• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Hanna Fithriyati

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Mataram Email : hanna_hf1105@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pemberdayaan dan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan sebuah upaya untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional. Eksistensi dan peran UMKM mencapai 55,21 juta unit usaha, dan merupakan 99,99 persen dari pelaku usaha nasional. Kontribusi yang diberikan oleh UMKM disamping dalam hal penyerapan tenaga kerja sebesar 97,24 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, juga terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai 57 persen. Namun terdapat beberapa masalah yang dihadapi dalam strategi pengembangan UMKM, diantaranya kesulitan pemasaran, ketersediaan bahan baku dan kesulitan permodalan. Oleh karena itu dilakukan berbagai strategi pemberdayaan UMKM meliputi strategi peningkatan iklim usaha yang kondusif peningkatan akses kepada sumber daya produktif, pengembangan produk dan pemasaran, peningkatan daya saing sumber daya manusia, peningkatan pola kemitraan dengan sesama UMKM maupun dengan usaha besar.

Kata kunci: UMKM, PDB, pola kemitraan

A. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi positif ketika krisis ekonomi global melanda dunia pada semester kedua tahun 2008. Perekonomian Indonesia dalam masa pemulihan ekonomi terus tumbuh, namun mengkhawatirkan, karena pertumbuhannya lebih ditarik oleh sektor konsumsi dan bukan sektor produksi. Rendahnya tingkat investasi dan produktivitas, serta rendahnya pertumbuhan usaha baru di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan peran serta UMKM sebagai penopang perekonomian,

(2)

perlu memperoleh perhatian yang serius pada masa mendatang dalam rangka menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Penting untuk dicermati bahwa eksistensi dan peran UMKM pada tahun 2011 mencapai 55,21 juta unit usaha, dan merupakan 99,99 persen dari pelaku usaha nasional, dalam tata perekonomian nasional sudah tidak diragukan lagi, dengan melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, devisa nasional, dan investasi nasional. Kontribusi yang diberikan oleh UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia adalah sebesar 57 persen. Selain itu, UMKM juga menjadi penopang kegiatan ekonomi nasional saat terjadi krisis ekonomi 1997/1998. Disaat bisnis-bisnis besar gulung tikar, perusahaan berbasis UMKM justru masih dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang relatif luas.

Perkembangan sektor usaha mikro, kecil dan menengah hingga saat ini jumlahnya telah menggelembung sedemikian besar bahkan hampir menyamai jumlah orang yang bekerja di sektor formal lainnya. Di banyak negara-negara miskin dan berkembang, kontribusi yang bisa diberikan oleh pelaku usaha kecil mencapai 30%-60% dari seluruh penduduk perkotaan. Sehingga saat ini tidak bisa dikatakan lagi bahwa sektor usaha mikro, kecil dan menengah cuma sebagai tempat penampungan sementara bagi para pekerja yang belum bisa masuk ke sektor formal lainnya, tetapi keberadaannya justru sebagai motor pertumbuhan aktivitas ekonomi (perkotaan) karena jumlah penyerapan tenaga kerjanya yang demikian besar (sama dengan jumlah tenaga kerja di sektor formal).

Menurut Tambunan (2012) salah satu karakteristik dari dinamika dan kinerja ekonomi yang baik dengan laju pertumbuhan yang tinggi di negar-anegara Asia Timur dan Tenggara yang dikenal dengan Newly Industrializing Countires (NICs) seperti Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan adalah kinerja UMKM mereka yang sangat efisien, produktif dan memiliki tingkat daya saing yang tinggi. UMKM di negara-negara tersebut sangat responsif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahannya dalam pembangunan sektor swasta dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor. Di negara-negara sedang berkembang, UMKM juga sangat penting peranannya. Di India, misalnya, UMKM-nya menyumbang 32% dari nilai total ekspor, dan 40% dari nilai output dari sektor industri manufaktur dari engara tersebut. Di beberapa negara di kawasan Afrika, perkembangan dan pertumbuhan UMKM, termasuk usaha mikro, sekarang diakui sangat penting untuk menaikkan output agregat dan kesempatan kerja..

Masih menurut Tambunan (2012), disebutkan bahwa di Indonesia, di lihat dari jumlah unit usahanya yang sangat banyak yang terdapat di semua sektor

(3)

ekonomi dan kontribusinya yang besar terhadap kesempatan kerja dan pendapatan, khususnya di daerah perdesaan dan bagi keluarga berpendapatan rendah, tidak dapat diingkari betapa pentingnya UMKM bagi pembangunan ekonomi nasional. Selain itu, selama ini kelompok usaha tersebut juga berperan sebagai suatu motor penggerak yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi dan komunitas lokal. Saat ini, UMKM memiliki peranan baru yang lebih penting lagi yakni sebagai salah satu faktor utama pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekspor non-migas dan sebagai industri pendukung yang membuat komponen-komponen dan spare parts untuk usaha besar (UB) melalui keterkaitan produksi misalnya dalam bentuk subcontracting. Bukti di NICs menunjukkan bahwa bukan hanya usaha besar (UB) saja, tetapi UMKM juga bisa berperan penting di dalam pertumbuhan ekspor dan bisa bersaing di pasar domestik terhadap barang-barang impor maupun di pasar global.

B. PENGERTIAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM)

Berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan UMKM diklasifikasikan dalam 9 (sembilan) sektor kegiatan ekonomi yang meliputi :

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan. Mencakup segala macam pengusahaan dan pemanfaatan benda-benda/barang-barang biologis (hidup) yang berasal dari alam untuk memenuhi kebutuhan atau usaha lainnya.

2. Pertambangan dan Penggalian. Sektor pertambangan dan penggalianmeliputi subsektor minyak dan gas bumi, subsektor pertambangan non migas, dan subsektor penggalian.

3. Industri Pengolahan. Industri pengolahan merupakan kegiatan pengubahan bahan dasar (bahan mentah) menjadi barang jadi/setengah jadi dan/atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, baik secara mekanis, kimiawi, dengan mesin ataupun dengan tangan.

4. Listrik, Gas dan Air Bersih. Listrik mencakup kegiatan pembangkitan, transmisi, dan distribusi listrik baik untuk keperluan rumahtangga, usaha, industri, gedung kantor pemerintah, penerangan jalan umum, dan lain sebagainya. 5. Gas mencakup kegiatan pengolahan gas cair, produksi gas dengan karbonasi

arang atau dengan pengolahan yang mencampur gas dengan gas alam atau petroleum atau gas lainnya, serta penyaluran gas cair melalui suatu sistem pipa saluran kepada rumahtangga, perusahaan industri, atau pengguna komersial lainnya.

(4)

6. Air bersih mencakup kegiatan penampungan, penjernihan, dan penyaluran air, baku atau air bersih dari terminal air melalui saluran air, pipa atau mobil tangki (dalam satu pengelolaan administrasi dengan kegiatan ekonominya) kepada rumahtangga, perusahaan industri atau pengguna komersial lainnya.

7. Bangunan. Bangunan atau Konstruksi adalah kegiatan penyiapan, pembuatan, pemasangan, pemeliharaan maupun perbaikan bangunan/konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, baik digunakan sebagai tempat tinggal maupun sarana lainnya.

8. Perdagangan, Hotel dan Restoran. Perdagangan adalah kegiatan penjualan kembali (tanpa perubahan teknis) barang baru maupun bekas.

9. Hotel adalah bagian dari lapangan usaha kategori penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum. Restoran disebut kegiatan penyediaan makan minum adalah usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan permanen yang menjual dan menyajikan makan dan minuman untuk umum ditempat usahanya.

10.Pengangkutan dan Komunikasi. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan orang/ penumpang dan/atau barang/ternak dari satu tempat ke tempat lain melalui darat, air maupun udara dengan menggunakan alat angkutan bermotor maupun tidak bermotor. Komunikasiyaitu usaha pelayanan komunikasi untuk umum baik melalui pos, telepon, telegraf/teleks atau hubungan radio panggil (pager).

11.Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mencakup kegiatan perantara keuangan, asuransi, dana pensiun, penunjang perantara keuangan, real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan.

12.Jasa-jasa. Jasa-jasa meliputi kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang ditujukan untuk melayani kepentingan rumah tangga, badan usaha, pemerintah dan lembaga-lembaga lain.

Sementara itu, terdapat beberapa pengertian tentang usaha mikro, kecil dan menengah yaitu :

1. Usaha Mikro

Menurut Undang undang no 20 tahun 2008, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan dengan kriteria yaitu memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(5)

2. Usaha Kecil

Menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu:

(1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang;

(3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih.

Sedangkan Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). World Bank mendefinisikan Usaha Kecil atau Small Enterprise, dengan kriteria: Jumlah karyawan kurang dari 30 orang; Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta; Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta.

Selanjutnya pengertian terbaru mengenai Usaha Kecil menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau mememiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,00(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

3. Usaha Menengah

Pengertian Usaha Menengah menurut Badan Pusat Statistik adalah usaha yang memiliki tenaga kerja antara 20 orang hingga 99 orang. Sedangkan Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp.10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). World Bank mendefinisikan Usaha

(6)

Menengah atau Medium Enterprise adalah usaha dengan kriteria : Jumlah karyawan maksimal 300 orang; Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta; Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta

Sedangkan pengertian Usaha Menengah menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta upiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Dari berbagai pengertian yang diungkapkan oleh berbagai sumber tersebut, pengertian UMKM mengacu pada Undang Undang No 20 Tahun 2008, yaitu :

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

(7)

anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Jumlah usaha mikro sangat banyak, tersebar di seluruh wilayah di Indonesia dalam jumlah yang berlipat ganda dibanding dengan skala usaha kecil, menengah maupun skala usaha besar. Keberadaan usaha mikro dan kecil tersebar luas, baik di perkotaan maupun pedesaan, sehingga usaha kecil ini dipandang sebagai motor penggerak perekonomian daerah. Berikut data ditampilkan dalam tabel, jumlah usaha mikro kecil dan menengah lima tahun terakhir.

Tabel 1. Jumlah Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar Tahun 2008-2012

Tahun Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha BesarKelompok Usaha Total (Unit) 2008 50.847.771 522.124 39.717 4.650 51.414.262 2009 52.176.795 546.675 41.133 4.677 52.769.280 2010 53.207.500 573.601 42.631 4.838 53.828.570 2011 54.559.969 602.195 44.280 4.952 55.211.396 2012 55.856.176 629.418 48.997 4.968 56.539.559 Sumber : Kemenkop dan UMKM (www.depkop.go.id)

Berdasarkan data yang ditampilkan dalam Tabel 1 tersebut bisa dilihat bahwa jumlah usaha skala mikro kecil dan menengah memiliki jumlah yang dominan dibandingkan dengan usaha besar. Jumlah unit usaha skala mikro dan kecil mencapai 99,91% tersebar diseluruh Indonesia, sementara sejumlah 0,08% merupakan usaha menengah dan 0,01% merupakan usaha besar. Dengan kata lain, secara nasional bisa dilihat persentase UMKM di Indonesia dalam kurun waktu

(8)

5 tahun terakhir mencapai 99,99% sementara usaha besar hanya mencapai 0,01%. Hal tersebut berarti merupakan indikasi bahwa diperlukan strategi pemberdayaan yang tepat, guna menumbuhkembangkan usaha skala mikro, kecil dan menengah sehingga mampu meningkatkan daya saingnya dan bertumbuh menjadi usaha besar dan berkualitas agar optimal dalam meningkatkan dan menggerakkan roda perekonomian daerah.

1. Peranan UMKM

Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2008 disebutkan bahwa tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yaitu :

a. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan;

b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan

c. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Dari tujuan tersebut maka secara umum bisa dilihat bahwa UMKM memiliki peranan penting dalam memajukan perekonomian suatu daerah dan akhirnya akan memajukan perekonomian secara nasional. Peranan UMKM dapat diuraikan sebagai berikut :

Pertama, UMKM mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang menyerap banyak tenaga kerja sehingga berpotensi mengurangi pengangguran. Dari Tabel 2 bisa dilihat bahwa jumlah penyerapan tenaga kerja dalam kurun waktu 5 tahun meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 UMKM mampu menyerap tenaga kerja sejumlah 94.024.278 atau 97,15% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, selebihnya adalah penyerapan tenaga kerja pleh usaha besar. Sementara pada tahun 2011, kontribusi penyerapan tenaga kerja meningkat 107.657.510 atau 97,24% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada. Hal tersebut tentunya membuktikan bahwa dengan tumbuh dan berkembangnya UMKM akan membuka kesempatan kerja baru, sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran yang ada.

(9)

Kelompok Usaha Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Usaha Mikro 87.810.366 90.012.694 93.014.759 94.957.797 99.859.517 Usaha Kecil 3.519.843 3.521.073 3.627.164 3.919.992 4.535.970 Usaha Menengah 2.694.069 2.677.565 2.759.852 2.844.669 3.262.023 Usaha Besar 2.756.205 2.674.671 2.839.711 2.891.224 3.150.645 Tabel 2. Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2008-2012

Kedua, UMKM diharapkan mampu meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat. Berkembangnya UMKM, diharapkan pendapatan yang diterima para pengusaha kecil semakin bertambah, sehingga kehidupannya semakin baik. Demikian bagi tenaga kerja, dengan berkembangnya UMKM maka akan terjadi jaminan pekerjaan sehingga mereka menerima dan memiliki pendapatan yang tetap dan semakin meningkat. Jika pendapatan dari UMKM ini meningkat diharapkan perbedaan pendapatan antara si kaya (kelompok usaha besar) dengan si miskin (kelompok UMKM) semakin kecil. Selain itu, adanya kerjasama UMKM dan Usaha Besar, sangat bermanfaat bagi UMKM dalam meningkatkan kegiatan usahanya. Kerjasama tersebut antara lain, masingmasing dapat bertindak sebagai buyer maupun supplier sehingga saling menguntungkan. Dengan demikian, dengan adanya UMKM maka mampu mengurangi jarak antara si kaya dan si miskin.

Ketiga, memberikan kontribusi kepada peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi. Secara makro peranan UMKM dalam suatu negara dapat diukur dari segi seberapa jauh kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja dan produk domestik bruto (PDB). Pada tahun 2008, peran UMKM terhadap penciptaan PDB nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 2.613,23 triliun atau 55,67 persen. Sedangkan pada tahun 2011, peran UMKM terhadap penciptaan PDB nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 4.303,6 triliun atau 57,94 persen dari total PDB nasional

Keempat, UMKM diharapkan mampu berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan. Dengan adanya UMKM, masyarakat dapat melakukan kegiatan usaha produktif baik dalam bidang usaha perdagangan, pertanian, perikanan, peternakan, industri rumah tangga, kerajinan rakyat, jasa konstruksi, maupun jasa lainnya sehingga bisa memperoleh pendapatan secara rutin. Diperolehnya pendapatan dapat digunakan untuk membiayai keperluan hidupnya berupa pengadaan barang dan jasa yang diperlukan, sehingga secara langsung dapat terbebaskan dari kemiskinan. Kemiskinan dalam arti ekonomi akan terjadi apabila orang yang bersangkutan

(10)

memiliki pendapatan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sebagai manusia yang wajar.

2. Permasalahan UMKM

Pelaku usaha UMKM menghadapi tantangan yang cukup berat terkait dengan pengembangan usahanya. Kendala utama pengembangan usaha UMKM dapat berasal dari masalah akses pendanaan dan pinjaman yang persyaratannya kadang tidak mudah untuk dipenuhi, masalah kurangnya informasi mengenai kesempatan permodalan lainnya, masalah kesulitan membuka akses pasar, dan masalah pengembangan keterampilan serta penerapan teknologi dalam pengembangan usahanya.

Tantangan yang lebih berat akan datang seiring dengan dibukanya skema perdagangan bebas ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) sejak awal tahun 2010 yang lalu. Indonesia memasuki area perdagangan bebas di wilayah pendiri ASEAN (Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand) serta satu negara di luar ASEAN, yaitu Cina. Persaingan tidak lagi hanya didominasi antar produk dalam negeri, tetapi juga akan diramaikan dengan masuknya produk dari luar negeri (ASEAN dan Cina).

Berdasarkan survei BPS 2003 dan 2005 terhadap UMKM di industri manufaktr menunjukkan permasalahan-permasalahan utama yang dihadapi oleh pelaku bisnis UMKM di Indonesia sebagai berikut :

Pertama, keterbatasan modal baik untuk modal kerja maupun investasi. Kesulitan modal bagi UMKM merupakan masalah paling banyak dijumpai terutama untuk UMKM yang berada di wilayah pedesaan. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan akses langsung terhadap informasi, layanan dan fasilitas keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan formal bank maupun non formal, misalnya BUMN dan LSM. Pada umumnya UMKM tidak mampu memanfaatkan kredit dari karena pihak UMKM tidak mampu memenuhi agunan yang dipersyaratkan oleh Bank, disamping rumitnya birokrasi

Kedua, kesulitan dalam pemasaran, disebabkan oleh keterbatasan informasi mengenai perubahan dan peluang pasar,dana untuk pembiayaan distribusi,kurangnya promosi, kurangnya wawasan dan pengetahuan pengusaha mengenai bisnis dan komunikasi. Pada umumnya kemampuan pengusaha UMKM untuk berkomunikasi sangat rendah serta kurangnya sarana komunikasi yang dimiliki. Selain itu, manajemen pemasaran juga masih kurang sehingga pengusaha kecil kurang mampu dalam menyusun strategi pemasaran. Hal ini sebagai akibat dari rendahnya managerial skill pengusaha yang bersangkutan. Adanya berbagai

(11)

keterbatasan ini, mengakibatkan banyak pengusaha kecil yang sangat tergantung pada mitra dagang mereka seperti pedagang keliling, pengumpul atau trading house khususnya bagi UMKM yang ingin memasarkan ke pasar di luar daerah. Tanpa pedagang dan pengumpul keliling, para UMKM hanya mampu memasuki pasar lokal yang relatif terbatas.

Ketiga, kesulitan dalam pengadaan bahan baku khususnya bahan baku yang masih harus diimpor selain waktu yang cukup lama, dan harganya mahal. Sedangkan bahan baku yang berasal dari dalam negeri, kesulitan yang dihadapi adalah tempat penjualan jauh dari lokasi usaha, sehingga biaya transportasi mahal, serta persediaan yang seringkali terbatas khususnya bahan baku pertanian yang sangat tergantung dengan cuaca serta kualitas bahan baku yang rendah. Tidak adanya jaminan tersedianya bahan baku, mengakibatkan produsen terpaksa harus membeli dengan harga mahal atau mengganti bahan baku mereka dengan bahan baku lain yang berakibat pada penurunan mutu produk.

Disamping permasalahan tersebut, pada kenyataannya masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh pelaku bisnis UMKM, diantaranya adalah keterampilan sumber daya manusia yang dimiliki bisa dikatakan masih rendah. Keterbatasan atau skill pengusaha disebabkan oleh pendidikan sebagian besar pengusaha UMKM masih sangat rendah. Tentu saja hal tersebut akhirnya menimbulkan permasalahan lainya yaitu kemampuan manajerial yang juga rendah. Kemampuan manajerial disini bisa dilihat pada kemampuan para pelaku bisnis dalam mengelola keuangannya, seringkali yang terjadi adalah mereka tidak melakukan pencatatan keuangan yang baik dan belum memisahkan kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan. Masalah teknologi yang digunakan juga masih rendah, sehingga berdampak pada kualitas produk yang dihasilkan.

3. Strategi Pemberdayaan

Berbagai masalah yang dihadapi oleh UMKM tersebut tentunya membuat pelaku bisnis UMKM kesulitan dalam mempertahankan bisnisnya agar tetap survive dan eksis. Ditambah lagi dengan adanya tuntutan dan persaingan usaha yang menuntut para pebisnis UMKM meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, diperlukan political will pemerintah untuk melakukan pemberdayaan UMKM. Political will yang dilakukan pemerintah tentu saja di berbagai tingkatan, baik tingkat daerah maupun pusat, serta dengan lembaga-lembaga terkait, seperti lembaga keuangan yang ada. Hal tersebut sangat penting dilakukan, mengingat peran UMKM yang penting dalam mengatasi berbagai permasalahan mikro maupun makro yang dihadapi oleh negara kita terutama persoalan-persoalan ekonomi dan sosial, baik itu dalam hal penanganan pengangguran yang merujuk pada pengentasan

(12)

kemiskinan. Dalam skala makro, upayanmenumbuhkembangkan UMKM sejalan dengan upaya untuk mewujudkan pemberdayaan ekonomi rakyat.

Tujuan pemberdayaan dimaksudkan membantu meningkatkan potensi UMKM agar memiliki peluang hidup dan berkembang dalam rangka menghadapi persaingan yang sehat. Dengan pemberdayaan diharapkan terjadi optimalisasi kekuatan yang ada agar mampu memanfaatkan peluang serta mengatasi berbagai kelemahan dan tantangan yang ada. Pemberdayaan UMKM kiranya sangat penting mengingat struktur ekonomi Indonesia hingga kini masih sangat timpang.

Berbagai strategi dilakukan pemerintah dalam melakukan upaya pemberdayaan UMKM di Indonesia. Berdasarkan rencana strategis kementrian koperasi dan UMKM RI tahun 2010-2014 disebutkan kebijakan strategis pemberdayaan UMKM yaitu berupa :

a. Strategi peningkatan iklim usaha yang kondusif

b. Strategi peningkatan akses kepada sumber daya produktif c. Strategi pengembangan produk dan pemasaran

d. Strategi peningkatan daya saing SDM

Strategi kebijakan dalam penumbuhan iklim berusaha yang kondusif, dilakukan dengan berbagai cara, yaitu

a. Kebijakan makro yang meliputi penciptaan mekanisme pasar yang berkeadilan, penciptaan lapangan usaha dan pekerjaan, penyempurnaan kebijakan investasi, perdagangan dan perubahan kebijakan industri yang berorientasi pada pertanian, industri pedesaan dan ekspor, pemberdayaan bank dan lembaga keuangan bukan bank untuk membiayai koperasi dan UMKM, penyederhanaan perijinan dan kebijakan fiskal dan moneter untuk pemberdayaan koperasi dan UMKM.

b. Kebijaksanaan sektoral yang berupa kesungguhan kebijakan diarahkan pada pemberdayaan Koperasi dan UMKM, peningkatan peran instansi dalam penganggaran bagi pemberdayaan koperasi dan UMKM, dukungan perkuatan agar terjadi sinergi dan saling ketergantungan antar pelaku usaha.

c. Kebijakan pembangunan daerah berupa upaya pemberdayaan koperasi dan UMKM sebagai motor penggerak perekonomian daerah

Strategi peningkatan daya saing dilakukan melalui Meningkatkan kemampuan Koperasi dan UMKM dalam mengembangkan produk-produk kreatif, inovatif, berkualitas dan berdaya saing. Pengembangan kualitas produk sangat penting

(13)

dilakukan agar mampu bersaing ditengah era perdagangan bebas dan bersaing secara global.

Strategi pengembangan produk dan pemasaran dlakukan dengan pengembangan pola kemitraan baik. Dimana hal ini perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UMKM, atau antara UMKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untUMKMenghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Pengembangan kemitraan dan jaringan pasar dilaksanakan bersama Koperasi dan UMKM, tempat magang, alih teknologi, pendampingan dan advokasi serta CSR (Corporate Social Responsibility) dengan menekankan pada bentuk kerjasama yang saling membutuhkan, menguntungkan dan membesarkan, serta untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien.

Pada tahun 2011 Kementrian koperasi dan UMKM juga melakukan upaya pengembangan pemasaran dengan pengembangan pusat promosi diantaranya berada di Jakarta yaitu, SME Tower dan di 4 daerah regional (Sriwijaya Promotion Center Palembang, Sumatera Selatan; SENBIK KUMKM Bandung, Jawa Barat; Celebes Convention Center Makassar, Sulawesi Selatan dan Paradise Product Promotion Center Manado, Sulawesi Utara). Pada masa mendatang akan terus bersinergi dengan daerah untuk mengoptimalkan peran pusat promosi.

Pengembangan pemasaran juga dilakukan melalui pemanfaatan teknologi dengan melakukan pengembangan website www.indonesian-products.biz, yang dikenal dengan nama Trading Board merupakan salah satu alternatif untuk memasarkan produk KUMKM yang potensial. Hingga akhir tahun 2011, anggota Trading Board tercatat sebanyak 3.327 KUMKM dengan produk sebanyak 9.748 produk KUMKM dari seluruh Indonesia.

Disamping berbagai strategi tersebut, strategi pemberdayaan yang juga dilakukan oleh pemerintah yaitu akses terhadap permodalan. Dalam hal ini Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UMKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing. Pembiayaan untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah(UMKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank.

Penyediaan akses pembiayaan dan penjaminan bagi Koperasi dan UMKM dilakukan dengan cara:

a. penyediaan SKIM pembiayaan yang mudah, terjangkau dan cepat, dan penjaminan bagi Koperasi dan UMKM.

(14)

b. peningkatan jumlah dan kualitas KSP/USP dan Lembaga pembiayaan lainnya.

c. peningkatan penyelenggaraan, pengembangan dan pengawasan KSP/USP. d. memperkuat permodalan bagi produk UMKM di sentra-sentra termasuk

daerah tertinggal, terisolir dan perbatasan. C. KESIMPULAN

Dari paparan di atas, maka bisa disimpulkan beberapa hal yaitu :

1. UMKM memiliki kekuatan dan ketahanan yang lebih baik dibanding dengan ekonomi konglomerat karena mampu bertahan dan mampu mendongkrak perekonomian nasional dari kebangkrutan.

2. Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh UMKM menjadi perhatian penting oleh pemerintah. Permasalahan tersebut meliputi keterbatasan modal, kesulitan pemasaran, kesulitan terhadap pengadaan bahan baku, skill SDM, teknologi yang digunakan dan kemampuan manajerial yang rendah.

3. UMKM perlu diberdayakan karena UMKM memiliki peran yang sangat besar teutama dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

4. Kebijakan strategis pemberdayaan UMKM yaitu berupa : Strategi peningkatan iklim usaha yang kondusif, strategi peningkatan akses kepada sumber daya produktif, strategi pengembangan produk dan pemasaran, strategi peningkatan daya saing sumber daya manusia.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, 2011, Potensi perusahaan UMKM untuk Go Public, www.bapepam.go.id, diunduh tgl 13 september 2013, pukul 11.37 wita

Jaka Sriyana, 2010, strategi pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) : studi kasus di kabupaten Bantul, simposium nasional menuju Purworejo dinamis dan kreatif.

Kementrian Koperasi dan UKM, 2010, Renstra (Rencana Strategis) Kementrian Koperasi dan UKM Tahun 2010 – 2014, Jakarta.

Kementrian koperasi dan UMKM, 2011, Kebangkitan koperasi dan umkm menuju kesejahteraan rakyat, Jakarta

Kwartono Adi, 2007, Analisis Usaha Kecil dan Menengah, Andi, Yogyakarta Martin Perry, Mengembangkan usaha kecil, 2000, Raja Grafindo, Jakarta

Mudrajad Kuncoro, 2000, Usaha kecil di Indonesia : profil, masalah dan strategi pemberdayaan, Jurnal usaha kecil Indonesia, Yogyakarta

Mulyadi Nitisusastro, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil, Alfabeta, Bandung, 2010

Sukidjo, 2004, Strategi pemberdayaan UKM, Jurnal ekonomi dan pendidikan volume 2, Yogyakarta

Tulus Tambunan, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia ‘isu-isu penting’, 2012, LP3ES, Jakarta

Tambunan, Tulus , 2000, Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia, PT Mutiara Sumber Widya, Jakarta

Undang-Undang UKM : UU RI No.20 Thn 2008 Tentang Usaha Mikro,Kecil, dan Menengah

www.depkop.go.id www.bi.go.id www.bps.go.id

Gambar

Tabel 2. Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2008-2012

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang digunakan adalah Research and Developmeny (R&D), mengacu padamodel pengembangan Borg & Gall (1983) yang diadaptasisesuai dengan

Sehingga dalam pelaksanaannya pegawai pengawas membuat suatu sistem skala prioritas untuk setiap perusahaan yang melapor kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa

Pardee (1969) mengusulkan super goal (sasaran super) sebagai atribut acuan dalam masalah pengambilan keputusan dengan tujuan jamak.. Super goal merupakan atribut yang

Perbedaan Web Library yang ditinjau dari perguruan tinggi dengan dimensi WebQual yaitu usability, service interaction adalah sangat jauh berbeda, karena nilai

Stimuli iklan capres 2014 di televisi Indonesia telah dilihat informan penelitian dari anggota De Photograph Surabaya di beberapa stasiun yang berbeda seperti di RCTI, Trans TV,

31 Dengan perkataan lain, strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha- usaha pemasaran perusahaan dari

Cikal bakal Sistem Jaminan Sosial (SJS) atau di Jerman dikenal sebagai Kesejahteraan Sosial (social welfare) dan jaminan sosial (social security) yang dimulai