• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peningkatan produksi pertanian telah terjadi secara besar-besaran, peningkatan tersebut dapat terjadi karena program revolusi hijau. Revolusi hijau ini berkaitan dengan penggunaan teknologi yang lebih baik (terutama bibit unggul), mekanisasi, serta penggunaan pupuk dan pestisida buatan. Meskipun revolusi hijau telah meningkatkan produksi pertanian di Indonesia, namun peningkatan produksi pertanian tersebut tidak berkelanjutan. Karena hal tersebut maka inovasi atau solusi-solusi baru di bidang pertanian terus dikembangkan. Salah satu solusi tersebut adalah adanya sistem pertanian berlanjut.

Pertanian berlanjut merupakan sebuah sistem pertanian yang tidak hanya mempertimbangkan salah satu aspek saja, namun juga mengutamakan keseimbangan beberapa aspek yang mendukung pertanian tersebut. Hal itu sesuai dengan pendapat dari Mardikanto (2009) yang menyatakan bahwa pertanian berlanjut merupakan sistem yang menekankan degradasi lingkungan, memelihara produktivitas pertanian, meningkatkan kelayakan ekonomi, baik dalam jangka pendek dan jangka panjang, serta memelihara kemantaban komunitas dan mutu hidup. Beberapa aspek yang dipertimbangkan dalam pertanian berlanjut adalah aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Pertanian berlanjut juga merupakan upaya pemanfaatan sumberdaya yang dapat diperbaharui dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta kualitas lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah lingkungan sehingga tujuan akhir dari sistem pertanian ini adalah menghasilkan produksi yang optimal namun tetap memprioritaskan kelestarian lingkungan.

Untuk mewujudkan tercapainya ketersedian pangan bagi masyarakat serta mampu memberikan dampak yang baik dari berbagai aspek baik dalam ekonomi, ekologi maupun sosial maka perlu adanya pengkajian mengenai sistem pertanian berlanjut. Perngkajian tersebut dilakukan dengan mengkaji tiap-tiap aspeknya sehingga dapat mengetahui pengaruh maupun dampak dari masing-masing aspek.

(2)

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari dibuatnya laporan ini adalah sebagai indikator keberhasilan pertanian berlanjut dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Dari aspek ekologi dapat ditinjau dari beberapa faktor yang berpengaruh, yaitu untuk mengetahui pengaruh pengelolaan lanskap pertanian terhadap kondisi hidrologi, biodiversitas dan cadangan karbon kemudian dapat mengetahui keragaman arthropoda dan penyakit pada bentang lahan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang dan yang terakhir adalah mampu mengetahui pengaruh tutupan biodiversitas tanaman semusim dan tahunan serta analisis gulma yang nantinya akan dikaitkan dengan pertanian berlanjut. Dan untuk dapat mengetahui keberhasilan pertanian berlanjut dari indikator sosial ekonomi dilakukan kegiatan wawancara terhadap masyarakat sekitar.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari dibuatnya laporan ini adalah supaya mahasiswa dapat mengetahui pengaruh penggunaan lahan dan tutupan lahan terhadap kondisi hidrologi, biodiversitas dan cadangan karbon kemudian mahasiswa juga mampu mengetahui keberhasilan pertanian berlanjut pada bentang lahan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang serta mengetahui keberhasilan pertanian berlajut dari biodiversitas tutupan lahan tanaman semusim dan tahunan dan juga dari aspek analisa vegetasinya. Dan yang terakhir manfaat pembuatan laporan ini adalah supaya mahasiswa mampu mengetahui indikator pertanian berlanjut yang ditinjau dari keadaan masyarakat sekitar.

(3)

BAB 2. Metodologi

2.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Fieldtrip Pertanian Berlanjut dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2016 pukul 06.00 – 14.30 WIB tepatnya di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

2.2 Metode Pelaksanaan 2.2.1 Pemahaman Karakterisitik Lansekap

Pemahaman karakteristik lansekap berguna untuk penentuan tipe lansekap yang terbentuk. Setiap tipe memiliki perlakukan atau tindakan yang berbeda-beda dalam hal konservasi, perbaikan, rekontruksi,dan pengelolaan. a) Alat, Bahan dan Fungsi

1. Kompas : untuk mengetahui arah mata angin 2. Kamera : untuk mendokumentasikan kegiatan

3. Klinometer : untuk mengetahui derajat dan arah kelerengan 4. Alat tulis : untuk mencatat hasil pengamatan

b) Cara Kerja

Mencatat semua pengamatan yang dilakukan

Melakukan pengamatan kemiringan lahan, tingkat kanopi dan seresah Mengidentifikasi jenis vegetasi yang ada dan mencatat dalam kolom

tutupan lahan

Mendokumentasikan lansekap Mencatat pengamatan penggunaan lahan Menentukan titik-titik pengambilan sampel pada jalur

transek yang mewakili agroekosistem

(4)

2.2.2 Pengukuran Kualitas Air A. Pengambilan Contoh Air a) Alat

1. Botol air (600 ml) : Wadah menyimpan air 2. Bolpoin OHP : Memberi nama pada botol b) Cara Kerja

B. Pendugaan Kualitas Air secara Fisik a) Alat

1. Botol transparan (45 cm) : Wadah air

2. Secchi Disc : Alat mengukur sedimentasi air

3. Tali : Mengikat Secchi Disc

4. Meteran : Menghitung kedalaman Secchi Disc

b) Bahan

1. Air Sungai : Objek pengamatan

Simpan botol yang telah berisi air sungai hingga pengujian di lab Memberi nama pada botol sampel

Mengambil air dengan menenggelamkan botol sampai penuh dan ditutup Menentukan titik pengambilan air sungai harus dalam kondisi alami (tidak

ada orang yang masuk dalam sungai) dan diambil dari titik hulu, tengah dan hilir

(5)

c) Cara Kerja

C. Pengamatan Suhu a) Alat

1. Termometer : Untuk mengetahui suhu air sungai b) Bahan

1. Air Sungai : Objek Pengamatan

Mengukur kedalaman Secchi Disc dari permukaan air di botol Menghitung konsentrasi Sedimen (mg/l) = 9,7611e-0,136D

(D= kedalaman secchi disc)

Memasukkan secchi disc yang sudah terikat dalam botol secara perlahan. Mengamati secchi disc secara tegak lurus. Ulur secchi disc sampai warna

hitam dan putih di secchi disc tidak dapat dibedakan asikan gejala penyakit yang ditemukan

Mengikat secchi disc dengan tali Mengaduk air dalam botol

(6)

c) Cara Kerja

2.2.3 Pengukuran Biodiversitas 2.2.3.1 Aspek Agronomi

Pada pengukuran aspek agronomi dalam kegiatan praktikum lapang pertanian berlanjut, membutuhkan alat dan bahan untuk mendukung kegiatan pengamatan di lapang. Alat dan bahan yang dibutuhkan yaitu : 1. Alat:

a. Pisau : Untuk memotong gulma yang tidak dikenal atau belum diidentifikasi

b. Kamera : Mendokumentasikan hasil pengamatan

c. Frame : Berukuran 0,5 m x 0,5 m untuk batasan dalam analisis gulma

2. Bahan :

a. Kantong plastik : Untuk memotong gulma yang tidak dikenal atau belum diidentifikasi

b. Alkohol 75% : Untuk mengawetkan sampel tanaman Mencatat pada formpengamatan

Membaca suhu termometer saat masih dalam air atau secepatnya saat dikeluarkan dari dalam air

Memasukkan termometer kedalam air selama 1 -2 menit Mencatat suhu termometer sebelum dimasukan dalam air

(7)

3. Rumus Perhitungan Analisa Gulma Menghitung SDR

a. Kerapatan adalah jumlah dari tiap – tiap spesies dalam tiap unit area. Kerapatan Mutlak (KM) = Jumlah spesies tersebutJumlah plot

Kerapatan Nisbi (KN) = KM spesies tersebut

Jumlah KM seluruh spesies x 100%

b. Frekuensi ialah parameter yang menunjukkan perbandingan dari jumlah kenampakannya dengan kemungkinannya pada suatu petak contoh yang dibuat.

Frekuensi Mutlak (FM) = Plot yang terdapat spesies tersebutjumlah seluruh plot Frekuensi Nisbi (FN) = FM spesies tersebut

jumlah FM seluruh spesies x 100%

c. Dominansi ialah parameter yang digunakan untuk menunjukkan luas suatu area yang ditumbuhi suatu spesies atau area yang berada dalam pengaruh komunitas suatuspesies.

Dominasi Mutlak (DM) = Luas basal area spesies tersebut Luas seluruh area contoh

Dominansi Nisbi (DN) = Jumlah DM seluruh spesiesDM suatu spesies 𝑥 100% LBA (Luas Basal Area) = D1xD 24 2𝑥 3,14

d. Menentukan Nilai Penting (Importance Value = IV)

Important Value (IV) = KN + FN + DN e. Menentukan Summed Dominance Ratio (SDR)

Summed Dominance Ratio = 𝐼𝑉 3 Indeks Keragaman Shannon-Weiner (H’) = ni

N𝑙𝑛 ni N 𝑛 𝑛=𝑖 Indeks Dominansi (c) = ni N 𝑛 𝑛=𝑖 Koefisien Komunitas (C) = 4 x (𝑎+𝑏+𝑐+𝑑)𝑊 x 100%

(8)

2.2.3.1.1 Biodiversitas Tanaman

Pada pengukuran biodiversitas saat melakukan pengamatan, metode atau cara kerja dari pengukuran biodiversitas tanah adalah sebagai berikut:

2.2.3.1.2 Keragaman dan Analisa Vegetasi

Adapun metode atau cara kerja dari keragaman dan analisa vegetasi ialah sebagai berikut

Menghitung jumlah populasi gulma dan D1 (tajuk tanaman terlebar) dan D2 (diameter tajuk yang tegak lurus D1)

Mengidentifikasi gulma yang ada di dalam petak kuadrat Memfoto petak kuadrat

Menentukan 3 titik pengambilan sampel pada masing-masing tutupan lahan dalam hamparan lansekap secara acak (dengan melempar petak

kuadrat 0,5mx0,5m)

Melakukan identifikasi dan analisa gulma pada setiap titik (biodiversitas tanaman)

Menggambar sketsa tutupan lahan

Menentukan titik pengamatan yang dapat melihat seluruh hamparan lanskap

Menyajikan hasil dalam bentuk tabel yang telah ditentukan Mencatat karakteristik tanaman budidaya di setiap tutupan

lahan yang telah ditentukan

(9)

2.2.3.2. Aspek Hama Penyakit A. Alat dan Bahan

a. Sweep net : Untuk menangkap hama yang terbang. b. Plastik : Sebagai wadah hama setelah ditangkap untuk

pendeskripsian.

c. Kapas : Untuk membius hama dengan alkohol. d. Alkohol 70% : Bahan untuk membius hama.

e. Detergen : Bahan untuk memikat hama (antraktan). f. Kamera : Untuk dokumentasi.

g. Kertas label : Untuk melabeli hasil yang kita dapatkan. h. Kalkulator : Untuk menghitung dalam skoring intensitas

penyakit.

i. Alat tulis : Untuk mencatat hasil pengamatan. 2.2.3.2.1 Cara Kerja Biodiversitas Arthropoda

Mengidentifikasi serangga dan catat hasil pengamatan, sajikan dalam bentuk tabel

Memasukkan serangga yang berada pada sweep net ke dalam plastik lainnya, dokumentasi kemudian labeli

Mengambil kapas basahi dengan cairan alkohol 70%, kemudian letakan kapas ke dalam plastik

Menangkap serangga dengan menggunakan sweep net yang telah disediakan, sesuai dengan metode yang benar pada agroekosistem yang

telah ditentukan

Menentukan titik-titik pengambilan sampel pada jalur transek yang mewakili agroekosistem

(10)

2.2.3.2.2 Cara Kerja Biodiversitas Penyakit

2.2.4. Pendugaan Cadangan Karbon a) Alat dan Bahan

1. Buku panduan : Digunakan sebagai panduan dalam melakukan

pengamatan

2. Kamera : Digunakan untuk mendokumentasikan b) Cara Kerja

Mencatat hasil pengamatan dan sajikan dalam bentuk tabel Mengidentifikasi gejala penyakit tersebut, bandingkan dengan literatur

Mendokumentasikan gejala penyakit yang ditemukan Mengamati tanaman yang memiliki gejala penyakit Menentukan titik-titik pengambilan sampel pada jalur

transek yang mewakili agroekosistem

Menelusuri jalur transek pada hamparan lahan yang akan di analisis

Mencatat dan membuat laporan hasil ahkir Melakukan pendugaan dengan tabel Mengamati ukuran tutupan lahan yang ada plot Mengamati kerapatan pada tutupan lahan yang ada plot

Melihat jenis tutupan lahan pada plot Mempersiapkan alat dan bahan

(11)

2.2.5 Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek Sosial Ekonomi 2.2.5.1 Alat dan Bahan

1. Form panduan fieldtrip : Untuk menulis hasil wawancara 2. Alat tulis : Untuk menulis hasil wawancara

3. Kamera : Untuk dokumentasi

2.2.5.2 Cara Kerja

Mencatat dan membuat laporan hasil ahkir serta didokumentasi Melakukan wawancara terhadap petani

Mahasiswa bertemu dengan petani di lokasi yang telah ditentukan Mempersiapkan alat dan bahan

(12)

BAB 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil

3.1.1 Kondisi Umum Wilayah

Kegiatan fieldtrip dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2016 di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Kondisi topografi Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, termasuk dalam kategori sedang dengan ketinggian sekitar 1055 mdpl dengan curah hujan yang berkisar sekitar 2000 mm.

Gambar 1. Peta Kota Batu

(13)

Plot 1

Batas wilayah Desa Tulungrejo berbatasan dengan beberapa desa di Kecamatan Bumiaji. Dimana sebelah utara berbatasan dengan Desa Sumberbrantas, sebelah timur berbatasan dengan Desa Sumbergondo, sebelah selatan berbatasan dengan desa Punten, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan kehutanan. Jarak antara Desa Tulungrejo dengan kecamatan adalah 1.5 Km, jarak antara Desa Tulungrejo dengan pemerintah kota adalah 6 Km, sedangkan jarak antara Desa Tulungrejo dengan pemerintahan provinsi adalah 133 Km (Sasmito, 2013).

Luas wilayah DesaTulungrejo adalah 779,699 Ha. Luas lahan yang ada terbagi ke dalam beberapa peruntukan, yang dapat dikelompokkan seperti untuk fasilitas umum, pemukiman, pertanian, perkebunan, kegiatan ekonomi dan lain-lain. Luas lahan yang diperuntukkan untuk pemukiman adalah 46.859 Ha. Luas lahan yang diperuntukkan untuk pertanian adalah 98,620 Ha. Luas lahan untuk tegalan dan perkebunan adalah 216.645 Ha. Luas lahan untuk hutan produksi adalah 404,500 Ha, sedangkan luas lahan untuk fasilitas umum adalah sebagai berikut: untuk perkantoran 0,050 Ha, sekolah 0,200 Ha, olahraga 0,020 Ha, dan tempat pemakaman umum 0,005 Ha. Wilayah Desa Tulungrejo secara umum mempunyai cirri geologis berupa lahan tanah hitam yang sangat cocok sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Secara prosentase kesuburan tanah Desa Tulungrejo terpetakan sebagai berikut: sangat subur 10,600 Ha, subur 248,865 Ha, sedang 45,800 Ha, tidak subur / kritis 0 Ha (Kurniawan, 2010). Pada Desa Turungrejo, terdapat beberapa penggunaan dan tutupan lahan yakni sebagai berikut :

Gambar 2. Kenampakan Lahan Fieldtrip di Dusun Sayang yang di Ambil dari Citra Satelit Google Earth.

Plot 1 Plot 2

Plot 3 Plot 4

(14)

 Plot 1. Hutan

Gambar 3. Dokumentasi Plot 1 Tabel 1. Pengunaan Lahan plot 1

No Penggunaan lahan Tutupan lahan Manfaat Posisi lereng Tingkat tutupan Jumlah spesies Kerapatan C-stock kanopi Seresah 1 Hutan Pinus A, K A T T 235 T 250 2 Waru D, A A T T 43 S 3 Pisang B B S R 39 R 4 Kopi B A S S 76 S

Keterangan: 1. Manfaat : B (Buah), D (daun), A (akar), K (Kayu), B (biji) 2. Posisi Lereng : A (atas), T (tengah), B (bawah)

3. Tingkat Tutupan Kanopi dan seresah : T (tinggi), S (sedang), R (rendah) 4. Kerapatan : T (tinggi), S (sedang), R (rendah)

Hasil pengamatan plot 1 diketahui bahwa penggunaan lahan pada plot tersebut adalah Hutan dimana terdapat tutupan lahan berupa tanaman pinus, waru, pisang, dan kopi. Untuk tanaman pinus, terdapat sebanyak 235 spesies dengan tingkat kerapatan tinggi yang tersebar di posisi lereng atas dengan tingkat tutupan kanopi dan serasah yang tinggi. Peran tajuk pinus dan rumput gajah mampu menghalang jatuhnya air hujan agar tidak langsung

(15)

mengenai permukaan tanah, secara ekonomis batang pada pinus dapat dimanfaatkan penghasil getah dan secara ekologi masih digunakan untuk memperlambat aliran air hujan melalui batang (stemflow). Menurut Indrajaya (2008) pinus memiliki sifat, yaitu 1) dapat mengurangi jumlah curah hujan netto dengan tingginya nilai intersepsi, 2) memperkuat lereng melalui perakaran yang panjang dan dalam, 3) dapat mengurangi gaya beban oleh air melalui evapotranspirasi yang tinggi, 4) berat pohon pinus yang tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan dapat meningkatkan tegangan kekang pada bidang longsor, menjadikan pinus memiliki potensi untuk mengurangi kerentanan dan terjadinya tanah longsor. Selain itu, produk utama pinus berupa getah, dapat mempertahankan keberadaan tegakan pohon pinus sebagai pohon pengendali longsor.

Untuk tanaman waru, ada sebanyak 42 spesies dengan tingkat kerapatan sedang yang tersebar di posisi lereng atas dan tingkat tutupan kanopi dan serasah yang tinggi. Secara ekonomis, daun dan batang tanaman waru dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan dan bahan dasar obat-obatan alami.Hal ini diperkuat dalam buku Suwandi (2014) yang mengatakan, Daun waru juga dapat dipakai sebagai obat untuk melancarkan buang air kecil dan penyubur rambut. Kayu Waru banyak dimanfaatkan untuk pembuatan ukiran sebagai cindera mata.Untuk tanaman pisang, terdapat sebanyak 39 spesies. Dengan tingkat kerapatan rendah yang tersebar di posisi lereng bawah dan memiliki tingkat tutupan kanopi sedang dan serasah yang rendah. Secara ekonomis, buah pisang dapat dijual ataupun di konsumsi sendiri sedangkan daunnya dapat menahan air hujan sehingga memperlambat terjadinya erosi. Untuk tanaman kopi, terdapat sebanyak 76 spesies dengan tingkat kerapatan sedang yang tersebar di posisi lereng atas dan tingkat tutupan kanopi dan serasah yang sedang. Selain dimanfaatkan bijinya, kopi dapat digunakan sebagai tanaman konservasi. Menurut Sinar Tani (2006), tajuk yang berlapis-lapis dari tanaman kopi dapat melindungi tanah dari tetesan air hujan langsung (rain drop impact) sehingga mencegah

splash erotion. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kopi dapat memberikan efek bagi usaha konservasi tanah.

(16)

 Plot 2. Agroforestri + Tanaman Semusim

Gambar 4. Dokumentasi Plot 2 Tabel 2. Penggunaan Lahan plot 2

No Penggunaan lahan Tutupan lahan Manfaat Posisi lereng

Tingkat tutupan Jumlah spesies Kerapatan C-stock Kanopi Seresah 1 Agroforestri Kopi B B T T 5 T 80 2 Sengon K A, T S S R R 3 Pisang B T, B R R R R 4 Semak D B, T R R T T 5 Tanaman Semusim Kubis D T R R 4 R 1 6 Jagung B B R S T R 7 Kelapa B A R R R R 8 Rumput Gajah D B R R S S

Keterangan: 1. Manfaat : B (Buah), D (daun), A (akar), K (Kayu), B (biji) 2. Posisi Lereng : A (atas), T (tengah), B (bawah)

3. Tingkat Tutupan Kanopi dan seresah : T (tinggi), S (sedang), R (rendah) 4. Kerapatan : T (tinggi), S (sedang), R (rendah)

(17)

Hasil pengamatan plot 2 diketahui bahwa penggunaan lahan pada plot tersebut adalah agroecoforestry, dan tanaman semusim dimana tutupan lahan kopi, sengon, pisang, kubis, jagung, kelapa, rumput gajah. Untuk tanaman kopi, terdapat sebanyak 5 spesies dengan tingkat kerapatan tinggi yang tersebar di posisi lereng bawah. Selain dimanfaatkan bijinya, kopi dapat digunakan sebagai tanaman konservasi. Menurut Sinar Tani (2006), tajuk yang berlapis-lapis dari tanaman kopi dapat melindungi tanah dari tetesan air hujan langsung (rain drop impact) sehingga mencegah splash erotion. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kopi dapat memberikan efek bagi usaha konservasi tanah. Untuk tanaman sengon, terdapat populasi spesies yang rendah dengan tingkat kerapatan rendah yang tersebar di posisi lereng atas dan tingkat tutupan kanopi dan serasah yang sedang. Menurut Anggreani (2008) Sengon merupakan tanaman fast growing, yaitu memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, masa panen yang pendek, teknik budidaya yang relatif mudah, produktivitas tinggi, bersifat multi fungsi dan memberikan dampak ganda baik sebagai tanaman produksi maupun sebagai tanaman konservasi, sebagai tanaman produksi karena kayunya dapat digunakan untuk berbagai keperluan, diantaranya sebagai bahan konstruksi ringan, kayu lapis, papan blok, papan lamina dan papan partikel, sebagai tanaman konservasi karena sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus ke dalam tanah dengan rambut akarnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen sehingga tanah disekitar pohon sengon menjadi subur.

Untuk tanaman pisang, terdapat populasi yang rendah yang tersebar di posisi lereng tengah dan lereng bawah dengan tingkat tutupan kanopi dan serasah yang rendah. Secara ekonomis, buah pisang dapat dijual ataupun di konsumsi sendiri sedangkan daunnya dapat menahan tetesan air hujan sehingga memperlambat terjadinya erosi. Untuk tanaman jagung, terdapat populasi yang tinggi yang tersebar di posisi lereng bawah dengan tingkat tutupan kanopi rendah dan serasah yang sedang. Secara ekonomis, jagung dapat dijual ataupun di konsumsi sendiri sedangkan daunnya dapat menahan tetesan air hujan sehingga memperlambat terjadinya erosi. Menurut Syafii (2014), jagung merupakan sumber bahan organik yang potensial, mudah diperoleh dan relatif murah. Serasah jagung dijadikan sebagai pupuk organik dalam bentuk kompos merupakan salah satu sumber unsur hara bagi tanaman.

(18)

Untuk tanaman kubis, terdapat sebanyak 4 spesies dengan tingkat kerapatan rendah yang tersebar di posisi lereng tengah dan tingkat tutupan kanopi dan serasah yang rendah. Secara ekonomis, jagung dapat dijual ataupun di konsumsi sendiri sedangkan daunnya dapat menahan tetesan air hujan sehingga memperlambat terjadinya erosi. Untuk tanaman kelapa, terdapat jumlah populasi spesies yang tinggi dengan tingkat kerapatan rendah yang tersebar di posisi lereng atas dengan tingkat tutupan kanopi dan serasah yang rendah.Buah kelapa dapat dimanfaatkan secara ekonomis baik di pasarkan ataupun di konsumsi dan sedangkan secara ekologi menurut Balai Penelitian Tanaman Kelapa (2010), pohon kelapa mampu mentolerir salinitas. Sedangkan tanaman rumput gajah, terdapat spesies dengan jumlah yang sedang dengan jumlah kerapatan sedang dan tersebar di posisi lereng bawah dengan tingkat tutupan kanopi dan serasah yang rendah. Secara ekonomis, rumput gajah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan secara ekologi, rumput gajah dapat dijadikan sebagai sumber bioethanol dan tanaman konservasi lahan, terutama di daerah bertopografi pegunungan dan berlereng (Prasetyo, 2003).

 Plot 3. Tegalan

(19)

Tabel 3. Penggunaan Lahan Plot 3 No Penggunaan lahan Tutupan lahan Manfaat Posisi lereng

Tingkat tutupan Jumlah spesies Kerapatan C-stock Kanopi Seresah 1 Tegalan Jagung B, D B R R 1083 T 1 2 Rumput Gajah D A R R 2000 T 3 Kelapa B, K, D A S R 30 R 4 Pisang B, D A, B S R 66 R

Keterangan: 1. Manfaat : B (Buah), D (daun), A (akar), K (Kayu), B (biji) 2. Posisi Lereng : A (atas), T (tengah), B (bawah)

3. Tingkat Tutupan Kanopi dan seresah : T (tinggi), S (sedang), R (rendah) 4. Kerapatan : T (tinggi), S (sedang), R (rendah)

Hasil pengamatan plot 3 diketahui bahwa penggunaan lahan pada plot tersebut adalah tegalan dimana tutupan lahan berupa jagung, rumput gajah, kelapa, dan pisang. Untuk tanaman jagung, terdapat sebanyak 1083 spesies dengan kerapatan tinggi yang tersebar di posisi lereng bawah dengan tingkat tutupan kanopi dan serasah yang rendah. Secara ekonomis, biji jagung dapat dimanfaatkan sebagai pangan maupun pakan ternak sedangkan secara ekologi daunnya dapat dimanfaatkan sebagai serasah. Menurut Syafii (2014), serasah jagung merupakan sumber bahan organik yang potensial, mudah diperoleh dan relatif murah. Serasah jagung dijadikan sebagai pupuk organik dalam bentuk kompos merupakan salah satu sumber unsur hara bagi tanaman. Tanaman rumput gajah, terdapat sebanyak 2000 spesies yang dengan kerapan tinggi tersebar di posisi lereng atas dengan tingkat tutupan kanopi dan serasah yang rendah. Secara ekologi, rumput gajah dapat dijadikan sebagai sumber bioethanol dan tanaman konservasi lahan, terutama di daerah bertopografi pegunungan dan berlereng (Prasetyo, 2003).

Tanaman kelapa, terdapat sebanyak 30 spesies yang tersebar di posisi lereng atas dengan kerapatan rendah, tutupan kanopi yang sedang dan serasah yang rendah. Buah kelapa dapat dimanfaatkan secara ekonomis dan sedangkan secara ekologi menurut Balai Penelitian Tanaman Kelapa (2010), pohon kelapa mampu mentolerir salinitas, sedangkan tanaman pisang, terdapat sebanyak 66 spesies dengan kerapatan rendah yang tersebar di posisi lereng atas dan lereng bawah dengan tingkat tutupan kanopi sedang dan serasah yang rendah. Secara ekonomis, buah pisang dapat dijual

(20)

ataupun di konsumsi sendiri sedangkan daunnya dapat menahan tetesan air hujan sehingga memperlambat terjadinya erosi.

 Plot 4 : Pemukiman + Agroforetry + Tanaman Semusim

Gambar 6. Dokumentasi Plot 4 Tabel 4. Penggunaan Lahan Plot 4

No. Penggunaan Lahan Tutupan Lahan Manfaat Posisi Lereng

Tingkat Tutupan Jumlah

Spesies Kerapatan C-stock Kanopi Seresah 1 Pemukiman Rumah Tempat Tinggal B S R 6 R 0 2 Kelapa B B S R 3 R 3 Bambu K B S S 100 T 4 Agroforestri 1 Kelapa B B S S 7 S 50 5 Sengon D, K B S S >60 S 6 Pisang B, D B S S 5 R 7 Waru D, K B S S 2 R 8 Jati K, D B S S 3 R 9 Semak D B S S Banyak T 10 Rumput D B S S Banyak T 11 Tanaman Semusim Jagung B T R R Banyak T 12 Rumput D T R S Ribuan T 1

(21)

Gajah 13 Persiapan Lahan - T - - - 14 Agroforestri 2 Pisang B, D A S S >56 S 50 15 Sengon D, K A S S >40 S 16 Waru D, K A S S 9 R 17 Pepaya B A S S 1 R 18 Kelapa B A S S 4 R

Keterangan: 1. Manfaat : B (Buah), D (daun), A (akar), K (Kayu), B (biji) 2. Posisi Lereng : A (atas), T (tengah), B (bawah)

3. Tingkat Tutupan Kanopi dan seresah : T (tinggi), S (sedang), R (rendah) 4. Kerapatan : T (tinggi), S (sedang), R (rendah)

Hasil pengamatan plot 4 diketahui bahwa penggunaan lahan pada plot tersebut adalah permukiman, agroecoforestry, dan tanaman semusim dimana tutupan lahan berupa rumah, kelapa. bambu, sengon, pisang, waru, jati, semak, rumput, jagung, rumput gajah, dan pepaya Untuk tanaman kelapa, terdapat sebanyak 3 spesies dengan tingkat kerapatan rendah yang tersebar di posisi lereng bawah dengan tingkat tutupan kanopi sedang dan serasah yang rendah di pemukiman dan sedang penggunaan lahan Agroforestri 2. Buah kelapa dapat dimanfaatkan secara ekonomis baik di pasarkan ataupun di konsumsi dan sedangkan secara ekologi menurut Balai Penelitian Tanaman Kelapa (2010), pohon kelapa mampu mentolerir salinitas. Untuk tanaman bambu, terdapat sebanyak 100 spesies dengan tingkat kerapatan tinggi yang tersebar di posisi lereng bawah dengan tingkat tutupan kanopi sedang dan serasah yang sedang pada penggunaan lahan pemukiman. Menurut Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (2011), tanaman bambu mampu memperbaiki sumber tangkapan air yang sangat baik, sehingga mampu meningkatkan water storage (cadangan air bawah tanah) secara nyata sehingga memungkinkan tanaman ini menjaga sistem hidrologis yang menjaga ekosistem tanah dan air, sehingga dapat dipergunakan sebagai tanaman konservasi.

Tanaman sengon, terdapat sebanyak >60 spesies di Agroforestri 1 dan >40 spesies di Agroforestri 2. Dengan tingkat kerapatan sedang yang tersebar di posisi lereng bawah di Agroforestri 1 dan atas di Agroforestri 2. Tingkat tutupan kanopi dan serasah yang sedang. Menurut Anggreani (2008) Sengon

(22)

merupakan tanaman fast growing, yaitu memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, masa panen yang pendek, teknik budidaya yang relatif mudah, produktivitas tinggi, bersifat multi fungsi dan memberikan dampak ganda baik sebagai tanaman produksi maupun sebagai tanaman konservasi, sebagai tanaman produksi karena kayunya dapat digunakan untuk berbagai keperluan, diantaranya sebagai bahan konstruksi ringan, kayu lapis, papan blok, papan lamina dan papan partikel, sebagai tanaman konservasi karena sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus ke dalam tanah dengan rambut akarnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen sehingga tanah disekitar pohon sengon menjadi subur. Untuk tanaman pisang, terdapat sebanyak 5 spesies di Agroforestri 1 dan >56 spesies di Agroforestri 2 Dengan tingkat kerapatan sedang di Agroforestri 1 dan rapat di Agroforestri 2 yang tersebar di posisi lereng bawah pada Agroforestri 1 dan atas pada Agroforestri 2. Tingkat tutupan kanopi dan serasah yang sedang. Secara ekonomis, buah pisang dapat dijual ataupun di konsumsi sendiri sedangkan daunnya dapat menatetsan air hujan sehingga memperlambat terjadinya erosi. Untuk tanaman waru, terdapat sebanyak 2 spesies di Agroforestri 1 dan 9 spesies di Agroforestri 2 Dengan tingkat kerapatan rendah yang tersebar di posisi lereng bawah pada Agroforestri 1 dan atas pada Agroforestri 2. Tingkat tutupan kanopi dan serasah yang sedang. Secara ekonomis, daun dan batang tanaman waru dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan dan bahan dasar obat-obatan alami. Hal ini diperkuat dalam buku Suwandi (2014) yang mengatakan, Daun waru juga dapat dipakai sebagai obat untuk melancarkan buang air kecil dan penyubur rambut. Sementara itu kayu Waru banyak dimanfaatkan untuk pembuatan ukiran sebagai cindera mata.

Untuk tanaman jati, terdapat sebanyak 3 spesies di penggunaan lahan Agroforestri 1. Dengan tingkat kerapatan rendah yang tersebar di posisi lereng bawah dengan tingkat tutupan kanopi dan serasah yang sedang. Secara ekonomis, kayu tanaman jati banyak dimanfaatkan untuk bahan dasar pembuatan perabotan rumah. Secara ekologi, pohon-pohon utama jati, dapat dijadikan proses interaksi komponen-komponen lain penyusun hutan tanaman dengan lingkungannya. Tanaman rumput gajah, terdapat sebanyak ribuan spesies dengan jumlah kerapan tinggi yang tersebar di posisi lereng tengah dengan tingkat tutupan kanopi rendah dan serasah yang sedang. Secara ekonomis, rumput gajah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan secara ekologi, rumput gajah dapat dijadikan sebagai sumber bioethanol dan

(23)

tanaman konservasi lahan, terutama di daerah bertopografi pegunungan dan berlereng (Prasetyo, 2003). Selain itu terdapat juga 1 tanaman pepaya, dengan kerapan rendah yang berada di posisi lereng atas dengan tingkat tutupan kanopi dan serasah yang sedang. Secara ekonomis, buah papaya dapat dijual atau dikonsumsi sendiri sedangkan daunnya dapat menahan tetesan air hujan sehingga memperlambat terjadinya erosi.

3.1.2 Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Biofisik 3.1.2.1 Kualitas Air

Pendugaan kualitas air dilakukan secara langsung yang meliputi tingkat kekeruhan (turbidity), suhu, pH, dan DO. Pendugaan ini berfungsi untuk mengetahui tingkat kelayakan kegunaan air atau kualiatas air yang tercermin dari pengelolaan lahan pada skala lanskap dengan batasan DAS. Hasil pengamatan yang dilakukan pada masing-masing plot disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 5. Data Pengamatan Kualitas Air Secara Fisik dan Kimia Parameter Satuan

Lokasi Pengambilan Sampel Air

Kelas Rata-rata Ulangan

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4

Kekeruhan Mg/L 376,3 377,3 373,3 370,3 I Suhu 0 C (Lapang) 26,86 22,4 25.96 24 IV Suhu 0C (lab) 26,86 27,47 27.56 27.61 pH 6,22 6,18 6,21 6,34 I DO Mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01 IV

Berdasarkan hasil analisis yang sudah dilakukan diketahui bahwa terdapat empat parameter yang dilakukan untuk pendugaan kualitas air dengan 3 kali ulangan pada masing-masing plot pengamatan yaitu plot 1 penggunaan lahan hutan, plot 2 penggunaan lahan agroforestri, plot 3 penggunaan lahan semusim, dan plot 4 penggunaan lahan semusim dan pemukiman. Dalam pendugaan kualitas air sungai yang pertama adalah secara fisik (kekeruhan dan suhu).

(24)

Pada pendugaan kualitas air secara fisik dengan parameter tingkat kekeruhan air diketahui bahwa; pada plot 1 penggunaan lahan hutan diperoleh nilai rata-rata kekeruhan air sebesar 376,3 mg/L , sementara pada plot 2 dengan penggunaan lahan agroforestri sebesar 377,3 mg/L , pada plot 3 dengan lahan tanaman semusim sebesar 373,3 mg/L, dan pada plot 4 dengan penggunaan lahan sebagai tanaman semusim dan pemukiman sebesar 370,3 mg/L. Sehingga, nilai rata-rata kekeruhan air tertinggi terdapat pada plot 2 (agroforestri) dan nilai rata-rata kekeruhan terendah pada plot 4 (semusim dan pemukiman).

Gambar 7. Pengukuran kekeruhan air sungai (dokumentasi pribadi,2016) Berikut adalah grafik dari keempat plot yang telah dilakukan pengamatan. Dengan nilai kekeruhan tersebut maka kualitas air berdasarkan parameter kekeruhan air termasuk kedalam kelas I.

Gambar 8. Grafik nilai kekeruhan air sungai

Nilai kecerahan yang diungkapkan dalam satuan meter sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi, 2000). Kekeruhan berbanding terbalik dengan tingkat kecerahan air.

365 370 375 380

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4

Nilai Kekeruhan

(25)

Meningkatnya kekeruhan dapat mengurangi penetrasi matahari ke dalam air sehingga dapat membatasi proses fotosintesis dan produktivitas primer perairan (Wardoyo, 1981). Terhambatnya proses fotosintesis akan menyebabkan tingginya kadar karbondioksida terlarut dalam air. Apabila karbondioksida terlarut terlalu tinggi dalam air maka akan meningkatkan suhu air. Menurut Manse dan Klaveren (2007), kekeruhan adalah jumlah butir-butir zat dalam air yang disebabkan oleh tanah liat, endapan lumpur, zat organik dan bukan organik yang terbagi dalam butir-butir halus, plangton dan jasad renik. Apabila kondisi air semakin keruh, maka cahaya matahari yang masuk ke air semakin berkurang. Selain itu, tingkat kekeruhan air mencerminkan jumlah sedimen yang terkandung dalam air sungai, yang berarti semakin besar jumlah sedimen menunjukkan bahwa bagian hulu telah terjadi erosi tanah atau longsor pada tebing sungai. Jadi, besarnya erosi terkait dengan penggunaan lahan dan praktek konservasi tanah dan air.

Dalam kegiatan praktikum metode cepat untuk mengukur kekeruhan di lapangan dapat dilakukan dengan menggunakan ‘Secchi disk’ atau piringan yang berwarna hitam-putih. ‘Secchi disk’ ini digunakan sebagai tanda batas pandangan mata kita untuk mengamati ke dalam air, semakin keruh air, batas penglihatan mata semakin dangkal. Pada pendugaan kualitas air berdasarkan tingkat kekeruhannya diketahui bahwa tingkat kekeruhan pada plot 1-4 memiliki nilai kekeruhan yang rendah berkisar antara 370-377 Mg/L dan masuk kedalam kelas I. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 yang menyatakan bahwa Residu Terlarut kelas I memiliki nilai 1000 Mg/L.

Pada parameter suhu diketahui bahwa dari 3 kali ulangan pengukuran telah diperoleh niali rata-rata suhu, yaitu; pada plot 1 diperoleh nilai suhu air di lapang sebesar 26,86 0C dan nilai suhu hasil analisis laboratorium sebesar 26,86 0C; pada plot 2 nilai suhu air di lapang sebesar 22,4 0C dan nilai suhu hasil analisis laboratorium sebesar 27,47 0C; pada plot 3 nilai suhu air di lapang sebesar 25,96 0C dan nilai suhu suhu hasil analisis laboratorium sebesar 27,56 0C; pada plot 4 nilai suhu air di lapang sebesar 24 0C dan nilai suhu hasil analisis laboratorium sebesar 27,61 0C. Sehingga dalam pendugaan kualitas air sungai secara fisik pada masing-masing plot dengan parameter suhu di lapang diperoleh nilai tertinggi pada plot 1 sebesar 26,86 0C dan nilai suhu terendah pada plot 2 sebesar 22,4 0C. Sedangkan suhu hasil analisis laboratorium diperoleh nilai tertinggi pada plot 4 sebesar 27,61 0C dan nilai suhu terendah pada plot 1 sebesar 26,86 0C.

(26)

Suhu memperlihatkan kecenderungan aktivitas kimiawi dan biologis di dalam air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut : (1) jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; (2) kecepatan reaksi kimia meningkat; (3) kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu dan (4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati (Fardiaz, 1992). Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20 °C - 30 °C (Effendi, 2003).

Pengukuran suhu merupakan faktor penting dalam keberlangsungan proses biologi dan kimia yang terjadi di dalam air. Suhu dapat juga mempengaruhi kemampuan mengikat oksigen maupun kemampuan dari organisme untuk menolak cemaran tertentu (Mense dan Klaveren, 2007). Apabila karbondioksida terlarut terlalu tinggi dalam air maka akan meningkatkan suhu air. Suhu air di sungai lebih bervariasi dibanding perairan pantai di sekitarnya. Hal ini dipengaruhi oleh luas permukaan dan volume airnya. Pada sungai yang memiliki volume air yang besar dapat ditemukan suhu vertikal. Kisaran suhu terbesar terdapat pada permukaan perairan dan akan semakin kecil mengikuti kedalaman. Suhu air dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor yang berperan adalah curah hujan, penguapan, kelembaban udara, kecepatan angina, dan intensitas radiasi matahari. Oleh seba itu suhu di permukaan biasanya mengikuti pola musiman (Nontji, 2005). Menurut Chay Asdak (2002:511), bahwa suhu di dalam air menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampui ambang batas (terlalu hangat atau terlalu dingin) bagi kehidupan flora dan fauna akuatis. Hubungan antara suhu air dan oksigen biasanya berkolerasi negatif, yaitu kenaikan suhu di dalam air akan menurunkan tingkat solubilitas oksigen dan dengan demikian, menurunkan kemampuan organisme akuatis dalam memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk berlangsungnya proses-proses biologi di dalam air. Kenaikan suhu perairan disebabkan oleh aktivitas penebangan vegetasi di sepanjang tebing aliran yang mengakibatkan lebih banyak cahaya matahari yang dapat menembus kepermukaan aliran air tersebut dan meningkatkan suhu di dalam air.

(27)

Gambar 9. Pengukuran suhu di lapang dengan termometer

Diketahui bahwa dengan nilai data suhu yang diperoleh pada masing-masing plot maka kualitas air berdasarkan parameter suhu air termasuk kedalam kelas IV, meskipun pada plot 1, plot 3, dan plot 4 telah diperoleh nilai deviasi 3. Hal ini disebabkan pada plot 2 (Agroforestri) memiliki nilai deviasi 5 yang diperoleh dari perbandingan suhu air dengan suhu udara, sehingga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 yang menyatakan bahwa temperature (suhu) dengan nilai deviasi 5 termasuk kedalam kelas IV. Berikut ini adalah grafik nilai rata-rata dari ke-4 plot yang telah dilakukan pengukuran suhu air di lapang dan analisis laboratorium.

Gambar 10. Grafik suhu air di lapang dan laboratorium

Pada hasil analisis yang sudah dilakukan diketahui bahwa pendugaan kualitas air sungai secara kimia menggunakan parameter pH dan oksigen terlarut (DO). Pada parameter pH air diketahui bahwa; nilai rata-rata pengukuran dari 3 kali ulangan pada plot 1 diperoleh nilai pH sebesar 6,22; pada plot 2 diketahui bahwa nilai pH sebesar 6,18; pada plot 3 diketahui bahwa nilai pH sebesar 6,21; dan pada plot 4 diketahui bahwa nilai pH sebesar 6,34. Sehingga dalam pendugaan kualitas air sungai secara kimia pada masing-masing plot dengan parameter pH diperoleh nilai tertinggi pada

0 10 20 30

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4

Rata-rata Suhu

Suhu Lapang Suhu Laboratorium

(28)

plot 4 dengan nilai rata-rata ulangan sebesar 6,34 dan nilai pH terendah pada plot 2 dengan rata-rata ulangan sebesar 6,18.

Dengan kadar pH tersebut maka kualitas air berdasarkan parameter pH air termasuk kedalam kelas I. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 yang menyatakan bahwa kadar pH 6-9 termasuk kedalam kelas I. Selain suhu dan kekeruhan, indikator yang digunakan untuk menilai kulaitas air adalah pH. Kondisi optimum pH air bagi makhluk hidup adalah pada kisaran 6,5 – 8,2. Kondisi pH yang terlalu masam atau terlalu basa akan mematikan makhluk hidup yang ada di air (Mense dan Klaveren, 2007). Setiap organisme memiliki batas toleransi yang berbeda terhadap pH. Kebanyakan perairan alami memiliki pH berkisar antara 6-9. Sebagian besar biota perairan sensitive terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).

Berikut ini adalah grafik nilai rat-rata dari ke-4 plot yang telah dilakukan analisis laboratorium tentang pH air sungai. Dengan nilai pH tersebut maka kualitas air berdasarkan parameter pH air termasuk kedalam kelas I.

Gambar 11. Grafik pengukuran pH

Pada parameter oksigen terlarut (DO) diketahui bahwa pada plot 1, plot 2, plot 3, dan plot 4 di masing-masing ulangan memiliki nilai sebesar 0,01 Mg/L. Pada parameter oksigen terlarut (DO) pada masing-masing plot memiliki nilai yang sama sebesar 0,01. Untuk pengukuran DO (Dissolve Oxygen) atau oksigen terlarut merupakan oksigen yang ada di dalam air yang berasal dari oksigen di udara dan hasil fotosintesis tumbuhan air. Oksigen

6.1 6.15 6.2 6.25 6.3 6.35

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4

Nilai pH

(29)

terlarut sangat dibutuhkan tumbuhan dan hewan air, kekurangan oksigen terlarut akan mematikan tumbuhan dan hewan air (Saputra dkk, 2016).

Pada pengamatan DO didapatkan nilai 0,01 mg/l pada masing-masing plot sehingga termasuk dalam kelas IV. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 yang menyatakan bahwa parameter DO dalam pendugaan kualitas air pada kelas IV memiliki angka batas minimum 0 sedangkan hasil pengamatan DO diperoleh nilai 0,01 mg/l pada masing-masing plot sehingga dikategorikan masuk kedalam kelas IV.

Oksigen terlarut (DO) menyatakan kandungan oksigen yang terlarut di dalam air. Kemapuan air dalam melarutkan oksigen sangat tergantung pada suhu air, tekanan gas oksigen dan kemurnian air. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari proses aerasi dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).

Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperature juga dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen. Nilai oksigen terlarut dalam perairan sebaiknya berkisan antara 6-8 mg/l. Sanusi (2004), menyatakan bahwa DO yang berkisar antara 5,45-7,00 mg/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Semakin rendah nilai DO suatu perairan, maka semakin tinggi pencemaran suatu ekosistem. Disamping pengukuran konsentrasi biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah nilai tersebut merupakan nilai maksimum atau tidak.

Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah. Hal ini dikarenakan oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap (yang ditandai dengan bau busuk) (Wardhana, 2004). Suatu perairan yang tingkat pencemarannya rendah dan dapat dikategorikan sebagai perairan yang baik memiliki kadar oksigen terlarut (DO) > 5 ppm (Salmin, 2005).

Berikut ini adalah grafik kadar oksigen terlarut (DO) dalam air yang terdapat pada masing-masing plot pengamatan, yaitu:

(30)

Gambar 12. Grafik kadar oksigen terlarut (DO)

Berdasarkan data hasil pengamatan yang dilakukan pada ke-4 plot diketahui bahwa kualitas air di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang termasuk kedalam kelas IV. Hal ini dapat dilihat dari analisis fisik dan kimia air sungai dengan hasil nilai suhu air pada plot 2 memiliki deviasi 5 dan nilai DO <0. Semakin tinggi tingkat kelas suatu kondisi kualitas air menunjukkan bahwa pengelolaan lahan pada skala lansekap tidak termasuk dalam kategori pertanian berlanjut karena menunjukkan bahwa air sudah tercemar. Menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8 mengklasifikasikan kualitas atau mutu air bahwa Kelas IV mengindikasikan air yang peruntukannya hanya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Oleh Karena itu, berdasarkan indikator kualitas air tersebut dapat disimpulkan bahwa pertanian di Desa Tulungrejo terkait indikator pertanian berlanjut yang dilihat dari kualitas air merupakan pertanian tidak berlanjut karena termasuk dalam kelas IV. Semakin tinggi tingkat kelas suatu kondisi kualitas air menunjukkan bahwa pengelolaan lahan pada skala lansekap tidak termasuk dalam kategori pertanian berlanjut karena menunjukkan air sudah tercemar (Saputra dkk, 2016). Namun, indikator pertanian berlanjut tidak hanya dilihat dari indikator kualitas air saja, tetapi bisa dilihat dari indikator yang lain seperti aspek biodiversitas tanaman, hama penyakit tanaman, dan sosial ekonomi. 0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4

Kadar Oksigen Terlarut (DO)

(31)

3.1.2.2Biodiversitas Tanaman

Pada Aspek Agronomi terdapat beberapa hal yang mampu menggambarkan tingkat biodiversitas tanaman.Beberapa hal tersebut adalah tinggi rendahnya tingkat biodiversitas tanaman pangan dan tanaman tahunan yang ditujukan untuk mengetahui bentuk-bentuk tutupan lahan yang ada pada lokasi pengamatan serta perhitungan analisis vegetasi yang berupa analisis gulma yang menjadi dominansi di lokasi pengamatan tersebut.

Tabel 6.Tabel Pengamatan Biodiversitas tanaman pangan dan tahunan Titik

Pengambilan sampel tutupan

Semusim/Tahunan /Campuran

Informasi tutupan Lahan & Tanaman dalam Lansekap Luas Jarak Tanam Populasi Sebaran

Plot 1 Hutan - Pinus - 650 m2 Acak Plot 2 Agroforestri - Kopi - Cabai - Pisang - Durian 1 ha - 2,25m x 2m - 40cm x 2m - 4m x 9m - 8.888 - 12.500 - 22.500 Acak Plot 3 Semusim - Wortel - Terong - Jagung - Kelapa - Pisang - Singkong - Sengon - - 10 cm x 20cm - 28 cm - 41.666 Sebaran kelompok Plot 4 Semusim pemukiman - jagung - 650 m2 - 40cm x 60 cm - 2708 Sebaran Kelompok

Pada tabel tersebut telah disajikan bentuk-bentuk tutupan lahan yang terdapat pada plot 1 hingga plot 4. Masing-masing lahan memiliki tutupan yang berbeda-beda. Pada plot 1 dengan penggunaan lahan sebagai hutan memiliki tutupan lahan tanaman pinus, sedangkan pada plot 2 dengan luasan 1 ha yang penggunaan lahannya sebagai lahan Agroforestri bentuk tutupan lahannya bervariasi diantaranya adalah kopi yang memiliki jarak tanam sebesar 2,25m x 2 m dengan jumlah populasi 8.888, kemudian terdapat tanaman cabai dengan jarak tanam 40cm x 2m dengan jumlah total populasi sebanyak 12.500 pada plot 2 juga terdapat tanaman 4m x 9m dengan jumlah populasi 22.500 dan juga terdapat pohon durian yang ditanaman acak

(32)

sehingga jarak tanamnya tidak diketahui. Pada plot 3, yang penggunaan lahannya sebagai lahan tanaman semusim terdapat beberapa tanaman yang berbeda, hanya saja yang diutamakan pada lahan tersebut adalah tanaman jagung. Jarak tanam tanaman jagung pada plot 3 adalah sebesar 40cm x 60cm dengan jumlah populasi sebanyak 41.666 selain ada jagung terdapat pula tanaman wortel, terong, kelapa, pisang, singkong dan sengon dengan sebaran kelompok. sedangkan untuk plot 4 yang penggunaan lahannya sebagai tanaman semusim yang dekat dengan pemukiman memiliki bentuk tutupan lahan tunggal, yaitu berupa tanaman jagung dengan jarak tanaman sebesar 40cm x 60 cm yang menempati luasan areal sebesar 650 cm2 dengan jumlah populasi 2708 yang ditaman dengan sebaran kelompok.

Dari data diatas maka dapat dilihat bahwa penggunaan lahan dengan variasi tutupan yang paling tinggi berada pada plot 3 dengan penggunaan lahan sebagai tanaman semusim. Meskipun hanya sebagai tanaman semusim namun pada lahan tersebut juga terdapat tanaman-tanaman yang lain seperti wortel, terong, kelapa, pisang, singkong dan sengon. Jumlah tutupn lahan yang beragam mampu meningkatkan tingkat biodivertitas tutupan lahan. Lahan dengan biodiversitas tutupan lahan yang baik cenderung lebih stabil dibanding dengan lahan yang memiliki tingkat tutupan yang rendah. Apabila dihubungkan dengan 3 aspek dari pertanian berlajut, maka lahan tanaman semusim pada plot 3 sudah mengindkasikan ciri pertanian berlanjut. Yang pertama, pada lahan tersebut memiliki beragam jenis tanaman yang mampu berproduksi sehingga ditinjau dari aspek ekonomi plot tersebut mampu meningkatkan pendapat ekonomi dari petani, Wijayanto, dkk (2015) berpendapat bahwa biodiversitas yang tinggi berperan penting dalam menggerakkan ekonomi bisnis dan menunjang terwujudnya stabilitas sosial budaya bagi petani disekitarnya. Kemudian kedua, dengan tingkat biodiversitas tutupan lahan yang tinggi memungkinkan adanya multi strata pada lahan tersebut, sehingga akan mampu menjadikan tutupan lahan sangat berguna untuk mengurangi tingkat erosi hal itu sesuai dengan pendapat dari Misyaroh (2010) yang menyatakan bahwa dengan adanya tutupan lahan mampu menghalangi jatuhnya air hujan secara langsung, mengurangi kecepatan aliran permukaan, mendorong perkembangan biota tanah sehingga mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah serta berperan daam menambah bahan organik tanah sehinggi menyebabkan resistensi tanah terhadap erosi meningkat. Dari uraian tersebut dapat diambil manfaat dari aspek ekologi dan sosial, dimana tutupan lahan

(33)

berperan tinggi dalam menjaga kestabilan ekosistem. Tutupan lahan juga akan mampu memperbaiki fungsi lingkungan dan sosial di sekitarnya, karena dengan rendahnya tingkt erosi maka kualitas air baik akan semakin meningkat. Meningkatnya kualitas air bersih maka masyarakat di daerah hilir tidak akan kerepotan dan kebingungan merasakan kekurangan air.

Tabel 7. Perhitungan Analisa Vegetasi No. Lokasi Koefisien Komunitas

(C) Indeks Keragaman (H’) Indeks Dominansi (C) 1. Plot 1 (Hutan) 97,67 % 1,37323 0,256517559 % 2. Plot 2 (Agroforestri) 97,67 % 1,24986 0,311166 % 3. Plot 3 (Semusim) 97,67 % 1,48 0,25 % 4. Plot 4 (Semusim dan Pemukiman) 97,67 % 1,01531 0,392117591 %

Tabel 7 adalah tabel perhitungan analisa vegetasi yang di dalamnya menyajikan data-data mengenai besarnya koefisien Komunitas, indeks keragaman dan Indeks Dominansi dari tiap lokasi yang berbeda (plot 1, plot 2. Plot 3 dan plot 4). Besarnya nilai koefisien komunitas pada semua plot adalah sama yaitu sebesar 97,67%. Pada plot 1 yang penggunaan lahannya sebagai hutan didapati nilai indeks keragaman sebesar 1,37323 dengan indeks Dominansi sebesar 1,256517559%. Kemudian pada plot 2 yang penggunaan lahannya Agroforestri ditemui nilai indeks keragaman sebesar 1,24986 dan indeks dominansi sebesar 0,311166%. Pada plot 3 yang penggunaan lahannya sebagai lahan semusim ditemui nilai indeks keragaman sebesar 1,48 dan indeks dominansi sebesar 0,25%. Sedangkan pada plot 4 yang penggunaan lahannya sebagai laan semusim dan pemukiman diperoleh nilai indeks keragaman sebesar 1,01531 dan indeks dominansi sebesar 0,392117591%.

(34)

Gambar 13. Grafik Indeks Keragaman dan Indeks Dominansi 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

Plot 1 (Hutan) Plot 2 (Agroforestri) Plot 3 (Semusim) Plot 4 (Semusim dan Pemukiman) Indeks Keragaman (H’) Indeks Dominansi (C)

(35)

Pada grafik diatas disajikan besarnya indeks keragaman dan indeks dominansi pada masing-masing plot. Dari grafik yang telah dibuat terlihat bahwa plot 3 dengan penggunaan lahan tanaman semusim memiliki nilai indeks keragaman yang paling tinggi, dengan nilai indeks dominansinya paling rendah, sedangkan nilai indeks keragaman yang paling rendah ditemui pada plot 4 yang penggunaan lahannya sebagai tanaman semusim dan pemukiman, dengan nilai indeks dominansi yang paling tinggi. Nilai Indeks keragaman digunakan untuk menunjukkan besarnya nilai keragaman pada suatu hamparan. Dari keempat plot memiliki nilai indeks keragaman berkisar antara 1,01531-1,48 menurut Odum (1971) nilai ini termasuk dalam kategori keragaman yang sedang.

Pada penggunaan lahan sebagai lahan tanaman semusim di bagian plot 4 terjadi tingkat indeks keragaman yang paling tinggi hal itu terjadi karena meskipun lahan tersebut digunakan sebagai lahan pertanaman semusim namun pada lahan tersebut juga terdapat berbagai macam jenis tanamaman yang lain seperti wortel, terong, kelapa, pisang sengon serta singkong. Semakin banyak jenis tanaman yang ditanam apda areal tersebut maka tingkat keanekaragamannya akan semakin tinggi pula. Hal itu sesuai dengan pendapat dari Misyaroh (2010) yang menyatakan bahwa semakin heterogen dan komples suatu lingkungan maka keanekaragaman penyusunnya akan semakin meningkat. Selain itu, pada penggunaan lahan semusim juga terdapat sistematika penanaman yang baik dan teratur seperti pengatur jarak tanam yang sesuai sehingga sebarannya termasuk dalam sebaran kelompok, ketika jarak tanam di terapkan dengan tepat maka adanya interaksi antar tanaman akan lebih baik dan kemungkinan terjadinya kompetisi antar tanaman akan semakin rendah, kompetisi yang rendah mampu menciptakan keadaan di sekitarnya semakin stabil. Kestabilan kondisi lingkungan akan menciptakan tingkat keanekaragaman yang lebih tinggi (Maisyaroh,2010). Besarnya nilai keragaman berbanding terbalik dengan nilai indeks dominansi, semakin tinggi indeks keragamannya maka tingkat dominansi suatu spesies akan semakin rendah dan apabila dominansi dari spesies semakin tinggi maka lingkungan tersebut akan dikuasai oleh satu spesies itu saja, hal itu akan menyebabkan rendahnya tingkat keragaman. Hal itu sesuai dengan pendapat dari Hidayat (2012) yang menyatakan bahwa indeks keragaman mempunyai perbandingan terbalik dengan indeks dominansi.

Bila dihubungkan dengan pertanian berlanjut, semakin tinggi nilai keragamannya maka kestabilan ekosistem tersebut akan semakit tinggi pula. Ketika keragaman tinggi maka tidak akan ada spesies yang mampu

(36)

mendominasi dan sebaliknya ketika keragaman rendah maka akan terjadi dominansi suatu spesies. Keadaan yang seimbang antar spesies akan menciptakan suatu kestabilan, salah satunya adalah kestabilan jaring-jaring makanan, apabila jaring-jaring-jaring-jaring makanan baik maka tingkat kestabilan akan semakin baik pula. Keragaman yang tinggi akan menyebabkan jaring-jaring makanan yang terbentuk semakin kompleks, sehingga kestablian akan meningkat. Kestabilan ekosistem berdampak pada tingginya tingkat keberlanjutan dari lingkungan tersebut. Hal itu sesuai dengan pendapat dari Dendang (2009) yang menyatakan bahwa Semakin tinggi nilai keanekaragaman spesies pada suatu habitat, maka keseimbangan komunitasnya juga semakin tinggi. Selain itu, keragaman yang baik juga akan menimbulkan tingkat dominanasi yang rendah. Rendahnya tingkat dominansi akan menjadikan perkembangan dan pertumbuhan suatu tanaman pada areal tersebut menjadi baik yang artinya tidak ada kompetisi berarti yang mampu mengancam kehidupan dari tanaman lain, sehingga dengan tingginya tingkat keragaman maka tingkat produktivitas juga akan meningkat. Produktivitas yang tinggi mampu membantu meningkatkan tingkat ekonomi, dan sosial budaya pada petani serta masyarakat sekitar.

3.1.2.3 Biodiversitas Hama Penyakit A. Plot 1 (Hutan (M4))

Tabel 8 . Komposisi Peranan Arthropoda pada Plot 1 Titik

Pengambilan Sampel

Jumlah Individu Presentase Hama MA SL Total Hama Musuh

Alami Serangga Lain Plot 1 (Sweep net) 0 3 34 37 0% 8,11% 91,89% Total 0 3 34 37

(37)

SERANGGA LAIN

HAMA MUSUH ALAMI

Gambar 14. Segitiga fiktorial pada Plot 1

Perhitungan Komposisi Peran Arthropoda dalam Hamparan pada Plot 1 Hama = Jumlah serangga yang ditemukanJumlah total × 100%

= 0/37 × 100% = 0%

Musuh Alami = Jumlah serangga yang ditemukan

Jumlah total × 100% = 3/37 × 100% = 8,11%

Serangga Lain = Jumlah serangga yang ditemukan

Jumlah total × 100% = 34/37 × 100% = 91,89%

(38)

Tabel 9. Pengamatan Biodiversitas Arthropoda pada Plot 1 Lokasi

Pengambilan Sampel

Klasifikasi Jumlah Peran Arthropoda

(H,MA, SL) Dokumentasi Gambar Literatur Hutan Tanaman Pinus dan Rumput Gajah Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Arachnidae Ordo : Aroneceae Family : Lycosidae Genus : Lycosa Spesies : Lycosa sp.

Nama umum : Laba-laba

3 Musuh Alami

Sumber:

dokumentasi pribadi (Latief, 2011) Sumber: Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Coleoptera Family : Coccinelidae Genus : Verania Spesies : Verania sp.

Nama umum : Kumbang

1 Serangga Lain

Sumber: dokumentasi pribadi

Sumber: (Latief, 2011)

(39)

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hemiptera Family : Coreoidae Genus : Coccinella

Spesies : Coccinella arcuata

Nama umum : Kepik

3 Serangga Lain

Sumber:

dokumentasi pribadi Sumber: (Latief, 2011) Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Family : Nymphalidae Genus : Ephestia

Spesies : Ephestia cautella

Nama umum : Ngengat

1 Serangga Lain Sumber: dokumentasi pribadi Sumber: (Latief, 2011) Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Isoptera 30 Serangga Lain Sumber: dokumentasi pribadi

(40)

Gambar 15. Grafik Komposisi Peranan Arthropoda pada Plot 1 Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Thysanoptera 1 Serangga Lain Sumber: dokumentasi pribadi B io d iv e rsi tas A rth ro p o d a p ad a Pl o t 1 Peran Arthropoda Musuh Alami Hama Serangga Lain

(41)

Interpretasi Data

Berdasarkan data pengamatan biodiversitas arthropoda pada plot 1 yang penggunaan lahannya adalah hutan dengan tutupan lahan pohon pinus dan rumput gajah, komposisi peranan arthropoda yang ditemukan ada 6 jenis serangga jika didasarkan pada ordonya. 1 ordo yang berperan sebagai musuh alami, sedangkan 5 ordo berperan sebagai serangga lain. Serangga yang termasuk musuh alami yakni aroneceae sedangkan yang termasuk serangga lain ialah ordo coleoptera, hemiptera, lepidoptera,

isoptera, thysanoptera. Serangga pada plot ini diantaranya laba-laba 2 ekor, kumbang 1 ekor, kepik 3 ekor, ngengat 1 ekor, ordo isoptera 30 ekor dan ordo thysanoptera 1 ekor.

Pada keseluruhan serangga yang ditemukan pada plot 1 ada beberapa yang hanya diketahui pada ordo isoptera dan thysanoptera, sehingga kami tidak sampai menemukan nama spesiesnya. Dari hasil identifikasi tersebut, maka persentase komposisi peranan arthropoda pada plot 1 yaitu 0% sebagai hama, 8,11% sebagai musuh alami dan 91,89% sebagai serangga lain. Sehingga dapat terlihat segitiga fiktorial pada plot 1 menunjukkan titik perpotongan yang mengarah pada bagian serangga lain, hal tersebut menunjukkan bahwa pada plot tiga serangga yang paling dominan adalah serangga lain.

Pada data pengamatan plot 1 tersebut menggambarkan bahwa populasi serangga lain lebih mendominasi daripada populasi hama dan musuh alami, hal ini dapat dilihat pada segitiga fiktorial pada plot 1. Sedangkan pada pengamatan aspek penyakit, pada plot ini kami tidak menemukan gejala dan tanda tanaman yang terserang oleh penyakit.

(42)

B. Plot 2 (Agroforestri (M1))

Tabel 10 . Komposisi Peranan Arthropoda pada Plot 2 Titik

Pengambilan Sampel

Jumlah Individu Presentase

Hama MA SL Total Hama Musuh Alami Serangga Lain Plot 2 (Sweep net) 5 8 2 15 33,33% 53,33% 13,33% Total 5 8 2 15 SERANGGA LAIN

HAMA MUSUH ALAMI

Gambar 16. Segitiga fiktorial pada Plot 2

Perhitungan Komposisi Peran Arthropoda dalam Hamparan Pada Plot 2 Hama = Jumlah serangga yang ditemukan

jumlahtotal × 100% = 5/15 = 33,33%

Musuh Alami = Jumlah serangga yang ditemukanJumlahtotal × 100% = 8/15 = 53,33%

Serangga Lain = Jumlah serangga yang ditemukanJumlah total × 100% = 2/15 = 13,33%

(43)

Tabel 11. Pengamatan Biodiversitas Arthropoda pada Plot 2 Lokasi

Pengambilan Sampel

Klasifikasi Jumlah Peran Arthropoda

(H, MA, SL) Dokumentasi Gambar Literatur Agroforestri Tanaman Sengon, Kopi, Pisang, Durian Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Arachnidae Ordo : Aroneceae Family : Lycosidae Genus : Lycosa Spesies : Lycosa sp.

Nama umum : Laba-laba

7 Musuh Alami Sumber: dokumentasi pribadi Sumber: (Latief, 2011) Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Family : Pieridae Genus : Appias

Spesies : Appias lyncida

Nama umum : Kupu-kupu

1 Seraangga Lain

Sumber: dokumentasi pribadi

Sumber: (Latief, 2011)

(44)

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hymenoptera Family : Formicidae Genus : Oecophylla

Spesies : Oecophylla smaragdina

Nama umum : Semut rangrang

1 Musuh Alami Sumber: dokumentasi pribadi Sumber: (Latief, 2011) Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Coleoptera Family : Curculionidae Genus : Hypothenemus

Spesies : Hypothenemus hampei

Nama umum : Penggerek buah kopi

1 Hama Sumber: dokumentasi pribadi Sumber: (Latief, 2011) Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Coleoptera Family : Coccinellidae Nama umum : Kumbang kubah

1 Hama

Sumber: dokumentasi pribadi

Sumber: (Latief, 2011)

(45)

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Orthoptera Nama umum : Belalang

2 Hama

Sumber:

dokumentasi pribadi (Latief, 2011) Sumber: Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Coleoptera Family : Scarabaeidae Genus : Chondropyga

Spesies : Chondropyga dorsalis

Nama umum : Kumbang

1 Serangga Lain Sumber: dokumentasi pribadi Sumber: (Latief, 2011) Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hemiptera Family : Alydidae Genus : Leptocorisa Spesies : Leptocorisa acuta

Nama umum : Walang sangit

1 Hama

Sumber: dokumentasi pribadi

Sumber: (Latief, 2011)

(46)

Gambar 17. Grafik Komposisi Peranan Arthropoda pada Plot 2 Tabel 12. Pengamatan Penyakit pada Plot 2

Lokasi Pengambilan Sampel Nama lokal Nama

ilmiah Gejala Dokumentasi

Gambar literatur Agroforestri Penyakit karat pada daun kopi Hemileia vastatrix Terdapat bercak putih dan kuning kecoklatan seperti karat

(47)

Tabel 13. Perhitungan Intesitas Penyakit pada Plot 2 Tanaman Daun Terserang

Penyakit (a)

Daun Tidak Terserang Penyakit (b)

Kopi 8 8

Metode Perhitungan Metode Mutlak pada Plot 2 IP = a+ba x 100 %

IP Kopi = 8+88 x 100% = 16 8 x 100% = 50% Interpretasi Data

Berdasarkan data pengamatan biodiversitas arthropoda pada plot 2 yang penggunaan lahannya adalah Agroforestri dengan tutupan lahan pohon sengon, kopi pisang dan durian maka ditemukan 7 jenis serangga jika didasarkan pada ordonya. Terdapat 4 ordo yang berperan sebagai hama, sedangkan 2 ordo berperan sebagai musuh alami dan 2 ordo dari serangga lain. Berdasarkan peranannya, serangga yang termasuk hama yaitu ordo

coleoptera, hemiptera, dan orthoptera, sedangkan musuh alami yakni

aroneceae dan heminoptera, lalu yang termasuk kedalam serangga lain ialah ordo coleoptera, dan lepidoptera.

Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan, persentase untuk menentukan bagaimana komposisi serangga hama, musuh alami, dan serangga lain di plot 2 yaitu hama 33,33%, musuh alami 53,33%, dan serangga lain 13,33%, sehingga data pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa keadaan jumlah serangga yang lebih mendominasi pada plot 2 dengan penggunaan lahan berupa Agroforestri adalah musuh alami dan disajikan pada gambar segitiga fiktorial. Serangga yang dimaksud yaitu laba-laba 7 ekor, semut rang-rang 1 ekor, walang sangit 1 ekor, belalang (orthoptera) 1 ekor, kumbang kubah 1 ekor, kumbang 1 ekor, dan penggerek buah kopi 1 ekor.

Pada pengamatan aspek penyakit, pada plot ini ditemukan satu jenis penyakit yang menyerang pada lahan dengan tanaman budidaya kopi yaitu penyakit karat daun (Hemileia vastatrix). Gejala yang ditimbulkan dari penyakit ini adalah terdapat bercak putih dan kuning kecoklatan seperti karat. Dari 16 sampel yang telah di identifikasi maka didapatkan hasil intensitas penyakit sebesar 50% yang terserang penyakit karat daun pada plot ini.

(48)

Plot 3 (Semusim (M2))

Tabel 14. Komposisi Peranan Arthropoda pada Plot 3 Titik

Pengambilan Sampel

Jumlah Individu Presentase Hama MA SL Total Hama Musuh

Alami Serangg a Lain Plot 3 (Sweep net) 11 1 4 16 68,75% 6,25% 25% Total 11 1 4 16 SERANGGA LAIN

HAMA MUSUH ALAMI

Gambar 18. Segitiga fiktorial pada Plot 3

Gambar 19 . Grafik Komposisi Peranan Arthropoda pada Plot 3 Perhitungan Komposisi Peran Arthropoda dalam Hamparan pada Plot 3 Hama = Jumlah serangga yang ditemukan

Jumlah total × 100% = 11/16 = 68,75%

Musuh Alami = Jumlah serangga yang ditemukan

jumlah total × 100% = 1/16 = 6,25%

Serangga Lain = Jumlah serangga yang ditemukanJumlah total × 100% = 4/16 = 25%

(49)

Tabel 15. Pengamatan Biodiversitas Arthropoda pada Plot 3 Lokasi

Pengambilan Sampel

Klasifikasi Jumlah Peran Arthropoda

(H,MA, SL) Dokumentasi Gambar Literatur Tanaman Semusim Wortel dan Terong Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Orthoptera Family : Acrididae Genus : Phlaeoba Spesies : Phlaeobafumosa

Nama umum : Belalang Coklat

3 Hama Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Orthoptera Family : Acrididae Genus : Oxya

Spesies : Oxya xinensis

Nama umum : Belalang hijau

(50)

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hemiptera Family : Aleyrodidae Genus : Bemisia Spesies : Bemisia tabaci

Nama umum : Kutu kebul 2 Hama

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Arachnidae Ordo : Aroneceae Family : Lycosidae Genus : Lycosa Spesies : Lycosa sp.

Nama umum : Laba-laba

1 Musuh Alami Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Diptera Genus : Culex Spesies : Culex sp.

Nama umum : Nyamuk

(51)

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Family : Noctuidae Genus : Spodoptera Spesies : Spodoptera litura

Nama umum : Ulat Grayak

Gambar

Gambar 1. Peta Kota Batu  Sumber :  Administrasi Kota Batu
Gambar 2. Kenampakan Lahan Fieldtrip di Dusun Sayang yang di Ambil dari Citra  Satelit Google Earth
Tabel 3. Penggunaan Lahan Plot 3  No  Penggunaan  lahan  Tutupan lahan  Manfaat  Posisi  lereng
Tabel 5. Data Pengamatan Kualitas Air Secara Fisik dan Kimia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Logo merupakan lambang yang dapat memasuki alam pikiran/suatu penerapan image yang secara tepat dipikiran pembaca ketika nama produk tersebut disebutkan (dibaca),

Seperti halnya dengan pengetahuan komunikasi terapeutik perawat, kemampuan perawat yang sebagian besar pada kategori cukup baik tersebut kemungkinan karena adanya

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan