z
z
SEJARAH FILSAFAT INDIA
• Pemikiran filsafat India banyak dipengaruhi oleh tradisi, kebudayaan, dan agama sehingga
filsafat India mengusung keyakinan akan kesatuan fundamental antara manusia (individu) dengan alam (kosmos).
• Dalam filsafat India, harmoni yang terjalin akan mengantarkan seseorang menjadi waskita
(arif bijaksana) terhadap hidup. Tidak terasing dari kehidupan dunia (alam semesta) dan mampu beramah-tamah dengan semua benda di sekelilingnya.
• Filsafat India berpangkal pada tulisan kuno yang dikenal dengan nama Weda, meliputi;
• 1) Samphita (Reg-Weda, Sama-Weda, yayur-Weda, Atharva-Weda) 2) Brahmana (1000-700
sebelum masehi) mengangkat tentang kurban-kurba dan upacara-upacara. 3) Aranyaka (buku-buku hutan belukar, ajaran rahasia) 4) Upanishad (periode ke 1. 700- 600 sebelum masehi)
z
▪
Memberikan peran sentral terhadap intuisi yaitu kemampuan untuk
memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan
intelektualitas sehingga pemahaman tersebut tiba-tiba saja
datangnya dari dunia lain dan di luar kesadaran.
▪
Mengakui otoritas dengan memperhitungkan tradisi seperti
berpegang pada kitab upanisad
▪
Tendensi untuk mendekati berbagai aspek pengalaman dan realitas
z
Karakteristik Filsafat India
Karakteristik filsafat India, diantaranya:
▪ Motif spiritual
▪ Hubungan antara filsafat dan hidup
▪ Sikap dan pendekatan intospektof terhadap realitas ▪ Kecenderungan ke arah idealisme
▪ Intuisi diterima sebagao satu-satunya metode kebenaran ▪ Penerimaan otoritas Veda
▪ Pendekatan sistensis terhadap pengalaman dan realitas dengan
z
• Dalam tulisan-tulisan itu berisikan pemahaman dan sistem kehidupan India kala itu,
misalnya; unsur-unsur ajaran yang berbau animisme dan dinamisme, monotheisme (dalam prayapatisupreme of all beings atau visnakama= all creator).
• Khususnya pengertian Brahmana= yang mutlak kekal. Atman= jiwa dan kesatuan
mereka (Tattyasi; Brahmana=Atman). Begitu juga yang terkait dengan pengertian jiwa, dunia, perpindahan jiwa dan teori-teori pengetahuan (apa yang benar, tenag sebab-akibat, keindaraan dan akal). Tidak lepas pula hal yang terkait dengan Mukti, Karma, Samsara, dan Yoga sehingga pada akhirnya kita mendapati dua aliran, dimana dibedakan menurut sikap terhadapkeberadaan Weda yakni;
• 1) Astika (ortodoks) mengakui Weda sebagai otoritas tertinggi dan mempercayai
adanya Tuhan.
• 2) Nastika (heterodoks) tidak mengakui adanya Tuhan dan juga tidak mengakui Weda
z
Pembagian Lima Periode Dalam Filsafat India (zaman Weda, zaman Skeptisisme, zaman Puranis, zaman Muslim, zaman Modern):
1. Zaman Weda (2000 - 600 SM), filsafat India dimulai sejak bangsa Arya masuk
ke India dari utara sekitar tahun 1500 SM. Literatur suci mereka disebut Weda yang terdiri dari Samhita, Brahmana, Aranyaka, dan Upanisad.
▪ Upanisad merupakan yang terpenting dari filsafat India sepanjang sejarah
yang sangat kaya untuk inspirasi dan pembaharuan.
▪ Tema yang menonjol untuk Upanisad adalah ajaran tentang hubungan Atman
dan Brahman.
▪ Atman adalah segi subjektif dari kenyataan, “diri” manusia. Sedangkan
Brahman adalah segi objektif, makrokosmos, alam semesta. Upanisad mengajarkan bahwa Atman dan Brahman memang sama dan bahwa manusia mencapai keselamatan (moksa, mukti) kalau ia menyadari identitas Atman dan Brahman.
z
2. Zaman Skeptisisme (600 SM – 300 M), sekitar tahun 600 SM dimulai suatu
reaksi baik terhadap ritualisme imam-imam maupun terhadap spekulasi hubungan dengan korban para rahib. Reaksi yang terpenting pada zaman tersebut dipengaruhi oleh Buddhisme yang mengajarkan tentang Gautama Buddha, dengan memberikan pedoman praktis untuk mencapai keselamatan dan mengajarkan manusia dapat mengurangi penderitaannya dan membawa keselamatan.
3. Zaman Puranis (300 – 1200) diawali setelah tahun 300, Buddhisme mulai
lenyap dari India. Pemikiran India dalam abad pertengahan dikuasai oleh spekulasi teologis, terutama mengenai inkarnasi dewa-dewa. Contoh cerita tentang inkarnasi dewa-dewa terdapat dalam dua epos besar, Mahabharata dan Ramayana.
z
4.
Zaman Muslim (1200
–
1757), dua nama yang menonjol dalam
periode muslim yaitu Kabir dan Guru Nanak (pendiri aliran
Sikh) yang mencoba mensinkronisasikan Islam dan Hinduisme.
5.
Zaman Modern (setelah 1757) adalah zaman pengaruh Inggris
di India mulai tahun 1757. Periode ini memperlihatkan kembali
nilai-nilai klasik India, bersama dengan pembaharuan sosial.
Tokoh-tokohnya Raja Ram Mohan Roy (1772-1833),
Vivekananda (1863-1902) , Gandi (1869-1948), dan
Rabindranath Tagore (1861-1941) .
z
FILSAFAT CINA
Dalam memahami asal mula Filsafat Cina terdapat 3 hal yang perlu diketahui, diantaranya:
▪ Pertama, filsafat adalah sebuah usaha sadar untuk memformulasikan pandangan
dan nilai sebagai ekspresi dari keyakinan fundamental sekelompok orang.
▪ Kedua, filsafat sebagai sebuah aktivitas yang berkelanjutan haruslah dipandang
sebagai sesuatu yang muncul dari aktivitas praktis kehidupan yang berfokus pada pemecahan masalah tentang pengetahuan yang benar secara individu ataupun sosial.
▪ Ketiga, lebih berupa konstruksi-konstruksi teoretis sebagai hasil pemikiran
filosofis ataupun kegiatan kultural dari suatu kelompok orang/masyarakat (Fung Yu-Lian,2007:5).
z
▪ Filsafat Cina adalah salah satu dari filsafat tertua di dunia dan dipercaya
menjadi salah satu filsafat dasar dari tiga filsafat dasar yang mempengaruhi sejarah perkembangan filsafat dunia, disamping filsafat India dan filsafat Barat.
▪ Ada tiga tema pokok sepanjang sejarah filsafat cina, yakni harmoni,
toleransi dan perikemanusiaan. Selalu dicarikan keseimbangan, harmoni, suatu jalan tengah antara dua ekstrem: antara manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia dan surga.
z
Permasalahan politik dan pemerintahan merupakan masalah utama filsafat Cina yang condong pada pemikiran praktis berkenaan masalah dan kehidupan sehari-hari sehingga ahli sejaharah berpijak pada hal tersebut untuk mengemukakan beberapa ciri-ciri filsafat Cina, diantaranya:
▪ Pertama, dalam pemikiran kebanyakan orang Cina antara teori dan pelaksanaannya
tidak dapat dipisahkan sehingga pemikirannya bersifat spekulatif kurang mendapat tempat dalam tradisi filsafat Cina, padahal filsafat muncul karena adanya berbagai persoalan yang muncul dari kehidupan yang aktual.
▪ Kedua, secara umum filsafat Cina bertolak dari ‘humanisme’ karena ekanannya pada
persoalannya kemanusiaan melebihi filsafat Yunani dan India. Manusia dan perilakunya dalam masyarakat dan peristiwa-peristiwa kemanusiaan menjadi perhatian utama sebagian besar filosof Cina.
z
❑ Ketiga, dalam pemikiran filosof Cina etika dan spiritualitas (masalah keruhanian) menyatu secara padu. Etika dianggap sebagai intipati kehidupan manusia dan sekaligus tujuan hidupnya sedangkan konsep keruhanian diungkapkan melalui perkembangan jiwa seseorang yang menjunjung tinggi etika. Artinya spiritualitas seseorang dinilai melalui moral dan etikanya dalam kehidupan sosial, kenegaraan dan politik sedangkan inti etika dan kehidupan sosial ialah kesalehan dan kearifan.
❑ Keempat, meskipun menekankan pada persoalan manusia sebagai makhluk sosial, persoalan yang bersangkut paut dengan pribadi atau individualitas tidak dikesampingkan. Namun demikian secara umum filsafat Cina dapat diartikan sebagaoi ‘Seni hidup bermasyarakat secara bijak dan cerdas’. Kesetaraan, persamaan dan kesederajatan manusia mendapat perhatian besar. Menurut para filosof Cina keselerasan dalam kehidupan sosial hanya bisa dicapai dengan menjunjung tinggi persamaan, kesetaraan dan kesederajatan itu.
❑ Kelima, filsafat Cina secara umum mengajarkan sikap optimistis dan demokratis. Filosof Cina pada umumnya yakin bahwa manusia dapat mengatasi persoalan-persoalan hidupnya dengan menata dirinya melalui berbagai kebijakan praktis serta menghargai kemanusiaan. Sikap demokratis membuat bangsa Cina toleran terhadap pemikiran yang anekaragam dan tidak cenderung memandang sesuatu secara hitam putih.
z
▪ Keenam, agama dipandang tidak terlalu penting dibanding kebijakan berfilsafat. Mereka menganjurkan masyarakat mengurangi pemborosan dalam penyelenggaraan upacara keagamaan atau penghormatan pada leluhur.
▪ Ketujuh, penghormatan terhadap kemanusiaan dan individu tampak dalam filsafat hukum dan politik. Pribadi dianggap lebih tinggi nilainya dibanding aturan-aturan formal yang abstrak dari hukum, undang-undang dan etika. Dalam memandang sesuatu tidak berdasarkan mutlak benar dan mutlak salah, jadi berpedoman pada relativisme nilai-nilai. Kedelapan, dilihat dari sudut pandang intelektual,
Para filosof Cina berhasil membangun etos masyarakat Cina seperti mencintai belajar dan mendorong orang gemar melakukan penelitian mendalam atas segala sesuatu sebelum memecahkan dan melakukan sesuatu. Demikianlah pengetahuan dan integritas pribadi merupakan tekanan utama filsafat Cina. Aliran pemikiran, teori dan metodologi apa saja hanya bisa mencapai sasaran apabila dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan luas dan integratitas pribadi yang kokoh.
z
Aliran-aliran filsafat di Cina
▪ Konfusianisme didirikan oleh Kong Fu Tse yaitu guru dari suku Kung (551-497 SM),
gerakannya lahir di tengah anarki sosial, politik dan intelektual. Ia mengajarkan bahwa Tao
(”jalan” sebagai prinsip utama dari kenyataan) adalah “jalan manusia”. Artinya: manusia sendirilah yang dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik.
▪ Keutamaan merupakan jalan yang dibutuhkan. Kebaikan hidup dapat dicapai melalui
perikemanusiaan (yen), yang merupakan model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan mereka berbeda.
▪ Bagi Konfusius kekacauan itu timbul karena Li/upacara/adat istiadat kehilangan jiwanya.
Untuk menghidupkan kembali Li berarti menghidupkan kembali ritual dan musik berdasarkan Ren. Ren adalah kebaikan hati ataupun kasih antar manusia. Kebaikan ini adalah hakikat terdalam manusia yang membuat unsur lain (dalam hidupnya) menjadi mungkin.
z
Taoisme
▪ Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (“guru tua”) yang hidup sekitar 550 S.M. Lao Tse melawan Konfusius. Menurut Lao Tse, bukan “jalan manusia” melainkan “jalan alam”-lah yang merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan objektif, substansi abadi yang bersifat tunggal, mutlak dan tak-ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih metafisika, sedangkan ajaran Konfusius lebih-lebih etika.
▪ Puncak metafisika Taoisme adalah kesadaran bahwa kita tidak tahu apa apa tentang Tao. Kesadaran ini juga dipentingkan di India (ajaran “neti”, “na-itu”: “tidak begitu”) dan dalam filsafat Barat (di mana kesadaran ini disebut “docta ignorantia”, “ketidaktahuan yang berilmu”).
▪ Tao menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan objektif, substansi abadi yang bersifat tunggal, mutlak dan tak-ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih metafisika, sedangkan ajaran Konfusius lebih pada etika. Puncak metafisika Taoisme adalah kesadaran bahwa kita tidak tahu apa-apa tentang Tao (Abu Ahmad,1975: 157).
z
Mencius dan Xunzi
▪ Dua tokoh penting yang melanjutkan Confusianisme dan memberi penafsiran baru ialah
Mengzi atau Mencius (孟子) dan Xun Zi (荀子). Mencius merupakan filsuf terpenting
kedua dalam tradisi Confusian. Ia tidak hanya membela pandangan Confusius melawan sekolah lain (sekolah Mo dan Dao), tetapi juga lebih lanjut menjadikan ajaran Konfusianisme semakin sistematis.
▪ Secara umum, Mencius menekankan kebaikan internal pada manusia sebagai sumber
dari institusi etis yang membimbing manusia pada pelaksanaan Ren, Yi, dan Li. Dengan ini juga, ia memberikan pijakan kokoh bagi ajaran Confusius dan menegaskan ortodiksi Confusianisme. Sementara itu, tokoh ketiga terpenting Confusianisme, Xun Zi lebih menekankan aspek realistik dan materialistik yang tertanam dalam masyarakat dan perseorangan melalui tradisi dan pendidikan.
▪ Seperti Konfusius, Mencius mendasarkan ajarannya pada Ren, tapi ia menyatakan bahwa
z
▪ “Yang disimpan dalam hati adalah ren, yang dipakai dalam tindakan adalah yi.” Jadi,
ren adalah prinsip tepat untuk mengawasi gerak internal, sedangkan yi adalah cara tepat untuk membimbing tindak eksternal.
▪ Mencius berangkat dari pertanyaan, ”Mengapa manusia harus berperilaku tanpa
memikirkan keuntungan pribadi, tanpa syarat mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan dan berperilaku sebagaimana seharusnya ia berperilaku?”Jawaban Mencius adalah karena kebaikan merupakan sifat dasar manusia.
▪ Mencius mengusung tesis dasar yakni kodrat baik manusia atau ’xing ben shan’.
Manusia memiliki 4 awal yakni [1] perasaan simpati yang menjadi permulaan rasa kemanusiaan, [2] perasaan malu dan segan yang menjadi permulaan kebajikan, [3] perasaan rendah hati dan kebersamaan yang menjadi permulaan kesopanan, dan [4] pemahaman benar dan salah yang menjadi permulaan dari kebijaksanaan.
z
Mohisme
▪ Aliran Moisme didirikan oleh Mo Tse, antara 500-400 S.M, beliau mengajarkan bahwa yang terpenting adalah “cinta universal”, kemakmuran untuk semua orang, dan perjuangan bersama-sama untuk memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme sangat pragmatis, langsung terarah kepada yang berguna. Segala sesuatu yang tidak berguna dianggap jahat sehingga perang itu jahat karena menghambat kemakmuran umum tidak sukar untuk dimengerti.
▪ Adapun perbedaan pendapat antara konfusianis dan mohis adalah sebagai berikut: Para Konfusianis mementingkan relasi yang tepat (Lǐ), tanpa memikirkan keberuntungan. Dari segi
moral, Konfusianis lebih mengutamakan kebenaran dan kemurnian, tanpa menghitung keberhasilannya sehingga penganut Mo Tzŭlebih pragmatis.
▪ Mereka mengutamakan secara khusus keberuntungan (Lì) dan pencapaian (Kung). Dengan demikian, tolok ukur kebenaran sebuah prinsip menurut Mo Tzŭ adalah seberapa besar
keberuntungan yang diberikan kepada negara dan rakyat jelata. Segala sesuatu harus berguna, dan semua prinsip harus bisa diaplikasikan supaya menyumbang sesuatu nilai secara mandiri.
z
▪ Lao Zi dan pengikutnya menduga bahwa ada yang salah dalam hakekat masyarakat dan
peradabannya. Mereka percaya bahwa manusia yang dulu mempunyai suatu surga kemudian hilang karena kekeliruannya sendiri, yaitu karna ia mengembangkan peradaban.
▪ Lao Zi dan pengikutnya menduga bahwa ada yang salah dalam hakekat masyarakat dan
peradabannya. Mereka menganjurkan rakyat Cina untuk membuang semua pranata dan konvensi yang ada. Mereka percaya bahwa manusia yang dulu mempunyai suatu sorga kemudian hilang karena kekeliruannya sendiri, yaitu karna ia mengembangkan peradaban. Menurut Lao Zi dan pengikut pengikutnya, cara terbaik untuk hidup adalah menarik diri dari peradaban dan kembali kepada alam, dari keadaan beradab ke keadaan alami. Inilah jalur pemikiran naturalistic yang dikenal sebagai Daoisme yang menjunjung tinggi Dao dan alam.
▪ Menurut Lao Zi dan pengikutnya, cara terbaik untuk hidup adalah menarik diri dari peradaban
dan kembali kepada alam, dari keadaan beradab ke keadaan alami. Inilah jalur pemikiran naturalistic yang dikenal sebagai Daoisme yang menjunjung tinggi Dao dan alam.
z
Neo-Konfusianisme
▪ Neo-Konfusianisme bentuk Konfusianisme yang dikembangkan selama Dinasti Song,
tetapi aliran ini mulai nampak ke permukaan sudah sejak zaman dinasti Tang lewat Han Yu dan Li ao. Mereka membuka cakrawala baru Neo-Konfusianisme, yaitu dimensi kosmologis dalam refleksi mereka.
▪ Neo-Konfusianisme adalah bentuk Konfusianisme yang terutama dikembangkan
selama Dinasti Song, tetapi aliran ini mulai nampak ke permukaan sudah sejak zaman
dinasti Tang lewat Han Yu dan Li ao. Mereka membuka cakrawala baru Neo-Konfusianisme, yaitu dimensi kosmologis dalam refleksi mereka.
▪ Kosmologi Zhou Dunyi merupakan pengembangan butir-butir ajaran Apendiks dari
Kitab Yi Jing dan dia memakai diagram daois untuk ilustrasi dan membentuk ‘Tai Ji Tu dan Tai JI Shuo-nya.
▪ Dalam ajarannya Ren = rangkuman dari: Yi, Li, Zhi dan Xin, harus dipahami dan
ditumbuhkan dengan ketulusan serta kecermatan sehingga secara metafisis ada kesatuan antara semua yang ada (Fung Yu-Lian,2007:54-56).
z
REFERENSI
▪ Sudarto, S. (2019). PERBANDINGAN FILSAFAT CINA DENGAN FILSAFAT INDIA. Jurnal
Artefak,3(2), 131-146.
▪ Lasiyo, L. (1997). Pemikiran Filsafat Timur dan Barat (Studi Komparatif). Jurnal
Filsafat, 1(1), 1-18.
▪ Kusumohamidjoho, Budiono. Sejarah Filsafat Tiongkok: Sebuah Pengantar
Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra, 2010.
▪ Yu Lan, Fung. A History of Chinese Philosophy: Volume I. Princetown: Princetown
University Press,1983.
▪ Yu Lan, Fung. A Short History of Chinese Philosophy: A Systematic Account of
Chinese Thought From its Origins to The Present Day (ed: Derk Bodde). New York: The Free Press, 1976.