1
PENGANTAR
Persuteraan Indonesia dewasa ini sedang mengalami kemerosotan produksi, sehingga impor benang sutera mentah Indonesia meningkat tajam. Padahal potensi lahan dan sumberdaya manusia
Indonesia sangat tinggi untuk dapat mengembangkan budidaya ulat sutera. Di sisi lain, polusi udara yang menyebabkan hujan asam di dunia, termasuk di Indonesia, sulit dikendalikan. Hujan asam dikenal menimbulkan kerugian bagi tanaman produksi. Padahal jika ditinjau dari sisi sains-polusi, pada hujan
asam juga didapati unsur-unsur makro yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman (Legge & Krupa, 2002; Santi dkk., 2008).
Hasil pembahasan penelitian Wang dkk. (2006) menyebutkan simulasi hujan asam dapat merangsang
PENGARUH DAUN MURBEI YANG TERPAPAR HUJAN ASAM TERHADAP
BERAT KOKON SEGAR, PANJANG SERAT DAN DAYA GULUNG SERAT
Bombyx mori L. RAS C-301 DAN BS-09
Jekti Prihatin1, A. Duran Corebima2, Ariffin3, Abdul Gofur4
1
Prodi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Jember e-mail: [email protected]
2,4
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang
3
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
ABSTRACT
Aim of this research was to determine effect of mulberry plant exposed acid rain to: (1) fresh cocoon weight, (2) filament length, (3) cocoon reelability of Bombyx mori L. The research used Randomized Block Design, under factorial arrangement, having 6 treatments including a control with four repeats each. In this research, artificial rain were prepared using water demineralization which contained a variety of minerals that exist in polluted rain in Sidoarjo, East Java, and then added with sulfuric acid. Mulberry plant Morus multicaulis Perr. as many as 1,500 polybags, were watered using artificial acid rain pH of 6.2, 4.6 and control of well water (pH 7.0) 500 ml per 2 day for 5 weeks. The plants were sheltered to prevent rainfall from outside. C-301 and BS-09 silkworm races which is a double-cross F1 Chinese X Japanese races were used in this experiment. Eggs were obtained from sericulture germ plasm bank of PPUS Perhutani in Candiroto, Central of Java. Newly hatched silkworm as many as 720 individuals used in early research. Larvae feed mulberry leaves that had been treated with artificial rainwater with different level of pH. Fresh cocoon weight, filament length, and cocoon reelability were observed. Data were analyzed using Manova and followed by LSD 5%. The results showed that the treatments had significant effect (P <0.05) to the cocoon weight. While the cocoon weight and reelability were affected by the treatment interaction. BS-09 race has a larger cocoon weight (1.8505 ± 0.6174 g) than C-301 race (1.7173 ± 0.0414 g). BS-09 race has a better reelability (72.51%) than C-301 race (62.22%), in control. The treatments had not significantly effect to filament length. Filament length of C-301 and BS-09 were 793.11 ± 95.07 m and 801.62 ± 166.71 m, respectively. Acid rain treatment showed negative effect to cocoon weight, but it had generate better reelability, and better tendency in filament length.
2 aktivitas 3 enzim protektif pada tanaman terong, yaitu SOD (superoxide dismutase), PID (peroxidase) dan CAT (catalase). Enzim-enzim tersebut merupakan sistem utama untuk enzim penetral H2O2 (hidrogen
peroksidase) sebagai akibat kerusakan oksidatif pada tanaman (Munzuroglu dkk., 2005). Pertumbuhan acarina Tetranychus cinnabarinus dirangsang karena kandungan gula fosfat terlarut dan protein terlarut pada daun terong yang berubah, sehingga lebih disukai oleh tungau. Akan tetapi, air hujan yang terlalu asam (pH<3) menghambat pertumbuhan, baik terhadap tanaman inang maupun terhadap tungau itu sendiri (Wang dkk., 2006).
Penelitian ini ingin mencobakan perlakuan pH hujan asam terhadap serangga fitofagus, yaitu ulat sutera Bombyx mori L. Ulat sutera tersebut dikenal sebagai serangga yang menghasilkan kokon sebagai bahan baku pembuatan benang sutera alam yang bernilai tinggi.
Hujan asam terbukti merubah kandungan senyawa biokimia daun murbei. Perlakuan simulasi hujan asam pada pH 6,2 dengan lama pemaparan 4 minggu memperlihatkan hasil kandungan senyawa biokimia yang lebih tinggi, khususnya pada protein, gula total, dan vitamin C daun murbei Morus multicaulis Perr. Sedangkan pemaparan hujan asam pH 4,6 terbukti menurunkan kandungan senyawa tersebut (Prihatin, 2010). Adanya perubahan pada kandungan senyawa biokimia daun murbei, diduga hujan asam akan berpengaruh terhadap kualitas kokon dan serat sutera yang dihasilkan.
Kualitas kokon dan serat sutera juga dipengaruhi oleh ras ulat. Ras ulat sutera yang dikembangkan dewasa ini di Indonesia antara lain adalah ras C-301 dan BS-09. Keduanya merupakan hasil persilangan ulat sutera yang berasal dari F1 double cross China x Jepang. Hibrid C-301 sudah lama dibudidayakan dan sudah beradaptasi baik terhadap iklim di Indonesia. Panjang filamen yang dihasilkan tiap kokon berkisar 758,7 - 904,2 m dengan berat kokon antara 1,39–1,48
g (Pudjiono & Na’iem, 2007). Sedangkan ras BS-09 belum beradaptasi dengan baik terhadap iklim Indonesia dan perlu perawatan yang lebih teliti. Panjang filamen yang dihasilkan antara 1000–1200 m dengan berat kokon 1,9–2,3 g (Departemen Kehutanan, 2002).
Kajian pengaruh keasaman air hujan selama ini banyak dilakukan pada serangga hama, akan tetapi pengaruhnya terhadap serangga budidaya, khususnya ulat sutera belum ada. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tanaman murbei yang terpapar hujan asam terhadap: (1) berat kokon segar, (2) panjang serat, dan (3) daya gulung serat Bombyx mori L.,
BAHAN DAN CARA KERJA
Pembuatan Larutan Hujan Asam Buatan
Larutan stok hujan buatan dibuat dengan cara menambahkan air demineralisasi dengan 7,2538 mg/L (NH4)2SO4, 9,8040 mg/L Na2 SO4, 8,3009 mg/L
MgSO4, 13,4125 mg/L CaCl2, 4,9897 mg/L KNO3,
3,2459 mg/L NaNO3, 0,3525 mg/L NaF, dan 2,1493
mg/L MgCl2. Pada komposisi ionik hujan buatan tidak
ditambahkan H2SO4, namun pada hujan asam pH 4,6,
ditambahkan sejumlah H2SO4. Nilai pH semua larutan
di-check menggunakan pH meter digital.
Perlakuan Hujan Asam
Tanaman murbei berumur 4 MSP (minggu setelah pangkas) diperlakukan dengan penyiraman air hujan asam. Selama perlakuan, tanaman diletakkan dalam naungan plastik terbuka, supaya tidak terkena hujan dari alam. Penyiraman dilakukan dua hari sekali selama 5 minggu dengan volume masing-masing penyiraman sebanyak 500 ml tiap polybag. Dengan demikian, jumlah pemaparan hujan asam sebesar 18 kali penyiraman.
Pemeliharaan ulat sutera pada penelitian ini menggunakan pedoman yang disusun oleh Perum Perhutani Unit II Jawa Timur tahun 1997. Sebanyak 720 larva instar I yang baru menetas digunakan dalam
3 penelitian. Larva dipelihara pada keranjang plastik yang berisi masing-masing 30 larva untuk setiap ulangan. Seluruh kokon yang dihasilkan ditimbang untuk mendapatkan data berat kokon segar.
Pengukuran Serat
Kokon sebanyak 10 butir setiap ulangan ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam jaring dan diberi tanda. Selanjutnya kokon dioven pada suhu 70° C selama 3 jam. Masing-masing perlakuan memiliki ulangan 4 kali. Adapun proses pemintalan adalah sebagai berikut.
Kokon satu per satu direbus dalam air mendidih selama 4 menit sampai warnanya berubah menjadi agak bening atau sampai serisinnya larut. Kemudian dipindahkan ke mangkok plastik berisi air panas suhu ± 65°C. Selanjutnya satu kokon yang akan dipintal diaduk searah menggunakan lidi untuk menemukan ujung serat tunggalnya. Bila ujung serat sudah ketemu, serat diikatkan pada haspel dan siap dipintal.
Alat pintal yang digunakan juga berfungsi sebagai pengukur panjang serat. Sebelum digunakan, jarum pengukur panjang serat harus menunjukkan angka nol. Bila ujung serat sudah diikatkan pada haspel, selanjutnya haspel diputar dengan hati-hati. Bila dalam pemintalan serat putus maka putaran dihentikan dan serat harus segera diikatkan kembali pada haspel, kemudian haspel diputar kembali. Selama pemintalan, dicatat berapa serat putus waktu dipintal. Bila serat sudah habis atau tidak dapat dipintal lagi, panjang seratnya dihitung dengan jalan melihat skala yang tertera pada alat pengukur panjang serat.
Panjang serat. Panjang serat ditentukan oleh hasil pemintalan satu butir kokon dengan memakai alat pengukur panjang serat. Cara kerja alat pengukur panjang serat sebagai berikut.
Mula-mula 1 butir kokon yang telah direbus diambil dan diikatkan pada haspel, kunci dibuka dengan cara menekan pelepas kunci, kemudian haspel
diputar dengan cara memutar engkol. Bila haspel berhenti berputar (mengunci), pelepas kunci ditekan kembali. Itu menunjukkan haspel telah memintal serat sepanjang 225 m. Jika serat masih bisa dipintal maka pemintalan diteruskan.
Serat selesai dipintal jika kokon sudah berhenti keluar seratnya, meskipun masih ada pellade yang tertinggal, yang ditandai dengan kokon tidak lagi berputar pada mangkok. Bila serat sudah habis dan skala besar tidak berputar secara penuh maka untuk kelebihan putarannya dibaca pada skala kecil, yang merupakan skala terkecil satu putaran. Kemudian untuk mengetahui panjang serat seluruhnya adalah menjumlahkan angka hasil dari skala besar yang terletak di bagian atas dengan hasil dari skala kecil yang terletak di bagian bawah.
Daya Gulung (DG)
Daya gulung serat ditentukan oleh banyaknya serat putus waktu dipintal.
HASIL
Berat kokon segar merupakan parameter utama dalam menentukan kualitas kokon karena mudah diukur dan tanpa merusak kokon. Berikut ini adalah perbandingan besar kokon pada penelitian (Gambar 1).
Keterangan: R1 = Ras C-301; R2 = Ras BS-09 K = Kontrol air sumur
P1 = Hujan Buatan pH 6,2 P2 = Hujan Asam pH 4,6
4
Gambar 1. Perbandingan Besar Kokon
Gambar 1 menunjukkan bahwa besar kokon pada ras C-301 tidak terlihat berbeda besarnya. Akan tetapi pada ras BS-09, perlakuan penyiraman hujan buatan pH 6,2 dan hujan asam pH 4,6 menimbulkan penurunan besar kokon. Hal tersebut diperkuat oleh hasil pengukuran berat kokon seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rerata Berat Kokon
Perlakuan
Panjang Serat (m) Ras C-301 Air Sumur pH 7,0 1,7178 ± 0,0470ab
Hujan Buatan pH 6,2 1,7025 ± 0,0911a Hujan Asam pH 4,6 1,6658 ± 0,0544a Ras BS-09
Air Sumur pH 7,0 1,9814 ± 0,1053c Hujan Buatan pH 6,2 1,8400 ± 0,0411b Hujan Asam pH 4,6 1,7365 ± 0,0242a Keterangan: Rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada LSD taraf signifikansi 5% (P <0,05). Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata berat kokon antara Ras C-301 dan BS-09 berbeda nyata. Rerata berat kokon antar perlakuan pada ras C-301 tidak berbeda nyata. Sedangkan rerata berat kokon antar perlakuan pada ras BS-09 berbeda nyata.
Parameter kualitas serat dapat dilihat dari panjang serat dan daya gulung. Rerata panjang serat dan daya gulung dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Rerata Panjang Serat
Tabel 3. Rerata Daya Gulung
Perlakuan Daya Gulung (%)
Ras C-301 Air Sumur pH 7,0 43,41 ± 32,28a Hujan Buatan pH 6,2 62,13 ± 32,60ab Hujan Asam pH 4,6 81,11 ± 29,49b Ras BS-09 Air Sumur pH 7,0 79,34 ± 29,91b Hujan Buatan pH 6,2 69,03 ± 31,65b Hujan Asam pH 4,6 69,17 ± 34,09b Keterangan: Rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada LSD taraf signifikansi 5% (P <0,05). Panjang serat antar perlakuan menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Akan tetapi, jika dilihat dari kecenderungan reratanya, perlakuan penyiraman hujan asam pH 4,6 menghasilkan serat yang lebih panjang daripada penyiraman hujan buatan pH 6,2.
Daya gulung ras BS-09 secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan ras C-301. Daya gulung C-301 berbeda nyata, akan tetapi pada BS-09 tidak berbeda nyata. Interaksi pengaruh macam ras dan jenis penyiraman mempengaruhi daya gulung (P<0,05).
PEMBAHASAN
Kualitas kokon dan serat sutera ditentukan oleh sejumlah parameter. Pada penelitian ini hanya dibahas kualitas kokon berdasarkan berat kokon segar, dan kualitas serat sutera berdasarkan panjang filamen dan daya gulung.
Berat kokon segar pada dasarnya tergantung pada berat serat, berat pupa dan exuviae (kulit larva yang sudah mengelupas), serta banyaknya cairan sisa metabolisme ulat yang ada di dalam kokon. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa berat kokon tidak selalu berkorelasi positif dengan panjang serat. Faktor ketebalan serat yang berbeda juga berperan dalam menentukan panjang serat. Akan tetapi, SNI 13-6334-2000 tentang mutu kokon jenis Bombyx mori L. sebagai bahan baku benang sutera alam, menyatakan standar kualitas kokon adalah berdasarkan berat kokon, persentase kulit kokon, dan persentase kecacatan kokon (Departemen Kehutanan, 2002). Perlu diperhatikan, usia kokon saat diukur berpengaruh pula terhadap berat kokon, karena proses metamorfosa dari pupa menjadi ngengat.
Pada ras C-301 yang merupakan ras yang sudah teradaptasi dengan lingkungan Indonesia, tampak bahwa jenis penyiraman tanaman murbei tidak mempengaruhi berat kokon. Akan tetapi, berat kokon
Perlakuan Panjang Serat (m)
Ras C-301 Air Sumur pH 7,0 783,95 ± 157,18 Hujan Buatan pH 6,2 775,29 ± 144,42 Hujan Asam pH 4,6 820,10 ± 131,46 Ras BS-09 Air Sumur pH 7,0 847,19 ± 114,79 Hujan Buatan pH 6,2 765,43 ± 158,41 Hujan Asam pH 4,6 806,03 ± 173,35
5 ras BS-09 sangat dipengaruhi jenis penyiraman. Penyiraman hujan buatan dan hujan asam menunjukkan pengaruh negatif terhadap berat kokon. Penyiraman hujan asam pH 4,6 memperlihatkan berat kokon yang paling rendah. Penurunan berat kokon ini kemungkinan disebabkan menurunnya kandungan protein total pada daun. Pada penyiraman hujan asam pH 4,6 selama 4 minggu, kandungan protein daun murbei menurun dari 5,01% pada kontrol air sumur menjadi 4,3% pada pH 4,6 (Prihatin, 2001). Protein yang terdapat pada daun pakan merupakan komponen utama pembentuk jaringan dan organ pada ulat sutera murbei. Variasi kandungan protein pada daun pakan akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kokon ulat sutera (Veda dkk., 1997; Gosh dkk., 2003).
Perlakuan hujan buatan dan hujan asam tidak mempengaruhi panjang serat. Hal ini karena ketebalan serat barangkali berbeda antara ras C-301 dan ras BS-09. Menurut SK.369/MENHUT-VIII/2004, ulat sutera BS-09 memiliki ketebalan serat 3,0 sampai 3,3 denier. Lebih tebal dari serat sutera ras C-301 sebesar 2,4 denier.
Secara umum, daya gulung Ras BS-09 (72,5%) lebih baik dibandingkan dengan daya gulung Ras C-301 (62,2%). Daya gulung yang tinggi berarti serat memiliki kekuatan rentang yang tinggi. Pada ras C-301 pemaparan hujan asam mempertinggi kemampuan daya gulung. Hal ini diduga selain faktor nutrisi makanan, ada faktor non nutrisi, seperti zat allelokhemik yang ada pada daun murbei yang turut mempengaruhi, termasuk di dalamnya adalah zat penolak makan (deteren) dan zat penarik makan (fagostimulan). Kemikalia tersebut mempengaruhi tingkah laku serangga, baik terlibat langsung dalam pencernaan maupun sebagai efektor fungsi yang berbeda dari pencernaan (Hagen dkk., 1984).
Pada penelitian ini, pemaparan hujan asam menurunkan berat kokon, akan tetapi menaikkan daya gulung serat. Perlu penelitian lebih lanjut tentang
pengaruh hujan asam terhadap zat allelokhemik daun murbei.
KEPUSTAKAAN
Departemen Kehutanan, 2002. Mutu Kokon Segar Jenis Bombyx mori L.,
(Online),(http://www.dephut.go.id/Halaman/St andardisasi_&_Lingkungan_Kehutanan/SNI/ KokonSegar.htm, diakses 2 Mei 2009).
Gosh L, Alam MS, Ali MR, Shohael AM, Alam F and Islam R, 2003. Changes in Biochemical Parameters of Mulberry (Morus sp.) Leaves after Infected with Leaf Spot Disease. Online Journal Biological Sciences3 (5): 508-514.
Hagen KS, Dadd RH, and Reese J, 1984. The Food of Insect. In C.B Huffaker and R.L. Rabb (Eds). Ecological Entomology. New York: John Wiley and Sons.
Legge AH, and Krupa SV, 2002. Effects of Sulphur Dioxide. InAir Pollution and Plant Life. 2nd Ed. Bell JNB and Treshow M (Eds). New York: John Wiley and Sons.
Munzuroglu O, Obek E, Karatas F and Tatar SY, 2005. Effects of Simulated Acid Rain on Vitamins A, E, and C in Strawberry (Fragaria vesca). Pakistan Journal of Nutrition, 4 (6): 402-406. Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, 1997. Pedoman
Pelaksanaan Pemeliharaan Ulat Sutra.
Pudjiono S and Na’iem M, 2007. Pengaruh Pemberian Pakan Murbei Hibrid terhadap Produktivitas dan Kualitas Kokon. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. Vol. 1 No. 2.
Santi E, Saeni MS, Mattjik NA, June T and Hardjomidjojo, 2008. Impact and Model of Air Polution by Simulated Acid Rain on The Growth of Orchid Plants. Indonesian Journal of Agriculture, (Online), I (1): 34-43, (http://www. pustaka-deptan.go.id/publikasi/ja011086.pdf, diakses 10 Juli 2009).
Prihatin J, 2001. The Effects of Simulated Acid Rain on Total Protein, Total Sugar and Vitamin C of Mulberry Leaves. In press.
6 Wang JJ, Zhang JP, He L, and Zhao ZM, 2006.
Influence of Long-Term Exposure to Simulated Acid Rain on Development, Reproduction and Acaricide Susceptibility of the Carmine Spider Mite, Tetranychus cinnabarinus. Journal of Insect Science. Vol.6. Number 19.
Veda K, Nagai I, and Horikomi M, 1997. Silkworm Rearing. New Hampshire: Science Publisher Inc.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kepada Dirjen Dikti atas suport pendanaan penelitian ini dari Hibah Penelitian Disertasi Doktor Tahun 2010 Nomor: 495/SP2H/ PP/DP2M/VI/2010 tanggal 11 Juni 2010.