• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIARE DI RUANG 2 IBU DAN ANAK RS REKSODIWIRYO PADANG KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIARE DI RUANG 2 IBU DAN ANAK RS REKSODIWIRYO PADANG KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIARE DI

RUANG 2 IBU DAN ANAK RS REKSODIWIRYO

PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan ke Program Studi D III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh

gelar Ahli Madya Keperawatan

LIDIA PARAMITA NIM: 143110252

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG TAHUN 2017

(2)

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Anak Pada Anak dengan Diare di Ruang 2 Ibu

dan Anak RS Reksodiwiryo Padang pada Tahun 2017”. Shalawat beriring

salam peneliti sampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya tulis ilmiah, Sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ns. Zolla Amelly Ilda, M. Kep selaku pembimbing I yang telah mengarahkan membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam membuat karya tulis ilmiah ini.

2. Ibu Delima, S.Pd, M.Kes selaku pembimbing II yang telah mengarahkan membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam membuat karya tulis ilmiah ini.

3. Bapak H. Sunardi, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang

4. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang 5. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M. Kep selaku Ketua Program Studi D III

Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang

6. Ibu/Bapak Staf Dosen Program Studi Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang yang telah memberikan bekal ilmu untuk bekal peneliti.

7. Bapak Direktur RS Reksodiwiryo Padang beserta staf yang telah mengizinkan untuk melakukan penelitian

(3)

selama kuliah Lidia banyak menghabiskan uang papa dan mama baik untuk keperluan kuliah maupun yang tidak untuk keperluan kuliah. Semoga Allah SWT membalas semua jasa papa, mama.

9. Spesial kepada para sahabat Nanda Berta Chania Amd.Kep, Shania Nabila Amd.Kep, Rissa Mona Eriksani Amd.Kep , Thalhah Gazali Amd.Kep, Nopebrian Bazar Yulias Amd.Kep, Dwi Sarah Rahmaniar Amd.Kep yang selalu memberikan motivasi, tawa, sedih bersama selama tiga tahun ini hingga penyusunan karya tulis ilmiah sampai kita wisuda nanti.

10. Terimakasih untuk Kelompok 2 Komunitas, Lady Permata Sari Amd.Kep yang sudah mau menghabiskan waktu bersama selama praktek. Terimakasih juga untuk Kelompok 54 PKTL senang bisa bertemu kalian, senang bisa menghabiskan hari-hari selama PKLT bersama kalian.

11. Kepada nenek ipin, nenek anun, dan nenek sofi yang sudah mau mendengarkan keluh kesah peneliti selama ini. Semoga kita semua bisa sukses dibidangnya masing-masing.

12. Rekan- rekan kelas III C yang seperjuangan, terutama zizi yang sudah mau berjuang dari awal sampai akhirnya ujian karya tulis ilmiah dan teman-teman Bp 2014 keperawatan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah mambantu. Semoga nantinya dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Padang, Juni 2017

(4)
(5)
(6)
(7)

Nama : Lidia Paramita

NIM : 143110252

Tempat/Tanggal Lahir : Padang/ 14 Maret 1996

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin Nama Orang Tua

Ayah : Dafril

Ibu : Yusnita

Alamat : Komp. Perum Green Arya 1 No. 01 RT. 05 Kel. Tabing Banda Gadang Kec. Nanggalo, Padang

Riwayat Pendidikan

No Pendidikan Tahun Ajaran

1 SDN 03 Alai Padang Timur 2002-2008

2 SMP N 22 Padang 2008-2011

3 SMA PGRI 1 Padang 2011-2014

4 Prodi Keperawatan Padang, Jurusan

Keperawatan, Poltekkes Kemenkes RI Padang

2014-2017

(8)

Lidia Paramita

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Diare di Ruang 2 Ibu dan Anak RS Reksodiwiryo Padang Tahun 2017

Isi : xii + 86 Halaman + 10 Tabel + 1 Bagan + 7 Lampiran

ABSTRAK

Diare merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak. Berdasarkan data yang didapatkan dari Rekam Medis RS Reksodiwiryo Padang didapatkan data jumlah pasien rawat inap dengan Diare pada tahun 2016 sebanyak 337 orang. Tujuan penelitian adalah diketahuinya asuhan keperawatan pada pasien anak dengan Diare di Ruang 2 Ibu dan Anak RS Reksodiwiryo Padang tahun 2017.

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan desain studi kasus. Dilakukan tanggal 23 Mei sampai dengan 27 Mei 2017 di Ruang 2 Ibu Dan Anak RS Reksodiwiryo Padang. Populasi penelitian ini seluruh pasien anak Diare dengan sampel yang diambil secara purposive

sampling. Instrument pengumpulan data yang digunakan format pengkajian dan alat pemeriksaan fisik. Metode pengumpulan data wawancara, observasi, studi dokumentasi, setelah itu data yang dianalisis untuk merumuskan diagnosa dan intervensi keperawatan.

Hasil penelitian yang didapatkan pada An.D dan An.R yaitu mengalami Diare dengan gejala yang berbeda yaitu pada An.D BAB encer, BAB lebih dari 7 kali, demam, malas minum, sedangkan pada An.R BAB encer, BAB > 10 kali, berlendir, demam, banyak minum, anus dan daerah sekitarnya lembab, berwana kemerahan. Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada kasus An.D dan An.R yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. Rencana keperawatan yaitu manajemen cairan, manjemen hipovolemia, monitor cairan. Implementasi keperawatan yang dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dirumuskan. Evaluasi yang didapatkan pada An.D yaitu masalah kekurangan volume cairan teratasi pada hari ke lima, pada An.R teratasi pada hari ke empat.

Disarankan kepada Direktur RS Reksodiwiryo Padang agar sering dilaksanakan palatihan secara berkala penyegaran asuhan keperawatan pada pasien anak dengan Diare kepada pegawai khususnya perawat. Agar lebih memperhatikan intervensi terhadap monitor kehilangan cairan yang berlebihan pada pasien diare dehidrasi ringan/sedang.

Kata kunci (Key Word): Diare Dehidrasi ringan/sedang, Asuhan Keperawatan

(9)

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

LEMBAR ORISINALITAS ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

ABSTRAK... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR BAGAN... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

A. Konsep Kasus Diare... 8

1. Pengertian Diare... 8 2. Klasifikasi Diare... 8 3. Etiologi... 10 4. Patofisiologi... 13 5. WOC... 17 6. Manifestasi Klinis... 18 7. Respon Tubuh... 20 8. Penatalaksanaan... 21 9. Komplikasi... 29

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diare... 31

1. Pengkajian... 31

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan... 37

3. Perencanaan Keperawatan... 38

BAB III METODE PENELITIAN... 49

A. Desain Penelitian... 49

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 49

C. Subjek Penelitian... 49

D. Alat atau Instrumen Pengumpulan Data... 50

(10)

BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN... 54 A. Deskripsi Kasus... 54 1. Pengkajian... 54 2. Diagnosis Keperawatan... 56 3. Intervensi Keperawatan... 59 4. Implementasi Keperawatan... 62 5. Evaluasi Keperawatan... 64 B. Pembahasan... 67 1. Pengkajian... 67 2. Diagnosis Keperawatan... 70 3. Intervensi Keperawatan... 76 4. Implementasi Keperawatan... 77 5. Evaluasi Keperawatan... 79 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 WOC Diare Pada Anak... 17

(11)

Tabel 2.1 Penilaian Derajat Dehidrasi... 19

Tabel 2.2 Pemberian Oralit... 23

Tabel 2.3 Pemberian Cairan ... 24

Tabel 2.4 Persentase Kehilangan Berat Badan Berdasarkan Tingkat Dehidrasi31 Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan... 36

Tabel 4.1 Pengkajian Keperawatan... 54

Tabel 4.2 Diagnosis Keperawatan... 56

Tabel 4.3 Intervensi Keperawatan... 59

Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan... 62

(12)

Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 : Surat Selesai Melakukan Penelitian Lampiran 4 : Ganchart

Lampiran 5 : Jadwal Bimbingan Proposal Lampiran 6 : Jadwal Bimbingan KTI

(13)

A. Latar Belakang

Diare saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada masyarakat. Diare juga merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di berbagai negara (Widoyono, 2011). Diare dapat menyerang semua kelompok usia terutama pada anak. Anak lebih rentan mengalami diare, karena sistem pertahanan tubuh anak belum sempurna (Soedjas, 2011).

World Health Organizatin (WHO) (2012), menyatakan bahwa diare

merupakan 10 penyakit penyebab utama kematian. Tahun 2012 terjadi 1,5 juta kematian akibat diare. Sepanjang tahun 2012, terdapat sekitar 5 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupan. Kematian tersebut disebabkan karena pneumonia (18%), komplikasi kelahiran preterm (14%) dan diare (12%).

Hasil Riskesdas (2013), menyatakan bahwa insiden diare pada anak di Indonesia adalah 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%), perempuan (4,9%).

Angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit diare di Indonesia masih tinggi. Proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6 – 11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur 54 – 59 bulan yaitu 2,06% (Kemenkes, 2011). Penelitian Marlia (2015), menyatakan bahwa terdapat 99 anak yang mengalami diare di RS Dr.

(14)

Cipto Mangunkusumo pada bulan Februari 2013 laki-laki (56%), perempuan (43%), berada pada kelompok umur 12-36 bulan.

Dinas Kesehatan Kota Padang (2014), menyatakan pada tahun 2014 jumlah kasus diare yang datang ke sarana kesehatan sebanyak 12,2% kasus. Jumlah kasus tahun 2014 sedikit menurun dibandingkan kasus tahun 2013 sebesar 25,9%. Penyakit Diare sampai saat ini masih termasuk dalam urutan 10 penyakit terbanyak di Kota Padang. Kecamatan Pauh merupakan kecamatan dengan angka kejadian diare tertinggi di kota Padang. Kasus diare yang ditangani di Puskesmas Pauh adalah 48,4%. Puskesmas diobati sesuai dengan prosedur tetap penatalaksanaan kasus diare dengan pengobatan yang rasional. Target penemuan kasus diare pada tahun 2014 adalah 2,13% dari 87,7% penduduk Kota Padang dengan capaian kasus diare adalah 41,7% kasus dan semuanya ditangani dan lebih banyak ditemukan pada perempuan (Dinkes, 2014).

Target penemuan kasus diare pada tahun 2015 adalah 2,14% dari 92,4% penduduk Kota Padang, dengan capaian kasus adalah 49,7% kasus dan semuanya ditangani. Jumlah kasus ini naik dari tahun sebelumnya (41,7% kasus) dan lebih banyak ditemukan pada perempuan (Dinkes, 2016). Cakupan pelayanan diare pada balita kota Padang tahun 2015 adalah 48,3% dari 100% yang ditargetkan. Laporan macam penyakit dan jumlah penderita rawat inap di RS Reksodiwiryo Padang tahun 2016 pasien yang terdiagnosa menderita diare sebanyak 337 kasus dan diare berada di urutan kedua penyakit terbanyak di kelompok infeksi saluran pencernaan.

Diare pada bayi dan balita ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: yaitu infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologis anak. Infeksi enteral merupakan infeksi saluran percernaan, yang menjadi penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral disebabkan karena bakteri, virus dan parasit. Sedangkan infeksi parenteral merupakan infeksi dari luar pencernaan seperti otitis media akut (OMA),

(15)

bronkopneumonia, ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun (Ngastiyah, 2014).

Wong (2008), mengatakan pengkajian keperawatan terhadap diare dimulai dengan mengamati keadaan umum dan perilaku anak. Pengkajian selanjutnya yang dilakukan pada pasien diare dengan gangguan keseimbangan cairan yaitu pengkajian dehidrasi seperti berkurangnya keluaran urine, turgor kulit yang jelek, ubun-ubun yang cekung. Nursalam (2008), mengatakan dampak yang dapat ditimbulkan jika mengalami gangguan keseimbangan cairan yaitu terjadi hal-hal seperti dehidrasi pada bayi dan balita, hipoglikemia, mengalami gangguan gizi, gangguan sirkulasi, hingga terjadi komplikasi pada anak.

Dampak masalah fisik yang akan terjadi bila diare tidak diobati akan berakibat kehilangan cairan dan eletrolit secara mendadak. Pada balita akan menyebabkan anoreksia (kurang nafsu makan) sehingga mengurangi asupan gizi, dan diare dapat mengurangi daya serap usus terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari makanan pada anak yang mengalami diare akan meningkat, sehingga setiap serangan diare akan menyebabkan kekurangan gizi. Jika hal ini berlangsung terus menerus akan menghambat proses tumbuh kembang anak. Sedangkan dampak psikologis terhadap anak-anak antara lain anak akan menjadi rewel, cengeng, sangat tergantung pada orang terdekatnya (Widoyono, 2011).

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko meningkatnya episode diare, diantaranya dengan pemberian ASI. Pemberian ASI pada bayi atau anak yang mengalami diare akan memiliki manfaat antara lain untuk mengganti cairan yang hilang (rehidrasi). ASI mengandung zat-zat gizi yang berguna untuk memenuhi kecukupan zat-zat gizi selama diare yang diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan (Puput, 2011). Hasil penelitian Tamimi, dkk (2016), menyatakan bahwa 92.1% bayi yang mendapat ASI eksklusif tidak mengalami diare dan

(16)

29,5% bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berpeluang untuk terjadinya diare.

Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada pasien yang menderita diare adalah kekurangan volume cairan dan ketidakseimbangan nutrisi. Peran perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan pada anak yang dirawat dengan diare, diantaranya memantau asupan dan pengeluaran cairan. Anak yang mendapatkan terapi cairan melalui intravena perlu pengawasan untuk asupan cairan, kecepatan tetesan harus diatur untuk memberikan cairan dengan volume yang dikehendaki dalam waktu tertentu dan lokasi pemberian infus harus dijaga (Wong, 2008). Tindakan keperawatan yang harus dilakukan selanjutnya yaitu menimbang berat badan anak secara akurat, memantau input dan output yang tepat dengan meneruskan pemberian nutrisi per oral dan melakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium.

Selain dari tindakan keperawatan, orang tua dan keluarga juga ikut memberikan perawatan seperti memberikan perhatian, semangat dan mendampingi anak selama dirawat dirumah sakit (Nursalam, 2008). Selain dari perawatan anak di rumah sakit, pengetahuan orang tua tentang terjadinya diare sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena sebagian ibu belum mengetahui tentang perilaku sehat untuk menjaga kesehatan keluarga seperti selalu menjaga kebersihan diri dan makanan, menjaga kebersihan lingkungan rumah, memeriksakan kondisi kesehatan ketika terdapat gejala suatu penyakit ke puskesmas, menjaga pola istirahat serta menyempatkan untuk berekreasi guna menghilangkan stres yang dapat memicu suatu penyakit (Subakti, 2015).

Survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 11 Januari 2016 di dapatkan 3 orang anak dengan kasus diare di ruangan 2 anak di RST Dr. Reksodiwiryo, dengan diagnosa keperawatan utama pada anak yaitu dengan kekurangan volume cairan. Dari hasil pengamatan,

(17)

perawat sudah melakukan pengkajian yang meliputi identitas anak dan orang tua, alamat, riwayat kesehatan, data pemeriksaan fisik dan diagnostik. Perawat sudah melakukan tindakan pemasangan infus, NGT untuk memenuhi kebutuhan cairan pada pasien dan perawat memantau kondisi pasien pada saat overan, pemberian obat, dan saat mengganti infus pasien.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti melakukan studi kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Diare di Ruang 2 Anak di RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut didapat rumusan masalah dari kasus tersebut adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Diare di Ruangan 2 Anak di RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”

2. Tujuan khusus

Berdasarkan tujuan umum tersebut didapatkan tujuan khusus dari penelitian kasus ini adalah :

(18)

a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017

b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada anak dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017

c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada anak dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017

d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017”

e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017

f. Mampu melakukan pendokumentasian pada anak dengan kasus Diare di Ruang 2 Anak RS Tentara Dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2017.

D. Manfaat

1. Pengembang Keilmuan a. Penulis

Dapat menambah wawasan dan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan anak pada anak dengan diare. b. Bagi Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang

diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan oleh mahasiswa prodi D III Keperawatan Padang untuk penelitian selanjutnya.

(19)

a. Institusi Pendidikan Poltekkes Kemenkes RI Padang

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan kontribusi laporan kasus bagi pengembangan praktik keperawatan. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk pengembangan ilmu dalam penelitian lebih lanjut dengan metode dan tempat yang berbeda untuk penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit Diare.

b. Institusi RS Reksodiwiryo Padang

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam meningkatkan penerapan asuhan keperawatan anak pada anak dengan diare.

(20)

A. Konsep Dasar Kasus Diare 1. Pengertian

Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang lebih encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender (Riskesdas, 2013).

Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).

WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi selama ≥ 14 hari.

2. Klasifikasi Diare

Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak, Uniersitas Airlangga dalam Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan menjadi:

a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3-5 hari.

(21)

c. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik bukan suatu kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang penyebab dan patogenesisnya multikompleks. Mengingat banyaknya kemungkinan penyakit yang dapat mengakibatkan diare kronik dan banyaknya pemeriksaan yang harus dikerjakan maka dibuat tinjauan pustaka ini untuk dapat melakukan pemeriksaan lebih terarah.

Sedangkan menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan, sebagai berikut:

a. Diare akut

Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut didefenisikan sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK). Diare akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.

b. Diare kronis

Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa atau diare nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.

c. Diare intraktabel

Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada bayi dalam usia minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebabnya dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebabnya

(22)

yang paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara memadai.

d. Diare kronis nonspesifik

Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Feses pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel makanan yang tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anak-anak yang menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal dan tidak terdapat gejala malnutrisi, tidak ada darah dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.

3. Etiologi

Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bisa terlambat.

Faktor penyebab diare, antara lain :

a. Faktor Infeksi

1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :

a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,

Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus, dan

lain-lain.

c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,

Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida albicans)

(23)

2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akut (OMA) , tonsilitis/ tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

b. Faktor malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).

2) Malabsorbsi lemak. 3) Malabsorbsi protein.

c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi

pada anak yang lebih besar).

Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan resiko terjadinya diare, yaitu :

a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari kehidupan.

b. Menggunakan botol susu.

c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. d. Air minum tercemar dengan bakteri tinja.

e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja, atau sebelum menjamaah makanan.

Menurut Wong (2008), penyebab infeksius dari diare akut yaitu : 1. Agens virus

a. Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami demam (38ºC atau lebih tinggi), nausea atau vomitus, nyeri abdomen, disertai infeksi saluran pernapasan atas dan diare dapat berlangsung lebih dari 1 minggu. Biasanya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada anak terjadi di usia lebih dari 3 tahun.

b. Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam, nafsu makan terganggu, malaise. Sumber infeksi bisa didapat

(24)

dari air minum, air di tempat rekreasi (air kolam renang, dll), makanan. Dapat menjangkit segala usia dan dapat sembuh sendiri dalam waktu 2-3 hari.

2. Agens bakteri

a. Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada strainnya. Biasanya anak akan mengalami distensi abdomen, demam, vomitus, BAB berupa cairan berwarna hijau dengan darah atau mukus bersifat menyembur. Dapat ditularkan antar individu, disebabkan karena daging yang kurang matang, pemberian ASI tidak eksklusif.

b. Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam untuk gastroenteritis. Gejalanya bervariasi, anak bisa mengalami nausea atau vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB kadang berdarah dan ada lendir, peristaltik hiperaktif, nyeri tekan ringan pada abdomen, sakit kepala, kejang. Dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh binatang seperti kucing, burung, dan lainnya.

3. Keracunan makanan

a. Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan kram yang hebat pada abdomen, syok. Disebabkan oleh makanan yang kurang matang atau makanan yang disimpan di lemari es seperti puding, mayones, makanan yang berlapis krim.

b. Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak akan mengalami nyeri epigastrium yang bersifat kram dengan intensitas yang sedang hingga berat. Penularan bisa lewat produk makanan komersial yang paling sering adalah daging dan unggas.

c. Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan mengalami nausea, vomitus, mulut kering, dan disfagia. Ditularkan lewat makanan yang terkntaminasi. Intensitasnya bervariasi mulai dari gejala ringan hingga yang dapat

(25)

menimbulkan kematian dengan cepat dalam waktu beberapa jam.

4. Patofisiologi

Hidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya :

a. Faktor infeksi 1) Virus

Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi

rotavirus. Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan

masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus menjadi rusak yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.

2) Bakteri

Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke dalam mukosa, terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan mencret berdarah berlendir. Penyebab utama pembentukan enterotoksin ialah bakteri Shigella sp, E.coli. diare ini bersifat self-limiting dalam waktu kurang lebih lima

(26)

hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa yang baru (Wijoyo, 2013).

b. Faktor malabsorpsi, 1) Gangguan osmotik

Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus Akibatnya akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat. Gangguan osmotik meningkat menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare (Nursalam, 2008). 2) Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus (Nursalam, 2008).

3) Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bisa peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan cairan ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang, terjadi ketidakseimbangan elektrolit yang mengakibatkan syok hipovolemik dan berakhir pada kematian jika tidak segera diobati (Nursalam, 2008).

c. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare (Hidayat, 2008). Diare akut berulang dapat menjurus ke malnutrisi energi protein, yang mengakibatkan usus halus mengalami perubahan

(27)

yang disebabkan oleh PEM tersebut menjurus ke defisiensi enzim yang menyebabkan absorpsi yang tidak adekuat dan terjadilah diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi perubahan respons imun, menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit terlambat, berkurangnya jumlah limfosit dan jumlah sel T yang beredar.

Setelah mengalami gastroenteritis yang berat anak mengalami malabsorpsi. Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang mengalami malnutrisi, keadaan malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus, faktor infeksi silang usus yang berulang menyebabkan malabsorpsi, enteropati dengan kehilangan protein. Enteropati ini menyebabkan hilangnya albumin dan imunogobulin yang mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat (Suharyono, 2008).

d. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare. Proses penyerapan terganggu (Hidayat, 2008).

(28)
(29)

5. Manifestasi Klinis

Anak yang mengalami diare akibat infeksi bakteri mengalami kram perut, muntah, demam, mual, dan diare cair akut. Diare karena infeksi bakteri invasif akan mengalami demam tinggi, nyeri kepala, kejang-kejang, mencret berdarah dan berlendir (Wijoyo, 2013).

Ngastiyah (2014), mengatakan anak yang mengalami diare mula-mula akan cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang. BAB cair, mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.

Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Jika anak telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, serta mengalami gangguan asam basa dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia, hipovolemia. Gejala dari dehidrasi yang tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit kembali sangat lambat, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, mukosa bibir kering.

Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010). Untuk mengetahui keadaan dehidrasi dapat dilakukan penilaian sebagai berikut:

Tabel 2.1

(30)

Penilaian Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan/Sedan g Dehidrasi Berat 1. Lihat:

Keadaan Umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai atau tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung

dan kering

Air mata Ada Tidak ada Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering Rasa haus Minum biasa

tidak haus

Haus, ingin minum banyak

Malas minum atau tidak bisa minum

2. Periksa:

Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat 3. Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/ sedang, kriteria Dehidrasi berat, kriteria bila ada 1 tanda*

Bila ada 1 tanda ditambah 1 atau lebih tanda lain

Ditambah 1 atau lebih tanda lain

4. Terapi Rencana terapi A

Rencana terapi B

Rencana terapi C

*Tanda-tanda yang juga dapat diperiksa: timbang berat badan, ubun-ubun besar, urine, nadi, dan pernapasan atau tekanan darah.

Sumber: Depkes, Buku Ajar Diare dalam Nursalam (2008)

6. Respon Tubuh

a. Sistem Integumen

Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan hingga berat turgor kulit biasanya kembali sangat lambat. Karena tidak

(31)

adekuatnya kebutuhan cairan dan elektrolit pada jaringan tubuh anak sehingga kelembapan kulitpun menjadi berkurang.

b. Sistem Respirasi

Kehilangan air dan elektolit pada anak yang diare mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa yang menyebabkan pH turun karena akumulasi asam non-volatil. Terjadilah hiperventilasi yang akan menurunkan pCO2 menyebabkan pernapasan jadi cepat, dan dalam (pernapasan kusmaul).

c. Sistem Pencernaan

Anak yang diare biasanya mengalami gangguan pada nutrisi, yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus dimana usus tidak dapat menyerap makanan. Anak akan tampak lesu, malas makan, dan letargi. Nutrisi yang tidak dapat diserap mengakibatkan anak bisa mengalami gangguan gizi yang bisa menyebabkan terjadinya penurunan berat badan dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga proses penyembuhan akan lama.

d. Sistem Muskoloskletal

Kekurangan kadar natrium dan kalium plasma pada anak yang diare dapat menyebabkan nyeri otot, kelemahan otot, kram dan detak jantung sangat lambat.

e. Sistem Sirkulasi

Akibat dari diare dapat terjadi gangguan pada sistem sirkulasi darah menyebabkan nadi melemah, tekanan darah rendah, kulit pucat, akral dingin yang mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik.

f. Sistem Otak

Syok hipovolemik dapat menyebabkan aliran darah dan oksigen ke otak berkurang. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan

(32)

kesadaran dan bila tidak segera ditolong dapat mengakibatkan kematian.

g. Sistem Eliminasi

Warna tinja anak yang mengalami diare makin lama berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja yang makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

1) Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting

yang perlu diperhatikan

a) Jenis cairan

(1) Oral : pedialyte atau oralit, Ricelyte (2) Parenteral : NaCl, Isotonic, infus b) Jumlah cairan

Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan.

c) Jalan masuk atau cara pemberian

(1) Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCL dan glukosa.

(2) Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai seberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat

(33)

ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

d) Jadwal pemberian cairan

Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan.

(1) Identifikasi penyebab diare

(2) Terpai sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat anti mortilitas dan sekresi usus, antiemetik

2) Pengobatan dietetik

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan :

(a) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau sejenis lainnya).

(b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa.

(c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh (Ngastiyah, 2014).

b. Penatalaksanaan Keperawatan 1) Bila dehidrasi masih ringan

Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah pasien defekasi. Cairan harus mengandung eletrolit, seperti oralit. Bila tidak ada oralit dapat diberikan larutan gula garamdenan 1

(34)

gelas air matang yang agak dingindilarutkan dalam 1 sendok teh gula pasir dan 1 jumput garam dapur.

Jika anak terus muntah atau tidak mau minum sama sekali perlu diberikan melaluui sonde. Bila pemberian cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infus dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam pertama karena diperlukan untuk segera mengatasi dehidrasi.

2) Pada dehidrasi berat

Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk mengetahui kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan cara:

(a) Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set infus yang dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infus waktu memantaunya.

(b) Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.

(c) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer atau sudah berubah konsistensinya.

(d) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir dan selaput lendir mulut kering.

(e) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi makan lunak atau secara realimentasi.

Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana terapi A, B dan C sebagai berikut:

1. Rencana terapi A

Penanganan diare dirumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:

(35)

a. Beri cairan tambahan 1) Jelaskan pada ibu, untuk:

a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.

b) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air matang sebagai tambahan.

c) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang.

Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:

a) Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam kunjungan ini.

b) Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah.

2) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukkan kepada ibu berapa banyak oralit atau cairan lain yang harus diberikan setiap kali anak berak:

a) Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali berak. b) Umur 1 sampai 5 tahun: 100 sampai 200 ml setiap kali

berak. Katakan kepada ibu:

a) Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/ cangkir/ gelas.

b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat.

(36)

b. Beri tablet Zinc selama 10 hari c. Lanjutkan pemberian makan

d. Kapan harus kembali untuk konseling bagi ibu.

2. Rencana terapi B

Penanganan dehidrasi ringan/ sedang dengan oralit. Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.

Tabel 2.2 Pemberian Oralit

Umur ≤ 4 bulan 4 - <12 bulan 1 - <2 tahun 2 - <5 tahun Berat < 6 kg 6 - <10 kg 10 - <12 kg 12 – 19 kg

Jumlah 200 – 400 400 – 700 700 – 900 900 – 1400

Sumber: MTBS, 2011.

a) Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama

(1) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman diatas.

(2) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan juga 100-200 ml air matang selama periode ini.

b) Tunjukkan cara memberikan larutan oralit

(1) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas

(2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi lebih lambat.

(3) Lanjutkan ASI selama anak mau.

(37)

(1) Umur <6 bulan : 10 mg/hari (2) Umur ≥6 bulan : 20 mg/hari d) Setelah 3 jam

(1) Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.

(2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan. (3) Mulailah memberi makan anak.

e) Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai (1) Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah

(2) Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan.

(3) Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus lagi

(4) Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi A).

3. Rencana terapi C

Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaiu dengan:

a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan Ringer Laktat (atau jika tak tersedia, gunakan cairan Nacl yang dibagi sebagai berikut:

Tabel 2.3 Pemberian Cairan

(38)

Umur Pemberian Pertama 30 ml/kg Selama Pemberian Berikut 70 ml/kg Selama Bayi

(dibawah umur 12 bulan)

1 jam* 5 jam

Anak

(12 bulan sampai 5 tahun)

30 menit* 2 ½ jam

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba

Sumber: MTBS, 2011.

b. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri tetesan lebih cepat.

c. Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum: biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet Zinc.

d. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.

e. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas untuk pemberian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit). f. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan

cara meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam perjalan menuju klinik.

g. Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastrik untuk rehidrasi, mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg).

h. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:

(1) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat.

(39)

(2) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk pengobatan intravena.

i. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan pengobatan.

4. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare

a. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatkan tablet Zinc sesuai dosis dan waktu yang telah ditentukan.

b. Dosis tablet Zinc (1 tablet = 20 mg). Berikan dosis tunggal selama 10 hari:

1) Umur < 6 bulan : ½ tablet 2) Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet c. Cara pemberian tablet Zinc

1) Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet akan larut ± 30 detik), segera berikan kepada anak. 2) Apabila anak muntah sekitar setenagh jam setelah pemberian

tablet Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh.

3) Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama 10 hari penuh, meskipun diare sudah berhent, karena Zinc selain memberi pengobatan juga dapat memberikan perlindungan terhadap diare selama 2-3 bulan ke depan. 4) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan

infus, tetap berikan tablet Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.

(40)

5. Pemberian Perbiotik Pada Penderita Diare

Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang memberikan pengaruh menguntungkan pada penderita dengan memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus, akan terjadi peningkatan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen saluran cerna. Probiotik dapat meningkatkan produksi musin mukosa usus sehingga meningkatkan respons imun alami (innate immunity). Probiotik menghasilkan ion hidorgen yang akan menurunkan pH usus dengan memproduksi asam laktat sehingga menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu terapi suportif diare akut. Hal ini berdasarkan peranannya dalam menjaga keseimbangan flora usus normal yang mendasari terjadinya diare. Probiotik aman dan efektif dalam mencegah dan mengobati diare akut pada anak (Yonata, 2016).

3) Kebutuhan nutrisi

Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia sehingga masukan nutrisinya menjadi kurang. Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah jika, pasien juga mengalami muntah-muntah atau diare lama, keadaan ini menyebabkan makin menurunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan tidak lekas tercapai, bahkan dapat timbul komplikasi.

Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis makanan yang menyebabkan malabsorbsi harus dihindarkan. Pemberian makanan harus mempertimbangkan umur, berat badan dan kemampuan anak menerimanya. Pada umumnya anak umur 1 tahun sudah bisa makan makanan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa sayuran pada hari masih diare dan minum teh. Hari esoknya jika

(41)

defekasinya telah membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak berlemak (Ngastiyah, 2014).

8. Komplikasi

Menurut Suharyono dalam Nursalam (2008), komplikasi yang dapat terjadi dari diare akut maupun kronis, yaitu:

1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)

Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik), karena:

a. Kehilangan narium bicarbonat bersama tinja.

b. Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak sempurna, sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.

c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.

d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria). e. Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler ke dalam

cairan intraseluler.

Secara klinis, bila pH turun oleh karena akumulasi beberapa asam non-volatil, maka akan terjadi hiperventilasi yang akan menurunkan pCO2 menyebabkan pernafasan bersifat cepat, teratur, dan dalam (pernapasan kusmaul) (Suharyono, 2008).

(42)

Hypoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare dan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori protein (KKP), karena :

a. Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu. b. Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang

terjadi.

Gejala hypoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak. Hal tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.

3. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi sehingga terjadi penurunan berat badan. Hal ini disebabkan karena: a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare

atau muntahnya akan bertambah hebat, sehingga orang tua hanya sering memberikan air teh saja.

b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dalam waktu yang terlalu lama.

c. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

4. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadinya hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga dapat mengakibatkan

(43)

perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera ditolong maka penderita dapat meninggal.

5. Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L). Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anaka dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau Normal Saline (Juffrie, 2010).

B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan.

1) Keluhan Utama

Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung <14 hari maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten (Nursalam, 2008)

(44)

2) Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya pasien mengalami:

a. Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare.

b. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.

c. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya makin lama makin asam.

d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. e. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit,

maka gejala dehidrasi mulai tampak.

f. Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat) (Nursalam, 2008).

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

a. Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare lebih sering terjadi pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh pada pasien. Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG, imunisasi DPT, serta imunisasi polio.

(45)

b. Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik), makan makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.

c. Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja, menggunakan botol susu, tidak mencuci tangan setelah buang air besar, dan tidak mencuci tangan saat menjamah makanan.

d. Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya, selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA, tonsilitis, faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis (Nursalam, 2008).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan perjalanan ke daerah tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008).

5) Riwayat Nutrisi

Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi:

a. Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko diare dan infeksi yang serius.

(46)

b. Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah menimbulkan pencemaran. c. Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak

merasa haus (minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa minum (Nursalam, 2008).

b. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum

a) Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar

b) Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel c) Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar 2. Berat badan

Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang mengalami diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan, sebagai berikut:

Tabel 2.4

Persentase Kehilangan Berat Badan Berdasarkan Tingkat Dehidrasi

Tingkat Dehidrasi

% Kehilangan Berat Badan Bayi Anak Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg) Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg) Dehidrasi berat 10-15% (100-150 ml/kg) 9% (90 ml/kg)

(47)

3. Pemeriksaan Fisik a) Kepala

Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya biasanya cekung

b) Mata

Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal. Apabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya cekung (cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya sangat cekung.

c) Hidung

Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung.

d) Telinga

Biasanya tidak ada kelainan pada telinga. e) Mulut dan Lidah

(1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah (2) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering (3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering f) Leher

Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan pada kelenjar tyroid.

g) Thorak (1) Jantung

(48)

Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat. (b) Auskultasi

Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare dehidrasi ringan atau sedang denyut jantung pasien normal hingga meningkat, diare dengan dehidrasi berat biasanya pasien mengalami takikardi dan bradikardi.

(2) Paru-paru (a) Inspeksi

Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare dehidrasi ringan pernapasan normal hingga melemah, diare dengan dehidrasi berat pernapasannya dalam.

h) Abdomen (1) Inspeksi

Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram. (2) Palpasi

Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien diare dehidrasi ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat kembali > 2 detik.

(3) Auskultasi

Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya meningkat

i) Ektremitas

Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal, akral teraba hangat. Anak dengan diare dehidrasi

(49)

ringan CRT kembali < 2 detik, akral dingin. Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba dingin, sianosis.

j) Genitalia

Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di lakukan pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.

c. Pemeriksaan diagnostik 1) Pemeriksaan laboratrium

(a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium > 5 mEq/L

(b) Pemeriksaan urin

Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang diperiksa adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis (Suharyono, 2008).

(c) Pemeriksaan tinja

Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat.

(d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa

Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein leukosit dalam feses atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH menurun disebabkan akumulasi asama atau kehilangan basa (Suharyono, 2008).

(e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik ( Betz, 2009).

(50)

2) Pemeriksaan Penunjang (a) Endoskopi

(1) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien mengalami mual dan muntah. (2) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan

perdarahan segar melalui rektum.

(3) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika pada pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan untuk menyingkirkan kanker. (b) Radiologi

(1) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani kolonoskopi

(2) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai mengalami penyakit bilier atau prankeas

(c) Pemeriksaan lanjutan

(1) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik dari diare.

(2) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai membutuhkan sampel feses dan serologi (Emmanuel, 2014).

(51)

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare menurut NANDA Internasional (2015), adalah sebagai berikut:

a. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi, inflamasi, iritasi, malabsorbsi.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, faktor psikologis, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.

d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB, perubahan status cairan, perubahan pigmentasi, perubahan turgor, penurunan imunologis.

e. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan diare, intoleransi makanan, malnutrisi.

f. Resiko syok berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit. g. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peningkatan laju

metabolisme, penyakit.

h. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (sering BAB).

i. Ganguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit, kurang kontrol situasi.

j. Anisetas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, gejala terkait penyakit.

k. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kurang sumber pengetahuan.

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.5

Intervensi Keperawatan Untuk Pasien Diare

(52)

NO Diagnosa Keperawatan NOC NIC 1. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi, inflamasi, iritasi, malabsorbsi. NOC: a. Kontinensi usus

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat mengontrol pengeluaran feses dari usus, dengan Kriteria hasil:

1. Diare(4)

2. Mengeluarkan feses paling tidak 3 kali per hari(5)

3. Minum cairan secara adekuat(5) 4. Mengkonsumsi serat secara adekuat(5) Keterangan: (4): Jarang menunjukkan (5): Secara konsisten menunjukkan b. Fungsi Gastrointestinal

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan saluran pencernaan pasien mampu untuk mencerna, dan menyerap nutrisi dari makanan, dengan Kriteria hasil: 1. Frekuensi BAB(4) 2. Konsistensi feses(5) 3. Distensi perut(5) 4. Peningkatan peristaltik(4) 5. Diare(4) Keterangan: (4): Sedikit terganggu (5): Tidak terganggu NIC: a. Manajemen diare Tindakan keperawatan: 1. Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal 2. Anjurkan pasien untuk menggunakan obat antidiare 3. Evaluasi intake makanan yang dikonsumsi sebelumnya 4. Identifikasi faktor penyebab diare (misalnya, bakteri) 5. Berikan makanan

dalam porsi kecil dan lebih sering serta tingkatkan porsi secara bertahap 6. Monitor tanda dan

gejala diare

b. Manajemen Saluran Cerna

Tindakan keperawatan:

1. Monitor buang air

besar termasuk frekuensi,

konsistensi, bentuk, volume, dan warna, dengan cara yang tepat.

2. Monitor bising usus 3. Instruksikan pasien

mengenai makanan tinggi serat

(53)

2. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi. NOC: a. Keseimbangan cairan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan didalam tubuh pasien tidak terganggu, dengan Kriteria hasil:

1. Tekanan darah (5) 2. Denyut nadi perifer(5) 3. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam(4)

4. Berat badan stabil(5) 5. Turgor kulit(5) 6. Kelembaban membran mukosa(5) Keterangan: (4): Sedikit terganggu (5): Tidak terganggu b. Hidrasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ketersediaan air didalam tubuh pasien tidak terganggu, dengan Kriteria hasil:

1. Turgor kulit(5)

2. Membran mukosa

lembab(5) 3. Intake cairan(5)

4. Mata dan ubun-ubun cekung(5)

5. Nadi cepat dan lemah(5) Keterangan: NIC: a. Manajemen cairan Tindakan keperawatan: 1. Monitor status hidrasi (misalnya, membran mukosa lembab, denyut nadi adekuat)

2. Jaga intake/asupan yang akurat dan catat

output pasien

3. Monitor

makanan/cairan yang dikonsumsi dan hitung asupan kalori harian

4. Kolaborasi

pemberian cairan IV 5. Monitor status nutrisi 6. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien 7. Monitor tanda-tanda vital 8. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan b. Manajemen Hipovolemia Tindakan Keperawatan: 1. Monitor status cairan

termasuk intake dan output cairan 2. Pelihara IV line 3. Monitor tingkat Hb dan hematokrit 4. Monitor tanda-tanda vital 5. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan 6. Dorong pasien untuk

menambah intake oral

(54)

(5): Tidak terganggu

c. Status nutrisi: asupan makanan & cairan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jumlah makanan dan cairan yang masuk ke dalam tubuh pasien adekuat, dengan Kriteria hasil:

1. Asupan makanan

secara oral(4)

2. Asupan makan secara

tube feeding (NGT/OGT) (4) 3. Asupan cairan intravena(4) 4. Asupan nutrisi parenteral(4) Keterangan: (4): Sebagian besar adekuat c. Monitor cairan Tindakan keperawatan: 1. Monitor berat badan 2. Monitor intake dan

output

3. Monitor nilai serum dan elektrolit urin

4. Monitor serum

albumin dan total protein

5. Monitor TD, nadi, pernafasan

6. Monitor kelembaban mukosa, turgor kulit

3. Ketidakseimba ngan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh NOC: a. Status nutrisi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien dapat terpenuhi, dengan Kriteria hasil: 1. Asupan makanan(4) 2. Asupan cairan(5) 3. Rasio berat/tinggi badan(5) 4. Energi(4) 5. Hidrasi(4) Keterangan: (4): Sedikit menyimpang dari rentang normal

(5): Tidak menyimpang dari rentang normal

NIC: a. Manajemen nutrisi Tindakan keperawatan: 1. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan 2. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi

3. Atur diet yang diperlukan (yaitu, menyediakan makana protein tinggi, menambah atau mengurangi kalori, menambah atau menurangi vitamin, mineral) 4. Tentukan jumlah

kalori dan jenis

nutrisi yang

(55)

b. Status nutrisi: Asupan Makanan & Cairan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jumlah makanan dan cairan yang masuk ke dalam tubuh pasien adekuat, dengan Kriteria hasil:

1. Asupan makanan

secara oral(4)

2. Asupan makan secara

tube feeding

(NGT/OGT) (4)

3. Asupan cairan secara

oral(4) 4. asupan nutrisi parenteral(4) Keterangan: (4): Sebagian besar adekuat c. Status nutrisi: asupan nutrisi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan asupan gizi pasien terpenuhi, dengan Kriteria hasil: 1. Asupan kalori(5) 2. Asupan protein(5) 3. Asupan karbohidrat(5) 4. Asupan serat(4) 5. Asupan mineral(5) Keterangan: (4): Sebagian besar adekuat (5): Sepenuhnya adekuat

d. Berat badan: Massa tubuh

Setelah dilakukan tindakan

memenuhi persyaratan gizi b. Monitor nutrisi Tindakan keperawatan: 1. Monitor kecendrungan turun BB

2. Monitor turgor kulit 3. Monitor adanya mual

dan muntah 4. Monitor pucat,

kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

5. Monitor diet dan asupan kalori

c. Monitor nutrisi

Tindakan keperawatan: 1. Timbang berat badan

pasien 2. Monitor adanya mual muntah 3. Monitor adanya penurunan berat badan

4. Monitor turgor kulit dan mobilitas

d. Bantuan

peningkatan BB

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: Dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien post sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini dimulai dari tahap pengkajian, menentukan

Tujuan : Untuk mengetahui pengkajian pada pasien urolitiasis, mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien post tindakan litotripsi, mengetahui tindakan pada

Sebagai suatu informasi yang tertulis, dokumentasi keperawatan merupakan media komunikasi yang efektif antar profesi dalam suatu tim pelayanan kesehatan

Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC &amp; kriteria hasil NOC. Buku Ajar Keperawatan Maternitas

Pada hari senin, 27 Mei 2019 di lakukan implementasi keperawatan dengan diagnosa keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan gangguan metabolik, kerusakan

Diagnosa keperawatan muncul berdasarkan tinjauan kasus pada kedua pasien dengan diagnosa yang sama pada SDKI Prioritas diagnosa keperawatan pada kedua klien

Hasil yang didapatkan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama tiga hari mendapatkan hasil yaitu dari semua diagnosa yang ditegakkan penulis, masalah keperawatan

Menurut hasil penilitian Riris, 2014, bahwa pada pasien sirosis hepatis dengan diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terbukti status nutrisi dapat