Pengaruh Kombinasi Bambu terhadap Kualitas Oriented Strand Board
(Effect of bamboo combination on the quality of Oriented Strand Board)
Adiaman RI Purba, Apri H Iswanto*, Irawati Azhar Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara Jl. Tridarma Ujung No. 1 Kampus USU Medan 20155
*Penulis korespondensi: [email protected]
Abstract
Bamboo is a potential alternative material for wood based OSB. Evaluation of physical and mechanical properties of OSB from combined bamboo betung and bamboo tali was emphasized in the present research. Betung and tali bamboo were converted into strands with the length x width x thickness size of 7 cm x 2.5cm x 0.1cm, respectively. Strand were oven dried up to 7% of moisture content. Upon drying, strands wereblended with 5% isocyanat resin. After mat forming, furnish was pressed by hot press machine at 160 oC temperature for 5 minute and 30 kgcm-2 pressure. The prepared OSB was conditioned for 7 days at room temperature. The results showed that bamboo combination increased the physical and mechanical properties of board. T/TB/T was the best combination in this experiment. OSB properties improved when betung bamboo was applied on the surface. Overall, the properties of board satisfied the requirement of JIS A 5908 (2003) standard.
Key word: betung bamboo, tali bamboo, isocyanate, OSB
Abstrak
Bambu merupakan salah satu bahan alternatif untuk produk papan komposit salah satunya
Oriented strand Board (OSB). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis OSB yang terbuat dari kombinasi bambu. Bambu betung dan bambu tali dikonversi menjadi strand dengan ukuran 7 cm (panjang), 2,5 cm (lebar), dan masing-masing 0,1 cm (tebal). Strand dikeringkan dalam oven hingga kadar airnya mencapai 7%. Selanjutnya strand
kering oven dicampur dengan perekat isosianat dengan kadar 5%. Setelah pembentukan lembaran, kemudian dilakukan proses kempa dengan suhu 160 oC selama 5 menit dan tekanan 30 kg cm-2. Proses selanjutnya adalah pengkondisian selama 7 hari pada suhu kamar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi bambu menyebabkan peningkatan sifat fisis dan mekanis papan. Dalam penelitian ini papan terbaik adalah papan dengan tipe T/TB/T. Penggunaan bambu betung sebagai lapisan permukaan menunjukkan peningkatan nilai sifat fisis dan mekanis papan. Keseluruhan sifat-sifat papan telah memenuhi standar JIS A 5908 (2003).
Kata kunci: bambu betung, bambu tali, isosianat, OSB
Pendahuluan
Pembangunan industri kehutanan di Indonesia saat ini menghadapi beberapa masalah yang kompleks yaitu terbatasnya suplai kayu solid sebagai bahan baku bagi industri pengolahan kayu. Berdasarkan data Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2015), target pasokan kayu antara tahun 2007-2014 adalah sebanyak 630 juta m3. Namun, sektor kehutanan hanya mampu memenuhi setengah dari kebutuhan tersebut yakni sebanyak 308 juta m3 (49%). Oleh karena itu perlu dicari bahan subtitusi menggantikan
kayu bulat sebagai bahan baku. Dalam perkembangannya terdapat beberapa solusi alternatif penggunaan bahan baku bukan kayu sebagai material dalam industri perkayuan seperti bambu, rotan dan bahan berlignoselulosa lainnya untuk bahan baku komposit, salah satunya adalah Oriented Strand Board
(Prahasto dan Nurfatriani 2001).
Oriented Strand Board (OSB)
merupakan panel yang terbuat dari
strand kayu, direkat dengan perekat tipe
eksterior dan dikempa panas (Stuctural
Board Association 2005). Bahan
berlignoselulosa selain kayu yang berpotensi dipergunakan dalam pembuatan OSB adalah bambu.
Menurut Widjaya (2012) dalam
Sulastiningsih et al. (2013), bambu di Indonesia terdiri atas 160 jenis; 38 jenis di antaranya merupakan jenis introduksi dan 122 jenis merupakan tanaman asli. Menurut data BPDASPS (2014) luas hutan tanaman bambu di Indonesia pada tahun 2014 adalah sebesar 2 084 ha.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bambu sangat berpotensi dijadikan sebagai bahan baku OSB dengan kualitas yang cukup baik. Menurut hasil penelitian Ginting (2009), OSB yang berbahan baku bambu menunjukkan sifat fisis dan mekanis yang memenuhi standar JIS A 5908-2003 kecuali nilai MOE untuk OSB bambu betung sehingga diperlukan pengujian lanjutan OSB bambu dengan jenis yang berbeda. Sedangkan menurut Adrin et al. (2013), OSB dari bambu dipengaruhi oleh perlakuan dan kombinasi perekat yang digunakan. Berdasarkan uraian tersebut akan dicoba pengoptimalan pemanfaatan bambu dalam rangka meningkatkan kualitas OSB yang dihasilkan.
Berdasarkan uraian tersebut akan dicoba pengoptimalan pemanfaatan bambu dalam rangka meningkatkan kualitas OSB yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kombinasi jenis bambu berdasarkan terhadap kualitas OSB yang dihasilkan.
Bahan dan Metode Bahan
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bambu tali (berat jenis 0,40) bambu betung (berat jenis 0,53) yang diperoleh dari daerah Sunggal, Medan. Perekat isosianat dengan kadar 5% diperoleh dari PT. Polichemi Oshika, Kebayoran Lama, Jakarta.
Pembuatan papan
Persiapan bahan baku
Bambu dibuat menjadi strand
berukuran panjang 7 cm lebar 2,5 cm dan tebal 0,1 cm kemudian dikeringkan mencapai kadar air hingga 7 %. Data
pengukuran dimensi strand bambu
disajikan pada Tabel 1 dan contoh
strand bambu betung dan bambu tali
dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 1 Data pengukuran strand bambu
Ukuran Strand Bambu tali Bambu betung
Rerata panjang (cm) 7,33 ± 0,11 7,19 ± 0,09 Max 7,24 7,24 Min 6,81 6,8 Rerata lebar (cm) 2,52 ± 0,16 2,36 ± 0,11 Max 2,8 2,58 Min 2,17 2,17 Rerata tebal (cm) 1,07 ± 0,01 0,13 ± 0,01 Max 0,13 0,20 Min 0,07 0,12
Rerata slenderness ratio 65,61 ± 3,04 39,94 ± 3,06
Max 78,53 54,66
Min 57,69 33,46
Rerata aspect ratio 2,80 ± 0,19 2,97 ± 0,14
Max 3,28 3,53
Gambar 1 Contoh strand bambu betung (a) dan bambu tali (b)
Pencampuran
Strand bambu dicampur dengan perekat
isosianat diaplikasikan dengan cara
disemprot menggunakan sprayer gun
sesuai kebutuhan setiap papan. Papan partikel dibuat dengan target kerapatandan tebal masing-masing 0,70 g cm-3 dan 1 cm, ukuran papan 25 cm (panjang) ⨯ 25 cm (lebar) dengan kadar perekat yang digunakan adalah 5% berdasarkan berat kering strand. Data kebutuhan bahan baku dapat dilihat pada Tabel 2.
Pembentukan lembaran
Strand bambu yang telah dicampur
dengan perekat isosianat dimasukkan ke dalam alat pencetak lembaran. Pembentukan lembaran dilakukan dengan menggunakan cetakan berukuran (25⨯25) cm2.
Pengempaan panas
Setelah lembaran terbentuk, lembaran diletakkan pada mesin kempa panas (hot
press) dan dikempa dengan suhu 160 oC
dan tekanan 30 g cm-3 selama 5 menit. Pengkondisian
Papan yang baru dibentuk dengan mesin kempa panas dikondisikan pada suhu ruang.Pengkondisian ini dilakukan dengan cara penumpukan dengan menggunakan sticker selama 7 hari pada suhu ruang yang bertujuan untuk menyeragamkan kadar air lembaran papan dan untuk mengurangi tegangan pada papan akibat pengempaan.Simulasi model lapisan dalam pembuatan papan sebagai berikut:
Pemotongan contoh uji
Pengujian sifat fisis dan mekanis papan OSB bambu dengan berbagai jenis kombinasi ini dilakukan berdasarkan standar JIS A 5908 (2003). Dimensi contoh uji yaitu (5⨯20) cm2 untuk uji MOE dan MOR, (10⨯10) cm2 untuk kerapatan dan kadar air, (5⨯5) cm2 untuk internal bond (IB), serta (5⨯5)
cm2 untuk pengembangan tebal (PT)
dan daya serap air (DSA). Gambar 2 menunjukkan pola pemotongan untuk sampel uji sifat fisis dan mekanis papan. Tabel 2 Data kebutuhan bahan baku untuk setiap tipe papan
Kebutuhan bahan baku Tipe Papan B/B/B T/T/T B/T/B T/B/T B/TB/B T/TBT Perekat (g) 27,3 27,3 27,3 27,3 27,3 27,3 Bambu betung (g) 486,2 - 243,1 243,1 364,6 121,5 Bambu tali (g) - 486,2 243,1 243,1 121,5 364,6
Keterangan:
B : Betung
T : Tali
a, b, bc,d, e : Notasi uji lanjut Duncan Multiple
Range Test
Gambar 2 Papan pola contoh uji papan partikel
Analisis data
Penelitian ini menggunakan analisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan OSB ini terdiri dari 6 kombinasi (B/B/B, B/T/B, B/TB/B, T/T/T, T/B/T, T/TB/T) dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan maka dilanjutkan dengan pengujian dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan (DMRT). Kemudian setelah data hasil pengujian untuk setiap respon yang diuji dianalisis, lalu dibandingkan dengan persyaratan JIS A 5908 (JAS 2003) dengan maksud untuk mengetahui apakah sifat-sifat papan yang dibuat memenuhi standar atau tidak.
Hasil dan Pembahasan Sifat fisis
Kerapatan
Data kerapatan yang diperoleh dari penelitian ini disajikan pada Gambar 3. Kerapatan OSB tertinggi terdapat pada OSB dengan tipe T/TB/T yakni sebesar 0,70 g cm-3 sementara kerapatan yang paling rendah terdapat pada OSB tipe T/B/T yakni sebesar 0,52 g cm-3. Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa kerapatan OSB yang dihasilkan dari
homogen strand bambu betung lebih
tinggi dari bambu tali, hal ini disebabkan BJ bambu betung lebih tinggi dari bambu
tali dimana BJ bambu betung 0,53 sedangkan bambu tali 0,40 (Krisdianto et al. 2007). Namun nilai kerapatan akhir OSB belum mencapai sasaran yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh usaha pembebasan tekanan (spring back) dimana ketebalan papan setelah pongkondisian lebih besar dari ketebalan target yakni 1 cm, sehingga kerapatan papan yang dihasilkan tidak sesuai dengan kerapatan yang ditargetkan.
Gambar 3 Kerapatan OSB bambu betung dan tali.
Dalam penelitian ini spring back
tertinggi terdapat pada papan dengan tipe T/T/T dan yang paling rendah papan dengan tipe T/TB/T, sedangkan spring back untuk keseluruhan papan rata rata sebesar 23,33%. Menurut Kelly (1997) kerapatan akhir OSB dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis bahan baku, besarnya tekanan kempa, kadar perekat dan bahan tambahan lainnya. Variabilitas berat jenis (BJ) strand juga merupakan faktor penyebab perbedaan kerapatan (Bowyer et al. 2003), dengan BJ bambu tali adalah 0,40 dan BJ bambu betung 0,53 (Krisdianto et al. 2007). 0,61 c 0,58 b 0,60 bc 0,52 a 0,66 d 0,70 e 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 B/B/B T/T/T B/T/B T/B/T B/TB/B T/TB/T K er ap at an ( g cm -3) Tipe papan
Keterangan: B : Betung T : Tali
Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa banyak terjadi celah antar strand hal ini diduga karena pada pembentukan lapisannya terjadi overlapping antar
strand sehingga menyebabkan celah
pada struktur lapisan yang menyebabkan kerapatan dihasilkan semakin rendah. Selain itu celah ini terjadi kemungkinan karena strand bambu yang yang relatif cukup tebal. Pada OSB dengan tipe T/TB/T menunjukkan rapatnya susunan
strand sehingga menjadikan nilai
kerapatannya tinggi, sedangkan pada OSB dengan tipe T/B/T menunjukkan renggangnya susunan strand sehingga menyebabkan nilai kerapatan yang sangat rendah.
Gambar 4 OSB dengan tipe T/TB/T (a), dan OSB dengan tipe T/B/T (b).
Hasil sidik ragam kerapatan OSB disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, hasil sidik ragam menunjukkan jenis bambu pada struktur lapisan berpengaruh nyata terhadap parameter kerapatan pada selang kepercayaan 95%. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa OSB tipe B/B/B berbeda nyata dengan OSB tipe lainnya kecuali dengan OSB tipe B/T/B, sedangkan OSB tipe T/T/T berbeda nyata dengan OSB tipe lainnya kecuali dengan OSB tipe B/T/B. OSB tipe T/B/T, B/TB/B dan T/TB/T berbeda nyata dengan seluruh tipe OSB lainnya. Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa secara keseluruhan kerapatan OSB telah memenuhi standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan nilai kerapatan papan 0,4-0,9 (JSA 2003).
Kadar air
Nilai rata-rata kadar air OSB yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 2,90-3,44%. Nilai kadar air tertinggi terdapat pada OSB tipe B/B/B sementara yang paling rendah yaitu terdapat pada OSB tipe T/TB/T (Gambar 5).
Gambar 5 Kadar air OSB.
Berdasarkan kecenderungan data pada Gambar 5 menunjukkan nilai KA OSB yang dihasilkan berada di bawah standar. Hal ini diduga karena pada saat pengkondisian papan disimpan dalam plastik tertutup sehingga kemungkinan besar papan tidak menyerap udara. Kemudian penggunaan perekat eksterior dalam hal ini perekat isosianat juga menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan KA di bawah standar. Perekat isosianat memiliki kelebihan antara lain suhu kempa lebih rendah, waktu pengempaan singkat, toleran terhadap partikel dengan KA yang tinggi, stabilitas dimensi yang tinggi, dan tidak mengandung formaldehida (Marra 1992). OSB dengan tipe B/B/B lebih tinggi dibandingkan dengan OSB tipe T/T/T hal ini disebabkan secara sifat fisis KA dan BJ bambu betung lebih tinggi daripada bambu tali, menurut Fatriasari dan
3,44 3,40 3,22 3,30 3,34 2,90 0 2 4 6 8 10 12 14 B/B/B T/T/T B/T/B T/B/T B/TB/B T/TB/T Tipe papan K ad ar a ir (% ) a b
Keterangan:
B : Betung
T : Tali
a, b, bc,d, e : Notasi uji lanjut Duncan Multiple Range
Hermiati (2008) bahwa bambu betung memiliki serat yang lebih panjang dari bambu tali. Selain itu bahan baku bambu betung memiliki BJ yang lebih tinggi dari bambu tali. Bowyer et al. (2003) menyatakan bahwa bahan baku yang memiliki BJ yang tinggi memiliki kandungan air terikat yang lebih tinggi karena memiliki dinding sel yang tebal. Kadar air papan partikel pada umumnya lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar air bahan bakunya. Menurut
Massijaya (1997), kondisi tersebut
disebabkan oleh proses pengempaan panas pada saat pembuatan papan. Bagian tengah papan partikel (core) tidak bebas menyerap air karena adanya ikatan rekat.
Hasil sidik ragam pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan kombinasi jenis bambu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter kadar air. Secara keseluruhan OSB yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak memenuhi standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan nilai KA papan 5-13% (JSA 2003).
Pengembangan tebal (PT)
Nilai rata-rata PT yang diperoleh dari penelitian ini disajikan pada Gambar 6. Nilai rata-rata PT berkisar antara 10,33-20,40%, dimana nilai tertinggi terdapat
Gambar 6 Pengembangan tebal OSB
pada OSB tipe T/T/T sementara data terendah terdapat pada OSB papan T/B/T. Pada Gambar 6, dapat dilihat bahwa nilai pengembangan tebal dengan bahan baku bambu betung lebih tinggi dibandingkan dengan bambu tali selama perendaman 24 jam. Nilai PT bambu betung yang tinggi disebabkan karena tebal strand
bambu yang digunakan tidak seragam (bervariasi), sebagaimana disajikan pada Tabel 1, yang menunjukkan bahwa standar deviasi yang cukup tinggi pada bambu betung yang mengindikasikan keseragaman bambu betung rendah namun sebaliknya kondisi tersebut tidak terjadi pada bambu tali. Kecenderungan data pada Gambar 6 menunjukkan bahwa
penggunaan bambu tali sebagai
campuran dalam pembuatan OSB menyebabkan penurunan PT papan. Menurut Koch (1985) nilai PT berhubungan dengan kualitas strand, dimana strand yang memiliki ketebalan dan lebar yang sama akan menghasilkan nilai pengembangan tebal yang paling kecil dengan tidak adanya celah kecil antar strand. Menurut Maloney (1993) bentuk dan dimensi OSB berpengaruh terhadap stabilitas dimensi OSB.
Berdasarkan Tabel 3, hasil sidik ragam menunjukkan jenis bambu pada struktur lapisan berpengaruh nyata terhadap perameter pengembangan tebal pada selang kepercayaan 95%. Dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa OSB tipe B/T/B berpengaruh nyata dengan OSB tipe lainnya kecuali T/T/T, B/B/B dan B/TB/B. Sedangkan OSB tipe T/B/T berpengaruh nyata terhadap seluruh tipe OSB kecuali dengan OSB tipe B/TB/B dan OSB tipe T/TB/T.
Dari keseluruhan nilai PT menunjukkan bahwa OSB yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan nilai pengembangan tebal 20,40 c 17,41 c 16,66 bc 10,78 a 13,08 ab 10,33 a 0 5 10 15 20 B/B/B T/T/T B/T/B T/B/T B/TB/B T/TB/T P enge m b a n ga n T eb al (%) Tipe papan
Keterangan:
B : Betung
T : Tali
a, b, bc,d, e : Notasi uji lanjut Duncan Multiple
Range Test
Keterangan:
B : Betung
T : Tali
a, b, bc,d, e : Notasi uji lanjut Duncan Multiple Range Test OSB maksimal sebesar 25% (JSA
2003).
Daya serap air (DSA)
Nilai daya serap air OSB yang dihasilkan pada penelitian disajikan pada Gambar 7. Nilai DSA berkisar antara 22,18% hingga 27,30%, dimana DSA tertinggi terdapat pada OSB tipe T/T/T dan terendah pada OSB tipe T/TB/T.
Gambar 7 Daya serap air OSB.
Daya serap air adalah kemampuan papan menyerap air selama direndam dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan Gambar 7, DSA OSB tergolong rendah yakni tidak lebih dari 30% hal ini dikarenakan penggunaan perekat isosianat merupakan perekat tipe eksterior. Berdasarkan Gambar 7, nilai DSA papan dengan campuran bambu betung dan bambu tali mengakibatkan penurunan nilai DSA. Berdasarkan penelitian Nurhaida et al. (2008) berat jenis bahan baku yang lebih rendah akan memiliki daya serap air yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan baku dengan berat jenis yang lebih tinggi. Dalam penelitian ini bambu betung memiliki berat jenis yang lebih tinggi yakni sebesar 0,53 sedangkan bambu tali memiliki berat jenis yang lebih rendah yakni sebesar 0,40 (Krisdianto et al. 2007).
Berdasarkan Tabel 3, hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis bambu pada struktur lapisan berpengaruh nyata terhadap parameter DSA pada selang kepercayaan 95%. Hasil uji lanjut Duncan yang dilakukan dapat dilihat bahwa OSB tipe T/TB/T berbeda nyata dengan semua tipe OSB, sedangkan OSB tipe B/TB/B berbeda nyata dengan semua tipe OSB kecuali dengan OSB tipe B/T/B. OSB tipe B/B/B tidak berpengaruh nyata terhadap OSB tipe
T/T/T, B/T/B dan T/B/T. Secara
keseluruhan DSA papan tergolong
rendah. JIS A 5908 (2003) tidak mensyaratkan standar untuk DSA.
Tabel 3 Hasil sidik ragam sifat fisis OSB
Parameter F-Hitung Probalitas Ket.
Kerapatan 69,25 0,00 *
Kadar air 1,52 0,25 TN
Pengembangan tebal 9,60 0,00 *
Daya serap air (DSA) 58,96 0,00 *
Keterangan: * = Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan
95 %, TN = Tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%
Sifat mekanis
Modulus of rupture (MOR)
Nilai rata-rata MOR OSB yang dihasilkan berkisar antara 253,18 - 460,06 kg cm-2. Nilai MOR tertinggi terdapat pada OSB dengan tipe B/TB/B, sementara yang terendah terdapat pada OSB dengan tipe T/B/T. Nilai MOR disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Nilai MOR OSB 26,19 cd 27,30 d 25,40 bc 25,61 bcd 24,23 b 22,18 a 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 B/B/B T/T/T B/T/B T/B/T B/TB/B T/TB/T D S A ( % ) Tipe papan 0 100 200 300 400 500 B/B/B T/T/T B/T/B T/B/T B/TB/B T/TB/T M odu lu s of R apt u re kg cm -2 271,39 a 269,09 a 363,68 b 253,18 a 460,06 c 352,95 b
Keterangan:
B : Betung
T : Tali
Modulus of rupture (MOR) merupakan
kemampuan papan untuk menahan beban hingga mengalami patahan. Berdasarkan Gambar 8, OSB dari bambu betung memiliki nilai MOR lebih tinggi dari bambu tali. Kemudian kombinasi bambu tali dengan bambu betung menyebabkan peningkatan nilai MOR yang dihasilkan hal ini disebabakan karna adanya pengaruh faktor berat jenis bahan baku yang digunakan pada OSB dengan campuran bambu betung dengan bambu tali terlihat bahwa penggunaan bambu betung pada bagian surface memiliki nilai MOR lebih baik dibandingkan dengan bambu betung sebagai core pada struktur lapisan. Hal ini disebabkan bambu betung memiliki berat jenis yang lebih tinggi dari bambu tali sehingga pada saat digunakan sebagai lapisan
surface akan meningkatkan nilai MOR
yang dihasilkan. Menurut koch (1985) faktor yang mempengaruhi nilai MOR adalah BJ kayu, geometri partikel, kadar perekat, kadar air, dan prosedur kempa. Sementara Walker (1993) menyatakan bahwa, faktor yang mempengaruhi kekuatan panel yaitu berat jenis dan kadar air, semakin tinggi berat jenis kayu maka kekuatan kayu juga akan meningkat.
Berdasarkan Tabel 4, hasil sidik ragam menunjukkan jenis bambu pada struktur lapisan berpengaruh nyata terhadap perameter MOR pada selang kepercayaan 95%. Dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa OSB tipe B/TB/B berbeda nyata dengan seluruh tipe OSB. Sedangkan OSB tipe T/TB/T berpengaruh nyata terhadap seluruh tipe OSB kecuali dengan OSB tipe B/T/B. OSB tipe B/B/B tidak berbeda nyata dengan OSB tipe T/T/T dan OSB T/B/T namun berbeda nyata dengan OSB tipe lainnya.
Dari keseluruhan nilai MOR menunjukkan bahwa OSB yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan nilai MOR OSB minimal sebesar 244 kgf/cm2 (JSA 2003). Hasil sidik ragam untuk parameter MOR disajikan pada Tabel 4.
Modulus of elasticity (MOE)
Modulus of elasticity (MOE) merupakan
sifat mekanis OSB yang menunjukkan ketahan terhadap beban yang diberikan sebelum papan tersebut patah. Nilai rata-rata MOE yang disajikan pada Gambar 9,
yaitu berkisar antara 42088,15 -
69639,36 kgcm-2. Nilai elastisitas
tertinggi terdapat pada OSB dengan tipe B/TB/B, sementara yang paling rendah yaitu pada OSB dengan tipe T/B/T.
Gambar 9 Nilai MOE OSB.
Sebagaimana nilai MOR, kecenderungan nilai MOE hampir sama mengalami peningkatan. Secara keseluruhan nilai MOE papan berada diatas standar yang dipersyaratkan. Hal ini disebakan oleh sifat dasar bambu memiliki karakteristik sifat keteguhan lentur yang bagus
menurut Mohmod et al. (1990) yang
menyatakan keteguhan lentur bambu sebesar 2600 – 8000 N mm-2.
Menurut Norvydas dan Darius (2006) bahwa MOE berhubungan dengan jenis,
44521,67 43776,06 46882,19 42088,15 69639,36 57702,37 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 B/B/B T/T/T B/T/B T/B/T B/TB/B T/TB/T M o d u lu s O f E la st is it y k g c m -2 Tipe papan
struktur dan ketebalan dari bahan lapisan. Tercapainya nilai MOE juga dipengaruhi karena perekat yang digunakan adalah perekat isosianat. Perekat isosianat memiliki keunggulan yang lebih baik dibandingkan dengan perekat lainnya karena memiliki reaktivitas yang tinggi, kekuatan ikatan dan daya tahan yang tinggi sehingga dapat menghasilkan produk dengan sifat fisis dan mekanis yang baik (Adrin et al. 2013). Menurut Ibrahim dan Febrianto (2013) perekat isosianat juga membentuk ikatan kimia, dimana ikatan kimia ini lebih kuat dan lebih stabil dibandingkan dengan ikatan mekanis, sehingga dapat menghasilkan sifat mekanis yang lebih baik.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi terhadap nilai MOE OSB tidak berpengaruh nyata. Namun dapat dilihat pada grafik bahwa nilai MOE tertinggi tedapat pada OSB dengan tipe B/TB/B.
Dari keseluruhan nilai MOE menunjukkan bahwa OSB yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan nilai MOE OSB minimal sebesar 40000 kg
cm-2 (JSA 2003). Hasil sidik ragam
untuk parameter MOE disajikan pada Tabel 4.
Internal bond (IB)
Internal bond merupakan kekuatan tarik
tegak lurus antar permukaan lapisan OSB. Nilai rata-rata IB dari OSB yang dihasilkan berkisar dari 3,35-5,62 kg cm
-2
(Gambar 10). Nilai IB tertinggi terdapat pada OSB tipe B/T/B, sementara yang paling kecil terdapat pada OSB tipe T/B/T.
Pada Gambar 10, dapat dilihat bahwa nilai IB OSB yang dihasilkan memenuhi standar JIS A 5908 (2003) yaitu di atas
3,05 kg cm-2. Terpenuhinya standar
keteguhan rekat antar lapisan OSB karena menggunakan perekat isosianat. Dimana isosianat merupakan perekat yang memiliki daya rekat yang lebih baik dibandingkan dengan perekat papan lainnya. Perekat isosianat memiliki stabilitas dimensi yang lebih tinggi, toleran dengan partikel berkadar air
tinggi, dan tidak mengandung
formaldehida (Marra 1992). Berdasarkan penelitian Nuryawan et al. (2008) bahwa OSB yang menggunakan perekat isosianat memiliki sifat fisis dan mekanis yang tinggi, serta kekuatan ikatan dan daya tahan yang tinggi sehingga dapat menghasilkan produk OSB dengan sifat fisis dan mekanis yang lebih baik
Gambar 10 Internal bond OSB.
Berdasarkan Tabel 4, hasil sidik ragam menunjukkan jenis bambu pada struktur lapisan berpengaruh nyata terhadap perameter IB pada selang kepercayaan 95%. Dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa OSB tipe B/T/B berpengaruh nyata dengan OSB tipe lainnya kecuali T/T/T. Sedangkan OSB tipe T/B/T berpengaruh nyata terhadap seluruh tipe OSB kecuali dengan OSB tipe B/TB/B, B/B/B, dan T/TB/T. Sedangkan OSB tipe B/B/B tidak berbeda nyata dengan OSB tipe T/T/T, B/TB/B, dan OSB tipe T/TB/T.
Dari keseluruhan nilai IB menunjukkan bahwa OSB yang dihasilkan telah
4,02 ab 4,76 bc 5,62 c 3,35 a 4,48 ab 3,72 ab 0 1 2 3 4 5 6 7 B/B/B T/T/T B/T/B T/B/T B/TB/B T/TB/T Int er na l bond ( kgf c m -2) Tipe papan
memenuhi standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan nilai internal bond
OSB maksimal sebesar 3,05 kgf cm-2 (JSA 2003). Untuk hasil sidik ragam untuk parameter IB disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil sidik ragam sifat mekanis OSB
Parameter F-Hitung Probalitas Keterangan MOR 24,24 0,00 *
MOE 3,03 0,05 TN
IB 5,62 0,00 *
Keterangan: * = Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%, TN = Tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%
Kesimpulan
Kombinasi bambu betung dengan bambu tali pada pembuatan OSB menghasilkan perbaikan sifat fisis dan mekanis papan dibanding dengan OSB yang terbuat dari satu jenis bambu. Penggunaan bambu betung sebagai
surface layer menghasilkan sifat
mekanis OSB yang lebih baik dibandingkan dengan tipe lainnya. Hasil scoring terhadap parameter sifat fisis dan mekanis menunjukkan bahwa OSB tipe T/TB/T merupakan papan yang terbaik diantara tipe lainnya
Daftar Pustaka
Adrin F, Febrianto F, Sadiyo S. 2013. Sifat-sifat Oriented Strand Board dari
strand bambu dengan perlakuan steam
pada berbagai kombinasi perekat J
Ilmu Teknol Kayu Tropis
11(2):109-119.
Bowyer JL, Shmulsky R, dan. Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood
Science An Introduction 4th
Edition. Iowa : Iowa State Press A
Blackwell Publ.
Fatriasari W, dan Hermiati E. 2008. Analisis morfologi serat dan sifat
fisis-kimia pada enam jenis bambu sebagai bahan baku pulp dan kertas. J Ilmu Teknol Hasil Hutan 1(2):62-67.
Ginting S. 2009. Oriented strand board
dari tiga jenis bambu. Medan : USU [skripsi].
Ibrahim AM, Febrianto F. 2013.
Properties of Oriented Strand Board
(OSB) made from mixing bamboo.
ARPN J Sci Technol 3(9):937-962.
[JSA] Japanese Standar Association. 2003. Japanese Industrial Standards
JIS A 5908. Tokyo : Japanese Standar Association Particleboard.
Kelly MW. 1977. Critical Literature
Review of Relationship Between Processing Parameter and Physical
Properties of Particleboard. General
Technical Report FPL-10.
Wisconsin : Department of
Agriculture Forest.
Krisdianto A, Ismanto, Sumarni G. 2006.
Sari Hasil Penelitian Bambu. Jakarta:
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
Koch P. 1985. Utilazation of Hardwoods Growinng on Sothtern Pine Sites. United States Departemen of
Agriculture. USA : Forest Service.
Agriculture Handbook.
Maloney TM. 1993. Modern
Particleboard and Dry Process
Fiberboard Manufacturing. San
Francisco: Miller Freman Inc.
Marra AA. 1992. Technology of Wood
Bonding: Principle in Practise. New
York: Van Nostrand Reinhold.
Mohmod AL, Arrifin WTW, Ahmad F. 1990. Anatomical features and
mechanical properties of three
Malasyan bamboo. J Teknol Hasil
Massijaya MY. 1997. Development of boards made from waste newspaper
[dissertation]. Tokyo : Tokyo
University.
Norvydas V, Darius M. 2006. Strength and stiffness properties of furniture panels covered with different coatings.
Materials Sci 12(4):328-332.
Nurhaida, Nugroho N, Hermawan D. 2008. Karakteristik oriented strand
board berdasarkan penyusunan arah
strand. J Ilmu Teknol Hasil Hutan
1(2):87-92.
Nuryawan A, Massijaya YM, Hadi YS. 2008. Sifat fisis dan mekanis
Oriented Strand Board dari Akasia,
Eukaliptus dan Gmelina berdiameter kecil: pengeruh jenis kayu dan
macam aplikasi perekat. J Ilmu
Teknolologi Hasil Hutan 1(2):60-66.
Prahasto H, Nurfatriani F. 2001. Analisis kebijakan penyediaan kayu dalam negeri. J Sosial Ekonomi 2:111-138.
Priyono SKS. 2001. Komitmen Berbagai Pihak dalam Menanggulangi Illegal
Logging. Konggres Kehutanan
Indonesia III. Jakarta.
[SBA] Structural Board Assoaciation. 2005. Oriented Strand Board in Wood
Frame Construction. USA : Structural
Board Association.
Sulastiningsih MI, Ruhendi S, Massijaya YM, Darmawan W, Santoso A. 2013.
Respon bambu andong
(Giganthochloa pseudoarundinaceae)
terhadap perekat isosianat. J Ilmu
Teknol. Kayu Tropis 11(2):140-152.
Walker JCF. 1993. Primary Wood
Pcocessing Principles and Practice.
London: Chapman and Hall.
Riwayat naskah:
Naskah masuk (received): 22 Agustus 2015 Naskah diterima (accepted): 12 Oktober 2015