• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Saraf tentang SOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kasus Saraf tentang SOL"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

RSUD ARIFIN ACHMAD Fakultas Kedokteran UR

SMF/ BAGIAN SARAF

Sekretariat : SMF Saraf – Irna Medikal Lantai 4 Jl. Diponegoro No. 2 Telp. (0761) 7026225

P E K A N B A R U

STATUS PASIEN

Nama Koass Indah Prasetya Putri N I M / N U K 0808151325

Tanggal 11 Desember 2013 Pembimbing Dr. Agus Tri Joko, Sp.S

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Tn.K

Umur 86 thn

Jenis kelamin Laki-Laki

Alamat Jl. Kelapa Gading/Tebing Tinggi Kepulauan Meranti

Agama Islam

Status perkawinan Kawin

Pekerjaan Wiraswasta

Tanggal Masuk RS 11 Desember 2013 Medical Record 79 32 13

ANAMNESIS : Alloanamnesis : Istri Pasien Keluhan Utama

(2)

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 5 jam SMRS pasien mengeluhkan kejang sebanyak 1 kali, lama kejang ± ½ jam, kejang terjadi pada seluruh tubuh, sebelum dan sesudah kejang pasien tetap sadar. Mulut berbuih (-), demam (-),muntah (-)

Sejak 6 bulan SMRS pasien mengeluhkan kelemahan pada lengan dan tungkai kiri, kelemahan dirasakan perlahan – lahan, kelemahan dirasakan mulai dari tungkai kiri kemudian diikuti dengan lengan kiri. Kelemahan di lengan kiri disertai dengan timbulnya gerakan yang tidak diinginkan dan terjadi berulang-ulang.Saat ini pasien sudah tidak dapat mengangkat lengan dan tungkai kiri. Keluhan nyeri kepala sebelumnya disangkal oleh pasien.

Pada pasien terjadi penurunan berat badan kurang lebih 5 kg dalam 6 bulan, kesemutan (-), gangguan penglihatan (-), gangguan pendengaran (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat stroke ada Riwayat hipertensi ada Riwayat kejang tidak ada

Riwayat trauma kepala tidak ada Riwayat infeksi di telinga tidak ada Riwayat diabetes melitus tidak ada Riwayat batuk lama tidak ada

Riwayat tumor sebelumnya tidak diketahui

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama Tidak ada riwayat tumor dalam keluarga

RESUME ANAMNESIS

Tn.K 86 tahun, datang dengan keluhan kejang-kejang. Sejak 5 jam SMRS pasien kejang-kejang sebanyak 1 kali, lama kejang ± ½ jam, kejang seluruh tubuh, sebelum dan sesudah kejang pasien tetap sadar.

(3)

Lengan dan tungkai kiri lemah secara perlahan sejak 6 bulan SMRS. Diawali dari tungkai kiri lalu kemudian lengan kiri.Lemah diikuti dengan gerakan yang tidak diinginkan dan terjadi berulang. Saat ini lengan dan tungkai sudah tidak dapat lagi digerakkan. Gejala sakit kepala disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. KEADAAN UMUM

Tekanan darah : Kanan : 130/90 mmHg Kiri : 130/80 mmHg Denyut nadi : Kanan : 84 x/mnt, teratur Kiri : 86 x/mnt, teratur Jantung : HR : 82 x/mnt, teratur

Paru : Respirasi : 24 x/mnt Tipe : abdominotorakal Suhu : 36,7°C

Status Gizi : Kesan normal (BB= 47 kg, TB= 150 cm, IMT= 20.88)

B. STATUS NEUROLOGIK

1) KESADARAN : Komposmentis

GCS : 15 ( E4 V5 M6 )

2) FUNGSI LUHUR : Orientasi

(orang,tempat,waktu) dbn Afasia (-) Apraksia (-) Agnosia (-) Memori dbn Right-left confusion (-)

3) KAKU KUDUK : Tidak ada

4) SARAF KRANIAL

1. N. I (Olfactorius )

Kanan Kiri Keterangan

Daya pembau N N dalam batas normal (dbn)

2. N.II (Opticus)

(4)

Daya penglihatan Lapang pandang Pengenalan warna N N N ↓ menyempi t N 6/60 Hemianopsia homonim sinistra dbn 3. N.III (Oculomotorius)

Kanan Kiri Keterangan

Ptosis Pupil Bentuk Ukuran Gerak bola mata Refleks pupil Langsung Tidak langsung (-) Bulat Φ2mm Bebas (+) (+) (-) Bulat Φ2mm Bebas (+) (+) dbn dbn dbn

bebas ke segala arah

dbn dbn 4. N. IV (Trokhlearis)

Kanan Kiri Keterangan Gerak bola mata ke

medial bawah N N dbn

5. N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri Keterangan Motorik Sensibilitas Refleks kornea N N (+) N N (+) dbn 6. N. VI (Abduscens)

Kanan Kiri Keterangan

Gerak bola mata Strabismus Deviasi N (-) (-) N (-) (-) dbn 7. N. VII (Facialis)

(5)

Tic Motorik Kerutkan dahi Menutup mata Lipatan nasolabial Sudut mulut Meringis Menggembungkan pipi Menaikkan alis Daya perasa Tanda chvostek (-) N N N N N N N N (-) (-) N N (-) ↓ ↓ ↓ N (-) (-)

Parese N.VII Sentral

8. N. VIII (Akustikus)

Kanan Kiri Keterangan

Pendengaran N N dbn

9. N. IX (Glossofaringeus)

Kanan Kiri Keterangan Arkus farings Daya perasa Refleks muntah N N (+) N N (+) dbn 10. N. X (Vagus)

Kanan Kiri Keterangan Arkus farings Dysfonia N (-) N (-) dbn 11.N. XI (Assesorius)

Kanan Kiri Keterangan Motorik Trofi N Eu N Eu dbn 12.N. XII (Hipoglossus)

(6)

Kanan Kiri Keterangan Motorik Trofi Tremor Disartri N Eu (-) (-) deviasi Eu (-) (-) deviasi ke kiri

IV. SISTEM MOTORIK

Kanan Kiri Keterangan

Ekstremitas atas Kekuatan Distal Proksimal Tonus Trofi Ger.involunter Clonus 5 5 N Eu (-) (-) 0 0 -Atrofi (+) (-) Hemiplegi sinistra + kejang fokal sederhana Ekstremitas bawah Kekuatan Distal Proksimal Tonus Trofi Ger.involunter Clonus 5 5 N Eu (-) (-) 0 0 -Atrofi (-) (-) Hemiplegi sinistra

(7)

Badan Trofi Ger. involunter Ref.dinding perut Eu (-) (+) Eu (-) (+)

Tidak ada kelainan

V. SISTEM SENSORIK

Kanan Kiri Keterangan

Raba Nyeri Suhu Propioseptif  Arah gerak  Diskriminasi 2 titik  Stereognosis (+) (+) (+) (+) (+) dbn (+) (+) (+) (+) (+) dbn VI. REFLEKS

Kanan Kiri Keterangan

Fisiologis Biseps Triseps Patella Achilles (+) (+) (+) (+)     Reflek fisiologis menurun untuk kaki

(8)

Patologis Babinski Chaddock Hoffman Tromer Openheim Schaefer Reflek primitif : Palmomental Snout (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Reflek patologis dbn Reflek primitif dbn

VII. FUNGSI KORDINASI

Kanan Kiri Keterangan

Test telunjuk hidung Test tumit lutut Gait Tandem Romberg N N N N N N N N N N dbn

VIII. SISTEM OTONOM

Miksi : DBN

(9)

IX. PEMERIKSAAN KHUSUS/LAIN

a. Laseque : Tidak terbatas

b. Kernig : Tidak terbatas

c. Patrick :

-/-d. Kontrapatrick :

-/-e. Valsava test :

-/-f. Brudzinski :

-/-IV. RESUME PEMERIKSAAN Keadaan umum:

Kesadaran : KomposmentisGCS : 15 (E4V5M6)

TD : 130/90 mmHg

HR : 82 x/menit Nadi : 84 x/menit

Pernafasan : 24 x/menit tipe abdominotorakal Suhu : 36,7°C

Status Gizi : Kesan normal Fungsi luhur : Dalam batas normal Rangsang meningeal : (-)

Saraf kranial : Lesi N II,Parese VII sentral dan N.XII Motorik : Hemiplegi sinistra + Kejang fokal sederhana Sensorik : Dalam batas normal

Koordinasi : Dalam batas normal Otonom : Dalam batas normal Refleks

Fisiologis :+/ (menurun ) Patologis

:-/-V. DIAGNOSIS KERJA :

DIAGNOSIS KLINIS : Hemiplegi sinistra + Lesi N.II + VII sentral+ Paresis N. XII + Hipertensi grade I

(10)

DIAGNOSIS TOPIK : Hemisfer cerebri dekstra DIAGNOSIS ETIOLOGIK : Suspek SOL tumor primer DIAGNOSIS BANDING : - Tumor metastase

- Abses otak

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan darah rutin

2. Pemeriksaan kimia darah 3. Pemeriksaan elektrolit

4. CT Scan Kepala dengan kontras 5. MRI (Magnetic Resonance Imaging) 6. EKG

7. Biopsi

PENATALAKSANAAN

 IVFD RL 16 gtt/menit

 Inj. Deksametason 4mg 3x1 ampul  Inj Ranitidin 25mg 2 x 1 ampul  Inj. Ceftriakson 1 gr 3x1

LABORATORIUM

Darah rutin (tanggal 10 Desember 2013) Hb : 13,2 gr% (N) Ht : 39,6 vol% (N) Leukosit : 13.200 /mm3 () Trombosit : 262.000/mm3 (N)

Kimia darah ( 10 Desember 2013 )

Glukosa : 77 mg/dl (70-125 mg/dl ) : (N) Ureum : 50,5 mg/dl (10-50 mg/dl ) : () Creatinin : 1,28 mg/dl (0.60-1.30 mg/dl ) : (N) AST : 43.4 U/L (14-50 U/L) : (N)

(11)

ALT : 20 U/L (11-60 U/L) : (N) BUN : 23.6 mg/dl Elektrolit ( 10 Desember 2013 ) Na : 140.4 mmol/l (135-145 mmol/L) : (N) K : 3.78 mmol/l (3.5-4.5 mmol/L) : (N) Cl : 108.4 mmol/l (97-107 mmol/L) : ()

CT SCAN KEPALA TANPA KONTRAS (11 Desember 2013)

Hasil Pemeriksaan CT scan kepala tanpa kontras: (16/12/2013)

Struktur tulang – tulang kranium baik. Tampak nodul isodens dengan rim hipodens luas pada cerebri parietal dekstra.Sisterna dan ventrikel melebar ringan. Sulci dan gyri melebar. Tak ada deviasi midline.

Kesan: Suspect Abses serebri verteks parietal dekstra dengan perifokal edema luas. Atrofi cerebri

Saran: Head CT Scan dengan kontras

CT SCAN KEPALA DENGAN KONTRAS (12 Desember 2013)

(12)

FOLLOW UP

Rabu, 11 Desember 2013

S : tidak bisa mengangkat lengan dan tungkai kiri (+), gerakan yang tidak diinginkan (+),bicara (+),demam (-), mual (-), muntah (-),kejang (-)

(13)

O : Kesadaran: komposmentis GCS : 15 (E4V5M6) TD : 130/80 mmHg Nadi : 96x/menit, teratur Nafas : 26x/menit, tipe abdominotorakal Suhu : 36,5°C

Fungsi luhur : DBN Rangsang meningeal : (-)

Saraf kranial : Lesi N.II, Parese N. VII sentral dan N.XII + Hipertensi grade I

Motorik :

Kekuatan otot 5 0 Tonus N - Trofi Eu At 5 0 N - Eu At

Sensorik : + + + +

Gerakan involunter (+) di lengan kiri

Kordinasi : DBN

Otonom : Miksi & defekasi DBN Refleks Fisiologis : + /  Patologis : / -A : SOL P :  IVFD RL 16 gtt/menit

 Inj. Deksametason 4mg 3x1 ampul  Inj Ranitidin 25mg 2 x 1 ampul  Inj. Ceftriakson 1 gr 3x1

Kamis, 12 Desember 2013

S : tidak bisa mengangkat lengan dan tungkai kiri (+), gerakan yang tidak diinginkan (+), bicara (+),demam (-), mual (-), muntah (-),kejang (-)

(14)

O : Kesadaran: komposmentis GCS : 15 (E4V5M6) TD : 120/80 mmHg Nadi : 86x/menit, teratur Nafas : 20x/menit, tipe abdominotorakal Suhu : 36,7°C

Fungsi luhur : DBN Rangsang meningeal : (-)

Saraf kranial : Lesi N.II, Parese N. VII sentral dan N.XII + Hipertensi grade I

Motorik :

Kekuatan otot 5 0 Tonus N - Trofi Eu At 5 0 N - Eu At

Sensorik : + + + +

Gerakan involunter (+) di lengan kiri

Kordinasi : DBN

Otonom : Miksi & defekasi DBN Refleks Fisiologis : + /  Patologis : / -A : SOL P :  IVFD RL 16 gtt/menit

 Inj. Deksametason 4mg 3x1 ampul  Inj Ranitidin 25mg 2 x 1 ampul  Inj. Ceftriakson 1 gr 3x1  Konsul Bedah Syaraf

Jumat, 13 Desember 2013

S : tidak bisa mengangkat lengan dan tungkai kiri (+), gerakan yang tidak diinginkan (+),bicara (+),demam (-), mual (-), muntah (-),kejang (-) O : Kesadaran: komposmentis GCS : 15 (E4V5M6)

(15)

TD : 150/80 mmHg Nadi : 80x/menit, teratur Nafas : 26x/menit, tipe abdominotorakal Suhu : 36,8°C

Fungsi luhur : DBN Rangsang meningeal : (-)

Saraf kranial : Lesi N.II, Parese N. VII sentral dan N.XII + Hipertensi grade I

Motorik :

Kekuatan otot 5 0 Tonus N - Trofi Eu At 5 0 N - Eu At

Sensorik : + + + +

Gerakan involunter (+) di lengan kiri

Kordinasi : DBN

Otonom : Miksi & defekasi DBN Refleks Fisiologis : + /  Patologis : / -A : SOL P :  IVFD RL 16 gtt/menit

 Inj. Deksametason 4mg 3x1 ampul  Inj Ranitidin 25mg 2 x 1 ampul  Inj. Ceftriakson 1 gr 3x1  Jawaban Konsul Bedah Syaraf

Konsul Spesialis Bedah Syaraf (13 Desember 2013)  jawaban konsul 12 Desember 2013

Jawaban dr. Anthar Hadisi, Sp.BS Terapi konservatif

Sabtu, 14 Desember 2013

S : tidak bisa mengangkat lengan dan tungkai kiri (+), gerakan yang tidak diinginkan (+),bicara (+),demam (-), mual (-), muntah (-),kejang (-) O : Kesadaran: komposmentis GCS : 15 (E4V5M6)

(16)

TD : 150/80 mmHg Nadi : 84x/menit, teratur Nafas : 28x/menit, tipe abdominotorakal Suhu : 36,2°C

Fungsi luhur : DBN Rangsang meningeal : (-)

Saraf kranial : Lesi N.II, Parese N. VII sentral dan N.XII + Hipertensi grade I

Motorik :

Kekuatan otot 5 0 Tonus N - Trofi Eu At 5 0 N - Eu At

Sensorik : + + + +

Gerakan involunter (+) di lengan kiri

Kordinasi : DBN

Otonom : Miksi & defekasi DBN Refleks Fisiologis : + /  Patologis : / -A : SOL P :  IVFD RL 16 gtt/menit

 Inj. Deksametason 4mg 3x1 ampul  Inj Ranitidin 25mg 2 x 1 ampul  Inj. Ceftriakson 1 gr 3x1  Konsul Rehabilitasi Medik

Senin, 16 Desember 2013

S : tidak bisa mengangkat lengan dan tungkai kiri (+), gerakan yang tidak diinginkan (+),bicara (+),demam (-), mual (-), muntah (-),kejang (-)

(17)

O : Kesadaran: komposmentis GCS : 15 (E4V5M6) TD : 160/80 mmHg Nadi : 88x/menit, teratur Nafas : 26x/menit, tipe abdominotorakal Suhu : 36,8°C

Fungsi luhur : DBN Rangsang meningeal : (-)

Saraf kranial : Lesi N.II, Parese N. VII sentral dan N.XII + Hipertensi grade I

Motorik :

Kekuatan otot 5 0 Tonus N - Trofi Eu At 5 0 N - Eu At

Sensorik : + + + +

Gerakan involunter (+) di lengan kiri

Kordinasi : DBN

Otonom : Miksi & defekasi DBN Refleks Fisiologis :  /  Patologis : / -A : SOL P :  Paracetamol tab 500 mg 3x1

 Vitamin B Kompleks tab 500mg 2x1  Boleh pulang

PEMBAHASAN

2.1 TUMOR OTAK 2.1.1 Pendahuluan

(18)

Tumor otak dalam pengertian umum berarti benjolan, dalam istilah radiologisnya disebut lesi desak ruang/ Space Occupying Lesion (SOL). Neoplasma sistem saraf pusat umumnya menyebabkan suatu evaluasi progresif disfungsi neurologis. Gejala yang disebabkan tumor yang pertumbuhanya lambat akan memberikan gejala yang perlahan munculnya, sedangkan tumor yang terletak pada posisi yang vital akan memberikan gejala yang muncul dengan cepat.1 Sekitar 10% dari semua proses neoplasma di seluruh tubuh ditemukan pada susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi di ruang intrakranial dan 2% di ruang kanalis spinalis. Proses neoplasma di susunan saraf mencakup dua tipe, yaitu: 2

a. Tumor primer, yaitu tumor yang berasal dari jaringan otak sendiri yang cenderung berkembang ditempat-tempat tertentu. Seperti ependimoma yang berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis, glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan dilobus parietal, oligodendroma di lobus frontalis dan spongioblastoma di korpus kalosum atau pons.

b. Tumor sekunder, yaitu tumor yang berasal dari metastasis karsinoma yang berasal dari bagian tubuh lain. Yang paling sering ditemukan adalah metastasis karsinoma bronkus dan prostat pada pria serta karsinoma mammae pada wanita.

2.1.2 Epidemiologi

Saat ini, tiap tahun diperkirakan terdapat 540.000 kematian akibat kanker di Amerika Serikat. Dimana sejumlah pasien yang meninggal akibat tumor otak primer secara komparatif lebih kecil (sekitar 18.000, setengah dari keganasan glioma) tetapi secara kasar 130.000 pasien lain meninggal akibat metastase. Sekitar 25% pasien dengan kanker, otak dan yang melapisinya terkena neoplasma dan kadang-kadang merupakan perjalanan penyakitnya. Sebagai perbandingan, terdapat 200.000 kasus kanker payudara baru pertahun. Sejumlah kasus kematian pada penyakit intrakranial selain tumor otak adalah akibat stroke. Secara berlawanan, pada anak-anak, tumor otak primer tersering diakibatkan oleh tumor padat dan menggambarkan 22% dari seluruh neoplasma pada masa anak-anak,

(19)

peringkat kedua adalah leukemia. Pada perspektif lain, di Amerika Serikat insiden tumor otak pertahun adalah 46 per 100.000 dan 15 per 100.000 dari tumor otak primer.

Tabel 1. Neoplasma intrakranial dan Penyakit-penyakit paraneoplastik2

Tumor Persentase total Glioma - Glioblastoma multiforme - Astrositoma - Ependimoma - Meduloblastoma - Oligodendroglioma 20 10 6 4 5 Meningioma 15 Pituitary adenoma 7

(20)

Neurinoma

7

Karsinoma metastasis

6

Kraniofaringioma, dermoid, epidermoid, teratoma

4

Angioma

4

Sarkoma

(21)

Tak dapat diklasifikasikan (terutama glioma)

5

Miscellaneous (Pinealoma, kordoma, granuloma, limfoma

3

Total

100

2.1.3 Klasifikasi

A. Berdasarkan Patologi Anatomi1

Berdasarkan kebanyakan tumor patologi anatomi, tumor sistem saraf pusat dibagi:

1. Tumor Jaringan Otak 2. Tumor Jaringan Mesenkim 3. Tumor Selaput Otak

4. Tumor dari cacat perkembangan 5. Tumor Kelenjar Pineal

6. Tumor Medula Spinalis 7. Tumor Otak Metastatik

(22)

B. Berdasarkan Lokasi1

Berdasarkan lokasi tumor pada jaringan otak, maka dapat dibagi menjadi kelompok tumor intra aksial, ekstra aksial dan intra ventrikuler. Tumor intra aksial disebut juga sebagai tumor intraserebral, yaitu tumor yang terdapat dalam jaringan otak. Sedangkan tumor ekstra-aksial adalah tumor yang terdapar diluar jaringan otak, dan kerap disebut pula ekstraserebral. Tumor intra-ventrikular adalah tumor yang terdapat dalam ventrikel otak.:

1. Tumor intra-aksial a. Tumor supratentorial

 Glial, Astrositik

- Astrositoma derajat rendah

- Astrositoma anaplastik

- Glioblastoma multiforme  Glial Non Astrositik

- Oligodendroglioma

- ganglioglioma

- tumor disembrioblastik neuroepitelial  Non-Glial

- Limfoma serebri primer

- Tumor metastasis b. Tumor infratentorial

 Glial, Astrositik

- Astrositoma pilositik juvenilis

- Astrositoma (derajat rendah, anaplastik, glioblastoma)  Non-Glial

- Meduloblastoma

- Hemangioblastoma

- Tumor metastasis 2. Tumor ekstra aksial a. Supratentorial

(23)

- meningioma - hemangioperisitoma - tumor metastasis  Hipofisis - adenoma hipofisis  Pineal - pineositoma

- tumor germ cell

- pineoblastoma  Suprasellar

- kraniofaringioma

- tumor germ cell

- limfoma

- tumor metastase

- astrositoma pilositik juvenilis  Basis kranii - kordoma - plasmasitoma - tumor metastase - tumor kondroid b. Infratentorial  Dural - meningioma - hemangioperisitoma - tumor metastase  Sudut serebelo-pontin - meningioma - schwannoma - epidermoid 3. tumor intra ventrikel a. Supratentorial

(24)

- neurositoma

- meningioma

- tumor metastase b. Infratentorial

- ependimoma/subependimoma

- tumor pleksus khoroideus

2.1.4 Gejala Klinis

Gejala klinis tumor intrakranial dibagi atas 3 kategori, yaitu gejala umum, gejala lokal dan gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor.

a. Gejala Umum

Gejala umum timbul akibat peningkatan tekanan intrakranial atau proses difus dari tumor tersebut. Tumor ganas menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor jinak. Tumor pada lobus temporal depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa menyebabkan defisit neurologis dan pada mulanya hanya memberikan gejala-gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dahulu baru kemudian memberikan gejala umum. Terdapat 4 gejala klinis umum yang berkaitan dengan tumor otak, yaitu perubahan status mental, nyeri kepala, muntah, dan kejang. 2

 Perubahan status mental

Gejala dini dapat samar. Ketidakmampuan pelaksanaan tugas sehari-hari, lekas marah, emosi yang labil, inersia mental, gangguan konsentrasi, bahkan psikosis.2 Fungsi kognitif merupakan keluhan yang sering disampaikan oleh pasien kanker dengan berbagai bentuk, mulai dari disfungsi memori ringan dan kesulitan berkonsentrasi hinggga disorientasi, halusinasi, atau letargi.3

 Nyeri kepala

Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20% penderita. Sifat nyeri kepalanya berdenyut-denyut atau rasa penuh di kepala seolah-olah mau meledak.2 Awalnya nyeri dapat ringan, tumpul dan

(25)

episodik, kemudian bertambah berat, tumpul atau tajam dan juga intermiten. Nyeri juga dapat disebabkan efek samping dari obat kemoterapi. Nyeri ini lebih hebat pada pagi hari dan dapat diperberat oleh batuk, mengejan, memiringkan kepala atau aktifitas fisik.3 Lokasi nyeri yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendri. Tumor di fossa kranii posterior biasanya menyebabkan nyeri kepala retroaurikuler ipsilateral. Tumor di supratentorial menyebabkan nyeri kepala pada sisi tumor, di frontal orbita, temporal atau parietal.2

 Muntah

Muntah ini juga sering timbul pada pagi hari dan tidak berhubungan dengan makanan. Dimana muntah ini khas yaitu proyektil dan tidak didahului oleh mual. Keadaan ini lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior.2

 Kejang

Kejang fokal merupakan manifestasi lain yang biasa ditemukan pada 14-15% penderita tumor otak.3 20-50% pasien tumor otak menunjukan gejala kejang. Kejang yang timbul pertama kali pada usia dewasa mengindikasikan adanya tumor di otak. Kejang berkaitan tumor otak ini awalnya berupa kejang fokal (menandakan adanya kerusakan fokal serebri) seperti pada meningioma, kemudian dapat menjadi kejang umum yang terutama merupakan manifestasi dari glioblastoma multiforme.2 Kejang biasanya paroksismal, akibat defek neurologis pada korteks serebri. Kejang parsial akibat penekanan area fokal pada otak dan menifestasi pada lokal ekstrimitas tersebut, sedangkan kejang umum terjadi jika tumor luas pada kedua hemisfer serebri.3

b. Gejala lokal (localizing signs)

1. Tumor Kortikal1  Lobus frontalis

Lobus frontal memiliki berbagai fungsi penting, termasuk fungsi motorik, bahasa, atensi, fungsi eksekutif, judgment, perencanaan (planning) dan pemecahan masalah (problem solving).3 Gejala lokal yang sering timbul

(26)

akibat tumor di lobus frontalis adalah sakit kepala yang merupakan gejala dini dan muntah timbul pada tahap lanjut. Gangguan mental, kemunduran intelegensi, kejang adversif, katatonia, dan anosmia yang kadang timbul bersama dengan sindrom Foster-Kennedy pada meningioma (atrofi nervus optikus ipsilateral dan papiledema kontralateral).

 Lobus temporalis

Gambaran tumor lobus temporal adalah disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, defisit perimetri visual homonimus, afasia (dengan kelainan hemisfer dominan), dan kejang kompleks parsial. Kejang terjadi pada sepertiga kasus pasien. Afasia konduktif dan disnomia secara khusus sering menyertai tumor lobus temporal dominan. Perubahan kepribadian dan disfungsi memori juga sering ditemukan.

 Lobus parietal

Gambaran tumor lobus parietal adalah gangguan sensorik dan defisit atensi. Dua pertiga pasien memperlihatkan tanda disfungsi kortikospinal kontralateral. Keterlibatan radiata optik parietal menyebabkan kuadrananopsia homonim inferior atau hemianopsia. Hilangnya visus kontralateral pada stimulasi simultan dalam suatu kuadran atau hemiperimeter dapat menjadi gambaran awal. Setengah kasus pasien dengan tumor parietal mengalami kejang, yang umumnya berupa tipe motorik atau sensorik sederhana. Kemungkinan gambaran lainnya, bergantung pada hemisfer yang terkena, adalah penyangkalan (neglect) motorik atau sensorik kontralateral, apraksia konstruksional, agnosia jari, dan kekacauan sisi kanan-kiri (right-left confusion).

 Lobus oksipital

Tumor lobus oksipital memberikan gejala gangguan visual. Defek lapangan pandang yang paling sering adalah hemianopsia homonim kongruen yang melibatkan makula. Kejang oksipital fokal umumnya ditandai oleh adanya episode penglihatan kilatan cahaya, warna-warni,

(27)

atau bentuk-bentuk pola geometris secara kontralateral. Adanya gangguan visuospatial terhadap benda bergerak menuju hemiperimeter yang berlawanan menunjukan adanya kerterlibatan pada pusat penatapan oksipital (occipital gaze center). Kadang-kadang dapat pula terjadi metamorphosia (distorsi pada bentuk gambaran visual).

c. Tumor Pada Ventrikel Ketiga dan Daerah Pineal

 Tumor yang terletak di dalam atau berdekatan ventrikel ketiga seringkali mengobstruksi ventrikel atau akuaduktus, sehingga terjadi hidrosefalus. Perubahan posisi dapat secara mendadak akan meningkatkan tekanan ventrikuler dan dapat menyebabkan nyeri kepala frontal atau verteks, muntah-muntah, atau bahkan sampai terjadi sinkop. Tumor pada regio ventrikel ketiga juga dapat menyebabkan gangguan memori, diabetes insipidus, amenorhea, galaktorhea, dan gangguan satiasi (rasa kenyang) atau termoregulasi.  Tumor daerah pineal dapat menyebabkan hidrosefalus bila

mengobstruksi bagian posterior ventrikel ketiga. Sindroma Parinaud (disosiasi refleks akomodasi-cahaya pupil dan gangguan pada vertical gaze) disebabkan oleh adanya tekanan pada tektum dari otak-tengah dan komisura posterior. Pubertas prekoks dapat terjadi pada anak laki-laki dengan tumor daerah pineal.

d. Tumor Pada Batang Otak  Midbrain

Disfungsi neurologis fokal, vertical gaze, sindroma parinaud, kesulitan pendengaran. Tumor pada tegmentum dapat menyebabkan kelemahan dengan adanya penekanan pada jaras kortikospinal, serta oftalmoplegia internuklear. Juga terdapat ataksia dan nistagmus.

(28)

Neuropati kranial, disfungsi batang otak lebih khas untuk tumor serebelopontin, nervus-nervus kranial, serebelum, meningen, dan basis kranialis.

 Medula oblongata

Lebih banyak pada anak-anak. Gambaran awal palsi abdusen, hemiparesis kontralateral dan ketidak seimbangan pola jalan. Nistagmus vertikal atau horizontal. Kompresi ventrikel keempat dapat menimbulkan gejala hidrosefalus obstruktif.

e. Tumor Serebelum

Muntah-muntah yang bersiklus dan nyeri kepala oksipital menunjukan gejala umum tumor serebelum. Nyeri kepala umumnya bilateral dan menjalar ke dalam daerah retroorbital atau temporal, serta leher dan bahu. Kekakuan dan keterbatasan gerak leher dan angkat kepala. Vertigo serta nistagmus horisontal dan rotational. Ataksia apendikuler atau trunkat. Reflek tendon dan tonus berkurang pada sisi ipsilateral. Palsi N kranialis dan kortikospinal dapat muncul belakangan. Obstruksi aliran keluar ventrikel empat menimbulkan tanda-tanda umum peningkatan tekanan intrakranial.A

(29)

TUMOUR

Gambar 1. Tampak lateral, defisit neurologis akibat tumor di berbagai tempat4

(30)

c.Gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor (False localizing signs)

Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan fungsi tempat yang didudukinya. Keadaan ini sering sebagai akibat dari peningkatan tekanan intrakranial. Saat tekanan meningkat pada beberapa kompartemen di otak, tumor mulai memencarkan jaringan, namun pemencaran ini juga terjadi di tempat yang jauh dari tumor, keadaan inilah yang memberikan gambaran false localizing signs, yaitu:1

 Kelumpuhan nervus kranialis, yang sering terkena adalah nervus 6, sebab nervus ini merupakan nervus yang paling panjang di intrakranial. Hal ini juga terjadi akibat penekanan ligamentum petrosal akibat peningkatan tekanan intra kranial.

 Invasi tumor difus pada lobus frontal atau korpus kalosum menyebabkan ataksia pada pola jalan (frontal ataxia) yang sukar dibedakan dengan gejala ataxia serebelar. Dismetria pada anggota gerak yang mengalami kelemahan dan disartria kortikal dapat pula salah didiagnosis sebagai penyakit serebelar. Nistagmus jarang ditemukan pada tumor frontal atau kalosal, dan tidak adanya nistagmus pada lesi supratentorial dapat merupakan titik yang penting untuk membedakannya.

 Kompresi pada pedunkulus serebri oleh tepi bebas tentorium serebeli yang sifatnya kontralateral terhadap hemisfer serebri yang mengalami herniasi (sindroma Kernohan’s notch) dapat menyebabkan hemiparesis terlokalisir palsu yang bersifat ipsilateral lesi.

 Kompresi atau invasi dan status hiperkoagulabilitas yang berhubungan dengan sifat keganasan atau terapinya dapat menyebabkan infark atau perdarahan yang jauh dari lokasi tumor. Sebagai contohnya, infark korteks oksipital yang dapat terjadi akibat kompresi arteri serebral posterior selama herniasi transtentorial.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

Tumor otak dapat dideteksi dengan CT-scan atau MRI. Pilihannya tergantung ketersediaan fasilitas pada masing-masing rumah sakit. CT-scan lebih

(31)

murah dibanding MRI, umumnya tersedia di rumah sakit dan bila menggunakan kontras dapat mendeteksi mayoritas tumor otak. MRI lebih khusus untuk mendeteksi tumor dengan ukuran kecil, tumor di dasar tulang tengkorak dan di fossa posterior. Selain itu MRI juga dapat membantu ahli bedah untuk merencanakan pembedahan karena memperlihatkan tumor pada sejumlah bidang.3

2.1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan SOL meliputi: 2,3,4

a. Simptomatik

 Antikonvulsi

Mengontrol epilepsi merupakan bagian penting dari tatalaksana pasien dengan tumor otak.

 Edema serebri

Jika pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan gambaran radiologi memperlihatkan adanya edema serebri, maka dexametason dapat digunakan dengan keuntungan yang signifikan. Rasa tidak menyenangkan pada pasien akan dikurangi dan kadang-kadang juga berbahaya, gejala dan tanda status intrakranial ini akan lebih aman bila intervensi bedah saraf akan diambil.

b. Etiologi (pembedahan)

Complete removal

Meningioma dan tumor-tumor kelenjar tidak mempan dengan terapi medis, neuroma akustik dan beberapa metastase padat di berbagai regio otak dapat diangkat total. Terkadang, operasi berlangsung lama dan sulit jika tumor jinak tersebut relatif sulit dijangkau.

Partial removal

Glioma di lobus frontal, oksipital dan temporal dapat diangkat dengan operasi radical debulking. Terkadang tumor jinak tidak dapat diangkat secara keseluruhan karena posisi tumor atau psikis pasien.

(32)

2.1.7 Prognosis

Tumor otak umumnya memberikan prognosis yang jelek. Tabel berikut memperlihatkan kesimpulan akhir untuk pasien dengan beberapa keganasan pada otak yang sering dijumpai.

Tabel 1.Jenis keganasan otak yang sering dijumpai

2.2 EPILEPSI 2.2.1 Definisi

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan kronik yang ditandai dengan adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi oleh lepas muatan listrik abnormal di neuron-neuron secara paroksismal,disebabkan oleh berbagai etiologi. Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). Epilepsi adalah situasi dimana terjadi bangkitan kejang 2 kali atau lebih dalam setahun.

(33)

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi sindrom epilepsi menurut ILAE 1989 adalah sebagai berikut: 1. Berkaitan dengan letak fokus

1.1. Idiopatik (primer)

1.1.1 Epilepsi Rolandik Benigna (childhood epilepsy with centrotemporal spikes) 1.1.2 Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital

1.1.3 Epilepsi membaca primer (primary reading epilepsy)

1.2. Simtomatik (sekunder) 1.2.1 Lobus temporalis 1.2.2 Lobus frontalis 1.2.3 Lobus parietalis 1.2.4 Lobus oksipitalis

1.2.5 Kronik progresif parsialis kontinu

1.3. Kriptogenik

2.3 Etiologi 1. Idiopatik

Idiopatik dapat dikatakan penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi genetik. Biasanya berupa epilepsi dengan bangkitan kejang umum.

2. Kriptogenik

Kriptogenik dianggap simtomatik tapi penyebabnya belum diketahui, termasuk di sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gestaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus.

3. Simtomatik -Trauma -Infeksi

-Kelainan kongenital -Lesi desak ruang

(34)

-Toksik (alkohol, obat) -Metabolik

-Kelainan neurodegeneratif

2.4 Bentuk Bangkitan

1. Bangkitan Umum Lena (Petit mal)

 Gangguan kesadaran mendadak (“absence”) berlangsung beberapa detik  Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi  Mungkin terdapat automatisme

 Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung 2. Bangkitan Umum Tonik Klonik (Grand mal)

 Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan , mioklonik

 Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik, diikuti gerakan kejang pada kedua lengan dan tungkai (fase klonik) selama 30-60 detik, mulut berbusa

Selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak bingung  Pasien sering tidur setelah bangkitan

3. Bangkitan Parsial Kompleks

 Bangkitan fokal disertai kehilangan / terganggunya kesadaran

 Sering diikuti dengan automatisme yang stereotipik seperti mengunyah, menelan, tertawa dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas 4. Bangkitan Parsial Sederhana

 tidak terjadi perubahan kesadaran

 bangkitan dimulai dari tangan, kaki atau muka (unilateral / fokal) kemudian menyebar (Jacksonian march)

 kepala mungkin berpaling kearah yang terkena kejang (serangan “adversif”)

5. Bangkitan Umum Sekunder

 Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang dalam waktu singkat menjadi bangkitan umum

(35)

 Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik-klonik

2.5 Terapi

 Terapi dilakukan bila terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.  Terapi mulai diberikan bila diagnosis telah ditegakkan dan setelah pasien

dan atau keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan dan kemungkinan efek samping.

 Pemilihan jenis obat sesuai dengan jenis bangkitan.  Sebaiknya terapi dengan monoterapi.

 Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai.

 Pada prinsipnya terapi dimulai dengan obat antiepilepsi lini pertama. Bila diperlukan penggantian obat, maka dosis obat pertama diturunkan secara bertahap dan dosis obat kedua dinaikkan secara bertahap.

 Bila didapatkan kegagalan monoterapi maka dapat dipertimbangkan untuk diberi kombinasi OAE.

 Bila memungkinkan dilakukakan pemantauan kadar obat sesuai indikasi. Adapun pemilihan jenis obat anti epilepsi harus sesuai dengan jenis bangkitannya. Tabel dibawah ini menunjukan pemilihan obat antiepilepsi berdasarkan jenis bangkitannya.

(36)

Tabel 3. Pedoman anti epilepsi lini pertama pada orang dewasa

DASAR DIAGNOSIS

Dasar Diagosis Klinis : Hemiplegi sinistra + Lesi N.II + Paresis N.VII sentral+ Paresis N. XII

 Dari anamnesa didapatkan pasien mengalami kejang 1 kali selama ± ½ jam pada seluruh tubuh, pasien sadar setelah dan sebelum kejang, riwayat kejang sebelumnya (-). Selain itu pasien juga mengeluhkan lemah pada lengan dan tungkai kiri secara perlahan – lahan yang didahului oleh tungkai kiri dahulu. Keluhan sakit kepala sebelumnya disangkal oleh pasien.

 Dari pemeriksaan fisik didapatkan :

 Kekuatan motorik pada tungkai kiri dan lengan kiri 0 = Hemiplegi sinistra  Terdapat adanya gerakan involunter pada lengan kiri menandakan adanya kejang fokal sederhana.

 Tanda-tanda lesi N.II yaitu lapangan pandang menyempit, pasien masih bisa membaca = Hemianopsia homonim sinistra

 Tanda-tanda paresis N.VII sentral sebelah kiri : sudut bibir tidak simetris, lipatan nasolabial tidak simetris

(37)

 Terdapat tanda-tanda paresis N.XII : lidah deviasi kearah yang sakit (kekiri)

Dasar Diagnosis Topis : Hemisfer cerebri dekstra

Dari anamnesis didapatkan kelumpuhan pada lengan dan tungkai kiri, dari pemeriksaan fisik didapatkan refleks fisiologis yang menurun pada lengandan tungkai yang lumpuh, serta ditemukan adanya kejang fokal sederhana pada lengan kiri yang terjadi setiap saat.Topis dari diagnosis ini adalah hemisfer cerebri dekstra.

Dasar Diagnosis Etiologis : SOL tumor primer

Pasien ini menyangkal adanya keluhan nyeri kepala yang bersifat kronik progresif sebelumnya. Namun dari keluhan utamanya yaitu kejang dengan tidak ada riwayat kejang sebelumnya serta pada pemeriksaan elektrolit dalam batas normal, menunjukkan adanya proses di intrakranial. Dari pemeriksaan CT-scan didapatkan gambaran kesan lesi hipodens berbentuk bulat batas tegas pada hemisfer dekstra lobus parietal.

Dasar Diagnosis Banding c.1.Tumor Metastase

Secara umum pasien ini memiliki gejala dan tanda adanya tumor otak. Namun tidak salahnya jika kita memikirkan ada kemungkinan dari tempat lain.

(38)

Daftar Pustaka

1. Wahjoepramono EJ. Tumor Otak. Jakarta: FK Pelita Harapan. 2006

2. Ropper AH, Brown RH. Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th edition. USA: Mc Graw Hill, 2005. 546-88

3. Kleinberg LR.Brain Metastasis A multidisiplinary Approach. New York: Demos Medical.

4. Wilkinson I, Lennox G, Essential Neurology, 4th edition, Blackwell Publishing, Australia; 2005, 40-53.

5. Fakultas kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Lippo Karawaci. 2005, 111-14.

6. Soepardi, EA, Iskandar N, Bashiruddin J, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi ke enam. Jakarta: FKUI. 2007, 16-18.

Gambar

Tabel 1. Neoplasma intrakranial dan Penyakit-penyakit paraneoplastik 2
Gambar 1. Tampak lateral, defisit neurologis akibat tumor di berbagai tempat 4
Tabel 1.Jenis keganasan otak yang sering dijumpai
Tabel 2. Pemilihan obat antiepilepsi  berdasarkan jenis bangkitannya.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan sistem jaring pada budidaya pendederan juvenil lobster pasir Panulirus homarus tidak berpengaruh terhadap respons

Untuk metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis berganda yang di perkuat dengan uji Normalitas, Uji Heterokedastisitas, dan Uji

Penerimaan perpajakan Provinsi Maluku Utara sampai dengan triwulan III- 2020 mengalami penurunan menjadi Rp1.162,42 miliar dan didominasi oleh pajak penghasilan. Penurunan

Dengan mengkonversi limbah cair pabrik tahu menjadi biogas, pemilik pabrik tahu tidak hanya berkontribusi dalam menjaga lingkungan tetapi juga meningkatkan

Dari penelitian yang sudah pernah dilakukan telah menunjukkan bahwa sebagian besar tetapi tidak semua mencit yang normal akan memilih untuk menghabiskan waktu lebih banyak

Pada sembilan mesin yang digunakan untuk produksi kain C1037 sering mengalami downtime sehingga perlu dilakukan langkah-langkah serta metode yang dapat menganalisa

Seperti mengendari sepeda motor tidak menggunakan helm, boncengan tiga orang satu motor dan lain-lain, serta adanya pola perilaku sebagian masyarakat dalam berlalu lintas

Untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan mahasiswa, dilakukan praktikum di Laboratorium dan Praktek Lapangan yang mencakup: pengenalan peta dan legenda peta tanah