• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Praktikum Helminthes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul Praktikum Helminthes"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

i

MODUL PRAKTIKUM

PARASIT DAN PENYAKIT IKAN

(Filum Helminthes)

DISUSUN OLEH :

Dra. ROSIDAH, M.Si.

PROGRAM STUDI PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAURAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

i

KATA PENGANTAR

Modul praktikum ini disusun bertujuan untuk membantu mahasiswa S1 Program Studi Perikanan, FPIK Unpad lebih mudah dalam memahami materi materi pada mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan yang telah disampaikan dalam kegiatan perkuliahan. Kegiatan praktikum merupakan pengamatan secara langsung materi yang telah disampaikan, sehingga adanya buku petunjuk atau modul praktikum ini dapat sebagai pedoman bagi mahasiswa dalam melakukan pengamatan. Buku petunjuk praktikum berisikan penjelasan mengenai tata cara melakukan pengamatan, khusunya pengamatan mengenai ciri morfologi organisme parasit. Diharapkan setelah melaksanakan kegiatan praktikum keterampilan mahasiswa dalam mengidentifikasi maupun dalam pengenalan parasit yang menyerang tubuh ikan lebih baik.

Kegiatan Praktikum diharapkan dapat membantu agar proses belajar mengajar, khususnya mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan dapat berlangsung lebih baik, sehingga diharapkan tujuan instruksional yang ingin dicapai dapat terlaksana semaksimal mungkin. Adanya modul praktikum, diharapkan, mahasiswa dapat mengetahui dan mempersiapkan terlebih dahulu materi dan rencana kegiatan praktikum yang akan dilakukan. Meskipun modul praktikum ini telah tersusun, kami sebagai penulis mengharapkan segala saran agar buku petunjuk praktikum ini tersusun dengan lebih baik.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada tim mata kuliah Parasit dan penyakit Ikan Alm Dr. Agnes Trimariani, Ir. Ike Rustikawati, MP., Drs. Walim Lili M.Si. yang telah banyak membantu dalam penyusunan Modul Praktikum Parasit dan Penyakit Ikan ini dan kelancaran kegiatan proses belajar mengajar mata kuliah Parasit dan Penyakit Ikan di Program Studi Perikanan.

Jatinangor, Maret 2017

(3)

ii DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... v 1. Dactylogyrus cyprini ... 1 a. Klasifikasi ... 1 b. Morfologi ... 1 c. Siklus Hidup ... 1 d. Gejala Klinis ... 2 e. Nama Daerah ... 2 2. Gyrodactylus cyprini ... 2 a. Klasifikasi ... 2 b. Morfologi ... 2 c. Siklus Hidup ... 3 d. Gejala Klinis ... 3 e. Nama Daerah ... 4 3. Diplozoon paradoxum ... 4 a. Klasifikasi ... 4 b. Morfologi ... 4 c. Siklus Hidup ... 5 d. Nama Daerah ... 5 4. Transversotrema laruei ... 5 a. Klasifikasi ... 5 b. Morfologi ... 5 5. Clinostomum marginatum ... 6 a. Klasifikasi ... 6 b. Morfologi ... 6 6. Haplometrana ... 7 a. Klasifikasi ... 7 b. Morfologi ... 7 7. Echinostoma ... 7 a. Klasifikasi ... 7 b. Morfologi ... 8 8. Coitocaecum gymnophalum ... 8 a. Klasifikasi ... 8 a. Morfologi ... 9

(4)

iii 9. Opistorchis felineus ... 9 a. Klasifikasi ... 9 b. Morfologi ... 10 c. Siklus hidup ... 11 d. Daur hidup ... 12 e. Penyebaran ... 12

f. Pengobatan penyakit Opithorcis felineus ... 12

10. Marsipometra confusa ... 13 a. Klasifikasi ... 14 b. Siklus hidup ... 14 11. Diphyllobothrium ... 14 a. Klasifikasi ... 14 b. Morfologi ... 15 c. Siklus hidup ... 17 d. Inang ... 18 e. Penanggulangan ... 19 12. Camallanus ... 19 a. Klasfikasi ... 19 b. Morfologi ... 20 c. Siklus Hidup ... 21 d. Gejala Klinis ... 23 e. Penanggulangan ... 24 13. Acanthocephala ... 24 a. Klasifikasi ... 24 b. Morfologi ... 25 c. Siklus Hidup ... 27 d. Mekanisme Predasi ... 28 14. Echinorhyncus ... 28 a. Klasifikasi ... 28 b. Morfologi ... 29 c. Siklus Hidup ... 30 d. Mekanisme Predasi ... 30 e. Gejala Klinis ... 30 f. Penanggulangan ... 30 15. Sparganosis ... 31 a. Sejarah ... 31 b. Daur Hidup ... 31

c. Patologi dan Gejala Klinis ... 31

d. Diagnosis ... 32

e. Pengobatan ... 32

f. Prognosis ... 32

g. Penyebab ... 32

(5)

iv 16. Rhabditis ... 32 a. Klasifikasi ... 32 b. Morfologi ... 33 17. Trichinella ... 33 a. Klasifikasi ... 33 b. Morfologi ... 33

(6)

v

DAFTAR TABEL

No. Judul Halamn

1. Dactylogyrus sp. ... 1 2. Gyrodactylus sp. ... 2 3. Diplozoon sp. ... 4 4. Transversotrema laruei ... 5 5. Clinostomum sp. ... 6 6. Haplometrana ... 7 7. Echinostoma sp. ... 8 8. Coitocaecum sp. ... 9

9. Telur Opistorchis felineus ... 10

10. Opistorchis felineus ... 11

11. Daur Hidup Opistorchis spp ... 12

12. Scolex ... 13

13. Marsipometra ... 14

14. Diphyllobothrium latum ... 15

15. Morfologi cestoda ... 16

16. Siklus hidup Diphyllobothrium latum ... 17

17. Camallanus sp. ... 20

18. Siklus hidup Camallanus sp. ... 22

19. Ikan yang terinfeksi Camallanus sp. ... 23

20. Acanthocephala ... 24

21. Bagian-bagian Tubuh Acanthocephala ... 25

22. Bagian Kepala Berduri (probosis) ... 26

23. Echinorhyncus ... 28

24. Morfologi Echinorhyncus ... 29

(7)

1

FILUM HELMINTHES

1. Dactylogyrus cyprini a. Klasifikasi

Klasifikasi Dactylogyrus sp. menurut Kabata (1985) adalah sebagai berikut : Filum : Platyhelminthes Kelas : Monogenea Ordo : Monopisthocotylea Famili : Dactylogyridae Genus : Dactylogyrus Spesies : Dactylogyrus sp. Gambar 1. Dactylogyrus sp. (Sumber : koi-company.de) b. Morfologi

Dactylogyrus adalah jenis monogenea yang bertelur, mempunyai ciri morfologi

berbentuk memanjang. Memiliki jangkar pada ujung posterior dan dua pasang bintik mata pada ujung anterior. Pada bagian tubuhnya terdapat opishaptor yang berfungsi untuk melekatkan cacing pada tubuh inang. Kepala memiliki 4 lobe dengan dua pasang mata yang terletak di daerah faring (Hadiroseyani et al 2006). Menurut Noga (1996) Dactylogyrus sp memiliki panjang tubuh rata – rata 0.3 – 2 mm.

c. Siklus Hidup

Dactylogyrus sp. yang sudah dewasa dapat melepaskan telur ke lingkungan.

Telur akan berkembang menjadi oncomirasidia yang dilengkapi dengan kait–kait halus sehingga oncomirasidia dapat melekat pada bagian tubuh ikan terutama insang. Oncomirasidia tumbuh dewasa di tubuh inang dan kembali menghasilkan telur.

(8)

2 d. Gejala Klinis

Menurut Tiuria (2013), ikan yang terinfeksi Dactylogyrus sp. akan memperlihatkan sekresi mukosa yang berlebihan, warna kulit menjadi gelap, epitel insang hiperplasia, dan insang pucat. Gejala ikan yang terinfeksi Dactylogyrus sp. dapat ditangani dengan menjaga kualitas air agar tetap bersih. Hal ini disebabkan karena kualitas air yang bersih mampu mempercepat penyembuhan luka akibat infeksi Dactylogyrus sp. serta dapat mencegah terjadinya infeksi ulang.

e. Nama Daerah

Nama daerah dari Dactylogyrus sp. adalah cacing insang.

2. Gyrodactylus cyprini a. Klasifikasi Filum : Helminthes Kelas : Trematoda Ordo : Monogenea Famili : Gyrodactylidae Genus : Gyrodactylus

Spesies : Gyrodactylus cyprini

Gambar 2. Gyrodactylus sp. (Sumber : s3.amazonaws.com)

b. Morfologi

Monogenea merupakan cacing pipih dengan ukuran panjang 0,15-20 mm, bentuk tubuhnya fusiform, haptor di bagian posterior dan siklus kait sentral sepasang dan sejumlah kait marginal. Salah satu contoh kelas monogenea yaitu

Dactylogyridae yang mempunyai alat bantu organ tambahan pada tubuhnya yang

(9)

3

panjang antara 0,5-0,8 mm namun beberapa spesies bisa mencapai panjang tubuh 1,5 mm dengan lebar 0,158-0,2 mm.

Opisthaptor individu dewasa tidak memiliki batil hisap tetapi memiliki sederet kait-kait kecil yang berjumlah 16 buah yang terletak di sepanjang tepinya, dan sepasang kait besar yang berada di tengah-tengah. Terdapat juga dua tonjolan yang berbentuk seperti telinga (Arios, 2008). Menurut Kabata (1985), Gyrodactylus sp. memiliki opisthaptor atau batil hisap di bagian posterior dengan 1-2 pasang kait besar dari khitin yang terletak di tengah-tengah opisthaptor dan 14 kait utama yang terdapat di bagian posterior serta tidak memiliki bintik mata sedangkan pada bagian anteriornya terdapat prohaptor yang merupakan alat penghisap bercabang empat. c. Siklus Hidup

Cacing parasitik ini hanya dapat berkembang biak dengan baik di beberapa inang definitif tertentu bahkan tidak dapat hidup di beberapa ikan. Siklus hidupnya tergantung pada temperature lingkungan. Pertumbuhan populasi Gyrodactylus sp. biasanya menurun pada suhu 50 C dan meningkat pada suhu 120 C dan pertumbuhan tercepat pada suhu 180 C. Pada suhu yang tinggi, proses reproduksi dapat terganggu. Gyrodactylus sp. memiliki Larva yang berkembang di dalam uterus dan dapat berisi kelompok-kelompok sel embrionik.

d. Gejala Klinis

Parasit ini merupakan organisme yang menyerang tubuh ikan bagian luar.

Gyrodactylus sp menginfeksi tubuh dan sirip ikan. Gyrodactylus sp merupakan

cacing parasit ikan yang menempel pada tubuh inang. Gyrodactylus sp berkembangbiak dengan melahirkan anakan yang sudah mengandung anakan lagi. Semua anakan hasil reproduksi ini mampu menginfeksi ikan tanpa adanya inang perantara (Awik et al. 2007). Kabata (1985) menyatakan bahwa monogenea salah satu parasit yang sebagian besar menyerang bagian luar tubuh ikan (ektoparasit) jarang menyerang bagian dalam tubuh ikan (endoparasit) biasanya menyerang kulit dan insang. Salah satu spesies dari kelas monogenea yang paling sering muncul pada ikan air tawar adalah Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp.

Ciri ikan yang terserang monogenea adalah produksi lendir pada bagian epidermis akan meningkat, kulit terlihat lebih pucat dari normalnya, frekuensi

(10)

4

pernapasan terus meningkat karena insang tidak dapat berfungsi secara sempurna, kehilangan berat badan (kurus), melompat-lompat ke permukaan air dan terjadi kerusakan berat pada insang.

e. Nama Daerah

Nama daerah dari Gyrodactylus sp. adalah cacing kulit.

3. Diplozoon paradoxum a. Klasifikasi Filum : Helminthes Kelas : Trematoda Ordo : Monogenea Famili : Microcotylidae Genus : Diplozoon

Spesies : Diplozoon paradoxum

Gambar 3. Diplozoon sp. (Sumber : media.tumblr.com)

b. Morfologi

Diplozoon paradoxum mempunyai bentuk tubuh yang sangat unik yaitu

berbentuk seperti huruf ―X‖ yang berkepala dua. Ukuran tubuhnya antara 4-11 mm, sehingga dapat terlihat tanpa mikroskop. Cacing ini bersifat hermaprodit dan menempelkan dirinya dengan penghisap dan clamp serta bercotylofor serta tubuhnya berbentuk pipih. Diplozoon sp. sebenarnya terdiri dari dua ekor cacing dewasa yang bersatu sehingga juga dikenal sebagai ―Twin worm” atau cacing kembar siam. Parasit ini menyerang pada insang ikan air tawar.

(11)

5 c. Siklus Hidup

Fertilisasi terjadi secara cross fertilization (fertilisasi silang). Telur berekor panjang seperti benang dan larva dewasa disebut diporpa, jika tidak mendapatkan pasangannya maka cacing ini akan mati.

d. Nama Daerah

Nama daerah dari Diplozoon paradaxum adalah cacing kembar.

4. Transversotrema laruei a. Klasifikasi Filum : Helminthes Kelas : Trematoda Ordo : Digenea Famili : Transversotrematidae Genus : Transversotrema Spesies : Transversotrema laruei

Gambar 4. Transversotrema laruei (Sumber : zenodo.org)

b. Morfologi

Bentuk tubuh Transversotrema laruei melebar pada bagian badannya daripada memanjang serta berduri halus. Parasit ini mempunyai lubang mulut yang berhubungan langsung dengan pharynx, mempunyai acetabulum berbentuk cawan dan berada dibelakang lubang genital yang letaknya ditengah dekat tepi anterior. Ukuran panjang tubuhnya 0,23-0,55 mm dan lebar tubuhnya 0,46-0,90 mm.

Transversotrema sp. dewasa sebagai ektoparasit dikulit dibawah sisik. Progenik

cercaria juga dibawah sisik berbagai spesies ikan seperti Mugil sp., Mollinesia sp., Tilapia mossambica.

(12)

6 5. Clinostomum marginatum a. Klasifikasi Filum : Helminthes Kelas : Trematoda Ordo : Digenea Famili : Clinostomatidae Genus : Clinostomum

Spesies : Clinostomum marginatum

Gambar 5. Clinostomum sp. (Sumber : researchgate.net)

b. Morfologi

Ciri morfologi dari Clinostomum sp. adalah mempunyai pengisap oral yang berleher dan mempunyai pengisap ventral. Kelenjar vitelin kasar, testes bentuknya berlobus, ovarium letaknya didepan testes. Excretory vesikel kecil dan berbentuk ―V‖. Cacing ini bersifat hermaprodit. Metacercaria menyerang ikan, katak, salamander dan siput. Bentuk cercarianya tipe brevifurkus pharyngeatus. Hewan dewasa di mulut oesophagus burung pemakan ikan.

(13)

7 6. Haplometrana a. Klasifikasi Filum : Helminthes Kelas : Trematoda Ordo : Digenea Famili : Haplometridae Genus : Haplometrana Spesies : Haplometrana sp. Gambar 6. Haplometrana (Sumber : zoofirma.ru) b. Morfologi

Ciri morfologi dari Haplometrana adalah mempunyai oral dan ventral sucker. Cacing ini bersifat hermaprodit, testes bentuknya bulat yang letaknya berdekatan, ovarium kecil, kelenjar vitelin kasar seperti butiran-butiran. Lubang genital dekat anterior. 7. Echinostoma a. Klasifikasi Filum : Helminthes Kelas : Trematoda Ordo : Digenea Famili : Echinostomatidae Genus : Echinostoma Spesies : Echinostoma sp.

(14)

8

Gambar 7. Echinostoma sp. (Sumber : e-sciencecentral.org)

b. Morfologi

Ciri morfologi dari Echinostoma sp. adalah bentuk badannya pipih dengan tepi berduri halus. Pada daerah penghisap oral terdapat duri. Penghisap ada dua buah dan mempunyai acetabulum yang berukuran lebih besar dari pengisap oral. Cacing dewasa hidup pada mamalia dan kucing. Metacercaria pada ikan dan siput. Selain itu,

Echinostoma mempunyai saluran excretory dan lubang excretory dibagian posterior

tubuhnya.

Echinostoma bersifat hermaprodit. Ovarium berbentuk bulat, letaknya didepan

testes. Kelenjar vitelin halus. Usus bercabang dua sampai ke bagian posterior.

8. Coitocaecum gymnophalum a. Klasifikasi Filum : Helminthes Kelas : Trematoda Ordo : Digenea Famili : Opecoelidae Genus : Coitocaecum

(15)

9

Gambar 8. Coitocaecum sp. (Sumber : zoofirma.ru)

a. Morfologi

Cacing Coitocaecum sp. bersifat hermaprodit, berkelenjar vitelin yang butirannya besar-besar, testes bentuknya bulat dan letaknya berderet, ovarium bentuknya bulat terletak didepan testes. Selain itu, cacing ini mempunyai lubang excretory yang menonjol keluar tubuh bagian posterior. Pengisap ventral besar dan usus bercabang dua hingga ke bagian posterior tubuh. Bentuk tubuh cacing ini adalah pipih. 9. Opistorchis felineus a. Klasifikasi Kelas : trematoda Ordo : prosostomata Famili : epistorchoidae Genus : opistorchis

Species : opistorchis felineus

Cacing hati kusing ini berfamili dekat dengan Clonorchis sinesis. Siklus hidupnya pada keong air sebagai hospes perantara pertama yang banyak dari jenis

Bitthynia leachi dan ikan air tawar sebagai hospes perantara kedua yakni ikan mas Cyprinus carpio.

Cacing ini berukuran 8-12 mm, berbentuk cacing pipih memenjang, transparan dan bagian posterior membulat. Dengan integument tidak berduri, batil

(16)

10

isap kepala sedikit lebih besar dibandingkan batil isap perut dan terletak pada 1/3 anterior tubuh. Perbedaan dengan cacing Clonorchis sinesis yaitu pada testis yang seperti sobekan kain (perca) yang juga terletak di seperempat bagian badan belakang. Telur cacing Opistorchis felineus lebih ramping berukuran 30 x 12 µ dan operculum yang lebih jelas dari telur Clonorchis.

b. Morfologi Ciri-ciri khusus :

1) Ukuran : panjang 7-8 mm 2) Lebar 2-3 mm

3) Bentuk lebih panjang atau langsing. 4) Kutikula tertutup duri.

5) Oral sucker lebih terminal. asetabulum pada 1setengah bagian tubuh depan (1/4 dari seluruh panjang tubuh)

6) Besar oral sucker = besar ventral sucker. 7) Sekum panjang tak bercabang

8) Testis berlobi miring satu sama lain 9) Kelenjar vitelin S pada tengah badan.

Ukuran cacing dewasa berukuran 7-12 mm, mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut. Bentuknya seperti lanset, pipih dorsoventral.

Gambar 9. Telur Opistorchis felineus (Sumber : CDC, 2012)

(17)

11

Telur Opisctorchis mirip telur C.sinensis, hanya bentuknya lebih langsing. Infeksi terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria dan dimasak kurang matang (Sutanto et al, 2008).

Gambar 10. Opistorchis felineus (Sumber : CDC, 2012)

c. Siklus hidup

Manusia terinfeksi karena memakan ikan air tawar yang mentah atau kurang matang yang mengandung larva berbentuk kista (metaserkaria). Pada saat dicerna, larva cacing akan terlepas dari kista dan bermigrasi menuju empedu. Telur dalam saluran empedu diekskresikan ke dalam tinja. Telur dalam tinja mengandung mirasidium yang sudah lengkap. Jika telur ini dimakan olegh siput, telur akan berkembang dan mengj\hasilkan larva (serkaria) yang kemudian bermigrasi ke dalam air. Jika cacing ini menemukan hospesnya, serkaria akan menembus tubuh dan membentuk kista, biasanya dalam otot dan terkadang di bawah sisik. Siklus hidup ini memerlukan waktu sedikitnya 3 bulan.

Ikan yang mengandung metaserkaria dan termakan oleh manusia akan masuk ke dalam sistem pencernaan kemudia pindah menuju saluran empedu dan menjadi cacing dewasa. Kerusakan karena cacing ini tergantung pada beratnya infeksi. Beberapa cacing umumnya tidak menimbulkan gejala tetapi dapat menimbulkan pembesaran hati, pembengkakan saluran dan kandung empedu.

(18)

12 d. Daur hidup

Telur bermirasidium dalam proses –> hospes perantaran I (menetas keluar mirasidiumnya) –> redia (serkaria) –> hospes perantara II (metaserkaria) –> Manusia (terjadi eksistasio di dalam usus) –> terus kesaluran empedu –> hati –> dewasa. Hospes perantara pertama : Siput air tawar, bithynea iechi.

Hospes perantara kedua : Ikan jenis idus dan tinca.

Gambar 11. Daur Hidup Opistorchis spp (Sumber : CDC, 2012)

e. Penyebaran

Ditemukan di Eropa Tengah, Siberia dan Jepang. Parasit ini ditemukan pada manusia di Prusia, Polandia dan Siberia ditemukan di Jepang yang bukan daerah endemik Clonorchiasis.Cacing dewasa panjangnya kira-kira 1 cm hidup dalam saluran empedu dan hati manusia serta kucing. Telur besarnya kira-kira 30 mikron. Siklus hidup patologi dan klinik diagnose dan pengobatannya hampir sama dengan C. sinensis.Hospes definitifnya manusia dan hosper reservoarnya adalah kucing, anjing, babi dan serigala

f. Pengobatan penyakit Opithorcis felineus

1) Dapat diberikan difosfat dosis 250 mg 3 kali sehari selama 6 minggu. Pencegahan penyakit

(19)

13

2) Pencegahan kerusakan yang lebih besar dapat dengan mengurangi sumber infeksi dengan melakukan pengobatan pada penderita. Menghindari penularan dengan memasak sempurna bagi ikan yang akan dimakan.

10. Marsipometra confusa

Menurut Cooper 1918, marsipometra termasuk dari family Triaenophoridae dari kelas cestoda. Cestoda adalah nama yang diberikan untuk kelas cacing pipih parasit, dari filum Platyhelminthes. Kelas cestoda memiliki scolex atau kepala yang dilengkapi dengan pengait dan penghisap berguna untuk mengikat dan menghisap usus pada inangnya, neck atau leher dan strobilla atau badan. tetapi sumber lain menyebutkan seperti yang dikatakan Lilhe (1910) marsipometra juga termasuk dalam keluarga Diphyllobothriidae. Marsipometra merupakan sejenis cacing yang memanjang, dengan segmentasi external biasa, bergerigi, dan daerah perkembangbiakan nya tidak ada. Di alam, marsipometra mampu bertahan hidup hingga satu tahun.

Menurut studi dari Simer (1930) dan Beaver & Simer (1940), tiga spesies dari marsipometra yakni M. hastata, M. convusa dan M. purva meskipun dari bentuk dan ciri umum memiliki kesamaan, namun ada sisi lain yang berbeda yaitu dari jumlah lobus paa uterus nya, lokasi uvarium, ada atau tidak adanya vesikula seminalis dan ukuran dan jumlah testis. Jika marsipometra mengalami pembekuan, maka akan terjadi perubahan pada morfologinya misalkan pembengkakan pada scolex. Scolex adalah kepala cestoda ketika dalam tahap larva atau dewasa, dan kepala ini menyesuaikan dengan melampirkan hewan untuk usus inang.

Gambar 12. Scolex Sumber : www.google.com.

(20)

14 a. Klasifikasi Fillum : Platyhelminthes Kelas : Cestoda Ordo : Bothriocephalidea Family : Triaenophoridae Genus : Marsipometra

Spesies : Marsipometra hastata

Gambar 13. Marsipometra

(Sumber : Robert Durborow. www.google.com)

b. Siklus hidup

Pada setiap siklus hidupnya, parasit selalu membutuhkan inang dan umumnya setiap parasit memliki siklus hidup yang rumit. Digenea adalah trematoda endoparasit yang memiliki siklus hidup kompleks yang melibatkan satu atau lebih inang antara. Digenea umumnya berbentuk pipih seperti daun dengan struktur mirip turbelaria free living. Tubuh lunak dan terdiri 2 sucker, faring, kaekum intestinalis, sistem reproduksi. Bentuk dasar tubuh digenea dewasa bermacam-macam.

Cacing dewasa bersifat ovipara —› telur beroperculum keluar bersama tinja hospes —› embryo dalam telur berkembang menjadi larva yang berbentuk seperti buah pir (pyriform) bersilia yang disebut myracidium.

Dengan adanya stimulasi dari sinar matahari, myracidium mengeluarkan enzym sehingga operculum telur membuka dan myracidium keluar dari telur (hanya dalam beberapa menit).

11. Diphyllobothrium

a. Klasifikasi

Kingdom : Animalia Phylum : Platyhelminthes

(21)

15 Class : Cestoda

Ordo : Pseudophyllidea Family : Diphyllobothriidae Genus : Diphyllobothrium Species : Diphyllobotrium latum

Gambar 14. Diphyllobothrium latum (Sumber : health.liputan6.com)

Cestoda atau cacing pita merupakan cacing pita yang siklus hidupnya ada yang memerlukan air untuk menetaskan telurnya (contoh : Diphyllobothrium latum) sedangkan yang lainnya cukup menggunakan tanah. Dalam penularannya kepada manusia, ada yang memerlukan intermediate host, namun ada juga yang dapat menulari manusia tanpa perantara (contoh: Hymenolepis nana).

Cacing pita ini sering ditemukan berparasit pada hewan Carnivora pemakan ikan, terutama di Eropa Utara. Sering menginfeksi anjing, kucing, beruang dan pada manusia. D. latum sering dilaporkan menginfeksi orang di daerah tertentu, bahkan hampir 100% di suatu lokasi orang terinfeksi oleh parasit ini. Orang yang terinfeksi banyak ditemukan didaerah Skandinavia, Baltic dan Rusia. Juga dilaporkan di Amerika Selatan, Irlandia dan Israel. Panjang cacing dapat mencapai 9 m dan mengeluarkan jutaan telur / hari. Tubuhnya panjang yang terdiri dari segmen disebut proglotida yang berisi testes dan folicel.

b. Morfologi

Ukuran cacing dewasa bervariasi dari yang panjangnya hanya 40 mm hingga yang panjangnya 10-12 m dengan lebar 2,5 cm. Bentuk badan cacing dewasa memanjang menyerupai pita, biasanya pipih dorsoventral (dari belakang ke depan). Cacing ini terdiri atas scolex (kepala) yang dilengkapi dengan alat isap dan kait-kait, berfungsi sebagai alat untuk melekatkan atau mengaitkan diri pada dinding usus

(22)

16

manusia. Di belakang scolex terdapat leher, yang merupakan bagian cacing yang tidak bersegmen. Mempunyai sepasang celah penghisap (bothria) dibagian ventral dan dorsal pada skoleks. Di belakang leher terdapat proglotid yang semakin lama semakin banyak, sehingga menyebabkan cacing menjadi semakin panjang dan bersegmen-segmen. Setiap proglotid atau segmen dilengkapai dengan alat reproduksi jantan dan betina. Cacing ini bersifat hermaprodit. Semakin jauh dari scolex, maka proglotid nya semakin tua, sehingga proglotid yang paling ujung seolah-olah hanya sebagai kantong telur saja. Proglotid yang paling ujung tersebut disebut dengan gravida. Seluruh bagian cacing, mulai dari scollex samapi proglotid gravid disebut dengan strobila.

Ditemukan pada usus halus manusia, anjing, kucing, babi, beruang, mamalia pemakan ikan. Warna abu-abu kekuningan dengan bagian tengah berwarna gelap (berisi uterusdan telur). Testis dan gld. Vitellaria terletak di lateral, ovarium di tengah berlobus 2. Uterus berbentuk bunga di tengah dan membuka di ventral. Porus uterus terletak disebelah porus genitalis. Telur keluar terus menerus di tinja dengan ukuran 67-71 x 40-51 μ.

Gambar 15. Morfologi cestoda (Sumber : biologi-news.blogspot.com)

Cacing dewasa memiliki beribu-ribu proglotid (bagian yang mengandung telur) sekitar 4000 proglotid dan menempel pada dinding intestinum dengan scolex. Panjang scolex dengan lehernya 5-10 mm jumlah proglotidnya bisa mencapai 3.000 atau lebih. Satu cacing bisa mengeluarkan 1.000.000 (satu juta) telur setiap harinya. Telurnya dikeluarkan dari proglotid di dalam usus dan dibuang melalui tinja. Telur akan mengeram dalam air tawar dan menghasilkan embrio, yang akan termakan olehk rustasea (binatang berkulit keras seperti udang, kepiting). Selanjutnya

(23)

17

krustasea dimakan oleh ikan. Manusia terinfeksi bila memakan ikan air tawar terinfeksi yang mentah atau yang dimasak belum sampai matang.

c. Siklus hidup

Gambar 16. Siklus hidup Diphyllobothrium latum

(Sumber : crocodilusdaratensis.wordpress.com )

Cestoda hanya memerlukan satu inang, kecuali hymenolepis nana. Baik untuk stadium larva maupun dewasanya, cestoda lain yang hidup pada ternak dan manusia memerlukan satu atau lebih inang perantara, dimana stadium larvanya dapat berkembang setelah telur yang terinfeksi dimakan induk semang oleh inang perantaranya. Inang defenitifnya akan terinfeksi oleh cacing dewasa dengan memakan daging yang mengandung kista (cryte) yang berlarva (encysted larva). Kebanyakan spesies cestoda sangat selektif terhadap inang defenitifnya. Cacing cestoda yang mempunyai porus uterius maka sel telur- telur mempunyai operculum, jumlah kuning telurnya banyak, perkembanganya embrionya terjadi setelah telur tersebut meninggalkan inang dan embrio yang telah berkembang sempurna mempunyai cilia yang digunakan untuk berenag didalam air.

Pada spesies yang tidak mempunyai porus uterinus maka telur – telur tersebut tidak mempunyai operculum, jumlah kuning telurnya sedikit, perkembangan embrionya terjadi di dalam uterus. Telur yang berdinding lebih tebal ini sangat tahan

(24)

18

terhadap panas dan kekeringan serta dapat hidup lama di atas tanah /tumbuhan yang terkontaminasi dengan feses.

Setelah telur termakan oleh inang perantara yang sesuai, onkosfer dengan pengaruh getah pencernaan akan membebaskan diri dari embriophore yang pecah. Dengan dibantu oleh kait- kaitnya onkosfer akan menembus dinding usus, masuk ke dalam aliran limfe / darah dan sampi ke jaringan-jaringan yang sesuai untuk perkembangan larvanya. Siklus hidup ini akan sempurna bila kista yang mengandung larva tersebut termakan oleh inang defenitifnya. Larva ini akan keluar dari kistanya dengan pengaruh getah pencernaan dan melekat pada dinding usus dengan kepalanya dan akan tumbuh menjadi dewasa.

Telur Diphyllobothrium latum harus jatuh kedalam air agar bisa menetas menjadi coracidium karena Diphyllobothrium latum ini termasuk ke dalam golongan cestoda yang memerlukan air agar dapat menetaskan telurnya. Coracidium (larva) ini harus dimakan oleh Cyclops atau Diaptomus untuk bisa melanjutkan siklus hidupnya. Didalam tubuh Cyclops larva akan tumbuh menjadi larva procercoid.

Bila Cyclops yang mengandung larva precercoid dimakan oleh ikan tertentu (intermediate host kedua), maka larva cacing akan berkembang menjadi plerocercoid. Plerocercoid ini akan berada didalam daging ikan.

Cacing dewasa memiliki beribu-ribu proglotid (bagian yang mengandung telur) dan panjangnya sampai 450-900 cm. Telurnya dikeluarkan dari proglotid di dalam usus dan dibuang melalui tinja. Telur akan mengeram dalam air tawar dan menghasilkan embrio, yang akan termakan oleh zooplankton seperti Cyclops. Selanjutnya zooplankton dimakan oleh ikan. Manusia terinfeksi bila memakan ikan air tawar terinfeksi yang mentah atau yang dimasak belum sampai matang.

Bila daging ikan yang mengandung plerocercoid ini dimakan manusia, maka akan terjadi penularan. Di dalam intestinum manusia, plerocercoid akan berkembang menjadi cacing dewasa.

d. Inang

Hospes atau inang definitif dari cacing ini adalah manusia. Hospes reservoarnya adalah anjing, kucing dan beruang. Hospes perantara dari Diphyllobothrium latum yan pertama adalah Cyclops sp. dan hospes perantara kedua adalah ikan air tawar.

(25)

19

Manusi bisa terserang oleh caing ini bila manusia memakan ikan yang telah terinfeksi oleh cacing tersebut.

Penyakit yang dapat ditimbulkan oleh Diphyllobothrium latum adalah Diphyllobothriasis atau Bothriocephaliasis, Anemia dan kekurangan vitamin B12. Gejala Diphyllobothriasis: gangguan saraf, gangguan pencernaan, sakit perut, berat badan turun, lemah, kurang gizi, gangguan gastrointestinal seperti diare, tidak nafsu makan, anemia pernisiosa, dan obstruksi usus.

e. Penanggulangan

Pencegahan dan Pengendalian Pencegahan infeksi dengan cacing pita ikan di daerah endemi tergantung pada kontrol sumber infeksi, pembuangan kotoran dan penjualan ikan. Binatang sebagai hospes reservoar dapat menyulitkan masalah pemberantasan sumber infeksi. Pembuangan tinja segar didalam kolam air tawar harus dihindarkan. Penjualan ikan dari danau yang banyak mengandung parasit harus dilarang, walaupun ada kesukaran dalam pelaksanaan adiministrasi. Pendinginan sampai -100C selama 24 jam, memasak dengan sempurna selama paling sedikit 10 menit pada suhu 500C, mengeringkan dan mengasinkan ikan secara baik akan mematikan larvanya. Penduduk harus diberi penerangan tentang bahaya makan ikan mentah atau ikan yang tidak dimasak dengan baik.

12. Camallanus a. Klasfikasi Kingdom : Animalia Phylum : Platyhelminthes Classis : Nematoda Familia : Camalanidae Genus : Camallanus Spesies : Camallanus sp.

(26)

20

Gambar 17. Camallanus sp. (Sumber : acquaporta.it)

Cacing Camallanus sp. merupakan salah satu spesies dari kelas Nematoda. Cacing ini merupakan parasit pada tubuh ikan. Nematoda sering disebut cacing ‖gilig‖, merupakan kelas tersendiri dari filum Nemathelmintes. Nematoda merupakan parasit yang sering dijumpai pada ikan (Hirschhorn 1989), dimana ikan dapat bertindak sebagai induk semang antara maupun induk semang definitif.

Noga (1996) menyatakan bahwa ikan laut biasanya terinfeksi oleh nematoda yang berasal dari golongan Ascaridoidoiea (Contracecum, Pseudoterranova, Anisakis, Cotracaecum), Camallanoidea (Camallanus, Culcullanus), Dracunculoidea (Philonema, Philometra), dan Spiruroidea (Metabronema, Ascarophis). Sebagian besar camallanoids, dracunculoids, danspiruroids memiliki dua induk semang dalam siklus hidupnya dimana ikan bertindak sebagai induk semang definitif.

b. Morfologi

Menurut Kabata (1985) perbedaan antara Camallanus sp. Dengan

Procamallanus sp. terletak pada rongga kapsul. Pada Camallanus sp., buccal kapsul

terbagi menjadi dua katup sedang pada Procamallanus sp. buccal kapsul tidak terbagi. Umumnya Camallanus sp. ini menyerang organ usus dan saluran anus.

Parasit ini memiliki ciri khas yaitu memiliki suatu buccal kapsul yang dilapisi kutikula yang tebal dan sepasang lekukan pada buccal kapsul. Mulutnya seperti penjepit yang kuat, berbingkai yang dikelilingi oleh buku-buku semacam tanduk. Bentuk seperti ini akan membuat parasit ini dapat memegang dengan kuat ke dinding usus dan tidak dapat lepas. Tempat berkaitnya cacing ini pada usus dapat terjadi pendarahan. Mulut sampai esofagus memiliki dinding otot yang tebal, biasanya esofagus dilapisi kutikula.

(27)

21

Menurut Buchmann & Bresciani (2001), panjang tubuh Camallanus jantan ini dapat mencapai 6,2 mm dan betinanya dapat mencapai 11 mm. mereka memiliki ciri khas yakni adanya rongga kapsul yang terbuat dari dua katup lateral, cincin basal dan dua trident. Betina gravid berisikan larva motil kira-kira panjangnya 0,5 mm.

Camallanus sp. ini memiliki kebiasaan menghisap darah sehingga menyebabkan

anemia. Perlekatan dengan rongga kapsulnya menyebabkan erosi pada mukosa. c. Siklus Hidup

Yanong (2008) membagi siklus hidup nematoda menjadi dua kategori utama, yaitu siklus hidup langsung dan tidak langsung. Siklus hidup langsung dimana ikan bertindak sebagai inang definitif bagi nematoda dan tidak diperlukan inang antara sehingga infeksi dapat langsung disebarkan secara langsung dari satu ikan ke ikan lain melalui telur atau larva infektif yang termakan. Jika nematoda memiliki siklus hidup tidak langsung, telur atau larva akan dikeluarkan ke dalam air dan selama proses perkembangannya, larva yang belum dewasa ini setidaknya akan melewati dua organisme yang berbeda yang salah satunya adalah ikan.

Camallanus sp. memiliki siklus hidup yang tidak langsung atau melalui inang

perantara dan Camallanus sp. betina memiliki vulva yang terletak ditengah tubuh.

Camallanus sp. dewasa akan melakukan kopulasi dan Camallanus sp. betina akan

mengeluarkan larva (viviparus) ke lumen usus ikan. Larva kemudian dikeluarkan oleh ikan langsung ke perairan yang nantinya akan dimakan oleh inang antara seperti kopepoda (Buchmann & Bresciani 2001 dalam Batara, 2008). Menurut Nimai (1999)

dalam Batara (2008) didalam tubuh kopepoda larva migrasi dari saluran pencernaan

ke haemocoel pada cephalothorax dan menjadi infektif di haemocoel. Larva stadium tiga dapat ditemukan dalam inang perantara seperti kopepoda atau inang definitf. Ikan sebagai inang definitif memakan kopepoda yang mengandung larva kemudian larva berkembang menjadi dewasa dan melakukan penetrasi dalam usus. Camallanus sp. dapat hidup di usus dan pylorus sekum pada inang definitifnya dan penyakit yang disebabkan oleh Camallanus sp. disebut Camallanosis. Buccal capsule dari Camallanus sp. dapat mengakibatkan erosi pada mukosa usus (Buchmann & Bresciani, 2001 dalam Batara, 2008). Buccal capsule dilekatkan pada dinding usus dengan sangat kuat dan menyebabkan jaringan dinding usus menjadi robek. Jaringan menjadi rusak karena mengalami iskemia dan dalam waktu yang lama jaringan

(28)

22

menjadi nekrosa. Disaat yang sama Camallanus sp. melakukan migrasi ke jaringan usus yang lain dan kerusakan jaringan dapat ditemukan sepanjang usus. Kerusakan yang parah dapat menyebabkan infeksi dari parasit lain dan pertahanan tubuh ikan menurun sehingga dapat menyebabkan ikan mati.

Beberapa spesies dari parasit ini dapat berkembang dalam aquarium karena dapat menghasilkan larva aktif, nantinya parasit ini tidak memerlukan inang antara setidaknya untuk beberapa generasi (Untergasser 1989). Camallanus sp. ini dapat menyebabkan camallanosis. Selain menyerang usus, parasit ini juga menginfeksi pilorus sekum.

Gambar 18. Siklus hidup Camallanus sp. (Sumber : jstor.org)

Adapun siklus hidup parasit ini secara ringkarnya yakni cacing dewasa berkopulasi di ikan kemudian betinanya membawa larva menuju lumen usus. Camallanus sp. ini merupakan cacing vivipar. Larva akhirnya berada di air. Mereka akan termakan kopepoda yang akan terinfeksi pada hemocoelnya. Kopepoda sebagai inang antara yang berisi larva stadium ketiga (L3) dari Camallanus sp. tersebut akan dimakan oleh inang akhir yakni ikan. Melalui ingesti dan digesti kopepoda, larva cacing melekat pada mukosa dan berkembang menuju stadium dewasa pada ikan sebagai inang akhir. Inang paratenik mungkin termasuk dalam siklus parasit ini, dengan cara ini beberapa ikan membawa sejumlah besar larva dan akan berakhir pada saluran pencernaan ikan. Adapun gejala

(29)

23

yang ditimbulkan yaitu kematian, cacat dan anemia pada ikan (Buchmann & Bresciani 2001).

Camalanus sp. berkembang melalui keberadaan inang antara. Kebanyakan larvanya dapat hidup bebas di air selama 12 hari. Larva parasit ini menjadi makanan oleh cyclop krustasea dan berkembang dalam saluran pencernaan,

cyclop ini menjadi inang antara bagi camallanus sp.. Kemudian cyclop akan termakan oleh ikan. Disini ikan akan menjadi inang definitif bagi camallanusjika ikan ini tidak dimakan oleh ikan karnivor lebih besar. Parasit ini juga dapat berkembang tanpa inang antara. Pada inang parasit ini dapat berkembang dan mencapai kematangan seksual untuk kemudian melepaskan larvanya dan berkembang disana (Untergasser 1989).

d. Gejala Klinis

Gejala yang kerap muncul bila ikan terserang penyakit ini adalah ikan menjadi kurang nafsu makan, terjadi implamasi, hemoragik, pembengkakan di perut, produksi lendir secara berlebihan, atau mengalami kerusakan fisik lainnya.

Gambar 19. Ikan yang terinfeksi Camallanus sp. (Sumber : akuariumok.ru)

Camallanus banyak menyerang Poecilidae dan jenis ikan ovipar lain

sebagai inang akhir (Noga 1996). Menurut Noga (1996), parasit ini akan kelihatan keluar dari anus dan berwarna merah jika ikan diam tidak bergerak. Saat ikan mulai bergerak cacing masuk lagi ke dalam usus sehingga anus akan terlihat menonjol. Cacing betina panjangnya dapat mencapai 10 mm, sementara cacing jantan mencapai 3 mm. Infeksi Camallanus sering diakibatkan oleh inang perantara lain seperti burung, krustasea atau larva serangga. Namun kemungkinan besar infeksi terjadi melalui pakan alami.

(30)

24

Camallanus sp. dapat hidup di usus dan pylorus sekum pada inang definitifnya

dan penyakit yang disebabkan oleh Camallanus sp. disebut Camallanosis. Buccal capsule dari Camallanus sp. dapat mengakibatkan erosi pada mukosa usus (Buchmann & Bresciani, 2001 dalam Batara, 2008). Buccal capsule dilekatkan pada dinding usus dengan sangat kuat dan menyebabkan jaringan dinding usus menjadi robek. Jaringan menjadi rusak karena mengalami iskemia dan dalam waktu yang lama jaringan menjadi nekrosa. Disaat yang sama Camallanus sp. melakukan migrasi ke jaringan usus yang lain dan kerusakan jaringan dapat ditemukan sepanjang usus. Kerusakan yang parah dapat menyebabkan infeksi dari parasit lain dan pertahanan tubuh ikan menurun sehingga dapat menyebabkan ikan mati.

e. Penanggulangan

Pengendaliannya yang bisa dilakukan adalah dengan merendamkan ikan dalam larutan PK 5 mg/l selama 30 menit, pemberian garam dapur 40 mg/l selama 24 jam, serta larutal methylen blue 4 gr/m3. Pada pencegahan, sebaiknya pada pakan alami dilakukan treatment terlebih dahulu, seperti dengan merendam pakan alami dengan larutan PK 5 mg/l selama 30 menit atau dengan disinfeksi telur menggunakan dylox 0,8 pp atau ziram 1 ppm. 13. Acanthocephala a. Klasifikasi Kingdom : Animalia Filum : Acanthocephala Gambar 20. Acanthocephala

(31)

25 b. Morfologi

Acanthocephala berasal dari bahasa yunani Acanthos ―duri‖ dan Kephale ―kepala‖ merupakan invertebrate sepanjang hidupnya sebagai parasit. Acanthocephala disebut juga sebagai cacing kepala duri, bagian kepala cacing tersebut disebut probiscus, kemudian bagian leher dan tubuh.

Acanthocephala merupakan cacing yang berbentuk silinder, agak pipih, dan proboscis yang dapat dimasukkan dan dikeluarkan dari tubuhnya yang berada di ujung anterior tubuh. Bentuk tubuh Acanthocephala adalah selindris memanjang ukurannya kurang lebih 1-2 cm, kecuali jenis Gigantorhynhus figas 10-65 cm. Jumlah spesies 1.150 telah diuraikan.

Gambar 21. Bagian-bagian Tubuh Acanthocephala

Untuk mengidentifikasi spesies dari Acanthocephala dapat dilihat dari jumlah dan susunan kait pada proboscis. Probosis dan leher dapat ditarik masuk ke dalam badan bagian anterior. Proboscis berbentuk bulat atau silindris dan dilengkapi baris-baris kait atau spina yang membengkak diatur dalam baris-baris horizontal yang berguna untuk melekatkan tubuh cacing tersebut pada usus inangnya. Kait nya mungkin dua atau tiga bentuk, biasanya, kait yang lebih panjang dan lebih tipis diatur sepanjang probosis, dengan beberapa baris kait yang lebih kokoh, sedangkan kait yang lebih pendek berada di sekitar dasar probosis. Probosis digunakan untuk menembus dinding usus, dan menumpu sang parasit secara cepat sementara sang parasit memenuhi siklus hidupnya.

(32)

26

Gambar 22. Bagian Kepala Berduri (probosis)

Permukaan tubuh Acanthocephala dapat dibilang unik. Secara eksternal, kulit memiliki kutikula yang tipis meliputi epidermis, yang terdiri dari syncytium tanpa dinding sel. Syncytium ini dilalui oleh serangkaian tubulus bercabang yang mengandung cairan dan dikendalikan oleh beberapa amoeboid inti . Di dalam syncytium ada suatu lapisan yang tidak teratur dari serat otot melingkar, dan juga tidak ada endotelium .

Tidak adanya serat longitudinal pada kulit probosis yang menyerupai tubuh, akan tetapi cairan tubulus dari probosis dihilangkan dari tubuh. Saluran-saluran dari probosis terbuka ke dalam pembuluh melingkar yang membentang sepanjang dasarnya. Dari dua saluran melingkar seperti kantung yang disebut lemnisci, masuk ke dalam rongga tubuh, di samping rongga probosis. Masing-masing terdiri dari syncytial pada kulit probosis, yang ditembus oleh saluran dan diselubungi dengan lapisan otot. Mereka bertindak sebagai ―waduk‖ atau tempat penyimpanan dimana cairan yang digunakan untuk menjaga proboscis menjadi tegak dapat menarik ketika ditarik kembali, dan cairan dapat dikeluarkan ketika ingin memperbesar probosis.

Sistem syaraf yang terdapat pada Acanthocephala terdiri dari: 1) Terdapat ganglion dibalik belalai atau septum.

2) Terdapat dua pasang posterior penghubung tubuh. 3) Ada otot syaraf yang kompleks disebut retinakulim.

4) Terdapat genital ganglion yang tersebar pada jaringan otan pejantan.

Pada sistem pencernaannya Acanthocephala, Acanthocephala tidak memiliki mulut ataupun saluran pencernaan. Acanthocephala yang telah dalam tahap dewasa

(33)

27

hidup di usus dari inang mereka dan menyerap nutrisi yang telah dicerna oleh sang inang secara langsung melalui permukaan tubuh inang tersebut.

Pada umumnya, Acanthocephala itu tidak mempunyai system ekskresi yang khusus, system ekskresi terdiri dari “flame bulb protonephridia” yang bermuara kantung umum (kandung kemih). Kandung kemih tersebut mengarah ke saluran sperma pada jantan dan ke bagian pangkal dari rahim pada wanita.

Struktur alat reproduksi pada Acanthocephala bagian belakang probosis ke arah belakang tubuh (ekor) yang disebut ligamen. Pada jantan, terdapat dua testis yang berada pada bagian sisi. Pada saat vas terbuka akan menghasilkan tiga diverticula atau seminales vesiculae. Pada jantan juga memiliki tiga pasang kelenjar semen berapa dibagian belakang alat kelamin (testis), yang mensekresi kesaluran deferentia vasa. Kemuadian menjulur keluar pada saat posterior terbuka.

Sedangkan pada betina terdapat sel telur, seperti pada alat reproduksi pada jantan berbentuk bulat memanjang sepanjang ligamen. Sejumlah ovarium masuk melalui saluran rongga ke tubuh dan kemudian mengapunga besama fluida. Kemudian, telur dibuahi sehingga terbentuknya embrio muda di dalam rahim. Pada saluran ke rahim terdapat dua lubang kecil yang terletak pada bagian punggung, sehingga embrio yang lebih matang akan melewati kedua lubang ini ke rahim, lalu telur keluar melalui saluran tubuh. Jika berhasil lolos melalui rongga ke tubuh atau keluar melalui terbukanya kedua lubang kecil punggungnya. Embrio yang lolos pada induknya akan keluar bersamaan dengan kotoran pada melalui saluran pencernaan inangnya.

c. Siklus Hidup

Acanthocephala memiliki siklus hidup yang kompleks, melibatkan beberapa host pada tahap perkembangannya. Hospes awal pertama adalah moluska. Dalam hospes perantara Acanthocephala bergek masuk melalui rogga tuguh ke dalam usus, kemudian pada tahap ini akan melakukan transformasi infektif. Parasit kemudian dilepaskan pada tahap dewasa oleh hospes pertama ketika dilepaskan parasit ini akan membentuk dirinya seperti bulatan sehingga host berikutnya menelannya sebagai makanan hingga ke usus, dalam usus parasit ini akan berkembang hingga dewasa. belalai atau duri yang terdapat pada proboscis akan berkembang hingga menancap diding usus host lebih lama semakin kuat. Pada tahap ini, semua organ siap untuk

(34)

28

bereproduksi karena kecepatan tumbuh dan berkembang lebih matang, kemudian tumbuh dan berkembang pula organ seksnya. Cacing jantan akan melakukan hubungan seks menggunakan eksresi kelenjar ke alat kelamin betina, kemudian perkembangan embrio pada seekor betina dan terjadilah siklus kehidupan baru. d. Mekanisme Predasi

Jika telur dimakan arthropod, maka larva akan keluar dari cangkang dan menembus dinding usus inang perantara, untuk kemudian menetap di dalam hemocoel. Apabila kemudian ada ikan, burung atau mamalia (carnivora) memakan arthropod yang mengandung larva, maka cacing tersebut akan menempel pada dinding usus dengan bantuan probosis yang berduri.

Cacing endoparasit yang membutuhkan inang perantara sebelum mencapai inang utama. Dalam jumlah yang besar, Acanthocephala dapat merusak dinding usus binatang vertebrata. 14. Echinorhyncus a. Klasifikasi Kingdom : Animalia Filum : Acanthocephala Class : Archiacanthocephala Ordo : Echinorhynchida Family : Echinorhynchidae Genus : Echinorhynchus Spesies : Echinorhynchus sp Gambar 23. Echinorhyncus

(35)

29 b. Morfologi

Tubuhnya terlihat lebih lebar di bagian anterior. Kelenjar semen terpisah dan berbentuk bulat. Probosisnya berbentuk silinder dengan berbagai kait. Cacing parasite tersebut memiliki ukuran sepanjang 15-25 mm. Bentuk tubuh bagian luar disebut proboscis, leher dan trunk. Duri yang terdapat pada proboscis merupakan senjata yang berbentuk seperti mata kail berfungsi sebagai pengait dan menempelkan dir inya pada bagian usus host atau inangnya. Parasit ini mampu hidup dalam jaringan fisiologi hostnya serta mempunyai kemampuan hidup tanpa oksigen atau anaerob.

Pada spesies jantan dan betina, keduanya memiliki proboscis yang membalik keluar dengan bentuk persegi panjang dan memiliki banyak kait kecil.

Pada spesies jantan, kedua testis berukuran kecil dan terdapat pada ujung dari penghubung probosis. Lima dari enam kelenjar semen yang terlihat, tampak seperti bulatan kecil berwarna merah gelap di posterior testis. Hal tersebut hanya terjadi pada cacing jantan yang belum dewasa. Pada saat cacing jantan telah dewasa, kedua testis dan kelenjar semen akan berkembang sekitar dua kali lipat dari ukuran testis dan kelenjar semen mereka saat belum dewasa. Pada spesies betina, banyak telur dalam berbagai tahap perkembangan yang terlihat seperti tubuh yang memanjang.

(36)

30 c. Siklus Hidup

Tubuh parasit 10-20 mm panjang dan terdiri dari probosis, leher, dan badan. Cacing masuk ke dinding rektum dari sang inang dengan probosis dan lehernya. Cacing tersebut bersifat dioecious dan pada cacing betina menghasilkan telur elips termasuk embrio. Larva menetas dari telur dalam tubuh cacing dewasa dan tumbuh. Umumnya, acanthocephala memanfaatkan ikan sebagai inang yang tetap dan menjadi parasite bagi krustasea untuk hospes perantara. Dilaporkan bahwa

Echinorhynchus gadi menginfeksi ke inang melalui amphipods (Marcogliese, 1994).

d. Mekanisme Predasi

Telur-telur yang berukuran besar dan berwarna kecoklatan dikeluarkan dekat inangnya. Telur-telur menetas menjadi larva berambut dan memiliki kait-kait yang halus, ini disebut oncomyracidium. Ephitel rambut akan lepas bila larva sudah sanggup melekat pada kulit atau insang ikan. Viviparous monogenea ( yaitu., Gyrodactylidae) telur telah menetas jadi larva, sebelum dilepaskan. Kemudian larva tersebut langsung menempel pada inang yang sama atau lepas mencari inang baru, Siklus hidup yang secara langsung ini (direct life cycle ) dapat mempercepat tumbuhnya populasi parasit tersebut.

e. Gejala Klinis

Pada infeksi ringan sering tidak menimbulkan gejala-gejala yang berarti. Sedangkan pada infeksi berat biasanya ditandai dengan gejala ―emaciation‖ atau badan kurus, kehilangan nafsu makan, mengeluarkan kotoran berwarna putih dan tipis, atau kotoran dengan warna berselang-seling antara gelap (hitam) dan terang (putih). Pada ikan mati, kehadiran cacing ini dapat diketahui dengan melakukan pembedahan dan pengamatan pada isi perut ikan tersebut. Pada umumnya memilki panjang antara 0.5 sampai 2 cm dengan diameter kurang lebih seukuran dengan rambut. Pada ikan hidup pengamatan dapat dilakukan pada kotoran ikan dibawah mikroskop

f. Penanggulangan

Penyakit ini dapat diobati dengan merendam ikan yang sakit dengan larutan formalin 100 - 150 ppm selama 15 - 30 menit, dan diulangi selama tiga hari berturut. Kalau ikan telah mengalami luka sebaiknya direndam dalam larutan acriflavin 5 - 10

(37)

31

ppm selama 1 - 2 jam. Setelah itu diberi Combatrin dengan dosis 1 botol combatrin (10 ml) untuk 5 kg pakan

15. Sparganosis a. Sejarah

 1882 : Manson mendapatkan sparganosis jaringan dari penduduk asli yang diautopsi di Amoy-RRC

Larva pleroserkoid dari berbagai spesies Diphyllobothrium telah ditemukan pada manusia dan diketahui sebagai sparganum dan penyakitnya disebut sparganosis

Diphyllobothrium pada binatang mis. D. mansoni memerlukan anjing, kucing dan binatang lainnya sebagai hospes definitifnya

 Manusia dapat bertindak sebagai hospes perantara kedua apabila mengandung sparganum (pleroserkoid)

b. Daur Hidup

 Sparganum → mengembara di otot dan fasia → larva tidak bisa menjadi dewasa.

 Daur hidup menyerupai D. latum,

H P pertama : Cyclops, dibentuk proserkoid

H P kedua : Hewan pengerat kecil, ular dan kodok, ditemukan pleroserkoid atau sparganum

c. Patologi dan Gejala Klinis

Larva dapat ditemukan di seluruh daerah badan, pada mata, kulit, jaringan otot, toraks, perut, paha, daerah inguinal dan dada bagian dalam. Sparganum dapat menyebar ke seluruh jaringan.

Perentangan dan pengerutan larva dapat menyebabkan: 1) Peradangan

2) Edema jaringan sekitar yang nyeri

Larva yang rusak menyebabkan peradangan lokal yang dapat menyebabkan nekrosis. Menunjukkan sakit lokal, urtikaria raksasa yang timbu secara periodik, edema dan kemerahan yang disertai dengan menggigil, demam dan hipereosinofilia.

(38)

32

Infeksi pada bola mata menyebabkan konjungtivitis disertai dengan bengkak dan lakrimasi dan ptosis.

d. Diagnosis

Menemukan larva di tempat kelainan, Untuk mengidentifikasi diperlukan binatang percobaan

e. Pengobatan  Pembedahan  Pengangkatan larva f. Prognosis

Prognosis terkandung pada lokasi parasit dan pembedahan yang berhasil Epidemiologi Parasit ditemukan di Asia Timur dan Asia Tenggara, Jepang, Cina, Afrika, Eropa, Australia, Amerika utara-Selatan dan Indonesia

g. Penyebab

 Mengandung air yang mengandung cyclops yang infektif

 Makan kodok, ular atau binatang pengerat yang mengandung pleroserkoid  Mempergunakan daging kodok yang infektif untuk obat

h. Pencegahan

 Air minum dimasak atau disaring

 Memasak daging hospes perantara sempurna

 Pencegahan penggunaan daging kodok sebagai pengobatan pada daerah mukosa-kutan yang meradang

16. Rhabditis a. Klasifikasi Filum : Helminthes Class : Nematoda Ordo : Rhabditida Family : Rhabditidae Genus : Rhabditis Spesies : Rhabditis sp.

(39)

33 b. Morfologi

Rhabdiasoidea yang bersifat gonochoristis adalah hidup bebas sedang yang bersifat hermaprodit atau parthenogenesisi adalah bersifat parasit. Terdiri dari 2 famili. Oesophagus 3 bagian, terutama pada larva, hidup bebas dan parasit.

Gambar 25. Rhabditis sp. 17. Trichinella a. Klasifikasi Filum : Helminthes Class : Nematoda Ordo : Spiruroidea Family : Trichinellidae Genus : Trichinella Spesies : Trichinella sp. b. Morfologi

Trichinella spiralis atau disebut juga cacing otot adalah hewan dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filumNematoda. Cacing ini menyebabkan penyakit trichinosis pada manusia, babi, atau tikus. Parasit masuk ke tubuh manusia melalui daging babi yang dimasak kurang matang. Di dalam usus manusia, larva berkembang menjadi cacing muda. Cacing muda bergerak ke otot melalui pembuluh limfa atau darah dan selanjutnya menjadi cacing dewasa. Untuk mencegah terinfeksi oleh cacing ini, daging harus dimasak sampai matang untuk mematikan cacing muda.

Gambar

Gambar 2.  Gyrodactylus sp.
Gambar 3. Diplozoon sp.
Gambar 5. Clinostomum sp.
Gambar 7. Echinostoma sp.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembuluh nadi memiliki dinding otot yang lebih tipis dibandingkan pembuluh balik.. Pembuluh nadi terletak dekat dengan permukaan tubuh, sedangkan pembuluh balik terletak di dalam otot

Variabel memiliki nama (atau disebut identifier), misalnya: nama, usia, alamat dan sejenisnya sesuai dengan data yang diwakili. Nama dari setiap variabel itu harus unik dan

a. Kulit luar, memiliki dinding luar sel-sel yang menebal dan bermodifikasi menjadi rambut-rambut halus, duri, dan lentisel.. Kulit pertama, terletak di sebelah dalam

Pada pengujian ini dilakukan pengoperasian dalam jangka waktu 30 menit, kemudian mengukur suhu menggunakan thermo gun pada beberapa bagian komponen, meliputi catu daya

Proses penyamakan merubah kulit mentah yang memiliki warna putih menjadi coklat, kulit yang tipis menjadi lebih tebal, meningkatkan suhu kerut 15 0 C - 20 0 C

Praktikum Klasifikasi kodefikasi penyakit masalah terkait sistem kulit akan membahas tentang terminology medis meliputi istilah medis yang terdiri dari prefixes,

Duas permukaan tubuh ba%i baru lahir kira$kira ti&a kali luas permukaan tubuh oran& dewasa den&an lapisan lemak di bawah kulit %an& lebih tipis, terutama pada

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,