• Tidak ada hasil yang ditemukan

HOMONIMI DALAM BAHASA JAWA. (Suatu Kajian Semantik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HOMONIMI DALAM BAHASA JAWA. (Suatu Kajian Semantik)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

65

HOMONIMI DALAM BAHASA JAWA

(Suatu Kajian Semantik)

Husain Najibuddin

1

Sumarlam

2

Dyah Padmaningsih

3

ABSTRACT

The Problems studied in this research are: (1) how is the homonymy form in Javanese language?; (2) how is the homonymy relation in Javanese language; (3) What kinds of homonymy in Javanese language? The purposes of this research are: (1) to explain the homonymy form in Javanese language; (2) to describe the homonymy relation in Javanese language; (3) to indicate the type of homonymy in Javanese language. This research method used is descriptive qualitative. The data in this research is divided into two namely oral data as the main data and written data as the companion. The source of oral data is collected from the verbal utterances containing homonymy of the selected informants, while the sources of written data are collected from articles, books discussing homonymy. Based on data analysis and discussion, it can be summarized as follows: (1) the form of homonymy in Javanese language includes (a) the singular form (free morpheme), (b) the complex form (complex morpheme); (2) the homonymy relation in Javanese language includes: (a) homonymy between morpheme, (b) homonymy between words, (c) homonymy between phrases, and homonymy between sentences; (3) types of homonymy in the Java language includes: (a) homophone and (b) homography.

Keywords: homonymy form, homonymy relation, the type of homonymy

1. PENDAHULUAN

Dalam suatu bahasa, makna kata saling berhubungan, hubungan ini disebut relasi makna. Relasi makna dapat berwujud bermacam-macam. Dalam setiap bahasa termasuk bahasa Jawa, seringkali kita temukan adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa yang satu dengan kata satuan bahasa lainnya. Ilmu tentang makna dapat dijumpai dalam semantik yang merupakan salah satu bagian penting dalam kebahasaan. Salah satu kajian semantik adalah masalah homonimi. Homonimi (dari bahasa Latin homo yang berarti sama dan nomos yang berarti nama) adalah dua leksem

1

Mahasiswa Program Studi Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret.

2

Dosen Program Studi Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya UNS (Pembimbing I)

(2)

66

atau lebih yang wujud lahirnya (pelafalan dan penulisan) sama namun arti leksikalnya berbeda, (Edi Subroto, 2011: 81).

Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya kebetulan sama, maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna ‘inai’ dan kata pacar yang bermakna ‘kekasih’ dan antara kata mengurus yang berarti ‘mengatur’ dan kata mengurus yang berarti ‘menjadi kurus’ (Abdul Chaer, 2006:).

Homonimi merupakan ungkapan (kata atau frasa atau kalimat) yang bentuknya sama dengan suatu ungkapan lain, tetapi dengan perbedaan makna di antara kedua ungkapan tersebut (Mansoer Pateda,2001: 211).

2. METODE PENELITIAN

Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Yang meneliti tentang bentuk, relasi serta jenis homonimi dalam bahasa Jawa. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode cakap dengan teknik cakap semuka dengan teknik lanjutan teknik catat. Serta menggunakan metode simak, teknik dasar yang dipakai adalah teknik sadap, dan teknik lanjutannya menggunakan teknik catat. Data dalam penelitian ini berupa data lisan dan data tulis yang berupa tuturan berupa leksikon bahasa Jawa yang mengandung homonimi dan kata-kata yang mengandung homonimi yang terdapat pada artikel serta buku. Sumber data dalam penelitian ini adalah informan dan artikel serta buku. Metode analisis data dengan metode distribusional adalah metode yang unsur penentunya dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri. Metode distribusional digunakan untuk menganalisis bentuk dan jenis homonimi dalam bahasa Jawa. Metode padan adalah yang alat penentunya sesuatu yang bersifat luar bahasa yang tidak terkait dengan bahasa. Metode padan digunakan untuk menganalisis relasi homonimi dalam bahasa Jawa. Peneliti dalam penyajian analisis data menggunakan metode informal.

3. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Bentuk Homonimi

1) Bentuk tunggal (morfem tunggal) yaitu bentuk yang tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil dan mampu berdiri sendiri (poedjosoedarmo 1979: 6).

a.bledug ‘anak gajah’

bledug ‘debu’

(3)

67

(a) Platarane disapu supaya ora bledug ‘Terasnya disapu agar tidak debu’. (b) Bledug sing cilik kuwi lagi turu ‘Anak gajah yang kecil itu sedang tidur’.

Bledug ‘debu’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang

menunjukkan debu sedangkan bledug ‘anak gajah’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan sebutan untuk anak gajah, dengan demikian bledug mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi bledug merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

b. saka ‘tiang’

saka ‘dari’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Pak Darto entuk sepeda motor saka kantore ‘Pak Darto mendapat sepeda motor dari kantornya’.

(b) Omah joglo duwe saka cacahe papat ‘Rumah joglo mempunyai tiang berjumlah empat’.

Saka ‘dari’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang

menunjukkan keadaan asal sedangkan saka ‘tiang’ pada contoh kalimat kedua menyatakan benda peyangga, dengan demikian saka mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi saka merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

c.papan ‘lembaran kayu’

papan ‘tempat’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a). Bapak tumbas papan ning peken ‘Bapak membeli papan (lembaran kayu) dipasar’. (b). Mangga para tamu sumangga lenggah ing papan ingkang sampun di sediaaken ‘Silahkan para tamu diharapkan duduk di tempat yang sudah disediakan’.

Papan ‘lembaran kayu’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu

hal yang menyatakan kayu yang dibelah tipis sedangkan papan ‘tempat’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan referen bagian tertentu dari suatu ruang, dengan demikian

papan mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi papan merupakan

bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

2) Bentuk Kompleks yaitu bentuk katta yang sudah mengalami perubahan bentuk yang disebabkan melekatnya imbuhan atau afiksasi (poedjosoedarmo 1979: 6).

a. mancing ‘mengail ikan’

(4)

68

Kemudian dari data ini diperluas menjadi:

(a) Andi mancing ning waduk ‘Andi memancing di waduk’.

(b) Deni kuwi gaweane mancing kerusuan ‘Deni itu kesukaannya memicu kerusuhan’.

Mancing ‘mengail ikan’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal

yang menunjukkan keadaan berburu atau menangkap ikan dengan kail sedangkan

mancing ‘memprovokasi’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan usaha

untuk menimbulkan kericuhan, dengan demikian mancing mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

Dari segi bentuk, homonimi mancing (mengail ikan atau memprovokasi) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (m) dan pancing. Ternyata homonimi mancing ‘memancing’ mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian,

mancing adalah homonimi yang berbentuk kompleks.

b. ngukur ‘menggaruk’

ngukur ‘mengukur’

Kemudian dari data ini diperluas menjadi:

(a) Bapak lagi ngukur sirahe ‘Bapak sedang menggaruk kepalanya’. (b) Bapak lagi ngukur dalan ‘Bapak sedang mengukur jalan’.

ngukur ‘menggaruk’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal

yang menunjukkan keadaan usaha untuk menghilangkan rasa gatal sedangkan ngukur ‘mengukur’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan membandingkan ukuran (panjang, lebar, luas, tinggi dsb) dengan alat, dengan demikian ngukur mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

Dari segi bentuk, homonimi ngukur (menggaruk dan mengukur) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (ng) dan kukur ‘garuk’ serta nasal (ng) dan ukur. Ternyata homonimi ngukur (menggaruk dan mengukur) mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, ngukur adalah homonimi yang berbentuk kompleks. c. nyekel ‘memegang’

nyekel ‘menguasai’

Kemudian dari data ini diperluas menjadi:

(a) Sing nyekel watu kuwi jenenge Supri ‘Yang memegang batu itu bernama Supri’. (b) Kawasan terminal iki sing nyekel Bang Jarot ‘Kawasan terminal ini yang

(5)

69

Nyekel ‘memegang’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal

yang menunjukkan keadaan menggenggam sedangkan nyekel ‘menguasai’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan posisi teratas atau pemimpin, dengan demikian

nyekel mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

Dari segi bentuk, homonimi nyekel (memegang dan menguasai) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (ny) dan cekel ‘pegang’. Ternyata homonimi nyekel (memegang dan menguasai) mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nyekel adalah homonimi yang berbentuk kompleks.

B. Relasi Homonimi 1) Homonimi antarmorfem

a. bukune ‘bukunya’ (buku orang itu)

bukune ‘bukunya’ (buku tertentu/ buku itu)

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Bukune Hendra keri nang kelas ‘Bukunya Hendra ketinggalan di meja’. (b) Arep sinau tapi bukune urung ana ‘Mau belajar tapi bukunya belum ada’.

Pada contoh kalimat pertama kata bukune menyatakan makna kepemilikan dari buku tersebut karena diikuti dengan subjek, sedangkan bukune pada kalimat kedua bermakna buku tertentu karena tidak terdapat subjek dalam kalimat tersebut.

b. tukokna ‘belikan’ (belikan)

tukokna ‘belikan’(umpama membeli)

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Tukokna es campur ning warung ‘Belikan es campur di warung’.

(b) Tukokna hape Cina wae luwih murah ‘Umpama beli hape Cina saja lebih murah’. Pada contoh kalimat pertama tukokna menyatakan perintah untuk membeli karena dalam kalimat tersebut tidak terdapat unsur pilihan, sedangkan tukokna pada contoh kalimat kedua merupakan opsi atau pilihan untuk membeli karena mengandung pernyataan murah dan mahal.

c. tukua ‘belilah’

tukua ‘umpama beli’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi: (c) Tukua obat ning apotik! ‘Belilah obat di apotik!’.

(d) Tukua sing anyar sisan ‘Seumpama beli yang baru sekalian.

Pada contoh kalimat pertama tukua menyatakan perintah untuk membeli karena tidak unsur pernyataan untuk memilih, sedangkan tukua pada contoh kalimat kedua

(6)

70

merupakan opsi atau pilihan untuk membeli karena terdapat pernyataan pilihan antara baru dan bekas.

2) Homonimi antarkata a. duka ‘marah’

duka ‘tidak tahu’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Mengko yen ibu duka kepriye, mbak? ‘nanti kalau ibu marah bagaimana mbak?’. (b) Bocah ditakoni kok mung duka wae ‘anak di tanya kok tidak tahu terus’.

Duka ‘marah’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang

menunjukkan emosi tidak senang sedangkan duka ‘tidak tahu’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan ketidaktahuan, dengan demikian duka mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

b. pandung ‘pangling’

pandung ‘maling’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Kula rade pandung panjenengan punika sinten? ‘Saya sedikit pangling anda itu siapa?

(b) Mrika punika kathah pandung, mila kedah ngantos-atos ‘Disana itu banyak maling, makanya yang hati-hati’.

Pandung ‘pangling’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal

yang menunjukkan keadaan lupa atau tidak mengenal lagi sedangkan pandung ‘maling’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan mengambil milik orang lain tanpa ijin, dengan demikian pandung mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

c. enggal ‘cepat’

enggal ‘baru’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Mangga ingkang dereng gadhah enggal tumbas ‘Silahkan yang belum punya cepat beli’.

(b) Sendale Bapak ingkang enggal klintu kaliyan sendale tiyang ‘Sendal Bapak yang baru tertukar dengan sandal orang’.

Enggal ‘cepat’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang

menyatakan waktu yang terbatas sedangkan enggal ‘baru’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan hal yang belum pernah ada, dengan demikian kowe mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

(7)

71

a. wong pinter ‘ orang yang cerdas’

wong pinter ‘paranormal’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Adik di utus Bapak sinau supaya dadi wong pinter ‘Adik disuruh Bapak belajar agar jadi orang yang cerdas’.

(b) Budi di gawa marang wong pinter amarga kesurupan ‘Budi dibawa ke paranormal karena kesurupan’.

Wong pinter ‘orang yang cerdas’ pada contoh kalimat pertama mempunyai

referen suatu hal yang menyatakan orang yang terpelajar dan wong pinter ‘paranormal’ pada contoh kalimat kedua menyatakan orang yang berpengetahuan atau paham dengan hal klenik, dengan demikian wong pinter mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

b. wong tua ‘ayah dan ibu’

wong tua ‘orang yang berusia lebih tua’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Amarga kecelakaan kuwi Budi saiki ora duwe wong tua ‘Karena kecelakaan itu Budi sekarang tidak punya ayah dan ibu’.

(b) Kita kudu ngormati wong tua ‘Kita harus menghormati orang yang berusia lebih tua’.

Wong tua ‘ayah dan ibu’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu

hal yang menyatakan orang yang melahirkan kita dan wong tua ‘orang yang berusia lebih tua’ pada contoh kalimat kedua menyatakan rentang usia yang lebih tua dari kita, dengan demikian wong tua mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

c. buntut urang ‘ekor udang’

buntut urang ‘sebutan bagian rambut’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Ibu lagi mbuang buntut urang ‘Ibu sedang membuang buntut urang’.

(b) Rambute adik ana buntut urange ‘Rambutnya adik ada rambut yang memanjang dibagian belakang kepala’.

Buntut urang ‘ekor udang’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu

hal yang menyatakan bagian ekor dari binatang (udang) dan buntut urang ‘sebutan bagian rambut’ pada contoh kalimat kedua menyatakan bagian rambut yang memanjang di belakang kepala, dengan demikian buntut urang mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

4) Homonimi antarkalimat

(8)

72

(a) Bapak lagi ana ning kandhang sapi ‘Bapak sedang berada di kandang sapi’, dengan parafrasa menjelaskan bahwa Bapak sedang berada di kandang Binatang sapi

(b) Bapak lagi ana ning Kandhang sapi ‘Bapak sedang berada di kandang sapi’, dengan parafrasa menerangkan bahwa Bapak sedang di daerah yang bernama Kandhang sapi.

Dengan demikian kalimat ini memiliki kegandaan makna atau berhomonimi. b. Motor Lurah sing anyar ‘Motor Kepala Desa yang baru’

(a) Motor Lurah sing anyar ‘Motor Kepala Desa yang baru’, dengan parafrasa motor baru milik Kepala desa.

(b) Motor Lurah sing anyar ‘Motor Kepala Desa yang baru’, dengan parafrasa Kepala Desa yang baru saja di angkat.

Dengan demikian kalimat ini memiliki kegandaan makna atau berhomonimi. c. Pidato Presiden sing terakir ‘pidato Presiden yang terakhir’.

(a) Pidato Presiden sing terakir ‘pidato Presiden yang terakhir’, dengan parafrasa pidato yang terakhir dari Presiden.

(b) Pidato Presiden sing terakir ‘pidato Presiden yang terakhir’, dengan parafrasa pidato dari presiden yang terakhir.

Dengan demikian kalimat ini memiliki kegandaan makna atau berhomonimi. C. Jenis Homonimi

1) Homofoni adalah dua leksem yang atau lebih yang pelafalan dan pengucapannya sama, tulisan berbeda, arti leksikalnya berbeda (Simpson.1979,179).

a. pang dan punk

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Manuk kuwi lagi menclok ning pang ‘Burung itu sedang hinggap di ranting’. (b) Bocah punk kuwi lagi ngamen ‘Anak punk itu sedang ngamen’.

Pang dan punk memiliki pelafalan yang sama namun cara penulisannya berbeda,

dan makna leksikalnya juga berbeda, kata pang yang bermakna ranting yang berasal dari bahasa Jawa dan kata punk yang bermakna orang yang ingin menunjukkan jatidiri dan hidup dengan cara mereka sendiri adalah kata serapan dari bahasa asing. Dengan demikian pang dan punk berhomofoni.

b. dewe dan dhewe

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi: (a) Toni lagi makan dewe ‘Toni sedang makan sendiri. (b) Toni awake gedhe dhewe ‘Toni tubuhnya paling besar’.

Dewe dan dhewe memiliki pelafalan yang sama namun cara penulisannya berbeda,

dan makna leksikalnya juga berbeda, kata dewe yang bermakna sendiri dan kata dhewe yang bermakna paling. Dengan demikian pang dan punk berhomofoni.

c. kopi dan copy

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Bapak lagi ngunjuk kopi ‘Bapak sedang minum kopi’. (b) Pilme lagi tak copy telu ‘Pilmnya baru saya copy tiga’.

(9)

73

Kopi dan copy memiliki pelafalan yang sama namun cara penulisannya berbeda,

dan makna leksikalnya juga berbeda, kata kopi yang bermakna minuman berwarna hitam dan kata copy yang bermakna memperbanyak adalah kata serapan dari bahasa asing. Dengan demikian kopi dan copy berhomofoni.

2) Homografi

Homografi adalah dua leksem atau lebih yang bentuk tulisannya

sama,

pelafalannya

berbeda,

sehingga

arti

leksikalnya

berbeda

(Simpson.1979,179).

a. pêthêl dan pêthèl

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Bejo kui nek mergawe Pêthêl ‘Bejo itu kalau bekerja rajin’.

(b) Bejo mecah kayu nganggo Pêthèl ‘ Bejo membelah kayu dengan kampak’.

Pada kata pêthêl vokal (e) dibaca sama dengan pengucapan kata bedak, sedangkan pada Pêthèl kosa kata kedua vokal (e) pengucapannya sama dengan kata bebek pada suku kata kedua, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda yaitu pêthêl bermakna rajin karena memiliki fitur semantik giat dan semangat sedangkan Pêthèl bermakna sejenis kapak karena memiliki fitur semantik alat dan kayu. Dengan demikian pêthêl dan Pêthèl berhomografi.

b. gêgêr dan gègèr

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Bapak lagi ngukuri gêgêr ‘Bapak sedang menggaruk punggung’.

(b) Dik Raka karo Nana gègèr amarga rebutan yoyo ‘Dik Raka sama Nana ribut karena rebutan yoyo’.

Pada kata gêgêr vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan kata bedak, sedangkan pada gègèr vokal (e) pengucapannya sama dengan kata bebek, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda, yaitu gêgêr pada bermakna punggung karena memiliki fitur semantik bagian tubuh sedangkan gègèr bermakna ribut karena memiliki fitur semantik ramai dan ricuh. Dengan demikian gêgêr dan gègèr berhomografi.

c. lêmpêr dan lèmpèr

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Simbah lagi dahar lêmpêr ‘Simbah sedang makan lemper’.

(b) Ibu ngulek sambel nganggo lèmpèr ‘Ibu sedang menghaluskan sambal memakai lemper’.

Pada kata lêmpêr vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan kata bedak, sedangkan pada lèmpèr vokal (e) pengucapannya sama dengan kata bebek, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehinga maknanya menjadi berbeda. Pada kata lêmpêr bermakna makanan kecil dari ketan karena karena memiliki fitur

(10)

74

semantik sejenis makanan sedangkan lèmpèr bermakna alat dapur karena memiliki fitur semantik alat buatan manusia dan penghalus bumbu. Dengan demikian lêmpêr dan lèmpèr berhomografi.

4. PENUTUP A. SIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bentuk homonimi dalam bahasa Jawa meliputi: (1) bentuk tunggal (morfem tunggal); (2) bentuk kompleks (morfem kompleks), dalam penelitian ini hanya ditemukan homonimi bentuk kompleks dengan penambah afiks di depan kata dasar. Relasi homonimi dalam bahasa Jawa meliputi: (1) antarmorfem, mengkaji homonimi yang terjadi pada morfem yang melekat pada suatu kata; (2) antarkata mengkaji homonimi yang terjadi pada suatu kata yang berpengertian ganda; (3) antarfrasa mengkaji homoinimi yang terjadi frasa yang berpengertian ganda; (4) antarkalimat mengkaji homonimi yang terjadi pada kalimat dengan makna ganda. Jenis homonimi dalam bahasa Jawa meliputi : (1) homofoni dalam bahasa Jawa jarang ditemukan namun dengan masuknya unsur bahasa asing dapat menyebabkan homofoni dalam bahasa Jawa ini. (2) homografi dalam bahasa Jawa didominasi oleh perbedaan bunyi huruf (e) dalam suatu kata.

B. SARAN

Penelitian dengan judul Homonimi dalam Bahasa Jawa ini masih belum mendalam, penelitian tentang bentuk homonimi dalam bahasa Jawa hanya ditemukan bentuk kompleks yang berupa penambahan afiks didepan kata dasar. Serta didominasi dengan sumber data lisan dan hanya sedikit menggunakan data tulis yang peneliti gunakan sebagai sumber data dalam penelitian ini. Oleh karena itu jika dapat ditemukan bentuk lain dan sumber data tulis berupa media cetak akan sangat mendukung validitas data.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer. 1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. . 2006. Telaah Semantik. Jakarta: Rineka Cipta.

. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Edi Subroto. 2011. Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik. Surakarta: Cakrawala Media. Mansoer Pateda. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

(11)

75

Soepomo Poedjosoedarmo, dkk. 1979. Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: DutaWacana. Sumarsono. 2007. Pengantar Semantik. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Sutopo, H. B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: SebelasMaretUniversity Press.

SyamsulArifin,dkk. 1990. Tipe-tipe Semantik Adjektiva dalam Bahasa Jawa. Jakarta: DepartemenPendidikandanKebudayaan.

Referensi

Dokumen terkait

Tata busana tari Wayang karya Raden Ono Lesmana Kartadikusumah memilki ciri khas sendiri, ciri khas tersebut dapat kita analisis dari hasil penelitian dari segi

Dalam UU Wakaf, pasal 62 yang menjelaskan tentang penyelesaian sengketa mengenai wakaf, disebutkan apabila penyelesian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1

Manfaat dari dilaksanakannya Ujian Nasional yaitu: (1) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan, (2) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, (3) penentuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terbaik hidrolisis enzim yaitu pada konsentrasi enzim selulase 5% v/v selama 12 jam pada hidrolisat asam sulfat 1%

Manfaat dari kerja sama yang saling ketergantungan antarsiswa di dalam pembelajaran kooperatif berasal dari empat faktor diungkapkan oleh Slavin (dalam Eggen dan Kauchak, 2012:

Menurut Mulyasa (dalam Nasir. 2008:36), ada beberapa metode mengajar yaitu metode demonstrasi, metode inquiri, metode penemuan, metode eksperimen, metode pemecahan

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh subtitusi minyak sawit oleh minyak ikan lemuru dan suplementasi vitamin E dalam ransum ayam broiler terhadap

Sedangkan untuk variabel Intensitas, Positif Valensi, Negatif Valensi, dan Konten memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap variabel terikat yaitu keputusan