• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah suatu penyakit kulit inflamasi kronik dan relaps yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Psoriasis adalah suatu penyakit kulit inflamasi kronik dan relaps yang"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Psoriasis

Psoriasis adalah suatu penyakit kulit inflamasi kronik dan relaps yang mempunyai gambaran klinis bervariasi. Lesi khas psoriasis berupa plak tertutup skuama tebal berlapis yang berwarna putih keabu-abuan dan melekat erat pada bagian sentral, biasanya simetris dengan lokasi pada siku dan lututjuga pada kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genital. Psoriasis tidak hanya menyerang kulit saja tetapi juga dapat mengenai kuku dan sendi.

2.1.1 Epidemiologi

1-3

Psoriasis terjadi secara universal. Namun menurut laporan yang dipublikasikan prevalensinya pada populasi yang berbeda bervariasi dari 0,1 hingga 11,8 persen. Insidensi tertinggi di Eropa yaitu di Denmark 2,9 persen. Prevalensi berkisar antara 2,2 persen hingga 2,6 persen di Amerika Serikat dan sekitar 150.000 kasus yang baru terdiagnosis per tahunnya. Insidensi psoriasis rendah di Asia (0,4 persen).1,5,6

2.1.2 Etiologi dan patogenesis

Etiopatogenesis dari psoriasis bersifat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Penyakit ini berkaitan dengan faktor genetik, defek pada

(2)

sistem imun, lingkungan, dan dari beberapa penelitian dikatakan bahwa gangguan metabolisme asam urat juga berkaitan dengan penyakit ini.

Psoriasis awalnya dianggap sebagai suatu penyakit primer akibat gangguan keratinosit, tapi saat ini psoriasis dikenal sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun.Psoriasis melibatkan interaksi kompleks diantara berbagai sel pada sistem imun dan kulit, termasuk sel dendritik dermal, sel T, neutrofil dan keratinosit. Pada psoriasis ditemukan sel T CD8+ di epidermis, sementara makrofag, sel T CD4+ dan sel-sel dendritik dermal dapat ditemukan didermis superfisial. Sejumlah sitokin dan reseptor permukaan sel terlibat dalam jalur molekuler yang menyebabkan manifestasi klinis penyakit. Psoriasis dianggap sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun yang ditandai dengan adanya sel Th1 yang predominan pada lesi kulit dengan peningkatan kadar interferon-γ, TNF-α, IL-12 dan IL-18.

7

19

Baru-baru ini jalur Th17 telah dibuktikan memiliki peranan penting dalam mengatur proses inflamasi kronik. Sebagai pusat jalur ini terdapat sel T CD4+, yang pengaturannya didukung oleh IL-23 yang disekresikan oleh sel penyaji antigen (sel dendritik dermal).20 Sel Th17 CD4+ mensekresikan IL-17 dan IL-22 yang berperan pada peningkatan dan pengaturan proses inflamasi dan proliferasi epidermal.16-20

2.1.3 Gambaran klinis

Gambaran klinis psoriasis bervariasi dalam morfologi, distribusi, serta derajat keparahan.Lesi klasik psoriasis biasanya berupa plak berwarna kemerahan

(3)

yang berbatas tegas dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan lesi.Ukurannya bervariasi mulai dari papul yang berukuran kecil sampai dengan plak yang menutupi area tubuh yang luas.Lesi pada psoriasis umumnya terjadi secara simetris, walaupun dapat terjadi secara unilateral. Dibawah skuama akan tampak kulit berwarna kemerahan mengkilat dan tampak bintik-bintik perdarahan pada saat skuama diangkat. Hal ini disebut dengan tanda Auspitz. Psoriasis juga dapat timbul pada tempat terjadinya trauma, hal ini disebut dengan fenomena Koebner.

Ada beberapa tipe klinis psoriasis.Psoriasis vulgaris yang merupakan tipe psoriasis yang paling sering terjadi, berupa plak kemerahan berbentuk oval atau bulat, berbatas tegas, dengan skuama berwarna keputihan.Lesi biasanya terdistribusi secara simetris pada ekstensor ekstremitas, terutama di siku dan lutut, juga pada kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genital. Bentuk lainnya yaitu psoriasis inversa (fleksural), psoriasis gutata, psoriasis pustular, psoriasis linier dan psoriasis eritroderma.

1,2

1

2.1.4 Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis psoriasis berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis lesi kulit.Pada kasus-kasus tertentu, dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah dan biopsi histopatologi.1

(4)

Pemeriksaan penunjang yang paling umum dilakukan untuk mengkonfirmasi suatu psoriasis ialah biopsi kulit dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin. Pada umumnya akan tampak penebalan epidermis atau akantosis serta elongasi rete ridges. Terjadi diferensiasi keratinosit yang ditandai dengan hilangnya stratum granulosum.Stratum korneum juga mengalami penebalan dan terdapat retensi inti sel pada lapisan ini yang disebut dengan parakeratosis.Tampak neutrofil dan limfosit yang bermigrasi dari dermis.Sekumpulan neutrofil dapat membentuk mikroabses Munro. Pada dermis akan tampak tanda-tanda inflamasi seperti hipervaskular dan peningkatan ukuran (dilatasi) serta edema papila dermis. Infiltrat dermis terdiri dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel mast.

Selain biopsi kulit, abnormalitas laboratorium pada penderita psoriasis biasanya bersifat tidak spesifik dan mungkin tidak ditemukan pada semua pasien. Pada psoriasis vulgaris yang luas, psoriasis pustular generalisata, dan eritroderma tampak penurunan serum albumin yang merupakan indikator keseimbangan nitrogen negatif dengan inflamasi kronis dan hilangnya protein pada kulit.Peningkatan inflamasi sistemik seperti C-reactive protein, α-2 makroglobulin, dan erythrocyte sedimentation rate dapat terlihat pada kasus-kasus yang berat. Pada penderita dengan psoriasis yang luas dapat ditemukan peningkatan kadar asam urat serum. Selain daripada itu penderita psoriasis juga menunjukkan gangguan profil lipid (peningkatan high density lipoprotein, rasio kolesterol-trigliserida serta plasma apolipoprotein-A1).

21

(5)

Pada beberapa studi yang dilakukan akhir-akhir ini, tampak peningkatan kadar asam urat serum pada penderita psoriasis dibandingkan dengan kelompok kontrol.14-17

2.1.5 Diagnosis banding

Gambaran klinis psoriasis secara klasik umumnya mudah dibedakan dengan penyakit kulit lainnya.Namun lesi yang atipikal atau bentuk lesi selain plak yang klasik dapat menimbulkan tantangan bagi diagnosis psoriasis.

Psoriasis yang kronis seringkali mempunyai gambaran plak yang menyerupai dermatitis kronis dengan likenifikasi pada daerah ekstremitas. Tetapi biasanya pada dermatitis kronis lesinya tidak berbatas tegas serta skuama yang terdapat pada permukaan lesi tidak setebal pada psoriasis.

Pada psoriasis gutata, dapat di diagnosis banding dengan pityriasis rosea serta sifilis sekunder.Pityriasis rosea biasanya ditandai dengan makula eritematosa berbentuk oval dengan skuama tipis yang tersusun seperti pohon cemara pada daerah badan, lengan atas serta tungkai atas.Sebagian besar kasus diawali dengan lesi inisial yang disebut herald patch. Pada sifilis sekunder biasanya disertai dengan adanya keterlibatan telapak tangan dan kaki serta riwayat chancre oral atau genital yang tidak terasa nyeri.

1,22,23

(6)

Psoriasis yang timbul pada skalp biasanya sulit dibedakan dengan dermatitis seboroik. Pasien dengan skuama keputihan yang kering serta menebal seperti mika, walaupun terdapat pada predileksi seboroik, biasanya merupakan psoriasis skalp.

Psoriasis inversa/fleksural harus dibedakan dengan eritrasma dan infeksi jamur.Pada eritrasma, lesi berupa makula berbatas tegas berwarna merah kecoklatan yang biasanya terdapat pada daerah aksila dan genital. Infeksi jamur oleh kandida, lesi berupa makula eritematosa berbatas tegas dengan lesi satelit disekelilingnya.

23

Eritroderma perlu dibedakan dengan limfoma kutaneus sel T. Lesi pada limfoma kutaneus sel T biasanya berupa lesi diskoid eritematosa yang disertai skuama dengan distribusi yang tidak simetris.

23,24

22

2.1.6 Pengukuran derajat keparahan psoriasis

Pengukuran derajat keparahan psoriasis sering dianggap mudah, tetapi pada kenyataannya hal ini menimbulkan banyak kesulitan.Diperlukan pengukuran yang objektif yang terpercaya, valid dan konsisten.Untungnya lesi pada psoriasis biasanya cukup jelas secara klinis dan oleh sebab itu relatif mudah untuk melakukan kuantifikasi tetapi sayangnya kuantifikasi sederhana pada lesi bukan merupakan suatu penilaian yang lengkap pada derajat keparahan, oleh karena dampak lesi psoriasis berbeda pada penderita yang satu dengan lainnya. Konsensus oleh American Academy of Dermatology menyatakan bahwa setiap penentuan keparahan psoriasis membutuhkan perhatian khusus pada pengaruhnya terhadap kualitas hidup

(7)

penderita.26 Salah satu tehnik yang digunakan untuk mengukur derajat keparahan psoriasis yaitu dengan menggunakan Psoriasi Area and Severity Index (PASI).

PASI adalah cara pengukuran derajat keparahan yang paling sering digunakan. PASI merupakan suatu rumus kompleks yang diperkenalkan pertama kali dalam studi penggunaan retinoid pada tahun 1978.PASI menggabungkan elemen pada presentasi klinis yang tampak pada kulit; eritema, indurasi dan skuama. Setiap elemen tersebut dinilai secara terpisah menggunakan skala 0-4 untuk setiap bagian tubuh: kepala dan leher, batang tubuh, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Penilaian dari masing-masing tiga elemen kemudian dijumlahkan, selanjutnya hasil penjumlahan masing-masing area tubuh dikalikan dengan skor yang didapat dari skala 1-6 yang merepresentasikan luasnya area permukaan yang terlibat pada bagian tubuh tersebut. Skor ini kemudian dikalikan dengan faktor koreksi yang terdapat berdasarkan tiap area tubuh (0.1 untuk kepala dan leher, 0.2 untuk ekstremitas atas, 0.3 untuk batang tubuh, dan 0.4 untuk ekstremitas bawah). Akhirnya skor dari keempat area tubuh ditambahkan sehingga menghasilkan skor PASI. Kemungkinan nilai tertinggi PASI adalah 72 tetapi nilai ini secara umum dianggap hampir tidak mungkin untuk dicapai.

26,27

26

Oleh karena kompleksitas skor PASI tersebut, maka bukan merupakan suatu hal yang mengejutkan jika skor ini jarang digunakan pada praktek klinis. Skor PASI merupakan suatu sistem penilaian yang digunakan untuk tujuan penelitian.Pada uji klinis, persentase perubahan pada PASI dapat digunakan sebagai titik akhir penilaian terapi psoriasis.The United States

(8)

Food and DrugAdministration (FDA) menggunakan 75% perbaikan pada skor PASI sebagai penilaian respon terapi pada pasien psoriasis.

Berbagai kendala penerapan skor PASI diantaranya; kesulitan dalam menentukan skor serta kurangnya korelasi dengan hasil akhir yang dilaporkan oleh pasien sendiri. Pengukuran luas permukaan tubuh bersifat tidak konsisten diantara para peneliti, sehingga menyebabkan variabilitas intra-observer yang signifikan.Hal terpenting lainnya, skor PASI tidak secara jelas memperkirakan dampak dari penyakit terhadap pasien. Beberapa penelitian yang menilai korelasi antara PASI dengan kualitas hidup penderita telah menunjukkan konsistensi yang rendah.

25

26

Berbagai variasi dari PASI telah ditemukan untuk memperbaiki kelemahan ini serta untuk mengurangi waktu dan usaha yang diperlukan dalam melakukan penilaian. Salah satu variasi yang menarik adalah meminta pasien melakukan PASI modifikasi terhadap dirinya sendiri.Penilaian ini disebut Self Administered PASI (SAPASI). SAPASI memiliki korelasi yang baik dengan PASI serta responsif terhadap terapi. SAPASI khususnya memberikan manfaat pada studi epidemiologi berskala besar dimana penilaian oleh dokter terhadap semua pasien dianggap tidak praktis.26,27

2.1.7 Terapi

Pengobatan psoriasis dengan spektrum yang luas dapat dilakukan secara topikal ataupun sistemik. Kebanyakan dari obat-obatan ini mempunyai efek sebagai imunomodulator. Sebelum memilih regimen pengobatan, penting untuk menilai perluasan serta derajat keparahan psoriasis.1

(9)

Sebagian besar kasus psoriasis terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu gutata, eritrodermik/pustular, dan plak kronis yang merupakan bentuk yang paling sering ditemukan. Psoriasis gutata biasanya mengalami resolusi spontan dalam waktu 6 sampai 12 minggu. Kasus psoriasis gutata ringan seringkali tidak membutuhkan pengobatan, tetapi pada lesi yang meluas fototerapi dengan menggunakan sinar ultraviolet (UV) B dengan terapi topikal dikatakan memberikan manfaat.28 Psoriasis eritrodermik/pustular biasanya disertai dengan gejala sistemik, oleh karena itu diperlukan obat-obatan sistemik yang bekerja cepat. Obat yang paling sering digunakan pada psoriasis eritrodermik/pustular adalah asitretin. Pada beberapa kasus psoriasis pustular tertentu, penggunaan kortikosteroid sistemik mungkin diperlukan.

Pada kasus psoriasis dengan plak yang kronis, pengobatan diberikan berdasarkan perluasan penyakit.Pada psoriasis plak yang ringan (<10% luas permukaan tubuh), terapi topikal lini pertama dapat digunakan emolien, glukokortikoid atau analog vitamin D3 sedangkan lini kedua dapat dilakukan fototerapi dengan menggunakan sinar UVB. Pada psoriasis plak yang sedang (>10% luas permukaan tubuh) dapat diberikan terapi lini pertama seperti pada psoriasis ringan sedangkan lini keduanya dapat berupa pengobatan sistemik misalnya metotreksat, asitretin, serta agen-agen biologi seperti alefacept dan adalimubab. Untuk plak psoriasis berat (>30% luas permukaan tubuh), terapi terutama menggunakan obat-obat sistemik.

29

(10)

2.2 Asam Urat

Asam urat merupakan hasil dari katabolisme adenin yang berasal dari pemecahan nukleotida purin.Purin yang berasal dari katabolisme asam nukleat dalam diet diubah menjadi asam urat secara langsung. Pemecahan nukleotida purin terjadi di semua sel, tetapi asam urat hanya dihasilkan oleh jaringan yang mengandung xhantine oxidase terutama di hepar dan usus kecil. Rerata sintesis asam urat endogen setiap harinya adalah 300-600mg per hari, dari diet 600 mg per hari lalu dieksresikan ke urin rerata 600 mg per hari dan ke usus sekitar 200mg per hari.Dua pertiga total asam urat tubuh berasal dari pemecahan purin endogen, hanya sepertiga yang berasal dari diet yang mengandung purin. Pada pH netral asam urat dalam bentuk ion asam urat (kebanyakan dalam bentuk monosodium urat), banyak terdapat di dalam darah. Konsentrasi normal kurang dari 420 umol/L (7,0 mg/dL). Kadar asam urat tergantung jenis kelamin, fungsi ginjal, status peminum alkohol dan kebiasaan memakan makanan yang mengandung diet purin yang tinggi. Kadar asam urat mulai meninggi selama pubertas pada laki-laki tetapi wanita tetap rendah sampai menopause akibat efek urikosurik estrogen. Dalam tubuh manusia terdapat enzim asam urat oksidaseatau urikase yang akan mengoksidasi asam urat menjadi alantoin. Urat dikeluarkan di ginjal (70%) dan traktus gastrointestinal (30%). Kadar asam urat di darah tergantung pada keseimbangan produksi dan ekskresinya.

Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari gugus ribosa, yaitu 5-phosphoribosyl- 1-pirophosphat (PRPP) yang didapat dari ribose 5 fosfat yang disintesis dengan ATP (Adenosine triphodphate) dan merupakan sumber gugus

(11)

ribosa. Reaksi pertama, PRPP bereaksi dengan glutamin membentuk fosforibasilamin yang mempunyai sembilan cincin purin. Reaksi ini di katalisis oleh PRPP glutamil amidotranferase, suatu enzim yang dihambat oleh produk nukleotida inosine monophosphat (IMP), adenine monophosphat (AMP) dan guanine monophosphat (GMP). Ketiga nukleotida ini juga menghambat sintesis PRPP sehingga memperlambat produksi nukleotida purin dengan menurunkan kadar substrat PRPP.

Inosine monophosphat (IMP) merupakan nukleotida purin yang pertama dibentuk dari gugus glisin dan mengandung basa hipoxanthine. Inosinemonophosphat berfungsi sebagai titik cabang dari nukleotida adenin dan guanin. Adenosine monophosphat (AMP) berasal dari IMP melalui pemindahan satu gugus amino glutamin ke karbon dua cincin purin, reaksi ini membutuhkan ATP.

33

Adenosine monophosphate mengalami deaminasi menjadi inosin, kemudian IMP dan GMP mengalami defosforilasi menjadi inosin dan guanosin. Basa hipoxanthine terbentuk dari IMP yang mengalami defosforilasi dan diubah oleh xhantine oxsidase menjadi xhantine serta guanin akan mengalami deaminase untuk menghasilkan xhantine juga. Xhantine akan diubah oleh xhantine oxsidase menjadi asam urat.

9

Asam urat diginjal akan mengalami empat tahap yaitu: asam urat dari plasma kapiler masuk ke glomerulus dan mangalami filtrasi di glomerulus, sekitar 98-100% akan direabsorbsi pada tubulus proksimal, selanjutnya disekresikan kedalam lumen distal tubulus proksimal dan direabsorbsi kembali pada tubulus distal. Asam akan diekskresikan kedalam urine sekitar 6% -12% dari jumlah filtrasi. Setelah filtrasi

(12)

asam urat di glomerulus, hampir semua direabsorbrsi lagi di tubuli proksimal pH urin yang rendah di traktus urinarius menjadi asam urat dieksresikan dalam bentuk asam urat.

Peningkatan asam urat atau hiperurisemia didefinisikan sebagai kadar asam urat serum lebih dari 7 mg/dL pada laki-laki dan lebih dari 5,7 mg/dL pada wanita. Hiperurisemia bisa juga tidak menampakkan gejala klinis/ asimptomatis. Dua pertiga dari hiperurisemia tidak menampakkan gejala klinis. Hiperurisemia terjadi akibat peningkatan produksi asam urat atau penurunan ekskresi atau sering merupakan kombinasi keduanya.Hiperurisemia akibat peningkatan produksi hanya sebagian kecil dari pasien biasanya disebabkan oleh diet tinggi purin (eksogen) ataupun proses endogen (pemecahan asam nukleat yang berlebihan).

33

33,34

2.3 Asam urat dan psoriasis

Beberapa penelitian terakhir tidak hanya mengamati peran asam urat dalam etiopatogenesis psoriasis namun juga hubungannya dengan derajat keparahan psoriasis. H.H. Kwon dkk , melakukan pengukuran kadar asam urat serum pada 198 orang pasien psoriasis vulgaris diKorea, ditemukan peningkatan yang cukup signifikan pada kadar asam urat serum penderita psoriasis. Selain itu dengan menggunakan metode urikase peroksidase tampak adanya korelasi positif antara kadar asam urat serum dengan derajat keparahan psoriasis yang dinilai dengan menggunakan skor PASI.6 Sementara Isha. V.K dkk, melakukan pengukuran kadar asam urat serum pada 25 orang pasien dengan psoriasis sebelum dan sesudah terapi

(13)

selama 12 minggu, didapatkan hasil bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada kadar asam urat serum penderita psoriasis dibanding dengan kelompok kontrol, hampir 25 % pasien ini mempunyai kadar asam urat serum lebih dari 10 mg/dL. Setelah 12 minggu pengobatan, nilai rata-rata asamurat ditemukan secara signifikan berkurang (P<0,05). Penururan kadar asam urat dalam serum ini ditemukan pada 80% pasien yang diteliti, sehingga terdapatnya korelasi yang signifikan antara kadar asam urat serum sebelum pengobatan dengan derajat keparahan psoriasis.

Etiopatogenesis dari psoriasis bersifat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti. Penyakit ini berkaitan dengan faktor genetik, defek pada sistem imun, lingkungan, dan dari beberapa penelitian dikatakan bahwa gangguan metabolisme asam urat juga berkaitan dengan penyakit ini.

34

Keterlibatan genetik pada psoriasis vulgaris telah banyak diteliti.Adanya hubungan keluarga yang positif dijumpai pada 40% pasien. Bila kedua orangtua menderita psoriasis vulgaris maka kemungkinan 50% dari keturunannya akan menderita penyakit yang serupa, bila hanya salah satu dari orangtuanya yang menderita psoriasis vulgaris maka kemungkinan 16% dari keturunannya akan menderita penyakit tersebut.

7

6

Beberapa alel Human Leucocyte Antigen (HLA) dilaporkan berhubungan dengan psoriasis vulgaris yaitu B13, B37, HLA-B46, HLA-B57, HLA-Cwl, HLA-Cw6, HLA-DR7 dan HLA-DQ9.1 Saat ini telah ditemukan 9 lokus kromosom yang berhubungan dengan psoriasis vulgaris yaitu PSORS1-9. PSORS-1 merupakan kromosom utama yang berperan pada psoriasis vulgaris, sekalipun gen yang pasti belum dapat diidentifikasi. 14, 16,17

(14)

Psoriasis vulgaris telah dinyatakan sebagai penyakit yang diperantarai oleh sistem imun.Peran dari sel T, sel penyaji antigen, keratinosit, sel langerhan, makrofag, sel Natural killer (NK) dan sekresi sitokin diduga berperan dalam patogenesis psoriasis vulgaris.Dijumpainya aktivitas sel-sel imun pada pasienpsoriasis vulgaris mendukung peranan patogenesis tersebut. Penemuan ini meliputipeningkatan sel dendritik dan sel T pada lesi psoriasis vulgaris, peningkatan sitokin-sitokin sel T dan dijumpainya efektifitas terapi dari obat-obat yang menargetkan sistem imun.17,18 Aktivasi sel T, hiperproliferasi keratinosit, angiogenesis dan pelepasan mediator-mediator sitokin merupakan hal-hal yang berperan pada imunopatogenesis psoriasis vulgaris. Aktivasi sel T melibatkan 3 tahap yaitu pengikatan sel T melalui molekul adhesi Leucocyte Activating Factor (LFA)-l dan CD2 dengan sel penyaji antigen melalui molekul Intercellular Adhesion Molecule (ICAM)-1 dan LFA-3, diferensiasi sel Tnaive menjadi sel T spesifik yang juga membentuk sel T memori yang bersirkulasi, dan interaksi sel T dengan peptida antigen melalui molekul ko-stimulator.

Pada psoriasis vulgaris terjadi hiperproliferasi keratinosit dimana siklus sel pada keratinosit memendek.Pada keadaan normal, epidermal turn overberlangsung selama 14-21 hari.Pada psoriasis proses tersebut hanya berlangsung 3-4 hari, sehingga terbentuk skuama tebal, kering dan kemerahan.

1,19

1-3

Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin dalam tubuh. Dalam keadaan normal terjadi keseimbangan antara pembentukan dan degradasi nukleotida purin serta kemampuan ginjal dalam mengekresikan asam urat. Apabila terjadi kelebihan pembentukan dan

(15)

penurunan ekskresi atau keduanya maka akan terjadi peningkatan konsentrasi asam urat darah yang berperan dalam patogenesis psoriasis yang mana dikatakan peningkatan katabolisme purin ini dapat menyebabkan pergantian sel epidermis yang cepat, sehingga terjadi korelasi peningkatan asam urat dalam serum dengan luas keterlibatan kulit pada psoriasis.8-10,14

Berbagai penelitian yang dijelaskan sebelumnya mengindikasikan bahwa kadar asam urat dalam serum mempunyai peranan yang penting dalam etiopatogenesis psoriasis. Namun demikian masih terdapat beberapa kontroversi mengenai hal ini. Seperti yang tampak pada sebuah studi oleh Robert Walton dkk, yang meneliti kadar asam urat pada 48 pasien dengan psoriasis kemudian membandingkannya dengan 48 orang kontrol. Pada studi ini tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada kadar serum asam urat diantara pasien dan kontrol.17 Demikian juga pada sebuah studi yang dilakukan oleh Walker A dkk, yang meneliti 17 pasien dengan psoriasis kemudian membandingkan dengan 23 orang kontrol, pada studi ini tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kadar asam urat serum yang diamati diantara kedua kelompok.33,34

(16)

2.4 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Diagram kerangka teori

produk akhir dari pemecahan nukleotida purin

Proliferasi keratinosit Pergantian sel epidermis yang cepat

Peningkatan katabolisme purin  Hiperurisemia: kadar AU serum >7 mg/dL(laki-laki)

dan > 5,7 mg/dL( wanita) Genetik Imunologi Lingkungan Sel dendritik Hormonal Sel T Keratinosit

Asam

Urat

Psoriasis

(17)

2.5 Kerangka konsep

Gambar 2.2 Diagram kerangka konsep

Kadar asam urat serum

Skor Psoriasis Area and

Gambar

Gambar 2.1 Diagram kerangka teori

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Johannes H Saing (2007) meneliti tentang tingkat pengetahuan, perilaku, dan kepatuhan berobat orang tua.. pasien epilepsi anak. Dari

Alel ApoE diduga juga berperan pada stroke hemoragik, penelitian yang. dilakukan oleh Albert dkk pada pasien dengan perdarahan intraserbral

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khalid dkk pada tahun 2016 faktor fisik seperti cacat fungsional dapat mempengaruhi kualitas hidup individu karena

Namun sayangnya kuantifikasi sederhana pada lesi bukan merupakan suatu penilaian yang lengkap pada derajat keparahan, sebab dampak lesi psoriasis berbeda pada pasien yang satu

Studi yang dilakukan oleh Kasser dkk (2005),mendapatkan bahwa kadar adiponektin meningkat pada pasien SH dibandingkan kontrol, dimana kadar adiponektin ini meningkat pada setiap

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahimian, dkk terhadap 80 pasien penyakit ginjal kronik yang telah menjalani hemodialisis selama 6 bulan,

Studi yang dilakukan oleh Schwenk dkk (1998) dengan memakai parameter BIA pada pasien sepsis mendapatkan adanya perubahan pada komposisi cairan tubuh, dimana terjadi perpindahan

Studi kasus kontrol menunjukkan bahwa pasien dengan kanker serviks lebih sering menjalani seks aktif dengan pasangan yang melakukan seks berulang kali (Belinson S.,Smith