Bsu: “…You did not even welcome me with a kiss…” Bsa: “…Dang diumma ho au,…”

(data 050) Pada data di atas terlihat frasa „welcome me with a kiss‟ atau „menyambutku dengan ciuman‟ dipadatkan menjadi hanya „diumma‟ atau „dicium‟ dalam Bahasa Bataknya. 12) Amplifikasi Linguistik

Teknik ini diterapkan dengan menambahkan unsur-unsur linguistic pada Bsa. teknik ini dapat kita amati melalui data di bawah ini

Bsu: And the hypocritical section of the scribes and the Pharisees came increasingly under his attack, and so his followers among the Jew grew.

(22)

commit to user commit to user

93

Bsa: Di tingki martamba torop ni angka si boto surat dohot halak parise lao mangalo Jesus, martambatamba do tong angka halak Jahudi na mangihut Jesus.

(data 086) Pada data di atas terlilhat bahwa frasa Bsu „the Jew‟ diterjemahkan dengan penambahan unsur linguistik. Pada frasa Bsa terdapat „halak‟ dan „angka‟. „halak‟ berarti „orang‟ atau „kaum‟. Sementara itu „angka‟ merupakan penanda jamak dalam bahasa Batak Toba.

13) Transposisi

Teknik transposisi dilakukan dengan mengubah susunan kata ataupun menggeser kategori kata dan satuan lingualnya. Teknik ini dilakukan apabila struktur kata dalam Bsu dan Bsa berbeda. Sementara itu, pergeseran kategori merujuk pada perubahan kelas kata dalam Bsu dan Bsa.

Bsu: And they took him before the Pontius Pilate....along responsible for the

crucifixion for a thousand.

Bsa: Diboan ma ibana tu jolo ni si Pilatus…na dung parsilanghon 1000 halak… (data 100) Pada contoh di atas tampak terjadinya perubahan kelas kata. „crucifixion‟ merupakan kata benda dalam bahasa Inggris. Sementara itu terjemahannya, „parsilanghon‟, dalam bahasa Batak Toba merupakan kata kerja yang berarti „menyalibkan‟.

b. Varian Teknik Kuplet

Pada varian teknik kuplet ditemukan 10 teknik penerjemahan. Teknik-teknik tersebut adalah transposisi, literal, padanan lazim, amplifikasi, peminjaman, adaptasi, generalisasi, deskripsi, partikularisasi dan modulasi. Kesepuluh teknik tersebut dikombinasikan satu sama lain untuk menerjemahkan berbagai istilah budaya. Diantara semua teknik tersebut, teknik transposisi adalah teknik yang terbanyak muncul pada varian kuplet. Dari 20 istilah budaya yang diterjemahkan dengan teknik kuplet, tercatat 12 data menggunakan teknik transposisi yang dikombinasikan dengan teknik lainnya.

(23)

commit to user commit to user

94

Dari 20 data yang ada, tercatat perpaduan teknik transposisi dan teknik padanan lazim merupakan teknik kuplet dengan frekuensi frekuensi terbanyak yaitu 8 data. Kombinasi tersebut disusul dengan kombinasi teknik padanan lazim dan peminjaman sebanyak 3 data. Sedangkan 8 data lainnya diterjemahkan dengan kombinasi selain teknik-teknik tersebut (padanan lazim, transposisi, peminjaman). Untuk lebih rincinya dapat kita lihat tabel di bawah ini.

Tabel 4.5: Frekuensi Varian Teknik Kuplet

No Kombinasi Teknik Jumlah

1 Transposisi + generalisasi 1

2 Adaptasi + transposisi 1

3 Padanan lazim + transposisi 8

4 Padanan lazim + peminjaman 3

5 Deskripsi + transposisi 1

6 Amplifikasi + transposisi 1

7 Partikularisasi + padanan lazim 1

8 Amplifikasi + peminjaman 1

9 Modulasi + transposisi 1

10 Modulasi + deskripsi 1

Total 19

1) Transposisi + generalisasi

Teknik ini terlihat dari istilah budaya yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah yang lebih umum dalam Bsa. Selain itu terjemahan tersebut juga menunjukkan adanya pergeseran kelas kata ataupun unit lingual.

Bsu: In the fifteenth year rule of Emperor Tiberias Pontius Pilate was the governor of Judea and Herode the ruler of Galilee and Annas and Caiaphas the High Priests. Bsa: Pasampululimataonhon hinarajaon ni Kesar Tiberis, uju si Pontius Pilatus

manggonggomi luat Judea, dohot si Herodes di luat Galilea jala si Hannas dohot

si Kayafas gabe sintua ni malim.

(24)

commit to user commit to user

95

Pada data di atas dapat kita amati bahwa frasa kata benda „the governor‟ atau „gubernur‟ diubah ke dalam kata kerja „manggonggomi‟ atau „memerintah, menguasai‟. Hal ini menjadi alasan bahwa data ini diterjemahkan dengan teknik transposisi. Selain itu data terjemahan „governor‟ ke dalam „manggonggomi‟ juga memperlihatkan adanya teknik generalisasi. „governor‟ merujuk pada „gubernur‟ sementara itu „manggonggomi‟ atau „menguasai, memerintah‟ merujuk pada semua jenis pimpinan yang „menguasai ataupun memerintah‟, seperti raja, kaisar, dsb.

2) Adaptasi + transposisi

Pada kombinasi ini, istilah budaya yang ada pada Bsu diterjemahkan dengan menggunakan elemen budaya yang ada pada Bsa. Hasil terjemahan tersebut juga menunjukkan adanya transposisi.

Bsu: “There two men who owed money to a moneylender. One owed 500 silver coins

and the other 50.”

Bsa: “Dua do parsingiran ni sada halak si paanakkon hepeng. Utang ni na sada lima ratus rupia, limapulu di na sada nari.”

Pada data di atas, „silver coins‟ adalah satuan alat tukar yang digunakan oleh masyarakat yang terdapat dalam film Jesus. Satuan alat tukar ini diterjemahkan dengan menggunakan satuan mata uang yang digunakan oleh masyarakat Batak Toba (Indonesia), yaitu „rupiah‟. Penerjemahan „silver coins‟ yang berbentuk frasa ke dalam „rupia‟ yang merupakan kata menunjukkan adanya teknik transposisi pada istilah budaya ini.

3) Padanan lazim + transposisi

Pada kombinasi ini, istilah budaya Bsu diterjemahkan dengan istilah budaya yang sudah lazim digunakan dalam Bsa dan penggunaan padanan lazim tersebut menggambarkan adanya pergeseran unit ataupun perubahan kelas kata.

Bsu: Four Gospels record the humble beginning of the Christian faith. Bsa: Dibagasan barita na uli disurathon do mulani parngoluan hakaristenan

diportibion.

(25)

commit to user commit to user

96

„barita na uli‟ merupakan istilah yang lazim digunakan untuk menyebut „Injil‟ atau „Gospel‟ dalam bahasa Inggris. Penggunaan istilah lazim ini memperlihatkan adanya pergeseran unit, dari kata dalam Bsu menjadi frasa dalam Bsa.

4) Peminjaman + padanan lazim

Pada kombinasi ini, istilah budaya yang ada pada Bsu diserap atau dipinjam dalam Bsa. Peminjaman istilah budaya tersebut bisa dilakukan secara murni ataupun naturalisasi. Selain itu, terjemahan tersebut juga menggambarkan bahwa istilah budaya yang digunakan dalam Bsa sudah lazim digunakan oleh masyarakat Batak Toba. Contohnya sebagai berikut:

Bsu: And on the Sabbath he went as usual to synagogue.

Bsa: Mangihuthon hasomalanna lao ma ibana tu parguruani jumpa ari Sabat.

(Data 031) „sabbath‟ merupakan hari ketujuh dimana orang-orang berhenti bekerja dan mempersembahkan waktu mereka untuk Tuhan. Data ini memperlihatkan 2 hal sekaligus. Yang pertama, istilah budaya „sabbath‟ dinaturalisasikan menjadi „sabat‟. Kedua, istilah „sabat‟ sudah lazim digunakan dalam masyarakat Batak Toba. Untuk itulah, selain diterjemahkan dengan peminjaman, terjemahan tersebut juga merupakan padanan lazimnya dalam bahasa Batak Toba.

5) Deskripsi + transposisi

Pada teknik kuplet ini, istilah budaya yang ada pada Bsu dideskripsikan pada Bsa. Hasil deskripsi tersebut juga menunjukkan adanya pergeseran unit.

Bsu: “I will follow you master. But first let me go to say goodbye to my family”. Bsa: “Hu ihuthon pe Ho Tuhan. Loas ahu jolo martading hata tu donganhu sabagas”

(data 067) Pada data di atas terlihat istilah kekerabatan „family‟ diterjemahkan dengan „dongan sabagas‟ atau „saudara/kawan yang tinggal serumah‟. Penggunaan teknik deskripsi ini juga menyebabkan terjadinya pergeseran unit dari kata dalam Bsu menjadi frasa dalam Bsa.

(26)

commit to user commit to user

97 6) Amplifikasi + transposisi

Pada kombinasi teknik ini, istilah budaya yang ada pada Bsu diterjemahkan dengan menggunakan penambahan atau amplifikasi. Teknik amplifikasi yang diterapkan memungkinkan terjadinya pergeseran unit.

Bsu: …apply permission from Pontius Pilate to lay Jesus‟ body in a tomb…

Bsa: …didapothon ma si Pilatus mangida bangke ni Jesus, asa di peakkon tu tanoman

na imbaru…

(data 105) „tomb‟ merupakan budaya materi yang merujuk pada „makam‟ ataupun „kuburan‟. Dalam Bsa-nya „tomb‟ diterjemahkan menjadi „tanoman na imbaru‟ atau „makam yang baru‟. Ini menunjukkan adanya penambahan pada terjemahan „tomb‟, yaitu „na imbaru‟ atau „yang baru‟. Teknik amplifikasi ini juga menyebabkan terjadinya pergeseran unit, dari kata „tomb‟ menjadi frasa „tanoman na imbaru‟.

7) Padanan lazim + partikularisasi

Kata yang terdapat dalam Bsu diterjemahkan dengan menggunakan padanan lazimnya. Padanan lazim tersebut juga menunjukkan adanya penerapan teknik partikularisasi atau pengkhususan.

Bsu: “Child, arise!” Bsa: “Butet, hehe ma ho!”

(data 039) Kata „child‟ pada Bsu merujuk pada anak-anak secara umum, baik perempuan maupun laki-laki. Dalam Bsa kata tersebut diterjemahkan dengan kata „butet‟ yang merupakaan sapaan lazim untuk anak-anak perempuan dalam masyarakat Batak Toba. Dari penerjemahan „child‟ kedalam „butet‟ dapat kita lihat bahwa selain teknik partikularisasi, teknik padanan lazim juga diterapkan pada data ini.

8) Amplifikasi + Peminjaman (naturalisasi)

Kedua teknik ini diterapkan sekaligus pada sebuah data. Kata Bsu diterjemahkan dengan peminjaman. Kata yang dipinjam tersebut juga diberi penambahan agar semakin jelas dalam Bsa.

(27)

commit to user commit to user

98

Bsu: “One was a Pharisee, the other a tax collector” Bsa: “Halak Parise do sada, si jalo beo do nasada nai”

(Data 036) Kata „Pharisee‟ yang diterjemahkan ke dalam frasa „halak Parise‟ memperlihatkan bahwa kata ini diserap dengan naturalisasi (Pharisee menjadi Parise). Selain itu, penambahan kata „halak‟ („orang‟) pada frasa „Halak Parise‟ menggambarkan bahwa adanya teknik amplifikasi yang diterapkan pada data ini.

9) Modulasi +deskripsi

Pada kombinasi ini, istilah budaya Bsu diterjemahkan dengan sudut pandang penerjemah atau modulasi. Hasil penerjemahan dengan teknik modulasi ini juga memperlihatkan adanya perubahan secara transposisi.

Bsu: And the hypocritical section of the scribes and the Pharisees came increasingly under his attack, and so his followers among the Jew grew.

Bsa: Di tingki martamba torop ni angka si boto surat dohot halak parise lao mangalo Jesus, martambatamba do tong angka halak Jahudi

(data 085) „the scribes‟ merupakan istilah budaya yang berhubungan dengan pekerjaan. Dalam bahasa Indonesia „the scribes‟ merujuk pada „juru tulis‟. Dalam film terjemahannya, istilah budaya ini diterjemahkan dengan deskripsi, yaitu „angka si boto surat‟ atau „mereka yang mengerti tulisan atau aksara‟. Perbedaan rujukan dari arti kedua kata tersebut menunjukkan bahwa penerjemah menggunakan sudut pandangnya untuk menerjemahkan „the scribes‟ ke dalam „angka siboto surat‟.

10) Transposisi + modulasi

Pada kombinasi teknik ini istilah budaya Bsu diterjemahkan dengan menggunakan sudut pandang penerjemah. Hasil terjemahannya juga mengalami transposisi.

Bsu: “…the next day he gave the innkeeper two silver coins and told him to look after the man”.

(28)

commit to user commit to user

99

Bsa: “…laos dipasarisari ma ibana. Torang ni arina i dirungkari ma dua hepeng perak, dilehon ma i tu nampuna bagas i, ninna ma: Pauliuli ma ibana…”

Pada kutipan di atas terdapat istilah pekerjan „innkeeper‟ yang merujuk kepada „petugas penginapan‟. Pada Bsanya istilah tersebut diterjemahkan ke dalam „nampuna bagas‟ atau „pemilik penginapan‟. Hasil terjemahan juga menunjukkan adanya pergeseran atau transposisi. Kata „innkeeper‟ diterjemahkan ke dalam bentuk frasa „nampuna bagas‟.

c. Varian Teknik Triplet

Dalam penelitian ini hanya terdapat dua data yang diterjemahkan dengan menggunakan 3 teknik sekaligus atau triplet. Kedua data tersebut adalah data nomor 042 dan 048. Kedua istilah budaya ini diterjemahkan dengan menggunakan kombinasi dari teknik deskripsi, generalisasi, dan transposisi serta literal, transposisi dan kompensasi.

a) Deskripsi + generalisasi + transposisi

Pada teknik triplet ini, istilah budaya yang ada pada Bsu diterjemahkan dengan cara deskripsi. Hasil terjemahan tersebut merujuk pada istilah budaya yang lebih umum (superordinate). Selain itu terjemahan juga memperlihatkan adanya pergeseran unit atau transposisi.

Bsu: …Simon whom is also named Peter, Andrew his brother…

Bsa: …Si Simon na sigoaranna si Petrus, dohot si Andreas donganna saama…. (data 042) Pada data di atas, istilah kekerabatan „brother‟ merujuk pada saudara laki-laki. „brother‟ dalam film Bahasa Batak Tobanya diterjemahkan dengan menggunakan teknik deskripsi „dongan saama‟ atau „saudara/kawan seayah/sebapak‟. Terjemahan ini menunjukkan adanya generalisasi, dari saudara laki-laki menjadi saudara pada umumnya. Selain itu, hasil terjemahan juga menunjukkan terjadinya pergeseran dari kata „brother‟ menjadi frasa „dongan saama‟.

b) Literal + transposisi + kompensasi

Teknik kompensasi diterapkan dengan memperkenalkan unsur-unsur informasi atau efek stilistika Bsu terhadap bahasa sasaran. Ini karena unsur atau efek tersebut tidak

(29)

commit to user commit to user

100

dapat digantikan atau tidak ada padanannya dalam Bsa. Pada penelitian ini data yang diterjemahkan dengan teknik kompensasi memperlihatkan adanya dua teknik lain yang sekaligus diterapkan, yaitu literal dan transposisi.

Bsu: “… She washed my feet with her tears and wipe them with her hair...”

Bsa: “.. Anggo ibana iluilu ni matana do dibaen mamurion pathu jala diapusi dohot obutna…”

(data 048) Pada data di atas terdapat istilah budaya yang merupakan gerak tubuh. Gerak tubuh „washed my feet with her tears‟ diterjemahkan secara literal menjadi „iluilu ni matana do dibaen mamurion pathu‟. Terjemahan tersebut memperlihatkan adanya teknik transposisi. Gerak tubuh yang disampaikan dalam bentuk frasa dalam Bsu diterjemahkan ke dalam bentuk klausa dalam Bsa. Selain itu, frasa kata kerja pada Bsu merupakan frasa kata kerja aktif. Sementara itu, terjemahannya merupakan klausa dengan kata kerja pasif. Hal ini menunjukkan bahwa unsur stilistika Bsu tidak digunakan dan digantikan dengan unsur stilistika Bsa.

3. Kualitas Terjemahan Istilah-istilah Budaya pada Film Jesus a. Nilai Kualitas Terjemahan Secara Menyeluruh

Pada penelitian ini aspek kualitas yang dikaji hanya aspek keakuratan dan keberterimaan. Nilai rata-rata keakuratan dan keberterimaan dari seluruh data yang telah dikaji akan menentukan nilai kualitas terjemahan secara keseluruhan.

Untuk menilai keakuratan dan keberterimaan, peneliti telah melibatkan 8 rater. 3 rater diminta untuk menilai keakuratan dan 5 rater lainnya diminta untuk menilai keberterimaan terjemahan istilah budaya dalam bahasa Batak Toba.

Penilaian kualitas oleh para rater dilakukan melalui kuesioner dan wawancara. Pengisian kuesioner, baik keakuratan maupun keberterimaan, dipandu dengan skala penilaian kualitas terjemahan oleh Nababan, Nuraeni, dan Sumardiono (2012) (lihat tabel 3.1). Sementara itu wawancara dilakukan setelah kuesioner dikerjakan oleh para rater yang menilai aspek keakuratan dan keberterimaan. Dalam kuesioner akan diketahui skala keakuratan maupun keberterimaan (berterima, kurang berterima atau tidak berterima). Perbedaan skala yang ada serta wawancara yang dilakukan dapat

(30)

commit to user commit to user

101

digunakan untuk mencari tahu alasan para rater dalam memberikan nilai tersebut. Dengan demikian kedalaman informasi tentang data dapat tercapai.

Untuk mencari tahu nilai kualitas terjemahan secara menyeluruh maka dapat digunakan rumus dibawah ini:

= Nilai rata-rata keakuratan + nilai rata-rata keberterimaan Jumlah aspek kualitas yang dikaji

= Nilai rata-rata keakuratan + nilai rata-rata keberterimaan

2

= 2,77 + 2,87 2 = 2,82

Dari penghitungan rata-rata keakuratan dan keberterimaan di atas dapat kita simpulkan bahwa kualitas terjemahan istilah budaya yang ada pada film Jesus termasuk dalam kategori tinggi.

b. Nilai Rata-rata Keakuratan

Penilaian keakuratan terjemahan istilah budaya dilakukan oleh tiga rater. Untuk itu rumus skor rata-rata keakuratan dilakukan dengan menghitung jumlah ketiga penilaian rater tersebut lalu dibagi 3.

Rumus Skor Rata-rata Keakuratan

Berdasarkan rumus perhitungan di atas, maka nilai atau skor rata-rata keakuratan dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yakni:

1. Terjemahan Akurat dengan nilai rata-rata keakuratan 2,66 – 3,00

Terjemahan yang memilii rentang nilai rata-rata keakuratan 2,66 – 3,00 dikatergorikan sebagai terjemahan akurat karena terjemahan sesuai dengan parameter kualitatif skala tingkat keakuratan terjemahan (lihat table 3.1).

2. Terjemahan Kurang Akurat dengan nilai rata-rata keakuratan 1,67 – 2,33 Skor rata-rata = R1+R1+R3

(31)

commit to user commit to user

102

Terjemahan yang memiliki rentang nilai rata-rata keakuratan 1,6,7 – 2,33 dikategorikan sebagai terjemahan akurat karena terjemahan sesuai dengan parameter kualitatif skala tingkat keakuratan terjemahan (lihat table 3.1).

3. Terjemahan Tidak Akurat dengan nilai rata-rata keakuratan 1,00 – 1,33

Terjemahan yang memilii rentang nilai rata-rata keakuratan 1,00 – 1,33 dikategorikan sebagai terjemahan tidak akurat karena terjemahan sesuai dengan parameter kualitatif skala tingkat keakuratan terjemahan (lihat table 3.1).

Berdasarkan rumus diatas dan batasan-batasan tingkat keakuratan terjemahan peneliti menemukan bahwa terdapat 95 data yang diterjemahkan secara akurat, 12 data kurang akurat dan sisanya 7 data secara tidak akurat. Untuk Lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel di bawah ini.

Tabel 4.6: Rerata Keakuratan Terjemahan Istilah Budaya

Skala Jumlah Nilai Rata2 Jlh % C x D

A B C D E F Tidak Akurat 7 1,00 5 4,4% 5,00 1,33 2 1,8% 2,67 Kurang akurat 12 1,67 1 0,9% 1,67 2,00 2 1,8% 4,00 2,33 10 7,9% 23,33 Akurat 94 2,67 3,00 84 73,7% 9 9,6% 252,00 24,03

Jumlah 113 Total Nilai Keakuratan 313,01

Nilai Keakuratan Secara Keseluruhan = total nilai keakuratan : jumlah data = 312,67 : 113

= 2,77 c. Nilai Rata-rata Keberterimaan

Berbeda dengan rater keakuratan. Untuk mencari tahu nilai keberterimaan terjemahan istilah-istilah budaya dalam film Jesus, peneliti melibatkan 5 rater. Maka itu rumus untuk mencari nilai rata-rata keberterimaan terjemahan tersebut bisa dilakukan dengan menjumlahkan semua skor keberterimaan dari kelima rater, kemudian membaginya dengan jumlah rater.

(32)

commit to user commit to user

103

Rumus Skor Rata-rata Keberterimaan

Dari penghitungan nilai rata-rata keberterimaan kita akan menemukan pembagian skala berterima, kurang berterima dan tidak berterima sebagai berikut:

1. Terjemahan berterima dengan nilai rata-rata keberterimaan 2,4 – 3,0

Terjemahan yang memiliki nilai rata-rata keberterimaan 2,4 – 3,0 merupakan terjemahan yang berterima karena terjemahan sesuai dengan parameter kualitatif skala tingkat keberterimaan terjemahan (lihat table 3.2)

2. Terjemahan kurang berterima dengan nilai rata-rata keberterimaan 1,8 - 2,2

Terjemahan yang memiliki nilai rata-rata keberterimaan 1,8 - 2,2 merupakan terjemahan yang kurang berterima karena terjemahan sesuai dengan parameter kualitatif skala tingkat keberterimaan terjemahan (lihat table 3.2)

3. Terjemahan tidak berterima dengan nilai 1,0 - 1,6

Terjemahan yang memiliki nilai rata-rata keberterimaan 1,2 - 1,6 merupakan terjemahan yang tidak berterima karena terjemahan sesuai dengan parameter kualitatif skala tingkat keberterimaan terjemahan (lihat table 3.2)

Perlu diketahui sebelumnya bahwa secara keseluruhan terdapat 5 data yang tidak diterjemahkan. Data-data yang tidak diterjemahkan tersebut tentu tidak dapat dinilai keberterimaannya. Untuk itu hanya 109 data yang dinilai keberterimaanna. Dan berdasarkan rumus diatas dan berdasarkan pembagian skala tingkat keberterimaan peneliti menemukan bahwa terdapat 104 data yang berterima, 4 data kurang berterima dan hanya 1 yang tidak berterima.

Skor rata-rata = R1+R1+R3+R4+R5 5

(33)

commit to user commit to user

104

Tabel 4.7: Rerata Keberterimaan Terjemahan Istilah Budaya

Skala Jumlah Skor Rata2 Nilai Persentase (%) C x D

A B C D E F Tidak berterima 1 1,00 1,20 1 0,91 1,00 1,40 1,60 Kurang berterima 4 1,80 1 0,91 1,00 2,00 2 1,83 4,00 2,20 1 0,91 2,20 Berterima 103 2,40 2 1,83 4,80 2,60 4 3,67 10,40 2,80 5 4,58 14,00 3,00 92 82,32 276,00 108 100 310,40

Nilai Keberterimaan secara Keseluruhan= jumlah nilai keberterimaan: jumla data = 316,40:108

= 2,87

Dari penghitungan secara keseluruhan di atas dapat kita ketahui bahwa nilai rata-rata keberterimaan terjemahan istilah budaya secara keseluruhan mendapat nilai 2,87.

Untuk lebih mengetahui tentang keakuratan dan keberterimaan terjemahan dapat kita lihat penjelasan dibawah ini.

1) Keakuratan

Keakuratan berkaitan dengan tingkat ketepatan dan kesamaan pesan yang terkandung dalam Bsu dan Bsa. Karena inti dari penerjemahan adalah mengalihkan pesan, maka harus dipastikan bahwa pesan yang terdapat dalam teks Bsa tidak berkurang maupun bertambah.

Berdasarkan skala penilaian keakuratan oleh Nababan, Soemardiono dan Nuraeni (2012) dan penghitungan skor keakuratan yang sudah dilakukan di atas, maka skala keakuratan dibagi menjadi 3: akurat, kurang akurat dan tidak akurat. Dari 117 data yang ada terdapat 97 data yang masuk kategori akurat, 14 data kurang akurat dan 6 data lainnya tidak akurat. Temuan ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

(34)

commit to user commit to user

105

Tabel 4.8: Temuan Keakuratan Istilah-istilah Budaya dalam film Jesus

No Kategori Terjemahan Jumlah (%)

1 Terjemahan Akurat 93 (82,45%)

2 Terjemahan Kurang Akurat 13 (11,40%)

3 Terjemahan Tidak Akurat 7 (6,15%)

Total 113 (100%)

1) Terjemahan Akurat

Terjemahan dikatakan akurat jika makna istilah budaya yang ada pada Bsu dialihkan secara akurat. Selain itu juga tidak terjadi distorsi makna. Berdasarkan tabel 4.5 di ats dapat kita lihat bahwa sebagian besar terjemahan istilah-istilah budaya dalam bahasa Batak Toba termasuk ke dalam terjemahan akurat. Ada 97 atau 83,33% data yang termasuk ke dalam kategori ini. Berikut adalah beberapa contohnya:

Bsu: In the temple there was a good and devout man who the Holy Spirit had promised would not die until he had seen the Christ. His name is Simeon. Bsa: Adang ma sahalak disi namargoar Simeon, na bonar jala daulat. Dipabotohon

Tondi Porbadia tu Ibana na so idaonna hamatean ia so jolo diida ibana

Kristus i.

(Data 016) Terjemahan istilah budaya Holy Spirit ke dalam Tondi Porbadia sudah sangat tepat dan akurat. Terjemahan tersebut mendapatkan nilai 3 dari ketiga rater keakuratan. Ketiga rater memiliki pendapat yang sama bahwa frasa Tondi Porbadia merupakan padanan yang tepat dari frasa Holy Spirit. Mereka menambahkan bahwa Tondi Porbadia sudah lazim digunakan untuk mewakili konsep holy spirit dalam Bsu. Baik Holy Spirit maupun Tondi Porbadia merujuk pada hal yang sama dalam, yaitu „Roh Kudus‟.

Bsu: And the voice from heaven said, “This is my beloved Son and in You I am well pleased”.

Bsa: Suara sian banua ginjang mandok, “Hodo anakKu haholongan i. Lomo do rohakku to Ho”.

(35)

commit to user commit to user

106

Terjemahan istilah budaya „heaven‟ pada contoh di atas mendapatkan nilai rata-rata 2,67. Rater 2 dan 3 memberikan nilai keakuratan 3 sedangkan rater 1 memberikan nilai keakuratan 2. Rater 2 dan 3 mengatakan bahwa terjemahan „heaven‟ menjadi „banua ginjang‟ sudah cukup akurat. Sementara itu rater 1 menyampaikan bahwa „heaven‟ lebih baik diterjemahkan menjadi „surgo‟ (surga) karena „banua ginjang‟ lebih luas cakupannya (termasuk surga di dalamnya). Perbedaan pendapat para rater terkait data ini tidak terlalu signifikan. Peneliti sendiri menganggap bahwa pesan yang terkandung di dalam terjemahan istilah budaya tersebut tersampaikan dengan akurat dan tetap sepadan.

2) Terjemahan Kurang Akurat

14 terjemahan istilah budaya data tercatat masuk dalam kategori kurang akurat. Berikut beberapa contohnya:

Bsu: In the day Caesar Augustus was the Emperor of Rome, and when Herodes the great was King of Judea, God sent the Angel Gabriel to visit a virgin of the city Nazareth and the virgin name was Mary.

Bsa: Uju Kesar Agustus Raja ni Rom dohot Herodes Raja di tano Judea, disuru Debata ma pardisurgo Gabariel tu Nasaret manopot sada anak boru na margoar si Maria.

(Data 003) „emperor‟ merujuk pada pemimpin suatu kerajaan atau kekaisaran. Terjemahannya ke dalam „Raja‟ dalam bahasa Batak Toba mendapat nilai rata-rata keakuratan 2,33. Rater 2 memberi nilai 3 atau akurat untuk terjemahan „Emperor‟ ke dalam „Raja‟. Rater 2 menganggap terjemahan tersebut sudah akurat dan tidak ada yang perlu dipermasahkan. Sementara itu rater 1 dan 3 masing-masing memberikan nilai 2. Kedua rater sepakat bahwa terjemahan „Emperor‟ ke dalam „Raja‟ kurang akurat. Dalam masyarakat Batak Toba posisi dan makna „Raja‟ biasanya merujuk kepada pihak keluarga perempuan yang telah dinikahi, terlebih ayah perempuan tersebut. Mereka berdua kemudian menyampaikan bahwa untuk menggambarkan seseorang yang merujuk pada posisi pemimpin, „Emperor‟ sebaiknya diterjemahkan ke dalam „Raja Bolon‟, bukan sekedar „Raja‟.

Gambar

Tabel 4.1: Frekuensi Istilah Budaya dalam Film Jesus
Tabel 4.2: Frekuensi Distribusi Masing-masing Teknik Penerjemahan  No  Teknik Penerjemahan  Jumlah  %
Tabel 4.4 Frekuensi Teknik Penerjemahan pada Varian Teknik Tunggal
Tabel 4.5: Frekuensi Varian Teknik Kuplet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan desain catalytic converter berbahan katalis kawat stainless steel berbentuk sarang laba-laba, mendapatkan performa emisi gas buang

Suawardi Endraswara (2005:5) membuat definisi bahwa, “penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan tidak menyertakan angka-angka, tetapi mengutarakan kedalaman

Dapat disimpulkan bahwa variabel profesionalisme – dimensi pengabdian pada profesi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat materialitas, sehingga apabila

Kandungan thiamin pakan berpengaruh terhadap pertumbuhan, efisiensi pakan, keragaan hemositologi, dan respon imun non-spesifik benih ikan kerapu bebek.. Diperlukan

mengakses sumber-sumber dan bahan-bahan pembelajaran tersebut. Kondisi seperti ini diharapkan dapat menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan. Portal

Unit ini menggambarkan kegiatan melakukan pengelasan dengan proses las busur gas tungsten (GTAW) yang meliputi persiapan material, pengesetan mesin las dan elektroda

Strategi Pengembangan Tari Topeng Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Kabupaten Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. BAB I

I-2 : Citra CP Prima yang sedang menurun memang membutuhkan proses atau waktu yang tidak singkat untuk mengembalikannya seperti sebelumnya tetapi saya sangat yakin bahwa