BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.I Psoriasis
2.1.1 Definisi psoriasis
Psoriasis ditandai dengan adanya hiperkeratosis dan penebalan lapisan epidermis yang diikuti dengan peningkatan vaskularisasi dan infiltrasi sel radang ke dermis, akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi.7 Penyakit ini tidak menular atau mengancam jiwa, namun pada hakekatnya mempengaruhi Health-Related Quality of Life (HRQoL) dan memiliki dampak negatif, baik fisik, psikologis dan psikososial.
2.1.2 Epidemiologi
7,26
Psoriasis dapat terjadi secara universal, namun prevalensinya bervariasi tergantung pada etnis dan demografis. Di Eropa kejadian tertinggi di Denmark (2.9 persen) dan Pulau Faeroe (2.8 persen), dengan rata-rata untuk seluruh Eropa Utara adalah 2 persen.4Di Amerika Serikat, prevalensinya sekitar 2.2 persen hingga 2.6 persen dengan rata-rata 150.000 kasus baru yang terdiagnosis setiap tahunnya. Di Jepang insidensinya sangat rendah (0,4 persen). Sedangkan pada suku Aborigin Australia dan Indian yang berasal dari Amerika Selatan psoriasis tidak ditemukan.
Insidensi psoriasis pada laki-laki dan perempuan adalah sama, walaupun dalam beberapa studi dijumpai adanya deviasi yang minor. Beberapa studi telah dilaporkan bahwa onset usia lebih awal pada perempuan, tapi ini tidak secara universal. Tidak ada bukti adanya perbedaan morfologi psoriasis antara laki-laki
1,2
Psoriasis dapat mengenai semua tingkatan usia. Namun yang paling sering timbul untuk pertama kalinya pada usia antara 15-30 tahun dan jarang dijumpai pada usia dibawah 10 tahun.2,6Penyakit ini cendrung menunjukkan manifestasi lebih awal pada pasien dengan riwayat keluarga yang menderita psoriasis.1-3,21,26
2.1.3 Etiologi dan Patogenesis Psoriasis
Etiopatogenesis psoriasis secara pasti belum diketahui, namun teori yang ada mengemukakan psoriasis merupakan penyakit autoimun yang ditandai adanya proliferasi epidermal dan pembuluh kapiler akibat pelepasan sitokin oleh limfosit.2,3 Adanya mekanisme genetik, metabolik dan imunologis yang dikombinasikan dengan faktor-faktor lingkungan lainnya seperti stres, trauma, obesitas, infeksi, hormonal, alkohol, merokok, atau obat-obatan.
Pasien psoriasis seringdikaitkan dengan keterlibatan keluarga. Pada kembar identik memiliki tingkat kesesuaian 56-70% dalam studi yang berbeda, namun kedua faktor genetik dan lingkungan mempunyai pengaruh. Bukti lebih lanjut yang mendasari genetik memiliki hubungan yang kuat antara psoriasis dengan
Human leucocyte antigen (HLA)-Cw6. Sedangkan dengan HLA B13, B17 dan
DR7 memiliki hubungan yang lemah. Hubungan HLA dengan riwayat keluarga yang menderita psoriasis lebih sering terjadi sebelum usia 40 tahun.
6,27,28
Beberapa faktor lingkungan terlibat dalam patogenesis psoriasis. Meskipun hanya sebagian dari faktor tersebut yang tampaknya dapat memicu penyakit, sedangkan faktor lainnya menyebabkan eksaserbasi atau modifikasi dari penyakit ini. Peran dari faktor lingkungan pada psoriasis yang mungkin paling menentukan melalui kesesuaian penyakit yang tidak sempurna dalam kembar monozigot.
3
Beberapa pasien mengungkapkan bahwa stres dapat memicu timbulnya serangan pada psoriasis. Stres dapat dipicu oleh keadaan-keadaan yang dialami penderita dalam menghadapi ujian, kecelakaan, kekerasan seks dan kematian. Interval terjadinya stres sampai timbulnya flare berkisar antara 2 hari sampai dengan 1 bulan.
Trauma pada kulit akan menginduksi psoriasis pada kulit yang non lesi. Beberapa tipe cedera yang berbeda dapat menginduksi respon Koebnerpada psoriasis yang berasal dari gesekan atau garukan pada kulit dan bahkan setelah terjadinya sunburn.
6
Infeksi saluran pernafasan atas, terutama oleh streptokokus, berhubungan dengan flare penyakit, terutama tipe psoriasis gutata. Infeksi HIV sering memperburuk psoriasis.
6
Asupan rokok dan alkohol pada pasien psoriasis lebih tinggi daripada populasi umum. Namun hal ini masih kontroversial, apakah karena rasa malu akibat penyakit psoriasisnya sehingga mengarah pada kebiasaan mengkonsumsi rokok dan alkohol, atau karena rokok dan alkohol dapat memicu atau memperburuk penyakit. Mungkin kedua hal tersebut dapat saja terjadi.
3,6
Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi psoriasis adalah obat-obatan seperti lithium, β-blocker, kloroquin, anti inflamasi non steriod, angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI)dan gemfibrozil, interferon α dan ¥, serta imiquimod.
Namun mekanisme yang dapat menyebabkan eksaserbasi belum diketahui, tetapi pada beberapa pasien tidak memberikan efek terhadap penyakitnya.
3,6
3,6
2.1.4 Gejala Klinis
Psoriasis merupakan penyakit eritropapuloskuamosa dengan gambaran morfologi, distribusi serta derajat keparahan penyakit yang bervariasi. Lesi klasik psoriasis biasa berupa plak berwarna kemerahan berbatas tegas dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan lesi.1-3Ukuran plak dapat bervariasi dari beberapa milimeter sampai mengenai sebagian besar badan atau anggota gerak. Kulit yang terkena biasanya berbatas tegas, sehingga mudah dibedakan dengan penyakit kulit lainnya. Permukaan plak biasanya berskuama, dan dengan garukan yang lembut akan menyebabkan skuama terangkat sehingga tampak adanya bintik-bintik perdarahan yang dikenal sebagai tanda Auspitz. Pengoresan skuama dengan menggunakan pinggir gelas objek akan menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih putih seperti tetesan lilin.
Fenomena Koebner pada psoriasis dapat terjadi karena diinduksi oleh trauma (luka bedah atau garukan buatan, abrasi atau luka bakar) yang terjadi pada daerah yang non lesi, ini merupakan gambaran diagnostik yang membantu, namun tidak dijumpai pada semua pasien.
2
3
Reaksi Koebner biasanya terjadi 7-14 hari setelah trauma.6 Fenomena Koebner tidak spesifik untuk psoriasis akan tetapi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Aktivitas psoriasis berfluktuasi berubah berdasarkan skala waktu bulan atau tahun dan dapat melibatkan daerah yang lebih luas pada satu waktu dibandingkan yang lainnya. Remisi yang lama dapat terjadi secara spontan atau mungkin disebabkan oleh pengobatan.
2,3
Selain dari presentasi klasik yang dipaparkan diatas terdapat beberapa tipe klinis psoriasis.
3
2
sekitar 90 persen pasien, ditandai lesi dengan skuama berwarna keputihan, plak kemerahan berbentuk oval atau bulat, berbatas tegas dengan distribusi yang simetris.
Psoriasis dapat mengenai semua bagian kulit, namun lokasi yang paling sering adalah pada kulit kepala, badan, siku, lutut, betis, umbilikus, sakrum dan genitalia.
2,7
2,3
Selain psoriasis vulgaris, bentuk lain psoriasis yang dijumpai adalah psoriasis gutata (eruptif), psoriasis pustular, psoriasis linier, psoriasis inversa (fleksura), psoriasis didaerah mukosa, psoriasis kuku, psoriasis artritis, dan psoriasis eritroderma.2,3,7
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis lesi pada kulit. Namun pada kasus-kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah dan biopsi histopatologi.
Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk mengkonfirmasi suatu psoriasis ialah biopsi kulit dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin. Pada umumnya tampak penebalan epidermis atau akantolisis serta elogasi
rete ridges. Dapat terjadi diferensiasi keratinosit yang ditandai dengan hilangnya stratum granulosum. Stratum korneum juga mengalami penebalan dan terdapat retensi inti sel pada lapisan ini yang disebut dengan parakeratosis. Tampak neutrofil dan limfosit yang bermigrasi dari dermis. Sekumpulan neutrofil dapat membentuk mikroabses Munro. Pada dermis akan tampak tanda-tanda inflamasi seperti hipervaskularisasi dan dilatasi serta edema papila dermis. Infiltrat dermis terdiri dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel mast.
2
2.1.6 Pengukuran Derajat Keparahan Psoriasis (skor PASI)
Lesi pada psoriasis biasanya cukup jelas secara klinis sehingga relatif lebih mudah untuk melakukan kuantifikasi. Namun sayangnya kuantifikasi sederhana pada lesi bukan merupakan suatu penilaian yang lengkap pada derajat keparahan, sebab dampak lesi psoriasis berbeda pada pasien yang satu dengan lainnya.
Konsensus American Academy of Dermatology menyatakan bahwa setiap penentuan keparahan psoriasis membutuhkan perhatian khusus karena pengaruhnya terhadap kualitas hidup pasien.
29
29
(Psoriasis Area and Severity Index).
Salah satu tehnik yang digunakan untuk mengukur derajat keparahan psoriasis yaitu dengan menggunakan PASI
Skor PASI merupakan kriteria pengukuran derajat keparahan atau perbaikan klinis yang paling sering digunakan pada psoriasis. Walaupun tampaknya ini merupakan hal yang mudah, tetapi pada kenyataannya banyak menimbulkan kesulitan, sehingga diiperlukan pengukuran yang objektif, valid, konsisten dan terpercaya.
29,30
Psoriasis Area and Severity Index berupa suatu rumus kompleks yang
diperkenalkan pertama kali pada studi penggunaan retinoid pada tahun 1978. PASI menggabungkan elemen pada presentasi klinis yang tampak pada kulit berupa eritema, indurasi (ketebalan lesi) dan skuama. Setiap elemen tersebut dinilai secara terpisah menggunakan skala 0-4 untuk setiap bagian tubuh: kepala, badan, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.
29
Penilaian dari masing-masing tiga elemen kemudian dijumlahkan, selanjutnya hasil penjumlahan masing-masing area tubuh dikalikan dengan faktor koreksi yang terdapat pada tiap area tubuh (0,1 untuk kepala, 0,2 untuk
ekstremitas atas, 0,3 untuk tubuh, dan 0,4 untuk ekstremitas bawah). Nilai yang didapat dikalikan dengan skor 0-6 yang menggambarkan luas area tubuh yang terlibat, sehingga didapatkan nilai total keseluruhannya.
Skor PASI merupakan suatu sistem penilaian yang digunakan untuk tujuan penelitian. Pada uji klinis, persentase perubahan pada PASI dapat digunakan sebagai titik akhir penilaian terapi psoriasis. The United States Food and
DrugAdministration (FDA)menggunakan 75% perbaikan pada skor PASI
sebagai penilaian respon terapi pada pasien psoriasis.
22,23,29
Ada beberapa kesulitan dalam penggunaan skor PASI diantaranya; kesulitan dalam menentukan skor serta kurangnya korelasi dengan hasil akhir yang dilaporkan oleh pasien sendiri. Pengukuran luas permukaan tubuh bersifat tidak konsisten diantara para peneliti, sehingga menyebabkan variabilitas inter observer yang signifikan. Hal terpenting lainnya, skor PASI tidak secara jelas memperkirakan dampak dari penyakit terhadap pasien.
29,31
Sehingga ada beberapa variasi dari PASI yang telah dikembangkan untuk memperbaiki kelemahan ini serta untuk mengurangi waktu dan usaha yang diperlukan dalam melakukan penilaian. Salah satu variasi yang menarik adalah meminta pasien melakukan PASI modifikasi terhadap dirinya sendiri. Penilaian ini disebut Self Administered PASI (SAPASI). SAPASI memiliki korelasi yang baik dengan PASI serta responsif terhadap terapi. SAPASI khususnya memberikan manfaat pada studi epidemiologi berskala besar dimana penilaian oleh dokter terhadap semua pasien dianggap tidak praktis.
29,31
2.2 Indeks Massa Tubuh
2.2.1 Definisi Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh merupakan variabel kompeks yang berkolerasi dengan tingkat adiposit, dan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.9 Indeks massa tubuh dapat dinilai melalui suatu perhitungan berat badan (BB) dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan (TB) dalam meter (m)2, atau dengan menggunakan rumus IMT= BB/(TB)2 (kg/m2).8-15 Kriteria penggolongan status gizi yang dibagi atas 3 kategori, yaitu: IMT<25, normal; 25<IMT≤30, overweight; IMT >30, obesitas.
The World Health Organization (WHO) merekomendasikan klasifikasi menurut nilai batas IMT pada populasi dewasa dalam 3 kategori, dengan interpretasi nilai normal; IMT=18,5-24,9 kg/m
8
2
, overweight; IMT=25-29,9kg/m2, dan obesitas; IMT >30kg/(m)2.32
Obesitas merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan berat badan yang berlebih berkaitan dengan peningkatan deposit energi dalam bentuk lemak. Secara khusus berat badan yang berlebih ini dikaitkan dengan peningkatan massa lemak tubuh yang dideskripsikan terhadap tinggi badan pasien, dimana diagnosis dari berat badan yang berlebih (overweight) ditetapkan dengan menggunakan IMT yang didefinisikan sebagai berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam meter.
2.2.2 Indeks Massa Tubuh dan psoriasis
Obesitas dikaitkan dengan kecenderungan terjadinya dislipidemia, resistensi insulin, hiperglikemia, hipertensi, dan radang kronis dengan tingkat rendah yang
memudahkan terjadinya peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular.
Obesitas bukan merupakan gangguan primer, tetapi penyakit multifaktorial yang kompleks yang melibatkan faktor lingkungan dan genetik. Di antara faktor lingkungan, diet tampaknya menjadi kontributor yang penting pada obesitas.
8,10,13-17
15
Peningkatan inflamasi berkaitan dengan obesitas dapat berkontribusi terhadap resiko dan keparahan pada keadaan inflamasi.
Hubungan antara obesitas dan penyakit kulit tertentu, telah dikemukakan pada beberapa studi.
15,16
10
Pada kasus psoriasis, hal ini pertama kali dikemukakan pada studi epidemiologi di Eropa.24,33 Pada studi Scandinavian mengemukakan bahwa dijumpai prevalensi obesitas yang tinggi pada wanita yang menderita psoriasis dibandingkan yang tidak menderita psoriasis.33Pelopor studi Amerika (utah) menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada pasien dengan psoriasis (34%) lebih tinggi dari pada populasi umum (18%).
Studi Neimann dkk. menyatakan bahwa resiko obesitas lebih tinggi pada pasien psoriasis dengan derajat yang berat dibandingkan dengan psoriasis derajat ringan.
25
Obesitas telah diketahui mempunyai kaitan dan dianggap dapat memperburuk psoriasis.
23
17
Obesitas baru-baru ini dianggap sebagai penyakit inflamasi kronis derajat ringan, yang ditandai dengan peningkatan kadar plasma dari sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor (TNF) α, interleukin (IL) 6 dan protein
Walaupun ada hubungan yang kuat antara obesitas dan psoriasis, namun etiologi dari hubungan ini masih belum jelas. Telah diketahui dengan adanya skuale psikososial, penarikan diri (pasien) dari lingkungan sosial dan kebiasaan seperti duduk terus-menerus/ tidak bergerak juga sering mengakibatkan keadaan yang semakin memburuk pada pasien psoriasis, obesitas pada kenyataannya mungkin berhubungan secara biokimia terhadap psoriasis melalui patofisisologi yang umum.8,16
2.3 Kerangka teori
2.4 Kerangka konsep
Psoriasis vulgaris Index Massa Tubuh Skor PASI Faktor Genetik
Faktor Lingkungan -stres
- obesitas(IMT) -trauma
-infeksi -hormonal -alkohol -merokok -obat-obatan
Psoriasis Skor PASI
(Derajat Keparahan) Faktor Imunologi
Gaya Hidup -Sedentarism
-Aktivitas fisik yang kurang -Koefisien pernafasan yang me↑
Ketidakseimbangan asupan makanan dan