1
BAB I
DOMINASI PENGUSAHA DALAM PASAR TEMBAKAU DI TEMANGGUNG
1.1 Latar Belakang
Studi ini bermaksud untuk mengungkap strategi dominasi pengusaha besar dalam pasar tembakau terhadap pemerintah daerah dan petani tembakau. Tujuannya ingin melihat bahwa pembangunan ekonomi di tingkat lokal yang menggunakan pasar sebagai aktor penting menjalankan roda perekonomian ternyata masih mengesampingkan nilai-nilai kesejahteraan masyarakat. Kondisi dominasi yang membuat kehadiran aktor dalam pasar menjadi tidak setara ini menjadikan intervensi pemerintah tidak mampu mengimbangi kekuatan dominasi yang dimiliki oleh pengusaha dalam pasar tembakau. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa pengusaha sebagai kepanjangan tangan dari pasar memiliki posisi lebih kuat dibandingkan pemerintah daerah (baca : negara). Terdapat beberapa tipe pembangunan ekonomi lokal yang memasukkan peran pasar sebagai aktornya. Pertama menyerahkan segala urusan ekonomi kepada pasar, dan kedua menyerahkan sebagian urusan ekonomi kepada pasar dengan tetap berada pada pantauan pemerintah sebagai pemegang regulasi.
Globalisasi yang merupakan inti dari ajaran neoliberalisme telah melahirkan mekanisme yang kuat dalam hubungan antara negara dan pasar. Hal ini menimbulkan lahirnya berbagai fenomena seperti kehadiran pasar bebas yang meminimalkan peran negara dalam membuat regulasi. Sejalan dengan yang
2 dikatakan oleh Swasono bahwa globalisasi sebagai sempalan doktrin globalisme, ternyata merupakan paham liberalisme baru untuk menjadi topeng pasar bebas yang justru mengabaikan cita-cita mewujudkan globalisme yang adil, setara dan
sejahtera1. Fenomena ini menjadi salah satu bukti ekspansi global yang masuk
sampai ke ranah lokal. Pembangunan ekonomi di tingkat lokal yang berbasis pada potensi sumber daya alamnya telah mempercayai bekerjanya pasar bebas sebagai mekanisme pembangunan yang paling efisien. Penyerahan kewenangan tata kelola ekonomi khususnya bagi daerah berpotensi khusus kepada pasar dilakukan sebagai bentuk negosiasi dengan globalisasi. Pada ranah ekonomi lokal, pasar bebas merupakan ruang interaksi antara penjual dan pembeli tanpa campur tangan
negara. Smith2 mengatakan, jika seluruh sistem yang memberikan hak istimewa
dan memberikan batasan dihapuskan maka dengan sendirinya akan terbentuk suatu sistem kebebasan alamiah yang jelas dan sederhana. Selama setiap pribadi tidak melanggar aturan ini, ia akan diberikan kebebasan sepenuhnya agar dapat mengikuti kepentingannya dengan caranya sendiri serta dapat mengembangkan modalnya di bidang lain. Kondisi ini yang mengakibatkan peran pasar melaui pengusaha atau pemodal sebagai kepanjangan tangannya menjadi memiliki posisi penting dalam proses pembangunan ekonomi lokal selain negara.
Idealnya, mekanisme ekonomi yang diserahkan kepada pasar bebas meminimalisir peran pemerintah dalam mengintervensi. Intervensi pemerintah hanya akan dapat dilakukan jika terjadi ketidaksetaraan antara para aktor dalam
1 Lihat Sri Edi Swasono, Menegakkan Ideologi Pancasila Daulat Rakyat Versus Daulat Pasar, (Yogyakarta:PUSTEP-UGM, 2005) hal.1
2 Paul Heinz Koestero, Tokoh-tokoh Ekonomi Mengubah Dunia: Pemikiran-pemikiran yang
Mempengaruhi Hidup Kita, (Jakarta: Gramedia, 1987), h. 8. Smith menjelaskan, dalam ekonomi pasar bebas masyarakat harus bekerja di atas dua prinsip, yaitu kebebasan dan kebutuhan.
3 pasar. Artinya, peran pasar tidak mampu dilepaskan dari peran negara. Namun, keterlambatan hadirnya peran negara di dalam pasar tidak mampu mengimbangi posisi kuat dari keberadaan pengusaha atau pemodal (pasar). Akibatnya, keterlambatan peran dan campur tangan negara mengakibatkan ketidakmampuan dalam menstabilkan pasar serta menjamin kesejahteraan masyarakatnya.
Liberalisasi ekonomi telah mengantarkan pasar sebagai aktor baru dalam pembangunan ekonomi di tingkat lokal. Hal ini senada dengan Puji Rianto yang mengemukakan mengenai lahirnya globalisasi ekonomi (liberalisasi ekonomi) telah menimbulkan persoalan-persoalan serius pemerataan kesejahteraan dan bertanggung jawab terhadap meluasnya kemiskinan di negara-negara dunia
ketiga.3 Akibatnya, mekanisme pasar yang didominasi oleh pengusaha justru
memberikan dampak kemiskinan bagi masyarakat. Hal inilah yang dikatakan oleh Polanyi bahwa jika ekonomi pasar dibiarkan berkembang menuruti
hukum-hukumnya sendiri, dia akan menciptakan keburukan-keburukan yang dahsyat4.
Ketakutan akan keburukan inilah yang mengakibatkan pemerintah daerah melakukan intervensi dalam pasar tembakau Temanggung. Meskipun intervensi terhadap pengusaha besar ini dilakukan tetapi peran pengusaha besar yang dominan tetap tidak mampu diimbangi.
Peran negara yang kurang dalam membangun kesejahteraan masyarakat petani tembakau menjadikan masyarakat petani tembakau ini dapat dengan mudah dipermainkan oleh pasar. Mekanisme pasar tembakau Temanggung yang
3
Dikutip dari Puji Rianto, Globalisasi, Liberalisasi Ekonomi dan Krisis Demokrasi dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Vol.8, No.2, November 2004, hlm 163.
4 Dikutip dari Karl Polanyi, Transformasi Besar : Asal Usul Ekonomi dan Politik Zaman Sekarang (terjemahan), (Yogykarta : Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 178-179.
4
didominasi oleh pengusaha besar menunjukkan bahwa petani memiliki bargaining
power yang lemah dalam proses negosiasi pasar. Kondisi ini merupakan salah satu bentuk pasar tidak sempurna karena posisi antara penjual dan pembeli dalam pasar tidak setara. Keadaan ini yang membuat pemerintah daerah mengadakan forum-forum negosiasi untuk menstabilkan pasar dan menciptakan posisi yang setara antara penjual dan pembeli. Inilah yang dimaksud intervensi pemerintah daerah terhadap pengusaha besar. Keterlambatan hadirnya peran pemerintah mengakibatkan dominasi pengusaha besar dalam pasar tidak mampu dihindari dan diimbangi.
Dalam kondisi pasar tembakau, banyak aktor yang terlibat di dalamnya seperti, pemilik gudang, pengepul, rentenir, petani pemilik alat produksi, petani kecil. Dengan demikian, maka pengusaha dalam hal ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengusaha besar dan pengusaha kecil. Pengusaha besar meliputi pemilik gudang-gudang tembakau yang terlibat dalam negosiasi penawaran jumlah pembelian tembakau setiap tahunnya. Sedangkan pengusaha kecil adalah petani pemilik alat produksi dan pengepul. Untuk penelitian ini, yang akan difokuskan adalah mengenai pemilik gudang tembakau selaku pengusaha besar.
Hal ini dikarenakan pengusaha besarlah yang memiliki bargaining power yang
besar untuk mampu bernegosiasi dengan pemerintah dalam kegiatan pasar tembakau. Sehingga melihat dominasi pengusaha besar tembakau terhadap pemerintah mampu diungkap dengan lebih jelas.
Kondisi pasar yang sering tidak stabil dalam menentukan harga pembelian tembakau memaksa pemerintah daerah untuk campur tangan dalam interaksi pasar
5 tembakau. Intervensi pemerintah dengan membuka forum-forum negosiasi dalam setiap tahunnya guna melindungi kesejahteraan petani dari gejolak harga yang naik turun ternyata tidak mampu memberikan dampak yang signifikan. Tidak hanya petani yang dibuat tunduk terhadap berjalannya sistem pasar bebas yang didominasi oleh pengusaha besar tetapi juga pemerintah daerah. Sekalipun pemerintah daerah dalam pasar mampu melahirkan regulasi guna melindungi masyarakatnya atas efek negatif dari pasar bebas tetapi langkah ini dianggap tidak pernah dilakukan. Terbukti dengan tidak adanya kebijakan secara tertulis dan resmi mengenai perlindungan hak kepada petani dan aturan mengenai tata niaga penjualan dan pembelian tembakau. Segala urusan yang diserahkan kepada pasar bebas dan menitikberatkan aktor sentral pada pengusaha besar justru mencerminkan kondisi pasar yang buruk sekaligus kondisi pemerintah daerah yang kehilangan kekuasaannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakangnya, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah: Mengapa dominasi pengusaha terhadap pemerintah daerah dalam
pasar tembakau sangat kuat dan terus berlangsung?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan mengenai strategi dominasi pengusaha besar ini memiliki dua tujuan, yaitu :
6
1. Menjelaskan bahwa pengusaha besar atau pemodal merupakan aktor paling
dominan yang mampu menjalankan mekanisme pasar tembakau Temanggung.
2. Menunjukkan bahwa minimalnya peran negara dalam pasar justru akan
melahirkan kendala struktural bagi masyarakat yang semakin sulit mengimbangi praktek dominasi yang ada.
1.4 Literature Review : Kaburnya Peran antara Negara dan Pasar
Globalisasi telah menggiring perubahan pada dinamika pembangunan, sosial, ekonomi, dan politik. Salah satu perubahan yang pesat dilakukan adalah pada dimensi pembangunan ekonomi. Semua negara berlomba-lomba untuk membangun negaranya dalam basis ekonomi yang kuat. Liberalisasi kebijakan perdagangan, pembukaan pasar modal bagi investor asing, rekapitalisasi industri besar, dan pengurangan campur tangan negara dalam pembangunan ekonomi dipercayai sebagai jalan keluar dalam kesulitan ekonomi. Hal ini diperkuat dengan gagasan Milton Friedman dan Fukuyama bahwa kalau pembangunan ingin maju, maka peran negara harus diminimalisir dan kekuasaan bisnis harus ditambah.
Persaingan untuk mendapatkan kekuasaan antara civil society dan negara
pada akhirnya menyebabkan mundurnya negara dan berkembangnya rezim-rezim
politik liberal-demokratis bersamaan dengan matangnya ekonomi (pasar)5. Hal ini
menghantarkan relasi baru dalam hubungan penciptaan kesejahteraan dalam negara dan masyarakat.
5 Ibid
7 Meminimalisir peran negara berarti juga telah membuka ruang yang luas bagi masuknya aktor lain di luar negara, yakni pasar. Bersandarkan pada logika ini, maka pasar lebih leluasa masuk menjadi aktor baru dalam pembangunan ekonomi. Kehadirannya menjadi legal dalam arena pembuatan kebijakan publik serta pembangunan ekonomi yang bercorak liberal. Kehadiran negara lain dalam membangun corak kebijakan publik pada suatu negara tidak dapat dipungkiri memberikan pengaruh. Kehadiran negara-negara maju yang menggunakan konsep liberalisasi ekonomi dalam memajukan perekonomian membuat hadirnya keinginan negara sedang berkembang untuk mengikuti jejaknya (latah).
Janji para kaum neo liberalis yang menekankan bahwa perdagangan bebas yang disertai oleh pengurangan campur tangan negara seminimum mungkin akan mendatangkan kemakmuran dan demokrasi masyarakat, ternyata dalam konteks Indonesia justru memunculkan problem perubahan politik yang tidak mengarah pada demokrasi. Kondisi ini diperkuat dengan kehadiran pasar yang lebih kuat dalam mengatur pola kegiatan ekonomi politik mengesampingkan nilai-nilai kesejahteraan masyarakat. Nugroho menjelaskan, Perubahan politik yang tidak mengarah pada demokrasi merupakan pra kondisi untuk mewujudkan penolakan terhadap perdagangan bebas , dan fenomena ini hanya dapat terjadi bila masyarakatnya liberal, transparan dan demokratis, sehingga jika tidak, maka
hanya akan melahirkan kaum “borjuis palsu”.6 Pandangan kaum institusionalis
memperlihatkan bahwa kehadiran pasar yang terlalu besar perannya dalam keikutsertaan kegiatan ekonomi guna melakukan pembangunan ekonomi
8 khususnya di tingkat lokal yang meminimalisir peran negara menciptakan bahwa negara harus kuat. Mekanisme pasar bukanlah satu-satunya lembaga yang bisa menangani segala macam rupa masalah dengan baik. Pasar bukanlah institusi yang cukup cakap untuk menentukan prioritas sosial dalam masyarakat sehingga dinamika mekanisme pasar tidak akan mampu serta merta menghapuskan
masalah-masalah ketidakadilan dan kemiskinan.7
Peran pemerintah secara struktural dalam pasar ekonomi adalah menjamin lahirnya sebuah regulasi bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat. Peran pemerintah dibutuhkan dalam pasar sebab pasar dapat diakatakan sebagai refleksi dari eksistensi kekuasaan, sehingga pasar bukan hanya mengontrol tetapi juga dikontrol. Pemerintah memiliki kewenangan untuk melahirkan sebuah kebijakan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Rodrik dan Subramanian (2003) bahwa untuk menjinakkan pasar terdapat tiga klasifikasi, yaitu meregulasi
pasar, menstabilisasi pasar, dan melegitimasi pasar8. Artinya, pemerintah yang
memiliki struktur kekuasaan yang sah dapat melakukan penjinakkan pasar agar dapat melindungi pertanian rakyat khususnya tembakau. Perlindungan terhadap petani dari sistem pasar yang luas harus diproteksi oleh pemerintah karena petani rakyat tergolong ke dalam orang-orang yang kurang memahami struktur pasar beserta sistem tata niaganya. Sehingga petani biasanya hanya mengikuti aturan main yang dibentuk oleh aktor-aktor secara struktural.
Menurut Rachbini, posisi negara sangat jelas sebagai pemegang otoritas kekuasaan (power), tidak saja atas bidang politik tetapi juga untuk bidang
7 Lihat Darmawan Triwibowo & Sugeng Subagio, Mimpi Negara Kesejahteraan, (LP3ES :Jakarta).
9
ekonomi, dalam bidang ekonomi, negara bisa mengeluarkan peraturan.9 Negara
adalah lembaga yang dapat melakukan transaksi dengan pihak lain dengan kekuatan memaksa (power to coerce). Dengan aturan-aturan yang dibuat, negara dapat memberlakukan dengan kekuatan memaksa transaksinya dengan pihak lain sesuai aturan yang ada. Artinya, pemerintah sebagai kepanjangan tangan dari negara memiliki fungsi membuat regulasi dalam pasar guna melakukan proteksi bagi masyarakatnya dalam transaksi pasar. Menurut Rachbini, idealnya, yang paling ekstrim, negara bisa melakukan blockade terhadap pasar, memberlakukan monopoli, memperbesar peredaran uang dan berbagai peraturan ekonomi lainnya
yang dianggap penting oleh negara sekaligus dapat dijustifikasi oleh publik.10
Lebih lengkapnya dijelaskan bahwa, pertama, negara dapat menetapkan peraturan dengan cara memberikan subsidi langsung kepada produsen kecil (petani, industriawan atau pedagang). Kedua, peraturan yang memberi efek kontrol terhadap masuknya perusahaan baru di dalam pasar suatu komoditas tertentu. Ketiga, kekuatan regulasi lainnya dari negara, yang berusaha didapat oleh perusahaan-perusahaan adalah suatu penetapan peraturan yang dapat berpengaruh secara substitusi atau komplemen.
Keberadaan negara yang melegitimasi kekuatan pasar ditengah kondisi pemerintah daerah yang belum mapan dalam membagi peran dengan pasar guna mensejahterakan masyarakatnya justru melahirkan bentuk dominasi oleh pengusaha/pemodal (pasar). Ruang yang terbuka bagi arena persaingan pasar bebas menjadi momentum tersendiri bagi kebangkitan pengusaha/pemodal. Oleh
9 Lihat Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik : Kebijakan dan strategi Pembangunan, (Granit : Jakarta, 2004 )
10 karena itu, studi mengenai dominasi pengusaha mulai banyak dikaji khususnya dalam melihat kekuasaan yang tidak seimbang berupa dominasi maupun hegemoni. Penelitian mengenai dominasi pengusaha ditulis oleh Dyan Lestari dalam tesis berjudul “ Dominasi Jaringan Pemasaran Etnis Tionghoa pada Industri
Kerajinan Batik Tulis Lasem11”. Lestari dalam tesisnya melihat terjadinya relasi
atau jaringan dominasi melalui pembentukan struktur dan relasi ketiga agennya (pengusaha batik, pembatik dan konsumen). Ketiganya terlibat dalam struktur atau aturan yang menjadikan ketiganya konsisten (strukturasi) dengan menggunakan
resources yang berulang-ulang dan membentuk sebuah sistem. Lestari melihat
aktor dominan dari segi kuantitas dan kualitas individual etnis Tionghoa beserta seperangkat karakter bisnis dalam identitas budaya Tionghoa. Oleh karena itu, penelitian ini menarik kesimpulan terjadinya dominasi pada sisi budaya identitas karakter etnis Tionghoa yang lebih unggul dibandingkan dengan karakter kerja keras pengusaha lokal.
Penelitian mengenai dominasi pengusaha juga ditulis oleh Abdul Hakim dalam tesis berjudul “ Dominasi Ekonomi Pedagang Bugis: Studi di Pasar Inpres
Manonda Pala”12. Hakim melihat proses terjadinya dominasi pedagang bugis
melalui jumlah kuantitas etnis Bugis yang menjual dan berdagang. Kesimpulannya adalah bahwa proses terbentuknya dominasi pedagang Bugis didasarkan pada faktor kualitas etnisistas karakter yakni dipengaruhi oleh tradisi budaya Siri na Pace (landasan moralitas) dengan sistem perdagangan tertutup.
11
Lihat Dyan Lestari, Dominasi Jaringan Pemasaran Etnis Tionghoa pada Industri Kerajinan Batik Tulis Lasem, Tesis, (UGM : 2011)
12 Lihat Abdul Hakim, Dominasi Ekonomi Pedagang Bugis : Studi di Pasar Inpres Manonda Pala, Tesis, (UGM : 2009)
11 Oleh karena itu, praktik dominasi yang terjadi dianalisis dengan teori tindakan rasional. Baik Hakim maupun Lestari memetakan alasan bagi terjadinya dominasi pengusaha satu dengan pengusaha lainnya yang menitikberatkan alasannya pada karakter etnis dimana landasan moral menempati poin penting bagi terjadinya praktik dominasi. Keduanya memfokuskan dominasi pada kekuatan antar pengusaha besar dalam arena pasar.
Penelitian mengenai dominasi juga ditulis oleh Yohanes Laba Maran13
yang melihat tentang strategi negara dalam melakukan dominasi serta hegemoni terhadap petani dalam proses produksi dan distribusi Jambu Mete di Flores NTT. Maran memberikan fokus penelitian dominasi dan hegemoninya pada negara dengan menggunakan pendekatan Gramscian. Kekuatan hegemoni dan dominasi yang diperoleh negara dilakukan melalui strategi consensus melalui lembaga-lembaga negara seperti BIMAS, BINTEK, dan KUD. Penggunaan pendekatan Gramscian pada penelitian ini lebih menunjukkan strategi negara dalam melakukan hegemoni berdasarkan kesepakatan sehingga kurang memperlihatkan praktik pencapaian dominasinya.
Penelitian mengenai kekuasaan pengusaha tembakau pernah ditulis oleh
M.Imam Zamroni14 yang meneliti mengenai relasi kekuasaan antara elit ekonomi
lokal tembakau (Tauke, Juragan, Bandol) dengan Kiai pasca Soeharto di Pamekasan, Jawa Timur. Penelitian ini melihat tentang pergeseran perilaku elit ekonomi lokal dari sistem yang awalnya sentralisasi menjadi desentralisasi. Pada
13 Lihat Yohanes Laba Maran, Dominasi dan Hegemoni Kekuasaan Negara dan Bisnis Terhadap
Petani, Tesis, (UGM : 2005)
14 Lihat M. Imam Zamroni, Dinamika Kekuasaan Elit Ekonomi Lokal Pasca Soeharto di
Pamekasan Madura ( Menguak Relasi Kekuasaan Antara Tauke, Juragan, Bandol dan Kiai),
12 pasca Soeharto dengan sistem desentralisasi yang ada para elit ekonomi lokal tembakau mulai menjamah dan memasuki arena politik praktis dan bersaing dengan kekuatan yang dimiliki oleh Kiai.
Berdasarkan beberapa literatur tersebut, maka penelitian mengenai “Dominasi Pengusaha Besar dalam Pasar Tembakau Temanggung” menjadi penting karena pertama, penelitian ini tidak hanya berhenti dan berfokus pada saat menemukan alasan terjadinya sebuah praktik dominasi tetapi juga melacak strategi aktor dominan dalam mempertahankan dominasinya (eksistensi) ketika posisi dominan tersebut telah diperoleh. Artinya dalam tesis ini, setelah strategi kuasa menuju praktik dominasi sudah mampu ditemukan, penulis juga akan menjabarkan mengenai alasan mengapa sebuah praktik dominasi mampu terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama (eksistensi).
Kedua, tesis ini akan mencoba melihat dominasi dengan perspektif teori yang berbeda yakni melacak strategi mencapai dominasi dan mempertahankan dominasi dengan pandangan Weber dalam kerangka ekonomi politik. Oleh karena itu karakteristik etnis atau budaya masyarakat setempat hanya digunakan sebagai pintu masuk melihat struktur ekonomi bukan menjadi poin utama melacak dominasi. Ketiga, penelitian ini memberikan fokus pada strategi dominasi dan eksistensi dominasi yang dilakukan oleh pengusaha besar terhadap negara dan petani tembakau dalam arena pasar. Dengan kata lain, dominasi bukan hanya dilihat melalui perilaku antar pengusaha saja. Oleh karena itu, tesis ini diharapkan mampu memberikan gambaran berbeda mengenai praktik dominasi pengusaha
13 (pasar) yang semakin hari (beberapa kasus di Indonesia) terlihat semakin kuat dibandingkan dengan kekuatan yang dimiliki oleh negara.
1.5 Kerangka Teori
Studi ini berupaya untuk menjelaskan tentang strategi pasar (pengusaha besar) dalam melakukan dominasi terhadap negara dan masyarakat petani dalam mekanisme pasar sehingga ada beberapa konsep yang dituliskan dalam kerangka teori. Selain itu, dalam upaya untuk menelusuri logika pengusaha besar sebagai kepanjangan tangan dari pasar dalam bernegosiasi menciptakan dominasi dan hegemoni, maka terdapat beberapa konsep penjelas. Ketiga konsep yang diketengahkan dalam kerangka ini saling terkait dan bermaksud untuk mempermudah alur persaingan kekuasaan dan strategi saling mempertahankan kuasa antar aktor yang bernegosiasi. Hal ini berfungsi untuk memetakan peran diantara pasar, negara, dan masyarakat. Dalam menganalisis serta melacak strategi dominasi sekaligus strategi eksistensi dominasi yang dilakukan pengusaha besar di dalam pasar tembakau Temanggung, maka dibutuhkan kerangka teori sebagai instrumen penelitian. Instrumen-instrumen tersebut akan dijelaskan dalam pembahasan berikut.
1.5.1 Antara Hegemoni dan Dominasi
Hegemoni yang berawal dari bahasa Yunani ini diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim oleh negara-negara kota secara individual. Pada jaman ini, hegemoni menunjukkan sebuah kepemimpinanndari satu negara tertentu yang bukan hanya seuah negara kota terhadap negara-negara
14 lain yang berhubungan secara longgar maupun secara ketat terintegrasi dalam
negara “pemimpin”15. Dalam definisi ini, hegemoni dapat diartikan sebagai
kepemimpinan dan berkaitan erat dengan kata dominasi. Hegemoni dalam pemikiran Gramsci menunjukkan suatu totalitas yang didukung oleh kesatuan dua konsep yaitu kepemimpinan (direction) dan dominasi (dominance). Hubungan kedua konsep ini menyiratkan tiga hal :
1) Dominasi dijalankan atas seluruh musuh dan kepemimpinan dilakukan
kepada segenap sekutu-sekutu.
2) Kepemimpinan adalah suatu prakondisi untuk menaklukkan apparatus
negara atau dalam pengertian sempit kekuasaan pemerintahan
3) Sekali kekuasaan negara dapat dicapai, dua aspek supremasi ini, baik
pengarahan ataupun dominasi terus berlanjut.
Bagi Gramsci, kelas sosial akan memperoleh keunggulan (supremasi) melalui dua cara yaitu melalui cara dominasi atau paksaan, dan yang kedua melalui kepemimpinan intelektual dan moral. Cara melalui kepemimpinan intelektual dan moral inilah yang dikatakan sebagai hegemoni. Hegemoni adalah sebuah rantai kemenangan yang didapat melalui mekanisme consensus ketimbang melalui penindasan terhadap kelas sosial lainnya. Karena itu, hegemoni pada hakekatnya adalah upaya untuk menggiring orang agar menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang ditentukan. Terdapat dua pandangan dalam menginterpretasikan hegemoni. Pertama pandangan yang melihat bahwa hegemoni merupakan kepemimpinan intelektual dan moral tanpa keikutsertaan
15 Nezar Patria & Andi Arief, Antonio Gramsci, Negara dan Hegemoni, (Pustaka Pelajar :Yogyakarta, 2003).
15 dominasi. Kedua, pandangan yang melihat bahwa dominasi merupakan bentuk kepemimpinan itelektual dan moral sekaligus menjalankan strategi dominasi. Gramsci berpendapat bahwa hegemoni kelas yang berkuasa atas kelas yang dikuasai dibangun oleh consensus yang dikaitkan dengan spontanitas bersifat psikologis yang mencakup berbagai penerimaan aturan sosiopolitis ataupun aspek-aspek aturan yang lain. Terdapat tiga kategori penyesuaian dalam consensus yang berbeda menurut Gramsci :
1) Karena takut akan konsekuensi-konsekuensi apabila tidak menyesuaikannya;
2) Karena terbiasa mengikuti tujuan dan cara tertentu;
3) Karena adanya tingkat kesadaran dan persetujuan dengan unsur tertentu dalam
masyarakat.
Terdapat tiga tingkatan hegemoni menurut Gramsci. Pertama, hegemoni integral yang ditandai dengan afiliasi massa yang mendekati totalitas. Masyarakat menunjukkan moral dan intelektual yang kokoh. Hubungan antara pemerintah dan yang diperintah tidak diliputi dengan kontradiksi dan antagonism baik secara sosial maupun etis. Kedua, hegemoni yang merosot yang ditandai dengan dominasi ekonomi borjuis menghadapi tantangan besar. Sistem yang ada telah mencapai kebutuhan atau sasarannya, namun “mentalitas” massa tidak sungguh-sungguh selaras dengan pemikiran dominan dari subjek hegemoni. Dalam konsepsi Gramsci, hegemoni berarti supremasi satu kelompok terhadap kelompok-kelompok yang lain, tetapi supremasi itu dibangun bukan melalui
16
menggunakan kekerasan. Tetapi, hegemoni adalah the organization of consent,
suatu organisasi konsensus.
Keterkaitan erat antara hegemoni dan dominasi menngantarkan kebutuhan untuk menjelaskan perbedaan diantara keduanya. Meskipun saling terkait, tetapi perbedaan keduanya terletak jelas pada cara pemberian pengaruhnya. Walter Benjamin dalam bukunya “ The Illumination Age of Mechanical Production” menjelaskan bahwa meskipun kedua-duanya menggunakan kekuasaan memaksa yang sama namun pada hegemoni diperoleh adanya persuasi, kesepakatan yang diorganisir dan bekerja pada level yang sangat individual sehingga orang yang terhegemoni nyaris tidak menyadari dirinya dihegemoni. Sedangkan dominasi menurutnya mengandung unsur mobilisasi bukan partisipasi sehingga tidak ada emansipasi. Jadi menyukai atau tidak menyukai dominasi tetap akan dilakukan. Dengan demikian dapat diartikan bahwa strategi mendominasi memerlukan unsur kekuatan dan kekuasaan yang memaksa seseorang untuk tunduk tanpa adanya emansipasi.
Dominasi pada awalnya dimaknai dalam ruang lingkup yang kecil yakni antara atasan dengan bawahan. Suatu dominasi memerlukan keabsahan, yaitu pengakuan atau pembenaran masyarakat terhadap dominasi tersebut agar mampu melaksanakan kekuasaannya secara sah. Dominasi terbagi menjadi tiga yaitu, dominasi kharismatik, dominasi tradisional, dan dominasi legal-rasional.
Dominasi kharismatik didasarkan pada wibawa seseorang yang mendapat kepercayaan besar dari masyarakatnya. Dominasi tradisional melakukan dominasi atas kelanjutan dominasi yang sudah ada sebelumnya. Sedangkan dominasi
legal-17 rasional berdasar pada aturan hukum yang berlaku. Dalam mengungkap strategi dominasi dalam tulisan ini, maka dominasi legal-rasional merupakan dominasi yang akan didalami dalam penelitian.Dominasi legal-rasional yang membutuhkan aturan baku dan resmi dalam perjalannya menunjukkan bahwa aktor yang mampu masuk dalam dominasi ini adalah aktor yang berperan dalam mekanisme pasar. Sekalipun harus tunduk pada aturan resmi yang berlaku namun dominasi ini dapat terus berlangsung dan bertahan dengan kedudukannya yang legal. Posisi dominsi yang legal ini mampu mengintervensi kebijakan yang ada menjadi sesuai dengan keinginan dan kondisinya melalui syarat mencari dukungan masyarakat.
Strategi penguatan dominasi dilakukan dengan cara mengadakan konsolidasi baik secara vertikal maupun horizontal. Selain itu, memperoleh kepercayaan dari pihak – pihak lain juga penting agar dominasi semakin kuat dan tidak mudah untuk digulingkan.
Memahami perbedaan antara hegemoni dengan dominasi merupakan salah satu langkah penting dalam memahami tindakan sosial yang dilakukan oleh pengusaha besar dalam pasar tembakau Temanggung. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kebingungan atau ambiguitas dalam melihat praktik dominasi dan eksistensi dominasi dalam penulisan tesis ini. Instrumen penting yang akan digunakan sebagai landasan berfikir adalah bahwa kekuatan hegemoni merupakan
bargaining position sedangkan dominasi adalah bargaining power. Dalam
masalah penetapan harga yang menjadi salah satu bukti nyata terjadinya praktik
dominasi dalam tesis ini, maka bargaining power menjadi pintu masuk melihat
18 Berdasarkan penjelasan Weber mengenai kekuasaan dominasi, maka sebelum melacak mengenai strategi eksistensi dominasi, maka akan dilihat terlebih dahulu mengenai strategi yang dilakukan oleh pengusaha besar dalam menjalankan kekuasaannya menuju posisi dominasi. Oleh karena itu, instrumen yang digunakan adalah dengan memetakan bentuk keabsahan/legitimasi baik secara rasional maupun legal. Setelah pelacakan strategi kuasa menuju dominasi ditemukan, maka selanjutnya akan dijelaskan mengenai strategi eksistensi dominasi yaitu mengenai strategi yang dilakukan oleh pengusaha besar dalam pasar tembakau Temanggung untuk dapat mempertahankan posisi dominannya di tengah pergulatan kekuasaan antara satu aktor dengan aktor lainnya. Kerangka alur pikir tersebut dapat disederhanakan sebagai berikut :
1.5.1 Negosiasi
Negosiasi merupakan suatu kegiatan yang digunakan hampir dalam segala aspek kehidupan manusia. Negosiasi tidak hanya meliputi sesuatu yang dalam kerangka kekuasaan besar tetapi juga meliputi penggunaan kekuasaan dan strategi secara kecil. Negosiasi dilakukan oleh seseorang atau organisasi untuk
Keabsahan/ Legitimasi Legal dan
Rasional DOMINASI Konsolidasi Vertikal dan Horizontal EKSISTENSI DOMINASI
19
memperoleh tujuan yang ingin dicapai. Cohen16 menjelaskan bahwa negosiasi
dapat dikaitkan dengan penggunaan informasi dan kekuatan untuk mempengaruhi sikap dalam suatu ‘jaringan ketegangan’. Menurutnya ketika bernegosiasi, maka akan terdapat tiga unsur didalamnya yaitu informasi, waktu, dan kekuatan.
Informasi merupakan unsur penting dalam negosiasi karena mampu memperkuat posisi antar orang yang melakukan negosiasi. Pihak yang memiliki informasi paling banyak akan lebih mudah dalam bernegosiasi sehingga posisinya secara otomatis menjadi kuat dibandingkan pihak dengan sedikit informasi. Dalam pasar misalnya, pihak yang lebih banyak mengetahui tentang seluk beluk bekerjanya mekanisme pasar akan dengan mudah menguasai arena negosiasi.
Kekuatan yang dimaksud berkaitan dengan negosiasi menurut Cohen terbagi dalam banyak hal. Kekuatan tersebut dapat bersumber dari kekuatan masa lalu, kekuatan keabsahan, kekuatan bersaing, kekuatan mengambil resiko, dan kekuatan ikatan atau komitmen. Semakin banyak unsur kekuatan yang dimiliki oleh pihak yang bernegosiasi maka memperlihatkan semakin kuat pula posisinya dalam negosiasi.
1.6 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha mencari dan memperoleh informasi secara mendalam dan seluas-luasnya dari fenomena petani tembakau di Kabupaten Temanggung. Penelitian kualitatif bermaksud untuk
20 memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah17.
1.6.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan studi kasus. Pendekatan ini merupakan strategi yang cocok bila pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why”, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak
pada fenomena kontemporer di dalam konsep kehidupan nyata18. Sehingga
dengan pendekatan studi kasus, maka peneliti dapat melakukan penelitian terhadap beberapa atau seluruh aspek potensial dari suatu unit atau serangkaian kasus yang terbatas. Penelitian ini akan melihat strategi dominasi yang dilakukan oleh penusaha besar dalam mekanisme pasar tembakau Temanggung. Metode ini akan melibatkan peneliti dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan menyeluruh terhadap kasus yang diteliti.
1.6.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah.
17 Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 6. 18 Robert K. Yin, Studi Kasus dan Metode (Jakarta : Rajawali Press, 1997), hal.1.
21
1.6.3 Sumber Data
Dalam penelitian ini, keterangan maupun informasi yang diperoleh akan dikelompokkan sebagai berikut :
1) Data Primer, yaitu data yang memiliki keterkaitan langsung dengan
masalah-masalah yang dibahas. Data ini diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan intensif dengan informan. Selain itu, juga didapat melalui dokumentasi dan observasi.
2) Data Sekunder, yaitu data-data yang diperoleh melalui literatur-literatur
pendukung terkait, seperti buku, jurnal, artikel, dan lain-lain. Selain itu juga diperoleh dengan mengunjungi website resmi Kabupaten Temanggung.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang digunakan dibagi menjadi dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Kedua data ini digunakan secara bersamaan dengan tujuan untuk melihat fakta yang terjadi dalam dominasi peran pengusaha besar dalam pasar tembakau Temanggung, sehingga manipulasi data dapat dihindari. Data primer didasarkan pemilihannya pada kapasitas subjek penelitian yang dinilai dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti secara menyeluruh. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara desk study. Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah proses triangulasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
22
1) Wawancara Mendalam
yaitu pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu19.
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dari informan secara lengkap dan mendalam. Maksud melakukan wawancara antara lain : mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain. Teknik ini dimaksudkan agar peneliti mampu mengeksplorasi data dari informan yang bersifat nilai, makna, dan pemahaman yang tidak mungkin dilakukan dengan tekhnik survei.
Adapun teknik pemilihan informan dalam teknik wawancara ini adalah
purposive sampling, yaitu peneliti cenderung memilih informan berdasarkan
pertimbangan tertentu, dimana peneliti lebih cenderung memilih informan yang dianggap mengetahui masalah secara mendalam dan dapat dipercaya (Sugiyono,
2008:219). Sehingga dengan teknik purposive sampling, maka teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan sehingga akan
memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti20. Dalam
pelaksanaan di lapangan guna pengumpulan data, pemilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data.
Adapun informan yang akan menjadi target dari teknik wawancara penelitian ini meliputi:
19Sugiyono, Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D ( Bandung : Alfabeta, 2008), hal. 231.
23
a) Pemerintah daerah Kabupaten Temanggung khususnya yang mengurusi
masalah kebijakan dan perdagangan dalam pasar tembakau
b) Para pengusaha atau pemilik gudang tembakau yang terlibat dalam
perdagangan dan pemasaran tembakau
c) Masyarakat Petani Tembakau, baik pemilik alat perajang (pengepul,
pedagang perantara) maupun petani biasa.
2) Desk Study
yaitu pengumpulan data yang bersumber dari arsip dan dokumen yang ada,
dapat berupa surat, memorandum, agenda, laporan-laporan peristiwa tertulis dan
dokumen-dokumen administrasi21. Metode pengumpulan data dengan melalui
studi ini seperti arsip-arsip, catatan-catatan maupun dokumen-dokumen suatu peristiwa yang pernah terjadi yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Misalnya mengenai data statistik fluktuasi harga tembakau dalam lima tahun terakhir, tingkat kesejahteraan dan peningkatan ekonomi petani tembakau dalam lima tahun terakhir, dan lain-lain. Teknik pengumpulan data ini secara garis besar dapat digambarkan dalam matriks berikut :
Tabel 1. Pengumpulan Data
Jenis Data Substansi
Primer Wawancara Mendalam Kelompok 1 : Pemerintah daerah DPRD Kab. Temanggung bidang perekonomian, Peran pemerintah dalam pasar tembakau, Proses dan hasil dari forum-forum
21 Sutopo, Heribertus, Pengantar Kualitatif dan Dasar-Dasar Teoritis ( Surakarta: Pusat penelitian UNS, 1998), hal. 22.
24 dinas perindustrian dan perdagangan, dinas pertanian, perkebunan dan kehutanan negosiasi yang dilakukan oleh pemerintah dan melibatkan pengusaha besar dan petani tembakau. Kelompok 2 : pemilik gudang-gudang tembakau besar seperti, Gudang Garam, Djarum, Bentoel, dll Keterlibatan pengusaha dalam lobi-lobi mengenai tembakau, serta proses pembelian beserta penentuan kualitas tembakau Kelompok 3 : Petani Tembakau, Pengepul, Petani sekaligus pemilik alat produksi Respon terhadap harga dan kualitas yang ditentukan oleh pabrikan serta kesepakatan yang dikeluarkan
pemerintah tentang tembakau
Sekunder Desk Study
Pertumbuhan
produksi dan hargatembakau
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
Profil Pertumbuhan ekonomi
masyarakat petani dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
Pertumbuhan PAD Kab. Temanggung dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
25 Pertumbuhan PAD Kab. Temanggung dalam lingkup Provinsi Jawa Tengah
1.6.5 Teknik Pengambilan Informan
Cara pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling, yaitu peneliti cenderung memilih informan berdasarkan
pertimbangan tertentu, dimana peneliti lebih cenderung memilih informan yang dianggap mengetahui masalah secara mendalam dan dapat dipercaya (Sugiyono,
2008:219). Sehingga dengan teknik purposive sampling, maka teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan sehingga akan
memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti22. Dalam
pelaksanaan di lapangan guna pengumpulan data, pemilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data.
1.6.6 Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Moleong adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja23. Penelitian ini akan
22Ibid., hal. 219.
26 dianalisis dengan analisis interaktif. Miles dan Huberman mengatakan bahwa
analisis data terdiri dari tiga kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu24:
a. Reduksi Data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi dan data ‘kasar’ yang muncul dari catatan-catatan tertulis lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama proses penelitian sampai laporan akhir tersusun lengkap. Mereduksi data seperti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya25.
b. Penyajian Data, yaitu penyajian data memberikan gambaran kepada peneliti
untuk mengatur strategi tertentu maupun membantu penyusunan analisis dan tindakan yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah diperoleh peneliti sebelumnya. Dengan adanya penyajian data ini, maka peneliti akan memahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman sajian data.
c. Penarikan Kesimpulan, yaitu dimulai dari pengumpulan data. Tahap ini
adalah proses mengartikan atau penarikan segala hal yang ditemui selama penelitian berlangsung. Kesimpulan yang dihasilkan harus dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung. Berikut gambaran model analisis interaktif Miles dan Huberman:
24 Ibid.
27 Bagan 1 : model Analisis Interaktif Miles dan Huberman
Sumber : diadaptasi dari Miles, Mathew B dan Huberman, Analisa Data Kualitatif, hal. 20.
1.7 Sistematika Penulisan
Bab I berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, literature review, kerangka teori dan metode penelitian yang digunakan. Penulisan pada bab I ini bertujuan untuk menjabarkan tentang landasan pemikiran tesis dan cara mengoperasionalkan. Bab ini diharapkan mampu mengantarkan ide dasar penulis untuk dibahas lebih terperinci pada bab-bab selanjutnya. Sehingga pembaca mampu memahami permasalahan dasar yang diketengahkan dalam tesis ini.
Bab II berisi tentang Sejarah Pembentukan Struktur Pasar Tembakau. Bab ini akan menjelaskan peranan tembakau dalam kondisi sosial ekonomi masyarakat Temanggung sehingga tembakau dijadikan sebagai komoditas unggulan meskipun kesejahteraan petani tidak dijamin oleh regulasi negara. Pada bab ini akan digambarkan mengenai perjalanan masuknya mekanisme pasar bebas
28 dalam pasar tembakau. Mekanisme penjualan tembakau yang pada awalnya hanya dilakukan layaknya pasar tradisional sampai kepada masuknya perusahaan-perrusahaan rokok yang mendirikan gudang tembakau. Keadaan inilah yang menandai awal masuknya sistem pasar modern yang hanya ditentukan harganya oleh pihak pembeli (pengusaha besar).
Bab III berisi tentang kedudukan aktor dalam negosiasi pada pasar tembakau. Memetakan strategi negosiasi antara pengusaha besar, pemerintah daerah dan petani tembakau dalam forum-forum negosiasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Forum negosiasi ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu sebelum tanam, pada saat panen, dan sesudah panen. Negosiasi ini dapat menunjukkan kedudukan kuasa antar aktor dalam mempengaruhi aktor lainnya pada pasar tembakau sehingga dapat dianalisis mengenai aktor dominan beserta strategi negosiasi yang dilakukannya.
Bab IV berisi tentang Strategi Kuasa Menuju Dominasi Pasar. Kehadiran intervensi negara yang sedikit dalam forum-forum negosiasi pasar tembakau yang ditandai dengan tidak mampunya melakukan stabilisasi harga tembakau menunjukkan salah satu bentuk kekuatan dari pengusaha besar. Pada bab ini akan dijelaskan tentang perjalanan pengusaha besar dalam memperoleh kekuasaan sehingga mampu menuju dominasi pasar. Strategi kuasa tersebut dapat dilihat melalui negosiasi yang dilakukan dengan berbagai aktor baik pemerintah maupun non pemerintah. Bab ini akan mengungkap proses memperkuat kedudukan dalam menguasai mekanisme pasar dan gerakan-gerakan dominasi yang dilakukan dalam pasar tembakau.
29 Bab V berisi tentang Eksistensi Dominasi Pengusaha Besar dalam Pasar Tembakau. Pada fase ini akan dijelaskan mengenai bentuk-bentuk dominasi pengusaha besar dalam mekanisme pasar tembakau seperti penentuan harga, penentuan kuota, dan penentuan kualitas tembakau yang akan dibeli. Bab ini akan melihat strategi pengusaha besar tetap berada pada posisi dominan meskipun aktor lain seperti pemerintah daerah dan asosiasi petani tembakau melakukan intervensi. Intervensi dari aktor lain menunjukkan kuatnya dominasi yang dimiliki oleh pengusaha besar dalam mengendalikan berjalannya sistem pasar.
Bab IV berisi tentang kesimpulan tentang keseluruhan isi tesis beserta teori-teori yang terkait sekaligus jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah diajukan.