• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sri Hidayati dan Syahmani Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lambung Mangkurat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sri Hidayati dan Syahmani Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lambung Mangkurat"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN KETERAMPILAN METAKOGNISI DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN MODEL SELF REGULATED LEARNING (SRL) PADA MATERI HIDROLISIS GARAM

Sri Hidayati dan Syahmani

Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lambung Mangkurat email: hidayatisri449@yahoo.com

Abstrak. Telah dilakukan penelitian tentang keterampilan metakognisi menggunakan model Self Regulated Learning (SRL) pada materi hidrolisis garam di kelas XI MS 7 SMA Negeri 2 Banjarmasin tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui aktivitas guru; (2) meningkatkan aktivitas siswa; (3) meningkatkan keterampilan metakognisi siswa; (4) meningkatkan hasil belajar aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa; dan (5) mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan model Self Regulated Learning (SRL). Penelitian menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua siklus dengan total enam kali pertemuan. Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI MS 7 SMA Negeri 2 Banjarmasin dengan jumlah 33 orang. Instrumen penelitian berupa instrumen tes keterampilan metakognisi dan hasil belajar siswa, dan instrumen non tes berupa lembar observasi dan angket. Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif dan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) aktivitas guru meningkat dari rata-rata nilai keseluruhan sebesar 44,5 pada siklus I menjadi 55 pada siklus II; (2) aktivitas siswa meningkat dari rata-rata nilai keseluruhan sebesar 34,5 pada siklus I menjadi 47,5 pada siklus II; (3) keterampilan metakognisi siswa meningkat dari rata-rat nilai keseluruhan sebesar 48,62 pada siklus I menjadi 81,81 pada siklus II; (4) kognitif siswa meningkat dari 54,54% pada siklus I menjadi 90,90% pada siklus II, afektif siswa meningkat dari rata-rata nilai keseluruhan sebesar 8,6 pada siklus I menjadi 12,85 pada siklus II dan psikomotorik siswa meningkat dari rata-rata nilai keseluruhan sebesar 68,25 pada siklus I menjadi 85,83 pada siklus II; dan (5) respon siswa menunjukkan kategori sangat baik.

Kata kunci : Keterampilan metakognisi, self regulated learning, hidrolisis garam

Abstract. Has done research on Metacognition skills using the model of the Self Regulated Learning (SRL) in material hydrolysis of salt in class XI MS 7 SMA Negeri 2 Banjarmasin academic year 2015/2016. This research aims to (1) find out the teacher's activity; (2) increasing the activity of students; (3) enhance the skills of the student's Metacognition; (4) improve cognitive aspects of learning results, affective and psychomotor students; and (5) know the response of students towards learning using Self Regulated Learning model (SRL). The research of using class action research design (PTK) is done in two cycles with a total of six times. Each cycle consists of the stages of planning, implementation, observation, and reflection. The subject is a student of Class XI MS 7 SMA Negeri 2 Banjarmasin with total number of 33 people. Research instrument in the form of instruments Metacognition skills tests and the results of student learning, and instrument in non test in the form of sheets of observation and question form. Data were analyzed with descriptive quantitative analysis techniques and qualitative analysis. The results showed that (1) the activity of the teachers increased from an average overall rating of 44.5 on cycle I became 55 on cycle II; (2) the activities of students increased from an average overall rating of 34.5 on cycle I became 47.5 cycle II; (3) the student's Metacognition skills increased from the average overall rating of rat 48.62 on cycle I became 81.81 on cycle II; (4) the cognitive students increased from 54.54% in cycle I became 90.90% in cycle II, affective students increased from an average overall rating of 8.6 on cycle I became 12.85 cycle II and psychomotor students increased from an average overall rating of 68.25 on cycle I became 85.83 on cycle II; and (5) student response shows excellent categories.

Keywords: Metacognition Skills, Self Regulated Learning, Hydrolysis of Salts PENDAHULUAN

Tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Depdiknas, 2003). Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional pemerintah telah menyelenggarakan perbaikan-perbaikan mutu pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang. Namun fakta di lapangan belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Berdasarkan hasil diskusi dengan guru kimia kelas XI MS 7 SMA Negeri 2 Banjarmasin, dalam kegiatan belajar mengajar selama ini, model pengajaran yang diberikan guru masih menggunakan model konvensional, di mana arus informasi lebih bersifat satu arah atau kegiatan pembelajaran hanya berpusat pada guru. Model

(2)

pembelajaran konvensional yang diterapkan oleh guru ini belum cukup efektif dalam upaya meningkatkan kedalaman pengetahuan siswa. Di mana, siswa hanya menerima penjelasan dari guru tanpa berusaha menemukan sendiri suatu konsep kimia yang sedang dipelajarinya, hal ini membuat siswa tidak dapat terlibat secara langsung dalam proses belajar mengajar. Model konvensional yang diajarkan oleh guru membentuk karakter guru sebagai pemilik ilmu atau otoritas pengetahuan, sehingga guru dianggap sebagai orang yang memberi ilmu atau pengetahuan, sedangkan siswa menjadi objek pasif, hanya sebagai penerima ilmu.

Penggunaan model pembelajaran konvensional yang diterapkan guru menyebabkan pendidikan dan penguasaan materi yang diajarkan oleh guru kurang maksimal dan siswa juga kurang memiliki keterampilan metakognisi. Hal ini dikarenakan ilmu yang diberikan sudah bersifat baku dan biasanya dituangkan dalam buku teks. Pengajaran seperti ini hanya seputar mendengarkan, mencatat dan menghapal teks. Oleh karenanya, siswa tidak memiliki kebebasaan untuk menuangkan pikirannya dalam pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran konvensional yang diterapkan guru dapat menimbulkan kebosanan serta kurang mendapat tanggapan positif dari siswa mengenai pembelajaran yang mereka lakukan, seperti siswa pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung tidak menanggapi pertanyaan dari guru maupun dari siswa lainnya mereka cenderung asyik mengobrol dengan teman sebangku. Siswa tidak termotivasi untuk belajar dan cenderung tidak mau bertanya pada guru meskipun siswa belum begitu mengerti dengan materi yang diajarkan karena siswa tidak merasa tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan produk dari lingkungan eksperiental seseorang, terkait dengan bagaimana ia merespon lingkungan tersebut. Hal ini sangat berkaitan dengan pengajaran, di mana seseorang akan belajar dari apa yang diajarkan padanya.

Kegiatan siswa saat pembelajaran berlangsung cenderung menunggu penjelasan guru, mencatat dan menghapal apa yang dikatakan oleh guru. Keaktifan siswa dalam kegiatan bertanya, mengemukakan pendapat, menanggapi pertanyaan dari guru dan mengemukakan konsep yang mereka miliki dengan kalimat sendiri dirasa masih kurang. Hal ini menyebabkan peserta didik kurang terlatih dalam memecahkan masalah dan menerapkan konsep–konsep yang dipelajari di sekolah, sehingga mengakibatkan kurangnya keterampilan metakognisi siswa serta berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik.

Pencapaian kompetensi siswa masih kurang optimal dan belum sesuai dengan yang diharapkan, hal ini terlihat dari nilai ulangan harian tahun pelajaran 2014/2015 yang menunjukkan bahwa nilai ketuntasan siswa pada materi pokok hidrolisis garam masih sangat rendah yaitu hanya 36,36% siswa yang nilainya mencapai ketuntasan atau mendapat nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75 dengan demikian penguasaan materi hidrolisis garam di sekolah ini masih kurang baik. Rendahnya hasil belajar kimia tersebut menunjukkan rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep kimia. Hal ini karena pembelajaran didominasi dengan metode ceramah yang berpusat pada guru.

Seorang pendidik berperan penting dalam memilih model pembelajaran agar dapat memfasilitasi siswa dalam meningkatkan hasil belajar dan keterampilan metakognisi. Keterampilan metakognisi merupakan keterampilan mental yang mendorong siswa untuk berpikir dan mengontrol mengenai benar atau tidaknya langkah-langkah yang sudah mereka lakukan dalam memecahkan masalah, sehingga memungkinkan siswa untuk memahami proses mereka berpikir dan konsep yang mereka pelajari. Oleh karena itu, keterampilan metakognisi memiliki peranan penting dalam kesuksesan belajar, mengingat keterampilan metakognisi memungkinkan siswa mampu mengelola kecakapan kognitif dan mampu melihat kelemahannya sehingga dapat dilakukan perbaikan pada tindakan-tindakan berikutnya. Siswa yang menggunakan keterampilan metakognisi memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan siswa yang tidak menggunakan keterampilan metakognisinya. Hal ini karena keterampilan metakognisi memungkinkan siswa untuk melakukan perencanaan, mengikuti perkembangan, dan memantau proses belajarnya sehingga belajar dan berpikir yang dilakukan siswa menjadi lebih baik dan efesien.

Selain itu, dalam proses belajar mengajar hendaknya siswa dituntut untuk memiliki kemandirian dalam belajar. Kemandirian tersebut dapat ditunjukkan siswa dengan cara mengorganisasikan seluruh pembelajaran yang akan dilakukan. Siswa yang dapat mengatur proses pembelajaran mereka akan cenderung lebih berhasil dalam meningkatkan prestasi akademis mereka. Dengan adanya kemampuan mengorganisir keterampilan metakognisi, dan mampu memotivasi diri serta memanfaatkan lingkungan belajar siswa akan cenderung lebih berhasil dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada student centered learning ini adalah model pembelajaran regulasi diri (Self Regulated Learning). Self Regulated Learning (SRL) adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses belajar mereka sendiri.

Self Regulated Learning menjadikan siswa sadar diri akan relasi fungsional antara pola pikir dan tindakan mereka. SRL berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mengatur diri sendiri, sehingga membuat siswa menjadi terlibat secara aktif pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hal tersebut membuat pengetahuan

(3)

yang diperoleh menjadi lebih bermakna dan mempermudah siswa dalam memahaminya. Sehingga dengan demikian hasil belajar siswa dapat meningkat. Selain berpusat pada siswa, pada model SRL guru bertindak sebagai fasilitator bukan sebagai agen ilmu. Siswa belajar mengaitkan pengetahuan sebelumnya kedalam materi yang sedang dipelajari, mengkomunikasikan sendiri pemahamannya, tidak hanya sekedar menghafal. Guru sebagai fasilitator membantu siswa pada permulaan dan pada saat-saat diperlukan saja apabila siswa mengalami kesulitan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Meningkatkan Keterampilan Metakognisi dan Hasil Belajar Siswa melalui Penggunaan Model Self Regulated Learning (SRL) pada Materi Hidrolisis Garam Kelas XI MS 7 SMA Negeri 2 Banjarmasin Tahun Ajaran 2015/2016.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang dilakukan dalam 2 siklus dimana setiap siklus terdiri dari empat tahapan kegiatan, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, (4) refleksi (Suharsimi dkk, 2012). Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dilaksanakan dalam dua siklus. Hal ini dimaksudkan untuk melihat peningkatan hasil belajar dan keterampilan metakognisi siswa pada setiap siklus setelah diberikan tindakan. Siklus 1 dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, dan siklus 2 dilaksanakan 2 kali pertemuan, sehingga untuk dua siklus memerlukan waktu 6 kali tatap muka dengan dua kali tes evaluasi tiap akhir siklusnya.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2016 dan penelitian dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 dengan menyesuaikan jadwal mata pelajaran kimia. Penelitian ini bertempat di SMA Negeri 2 Banjarmasin yang beralamat di jalan Mulawarnan No.21 Banjarmasin dengan subjek penelitian adalah siswa kelas XI MS 7 yang berjumlah 33 orang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan dengan tingkat kemampuan dan daya serap siswa/siswi bervariasi. Objek dalam penelitian ini adalah aktivitas guru dan siswa, keterampilan metakognisi, dan hasil belajar siswa serta respon siswa terhadap tindakan yang dilkukan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik tes dan non tes (observasi). Instrumen tes keterampilan metakognisi siswa diukur menggunakan instrumen soal berbentuk masalah dan berstruktur esai dengan indikator yang dipertimbangkan meliputi keterampilan perencanaan, keterampilan pemantauan dan keterampilan evaluasi, sedangkan instrumen tes hasil belajar kognitif berupa soal objektif dengan 5 alternatif jawaban. Lembar observasi berisi tentang aktivitas guru, aktivitas siswa dan afektif siswa serta kuesioner keterampilan metakognisi dan respon siswa Instrumen tes terlebih dahulu di validasi. Kelima validator menyatakan instrumen yang akan digunakan telah valid.

HASIL PENELITIAN Hasil Penelitian

Hasil pelaksanaan dan pengamatan penelitian pada siklus I dan siklus II berupa aktivitas guru, aktivitas siswa, afektif siswa, psikomotor siswa, keterampilan metakognisi siswa, hasil belajar siswa, kuesioner keterampilan metakognisi siswa, serta respon siswa dapat dilihat berdasarkan gambar-gambar di bawah ini:

Gambar 1 Data aktivitas guru siklus I dan II

43 46 51 59 0 10 20 30 40 50 60 70 Siklus I Siklus II Rat a-rata Pertemuan 1 Pertemuan 2

(4)

Gambar 2 Data aktivitas siswa siklus I dan II

Gambar 3 Data hasil afektif siswa siklus I dan II

Gambar 4 Data hasil psikomotor siswa siklus I dan II 32 44 37 51 0 10 20 30 40 50 60 Siklus I Siklus II R at a-rat a Pertemuan 1 Pertemuan 2 8,15 12 9,03 13,7 0 5 10 15 Siklus I Siklus II R ata -r ata Pertemuan 1 Pertemuan 2 68,25 85,83 0 20 40 60 80 100 Siklus I Siklus II

Skor Rata-rata Psikomotor Siswa

(5)

Gambar 5 Data hasil keterampilan metakognisi siswa siklus I dan II

Gambar 6 Data ketuntasan klasikal hasil belajar kognitif siswa siklus I dan II

Gambar 7 Data hasil kuesioner keterampilan metakognisi siswa 48,65 83,33 38,64 81,06 58,48 81,06 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Perencanaan (Siklus I) Perencanaan (Siklus II) Pemantauan (Siklus I) Pemantauan (Siklus II) Evaluasi (Siklus I) Evaluasi (Siklus II) R ata -r ata Keterampilan Metakognisi 54,54% 90,90% 0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00% Siklus I Siklus II Pe rse n tase

Hasil Belajar Kognitif Siswa

0 10 20 30 40 50 60 Sangat Kurang Baik

Kurang Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik

R ata -r ata Keterampilan Metakognisi 18,18 42,42 6,06 33,33 0

(6)

Gambar 8 Data hasil respon siswa Pembahasan

Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang berpusat pada perbaikan aktivitas guru dengan peningkatan hasil belajar siswa sebagai akibatnya. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya aktivitas guru yang telah mencapai kategori sangat baik pada siklus II. Hasilnya dapat dilihat pada hasil belajar siswa pada akhir siklus II juga mengalami peningkatan yang cukup besar dan telah mencapai taraf ketuntasan. Perbaikan aktivitas guru tentu juga akan berpengaruh kepada keprofesionalan guru tersebut dalam mengajar.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan menggunakan model SRL dalam upaya meningkatkan keterampilan metakognisi dan hasil belajar siswa pada materi hidrolisis garam. Model tersebut dapat meningkatkan keterampilan metakognisi dan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan keterampilan metakognisi dan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Selain itu, juga terjadi peningkatan aktivitas guru, aktivitas siswa dan afektif serta psikomotor siswa dalam setiap pertemuan berdasarkan penilaian hasil observasi yang dilakukan oleh 3 orang observer. Selain itu kinerja guru yang semakin meningkat juga menghasilkan respon yang sangat baik dari siswa terhadap proses pembelajaran. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari dua kali pertemuan.

Semua komponen aktivitas guru pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I. Secara umum guru sudah mampu menerapkan model Self Regulated Learning, hal ini dikarenakan guru melakukan tindakan perbaikan pada setiap aspek aktivitas guru di setiap pertemuannya berdasarkan hasil observasi dan saran dari para observer. Guru melakukan perbaikan dalam hal perencanaan pembelajaran, penggunaan waktu secara efisien, menjalin komunikasi yang baik antara guru dengan siswa serta menyiapkan siswa untuk belajar seperti pada tahap membimbing siswa dalam mengorganisir perencanaannya. Kondisi seperti ini sejalan dengan yang dikemukakan Yuniastuti (2013) yang menyatakan bahwa kesiapan merupakan prasyarat untuk belajar berikutnya karena siswa cenderung merasa kesulitan dalam menggabungkan pemahaman yang dimilikinya sebelumnya.

Peningkatan rata-rata nilai aktivitas guru yang terlihat dari siklus I ke siklus II ini dikarenakan guru berhasil menumbuhkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model SRL. Menumbuhkan minat merupakan salah satu peranan guru sebagai motivator siswa dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Keterlaksanaan aktivitas siswa tidak terlepas dari pengaruh aktivitas guru. Aktivitas siswa akan meningkat apabila aktivitas guru dilaksanakan dengan efektif dan efesien. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya saling memberikan pengaruh terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Meningkatnya aktivitas siswa seiring dengan meningkatnya aktivitas guru. Suasana dalam pembelajaran Self Regulated Learning menuntut siswa mandiri dan aktif selama pembelajaran berlangsung serta tidak hanya mendengarkan dan mencatat saja. Hal ini sesuai dengan pendapat belajar aktif menurut Zaini, dkk., (2008) dapat mengajak peserta didik untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental tetapi juga melibatkan fisik. Siswa pun terlatih untuk bertanya dan berusaha menjawab pertanyaan melalui proses diskusi.

Peningkatan persentase aktivitas siswa yang terlihat dari siklus I ke siklus II ini dikarenakan siswa sudah termotivasi dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model SRL. Pada saat siswa termotivasi, maka siswa akan menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dimana dalam tahapan model SRL ini siswa menjadi bersikap aktif dalam mengorganisir perencanaan, mengamati dan memahami permasalahan, memutuskan tindakan penyelesaian serta mengevalusi hasil diskusi.

Peningkatan aktivitas guru dan aktivitas siswa seiring dengan peningkatan hasil belajar afektif siswa. Aspek afektif siswa yang dinilai dalam penelitian ini adalah perilaku berkarakter yang meliputi rasa ingin tahu dan

0 10 20 30 40 50 60 Sangat Kurang Baik

Kurang Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik

R ata -r ata Respon Siswa 3,03 51,51 36,36 9,09 0

(7)

tanggungjawab, serta keterampilan sosial yaitu kerjasama. Peningkatan hasil belajar afektf siswa dikarenakan adanya perbaikan dalam mengajar yang mengacu pada aktivitas guru dan siswa serta saran-saran dari observer sehingga aspek afektif siswa yang berupa sikap akan mengalami perubahan yang lebih baik dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini sejalan dengan penelitian Surawan (2015) yang menunjukkan bahwa melalui penerapan model SRL menyebabkan siswa termotivasi secara individu maupun kelompok, dan mampu membuat siswa lebih bersemangatdalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif, psikomotor dan afektif.

Psikomotor siswa berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Sudjana (2013) berpendapat bahwa sebenarnya hasil belajar psikomotor merupakan tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam kecendrungan-kecendrungan untuk berperilaku.

Hasil psikomotor ini menunjukkan bahwa siswa sudah mampu mengembangkan keterampilan psikomotornya meskipun sebenarnya siswa bisa saja mencapai skor keterampilan maksimal. Keterampilan psikomotor dapat terbentuk dengan maksimal apabila keterampilan tersebut dilatih terus menerus. Hal ini sejalan dengan penelitian Surawan (2015) yang menunjukkan bahwa melalui penerapan model SRL menyebabkan siswa termotivasi secara individu maupun kelompok, dan mampu membuat siswa lebih bersemangat dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif, psikomotor dan afektif.

Keberhasilan keterampilan metakognisi tidak hanya dapat dilihat berdasarkan hasil tes tertulis, namun dapat juga dilihat berdasarkan hasil pengisian kuesioner keterampilan metakognisi. Berdasarkan perbandingan diagram data hasil keterampilan metakognisi siswa siklus I dan II menunjukkan persentase keberhasilan keterampilan metakognisi siswa pada siklus II sudah mencapai standar ketuntasan. Hasil ini disebabkan siswa sudah mampu mengembangkan keterampilan metakognisi siswa setelah proses pembelajaran. Keterampilan metakognisi dapat terbentuk dengan kebiasaan yang dilakukan dan dilatih terus menerus. Dimana peran guru dalam memberikan pengarahan kepada siswa dan penerapan model pembelajaran sangat besar bagi peningkatan keterampilan metakognisi. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Budiningsih (2012) bahwa strategi mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi siswa secara optimal mampu mengubah tingkah laku siswa secara lebih efektif dan efisien sehingga mencapai hasil belajar dalam kegiatan belajar mengajar akan meningkatkan pemahaman dan penguatan ingatan serta perubahan sikap sehingga hasil belajar lebih tahan lama.

. Hasil tes tertulis pada siklus I dan siklus II menunjukkan bahwa indikator keterampilan metakognisi yang berhasil dicapai oleh siswa dengan persentase tertinggi, sedang, dan terendah berturut-turut adalah keterampilan evaluasi, perencanaan, dan pemantauan. Hal tersebut berbeda dengan hasil kuesioner keterampilan metakognisi, dimana indikator keterampilan yang berhasil dicapai oleh siswa dengan persentase tertinggi, sedang, dan terendah berturut-turut adalah keterampilan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi.

Perbedaan besarnya urutan pencapaian indikator keterampilan metakognisi siswa disebabkan saat pengisisan kuesioner siswa kurang mampu menilai dirinya sendiri. Siswa mengalami kesulitan dalam melakukan self-assesment atas apa yang telah mereka lakukan dalam memecahkan permasalahan yang terdapat pada soal sehingga dalam pengisian kuesioner yang digunakan sebagai instrumen penilaian diri menunjukkan bahwa siswa memiliki self-assessment yang baik terhadap penggunaan keterampilan metakognisi dalam memecahkan permasalahan. Hal tersebut mengakibatkan pencapaian indikaor keterampilan metakognisi berdasarkan hasil kuesioner tidak sejalan dengan hasil tes tertulis. Hal ini sesuai dengan pendapat Metcalfe (1988) bahwa orang biasanya memilih pilihan yang mereka pikir lebih masuk akal dan merupakan pilihan yang optimal dalam self-assesment, sehingga terjadi kegagalan untuk mengenali bahwa seseorang tersebut memiliki keterampilan atau kemampuan yang lemah dan akan menghasilkan pendapat bahwa seseorang tersebut memiliki keterampilan atau kemampuan yang baik.

Berdasarkan hasil penelitian meningkatnya aktivitas guru, aktivitas siswa, hasil belajar afektif dan psikomotor siswa serta keterampilan metakognisi siswa berdampak pada meningkatnya hasil belajar kognitif siswa. Hal ini dapat dilihat pada data ketuntasan klasikal hasil belajar kognitif siswa siklus I dan siklus II, dapat diketahui bahwa ketuntasan klasikal hasil belajar siswa meningkat sebesar 36,36%.

Adanya keterkaitan antara keterampilan metakognisi dengan hasil belajar kognitif tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Anggo (2011) bahwa metakognisi berperan penting terutama dalam meningkatkan kemampuan belajar dan memecahkan masalah. Terdapat keterkaitan yang sangat erat antara hasil belajar dengan keterampilan metakognitif, dan keduanya merupakan satu rangkaian tidak terpisahkan. Siswa dengan keterampilan metakognisi tinggi mampu memecahkan permasalahan-permasalahan yang diberikan oleh guru dengan baik, sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan. Hal ini berdampak pada hasil belajar siswa yakni siswa dengan keterampilan metakognisi tinggi akan memiliki prestasi kognitif yang lebih baik daripada siswa dengan keterampilan metakognisi rendah. Hal ini didukung oleh pendapat Iskandar (2014) menyatakan

(8)

bahwa pendekatan keterampilan metakognisi bila diterapkan dalam pembelajaran ternyata memberikan dampak positif, terutama di dalam hasil belajar. Hal ini disebabkan karena keterampilan metakognitif merupakan cara bagi siswa untuk menata kembali cara berpikirnya, yaitu dengan meninjau kembali tujuan, bagaimana cara mencapai tujuan, bagaimana mengatasi kendala, dan mengevaluasi.

Respon positif yang diberikan siswa menandakan siswa dapat menerima model SRL sebagai sebuah model pembelajaran yang menyenangkan. Hal ini didukung oleh pendapat Hidayat dan Budiman, yang menyatakan bahwa dengan pembelajaran SRL siswa menjadi termotivasi untuk melakukan kegiatan pembelajaran sehingga siswa dapat fokus dan senang dalam proses pembelajaran.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian terhadap siswa kelas XI MS 7 SMA Negeri 2 Banjarmasin Tahun ajaran 2015/2016, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Self Regulated Learning (SRL) dapat meningkatkan keterampilan metakognisi siswa pada setiap indikator. Peningkatan pemahaman hasil belajar kognitif siswa dari ketuntasan klasikal sebesar 54,54% menjadi 90,90% serta siswa memberikan respon yang positif dengan kategori baik terhadap pembelajaran.

SARAN

Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian pada pokok bahasan hidrolisis garam dengan model pembelajaran, strategi, dan instrumen keterampilan metakognisi yang lebih mudah dipahami siswa dalam pengambilan data keterampilan metakognisi siswa. Perlu diberikan pembiasaan dan latihan yang lebih lagi bagi siswa dalam proses penyelesaian masalah yang merangsang keterampilan metakognisi siswa yaitu memfasilitasi siswa dengan berbagai bahan dan sumber belajar yang menarik dan bermanfaat serta memberikan kebebassan untuk mengelola belajarnya sesuai dengan minat, karakteristik dan tujuannya.

Ucapan terima kasih

Terima kasih kepada bapak Drs. Syahmani, M.Si dan Ibu Dr. Hj. Atiek Winarti, M.Pd., M.Sc yang telah memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi di program studi Pendidikan Kimia, PMIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin serta kepada SMA Negeri 2 Banjarmasin atas kesempatan yang telah diberikan untuk melakukan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Anggo, M. 2011. Pelibatan Metakognisi dalam Pemecahan Masalah Matematika. Edumatica. Vol. 1, Nomor 01 April 2011, 1-8.

Budiningsih, A. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Jakarta.

Depdiknas. 2003. UU Depdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas, Jakarta. Iskandar, S. M. 2014. Pendekatan Keterampilan Metakognitif dalam Pembelajaran Sains di Kelas. UNM Journal of

Chemical Education. 2:2.

Metcalfe, J. 1998. Cognitive Optimism: Self Deception or Memory-Based Processing Heuristics?. Personality and Social Psychology Review, Lawrence Erlbaum Associate, Inc. Vol. 2, No. 2. 100-110.

Surawan, Kt., Nurhayata, I Gd., Sutaya, I Wy. 2015. Penerapan Model Self Regulated Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Pekerjaan Dasar Elektronimekanik pada Siswa Kelas X TIPTL 3 SMK Negeri 3 Singaraja. Jurnal PTE Universitas Pendidikan Ganesha 7 (1)

Yuniastuti, E. 2013. Peningkatan Keterampilan Proses, Motivasi, dan Hasil Belajar Biologi dengan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Siswa Kelas VII SMP Kartika V-1 Balikpapan. Jurnal Pascasarjana Universitas Mulawarman Vol. 14 No.1. (Online)( http://jurnal.upi.edu/file/Euis_Yuniastuti.pdf), Diakses 18 Juni 2016. Zaini, H., Munthe, B., & Aryani, S. A. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Insan Madani, Yogyakarta.

Gambar

Gambar 1 Data aktivitas guru siklus I dan II
Gambar 2 Data aktivitas siswa siklus I dan II
Gambar 6 Data ketuntasan klasikal hasil belajar kognitif siswa siklus I dan II
Gambar 8 Data hasil respon siswa  Pembahasan

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan Model flipped classroom upaya guru meningkatkan aktifitas belajar siswa untuk perolehan, hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa dan kemampuan

Strategi yang dapat dilakukan guna membantu upaya peningkatan kinerja sistem e-learning dalam perspektif user orientation adalah dengan memberikan pelatihan kepada

Dari Gambar 4 tersebut akan diperoleh harga intersep grafik yang menentukan nilai konstanta kesetimbangan adsorpsi (K), dimana harga intersep grafik adalah bernilai

Pada reaksi esterifikasi asam lemak bebas (FFA), konversi FFA semakin rendah dengan semakin lama waktu hidrotermal, yang disebabkan oleh pengurangan sifat keasaaman

Kaitannya dengan kemampuan menulis, Syafi’ie (1988) menyatakan bahwa untuk dapat menghasilkan tulisan yang baik, seorang penulis harus memiliki beberapa kemampuan, yaitu: (1)

 Mula-mula bunga ini keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama atau cabang reproduksi.. Tetapi bunga yang keluar dari kedua tempat tersebut biasanya tidak

Dari serangkaian kegiatan percobaan yang telah dilakukan mulai dari perubahan parameter proses pengelasan sampai dengan penggantian elektroda las, permasalahan utama kegagalan

Sedangkan pada spesies yang lainnya terletak di antara keduanya (Gambar 5b). Tunas merupakan bagian tumbuhan yang baru tumbuh kuncup dan terdiri dari batang yang