• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan. gizi makanan yang rendah (Sebataraja dan Oenzil, 2014).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pendahuluan. gizi makanan yang rendah (Sebataraja dan Oenzil, 2014)."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Perbedaan Asupan Zat Gizi Makro, Serat, dan Pola Konsumsi Anak Usia 7-12 Tahun Menurut

Status Gizi (IMT/U) Di Pulau Kalimantan (Analisis Data Riskesdas Tahun 2010)

Inofelia Citra Oliffatima1, Idrus Jus’at2, Rachmanida Nuzrina2 1

Majoring Nutrition Faculty of Health Sciences, Esa Unggul University 2

Departement of Nutrition Faculty of Health Sciences, Esa Unggul University Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebon Jeruk, Jakarta 11510

oliffatimainofelia@gmail.com

Abstract

Background : Wasting prevalence in Kalimantan is still higher than national prevalence

(12,2%), one of them are South Kalimantan (17,2%). Objective : To analyze differences in macro-nutrients intake, fiber, consumption pattern based on nutritional status of children aged 7-12 years old in Kalimantan Island. Design : This study used data from the Health Research (Riskesdas), with cross sectional method, statistical tests used independent t-test and one-way Anova test. The sample is 2100 school children aged 7-12 years old in Kalimantan Island.

Result: Mostly respondents are men (51,3%) and lived in rural areas (56,0%). Most children

have normal nutritional status (68,2%). There are three provinces that have difference in energy, macro nutrients, and fiber intake based on living areas and economic status (P<0,05). Three provinces are not difference in nutrients intake with nutritional status (P>0,05) in Kalimantan Island. Need more counseling about balanced nutrition, especially in growth period for school children to reach normal nutritional status. Consumption of protein source is the biggest contributor in energy, protein, and fat intake.

Keywords : Macro-nutrient Intake, Fiber, Consumption Pattern, Nutritional Status (BAZ) of

School Children

Abstrak

Latar Belakang: Prevalensi kekurusan di Pulau Kalimantan lebih tinggi daripada prevalensi nasional (12,2%), salah satunya yaitu Provinsi Kalimantan Selatan (17,2%). Tujuan: Mengetahui perbedaan asupan energi, zat gizi makro, serat, dan pola konsumsi anak sekolah usia 7-12 tahun menurut status gizi (IT/U) di Pulau Kalimantan. Metode Penelitian: Menggunakan data sekunder Riskesdas 2010 dengan Cross Sectional dan desain survei analitik. Sampel sebanyak 2100 orang. Pengujian statistik menggunakan t-test independent dan one-way anova. Hasil Penelitian: Paling banyak responden berjenis kelamin laki-laki (51,3%) tinggal di pedesaan (56,0%) dengan status gizi normal (68,2%). Tiga provinsi di Kalimantan memiliki perbedaan signifikan pada asupan energi, zat gizi makro, dan serat menurut status gizi (P>0,05) di Pulau Kalimantan. Pola konsumsi sumber protein merupakan “penyumbang” terbesar pada asupan energi, protein, dan lemak. Kesimpulan: Perlunya penyuluhan tentang gizi seimbang khususnya pada masa pertumbuhan anak usia sekolah dasar untuk mencapai status gizi normal. Kata Kunci: Asupan Zat Gizi Makro, Serat, Pola Konsumsi, Status Gizi (IMT/U) Anak Sekolah

(2)

Pendahuluan

Kualitas anak-anak Indonesia merupakan penentu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di masa mendatang dan menjadi generasi penerus pembangunan negara serta investasi Indonesia menuju negara maju yang dapat diperhitungkan di tingkat global. Salah satu penentu negara ini memiliki investasi sumber daya manusia yang berkualitas adalah pertumbuhan dan perkembangan anak-anak Indonesia (Kusharto, 2006). Terbentuknya SDM yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi (Devi, 2012).

Keadaan gizi yang baik dapat dicapai dengan memperhatikan pola konsumsi makanan terutama energi, protein, dan zat gizi mikro. Hal tersebut dapat ditempuh dengan penyajian hidangan bervariasi dan kombinasi. Hidangan bervariasi didapatkan ketika mengonsumsi makanan tidak hanya mengandung sumber karbohidrat (contoh: nasi, mie, bihun, dll), tetapi juga terdapat sumber protein (contoh: telur, daging ayam, ikan, tempe, dll), sayuran dan buah.

Status sosial ekonomi seperti pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi. Penghasilan yang rendah sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan sandang, pangan, dan perumahan; kualitas dan kuantitas

gizi makanan yang rendah (Sebataraja dan Oenzil, 2014).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 terdapat 15 provinsi dengan prevalensi kekurusan di atas prevalensi nasional (12,2%) dimana Pulau Kalimantan termasuk ke dalam kategori ini. Provinsi Kalimantan Selatan memiliki prevalensi tertinggi, yaitu 17,2%. Provinsi Kalimantan Barat (14,6%), Provinsi Kalimantan Tengah (13,4%), dan Provinsi Kalimantan Timur (13,3%). Dan prevalensi kegemukan pada anak umur 6-12 tahun sebesar 9,2%. Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi kegemukan lebih tinggi di perkotaan (10,4%) dibandingkan di perdesaan (8,1%). Sedangkan rata-rata nasional kecukupan konsumsi energi (<70% berdasarkan tabel AKG 2004) dan konsumsi protein (<80% berdasarkan tabel AKG 2004) usia 7-12 tahun di Provinsi Kalimantan Barat lebih tinggi (47,9% dan 37,1% ) daripada nasional (44,4% dan 30,6%).

Bila tubuh kekurangan zat gizi akan menyebabkan status gizi kurang, sebaliknya kelebihan zat gizi akan menyebabkan status gizi lebih, yang ditandai dengan kegemukan atau obesitas (Almatsier, 2013). Kurangnya asupan zat gizi pada anak tidak hanya menyebabkan tubuh anak menjadi kurus, tetapi juga menyebabkan anak bertubuh pendek (stunting) (Hermina & Prihatini, 2011).

Tujuan penelitian ini, yaitu menganalisis perbedaan asupan energi,

(3)

zat gizi makro (protein, lemak, dan karbohidrat), serat, dan pola konsumsi (jenis bahan makanan) anak usia 7-12 tahun menurut status gizi (IMT/U) di Pulau Kalimantan.

Metode Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010. Peneliti hanya terfokus pada wilayah Pulau Kalimantan. Penelitian tersebut dilakukan pada bulan Januari hingga Desember 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 7-12 tahun di Pulau Kalimantan yang berjumlah 2.145 anak. Sampel dalam penelitian ini adalah anak sekolah usia 7-12 tahun yang berjumlah 2.100 anak.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data karakteristik individu, yaitu umur, jenis kelamin, tipe wilayah, status ekonomi, dan status gizi. Data konsumsi mengenai asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, serat, dan pola konsumsi. Pengujian statistik menggunakan independent sample t-test untuk melihat perbedaan asupan zat gizi dan status gizi menurut jenis kelamin, tipe wilayah, dan status ekonomi. Selain itu, uji anova digunakan untuk melihat perbedaan asupan zat gizi menurut status gizi (IMT/U).

Hasil Penelitian

Hasil Analisis Univariat

Berikut ini merupakan hasil analisis univariat, meliputi jenis kelamin, tipe

wilayah tempat responden tinggal, status ekonomi rumah tangga, dan status gizi responden.

Rata-rata usia responden adalah 9 tahun 4 bulan. Jumlah responden tertinggi pada usia 9 tahun sebanyak 398 orang (19,0%). Jumlah responden terendah pada usia 11 tahun sebanyak 301 orang (14,3%). Responden berjenis kelamin laki 1077 (51,3%) lebih banyak daripada perempuan 1023 (48,7%), tinggal di perdesaan 1177 (56,0%), dan berstatus ekonomi tinggi 1276 (60,8%) (Tabel 1). Faktor sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang. Hal ini terkait dengan kemampuan daya beli masyarakat, pendidikan, kemudahan pada akses terhadap pangan, informasi, dan pelayanan (RANPG Bappenas 2006-2010).

Di Pulau Kalimantan responden berstatus gizi normal terbanyak 1432 anak (68,2%). Provinsi Kalimantan Selatan memiliki prevalensi kekurusan tertinggi (18,9%), sedangkan Provinsi Kalimantan Barat (18,4%) dan Kalimantan Timur (18,4%) memiliki prevalensi kegemukan tertinggi di Pulau Kalimantan (Tabel 1). Status gizi normal pada anak akan

mendukung pertumbuhan dan

perkembangan yang optimal, sehingga negara dapat memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dengan pemenuhan kebutuhan gizi yang seimbang (Devi, 2012).

(4)

Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Karakteristik, Status Gizi, dan Asupan Zat Gizi Variabel Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Total Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan Tipe Wilayah: Perkotaan Perdesaan Status Ekonomi: Rendah Tinggi Status Gizi (IMT/U): Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Asupan Zat Gizi: Energi Protein Lemak KH Serat 334(54,5) 279(45,5) 203(33,1) 410(66,9) 302(49,3) 311(50,7) 46(7,5) 53(8,6) 401(65,5) 60(9,8) 53(8,6) 1125,09±557,24 39,50±24,41 33,12±27,64 164,78±86,38 3,87±2,35 215(50,1) 214(49,9) 180(42,0) 249(58,0) 129(30,1) 300(69,9) 21(4,9) 41(9,6) 313(73,0) 28(6,5) 26(6,1) 1113,16±948,38 39,63±33,95 33,70±23,85 160,82±134,23 3,77±3,01 249(49,5) 254(50,5) 220(43,7) 283(56,3) 230(45,7) 273(54,3) 33(6,6) 62(12,3) 340(67,6) 36(7,2) 32(6,4) 1409,73±633,00 49,56±26,70 44,43±18,60 199,87±85,80 4,64±0,90 279(50,3) 276(49,7) 320(57,7) 235(42,3) 163(29,4) 392(70,6) 19(3,4) 56(10,1) 378(68,1) 63(11,4) 39(7,0) 1271,76±197,00 47,89±17,80 40,37±7,41 177,27±71,50 4,05±0,90 1077(51,3) 1023(48,7) 923(44,0) 1177(56,0) 824(39,2) 1276(60,8) 119(5,7) 212(10,1) 1432(68,2) 187(8,9) 150(7,1) 1229,59±1072,98 44,16±36,93 37,86±29,15 175,68±152,16 4,09±3,42

Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan antara variabel independen menurut variabel dependen yang diuji menggunakan uji t-test independen dan one way-anova. Untuk hasil analisis pola konsumsi bertujuan untuk

mengetahui sumber bahan makanan yang mempengaruhi asupan energi, protein, dan lemak menurut jenis kelamin, tipe wilayah, status ekonomi dan status gizi.

(5)

Tabel 2 Perbedaan Asupan Zat Gizi Menurut Karakteristik Responden dan Status Gizi di Pulau Kalimantan

Variabel Asupan Zat Gizi (mean±SD)

Energi Protein Lemak KH Serat

Jenis Kelamin: Laki-Laki Perempuan Tipe Wilayah: Perkotaan Perdesaan Status Ekonomi: Rendah Tinggi Status Gizi (IMT/U): Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas 1230,69±693,17 1228,45±674,08 1412,84±764,92* 1085,90±573,38 1047,00±570,42 1347,51±724,03* 1190,08±639,44 1253,58±680,25 1218,96±674,29 1264,09±722,56 1285,61±762,34 43,56±27,79 44,78±29,05 51,88±32,02* 38,10±23,52 36,98±23,40 48,79±30,34* 45,28±27,50 45,39±28,44 43,10±27,21 47,39±34,22 47,55±31,86 37,09±32,55 38,68±32,39 46,70±35,81* 30,93±27,61 29,45±26,74 43,29±34,57* 39,13±33,75 38,36±32,39 37,02±31,82 41,68±35,42 39,42±33,31 178,29±101,96 172,93±99,44 193,68±106,91* 161,56±93,29 156,07±91,17 188,35±104,57* 161,57±90,32 179,85±105,86 176,03±100,93 172,26±96,63 181,83±104,57 4,14±2,89 4,03±2,69 4,54±2,95* 3,73±2,61 3,72±2,72 4,32±2,82* 3,55±2,15 4,23±2,98 4,10±2,82 4,39±3,01 3,79±2,35 *) Terdapat perbedaan signifikan (P<0,05)

Berdasarkan tabel 2 di atas diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan antara asupan energi, zat gizi makro, dan serat menurut tipe wilayah dan status ekonomi

(P<0,05). Sementara itu, tidak terdapat perbedaan signifikan antara asupan energi, zat gizi makro, dan serat menurut jenis kelamin dan status gizi (P>0,05).

Pembahasan

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013, asupan energi anak usia 7-9 tahun (66,12%), 10-12 tahun pada anak laki-laki (59,25%) dan perempuan (61,45%) di Pulau Kalimantan termasuk kategori kurang (<80% AKG). Untuk asupan protein anak usia 7-9 tahun sebesar 90,12% tergolong kategori baik, namun pada anak usia 10-12 tahun baik laki-laki (78,71%) maupun perempuan (73,73%) tergolong kategori kurang di Pulau Kalimantan. Begitupun, pada anak usia 7-9 tahun (53,15%), 10-12

tahun pada laki-laki (52,03%) dan perempuan (57,37%), asupan lemak tergolong kategori kurang (<80% AKG). Asupan karbohidrat anak usia 7-9 tahun (68,22%), 10-12 tahun baik pada laki-laki (63,1%) maupun perempuan (63,34%) tergolong kategori kurang.

Asupan energi pada laki-laki lebih besar daripada perempuan, hal ini dikarenakan anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas di luar rumah, sedangkan perempuan cenderung menjaga

(6)

berat badannya. Namun, perempuan membutuhkan asupan protein yang lebih tinggi terlebih jika sudah mengalami menstruasi (Sartika, 2011).

Faktor yang menentukan jumlah zat-zat gizi yang diperlukan antara lain usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, ukuran tubuh, dan keadaan perorangan (Almatsier, 2013). Pola konsumsi sayur dan buah pada penduduk Indonesia memang masih rendah daripada jumlah yang dianjurkan. Selain itu ternyata anak perempuan lebih sering mengonsumsi buah dan sayur dibanding laki-laki (Sartika, 2011). Banyak anak usia sekolah yang tidak menyukai sayuran karena rasa yang kurang enak, bentuk yang kurang menarik, dan lain-lain. Hal tersebut dapat diperbaiki salah satunya dengan cara orang tua memodifikasi sayuran dan buah-buahan dalam bentuk agar-agar atau kue, agar anak tertarik untuk mengkonsumsinya.

Pola konsumsi, khususnya jenis bahan makanan yang dikonsumsi responden adalah jumlah serealia dan umbi-umbian sebanyak 225.386 gram, kacang-kacangan/biji-bijian/hasil olahan sebanyak 381 gram, daging/unggas/hasil olahan sebanyak 1.125 gram, telur/hasil olahan sebanyak 705 gram, ikan/hasil perikanan sebanyak 255 gram, buah-buahan sebanyak 1.940 gram, susu dan hasil olahan sebanyak 4.445 gram, minuman/gula/lainnya sebanyak 20.485 gram, jajanan sebanyak 1.170 gram, dan bumbu sebanyak 40 gram.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan asupan zat gizi menurut jenis kelamin di Pulau Kalimantan (Tabel 2). Hal ini sejalan dengan penelitian Agustina, dkk (2014)

bahwa tidak terdapat perbedaan asupan zat gizi menurut jenis kelamin di Pulau Sulawesi. Pada wanita maupun laki-laki dalam kondisi underweight maupun overweight memiliki kepatuhan diet yang sama dalam menjaga kesehatan dan mengatasi kelebihan berat badan, yaitu mengonsumsi sayur dan buah (Charlton, et al, 2014). Menurut penelitian Luzzy, Norgan, dan Durnin (2012) di Papua Nugini, rata-rata asupan harian energi, protein, karbohidrat, lemak dan serat anak laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang sedikit akan tetapi laki-laki memilki asupan yang lebih tinggi daripada perempuan. Menurut Gharib dan Rasheed (2011) yang menyatakan bahwa secara keseluruhan rata-rata asupan energi anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan 6-18 tahun di Bahrain.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan signifikan asupan zat gizi menurut tipe wilayah dan tingkat asupan zat gizi di perkotaan lebih tinggi di perdesaan (Tabel 2). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Komariah & Jus’at (2014) di Provinsi Jawa Timur bahwa terdapat perbedaan signifikan asupan energi dan BCAA menurut tipe wilayah. Menurut penelitian Damapolii, Mayulu, dan Masi (2013) daerah perkotaan memberi akses lebih mudah bagi seseorang dalam mendapatkan makanan siap saji (Fast Food), sehingga kejadian gizi lebih akibat konsumsi Fast Food di daerah perkotaan lebih banyak (P value<0,05) di Manado. Begitupun menurut Rojroongwasinkul, et al (2013) pada penelitiannya mengenai status gizi dan asupan makanan anak usia 0,5-12 tahun di Thailand menyebutkan bahwa prevalensi

(7)

stunting dan underweight lebih tinggi pada anak di daerah pedesaan daripada di kota, walaupun tingkat wasting sama pada keduanya.

Perbedaan tingkat sosial ekonomi berpengaruh terhadap pola konsumsi makan sehari-hari. Pendapatan tinggi biasanya mendukung seseorang untuk membeli bahan makanan dalam jumlah yang lebih dari cukup serta cenderung beralih pada bahan pangan yang lebih mahal, yaitu sumber pangan hewani (Dwiningsih dan Pramono, 2013). Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan signifikan asupan zat gizi menurut status ekonomi dan asupan zat gizi pada status ekonomi tinggi lebih banyak daripada status ekonomi rendah (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan penelitian pada remaja yang tinggal di Bengal Timur bagian Utara Wilayah Parganas India menemukan adanya kecendrungan pada remaja dengan status sosial ekonomi tinggi memiliki status gizi dan asupan yang baik dibanding dengan yang status ekonominya rendah (Dey, et al, 2010). Begitu juga dengan penelitian Iram & Butt (2006) di Pakistan disimpulkan bahwa sosial ekonomi mempengaruhi status gizi Menurut Bappenas Provinsi Kalimantan Tengah, laju pertumbuhan ekonomi sebesar6,97% per tahun, di atas laju pertumbuhan rata-rata nasional sebesar 5,90% per tahun, lebih tinggi dari provinsi lain di Pulau Kalimantan (Bappenas Provinsi Kalimantan Tengah, 2015).

Hasil penelitian ini menunjukkan pada keempat provinsi di Pulau Kalimantan, anak dengan status gizi normal memiliki jumlah terbanyak dibandingkan dengan anak yang memiliki status gizi lain (Tabel 1). Meningkatnya asupan zat gizi berbanding

lurus dengan meningkatnya status gizi (Tabel 1). Penelitian Marliyati, Nugraha, dan Anwar (2014) mengenai asupan vitamin A, status vitamin A, dan status gizi anak sekolah dasar di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor menunjukkan sebanyak 29 anak (93,5%) berstatus gizi normal. Sedangkan penelitian Anzarkusuma, dkk (2014) sebanyak 11,3% anak berstatus gizi sangat kurus dan 6,5% berstatus gizi kurus di Kecamatan Rajeg, Tangerang.

Asupan zat gizi dan penyakit infeksi merupakan faktor penyebab langsung yang mempengaruhi status gizi seseorang. Berdasarkan hasil uji statistik One-Way Anova didapatkan hasil bahwa di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur tidak ada perbedaan signifikan asupan energi, zat gizi makro, dan serat menurut status gizi (P>0,05). Sedangkan di Provinsi Kalimantan Tengah asupan energi, karbohidrat, dan serat memiliki perbedaan signifikan menurut status gizi (P<0,05). Hal ini serupa dengan penelitian Salsabilah dan Nuzrina (2015) di Kepulauan Nusa Tenggara bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat berdasarkan status gizi (P>0,05).

Menurut penelitian Hanley, et al (2000) pada penduduk asli Kanada berusia 2-19 tahun, menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi junk foods (kentang goreng, cokelat atau permen kue atau biskuit, soda, daging olahan, dan buah kaleng) dengan overweight. Dan hal ini memicu meningkatnya kejadian diabetes dan gangguan metabolisme pada anak dan orang dewasa. Penelitian yang dilakukan oleh

(8)

Puspamika & Sutiari (2014), menunjukkan dari 184 anak, hanya 7,1% anak yang mengonsumsi serat ≥10 gr/hari. Rata-rata konsumsi serat 58,7% dari yang dianjurkan. Padahal sayuran dan buah sebaiknya dikonsumsi oleh anak-anak setiap hari agar konsumsi makanan sesuai dengan anjuran pedoman gizi seimbang (POS) (Hermina&Prihatini, 2011).

Pola konsumsi sangat dipengaruhi oleh adat istiadat, kebiasaan, dan ketersediaan pangan di suatu tempat. Secara tradisional, pola konsumsi dengan porsi makanan pokok yang merupakan sumber karbohidrat lebih diutamakan dibandingkan lauk sebagai sumber protein. Namun dewasa ini, pola konsumsi sudah berubah. Sumber protein sudah disajikan dalam porsi yang lebih besar. Hal ini mengakibatkan pemenuhan zat gizi yang tidak seimbang (Nur, Marissa, dan Yasir, 2015).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata asupan energi dan protein berasal dari sumber protein, seperti daging, daging ayam, ikan, dan susu (Tabel 3). Penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang ada, dimana menurut pemerintah dan dinas kesehatan terkait mengenai potret pola makan penduduk Indonesia saat ini melalui Studi Diet Total (SDT) tahun 2014 bahwa sumber energi utama adalah serealia dan umbi-umbian. Di Provinsi Kalimantan Tengah skor Pola Pangan Harapan (PPH) baru mencapai 79,6% dari skor ideal 100. Hal itu menunjukan kecendrungan kurang beragam baik untuk jenis pangan dan keseimbangan gizinya (Bappenas Provinsi Kalimantan Tengah, 2015). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Delgado (2003)

yang melakukan penelitian tentang konsumsi produk susu dan daging di negara berkembang menyatakan bahwa jumlah konsumsi produk susu dan daging meningkat di negara China, Brazil, dan India menunjukkan bahwa asupan protein yang berasal dari susu dan daging juga meningkat di daerah berkembang.

Kesimpulan dan Saran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat provinsi terdapat tiga provinsi (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) yang memiliki perbedaan asupan energi, zat gizi makro, dan serat menurut tipe wilayah (P<0,05) di Pulau Kalimantan. Terdapat tiga provinsi (Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) yang memiliki perbedaan signifikan pada asupan energi, zat gizi makro, dan serat menurut status ekonomi (P<0,05) Tidak ada perbedaan signifikan asupan energi, zat gizi makro, dan serat menurut jenis kelamin dan menurut status gizi (P>0,05) di Pulau Kalimantan (P>0,05).

Perlunya asupan zat gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan gizi harian anak melalui penyajian makanan yang bervariasi agar asupan gizi seimbang dapat terpenuhi. Diharapkan penelitian ini juga dapat dikembangkan untuk melakukan penelitian lain mengenai faktor yang mempengaruhi status gizi anak sekolah dasar, salah satunya penyakit infeksi.

Daftar Pustaka

Agustina, W., Jus’at, I., Mulyani, E. Y., & Kuswari, M. (2015). Asupan Zat Gizi

(9)

Makro dan Serat Menurut Status Gizi Anak Usia 6-12 Tahun di Pulau Sulawesi. Jurnal Gizi Pangan, Volume 10 No.1: 63–70.

Almatsier, Sunita. (2013). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Anzarkusuma, I. S., Mulyani, E. Y., Jus’at, I., & Angkasa, D. (2014). Status Gizi Berdasarkan Pola Makan Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Rajeg Tangerang.

Indonesian Journal of Human Nutrition, Volume 1 No.2, 135–148.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2010). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

BAPPENAS. (2010). Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010, 1–60.

BAPPENAS Provinsi Kalimantan Tengah. (2015). Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah 2015.

Charlton, K., Kowal, P., Soriano, MM., William, S., Banks, E., Byles, J. (2014). Fruit and Vegetable Intake and Body Mass Index in Karge Sample of Middle-Aged Australian Men and Women. Nutrients, Volume 6 No. 6:2305-2319. doi: 10.3390/nu6062305. Damapolii, Mayulu, Masi. (2013).

Hubungan Konsumsi Fast Food dengan Kejadian Obesitas Pada Anak SD di

Kota Manado. Ejournal Keperawatan (e-Kp), Volume 1 No.1.

Delgado, C. L. (2003). Animal Source Foods to Improve Micronutrient Nutrition and Human Function in Developing Countries Rising Consumption of Meat and Milk in Developing Countries Has Created a New Food Revolution. The Journal of Nutrition, Volume 133 No.11, 3907s-3910s.

Dey, S.K., Masanta, N.C., Bisai, S. (2010). A Comparative Study of Anthropometric and Nutritional Status of High and Low Socio-Economic Groups of Adolescents. International Journal of Current Research, Vol.6: 011-013.

Devi, Nirmala. (2012). Gizi Anak Sekolah. Jakarta : Kompas.

Dwiningsih, Pramono A. (2013). Perbedaan Asupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Status Gizi pada Remaja yang Tinggal di Wilayah Perkotaan dan Pedesaan. Journal of Nutrition College, Volume 2 No.2: 232-241.

Gharib, N., Rasheed, P. (2011). Energy and Macronutrient Intake and Dietary Pattern Among School Children in Bahrain: a Cross Sectional Study. Nutrition Journal, Volume 10 No. 62. doi: 10.1186/1475-2891-10-62.

Hanley, A.J.G., Harris, S.B., Gittelson, J., Wolever, T.M.S., Saksvig, B., and Zinman, B. (2000). Overweight

(10)

Among Children and Adolescents in A Native Canadian Community: Prevalence and Associated Factors. The American Journal of Clinical Nutrition; 71: 693-700.

Hermina, Prihatini, S. (2011). Gambaran Keanekaragaman Makanan dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein pada Anak Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, Volume 39, No. 2: 62-73.

Iram, U., Butt, M.S. (2006). Understanding the health and nutritional status of children in Pakistan: A study of the interaction of socioeconomic and environmental factors", International Journal of Social Economics, Vol. 33 Iss: 2, pp.111 – 131.

Komariah, L., Jus’at, I. (2014). Perbedaan Asupan Energi, BCAA (Branched Chained Amino Acid) dan Status Gizi (IMT/U) Anak Usia 6-12 Tahun di Provinsi Jawa Timur (Analisis Data Riskesdas 2010). Nutrire Diaita, Volume 6 No.1.

Kusharto, C. M. (2006). Serat Pangan dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Jurnal Gizi Dan Pangan, Volume 1 No 2, 45– 54.

Luzzy A., Ferro, Norgan, N.G., Durnin, J.V. (2012). Food Intake, Its Relationship to Body Weight and Age, and Its Apparent Nutritional Adequacy in New Guinean Children. The American

Journal of Clinical Nutriton, Volume 2 8 No. 12: 1443-53.

Marliyati, S.A., Nugraha, A., Anwar, F. (2014). Asupan Vitamin A, Status Vitamin A, dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Jurnal Gizi Pangan, Volume 9 No.2: 109-116. Nur, A., Marissa, N., Yasir. (2015). Konsumsi Zat Gizi Makro Rumah Tangga Daerah Perkotaan dan Perdesaan di Provinsi Aceh Tahun 2012. SEL Jurnal Penelitian Kesehatan, Volume 2 No.1.

Puspamika, D. M. R. N., & Sutiari, N. K. (2014). Konsumsi Serat pada Anak Sekolah Dasar di Kota Denpasar. Community Health , Volume II No. 1: 133–140.

Rojroongwasinkul, N., Kijboonchoo, K.,

Wimonpeerapattana, W.,

Purttiponthanee, S., Yamborisut, U., Boonpraderm, A., Khouw, I. (2013). SEANUTS : the nutritional status and dietary intakes of 0.5 – 12-year-old Thai children, Volume 25 No.6: 36–44. doi.org/10.1017/S0007114513002110.

Salsabilah, G. Y., Nuzrina, R. (2015). Perbedaan Asupan Zat Gizi Makro dan Serat Berdasarkan Status Gizi Anak Usia 7-12 Tahun di Kepulauan Nusa Tenggara (NTT dan NTB) (Analisis Data Riskesdas 2010). Nutrire Diaita, Volume 7 No.1.

Sartika, R. A. D. (2011). Faktor Resiko Obesitas Pada Anak Usia 5-15 Tahun.

(11)

Makara Kesehatan, Volume 15 No.1: 37–43.

Sartika, R. A. D. (2012). Penerapan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Gizi terhadap Perilaku Sarapan Siswa Sekolah Dasar. Kesehatan Masyarakat Nasional, Volume 7 No 2, 7.

Sebataraja, L. R., & Oenzil, F. (2014). Hubungan Status Gizi dengan Status Sosial Ekonomi Keluarga Murid Sekolah Dasar di Daerah Pusat dan Pinggiran Kota Padang, Jurnal Kesehatan Andalas, Volume 3 No.2, 182–187.

(12)

Lampiran

Tabel 3 Pola Konsumsi Menurut Karakteristik Responden dan Status Gizi

Asupan Karakteristik Sumber Makanan Pokok

Sumber Protein Seluruh Sumber Bahan Makanan Energi Jenis Kelamin :

Laki-Laki Perempuan 211 (±194) 223 (±198) 377,1 (±249,9) 329,6 (±250,6) 212,7 (±196,3) 227,3 (±207,1) Status Ekonomi : Rendah Tinggi 168 (±162) 249 (209)* 249,7 (±127,1) 369,5 (±261,8)* 165,3 (±163,1) 254,8 (±215,9)* Tipe Wilayah : Perkotaan Pedesaan 272 (±220)* 175 (±163) 380,9 (±267,9) 309,8 (±217,0) 277,4 (±227,3)* 174,9 (±165,9) Status Gizi : Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas 233 (±202) 216 (±186) 212 (±196) 228 (±208) 232 (±189) 992,0 (±326,6)* 323,6 (±122,5) 327,3 (±232,7) 416,3 (±239,5) 460,1 (±353,1) 237,3 (±221,4) 215,2 (±187,7) 216,3 (±201,5) 228,7 (±209,5) 235,5 (±197,5) Protein Jenis Kelamin :

Laki-Laki Perempuan 23 (±19) 24 (±20) 31,4 (±18,8) 27,6 (±18,5) 23,4 (±19,2) 24,2 (±19,5)* Status Ekonomi : Rendah Tinggi 21 (±19) 26 (±19)* 22,9 (±13,2) 30,5 (±19,3) 20,7 (±19,4) 25,8 (±19,0)* Tipe Wilayah : Perkotaan Pedesaan 28 (±20)* 21 (±18) 31,5 (±20,3) 26,4 (±15,7) 27,5 (±19,7) 20,9 (±18,5) Status Gizi : Sangat Kurus 25 (±19) 58,1 (±19,0) 25,1 (±19,1)

(13)

Kurus Normal Gemuk Obesitas 24 (±18) 24 (±19) 24 (±21) 26 (±19) 32,9 (±10,4) 27,8 (±18,2) 32,5 (±21,7) 34,9 (±23,9) 24,3 (±21,4) 23,4 (±18,9) 24,0 (±20,4) 25,2 (±18,7) Lemak Jenis Kelamin :

Laki-Laki Perempuan Tipe Wilayah : Perkotaan Pedesaan 34 (±26) 35 (±28) 41 (±29)* 29 (±25) 48,9 (±33,7)* 38,5 (±22,4) 47,8 (±30,3)* 37,1 (±25,4) 34,1 (±26,8) 34,1 (±26,8) 41,0 (±28,5)* 29,3 (±24,7) Status Ekonomi : Rendah Tinggi 29 (±26) 38 (±27)* 32,1 (±17,7) 45,4 (±29,9)* 28,6 (±24,9) 38,2 (±27,8)* Status Gizi : Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas 35 (±27) 35 (±27) 34 (±27) 37 (±29) 33 (±24) 98,8 (±21,6)* 38,1 (±17,7) 39,4 (±25,8) 59,2 (±29,9) 68,9 (±45,1) 34,8 (±27,3) 34,6 (±26,1) 33,9 (±26,8) 37,8 (±30,9) 34,4 (±25,7) *) P<0,05 = terdapat perbedaan signifikan

Gambar

Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Karakteristik, Status Gizi, dan Asupan Zat Gizi  Variabel  Kalimantan  Barat  Kalimantan Tengah  Kalimantan Selatan  Kalimantan Timur  Total  Jenis Kelamin:  Laki-laki  Perempuan  Tipe Wilayah:  Perkotaan  Perdesaan  St
Tabel 2 Perbedaan Asupan Zat Gizi Menurut Karakteristik Responden dan Status Gizi di Pulau  Kalimantan
Tabel 3 Pola Konsumsi Menurut Karakteristik Responden dan Status Gizi  Asupan  Karakteristik  Sumber Makanan

Referensi

Dokumen terkait

Kanigoro Rp 40,000,000.00 Belanja Hibah kepada Badan/Lembaga/Organisasi/Kelompok Masyarakat Bidang Perikanan... NO NAMA PENERIMA ALAMAT PENERIMA

475 Kelurahan Aek Parombunan Kecamatan Sibolga Selatan Kota Sibolga telah terjadi tindak pidana Narkotika yang dilakukan oleh Terdakwa JEKSON PARULIAN SIMANULLANG,

• Rilis data tersebut menunjukan bahwa terjadinya peningkatan atas defisit perdagangan pada bulan Desember yang menjadi -59.3B dari 52.6B yang dikarenakan nilai impor lebih besar

Simpan file dengan nama “Nikel” dan save as .txt (tab delimited) dengan cara klik file, klik save as, isikan pada “file name” Nikel, dan pada “save as type” pilih Text

DESKRIPSI UNIT : Unit ini berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan serta sikap kerja yang dibutuhkan dalam mengelola pelayanan pelanggan berkualitas.. ELEMEN

Daryono, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammdiyah Malang yang telah banyak-banyak memberikan solusi selama mengerjakan skrispsi

Pemahaman tentang asas hukum dan norma hukum atau kaidah hukum, dapat dijelaskan bahwa asas hukum bukanlah merupakan aturan yang bersifat konkrit sebagimana

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan proporsi spermatozoa Y hasil pemisahan semen domba lokal dengan beberapa fraksi albumen telur dan lama penyimpanan