LAPORAN TEKNIS 2015
1
BAB I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Sejak tahun 2012 sampai dengan 2014, sudah dilaksanakan kegiatan riset aksi yang bertujuan untuk membuat model kelembagaan penyebaran Iptek di Kabupaten Wonogiri. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat sasaran dengan melakukan introduksi teknologi yang telah dihasilkan baik oleh Balitbang Kp maupun dari sumber lainnya untuk mengatasi permasalahan ditingkat lokal sekaligus mendapatkan umpan balik. Pada kegiatan ini juga dikaji bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan teknologi dan dampak yang didapatkan dari kegiatan tersebut.
Pada tahun 2015 akan dilakukan kegiatan yang bertujuan merumuskan model pengembangan ekonomi kawasan berbasis teknologi adaptif lokasi. Diharapkan kegiatan yang sudah dilakukan sebelumnya merupakan bahan kajian untuk memperoleh suatu model pengembangan ekonomi kawasan berbasis teknologi adaptif lokasi.
Pendekatan sistem digunakan untuk menggambarkan proses kegiatan yang terdiri dari input, proses, output dan dampak. Input terdiri dari aktivitas bagaimana memperoleh data terkait dengan potensi dan permasalahan sektor KP di lokasi , ketersediaan teknologi KP yang ada di lokasi baik yang berasal dari Balitbang KP, balitbangda serta Sistem Inovasi Daerah. Kegiatan aksi akan dilakukan dalam upaya mengkaji kebutuhan serta kelayakan teknologi yang diterapkan dan perannya dalam pengembangan ekonomi kawasan. Kegiatan aksi yang akan dilakukan tersebut yaitu: 1) Kegiatan untuk meningkatkan peran Kooperator dalam Penerapan Teknologi Adaptif Lokasi ; 2) Kegiatan Identifikasi Kesiapan Lokasi dalam Penerapan Teknologi Adaptif melalui penilaian kelayakan inovasi teknologi yang telah diterapkan selama KIMBis Lokasi dibentuk.
Kegiatan aksi yang dilakukan tersebut bertujuan untuk menghasilkan output diantaranya bagaimana peran teknolgi adaptif lokasi
LAPORAN TEKNIS 2015
2
tersebut mampu meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan kooperator, meningkatkan kapasitas pasar dan pemasaran produk yang dihasilkan. output yang dihasilkan diharapkan akan berdampak pada peningkatan ekonomi usaha koperator serta secara luas meningkatkan kapasitas ekonomi kawasan.
1.2 TUJUAN :
Tujuan kegiatan KIMBis tahun 2015 ini adalah:
Merumuskan Model Pengembangan Ekonomi Kawasan Berbasis Teknologi Adaptif Lokasi dengan Tipologi Perikanan Perairan Umum Daratan
1.3 PERAKIRAAN KELUARAN:
Kegiatan KIMBis pada tahun 2015 diharapkan dapat, menghasilkan: Model Pengembangan Ekonomi Kawasan Berbasis Teknologi Adaptif Lokasi dengan Tipologi Perikanan Perairan Umum Daratan
LAPORAN TEKNIS 2015
3
Gambar 1. Rancang Bangun Model Generik Pengembangan Ekonomi KawasanBerbasis Teknologi Adaptif Lokasi Pada Tipologi Perikanan Perairan Umum Daratan
PROSES 1.Kaji Terap 2.Penilaian Kelayakan 3.Temu IPTEK 4.Studi Banding dalam rangka pembentukan model 5.Analisis data, 6.perumusan model, 7.penyusnan laporan OUTPUT 1. Produk 2. Pasar 3.Pemasaran DAMPAK 1. Peningkatan kapasitas usaha 2.Peningkatan ekonomi kawasan (pro poor, pro growth, pro job)
7 PRINSIP DASAR:
kebutuhan, efektifitas, efisiensi, fleksibilitas, manfaat, pemerataan, keberlanjutan
INPUT
Pemetaan Status Identifikasi Masalah Ketersediaan Teknologi SDM SDA Lingkungan Finansial Sosial Kelembagaan SDM SDA Lingkunga n Finansial Sosial Kelembag aan Balitbang Non Balitbang SIDa KELEMBAGAAN SISTEM INOVASI IPTEK KELEMBAGAAN SISTEM BISNIS PERIKANAN KELEMBAGAAN PEK SIS TALLAPORAN TEKNIS 2015
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKAPengelolaan mengandung pengertian pemanfaatan dan pendayagunaan (Anonymous, 2013). Pengelolaan perikanan yang telah diterapkan di waduk Gajah Mungkur adalah berupa kegiatan usaha penangkapan ikan dan kegiatan usaha pembudidayaan ikan dalam karamba jaring apung (KJA). Pilihan langkah pengelolaan perairan dalam bentuk lain belum banyak diketahui, antara lain berupa zonasi, penentuan daerah suaka perikanan, pemahaman dinamika stok ikan di perairan waduk serta cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan bersifat lestari (Kartamihardja et al., 2012; 2013). Selain itu, teknik-teknik pengelolaan perikanan perairan waduk sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitasnya telah diperkenalkan antara lain dalam bentuk pemacuan stok (Cowx, 2001) dan perikanan tangkap berbasis budidaya atau culture based fisheries (CBF) (De Silva and Funge-Smith, 2005; Kartamihardja et al., 2013)
Pemberdayaan memiliki definisi yang beragam. Ife (1995) mendefinisikan pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung. Sedangkan suharto (2009) mengartikan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat.
Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kehidupan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial serta memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai matapencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya peningkatan kemampuan dalam menjawab atau memecahkan permasalahan lokal yang meraka hadapi dalam rangka peningkatan serta kemandirian dalam taraf hidupnya (Sonbait dan Wambrauw, 2011). Proses pemberdayaan adalah
LAPORAN TEKNIS 2015
5
suatu siklus yang melibatkan masyarakat untuk bekerjasama dalam kelompok formal maupun non formal guna melakukan kajian masalah, merencanakan, melaksanakan, dan melakukan evaluasi terhadap program yang telah direncanakan bersama (Saputra, 2013).
Inkubator Wirausaha berdasarkan PERPRES Nomor 27 Tahun 2013, tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha, adalah suatu lembaga intermediasi yang melakukan proses inkubasi terhadap peserta inkubasi (tenant). Susilo dalam Isetyobudi (2014) menyatakan bahwa incubator bisnis dapat diwujudkan dalam bentuk kelembagaan yang mampu memberikan pelayanan pengembangan bisnis dan akses terhadap berkembangnya suatu bisnis dengan aturan yang fleksibel.
Modal sosial dapat diartikan sebagai sumber (resources) yang timbul dari adanya interaksi orang-orang dalam suatu komunitas. Modal sosial tidak akan habis jika dipergunakan (melainkan meningkat), namun turunnya modal sosial bukan karena sering dipakai tetapi karena tidak dipergunakan (Coleman, 2011). Putnam (2000) dalam Achwan (2007) mendefinisikan modal sosial sebagai hubungan sosial antar individu atau kelompok yang mampu mengembangkan norma-norma saling percaya dan untuk membentuk jaringan sosial dengan beberapa tujuan sosial dan ekonomi. Menurut Achwan, Putnam mengasumsikan setiap individu atau kelompok memiliki akses yang sama namun mengabaikan konteks sosial.
LAPORAN TEKNIS 2015
6
BAB III. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan selama satu tahun dari bulan Januari – Desember 2015 dengan lokasi kegiatan di Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi data potensi dan permaslahan yang terkait dengan Sumber Daya Alam, Sumberdaya Manusia, Sosial, Kelembagaan, Lingkungan dan finansial. Identifikasi ketersediaan teknologi, sistem transefer teknologi, lembaga penyedia teknologi di lokasi. Data primer lainnya terkait dengan pasca implementasi teknologi adaptif yang dilakukan dan dampak terhadap ekonomi usaha dan ekonomi kawasan.
Data sekunder yang dibutuhkan terkait dengan hasil penelitian maupun laporan dari institusi yang sesuai dengan tujuan penelitian.
1.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik wawancara, observasi lapang, FGD (Focus Group Discussion), dan kuesioner. Data yang dikumpulkan, terkait dengan informasi persepsi stakeholder terhadap KIMBis Wonogiri dan kegiatannya.
1.4 Metoda Analisis Data
Data dan informasi yang terkumpul disetiap kegiatan dianalisis secara deskriptif kualitatif (Nasir, 1998).
LAPORAN TEKNIS 2015
7
Tabel 1. Kegiatan, Data dan Informasi, Teknik Pengumpulan Data, Sumber dan Analisis Data
Kegiatan Data dan Informasi
Teknik Pengumpulan data Sumber Data Analisis Data Identifikasi Potensi SDA, SDM Sosial,Kelembagaan , Lingkungan, Teknologi, Survey, FGD dan wawancara Instansi dan Pelaku usaha Deskriptif kualitatif Identifikasi Permasalahan SDA, SDM Sosial, Kelembagaan, Lingkungan Teknologi Survey, FGD dan Wawancara Instansi dan Pelaku usaha Deskriptif kualitatif
Implementasi teknologi Adaptif - Peran Kooperator dalam Penerapan Teknologi Adaptif Lokasi - Kesiapan Lokasi dalam Penerapan Teknologi Adaptif - Kelayakan inovasi teknologi yang telah diterapkan Survey, FGD Kooperator, Instansi terkait Deskriptif, kualitatif
LAPORAN TEKNIS 2015
8
BAB IV. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN4.1 Perairan Umum `Tipologi Waduk
Waduk sering disebut sebagai danau buatan. Waduk merupakan salah satu contoh perairan tawar buatan yang dibuat dengan cara membendung sungai tertentu dengan berbagai tujuan. Menurut Komisi Dam Dunia, waduk masuk kategori besar jika memiliki ketinggian bendungan lebih dari 15 meter, sedangkan jika tingginya dibawah 15 meter disebut sebagai embung. Pada Tahun 1995, pembangunan waduk besar di Indonesia sudah mencapai 100 buah dan 80% tersebar di Pulau jawa. Pada waduk, komponen tata kelola waduk sudah direncanakan sedemikian rupa sehingga volume, kedalaman, luas, presepitasi, debit inflow/out flow dan waktu tinggal air dapat diprediksi. Pembangunan waduk/embung diperuntukan untuk berbagai keperluan antara lain pembangkit listrik, irigasi, pengendali banjir, sumber baku air minum, air industri, air perikanan (perikanan tangkap maupun budidaya karamba), dan untuk kegiatan pariwisata. Jumlah tenaga listrik yang dihasilkan dari tenaga air yang berasal dari waduk berkisar 3,4% dari total kebutuhan nasional. (www.pusair.pu.go.id).
Waduk Gajah Mungkur adalah salah satu waduk yang berada di Pulau Jawa. Waduk ini terletak 3 km di selatan Kota kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Waduk Gajah Mungkur Wonogiri dibangun dengan membendung 7 sungai meliputi wilayah: Keduang, Wiroko, Temon, Alang, Solo Hulu, Unggahan dan Wuryantoro. Perairan danau buatan ini dibuat dengan membendung sungai terpanjang di pulau Jawa yaitu sungai Bengawan Solo. Waduk ini dibangun di akhir tahun 1970-an dan mulai beroperasi pada tahun 1978 dan memiliki wilayah seluas kurang lebih 8800 ha di 7 kecamatan dan mampu mengairi sawah seluas 23.600 ha yang tersebar di wilayah Sukoharjo, Klaten, Karanganyar dan Sragen. Selain untuk memasok air minum Kota Wonogiri, waduk ini juga menghasilkan listrik dari PLTA sebesar 12,4 MegaWatt (Sudaryo dan Sutjipto, 2010; Himawan 2011). Daerah yang mengelilingi waduk ada 7 (tujuh) Kecamatan yaitu: Kecamatan Wonogiri, Kecamatan Ngadirojo,
LAPORAN TEKNIS 2015
9
Kecamatan Nguntoronadi, Kecamatan Baturetno, Kecamatan Giriwoyo, Kecamatan Eromoko, Kecamatan Wuryantoro.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kelompok nelayan tangkap tersebar di 7 (tujuh) kecamatan selingkar waduk Gajah Mungkur dengan jumlah kelompok terbesar terdapat di Kecamatan Baturetno (14 kelompok) dan Kecamatan Wonogiri (14 kelompok), dan jumlah anggota kelompok terbanyak terdapat di Kecamatan Baturetno (545 orang). Lokasi kelompok budidaya terpusat di Kecamatan Wonogiri yang berdekatan dengan lokasi perusahaan budidaya (PT.Aquafarm). Demikian halnya dengan kelompok pengolah yang terpusat di Kecamatan Wonogiri dimungkinkan karena lokasi ini merupakan pusat kegiatan pariwisata waduk.
Tabel 2 Jumlah Anggota Kelompok Tahun 2014
No Kecamatan
Nelayan Tangkap Budidaya Pengolahan
Jumlah Kelompok Jumlah Anggota Jumlah Kelompok Jumlah Anggota Jumlah Kelompok Jumlah Anggota 1 Wonogiri 14 297 7 46 6 137 2 Ngadirojo 1 35 - - - - 3 Nguntoronadi 12 327 - - - - 4 Baturetno 14 545 - - - - 5 Eromoko 8 168 - - - - 6 Wuryantoro 10 331 - - - - 7 Giriwoyo 1 39 - - - - Total 60 1742 7 46 6 137
Sumber: Disnakperla Kab.Wonogiri 2014
4.2 Teknologi Penangkapan Ikan
Kegiatan penangkapan ikan di Waduk Gajah Mungkur telah tersebar hampir di seluruh wilayah waduk. Alat tangkap yang digunakan jaring, jala, pancing, bubu ‘icir’ (alat penangkap udang) dan disebagian tempat masih ditemukan alat tangkap branjang. Pada Tabel 3 dapat dilihat produksi hasil tangkapan nelayan pada tahun 2014 mencapai 2.237,970 ton dengan alat tangkap yang digunakan sebagian besar adalah jaring.
LAPORAN TEKNIS 2015
10
Tabel 3. Produksi Penangkapan Ikan di Perairan Waduk Tahun Produksi (Ton) Jenis Ikan
Alat tangkap yang digunakan 2014 2.237,970
Tawes,Nila,Lukas,Baung, Mas, Patin,Betutu, Udang
tawar, ikan lainnya
Jaring
Sumber dinas Nakperla 2014
Kegiatan penangkapan dilakukan menggunakan perahu dengan mesin tempel (5 PK) dan perahu tanpa mesin. Ukuran perahu rata-rata panjang 5-6 meter dengan lebar 0,85 m dan kedalamannya antara 0,30-0,50 m dan bahan dasarnya ada kayu dan sebagian berbahan viber.
Pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa hampir diseluruh wilayah yang berbatasan dengan waduk memiliki fasilitas perikanan. Jumlah fasilitas TPI (Tempat Pendaratan Ikan) terbanyak terdapat di Kecamatan Wuryantoro sebanyak 5 unit yang tersebar di Desa Gumiwang (3unit), Wuryantoro (1unit) dan Sumberejo (1unit). Di Kecamatan Baturetno juga terdapat 5 unit TPI, yaitu di desa Boto (2unit), Talunombo (1unit), Gambiranom (1unit) dan Glesungrejo (1unit). Kecamatan Wonogiri dan Nguntoronadi, masing-masing memiliki dua unit TPI dan Kecamatan Eromoko (1 unit).
Lokasi Los penjualan ikan, tersebar di Kecamatan Baturetno, Wuryantoro, Eromoko, Jatisrono dan Wonogiri masing-masing satu unit. Sedangkan dermaga perikanan terdapat di Kecamatan Wonogiri dan Nguntoronadi.
Tabel 4. Lokasi Tempat Pendaratan Ikan (TPI) di Kabupaten Wonogiri
Kecamatan Kelurahan/desa Jumlah
(unit)
Wonogiri Desa Pokoh Kidul dan Desa Sendang 2
Wuryantoro Desa Gumiwang (Kelp. Mina Tirta Sari, Ngudi Luhur dan Kelp. Mina Jaya)
3 Kelurahan Wuryantoro (Kelp. Mina Tirta) 1 Desa Sumberejo (Kelp. Mina Mandiri) 1
Eromoko Kel. Ngadirejo (Kelp. Ngudi Mino ) 1
Nguntoronadi Desa Wonoharjo dan Desa
Kedungrejo
2 Baturetno Desa Boto (Kelp. Sedyo Mulyo, Kelp. Suka 2LAPORAN TEKNIS 2015
11
Kecamatan Kelurahan/desa Jumlah
(unit) Makmur)
Desa Talunombo (Kelp. Ngudi Mulyo) 1
Desa Gambiranom (Kelp. Raharjo Mulyo) 1 Desa Glesungrejo (Kelp. Ngudi Rejeki) 1
Lokasi Los Penjualan Ikan
Baturetno Desa Kedungombo 1
Wuryantoro Desa Gumiwang 1
Eromoko di pasar tradisional Kecamatan 1
Jatisrono di pasar tradisional Kecamatan 1
Wonogiri
Kios Mini
1Lokasi Dermaga Perikanan
Wonogiri Desa Sendang 1
Nguntoronadi Desa Wonoharjo 1
Sumber: Disnakperla Kab.Wonogiri 2014
Pada Tabel 5 dapat terlihat bahwa proporsi penggunaan mesin tempel pada perahu mencapai proporsi diatas >60%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan mesin pada perahu merupakan pilhan mayoritas nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan. Jika dilihat jumlah perahu dengan mesin ataupun tanpa mesin terlihat terjadi peningkatan jumlah unit tiap tahun. Adanya peningkatan jumlah perahu tersebut mengindikasikan bahwa kegiatan perikanan tangkap masih menjadi pilihan masyarakat sebagai mata pencaharian.
Jika hasil produksi perikanan yang didapat dari kegiatan penangkapan tahun 2014 (2.237,97 ton) dan dibagi dengan jumlah perahu pada tahun 2014 (962 unit) menghasilkan nilai sebesar 2,33 ton per tahun per perahu. Jika hasil tangkapan per tahun di bagi dengan 12 bulan kegiatan penangkapan akan menghasilkan nilai 0,19 ton per bulan. Jika diasumsikan bahwa dalam satu bulan nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan sebanyak 25 kali, maka hasil tangkapan per trip dapat menghasilkan 7,72 kg. Jika harga rata-rata ikan Rp 10.000/kg, maka nilai hasil tangkapan nelayan bisa mencapai Rp 70.000-80.000/trip. Jika pendapatan tersebut dikurangi oleh biaya bbm dan rokok yang bisa mencapai Rp 15.000- Rp 25.000/trip, maka hasil bersih yang didapat nelayan berkisar Rp 40.000-Rp55.000/hari.
LAPORAN TEKNIS 2015
12
Tabel 5. Pertumbuhan Armada Penangkapan di Waduk Gajah Mungkur
Tahun Jenis Armada Perahu bermesin 5 PK (%) Perahu tanpa mesin (%) Jumlah Total Perahu 2014 625 64.97 337 35.03 962 2013 583 63.37 337 36.63 920 2012 553 63.78 314 36.22 867 2011 508 66.15 260 33.85 768 2010 453 68.33 210 31.67 663 2009 447 68.56 205 31.44 652 2008 425 68.00 200 32.00 625
Sumber: Disnakperla (2014) diolah
Biaya operasional per trip digunakan oleh nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan per trip, diantaranya digunakan untuk pembelian BBM sebanyak 1-2 liter dengan harga eceran per liter mencapai Rp 8000-10.000 dan biaya rokok 1-2 bungkus dengan harga satuan mencapai Rp 10.000-15.000.
Jaring digunakan nelayan untuk melakukan penangkapan ikan digunakan secara pasif (diam) dan disesuaikan dengan tinggi permukaan air (dipasang dipermukaan atau dasar permukaan). Jaring dipasang sore hari dan diangkat esok harinya. Sedangkan jala digunakan secara aktif oleh nelayan dengan cara dilempar. Seorang nelayan mampu mengoperasikan 10-40 piece jaring disesuaikan dengan kemampuan nelayan.
4.3 Teknologi Budidaya Ikan
Teknologi pembudidayaan ikan di KJA (keramba Jaring Apung) dikenalkan oleh Aquafarm dan selanjutnya diikuti oleh masyarakat, tetapi proses waktu penerimaanya membutuhkan waktu yang lama. Perkembangan KJA dimulai sejak PT Aquafarm berinvestasi di Waduk Gajah Mungkur pada tahun 1989 (Tabel 6). Proses transfer teknologi KJA berlangsung cukup lama dan masyarakat memiliki kemampuan membuat KJA pada tahun 2000, sebelas tahun kemudian. Kegiatan budidaya KJA oleh masyarakat di lakukan oleh tiga (3) orang
LAPORAN TEKNIS 2015
13
pembudidaya lokal dengan jumlah petak lahan budidaya sebanyak 30 petak dengan luasan 573,5 M2.
Tabel 6. Perkembangan KJA di Waduk Gajah Mungkur Per Tahun
Tahun Mulai Usaha
Jumlah Pemilik KJA
Jumlah Pemilik Total
Jumlah
Petak luas (m2)
Wonogiri Wuryantoro Eromoko Selogiri
Luar Kab. Wonogiri 2000 3 3 30 573.5 2002 1 1 12 232 2003 2 2 20 452.5 2005 3 1 2 6 80 1.976 2006 1 3 1 5 66 1.474.5 2007 9 4 1 14 209 4308 2008 3 3 6 83 1.658.25 2009 15 3 1 1 20 268 5.193.5 2010 8 2 1 1 12 310 6.244.1 2011 6 1 1 8 120 2.432 2012 4 7 11 82 1.736.5 2013 7 7 10 202.5 Total 62(65,26%) 23(24,11%) 2(2,11%) 1(1,05%) 7(7,37%) 95(100%) 1290 26.483.35 Sumber: Disnakperla 2014 (diolah)
Budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) menjadi salah satu alternatif pekerjaan masyarakat di Waduk Gajah Mungkur. Lokasi pusat kegiatannya terdapat di Kecamatan Wonogiri yang berdekatan dengan lokasi budidaya PT Aquafarm. Saat ini sudah terdapat 7 kelompok pembudidaya yang terdiri dari 10-15 orang dengan komoditas nila. Sejak dikenalkan terlihat ada pengaruh pada peneriman masyarakat dengan jumlah KJA yang dimiliki semakin bertambah.
Teknologi pembenihan (UPR) yang dilakukan oleh masyarakat terdapat dibeberapa kecamatan, diantaranya, yaitu: Wonogiri, Selogiri, Manyaran, Pracimantoro, Giritontro, Bulukerto dan Giriwoyo. Salah satu prasyarat lokasi pembenihan adalah adanya sumberdaya air yang mencukupi untuk kegiatan budidaya. Lokasi kegiatan pembenihan ikan biasanya dilakukan di halaman rumah pembudidaya dengan memanfaatkan lahan kosong yang tersedia. Kegiatan budidaya perkolaman dilakukan oleh masyarakat yang lokasinya cenderung
LAPORAN TEKNIS 2015
14
berjauhan dengan waduk Gajah Mungkur yang memiliki sumber air yang mencukupi kegiatan budidaya.
Kepemilikan keramba milik masyarakat di Waduk Gajah Mungkur tidak sama dengan kepemilikan KJA oleh PT.Aquafarm Berdasarkan data dinasNakperla (2014) jumlah KJA oleh PT sebanyak 240 unit (15,69%) dan masyarakat 743 unit (63,23%). Jika dilihat berdasarkan luasan lahan, kepemilikan lahan PT sebanyak (39,49%) jika dibandingkan denganjumlah KJA secarakeseluruhan dan kepemilikan KJA oleh masyarakat 60,51%. (Tabel 7). Walaupun demikian, perbandingan jumlah KJA dengan luasan lahan yang dimiliki oleh PT yaitu 72 m² dan yang dimiliki oleh masyarakat 20 m².
Tabel 7. Perbandingan KJA Masyarakat dan PT Usaha
Budidaya (KJA) Luasan Lahan (m²)
Jumlah KJA (unit) Rasio (Luasan Lahan / KJA) PT Aquafarm 17.280 (39,49%) 240 (15,69%) 72 Masyarakat 26.483,35 (60,51%) 1.290 (84,31%) 20 jumlah 43.763,35 1.530
Sumber: data diolah 2015
Proporsi kepemilikan KJA didominasi oleh masyarakat yang berasal dari Kecamatan Wonogiri (65,26%), Kecamatan Wuryantoro (24,11%), Kecamatan Eromoko (2,11%), Kecamatan Selogiri (1,05%) dan Luar Kabupaten Wonogiri sebanyak 7,37%.
Tabel 8.Jumlah KJA dan Pemasaran Hasil KJA
Tahun Produksi (Ton)
Milik Petani Milik PT Pemasaran (Ton)
Jenis Ikan Jumlah Pemilikan Jumlah petak Jumlah
petak Lokal Eksport
2014 5.083.039 58 1290 240 1.160.926 3.922.113 Nila
2013 5.445.333 58 1290 240 1.073.702 4.371.631 NIla
LAPORAN TEKNIS 2015
15
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa, jumlah pemilik KJA dari unsur masyarakat dari tahun 2014-2015 tidak mengalami perubahan, sejumlah 58 orang. Demikian halnya dengan jumlah petak KJA milik petani dan Perusahaan tidak berubah, namun jika dilihat dari produksi yang dihasilkan lerlihat terjadi penurunan produksi antara tahun 2013-2014 sebesar 362.294 ton. Jika dilihat berdasarkan produk yang dipasarkan, untuk pasar lokal mengalami kenaikan 87.224 ton.
4.4 Teknologi Pengolahan
Pembuatan produk ikan olahan telah dilakukan masyarakat di sekitar perairan waduk (terutama di kecamatan Wonogiri dan wuryantoro); sudah ada masyarakat yang mampu mengolah ikan dalam bentuk derivasi produk, namun masih banyak masyarakat yang mengolah secara sederhana, yaitu di goreng, di bakar ataupun di pepes.
Penanganan ikan segar masih dilakukan dengan cara-cara sederhana dan belum menggunakan system rantai dingin yang ketat. Teknologi pengesan dilakukan khusus untuk penanganan pengiriman keluar kota atau penyimpanan ikan untuk sementara.
Ikan Goreng dan ikan Bakar merupakan pilihan favorit oleh masyarakat dalam melakukan pengolahan ikan. Walaupun teknologi yang digunakan termasuk sederhana namun dirasakan lebih menguntungkan oleh masyarakat sehingga lebih memilih penggunaan teknologi ini. Presto Ikan adalah salah satu bentuk olahan yang sudah mampu dibuat oleh kelompok pengolah. Perkembangan olahan presto masih terbatas dan baru dijumpai di kelompok Mina Rini yang sudah membuat produk ini secara rutin. Ikan yang biasa di presto adalah ikan lukas, yang merupakan ikan hasil tangkapan nelayan di Waduk Gajah Mungkur. Kelompok pengolah, sudah mampu membuat Abon menggunakan bahan dasar ikan patin dan nila. Pembuatan abon terkadang terkendala oleh pasokan bahan baku, sehingga pengolah lebih mengandalkan membuat abon hanya berdasarkan pesanan dan hanya sedikit yang di stok. Kerupuk ikan, ikan juga sudah mampu dibuat oleh kelompok pengolah.
LAPORAN TEKNIS 2015
16
Kerupuk yanng dibuat menggunakan bahan dasar daging dan kulit ikan Nila.
Pada tabel 9,dapat dilihat identifikasi kebutuhan yang masih dioperlukan pada usaha pengolahan. Secara umum, kelompok pengolah sudah mampu membuat diversifikasi produk olahan perikanan dan sebagai salah satu strategi pengembangan produk kedepan adalah membuat spesialisai produk yang dibuat oleh kelompok.
Tabel 9. Identifikasi Kebutuhan Kelompok Pengolah Nama Kelompok
Usaha
Jenis Usaha Olahan
Jenis Alat Dan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Yang Dibutuhkan Mina abadi,
kelurahan wonogiri
Abon, krupuk ikan, kripik kukit,
bakso, nugget
Alat pemisah daging dan duri (meat bone –sparator)
Luhur mulyo, kelurahan wonogiri
Abon, krupuk ikan
Blender& chooper-penghalus bumbu, kompor, spinner Lestari mulyo,
kelurahan wonogiri
Bakso, abon Blender, chooper, kompor
Mina Rini, kelurahan wuryantoro
Tik-tik ikan Blender, chooper, kompor
Citra Rasa Nugget , abon Blender, chooper, kompor, spinner
Nila Mas abon Blender, chooper, kompor,
spinner
Sumber: data primer 2015
Pada Tabel 10 dapat dilihat terjadi peningkatan sebesar 0,42 tingkat konsumsi ikan per kg/kapita/tahun dari tahun 2013-2014. Adanya angka peingkatan ini menunjukkan bahwa terjadi tingkat preferensi konsum ikan masyarakat di Kabupaten Wonogiri.
LAPORAN TEKNIS 2015
17
Tabel 10. Data Konsumsi Ikan per Kg / Kapita / Tahun di Kabupaten Wonogiri
Tahun Konsumsi Ikan per Kapita / Tahun
2014 14,50 Kg/Kapita/Tahun
2013 14,08 Kg/Kapita/Tahun
Sumber disnakperla 2014
Secara ringkas potensi perikanan dapat dilihat pada tabel 11. bahwa pada sektor perikanan, komoditas yang menjadi hasiltangkapan nelayan adalah Tawes, Nila, Lukas, Baung, Mas, Patin, Betutu, Udang tawar dengan alat tangkap jaring menggunakan perahu kayu/viber dengan mesin < 5 PK. Kegiatan budidaya di keramba jaring apung sebagain besar berupa kegiatan pembesaran degan komodiats ikan nila dan patin. Kegiatan pengolahan yang dilakukan menggunakan bahan bahku ikan nila dan patin dengan produk olahan berupa Kerupuk ikan, Nugget Ikan, Abon ikan, Tepung ikan, Bakso Ikan, Kaki Naga sedangkan produk presto menggunakan bahan ikan lukas. Pasar olahan masih mengandalkan pasar dalam kabupaten dan baru sebagian yang mengandalkan pasar luar daerah.
Tabel 11. Sumberdaya Perikanan Tangkap, Budidaya, Pengolahan
Sektor Komoditas Jenis usaha Produksi
Perikanan Tangkap Tawes,Nila,Lukas, Baung,Mas, Patin,Betutu, Udang tawar Perahu terbuat Kayu dan Viber, Mesin < 5 PK
2.237,970 Ton
Budidaya KJA Nila, Patin Pembesaran 5.083.039 Ton
Pengolahan Ikan
Nila, Patin Kerupuk ikan
Nugget Ikan Abon ikan Presto Tepung ikan Bakso Ikan Kaki Naga Ikan goreng Pasar Lokal dan luar Wonogiri
LAPORAN TEKNIS 2015
18
4.5 Sumberdaya ManusiaPada Tabel 12 terlihat bahwa tingkat pendidikan dari nelayan, pengolah dan pembudidaya bervariasi. Namun secara umum, mayoritas tingkat pendidikan nelayan pengolah dan pembudidaya berada pada level tingkat SLTA, yaitu 7,97%; 49,23% dan 39,29%. Untuk status tidak sekolah masih dijumpai pada mata pekerjaan sebagai nelayan sebesar 13,92%. Tingkat pendidikan mayoritas kedua pada nelayan berada pada tingkat SMP (31,65%) demikian dengan pengolah yaitu tingkat SMP (27,69%), sedangkan pada pembudidaya mayoritas tingkat pendidikan kedua adalah SD (17,86%). Pada lokasi wonogiri, ada pula nelayan yang memiliki tingkat pendidikan mencapai jenjang D3 dan sarjana (S1).
Tabel. 12.Tingkat Pendidikan
Uraian Nelayan Pengolah Pembudidaya
Tidak sekolah 13.92 SD 12.66 12.31 17,86 SMP 31.65 27.69 14,29 SLTA 37.97 49.23 39,29 D3 1.27 3.08 7,14 S1 2.53 7.69 21,43
Sumber: data primer diolah 2015
Pada tabel 13 dapat dilihat bahwa mayoritas nelayan, pengolah dan pembudidaya berada pada selang ummur 30-50 dengan masing-masing proporsi 68,35%; 69,23% dan 64,29%. Kondisi ini menunjukkan bahwa SDM pada ketiga tipolog tersebut ada pada masa produktif. Pada pekerjaan nelayan, selang umur <30 tahun menyerap banyak tenaga kerja sebesar 20,25%, pengolah 12,31% dan pada pembudidaya hanya 7,14 %.
Tabel 13. Selang Umur
Nelayan Pengolah Pembudidaya
<30 20.25 12.31 7,14
30-50 68.35 69.23 64,29
>50 11.39 18.46 28,57
LAPORAN TEKNIS 2015
19
4.6 Identifikasi dan Observasi Kelompok4.6.1 Pengolah
Identifikasi dilakukan kepada kelompok pengolah yang ada di Kecamatan Wonogiri, Wuryantoro dan Eromoko. Ketiga kecamatan ini dapat dibedakan menjadi dua kluster, kecamatan yang dekat dengan sekretariat KIMBis dan kecamatan yang jauh.
Kedua kecamatan (Wonogiri dan Wuryantoro) ini dekat dengan lokasi KIMBis dan menjadi fokus pengembangan kelompok pengolah. Berdasarkan pengalaman yang didapat oleh pengolah, sebagian besar pengolah 70% sudah pernah mendapatkan pelatihan pengolahan (≥5) dari beberapa pelatihan yang diadakan oleh SKPD, KIMBis atau satker propinsi, dan 50% pengolah sudah pernah menjual produk yang dihasilkan.
Tabel 14. Jumlah Pelatihan dan Pengalaman Menjual Produk Olahan
Kecamatan Pelatihan yang Sudah Diikuti
Pengalaman Menjual Produk 0 1 X 2-3 X 4-5X ≥5X sudah belum Wonogiri dan Wuryantoro - 10% 20% 70% 50 % 50% Eromoko 15.78% 57.89% 26.31% - 5.26% 94.74%
Sumber: data primer diolah 2015
Sedangkan kecamatan Eromoko berada agak jauh dari sekretariat KIMBis dan merupakan lokasi perluasan pengembangan kegiatan pengolahan oleh KIMbis. Pada tabel 14 dapat dilihat bahwa sebagain besar peserta (57,89%) baru pernah 1X mendapatkan pengalaman pelatihan produk olahan dan 15,78% peserta belum pernah mendaptkan pelatihan pengolahan. Disisi lain, dari pesrerta yang pernaha mendapatkan pelatihan pengolahan,hanya 5,26% yang sudah pernah menjual produk tersebut.
Permasalahan di kedua kluster juga memiliki perbedaan yang sangat tajam. Pada lokasi Eromoko, salah satu kendala pengembangan
LAPORAN TEKNIS 2015
20
adalah masih minimnya kepemilikan alat pengolahan dan masih jarang bersentuhan dengan produk olahan yang berbahan ikan. Selain itu , modal menjadi salah satu kendala terbesar untuk melakukan kegiatan pengolahan produk berbahan ikan. Secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Identifikasi Teknologi, Keuangan, Produksi dan Pemasaran Produk Olahan
identifikasi Kecamatan
Eromoko
Kecamatan Wonogiri dan Wuryantoro Teknologi pengolahan Kepemilikan teknologi olahan masih terbatas Pelatihan pengolahan masih minim didapatkan Kebutuhan teknologi pengolahan lebih spesifik seperti spiner abon
proses pembuatan abon memakan waktu cukup lama
Kepemilikan freezer terbatas dan belum merata
Mesin spin (Spiner) yang dimiliki masih memiliki kendala (kapasitas terbatas)
Keuangan
Memiliki
keterbatasan akan modal produksi
Memiliki keterbatasan akan modal produksi
Keuntungan yang didapatkan sedikit dan dirasakan tidak sebanding dengan effort (usaha) yang dilakukan
Produksi Bahan baku terkadang mudah dan sulit, tergantung dengan ketersediaan modal Produksi secara komersil masih terbatas dan baru
Bahan baku terkadang mudah dan sulit, tergantung dengan ketersediaan modal
Kegiatan packing tidak bermasalah, tergantung dengan ketersediaan modal
Sudah melakukan produksi secara komersil, namun
LAPORAN TEKNIS 2015
21
identifikasi Kecamatan
Eromoko
Kecamatan Wonogiri dan Wuryantoro sebatas ujicoba
Baru tahap ingin tahu
rutinitas produksi tergantung dengan kebutuhan pasar
Pemasaran
Kegiatan
pemasaran belum berkembang
Produk yang dihasilkan memiliki harga jual yang relatif lebih tinggi
dibandingkan produk yang digoreng
Hanya konsumen tertentu yang membeli (daya beli produk olahan masih rendah)
Masih melekatnya Icon produk olahan diwaduk adalah ikan goreng
Sumber: data primer diolah 2015
Kendala lain yang dirasakan adalah masih adanya anggapan masyarakat bahwa mengolah ikan dengan cara digoreng lebih cepat mendapatkan keuntungan jika dibandingkan dengan membuat produk derivasi olahan yang memiliki waktu lebih lama dalam memproduksi dan lama dalam menjual. Selain itu kemampuan masing-masing kelompok olahan berbeda sehingga jika menjual produk olahan yang sama akan terjadi persaingan karena adanya perbedaan kualitas rasa dan harga dari produk yang dihasilkan, sehingga salah satu alternatif adalah membuat cluster produk olahan diantara kelompok untuk meminimalisir terjadinya persaingan produk yang dihasilkan.
Pada Tabel 16 dapat dilihat biaya minimal yang dikeluarkan pengolah untuk mendapatkan produk dengan nilai jual ekonomis. Secara rata-rata biaya yang dikeluarkan diatas Rp 300.000 per setiap kali produksi, dan produk abon memiliki biaya produksi yang lebih besar yaitu Rp 500.000. Adapun jangka waktu pembuatan bisa memakan waktu 1-2
LAPORAN TEKNIS 2015
22
hari dan penjualan bisa membutuhkan waktu hingga 7-14 hari. Kondisi ini sangat jauh berbeda jika pengolah memproduksi ikan olahan dengan cara di goreng, dimana produk dapat dijual pada hari diproduksi dan jangka waktu penjualan hanya mencapai 2-4 hari.
Tabel 16. Jenis Olahan dan Biaya Jenis Olahan Biaya per Produksi (Rp)
Abon 500.000
Kripik 300.000
Nugget 300.000
Bakso 300.000
Sumber: data primer diolah 2015
Kegiatan packing tidak ada kendala. Teknologi pengolahan sebenarnya tidak ada masalah. Bahan baku tingkat kesulitanya sedang. Kendala utama adalah faktor permodalan. Salah satu pemecahan yang dapat dilakukan adalah mendorong produk yang dihasilkan untuk dijual keluar wilayah, dalam hal ini kegiatan pameran menjadi salah satu strategi yang dapat dilakukan. Jika dilihat potensi yang ada, lokasi wisata memiliki potensi pasar yang cukup menjanjikan, namun segmentasi penjualan produk derivasi olahan agak berbeda. Pengalaman yang dilakukan oleh pengolah selama ini adalah jika menjual produk dilokasi wisata memiliki nilai jual yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk yang di goreng. Secara umum, harga jual abon lebih tinggi arena membutuhkan modal yang lebih banyak. Untuk produk olahan kerupuk kulit lebih cocok untuk kalangan menengah yang membeli dengan mempertimbangkan keunikan produk. Salah satu dilema pengolah adalah jika menurunkan harga maka produk yang dijual tidak mendapatkan keuntungan namun jika tetap dijual terkadang memiliki waktu penjualan yang relatif lebih lama. Permasalahan-permasalahan seperti ini yang menjadi kendala berupa keragu-raguan kelompok
LAPORAN TEKNIS 2015
23
pengolah untuk melakukan produksi olahan secara masal karena permasalahan tersebut.
Disisi lain pemerintah daerah sudah memberikan dukungan berupa pembuatan fasilitas promosi berupa show room di Dusun Sendang- Kccamatan Wonogiri untuk memasarkan produk-produk olahan yang dihasilkan. Dukungan ini memiliki peran strategis untuk memasarkan produk yang dihasilkan. Salah satu strategi pemasaran adalah membuat produk yang terstandar baik rasa, komposisi, pengemasan dan harga jual sehingga tidak mengecewakan konsumen. Selain itu perl juga dilakukan inovasi dalam kegiatan pemasaran yang mampu menuju konsumen yang berprospek dan memiliki daya beli sehingga penjualan produk akan lebih cepat.
4.6.2 Pembudidaya
Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa sebagaian besar 50% pembudidaya sudah pernah mendapatkan pelatihan pembuatan pakan berbahan baku lokal. Namun demikian masih ada 33,33% pembudiday yang belum pernah mendapatkan pelatihan. Berdasarkan pembudidaya yang telah mendapatkan pelatihan hanya terdapat 41,66% yang sudah melakukan praktek pembuatan pakan sendiri dan 58,33% belum melakukan praktek membuat pakan ikan secara mandiri. Berdasarkan data pembudidaya yang sudah pernah melakukan praktek pembuatan pakan, hanya 2 orang pembudidaya yang sudah berproduksi secara kontinue selama 1 tahun.
Tabel 17. Jumlah Pelatihan dan Pengalaman memproduksi Pakan
Jumlah Pelatihan yang sudah diikuti (%) Sudah pernah produksi sendiri (%) 0 1 X 2-3 X 4-5 X ≥5X sudah belum
33,33 8,33 50 - 8,33 41,66 58,33
Sumber: data primer diolah 2015
Secara umum kendala dalam pembuatan pakan buatan adalah ketersediaan bahan baku yang terkadang sulit untuk dipenuhi, bahan baku tepung ikannya tidak kontinyu, kedelai, jagung juga naik turun. Selain itu Kualitas tepung yang dihasilkan sebagai bahan pembuat pakan
LAPORAN TEKNIS 2015
24
masih kurang lembut. Kendala lain adalah Mesin pembuatan pakan masih sederhana (mesin vertikal) dan pembuat pakan belum memiliki mixer yang berfungsi untuk mencapur adonan supaya merata. Kalaupun memiliki mixer, namun masih memiliki kendala (tidak bisa) untuk mencampur bahan yang memiliki kandungan air tinggi (basah) sehingga produk pelet yang dihasilkan memiliki bentuk/kontur yang rapuh, kurang padat (banyak rontokannya, bentuk dari peletnya masih banyak lembutan-lembutannya) sehingga dirasakan kurang maksimal. Solusi yang harus dilakukan adalah membuat perekat sebelum dicetak. Secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18.Identifikasi Teknologi, Modal, Produksi dan Pemasaran Pakan Mandiri
Identifikasi Keterangan
Teknologi
Mesin produksi pelet pakan masih sederhana
Proses pencampuran adonan pakan masih dilakukan secara manual, belum memiliki mixer bahan baku
Mesin pelet tidak optimal, masih ditemukan rontokan (bahan yang dihasilkan tidak padat)
Harga alat tergolong mahal 6-7 juta (mesin cetak dan giling)
Kepemilikan KJA Rata-rata 4,5 x 5 unit/ orang
Modal
Harga bahan baku fluktuatif (naik-turun)
Biaya produksi untuk menghasilkan 100kg adalah Rp 700.000
Produksi
Bahan baku pembuatan pakan (tepung ikan) yang memiliki harga baik,kurang kontinu (kadang ada, kadang sulit).
Kualitas tepung ikan hasil gilingan kurang lembut
LAPORAN TEKNIS 2015
25
Identifikasi Keterangan
Produk pakan yang dihasilkan tidak padat (kurang perekat)
Sudah ujicoba dilapang, namun belum diuji secara laboratorium sehingga tidak mengetahui komposisi produk yang dihasilkan
Kebutuhan pakan berkisar 2 ton untuk satu siklus pembesaran
Harga pakan pabrikan cenderung naik, saat ini harga Rp 260.000/ sak (30kg)
Harga pakan lokal Rp 250.000/ sak (30kg)
Pemasaran
Pemasaran produk pakan yang dihasilkan masih terbatas dan untuk konsumsi sendiri
SDM Belum semua SDM mampu membuat
komposisi pakan yang baik
Sumber: data primer diolah 2015
Untuk pemasaran pakan buatan dapat dilakukan dengan membuat produk yang stadar dan memiliki kualitas yang baik, permintaan pakan buatan yang berkualotas cukup tinggi maka jika memiliki produk yanng berkualitas maka akan dengan sendirinya pesanan datang. Namun, untuk mencapai tahap memproduksi pakan yang baik masih membutuhkan banyak pembelajaran yang menimbulkan biaya sebagai konsekuensinya. Berdasarkan pengalaman pembudidaya yang sudah menghasilkan pakan buatan dan sudah mencoba pada lahan miliknya, menunjukkan bahwa dari segi waktu pemeliharaan, kuantitas pakan lokal yang dihasilkan memiliki masa panen hampir sama dengan pakan pabrikan, dan memiliki biaya yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan pakan pabrik. Selain itu, penggunaan pakan buatan memiliki keungulannya berupa kematian ikan yang agak rendah.
LAPORAN TEKNIS 2015
26
4.6.3 NelayanPada tabel 19 dapat dilihat bahwa nelayan yang hadir pada saat FGD dan pernah mendapatkan pelatihan pembuatan perahu berbahan viber sebanyak 40%, dan 40 % lainnya belum pernah mendapatkan pelatihan. Sedangkan yanng sudah mendapatkan pelatihan 2X sebanyak 20%. Dari peserta pelatihan yang sudah pernah membuat produk secara mandiri sebanyak 20% dan sebagian besar lainnya 80% belum pernah membuat.
Tabel 19. Jumlah Pelatihan dan Pengalaman memproduksi Perahu Viber
Pelatihan yang Sudah Diikuti
Pengalaman Membuat produk sendiri
0 1 X 2-3 X 4-5X ≥5X sudah belum
40% 40% 20% - - 20 % 80%
Sumber: data primer diolah 2015
Salah satu indikasi keberhasilan dari pengawalan teknologi pelatihan pembuatan perahu berbahan viber adalah terjadi perubahan paradigma nelayan dari menggunakan perahu kayu beralih menjadi penggunaan perahu berbahan fiber. Saat ini sudah terdapat beberapa nelayan yang menggunakan perahu berbahan fiber di lokasi landing base di sekitar sekretariat KIMBis. Keberhasilan yang lain adalah terdapat pengrajin perahu yang sudah berhasil membuat perahu berbahan viber dan sudah menerima pesanan, walaupun pengrajin tersebut merasa hasil yang dibuat kurang maksimal karena cetakan yang dibuat tidak sesempurna perahu buatan dari Kabupaten Pacitan. Capaian lain adalah pengrajin perahu lokal sudah mampu membuat perahu viber sebanyak 7 unit dengan perincian dari dalam kecamatan Wuryantoro sebanyak 6 unit dan dari luar kecamatan sebanyak 1 unit.
LAPORAN TEKNIS 2015
27
Tabel 20. Identifikasi Teknologi, SDM, Modal, Produksi dan Pemasaran Perahu Viber
Identifikasi Keterangan
Teknologi
Perahu berbahan viber,bisa mencapai 4 tahun tidak mengalami kerusakan
Perahu berbahan kayu, tiap 6 bulan sekali membutuhkan perawatan berupa
pengecat-an sebesar Rp 200.000 dan rehab besar senilai Rp 500.000-Rp 1.000.000
Lama pembuatan perahu viber 5 hari dan pembuatan perahu kayu 2-3 hari/unit
Teknologi berasal dari Kabupaten Pacitan
SDM
Sudah ada pengrajin lokal yang mampu membuat perahu berbahan viber
Nelayan sudah mampu melakukan perbaikan perahu viber sendiri
Produksi
Produk perahu lokal lebih tebal dan nyaman untuk di gunakan
Produk pacitan lebih halus
Bahan mahal, cetakan belum sempurna
Modal
Modal operasional pengrajin perahu lokal terbatas.
Harga produksi kalah bersaing dengan produk sejenis di Kabupaten Pacitan. Salah satu penyebabnya adalah
pembelian pengrajin wonogiri dilakukan secara eceran dan pembelian oleh
pengrajin Pacitan dilakukan dalam jumlah besar (grosir),sehingga harga bisa ditekan.
Harga lokal Rp 4.000.000/unit perahu dengan keuntungan pembuatan sebesar
LAPORAN TEKNIS 2015
28
Identifikasi Keterangan
Rp 200.000/unit. Sedangkan produk dari Pacitan seharga Rp 3.500.000 sudah sampai di Wonogiri
Pemasaran
Konsumen lebih memilih produk hasil Pacitan karena harga yang lebih murah
Pemesanan perahu di pacitan cukup melalui komunikasi via HP, tanpa DP. Sedangkan pemesanan lokal
menggunakan DP sebesar 50%
Sumber: data primer diolah 2015
Observasi dan identifikasi pada kelompok Nelayan di Kecamatan Wuryantoro (lokasi di sekretariaut KIMbis):
Pelatihan budidaya sudah diberikan. Namun, kegiatan pengembangan usaha budidaya sulit untuk dillakukan. Kendala yang dihadapi masyarakat di wilayah Wuryantoro adalah keterbatasan pasokan air untuk kegiatan budidaya, keterbatasan kemampuan dalam pembuatan sarana budidaya (kolam: terpal-permanen) dan pakan ikan.
Kegiatan pelatihan pembuatan pakan sudah diberikan, namun untuk pengembangan usaha oleh nelayan belum dapat dilakukan karena belum muncul usaha budidaya.
Kegiatan pelatihan pengolahan ikan sudah diberikan kepada kaum ibu nelayan, namun belum berkembang di wilayah Wuryantoro karena masih terkendala SDM (kemampuan dan kemauan), dan peralatan.
Kegiatan pelatihan pembuatan perahu viber sudah dilakukan. Namun sulit untuk dikembangkan karena produk yang dihasilkan kalah bersaing (mutu/kualitas dan harga) dengan produk serupa dari Kabupaten Pacitan.
Nelayan mengeluhkan minimnya hasil tangkapan dan kesulitan untuk melakukan alternatif mata pencaharian karena terbatasnya kemampuan. Selama ini yang dilakukan adalah mengerjakan usaha lainnya seperti beternak, bertani. Namun demikian, kegiatan yang dihasilkan masih
LAPORAN TEKNIS 2015
29
terbatas dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga. Kegiatan menangkap ikan hanya dilakukan pada pagi hari (pukul 5-9) dan sore hari menaruh jaring (pukul 15-17). Dalam hal ini nelayan masih memiliki banyak waktu luang.
Pada Tabel 21 dapat dilihat sebaran penggunaan perahu viberdi Kecamatan Wuryantoro, setelah dilakukan pendampingan teknologi pembuatan perhau viber pada tahun 2012 dan 2013. Pada tahun 2012 sebelum dilakukan pendampingan teknologi belum ditemukan penggunaan perahu viber di kecamatan Wuryantoro. Pada tahun 2015, penggunaan perahu viber di Kecamatan Wuryantoro sudah meningkat mencapai 20% dengan perincian pada Tabel Qw. Adapun proporsi penggunaan perahu viber terbesar ada pada kelompok Minatirta.
Tabel 21. Penggunaan Kapal Viber pada kecamatan Kecamatan Wuryantoro Nama Kelompok Mina Tirta Sari Mina Jaya Tirta manungggal Nila Sari Mina Tirta Total Jumlah anggota 30 26 32 26 55 169 Jumlah perahu viber (unit) 7 1 4 3 20 35
Sumber: data primer diolah 2015
Hasil observasi pada kegiatan eks-KIMBis Kabupaten Wonogiri dilakukan kepada kelompok yang pernah tersentuh dengan kegiatan KIMBis, meliputi unsur nelayan, pengolah, pembudidaya dan pemasar. Secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 22) :
LAPORAN TEKNIS 2015
30
Tabel 22. Identifikasi dan Observasi sebelum dan sesudah KIMBis
No Isu Kondisi
Awal
Sentuhan
KIMBis Capaian Kendala
1 Tingginya biaya pembuata n perahu nelayan. Semakin Sulit mencari kayu berkualita s untuk membuat perahu Seluruh perahu nelayan terbuat dari kayu Pengawalan teknologi pembuatan perahu dan cetakan perahu berbahan viber. Sudah dilakukan selama 2 kali (tahun 2012 dan 2013) di Kecamatan Wuryantoro dan Nguntoronadi Tahun 2013 dan 2014 Sudah ada masyarakat pengrajin perahu yang mampu membuat dan mengerjakan pesanan perahu viber dari nelayan sekitar Biaya operasional pembuatan perahu oleh kelompok lebih tinggi jika dibandingkan dengan memesan perahu viber. Usaha viber Pacitan mampu mendapatkan akses pembelian bahan dengan harga yang lebih murah (asumsi: karena membeli dalam jumlah banyak). Harga jual di lokasi (4jt-an), harga pesanan (3,5jt-an) sdh diantar sampai ke lokasi. 2 Diversifika si produk olahan Produk masyarak at pengolah sebatas digoreng, dibakar, Sentuhan iptek pengolahan produk perikanan sudah dilakukan oleh berbagai pihak Ada tiga kelompok yang sudah dilatih diversifikasi produk olahan Visi kelompok pengolah terkait derivasi produk olahan belum terlihat jelas (masih mengandalkan
LAPORAN TEKNIS 2015
31
No Isu Kondisi
Awal
Sentuhan
KIMBis Capaian Kendala
dikukus. termasuk bantuan pemberian alat produksi. Instansi yang terlibat: BBP4B, DinasNakperla, Dinas Propinsi, Balitbang KP dan KIMBis sudah pernah memberikan sentuhan manajemen pengelolaan usaha berbahan ikan. Saat ini terdapat 1 orang anggota kelompok (pengurus KIMBis) yang terlihat mengungguli kemampuan masyarakat pengolah lainnya dan sudah berproduksi secara serius. penjualan ikan olahan goreng)
Pasar lokal belum sepenuhnya menerima hasil produk olahan (selera, rasa dan harga) Kualitas produk olahan yanng dihasilkan belum standar (rasa, dan bentuk) Baru satu pengolah yang menjalankan usaha secara konsisten Pemasaran produk olahan masih terkendala Sebagaian besar kelompok belum melakukan produksi secara rutin 3 Pakan Lokal Pembudi daya terkendal a dengan mahalnya KIMBIs, SKPD daerah, BP3 Tegal sudah melakukan sentuhan Sudah ada sebagian kecil masyarakat yang Beberapa pembudidaya dapat melakukan pembuatan pakan secara mandiri
LAPORAN TEKNIS 2015
32
No Isu Kondisi
Awal
Sentuhan
KIMBis Capaian Kendala
biaya pakan pabrikan teknologi dan kelembagaan dalam membuat pakan berbahan baku lokal memproduksi pakal lokal untuk kegiatan budidaya (sendiri) untuk digunakan pada kolam/KJA milik sendiri Produksi (kapasitas) pembuatan pakan masih terbatas Kegiatan pembuatan pakan dilakukan sesuai kebutuhan dan belum dipasarkan kepada pembudidaya lainnya Kualitas produk yang dihasilkan belum teruji secara laboratorium Produk yang dihasilkan dapat menekan biaya pakan Pembudidaya masih terkendala dengan mesin pembuat pakan (kapasitas produksinya kecil)
LAPORAN TEKNIS 2015
33
No Isu Kondisi
Awal
Sentuhan
KIMBis Capaian Kendala
dan semi manual 4 Perlunya promosi produk olahan ikan Kegiatan promosi produk derivasi olahan ikan hanya dilakukan secara efektif pada saat mengikuti kegiatan pameran Pendampingan promosi dan pemasaran PEMDA memfasilitasi dalam pembuatan rumah pamer (show room) tahun 2015 awal Kelompok pengolah menghasilkan produk olahan yang cenderung sama, sehingga secara tidak langsung terjadi persaingan diantara kelompok Kualitas produksi yang dihasikan berbeda, sehingga kelompok yang baru berproduksi kalah bersaing secara harga
Sumber: data primer diolah 2015
4.7 Identifikasi Alternatif Pemecahan Masalah
Dari permasalahan-permasalahan yang ada, diperlukan suatu upaya tepat untuk meminimalisir dampak dari implementasi kebijakan. Pemecahan permasalahan dilakukan dengan melibatkan Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) yaitu kelembagaan yang berfungsi sebagai kelembagaan inovasi dan penyampai teknologi KP dan sebagai lembaga bisnis. Kegiatan yang dilakukan berupa mediasi dengan pengambil kebijakan, sumber teknologi atau sumber bisnis. Kegiatan yang bertujuan untuk
LAPORAN TEKNIS 2015
34
memecahkan permasalahan yang ada dengan sumberdaya yang ada ataupun melibatkan sumberdaya lainnya. Pola yang dapat dilakukan diantaranya adalah pendampingan teknologi, bimbingan teknis, pelatihan dan studi banding.
4.7.1 Nelayan
Membuat mata pencaharian alternatif produktif bagi nelayan yang dapat mendukung kegiatan ekonomi rumah tangga, mengingat masih adanya waktu luang yang dimiliki nelayan setelah melakukan kegiatan penangkapan. Selain itu, meningkatkan pemahaman dikalangan nelayan akan pentingnya kelestarian waduk dengan cara menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan menimbulkan kesadaran di kalangan nelayan untuk mennjaga kelestarian dengan melakukan penebaran benih secara reguler dengan melibatkan nelayan yang masih menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
4.7.2 Budidaya
Pada kegiatan budidaya, mengarahkan menggunakan pakan berbahan baku lokal yang berkualitas guna menekan biaya produksi. Pakan berbahan baku lokal tersebut dibuat secara standar pada setiap produksinya, kualitasnya sudah diuji secara laboratorium dampak penggunaannya kepada ikan. Kegiatan pembuatan pakan buatan dapat dilakukan secara masal dengan melibatkan kelompok-kelompok yang ingin menggunakan bahan baku lokal tersebut. Pembuatan bahan baku secara masal yang sudah terstandar kualitasnya dapat menekan biaya produksi sehingga diharapkan mampu meningkatkan keuntungan pembudidaya. Selain itu perlu dilakukan peningkatan kapasitas pembudidaya dalam memberikan cara pakan/pola pakan terhadap ikan.
4.7.3 Pengolah
Pada kegiatan pengolah, strategi yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan kelompok pengolah tersebut. Pada kelompok pengolah yang baru, kegiatan peningkatan kapasitas produksi lebih ditingkatkan dengan pelibatkan anggota secara aktif. Pola pelatihan dibuat lebih kreatif guna meningkatkan daya serap peserta pelatihan.
LAPORAN TEKNIS 2015
35
Racikan bumbu, rasa dan produk yang standar menjadi salah satu point terpenting dalam menghasilkan produk olahan. Alangkah kurang tepat, jika rasa suatu produk masih mengalami perubahan rasa dan komposisi yang membuat konsumen menjadi kecewa.
Stategi packing produk olahan juga menjadi salah satu strategi penting. Pemilihan packing produk yang baik, bagus dan terjangkau menjadi salah satu strategi penjualan yang dapat dilakukan untuk dapat menarik minat konsumen. Bagi kelompok pengolah yang sudah maju, pemasaran menjadi salah satu fokus strategi yang dilakukan. Strategi pemasaran dilakukan disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi di lokasi. Strategi pemasaran melalui jalur biasa (dor to dor) tetap dapat dilakukan, namun pola penjualan yang memanfaatkan keberadaan toko oleh-oleh juga tidak boleh dilupakan. Pola penawaran bisa menggunakan sistem titip barang atau memberikan potongan harga yang besar jika melakukan pembayaran produk secara tunai. Pola kemitraan dan bapak asuh juga bisa digunakan sebagai salah satu strategi alternatif pemasaran. Pola pemasaran lain yang perlu untuk dicoba adalah memasarkan produk menggunakan sarana internet yang mampu menjangkau lapisan yang lebih luas dan mencapai beberapa daerah. Harga yang bersaing, produk yang terstandar dan berkualitas menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan.
Studi banding ke lokasi yang sudah maju dalam kegiatan budidaya, pengolah atau penangkapan menjadi salah satu alternatif yang efektif guna meningkatkan wawasan masyarakat. Sehingga masyarakat mampu berfikir besar untuk membangun perikanan dengan membandingkan lokasi lainnya yang sudah berhasil.
Pada tahun 2015, telah dilakukan beberapa kegiatan aksi dalam rangka meningkatkan peran kooperator pengelola KIMBis agar bertambah pengetahuannya. Kegiatan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 23 dibawah ini.
LAPORAN TEKNIS 2015
36
Tabel 23. Kegiatan aksi yang dilakukan:
no Kegiatan Keterangan 1 Identifikasi dan FGD pada kelompok pengolah di Kecamatan Wonogiri, Wuryantoro, dan Eromoko
Identifikasi dan FGD dilakukan pada kelompok pengolah di Kecamatan Wonogiri,
Wuryantoro, dan Eromoko untuk
mendapatkan informasi yang komprehensif terkait perkembangan, permasalahan pengolahan sekaligus memberikan masukan terhadap permasalahan yang masih ditemui 2 Identifikasi dan FGD
pada kelompok pembudidaya di Kecamatan Wonogiri
Identifikasi dan FGD dilakukan pada kelompok pembudidaya di Kecamatan Wonogiri, untuk mendapatkan informasi yang komprehensif terkait perkembangan, permasalahan budidaya khususnya pakan buatan berbahan baku lokal.
3 Identifikasi dan FGD pada Kelompok
Nelayan di Kecamatan Wuryantoro
Identifikasi dan FGD dilakukan pada kelompok Nelayan di Kecamatan Wuryantoro, untuk mendapatkan informasi yang komprehensif terkait perkembangan, pembuatan perahu berbahan viber.
4 Peningkataan peran kooperator melalui studi Banding pada koperasi Perikanan “Langgen Sari” dan Kelompok pengolah ikan lapan (MitraKIMBis Subang) di Kabupaten Subang dan Kelompok pengolah
Kegiatan dilakukan dalam rangka peningkatan peran kooperator terkait dengan manajemen pengelolaan koperasi langgen sari yang mampu menyelenggarakan kegiatan lelang ikan air tawar secara rutin. Selain itu mempelajari kegiatan pemasaran dan pengolahan ikan lapan yang merupakan mitra KIMBis dan produk yang dihasilkan sudah menjadi makanan khas oleh-oleh Kabupaten Subang wilayah pesisir.
5 Peningkataan peran kooperator melalui Sudi Banding pada
Kegiatan dilakukan dalam rangka peningkatan peran kooperator terkait dengan pola pemeliharaan ikan budidaya terpal dan
LAPORAN TEKNIS 2015
37
no Kegiatan Keterangan
Kelompok pengolah, dan budidaya (mitra KIMBis Pacitan)
pemasaran produk olahan tahu tuna. Tahu tuna saat ini sudah menjadi oleh-oleh khas Pacitan.
LAPORAN TEKNIS 2015
38
BAB V. MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI KAWASAN BERBASIS TEKNOLOGI ADAPTIF LOKASI BERBASIS PERAIRAN UMUM DARATANPADA TIPOLOGI WADUK
5.1 Latar belakang
Sumberdaya Perikanan Perairan Umum Daratan (PUD) merupakan sumberdaya yang bersifat unik, tersebar dan mempunyai keterkaitan konektivitas dan integritas ekosistem yang kuat dan berperan besar terhadap penghidupan masyarakat (kecil) yang bermukim di sekitar sumberdaya perikanan di perairan tersebut. Ada 4 tipologi perikanan PUD yang dikenal, yakni: waduk, danau, sungai dan rawa banjiran. Pada penyusunan model pengembangan ekonomi kawasan berbasis teknologi adaptif lokasi Perairan umum daratan difokuskan pada tipologi sumberdaya perikanan perairan waduk dengan lokasi contoh Waduk Gajah Mungkur (Wonogiri) di Kabupaten Wonogiri.
Waduk Gajah Mungkur berada di Pulau Jawa. Waduk ini terletak 3 km di selatan Kota kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Waduk Gajah Mungkur Wonogiri dibangun dengan membendung 7 sungai meliputi wilayah: Keduang, Wiroko, Temon, Alang, Solo Hulu, Unggahan dan Wuryantoro. Waduk Wonogiri memiliki keunikan yaitu Ikan patin yang ditebar dapat memijah secara alami di daerah hulu waduk, terutama di sungai Keduwang bagian hilir yang masuk waduk dan muara Sungai Tirtomoyo (Wiroko). Keberhasilan pemijahan ikan patin siam secara alami di perairan waduk ini merupakan kasus yang pertama terjadi di perairan umum Indonesia sejak ikan patin tersebut diintroduksikan pada tahun 1976 sebagai ikan budidaya. Introduksi ikan patin di Waduk Wonogiri telah berdampak positif terhadap hasil tangkapan nelayan.
Pada tahun 2014, perkembangan jumlah kelompok meningkat dari tahun sebelumnya. Keberadaan kelompok nelayan tangkap tersebar di 7 (tujuh) kecamatan selingkar waduk Gajah Mungkur dengan jumlah kelompok terbesar terdapat di Kecamatan Baturetno (14 kelompok) dan Kecamatan Wonogiri (14 kelompok), dan jumlah anggota kelompok terbanyak terdapat di Kecamatan Baturetno (545 orang). Kelompok
LAPORAN TEKNIS 2015
39
budidaya terfokus di kecamatan Wonogiri (7 kelompok) dan kelompok pengolah sebanyak 6 Kelompok.
Gambar 2. Proses Rancang Bangun model ‘PEK’ berbasis ‘TAL’
Model PEK berbasis TAL disepakati berupa rancang bangun kelembagaan untuk pengembangan kapasitas pelaku usaha perikanan berdasarkan pada sistem inovasi IPTEK dan sistem bisnis perikanan berbasis riset aksi yang dibangun berdasarkan sistem input-proses-output dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar pengembangan kawasan, yakni: kebutuhan, efektifitas, efisiensi, fleksibilitas, manfaat, pemerataan dan keberlanjutan (gambar 2).
Beberapa prinsip dasar dalam membangun kelembagaan adalah 1) Prinsip Kebutuhan. Kelembagaan yang dibangun dibutuhkan secara fungsional; keberadaannya tidak dipaksakan, jika fungsi-fungsi yang dibutuhkan telah tersedia. 2) Prinsip Efektifitas. Kelembagaan hanya sebagai alat/media dan bukan tujuan; subsistem atau elemen yang dikembangkan adalah efektif untuk mencapai tujuan. 3) Prinsip Efisiensi. Penumbuhan subsistem atau elemen harus yang paling murah, sederhana dan mudah tetapi mampu mendukung pencapaian tujuan. 4) Prinsip Fleksibilitas. Kelembagaan yang dibangun sesuai dengan SDM yang tersedia dan budaya setempat. 5) Prinsip Manfaat. Kelembagaan yang dibangun mampu memberikan manfaat paling besar bagi pelaku usaha perikanan dan masyarakat setempat. 6) Prinsip Pemerataan.
LAPORAN TEKNIS 2015
40
proporsional kepada setiap pelaku usaha. 7) Prinsip Keberlanjutan. Kelembagaan yang dibangun mampu berlanjut meskipun ‘project’ telah berakhir. Selain prinsip-prinsip tersebut, unsur terpenting dan dipandang sebagai syarat keharusan dalam membangun kelembagaan adalah kepercayaan (trust) sedangkan unsur lainnya adalah: partisipasi, saling bertukar (resiprocity), norma sosial (social norm) dan tindakan pro aktif.
5.2 Sumber Daya Masyarakat Perikanan
Pada Tabel 23 terlihat bahwa tingkat pendidikan dari nelayan, pengolah dan pembudidaya di Kabupaten Wonogiri bervariasi. Namun secara umum, mayoritas tingkat pendidikan nelayan pengolah dan pembudidaya berada pada level tingkat SLTA, yaitu 7,97%; 49,23% dan 39,29%. Hal ini menunjukkan bahwa kepedulian akan tingkat pendidikan masih sangat tinggi. Untuk status tidak sekolah masih dijumpai pada mata pekerjaan sebagai nelayan sebesar 13,92%. Tingkat pendidikan mayoritas kedua pada nelayan berada pada tingkat SMP (31,65%) demikian dengan pengolah yaitu tingkat SMP (27,69%), sedangkan pada pembudidaya mayoritas tingkat pendidikan kedua adalah SD (17,86%). Pada lokasi wonogiri, ada pula nelayan yang memiliki tingkat pendidikan mencapai jenjang D3 dan sarjana (S1).
Tabel. 23.Tingkat Pendidikan Nelayan, Pengolah dan Pembudidaya
Uraian Nelayan Pengolah Pembudidaya
Tidak sekolah 13.92 SD 12.66 12.31 17,86 SMP 31.65 27.69 14,29 SLTA 37.97 49.23 39,29 D3 1.27 3.08 7,14 S1 2.53 7.69 21,43
Sumber: data primer diolah 2015
Pada tabel 24 dapat dilihat bahwa mayoritas nelayan, pengolah dan pembudidaya berada pada selang umur 30-50 dengan masing-masing proporsi 68,35%; 69,23% dan 64,29%. Kondisi ini menunjukkan
LAPORAN TEKNIS 2015
41
bahwa SDM pada ketiga tipolog tersebut ada pada masa produktif. Pada pekerjaan nelayan, selang umur <30 tahun menyerap banyak tenaga kerja sebesar 20,25%, pengolah 12,31% dan pada pembudidaya hanya 7,14 %.
Tabel 24. Selang Umur Nelayan, Pengolah dan Pembudidaya Nelayan Pengolah Pembudidaya
<30 20.25 12.31 7,14
30-50 68.35 69.23 64,29
>50 11.39 18.46 28,57
Sumber: data diolah 2015
5.3 Sumberdaya Perikanan
Kegiatan penangkapan ikan di Waduk Gajah Mungkur telah tersebar hampir di seluruh wilayah waduk. Alat tangkap yang digunakan jaring, jala, pancing, bubu ‘icir’ (alat penangkap udang) dan disebagian tempat masih ditemukan alat tangkap branjang. Kegiatan penangkapan dilakukan menggunakan perahu dengan mesin tempel (5 PK) dan perahu tanpa mesin. Ukuran perahu rata-rata panjang 5-6 meter dengan lebar 0,85 m dan kedalamannya antara 0,30-0,50 m dan bahan dasarnya ada kayu dan sebagian berbahan viber. Pada tahun 2014 mencapai 2.237,970 ton dengan alat tangkap yang digunakan sebagian besar adalah jaring.
Jumlah fasilitas TPI (Tempat Pendaratan Ikan) terbanyak terdapat di Kecamatan Wuryantoro sebanyak 5 unit yang tersebar di Desa Gumiwang (3unit), Wuryantoro (1unit) dan Sumberejo (1unit). Di Kecamatan Baturetno juga terdapat 5 unit TPI, yaitu di desa Boto (2unit), Talunombo (1unit), Gambiranom (1unit) dan Glesungrejo (1unit). Kecamatan Wonogiri dan Nguntoronadi, masing-masing memiliki dua unit TPI dan Kecamatan Eromoko (1 unit). Lokasi Los penjualan ikan, tersebar di Kecamatan Baturetno, Wuryantoro, Eromoko, Jatisrono dan Wonogiri masing-masing satu unit. Sedangkan dermaga perikanan terdapat di Kecamatan Wonogiri dan Nguntoronadi.
LAPORAN TEKNIS 2015
42
Pembuatan produk ikan olahan telah dilakukan masyarakat di sekitar perairan waduk (terutama di kecamatan Wonogiri dan wuryantoro); sudah ada masyarakat yang mampu mengolah ikan dalam bentuk derivasi produk, namun masih banyak masyarakat yang mengolah secara sederhana, yaitu di goreng, di bakar ataupun di pepes. Ikan Goreng dan ikan Bakar merupakan pilihan favorit oleh masyarakat dalam melakukan pengolahan ikan. Walaupun teknologi yang digunakan termasuk sederhana namun dirasakan lebih menguntungkan oleh masyarakat sehingga lebih memilih penggunaan teknologi ini. Penanganan ikan segar masih dilakukan dengan cara-cara sederhana dan belum menggunakan system rantai dingin yang ketat. Teknologi pengesan dilakukan khusus untuk penanganan pengiriman keluar kota atau penyimpanan ikan untuk sementara.
Kabupaten Wonogiri memiliki potensi dikembangkannya kegiatan budidaya perikanan. Kegiatan budidaya yang dilakukan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: budidaya keramba jaring apung (KJA), dan budidaya kolam (permanen, tanah dan terpal). Kegiatan budidaya KJA dilakukan oleh masyarakat yang berdomisili di dekat waduk sedangkan budidaya kolam dilakukan di wilayah yang berjauhan dengan waduk. Salah satu alasan budidaya KJA dilakukan oleh masyarakat yang dekat dengan waduk adalah memudahkan dalam kegiatan perawatan, pengontrolan dan pemberian pakan. Kegiatan budidaya KJA terpusat pada Kecamatan Wonogiri.
Kegiatan perikanan budidaya memiliki fungsi sebagai salah satu sumber mata pencaharian yang dilakukan oleh penduduk di sekitar waduk. Namun demikian, tidak semua masyarakat yang tinggal di sekitar waduk menekuni kegiatan budidaya. Hal ini dikarenakan terdapat kendala bagi masyarakat dalam hal budidaya yaitu terkait dengan kemampuan pengetahuan, keberanian berusaha dan kebutuhan modal.
Kepemilikan keramba milik masyarakat di Waduk Gajah Mungkur tidak sama dengan kepemilikan KJA oleh PT.Aquafarm. Berdasarkan data dinasNakperla (2014), jumlah KJA yang dimiliki oleh PT sebanyak 240 unit (15,69%) dan masyarakat 743 unit (63,23%). Jika dilihat berdasarkan luasan lahan, kepemilikan lahan PT sebanyak (39,49%) jika
LAPORAN TEKNIS 2015
43
dibandingkan dengan jumlah KJA secara keseluruhan dan kepemilikan KJA oleh masyarakat 60,51%. Walaupun demikian, perbandingan jumlah KJA dengan luasan lahan yang dimiliki oleh PT yaitu 72 m² dan yang dimiliki oleh masyarakat 20 m². Budidaya ikan dalam KJA juga dilakukan oleh masyarakat dengan skala usaha relatif kecil 1-4 unit, per unit terdiri dari 4 kantong/lubang jaring berukuran panjang dan lebar (5x 5m- 7m) dengan kedalaman 2-3 m.
5.4 Dukungan Pemerintah Daerah
Lembaga yang dibentuk bukanlah pesaing yang sudah ada melainkan sebagai perekat dan diharapkan mampu mempercepat akselerasi pembangunan. Lembaga tersebut harus mampu melakukan sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan pembangunan perikanan di lokasi. KIMBis Pamisaya Mina Kabupaten Wonogiri dibentuk secara resmi pada 19 Maret 2012 dengan lokasi sekretariat pada TPI Kelompok Mina Tirta di Kelurahan Wuryantoro, Kecamatan Wuryantoro. Secara umum, KIMBis Pamisaya Mina Wonogiri mulai berfungsi sebagai wadah pemberdayaan masyarakat, antara lain yaitu sebagai tempat berhimpun dan berdiskusi, berbagi informasi, pemenuhan aspirasi antara masyarakat nelayan, pengolah dan pembudidaya dinas dan Balitbang KP. Sejak terbentuknya, KIMBis Pamisaya Mina Kabupaten Wonogiri telah melakukan penandatanganan MoU (Nomor24/2012), PKS (Nomor: 523/953/2012 dan 11.1/BALITBANGKP/ BBPSEKP/KS.200/VV/2012 2002). Salah satu dampak positif dari ditandatanganinya MoU antara Balitbang KP dengan PEMDA Wonogiri dan PKS antar DinasNakPerla dan BBPSEKP adalah legalitas formal kegiatan.
Adanya legalitas tersebut memudahkan PEMDA untuk memberikan dukungan secara langsung dalam bentuk pengajuan anggaran pendamping KIMBis. Dukungan PEMDA pada kegiatan kegiatan tahun 2012 sebesar tiga puluh juta, tahun 2013 sebesar lima puluh juta dan pembangunan sekretariat. Pada tahun 2014, dukungan PEMDA terhadap kegiatan KIMBis sebesar lima puluh juta rupiah dan pembangunan show room produk olahan perikanan. Kelompok usaha pengolahan sudah memiliki PIRT. Salahsatu manfaat keberadaan PIRT