PENGUKURAN RADIONUKLIDA ALAM DAN ANTROPOGENIK
DI KAWASAN SEMENANJUNG MURIA
Heny Suseno, Heru Umbara
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif – Badan Tenaga Nuklir Nasional
ABSTRAK
PENGUKURAN RADIONUKLIDA ALAM DAN ANTROPOGENIK DI KAWASAN SEMENANJUNG MURIA. Telah dilakukan pemutahiran data radionuklida alam dan buatan di Semanjung Muria yang merupakan salah satu komponen dalam studi tapak pada kandidat lokasi pembangunan PLTN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengantisipasi perubahan data base line yang diakibatkan oleh masukan kontaminan
(termasuk radionuklida) baik dari daratan (land base source of pollution) maupun dari laut
(marine base source of pollution). Pemutahiran data ini mencakup tahapan pekerjaan,
sampling, preparasi dan analisis serta interpretasi data. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh kandungan radionuklida alam pada kompartemen air dan sedimen tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan dengan tahun 2000 – 2003. Radionuklida antropogenik yang terdeteksi di dalam air laut adalah 137Cs. Kisaran
konsentrasi 137Cs dalam air laut adalah 0,96 sampai dengan 1,34 Bq/m3. Hasil analisis
tersebut identik dengan data 137Cs yang terlingkup di wilayah bagian selatan dalam
ASPAMARD.
ABSTRACT
DETERMINATION NATURAL AND ANTHROPOGENIC RADIONUCLIDES IN MURIA PENINSULA. The updating data of natural and anthropogenic radionuclides in Muria Peninsula have been done for supporting of NPP site study. The aim of this study is to anticipated shift data that result from input of some contaminant (included radionuclides) both from land base source of pollution or marine base source of pollution. This activities ware covered sampling, preparation and analysis and data interpretations. The result of analysis found that all natural radionuclides content both in seawater and sediment were similar with analytical result that conducted on year of 2000 to 2003. 137Cs were typical of anthropogenic radionuclides in seawater, which range concentration about 0,96 to 1,34 Bq/m3. The result shown that 137Cs concentration at sea water were identical with 137Cs data at southern of ASPAMARD covered areas.PENDAHULUAN
Salah satu komponen dalam studi tapak pada kandidat lokasi pembangunan
PLTN di Semenanjung Muria Jepara adalah data base line radioaktiovitas lingkungan
kelautan. Data tersebut akan menjadi pembanding perubahan radioaktivitas lingkungan kelautan jika suatu saat PLTN dibangun dan dioperasikan. Data base line radioaktivitas perairan Semenanjung Muria diperkirakan cenderung mengalami perubahan yang diakibatkan oleh adanya masukan kontaminan (termasuk radionuklida) baik dari daratan
(land base source of pollution), dari laut (marine base source of pollution) maupun jatuhan atmosferik (global fallout).
Secara umum saat ini wilayah Semenanjung Muria merupakan daerah perkebunan yang dikelola oleh PTPN dan dalam waktu dekat akan dioperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B yang berbahan bakar batu bara
dengan daya terpasang 1.320 MW[1]. Saat ini PLTU tersebut masih dalam pengerjaan
konstruksi/ instalasi baik unit pembangkitan maupun dermaga penerimaan batu bara. Berdasarkan pengamatan dilapangan, diperkirakan akan siap beroperasi dalam jangka waktu dekat. Operasional PLTU tersebut diperkirakan akan merubah data base line
lingkungan sekitar karena batu bara juga mengandung bahan radioaktif alam. Bahan radioaktif alam yang terkandung dalam matriks baru bara adalah uranium (U), thorium (Th) berikut anak luruhnya termasuk radium (Ra) dan radon (Rn). Kandungan isotop uranium dan thorium dalam batu bara sangat bervariasi tetapi dari hasil analisis
kebanyakan mengandung 1 ppm U dan 2 ppm Th[2].
Kawasan Semenanjung Muria diapit oleh 2 (dua) buah kawasan industri, yaitu Kawasan DemakSemarang di sebelah barat dan kawasan TubanGresikSurabaya diwilayah timur[3]. Keberadaan 2 kawasan industri tersebut juga diperkirakan akan
memberikan kontribusi peningkatan radioaktivitas lingkungan Semenanjung Muria.
Peningkatan ini disebabkan oleh keberadaan Naturally Occurring Radioactive Materials
(NORMs) dalam bahan baku berbagai industri. Proses industri yang menggunakan bahan baku biji mineral sampai dengan tanah liat (clay) biasanya mengandung radionuklida alam dan biasanya dianggap sebagai bahan non radioaktif sehingga dapat dengan mudah dilepas ke lingkungan [4].
Peningkatan kegiatan di Semenanjung Muria dan wilayah yang mengapitnya diperkirakan akan meningkatkan radioaktivitas pada perairan laut tersebut sehingga data
base line akan cenderung mengalami perubahan. Pada makalah ini akan dibahas hasil
dan Oktober 2004. Tujuan dari pemantauan ini adalah untuk memperbaharuhi data base line radionuklidaradionuklida alam seperti uranium thorium beserta anak luruhnya dan radionuklida buatan (137Cs dan 90Sr) dalam lingkungan kelautan Semenanjung Muria.
Pemantauan radionuklida alam tersebut untuk mengantisipasi kemungkinan adanya
perubahan data base line akibat operasional PLTU dalam waktu dekat dan aktivitas
wilayah industri yang mengapit wilayah Semenanjung Muria.
TATA KERJA
BAHAN Bahan yang digunakan meliputi : 1. Bahan survei antara lain plastik untuk menampung sampel sedimen laut dan jerigen untuk menampung air permukaan laut.2.
Bahan kimia berspesifikasi proanalitik yang digunakan untuk preparasi dan analisis radionuklida antara lain : ammonium fosfomolibdat, tributil fosfat, karbon tetra klorida, natrium nitrat, ammonium nitrat, asam sulfat, asam klorida, plating plate terbuat dari baja tahan karat berdiameter 2 cm tebal 2 mm.ALAT
Alat yang digunakan meliputi peralatan untuk mengambil sedimen laut (sampling core)
dengan kedalaman sampai 25 meter, spektrometer gamma yang dilengkapi dengan detektor HPGe dengan efisiensi relatif 10 % dan resolusi 1,8 keV, spektrometer alfa dengan menggunakan detektor model PIPS (Passivated Implanted Planar Silicon)
dengan resolusi 20 keV dan Low Background Counter (LBC) model 550 dari Canberra
menggunakan detektor gas flow proposional dan software Eclipse.
METODOLOGI
Pengambilan sampel dilakukan pada bulan April dan Oktober 2004 pada lokasi yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Jenis sampel dan lokasi pengambilan di Semenanjung Muria
Preparasi sampel sedimen dilakukan di laboratorium BKL P2PLR meliputi
pengeringan dalam oven pada suhu 100oC selama 7 hari dan ditumbuk halus sampai
dengan ukuran 100 mesh. Analisis radionuklida pemancar gamma (termasuk 137Cs)
dilakukan dengan meletakan sebanyak 700 gram sampel sedimen yang telah dipreparasi dalam wadah di atas detektor HPGe yang tersambung dengan sistem MCA dan PC. Untuk sampel air dilakukan preparasi sebanyak 100 liter air dengan metoda pemekatan
menggunakan ammonium fosfomolibdat (AMP)[5]. Hasil pemekatan berupa endapan AMP
yang mengkoopresipitasi 137Cs dipisahkan dengan air dan ditempatkan dalam wadah
untuk dianalisis menggunakan spectrometer gamma. Analisis kandungan 90Sr dalam air
dan sedimen dilakukan menggunakan metoda pemekatan karbonat[5]. Analisis
kandungan uranium dan thorium menggunakan spectrometer alfa mengacu pada prosedur analisis USTUR 600[6]. Analisis total radionuklida alfa dan beta menggunakan instrumentasi LBC [7].
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Status dan Kecenderungan Peningkatan Kandungan Radionuklida Alam di Semenanjung Muria Radioanuklida alam dicirikan sebagai deret uranium, thorium yang mempunyai umur paro panjang dan merupakan radionuklida pemancar radiasi alfa. Keberadaan radionuklida alam pada umumnya berasal dari pelapukan batuan, masukan pupuk maupun kontaminasi akibat buangan limbah industri. Disisi lain Semenanjung Muria yangterletak sekitar 75 km tenggara dari Semarang, hanya memiliki industri mebel dan industri rumah tangga seperti : tenun troso, keramik mayong, monel (baja putih) purwogondo. Berdasarkan hal tersebut maka masukan radionuklida alam di Semenanjung Muria sebelum PLTU Tanjung Jati beroperasi berasal dari pelapukan batuan dari daratan dan penggunaan pupuk yang tersedimentasi di dasar perairan. Analisis total radionuklida pemancar alfa dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui kecenderungan peningkatan konsentrasi radionuklida alam di Semenanjung Muria.nHasil analisis kandungan total radionuklida pemancar alfa yang merepresentasikan keberadaan seluruh radionuklida alam ditunjukkan pada Gambar 2. 0 10 20 30 40 50 A kt iv ita s ( m B q/ l) 1 2 3 4 5 6 Stasion pemantauan 0 20 40 60 80 100 A kt iv ita s ( B q/ K g) 1 2 3 4 5 6 Stasion pemantauan A B Gambar 2. Kandungan total radionuklida pemancar alfa dalam air (A ) dan Sedimen (B) Mengacu pada Gambar 2A diperoleh data kisaran konsentrasi total radionuklida pemancar alfa di dalam air adalah sebesar 9,13 sampai dengan 15,21 mBq/l dengan rerata sebesar 12,25 + 4,06 mBq/l. Disisi lain kisaran rerata konsentrasi total radionuklida pemancar alfa pada tahun 2000 sampai dengan 2003 adalah 4,12 sampai dengan 29,85 mBq/l[7]. Kisaran konsentrasi total radionuklida pemancar alfa yang diperoleh ternyata masih dibawah standard konsentrasi maksimum yang diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 82/2000 yaitu sebesar 100 Bq/l. Rekomendasi EPA yang menyatakan bahwa jika konsentrasi total radionuklida alfa di dalam air tidak melebihi 0,5 Bq/l, maka tidak perlu dilakukan penentuan kandungan konsentrasi radionuklida pemancar alfa secara
individual. Bagan rekomendasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 3[8]. Rekomendasi ini
menyatakan bahwa jika konsentrasi total radionuklida dalam air lebih kecil dari 500 mBq/l maka mengindikasikan kondisi normal sehingga tidak diperlukan langkahlangkah
analisis radionuklida pemancar alfa secara individual yang selanjutnya dibandingkan dengan guidance level.[8]. Berdasarkan kedua acuan tadi, maka status konsentrasi
radionuklida dalam air di Semenanjung Muria masih berada dalam kondisi normal.
Gambar 3. Rekomendasi EPA [8]
Mengacu pada Gambar 2B, konsentrasi total radionuklida pemancar alfa dalam sedimen yang berasal dari Semenanjung muria adalah berkisar antara 32,13 sampai dengan 75,87 Bq/Kg dengan rerata 51,00 +17,47 Bq/Kg. Disisi lain kisaran rerata konsentrasi total radionuklida pemancar alfa dalam sedimen pada tahun 20002003 adalah 10,42 sampai dengan 55,35 Bq/Kg. Jika dibandingkan dengan hasil analisis tahun 20022003 maka rerata konsentrasi total radionuklida pemancar alfa dalam sedimen di Semenanjung Muria tidak mempunyai kecenderungan meningkat. Sebagai perbandingan konsentrasi radionuklida pemancar alfa yang berasal dari Teluk Gong Melaka berlokasi di bagian timur Malaysia adalah sebesar 70 sampai dengan 740 Bq/Kg yang merupakan karakteristik dari tekstur sedimen di daerah tersebut[9].
Untuk mengetahui keberadaan radionuklida alam secara individual seperti deret uranium dan thorium dapat dilakukan dengan menganalisis anak luruhnya. Anak luruh radionuklida deret thorium dan uranium ditunjukkan pada Gambar 4.
Berdasarkan Gambar 4, maka 228Th (911,1 KeV) dan 228Ac (238,6 KeV)
uranium. Hasil analisis anak luruh radionuklida transuranium, thorium di dalam air dan sedimen Semenanjung Muria ditunjukkan pada Gambar 5. A B Gambar 4. Peluruhan radionuklida alam (A) Deret uranium (B) Deret thorium 0 5 10 15 20 A kt iv ita s (B q/ l) 1 2 3 4 5 6 Stasion pemantauan Ra266 Th228 0 100 200 300 400 500 A kt iv ita s (B q/ K g) 1 2 3 4 5 6 Stasion pemantauan Ra226 Ac228 Th228 A B Gambar 5. Hasil analisis radionuklida alam di dalam air (A) dan sedimen (B) Mengacu pada Gambar 5A, konsentrasi rerata 228Th dan 226Ra di dalam air
masingmasing sebesar 9,08 + 1,44 Bq/l dan 3,28 + 1,23 Bq/l. Disisi lain hasil analisis
228Th pada tahun 2000 sampai dengan 2003 diperoleh rerata konsentrasi sebesar 1,6
sampai dengan 3,6 Bq/l[7]. Konsentrasi rerata 228Th , 228Ac dan 226Ra di dalam sedimen
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5B adalah berturutturut sebesar 192,67 + 22,35; 159,16 + 34,48 dan 233,33 + 57,39 Bq/Kg. Berdasarkan perbandingan antara hasil analisis tersebut dengan hasil analisis sebelumnya (tahun 2000 sampai dengan 2003), maka tidak terlihat kecenderungan peningkatan konsentrasi radionuklida alam di Semenanjung Muria sebelum operasional PLTU Tanjung Jati B.
Pada masa yang akan datang dimana operasional PLTU Tanjung Jati B beroperasi di Semananjung Muria, diduga terdapat kecenderungan kenaikan konsentrasi radionuklida alam baik di dalam air maupun sedimen. Dugaan ini mengacu pada proses pelepasan radionuklida alam selama pembakaran batu bara dimana uranium, thorium dan anak luruhnya akan terlepas dari matriks dan terdistribusi antara fase gas dan fase padat hasil pembakaran. Selanjutnya 100 % gas radon dilepaskan ke lingkungan melalui cerobong. Unsurunsur yang tidak mudah menguap seperti
thorium, uranium dan anak luruhnya terdapat dalam fase padat. Pada PLTU modern mampu mengambil sebanyak 99,5% dari limbah padat hasil pembakaran. Berdasarkan hal tersebut berarti terdapat sebanyak 0,5% limbah padat hasil pembakaran yang akan terlepas ke lingkungan Semenjung Muria. Disisi lain kandungan uranium dan thorium dalam abu hasil pembakaran tersebut adalah 10 kali dari kandungan di dalam batu bara sebelum dibakar[10]. Menurut Gordon J. Aubrecht, pembakaran batu bara pada PLTU akan melepaskan 2,32 kg uranium dan 4,64 kg thorium setiap Mega Watt per tahun [11]. Mengacu pada rencana operasional PLTU Tanjung Jati B dengan daya terpasang sebesar 1.320 MW, maka diperkirakan setiap tahun Semenanjung Muria akan menerima sebanyak 3.062,4 kg uranium dan 6.124,8 kg thorium.
Mobilitas unsur radioaktif uranium dan thorium dapat diacu dari data di pertambangan uranium sehingga dapat diperoleh dasar prediksi kondisi kimia yang mempengaruhi kemampuan terlindi dari uranium, barium (unsur yang dapat dianalogikan dengan radium), dan thorium dari abu batu bara (fly ash). Kemampuan terlindi berbagai radionuklida tersebut sangat dipengaruhi oleh pH yang menghasilkan reaksi antara air
dan abu batu bara [10]. Pada kisaran pH di bawah 4 dan di atas 8 dapat meningkatkan
kelarutan berbagai radionuklida tersebut. Pada kisaran pH di bawah 4 radionuklida tersebut dapat termineralisasi dari abu batu bara. Disisi lain pada kondisi pH di atas 8 kelarutan uranium cenderung meningkat sebagai spesi uraniumkarbonate. Berdasarkan uraian tersebut maka uranium akan berada dalam air laut dan thorium akan berada dalam sedimen laut setelah pelepasan kedua radionuklida tersebut dari cerobong.
2. Status dan Kecenderungan Peningkatan Kandungan Radionuklida
Antropogenik di Semenanjung Muria
Konsentrasi radionuklida antropogenik di berbagai lokasi umumnya sangat bervariasi, bergantung dari jarak terhadap sumber radionuklida tersebut berasal. Zat radioaktif terlepas ke lingkungan dari berbagai sumber baik yang direncanakan maupun dari kecelakaan. Kontribusi utama keberadaan radionuklida antropogenik di lingkungan kelautan adalah berasal dari percobaan senjata nuklir di permukaan tanah yang dilakukan pada dekade 1950 sampai dengan 1960. Walaupun demikian beberapa daerah seperti laut Irlandia dan laut utara keberadaan radionuklida antropogenik berasal dari fasilitas reprosesing uranium di Eropa. Disisi lain laut Baltik dan laut Hitam keberadaan radionuklida tersebut dipengaruhi oleh kecelakaan Chernobyl. Konsentrasi radionuklida antropogenik di lingkungan laut sangat dinamis yang dipengaruhi oleh transportasi vertikal dan horizontal dalam kolom air, sedimentasi dan resuspensi dari sedimen, pengambilan (uptake) biologis dan perpindahan melalui jejaring makanan.
Radionuklidaradionuklida antropogenik yang terlepas kedalam lingkungan kelautan dapat dibedakan menjadi 2 golongan utama, yaitu[12]:
a.
Radionuklidaradionuklida yang mempunyai pengaruh radiologis seperi: 90Sr, 137Cs, 238Pu, 239Pu, 240Pu dan 241Am.b.
Radionuklidaradionuklida yang direpresentasikan oleh 3H, 14C, 99Tc, 129I yangdigunakan sebagai perunut radioaktif untuk mempelajari proses kelautan.
Radionuklidaradionuklida seperti 3H, 14C, 99Tc, 129I, 90Sr dan 137Cs larut dalam air laut dan
secara luas digunakan untuk mempelajari dinamika air laut. Disisi lain radionuklida Pu dan 241Am mempunyai sifat sangat sulit larut dalam air dan sebagai partikel yang reaktif.
Kedua jenis radioisotop ini akan segera berpindah ke dalam sedimen laut melalui asosiasi dengan partikel.
Semenanjung Muria terletak sangat jauh dari sumber masukan antropogenik yang berasal dari percobaan senjata nuklir maupun kecelakaan nuklir. Disisi lain tidak ada masukan radionuklida antropogenik yang berasal dari fasilitas nuklir yang ada di Indonesia. Hasil analisis radionuklida antropogenik di Semenanjung Muria tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis radionuklida antropogenik di Semenanjung Muria Lokasi Komponen Air Sedimen 90Sr (Bq/m3) 137Cs (Bq/m3) 90Sr (Bq/Kg) 137Cs (Bq/Kg) 1 ttd 1.34 0,12 ttd 2 ttd Ttd ttd ttd 3 ttd 0,96 ttd ttd 4 ttd 1,12 ttd ttd 5 ttd Ttd ttd ttd 6 ttd Ttd ttd ttd ttd : tidak terdeteksi
Berdasarkan hasil analisis diperoleh konsentrasi radionuklida antropogenik di Semenanjung Muria sangat kecil dan berasal dari global fall out. Hal ini disebabkan oleh inputan radionuklida ke perairan Indonesia melalui aliran laut bagian utara dan selatan yang tersaji pada Gambar 5.
Gambar 5. Aliran air laut sepanjang Indonesia dari bagian Utara dan Selatan Area sirkulasi perairan Indonesia terbentuk melalui laut Jawa, Flores dan Banda selama dua musim angin. Perkembangan suatu sirkulasi air laut yang kuat pada perairan Asia Tenggara dibentuk oleh situasi geologi. Wilayah ini terbentuk oleh Laut China yang melintas antara Sumatra dan Kalimantan, Laut Jawa, laut Flores dan laut Banda yang dipengaruhi arah angin dan musim perairan antara Sumatra dan Kalimantan di bawah katulistiwa, dari titik utara dan selatan menghubungkan antara laut China dan Jawa dan musim angin berhembus pada daerah ini dengan arah utara dan selatan[13]. Sebagai pembanding keberadaan radionuklida antropogenik di Semenanjung Muria dapat digunakan data tingkatan radionuklida dalam samudra dan laut Asia dan samudra Pasifik yang dikompilasi dalam Asia Pacific Marine Radioactivity Data base
(ASPAMARD). Tujuan dari kegiatan ASPAMARD ini adalah[13]:
(1) Memperoleh acuan tingkatan radionuklida antropogenik di laut regional untuk menghadapi dampak yang dilakukan oleh manusia pada masa yang akan datang. (2) Mengkarakterisasi distribusi dan keberadaan kontaminan radioaktif di berbagai laut regional. (3) Untuk memperoleh pengetahuan yang lebih baik pada proses transportasi dan perilaku berbagai radionuklida dan analogi terhadap berbagai kontaminan dalam lingkungan kelautan.
(4) Untuk mengkaji dosis yang berhubungan dengan jalur ingesi untuk makanan laut.
Pertimbangan dilakukan pengumpulan data ini adalah karena ekosistem perairan Asia Pasifik sangat penting dan merupakan sumber makanan, penghidupan, perdagangan dan komersial. Sumber 137Cs pada perairan regional ini adalah percobaan senjata nuklir
terutama yang dilakukan pada periode 19511958 dan 19611962. Wilayah yang terlingkup dalam ASPAMARD adalah 50o lintang utara sampai dengan 60o lintang selatan
dan 60° sampai dengan 180o bujur timur. Pada daerah tersebut kisaran konsentrasi 137Cs
dalam air laut sangat besar yaitu 0,2 sampai dengan 8,2 Bq/m3.
KESIMPULAN
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan rerata radionuklida alam 228Th dan 226Ra pada kompartemen air masingmasing sebesar 9,08 + 1,44 Bq/l dan 3,28+ 1,23
Bq/l sedangkan konsentrasi rerata 228Th, 228Ac dan 226Ra di dalam sedimen berturutturut
sebesar 192,67 + 22,35; 159,16 + 34,48 dan 233,33 + 57,39 Bq/Kg. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan radionuklida alam baik dalam komponen air maupun dalam sedimen tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan dengan hasil pengukuran tahun 2000 – 2003. Salah satu radionuklida antropogenik yang terdeteksi di dalam air laut adalah 137Cs. Kisaran konsentrasi 137Cs dalam air laut adalah 0,96 sampai dengan
1,34 Bq/m3. Hasil analisis tersebut identik dengan data 137Cs di wilayah bagian selatan
DAFTAR PUSTAKA
1. Annonim (2004), Coal Fire Power Plant Tanjung Jati 2 x 660 MW, Central Java
Indonesia, ESBI 192, Rev 0
2. Annonim (1997), Introduction Radioactive Elements in Coal and Fly Ash: Abundance, Forms, and Environmental Significance Construction of Radioelement and DoseRate Baseline Maps by Combining Ground and Airborne Radiometric U.S,. Geological Survey Fact Sheet FS16397 October, 1997 data Contribution no. 913, Institute of Geophysics ETH Zurich.
3. E. LUBIS, H. UMBARA, A. SURITO (2005), Present Status and Future Development of Marine Radioecology Study in Indonesia, Proceeding of Seminar
on the development of marine radioecology in Indonesia, P2PLR BATAN
4. J. HOFMANN, R. LEICHT, H.J. WINGENDER, J. WÖRNER (2000), Natural
Radionuclide Concentrations in Materials Processed in the Chemical Industry and the Related Radiological Impact Report EUR 19264, European Commission Nuclear Safety and the Environment
5. Y. IKEUCHI et.al (1998), Anthropogenic Radionuclides in Seawater of the Far
Eastern Seas, The Science of The Total Environment 237/238, 203212
6. Annom (1995), USTUR 600 : Alpha Spectrometry Measurement for Radionuclides
of Americium, Plutonium, Uranium and Thorium, United State Transuranium and
Uranium Registries Analytical Procedur Manual
7. H. SUSENO, H. UMBARA, E. LUBIS (2004), Radioecological Condition at Ujung
Lemah Abang Jepara, Proceeding Seminar on The Development of Marine Radioecology In Indonesia, Jakarta, P2PLR BATAN dan BP BATAN.
8. Annonim (1986), Method 9310 : Gross Alpha And Gross Beta, EPA
9 S. AKYIL, A. M. YUSOF (1998), The Distribution of Uranium and Thorium in
Samples Taken from Different Polluted Marine Environment, Institute of Nuclear
Sciences, Ege University, 35100 Bornova, Izmir, Turkey Institute of Environmental Studies, Universiti Teknologi Malaysia, 81310 UTM Skudai, Malaysia
10
. Annonim (1997), Abundance, Forms, and Environmental Significance Construction of radioelement Introduction Radioactive Elements in Coal and Fly Ash :
and doserate baseline maps by combining ground and airborne radiometric U.S.
Geological Survey Fact Sheet FS16397 October, 1997 data Contribution no. 913, Institute of Geophysics ETH Zurich.
11 G.J, AUBRECHT (2003), Nuclear proliferation through coal burning, Marcon, Union
B.
12 BAXTER, M.S., BALESTRA, S., GASTAUD, J., HAMILTON, T,F., HARMS, I., HUYNHNGOC, L., LIONG WEE KWONG, L., OSVATH, I, PARSI, P.,
PETTERSON, H., POVINEC, P.P., SANCHEZ, A (2001), Marine Radioactivity Studies in The Vicinity of Sites With Potential Radionuclides Releases,
Publications prepared during MARS Project , IAEAMEL
13 Anonim, National Report of Indonesia on the Formulation of a Transboundary Diagnostic Analysis and Preliminary Framework of a Strategic Action Programme
for the South China Sea, United Nations Environment Programme (UNDP) East
DISKUSI DAN TANYA JAWAB
Penanya: Susilaningsih ( BAPETEN ) Pertanyaan:
a.Kenapa pengambilan sample yang dilakukan
hange air dan sedimen? b.Apakah penelitian yang dilakukan dengan PTIR? Jawaban: a.Pengambilan sample tentu saja seluruh komponen ekosistem termasuk biota. Pada makalah ini tidak dipublikasikan. b.Penelitian dilakukan mandiri. Penanya: Endra S ( Pusdiklat BATAN ) Pertanyaan: a.Bagaimana mengkomunikasikan kepada Instansi lain data – data hasil perhitungan kadar uranium dan thorium dari hasil PLTU tanjung B? Jawaban: a.Data – data tersebut di report disetiap tahunnya dan yang menindaklanjuti adalah Pejabat – Pejabat dan Instansi yang berwenang. Penanya: Eko R J ( PTKMR BATAN 0) Pertanyaan: a.Apakah bidang radiologi kelautan, bidang kegiatan hanya di Semenanjung Muria? b.Apakah ada koordinasi dengan Subid. Lingkungan PTKMR dalam pengumpulan data lingkungan? Jawaban: a.Saat ini pembiayaan penelitian dari APBN memang di Semenanjung Muria tetapi pendanaan dari luar ( IAEA dsb. ) memungkinkan kami melakukan dilokasi lain. b.Sesuai dengan tupoksinya maka penelitian radioekologi kelautan mulai dari 2006 dikoordinir oleh Bid. RKPTLR. Penanya: Firdaus A N ( PT. Sigi Semihan ) Pertanyaan: a.Seperti diketahui dari PLTN Tanjung Jati B ada limbah uranium kurang lebih 3 ton dan thorium kurang lebih 6 ton. Sampai sejauh mana PLTU Tanjung Jati B aman tidak mengganggu biota laut? Jawaban:a.Sampai saat ini masih merupakan perkiraan yang diacu dari literature mengenai dampak radiologis pemantauan lapangan yang sedang dan akan kami lakukan dikemudian hari akan menjawab prediksi tersebut.