i
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEMBENTUKAN JAKSA 2019
MODUL
DELIK TERTENTU DALAM KUHP
DISUSUN OLEH :
TIM PENYUSUN MODUL
BADAN DIKLAT KEJAKSAAN R.I.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2019
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………..i
TIM PENYUSUN MODUL………..ii
KATA PENGANTAR………..iii DAFTAR ISI……….iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….……… 1 B. Deskripsi Singkat ……… ………...3 C. Tujuan Pembelajaran………...3 D. Pokok Bahasan……….. …………3 Fasilitas / Media……….5
BAB II DELIK TERTENTU DALAM KUHP A. Delik Terkait Harta Benda………...6
- Pencurian……….6
- Pencurian dengan Pemberatan………...7
- Pemerasan………...10
v
- Penipuan……….13
- Penadahan………..14
- Perjudian………15
- Perusakan Barang………..17
B. Delik Terkait Orang……….18
- Penghinaan……….18
- Penganiayaan……….22
- Penganiyaan Ringan………..23
- Kekerasan dengan Tenaga Bersama………..24
- Kealpaan Menyebabkan Orang Lain Mati………26
- Kealpaan Menyebabkan Orang Lain Luka………27
- Perzinahan………....………..27
- Perkosaan………...28
- Nikah Tanpa Izin………...28
- Perbuatan Cabul……….30
- Pembunuhan………...31
C. Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Dan Ketertiban Umum - Makar……….37
- Permufakatan Jahat………37
vi
- Penodaan Bendera Kebangsaan Dan Lambang Negara...40
- Kejahatan Yang Membahayakan Keamanan Umum Bagi Orang atau Barang……….67
- Kejahatan Terhadap Penguasa Umum………...…... 67
- Sumpah Palsu atau Keterangan Palsu………68
- Pemalsuan Mata Uang Dan Uang Kertas………..69
- Pemalsuan Materai dan Merek………...74
- Pemalsuan Surat………...74
- Peniadaan Pidana………...82
- Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang………...94
BAB III PENUTUP………96
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 1 BAB I
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
KUHP atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan pidana secara materiil di Indonesia, merupakan warisan kolonial Belanda yang berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. Pengesahannya dilakukan melalui Staatsblad Tahun 1915 nomor 732 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918. Setelah kemerdekaan, KUHP tetap diberlakukan disertai penyelarasan kondisi berupa pencabutan pasal-pasal yang tidak lagi relevan. Hal ini berdasarkan pada Ketentuan Peralihan Pasal II UUD 1945 yang menyatakan bahwa: "Segala badan negara dan peraturan yang masih ada langsung diberlakukan selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini."
Penegasan kembali pemberlakuan hukum pidana pada masa kolonial sejak tanggal 26 Februari 1946, saat itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Undang-undang inilah yang kemudian dijadikan dasar hukum perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS), yang kemudian dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Meskipun demikian, dalam Pasal XVII UU Nomor 1 Tahun 1946 juga terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa: “Undang-undang ini mulai berlaku buat pulau Jawa dan Madura pada hari diumumkannya dan buat daerah lain pada hari yang akan ditetapkan oleh Presiden.” Dengan demikian, pemberlakuan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht hanya terbatas pada wilayah jawa dan Madura. Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di seluruh wilayah Republik Indonesia baru dilakukan pada tanggal 20 September 1958, dengan diundangkannya UU No. 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 2
Undang-Undang Hukum Pidana. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1958 yang berbunyi: “Undang-Undang No. 1 tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.”
Perkebangan KUHP dari waktu ke waktu mengalami dinamikanya, adanya perubahan, pencabutan juga penambahan baik dengan undang-undang maupun oleh Mahkamah Konstitusi karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945. Hal ini dapat difahami karena rumusan pasal - pasalnya sudah tidak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia yang selalu berkembang. Hal ini dapat di lihat dengan adanya RUU KUHP yang sampai saat ini masih terus diperbaharui rumusannya dan masih menunggu waktu untuk disahkan.
Untuk itu bagi para calon jaksa yang nantinya akan menerapkan pasal-pasal KUHP itu harus selalu mengikuti perkembangan perubahan-perubahan tersebut agar dapat dengan tepat, benar, untuk menjamin kepastian hukum, keadilan juga kemanfaatan di dalam kehidupan bermasyarakat.
Berdasar keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-027/J.A/03/1994 Tanggal 5 Maret 1994 perihal Pengelompokan Jenis-jenis Perkara Tindak Pidana Umum,dalam KUHP dikelompokkan sebagai berikut :
1. Jenis tindak pidana yang termasuk tindak pidana terhadap keamanan negara dan Ketertiban umum, yang meliputi :
a. Buku Kedua ( Kejahatan ), Bab I sampai dengan Bab XXIX A ( Pasal 104 – 479 r ) KUHP;
b. Buku Ketiga ( Pelanggaran ), Bab I sampai dengan Bab IX ( Pasal 489 – 569 ) KUHP
2. Jenis tindak pidana yang termasuk tindak pidana terhadap orang dan harta benda yang meliputi :
a. Buku Kedua ( Kejahatan ), Bab XIII sampai dengan Bab XXX ( Pasal 277 – 485 ) KUHP;
b. Buku Ketiga ( Pelanggaran ), Bab IV – Bab VII ( Pasal 529 – 551 ) KUHP.
Untuk memudahkan di dalam menemukan kembali Pasal-pasal yang dibahas serta memudahkan memasukkan ke dalam golongan jenis tindak pidana,
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 3
maka penguraian tentang delik-delik tertentu dalam modul ini akan disesuaikan dengan penggolongan yang diatur dalam keputusan Jaksa Agung RI tersebut. Namun untuk memudahkan pemahaman dan intensitas terjadinya tindak pidana di masyarakat pembahasannya dapat dilakukan sesuai dengan referensi
yang sudah biasa, yaitu mulai dari tindak pidana terhadap harta benda, orang, kesusilaan, ketertiban umum, penghinaan, dan pemalsuan.
B. DESKRIPSI SINGKAT
Mata diklat Delik-delik Tertentu Dalam KUHP memberi pengetahuan dasar tentang Delik-delik Tertentu Dalam KUHP yang meliputi kejahatan terhadap ketertiban umum, kejahatan terhadap orang dan harta benda.
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
a. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah pembelajaran selesai peserta diklat diharapkan dapat mengerti dan memahami tentang Delik-delik Tertentu Dalam KUHP yang menyangkut tindak pidana terhadap ketertiban umum , terhadap orang dan harta benda.
b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mengikuti diklat ini Peserta diklat mampu menerapkan pasal-pasal dari tindak pidana tertentu terhadap ketertiban umum (Kamtibum) dan tindak pidana terhadap orang dan harta benda (Oharda) yang terjadi dimasyarakat.
D. POKOK BAHASAN
Dalam KUHP terdapat delik-delik tertentu menyangkut tindak pidana terhadap ketertiban umum maupun terhadap orang dan harta benda. Pokok pembahasan akan dimulai dari tindak pidana yang paling sering ditemukan dalam interaksi manusia sehari-hari dan penanganannya diserahkan kepada Jaksa yang baru dilantik setelah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa. Pokok pembahasan dimaksud disusun sebagai berikut:
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 4
1. Pencurian (Pasal 362 – Pasal 365 KUHP)
2. Pemerasan dan pengancaman (Pasal 368 – Pasal 369 KUHP) 3. Penggelapan (Pasal 372 – Pasal 374 KUHP)
4. Penipuan (Pasal 378 KUHP)
5. Penadahan (Pasal 480-Pasal 481 KUHP) 6. Penghinaan (Pasal KUHP)
7. Penganiayaan (Pasal 351 – Pasal 353 KUHP)
8. Kealpaan yang menyebabkan luka/mati (Pasal 359 – Pasal 360 KUHP) 9. Kejahatan terhadap kemerdekaan orang
10. Kejahatan terhadap nyawa
11. Kejahatan terhadap asal usul perkawinan 12. Perbuatan curang
13. Perbuatan merugikan pemiutang atau orang yang mempunyai hak 14. Penghancuran atau perusakan barang
15. Pemalsuan surat
16. Kejahatan terhadap kesusilaan
17. Kejahatan terhadap Keamanan Negara
18. Kejahatan terhadap Presiden dan Wakil Presiden
19. Kejahatan terhadap Negara Sahabat dan terhadap Kepala Negara sahabat serta wakilnya
20. Kejahatan terhadap kewajiban dan hak kenegaraan 21. Kejahatan terhadap ketertiban umum
22. Kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang
23. Kejahatan terhadap penguasa umum 24. Sumpah palsu atau keterangan palsu 25. Pemalsuan mata uang dan uang kertas 26. Pemalsuan meterai dan merek
27. Membuka rahasia 28. Kejahatan jabatan
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 5
30. Pelanggaran terhadap keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan
31 Pelanggaran ketertiban umum
E. FASILITAS / MEDIA
Fasilitas dan media yang digunakan dalam proses pembelajaran ini anatara lain : 1. Naskah Pegangan Peserta (Modul);
2. Proyektor
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 6 BAB II
DELIK TERTENTU DALAM KUHP A. DELIK TERKAIT HARTA BENDA
Kejahatan terhadap harta benda merupakan kejahatan yang paling banyak terjadi di dalam masyarakat. Jenis-jenis kejahatan terhadap harta benda diatur dalam Buku II KUHP, antara lain adalah pencurian, pemerasan, penggelapan, penipuan dan penadahan,
Unsur-unsur khas dari masing-masing tindak pidana terhadap harta benda ialah:
1. dari pencurian (diefstal) : mengambil barang orang lain untuk memilikinya;
2. dari pemerasan : (afpersing) : memaksa orang lain dengan kekerasan untuk memberikan sesuatu;
3. dari penipuan (oplichting) : membujuk orang lain dengan tipu muslihat untuk memberi sesuatu;
4. dari penggelapan (verduistering) : memiliki barang yang sudah ada ditangannya (zich to eigenen);
5. dari penadahan : menerima atau memperlakukan barang yang diperoleh orang lain.
Berikut ini akan dijelaskan unsur delik tersebut diatas sebagaimana diatur dalam KUHP.
Pencurian Pasal 362 KUHP
“Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun, atau
pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Bagian inti delik (delict bestanddelen) : 1. barangsiapa;
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 7
Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkannya ke lain tempat.1 Perbuatan mengambil juga diartikan perbuatan yang mengakibatkan barang dibawah kekuasaan yang melakukan atau yang mengakibatkan barang berada di luar kekuasaan pemiliknya.Menurut HR tanggal 12 Nopember 1894 pengambilan telah selesai jika barang berada pada pelaku, sekalipun ia kemudian melepaskan karena diketahui.
3. sesuatu barang;
dalam pengertian sesuatu barang, tidak hanya yang mempunyai nilai ekonomis akan tetapi termasuk juga yang mempunyai nilai non ekononomis seperti karcis kereta api yang telah terpakai (HR 28 April 1930) dan sebuah kunci sehingga pelaku dapat memasuki rumah orang lain (HR 25 Juli 1933).
4. barang itu seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain;
Barang yang diambil oleh pelaku tidak perlu kepunyaan orang lain pada keseluruhannya, barang itu bisa saja merupkan milik atau kepunyaan bersama antara korban dan pelaku.
5. dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.
Perbuatan mengambil barang orang lain itu dilakukan oleh pelaku untuk memilikinya yang dikendaki tanpa hak atau kekuasaan pelaku. Dalam hal ini pelaku harus menyadari bahwa barang yang diambilnya ialah milik orang lain.
Pencurian dengan Pemberatan Pasal 363 KUHP
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1. Pencurian ternak
2. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang;
3. Pencurian diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 8
4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 5. Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan atau untuk
sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong
atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu,2 perintah palsu atau
pakaian jabatan palsu
(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pencurian yang dirumuskan dalam Pasal 363 KUHP disebut dengan Pencurian Berat yaitu pencurian dalam bentuk pokok sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP ditambah dengan unsur-unsur lain yang memberatkan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 363 Ayat (1) KUHP dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Pencurian ternak;
Obyek dari pencurian disini ialah berupa hewan ternak.
2. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang;
Keadaaan-keadaan tersebut diatas merupakan keadaan bencana dan dapat dipastikan pada saat itu orang-orang dalam kondisi panik dan cemas hingga mereka kurang memperhatikan barang-barang kepunyaannya. Oleh karena itu dalam keadaan seperti itu akan mempermudah tindakan pencurian.
3. Pencurian diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
Rumah merupakan tempat kediaman atau tempat tinggal. Disamping rumah, gerbong kereta api, perahu atau setiap bangunan yang dibuat sedemikian rupa untuk tempat kediaman termasuk juga dalam pengertian rumah.
Pekarangan tertutup ialah sebidang tanah yang mempunyai tanda-tanda batas yang nyata yang menunjukkan bahwa tanah dapat dibedakan dari bidang-bidang tanah sekelilingnya. Tanda-tanda batas itu dapat juga berupa saluran air, tumpukan batu-batu, pagar bambu, dsb.14)
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 9
4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
Dalam hal ini pencurian itu harus dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bekerja sama baik fisik maupun psikis, artinya tindakan pencurian yang mereka lakukan haruslah didasarkan pada kehendak bersama.
5. Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu,3 perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
Perintah palsu ialah perintah yang seakan-akan asli dan seakan-akan dikeluarkan oleh orang yang berwenang membuatnya berdasarkan UU atau peraturan lain, sedangkan pakaian jabatan palsu ialah pakaian yang dipakai oleh seseorang yang seakan-akan orang itu berhak memakainya.
Pasal 365 KUHP
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta yang lain, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri. (2) Diancam dengan pidana paling lama dua belas tahun :Jika perbuatan dilakukan
pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kerta api, atau trem yang sedang berjalan.
1. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
2. Jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau jabatan palsu. 3. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
(3) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 10
Bagian inti delik (delict bestanddelen) pasal ini sama dengan delik pencurian biasa (Pasal 362 KUHP). Ketentuan dalam Pasal 365 KUHP tidak berarti gabungan antara pencurian dengan delik kekerasan yang lain meskipun dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Kekerasan dan ancaman kekerasan merupakan keadaan yang berkualifikasi. Maksudnya suatu keadaan yang mengubah kualifikasi pencurian (biasa) menjadi pencurian dengan kekerasan (sehari-hari disebut perampokan).
Pemerasan Pasal 368 KUHP
(1) Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Ketentuan Pasal 365 ayat (2), (3) dan (4) berlaku bagi kejahatan ini.
Bagian inti delik (delict bestanddelen) ialah :
1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
Hal ini merupakan tujuan terdekat dengan memakai paksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dengan adanya bagian inti untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, maka delik ini ada persamaannya dengan delik penipuan yang dimaksud Pasal 378 KUHP, yaitu ada penyerahan sesuatu dari korban kepada pembuat. Akan tetapi terdapat perbedaan yang mendasar, yaitu pada delik pemerasan ini ada paksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga orang itu menyerahkan sesuatu atau mengadakan utang atau menghapus piutang sedangkan pada delik penipuan, korban tergerak untuk menyerahkan sesuatu dan seterusnya karena rayuan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kata-kata bohong.
Pada delik pemerasan ini ancaman pidananya jauh lebih berat, lebih dua kali lipat.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 11
Dalam delik ini si pembuat mengetahui bahwa perbuatannya untuk menguntungkan diri sendiri itu melawan hukum.
3. Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Merupakan pemerasan jika seorang memaksa penyerahan barang yang dengan penyerahan itu dapat mendapatkan piutangnya, juga jika memaksa orang untuk menjual barangnya walaupun dia bayar harganya dengan penuh atau bahkan melebihi harganya (Hoge Raad, 23 Maret 1936, N. J 563 dan 814).
Menurut JM. Van Bemmelen – WFC Van Hattum, delik pemerasan berdasarkan Pasal 368 KUHP ini erat hubungannnya dengan delik pencurian dengan kekerasan atau perampokan (Pasal 365 KUHP), karena keduanya mengenai kekerasan atau ancaman kekerasan dan keduanya mengenai pengambilan barang orang lain. Perbedaannya ialah pada delik pemerasan ini ada semacam ”kerjasama” dengan korban, karena korban sendiri yang menyerahkan barang itu (dengan paksaan berupa kekerasan atau ancaman kekerasan) sedangkan delik pencurian dengan kekerasan tidaklah demikian, pencuri itu mengambilnya sendiri.
Pasal 369 KUHP
(1) Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena kejahatan.
Bagian inti delik dari pasal ini sama dengan delik pemerasan (Pasal 368 KUHP), ditambah satu bagian inti lagi yaitu ”dengan ancaman akan membuka rahasia”. Jadi paksaannya itu berupa akan membuka rahasia korban jika tidak diberi sesuatu atau seterusnya itu. Dalam bahasa Belanda delik ini dikenal dengan Chantage.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 12 Penggelapan
Pasal 372 KUHP
”Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan
ratus rupiah.”
Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam Pasal 362 KUHP, bedanya dalam pencurian, barang yang diambil untuk dimiliki itu belum berada di tangan si pelaku, sedangkan dalam kejahatan penggelapan, barang yang diambil untuk dimiliki itu sudah berada ditangan si pelaku tidak dengan jalan kejahatan atau sudah dipercayakan kepadanya.
Menurut putusan Mahkamah Agung tanggal 24 Juni 1901 perbedaan antara pencurian dan penggelapan terletak pada siapa yang secara nyata menguasai barangnya. Pencurian tidaklah mungkin terhadap suatu barang yang sudah berada dalam kekuasaan hukum dan kekuasaan nyata pelaku. Pengambilan barang secara melawan hukum dengan persetujuan si pemegang ialah pencurian.
Pasal 374 KUHP
”Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencaharian atau karena
mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
Menurut putusan Mahkamah Agung Nomor 35 K/Kr/1975 tanggal 25 September 1975 Pasal 374 KUHP ini hanyalah pemberatan dari Pasal 372 KUHP, yaitu apabila dilakukan dalam hubungan jabatan atau hubungan kerja, sehingga jika Pasal 374 KUHP dapat dibuktikan maka Pasal 372 KUHP dengan sendirinya dapat dibuktikan juga.
Yang diartikan dengan kata ”memiliki” (toe eigenen) sebagai dimaksud Pasal 374 KUHP ialah menguasai barang bertentangan dengan hak yang dipunyai
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 13
seseorang atas barang tersebut (toe eigenen is een ”beschikken” over het goed in strijd met de aard van het richt, dat men over dat goed uitoefend), maka penggunaan uang oleh seorang pegawai negeri untuk keperluan lain (meskipun untuk itu dibuatkan bon) dari pada yang telah ditentukan merupakan kejahatan termaksud dalam Pasal 374 KUHP (MA No. 83 K/Kr/1956 tanggal 8 Mei 1957).
Penipuan Pasal 378 KUHP
”Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara
paling lama empat tahun”.
Menurut HR tanggal 29 Maret 1949 unsur-unsur penipuan ialah:
1. dengan maksud untuk menguntungkan diri dengan melawan hukum ;
Menguntungkan diri dengan melawan hukum berarti menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak.
Menurut HR tanggal 27 Mei 1935 pelaku harus mempunyai maksud untuk menguntungkan diri secara melawan hukum, dan adalah tidak perlu adanya pihak lain yang dirugikan. Hakim tidak perlu menerapkan terhadap siapa kerugian itu dibebankan.
2. menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu ;
Untuk adanya „penyerahan‟ adalah perlu bahwa barang itu berpindah dari kekuasaan seseorang, akan tetapi tidak perlu bahwa barang itu juga jatuh dalam kekuasaan orang lain.
3. dengan menggunakan salah satu upaya penipuan.
Tipu muslihat merupakan perbuatan-perbuatan yang menyesatkan, yang dapat menimbulkan dalih-dalih yang palsu dan gambaran-gambaran yang keliru dan memaksa orang untuk menerimanya.
Terdapat suatu rangkaian kebohongan, jika antara pelbagai kebohongan itu terdapat suatu hubungan yang demikian rupa dan kebohongan yang satu
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 14
melengkapi kebohongan yang lain, sehingga mereka secara timbal balik menimbulkan suatu gambaran palsu seolah-olah merupakan suatu kebenaran.
Nama palsu ialah nama yang bukan nama sebenarnya.
martabat palsu misalnya seseorang yang tidak mempunyai sesuatu jabatan mengaku dan bertindak sebagai pegawai polisi, notaris, pastor, dsb.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 133 K/Kr/1973 tanggal 15 Nopember 1975 mengatakan bahwa seorang yang menyerahkan cek, padahal ia mengetahui bahwa cek itu tidak ada dananya, perbuatannya merupakan tipu muslihat sebagaimana termaksud dalam Pasal 378 KUHP.
Penadahan Pasal 480 KUHP
“Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah :
1. barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadai, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan;
2. barangsiapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda yang diketahuinya, atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.”
Delik penadahan sebagaimana dirumuskan Pasal 480 KUHP pada umumnya bersifat formil, sehingga ada tidaknya pihak lain yang dirugikan bukanlah unsur yang menentukan.
Tidak ada peraturan yang mengharuskan untuk lebih dahulu menuntut dan menghukum orang yang mencuri sebelum menuntut dan menghukum orang yang menadah. Menurut putusan Mahkamah Agung Nomor 79 K/Kr/1958 tanggal 9 Juli 1958, adanya orang yang kecurian dan adanya barang-barang yang berasal dari pencurian itu terdapat pula penadahnya, sudahlah cukup untuk menuntut yang bersangkutan karena penadahan.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 15 Pasal 481 KUHP
(1) Barangsiapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan, atau menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Yang bersalah dapat dicabut haknya berdasarkan Pasal 35 nomor 1-4 dan haknya untuk melakukan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Menurut HR tanggal 27 Juli 1895 untuk adanya sebagai kebiasaan adalah perlu adanya pengulangan perbuatan yang menunjuk pada adanya kebiasaan. Tidak perlu dibuktikan bahwa pelaku mempunyai kecendrungan untuk melakukan delik yang sama.
Perjudian Pasal 303 KUHP
(1) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa dengan tidak berhak :
Ke-1. dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi sebagai mata pencahariannya, atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan main judi;
ke-2. dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi kepada umum atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan perjudian itu, biarpun diadakan atau tidak diadakan suatu syarat atau cara dalam hal memakai kesempatan itu;
ke-3. turut main judi sebagai mata pencaharian.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.
(3) Main judi berarti tiap-tiap permainan, yang kemungkinan akan menang pada umumnya tergantung pada untung-untungan saja, juga kalau kemungkinan itu bertambah besar karena pemain lebih pandai atau lebih cakap. Main judi mengandung juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau main itu, demikian juga segala pertaruhan lain.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 16
Yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah :
1. orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi sebagai mata pencaharian. Misalnya seorang bandar atau orang lain yang membuka perusahaan tanpa izin dari yang berwajib;
2. orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi kepada umum atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan judi itu, dengan atau tanpa syarat atau cara dalam hal memakai kesempatan itu, tanpa izin;
3. orang yang turut main judi sebagai mata pencaharian
Permainan dengan kartu yang tidak dapat digolongkan dalam judi ialah : bridge, domino, dsb yang tidak ada taruhan uangnya, sedangkan yang dapat digolongkan kedalam judi ialah dadu, tombola, totalisator pada pacuan kuda, pertandingan sepak bola, togel, dsb.
Pasal 303 (bis)
(1) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah :
ke-1. barangsiapa menggunakan kesempatan untuk main judi, yang diadakan dengan melanggar ketentuan-ketentuan tersebut pada Pasal 303;
ke-2. barangsiapa ikut serta permainan judi yang diadakan di jalan umum atau dipinggirnya maupun di tempat yang dimasuki oleh khalayak umum, kecuali jika untuk mengadakan itu ada izin dari pengawas yang berwenang.
(2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran-pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara selama-lamanya enam tahun atau denda setinggi-tingginya lima belas juta rupiah.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 17
- orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi sebagai mata pencaharian. Misalnya seorang bandar atau orang lain yang membuka perusahaan tanpa izin dari yang berwajib;
- orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi kepada umum atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan judi itu, dengan atau tanpa syarat atau cara dalam hal memakai kesempatan itu, tanpa izin;
- orang yang turut main judi sebagai mata pencaharian
Permainan dengan kartu yang tidak dapat digolongkan dalam judi ialah : bridge, domino, dsb yang tidak ada taruhan uangnya, sedangkan yang dapat digolongkan kedalam judi ialah dadu, tombola, totalisator pada pacuan kuda, pertandingan sepak bola, togel, dsb.
Perusakan Barang Pasal 406 KUHP
(1) “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membuat hingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun dan delapan bulan atau dengan hukuman denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Hukuman yang sama dijatuhkan kepada mereka yang dengan sengaja dan secara melawan hukum, membunuh, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai lagiatau menghilangkan seekor hewan yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 18 B. DELIK TERKAIT ORANG
Jenis tindak pidana yang dimaksudkan menyangkut harga diri dan kehormatan orang, kesehatan orang, kemerdekaan orang maupun nyawa orang yang banyak ditemui dan terjadi dalam masyarakat. Tindak pidana tersebut berupa penghinaan, penganiayaan, perkosaan, pencabulan, kelalaian yang menyebabkan orang luka atau meninggal, perzinahan, dan pembunuhan.
Berikut akan diuraikan bunyi pasal dan penjelasannya.
Penghinaan Pasal 310 KUHP
(1) “Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh sesuatu hal, yang dimaksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam pidana karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” (2) “Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan,
dipertunjukkan, atau ditempel dimuka umum, maka diancam dengan pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
(3) “Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.”
Menurut putusan MA No. 109 K/Kr/1970 tanggal 10-1- 1973 perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh pembela untuk mempertahankan kepentingan yang dibelanya, dianggap dilakukannya karena terpaksa (noodzakelijke verdediging) asalkan saja perbuatan-perbuatan pembelaan itu dilakukannya dengan baik dan dengan cara yang tidak berlebihan.
Dalam tindak pidana menista dengan surat (smaadschrift) dan pada umumnya dalam tindak pidana penghinaan yang dimuat dalam buku II Bab XVI KUHP, tidak perlu adanya animus in juriandi, yakni niat untuk menghina. Berikut ini penjelasan mengenai inti delik dalam penghinaan, yaitu:
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 19
1). Menuduh Suatu Hal
Tiada perbedaan antara pencemaran dan pencemaran tertulis dalam hal tuduhan dilakukan secara lisan atau tertulis. Pencemaran menurut Pasal 310 (1) KUHP dilakukan dengan cara bagaimanapun baik secara lisan atau tertulis.
Pasal 310 (2) KUHP memberikan pemberatan hukuman/pidana untuk bentuk-bentuk tertentu dari pencemaran dilakukan secara tertulis, yang secara juridis dinamakan “pencemaran tertulis.”
Menurut H.R. 11 Desember 1899 menuduhkan sesuatu hal yang benar adalah pencemaran, apabila pelaku berbuat demikian tidak demi kepentingan umum melainkan hasrat untuk menghina atau melukai orang.
Kemudian menurut H.R. 3 Mei 1937 ada “sesuatu hal” apabila hal ini dituduhkan sedemikian rupa sehingga menunjukkan sikap konkrit yang diketahui dengan jelas. Kelakuan ini tidak perlu pula ditetapkan dengan suatu penentuan dan uraian yang teliti mengenai waktu dan tempatnya.
Selanjutnya H.R. 13 Oktober 1919 mengatakan kata-kata seperti “pemberian sumpah palsu” dan “itu dia pemberi sumpah palsu“ tidak ada hubungannya dengan suatu peristiwa tertentu, bukan merupakan tindakan sesuatu hal. Itu hanya merupakan penghinaan ringan bukan pencemaran. H.R. 24 Juni 1929 juga mengatakan tidak terdapat suatu pencemaran, akan tetapi penghinaan ringan
apabila syarat tuduhan tidak berisikan suatu tuduhan tentang sesuatu hal dengan maksud untuk diketahui umum.
2). Kepentingan Umum atau Pembelaan Terpaksa
Hanya pada pencemaran dan pencemaran tertulis dibenarkan alasan demi kepentingan umum atau pembelaan terpaksa apabila yang dituduhkan dan dibuktikan penghinaan ringan, maka alasan-alasan tersebut diatas tidak diperkenankan.
Menurut H.R. 29 Juni 1908 alasan demi kepentingan umum atau pembelaan terpaksa juga dibenarkan jika kebenaran yang dituduhkan itu tidak terbukti. Kemudian menurut H.R. 17 November 1924 kesengajaan untuk menghina dapat digabungkan dengan tujuan untuk membela kepentingan umum.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 20
Pertanyaan apakah pelaku telah berbuat demi kepentingan umum atau karena pembelaan terpaksa, hanya hakimlah yang berwenang menilainya dan bukan pendapat subyektif dari pelaku (H.R. 11 Maret 1901). Jika publikasi hal-hal tertentu dilakukan demi kepentingan umum, maka pelaku harus melakukannya secara wajar. Dengan menuduhkannya secara kasar maka kepentingan umum tidak dibelanya (H.R. 26 November 1934).
Alasan demi kepentingan umum tidak dapat dibenarkan, apabila hal-hal yang disalahkan telah diperiksa oleh instansi-instans yang berwenang dan hal ini diketahui pelaku (H.R. 26 November 1934).
Pada Pasal 310 ini terdapat dua bentuk tindak pidana penghinaan yaitu pencemaran atau penistaan pada ayat (1) dan pencemaran tertulis pada ayat (2).
Ad.1. Pasal 310 ayat (1) KUHP
Unsur sengaja disini ditempatkan didepan dan ini berarti mempengaruhi seluruh unsur (rumusan) yang mengikutinya. Namun perlu diperhatikan bahwa dalam rangka penerapan pasal ini tidak perlu dipersoalkan apakah si pelaku juga mengetahui atau tidak menghendaki akibat dari pencemarannya itu. Misalnya; si A yang dicemarkan nama baiknya/kehormatannya, oleh atasannya telah dimutasikan atau ditunda kenaikan pangkat/jabatannya, cukuplah jika si pelaku menyadari bahwa ia telah menyerang kehormatan/nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu dan dengan maksud supaya diketahui oleh umum. Kalaupun dipersoalkan atau dipertanyakan akibat yang lebih jauh yang dikehendaki si pelaku, maka hal ini hanyalah merupakan bahan pertimbangan untuk penentuan berat/ringan pidana yang akan dituntutkan/dijatuhkan.
Dalam rangka maksud si pelaku supaya pencemaran itu diketahui umum, timbul permasalahan : “apakah si korban harus merasa tercemar ?“. Mengingat bahwa delik ini pada umumnya merupakan delik aduan (kecuali Pasal 316) maka dengan mudah persoalan ini dapat dijawab justru karena si korban merasa tercemar lalu mengadukannya. Tentunya jawaban ini tidak begitu saja diterapkan, terutama untuk delik Pasal 316 yang tidak mensyaratkan adanya pengaduan.
Sebenarnya yang terpenting dalam masalah ini ialah siapa yang menjadi ukuran tentang perasaan ketercemaran itu. Jawaban yang diutarakan tadi jelas
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 21
mengindikasikan bahwa sang korbanlah yang jadi ukuran. Padahal ukuran lain masih banyak yang dapat dan lebih tepat digunakan.
Mengenai unsur ketiga yaitu bersifat melawan hukum, pada dasarnya setiap orang dilarang atau tidak berwenang untuk mencemarkan kehormatan atau nama baik orang lain. Namun dalam dua hal ada perbedaan pendapat yaitu apabila dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Tindakan yang dilarang menurut ketentuan Pasal 310 (1) ialah ;
a. Menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu (hal/tindakan) dengan maksud yang jelas (kenlijk doel) supaya hal itu tersiar pada umum, atau; b. Menyerang nama baik seseorang ………….. (vide a.)
Caranya untuk menyerang kehormatan seseorang itu ialah dengan menuduhkan sesuatu hal/perbuatan. Yang dimaksud dengan sesuatu hal/perbuatan tidak selalu harus merupakan suatu tindakan yang diuraikan secara terperinci mengenai
kejadiannya serta uraian tempat dan waktunya. Cukuplah jika
iamenyebutkan/menyatakan suatu pergaulan, perangai, tindakan, keadaan dan lain sebagainya dari seseorang itu, yang dari pernyataan tersebut jelas dan mudah dapat disimpulkan suatu kelakuan tertentu.
Maksud pelaku untuk menyerang kehormatan/nama baik seseorang tersebut ialah agar tersiar berita yang mencemarkan itu. Maksud itu harus mudah dimengerti orang atau maksudnya gamblang agar tersiar berita yang meresahkan itu (ruchtbaarheid te geven). Yang terpenting disini ialah apakah maksud itu gamblang?.Jadi tidak harus sudah terbukti apakah sudah tersiar/tidak.Cara penyiarannya untuk diketahui umum, tidak harus selalu dimuka umum mengutarakan kata-kata penyerangan kehormatan tersebut, melainkan dapat juga jika si pelaku menyampaikan kepada orang-orang secara satu demi satu didatangi pada tempat dan waktu yang berlainan.
Penyerangan kehormatan itu harus tertuju kepada seseorang walaupun tidak harus secara tegas menyebut nama seseorang. Namun orang-orang mengetahui secara pasti yang dimaksud dalam penyerangan kehormatan tersebut. Yang dituduhkan itu dapat berupa berita yang benar-benar terjadi dan dapat juga isapan jempol belaka. Dalam hal yang kedua ini bentuk kejahatan berubah dan maksimum ancaman pidananya lebih berat jika sipelaku tidak dapat membuktikan
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 22
kebenaran dari yang dituduhkan itu dan apabila diperbolehkan untuk membuktikannya. (Pasal 311).
Yang dimaksud menyerang nama baik ialah merusak penilaian yang baik dari masyarakat kepada seseorang. Jadi menyerang nama baik dari tuan Saleh adalah merusak penilaian yang baik itu sehingga tuan Saleh tidak dihormati lagi seperti sediakala atau tidak mendapat tempat yang terhormat lagi dihati masyarakat umum.
Ad.2. Pasal 310 (2) KUHP
Unsur-unsur pencemaran (Pasal 310 ayat 1) dengan pencemaran tertulis pada dasarnya sama, bedanya hanya terletak pada cara menuduhkan sesuatu hal itu. Pada pencemaran hal tersebut dilakukan dengan cara lisan, gerakan atau perbuatan yang diperlihatkan pada orang lain (umum) atau dengan suatu tulisan/gambar yang diperlihatkan pada orang lain secara satu demi satu pada tempat dan waktu yang berbeda sedangkan pada pencemaran tertulis cara itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempel dimuka umum.
Yang dimaksud menyiarkan atau menyebarkan ialah setelah memperbanyak tulisan/gambaran itu kemudian membagi-bagikannya kepada orang-orang/umum. Dan saat membagikan tersebut tidak harus dimuka umum.
Yang dimaksud dengan mempertunjukkan ialah memperlihatkan kepada khalayak ramai, sedangkan yang dimaksud menempelkan ialah bahwa tulisan atau gambar itu ditempelkan disuatu tempat untuk dibaca/dilihat oleh siapa saja. Yang dimaksud dengan secara terbuka (openlijk) ialah pada suatu tempat yang dapat didatangi atau orang-orang dapat melihat atau membaca yang dipertunjukkan atau ditempelkan itu. Jadi dapat saja tulisan/gambar ditempelkan disuatu tempat yang bukan tempat umum. Misalnya dibelakang suatu pagar atau di belakang suatu kaca tapi dapat didekati oleh umum.
Cara penyiaran (penyebaran) ataupun secara terbuka (openlijk) mempertunjukkan atau menempelkan tersebut sekaligus merupakan pemberatan ancaman pidana.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 23 Penganiayaan
Pasal 351 KUHP
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pada ayat (4) diberi pengertian tentang apa yang dimaksud dengan penganiayaan, yaitu “dengan sengaja merusak kesehatan orang”. Kalau demikian, maka penganiayaan itu tidak mesti berarti melukai orang. Membuat orang tidak bisa bicara, membuat orang lumpuh termasuk dalam pengertian itu.
Penganiayaan Ringan Pasal 352 KUHP
(1) Kecuali yang disebut di dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya. (2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Sama dengan Pasal 351 KUHP, pasal ini pun tidak membuat pengertian atau rumusan tentang apa yang dimaksud dengan “penganiayaan”. Yang membedakan kedua rumusan ialah rumusan pasal ini disebut penganiayaan ringan.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 24
Penganiayaan ringan ialah yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian.
Pasal 353 KUHP
(1) Penganiayaan yang dipikirkan lebih dahulu diancam pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 354 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
Kesengajaan disini ditujukan kepada melukai berat orang. Jadi, disini ada bentuk khusus penganiayaan berupa kesengajaan yang ditujukan untuk melukai berat orang dan tidak termasuk mencederai. Bukan berarti terjadinya nyeri, tetapi luka berat. Luka berat menurut Hoge Raad diartikan “luka yang sedemikian rupa yang tetap membawa akibat yang serius atau membawa akibat kerusakan pada badan” (Hoge Raad, 8 Januari 1917, p.175).
Pasal 355 KUHP
(1) Penganiayaan berat yang dipikirkan lebih dahulu (met voor bedachterade) diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Sebenarnya ketentuan Pasal ini mengenai “dipikirkan lebih dahulu” hanya merupakan keadaan yang memperberat pidana penganiayaan berat (seperti tersebut
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 25
dalam Pasal 354 KUHP). Dengan demikian berbeda dengan pembunuhan yang dipikirkan lebih dahulu (moord) yang tercantum di dalam Pasal 340 KUHP.
Kekerasan dengan Tenaga Bersama Pasal 170 KUHP
(1) Barangsiapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Yang bersalah diancam :
1. Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka
2. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun jika kekerasan mengakibatkan luka berat.
3. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun jika kekerasan mengakibatkan maut.
Maksud “secara terang-terangan” berarti tidak secara bersembunyi sehingga tidak perlu dimuka umum, cukup apabila ada kemungkinan orang lain dapat melihatnya.
Menurut putusan M.A. No.10 K/Kr/1975 tanggal 17 Maret 1976 meskipun perbuatan penggunaan kekerasan tidak dilihat oleh orang lain akan tetapi jika dilakukan di suatu tempat yang dapat dilihat oleh orang lain maka unsur openlijk atau secara terang-terangan telah dinyatakan terbukti.
Pasal ini tidak menyatakan sebagai dapat dihukum setiap perbuatan yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan dan tenaga bersama secara sengaja terhadap barang-barang yang berada ditempat umum.Akan tetapi hanya perbuatan yang dilakukan dengan kekerasan yang dilakukan dimuka umum dan dengan demikian melanggar ketertiban umum.
Dengan “secara terang-terangan dan menggunakan kekerasan diartikan apa yang disebut vis publica terhadap orang atau barang.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 26
Menurut H.R. 19 November 1894 pada Pasal 170 pelaku tidak bertanggung jawab untuk akibat-akibat parah dari perbuatan perbuatan para pelaku peserta hal mana pengecualian terhadap Pasal 55 KUHP. Delik ini tidak mungkin dilakukan oleh hanya satu orang saja, kendati dalam hal terjadi suatu akibat seperti tersebut ayat (2) mungkin hanya satu orang saja yang dipertanggungjawabkan pidananya berdasarkan ayat (2) tersebut.Kepada selebihnya yang tidak turut serta mengakibatkan akibat tersebut, diterapkan ayat (1).
Beberapa sarjana berpendapat tidak cukup hanya dua orang saja, alasannya antara lain bahwa istilah “dengan tenaga bersama” lebih mengindikasikan suatu gerombolan manusia. Kemudian ditambahkan jika dua orang subyek sudah dipandang memenuhi unsur subjek delik mengapa tidak digunakan istilah dua orang atau lebih yang tidak asing lagi dalam terminologi hukum pidana?.Sementara sarjana lainnya (Noyon) berpendapat bahwa subjek ini sudah memenuhi syarat jika ada dua orang (atau lebih).
Unsur kesalahan delik ini berupa kesengajaan, hal tersebut disimpulkan dari perumusan “dengan tenaga bersama melakukan“, yang berarti setidak-tidaknya ada saling pengertian mengenai yang dilakukan dengan tenaga bersama itu. Apakah “saling pengertian” itu terjadi jauh sebelum kejadian itu atau pada waktu kejadian itu tidak dipersoalkan.
Tindakan larangan disini adalah secara terbuka dengan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang yang dimaksud secara terbuka (openlijk) adalah tindakan yang dapat disaksikan umum. Jadi apakah tindakan itu dilakukan ditempat umum atau tidak, tidak dipersoalkan, yang penting dapat dilihat umum.
Yang dimaksud dengan tenaga bersama adalah beberapa tenaga dipersatukan oleh mereka yang mempunyai tenaga. Ini tidak berarti dalam melakukan kekerasan terhadap orang misalnya semua tangan menyekap orang itu
kemudian semua kaki menendangnya kemudian semua tangan
menghempaskannya. Jika ada yang menyekapnya, yang lain memukul dan yang lain lagi menendang, ini merupakan hal telah menggunakan tenaga bersama.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 27 Kealpaan menyebabkan orang lain mati
Pasal 359 KUHP
“Barang siapa kerena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun”.
Kesalahan atau kelalaian atau kulpa menurut ilmu pengetahuan mempunyai 2 syarat:
- Perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan kurang hati-hati atau kurang waspada.
- Pelaku harus dapat membayangkan timbulnya akibat karena perbuatan yang dilakukannya dengan kurang hati-hati itu.
Kealpaan menyebabkan orang lain luka Pasal 360 KUHP
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Penafsiran luka berat terdapat dalam pasal 90 KUHP.
Pada ayat 2 ditetapkan, bahwa luka sebagai akibat perbuatan kurang hati-hati itu harus juga menimbulkan penyakit pada korban atau karena luka itu korban tidak
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 28
dapat melakukan pekerjaannya atau jabatannya sehari-hari untuk sementara waktu. Hal ini harus dibuktikan dengan surat pernyataan dokter yang disebut visum et repertum. Pasal ini seperti halnya pasal 359 dipergunakan dalam pelanggaran lalu lintas yang menimbulkan akibat luka atau luka berat pada seseorang (saat ini telah berlaku UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan sebagai Lex Specialis dari KUHP).
Perzinahan Pasal 284 KUHP
(1) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan bulan :
ke-1. a. laki-laki yang beristeri yang berzina sedang diketahuinya, bahwa Pasal 27 KUH Perdata berlaku baginya;
b. Perempuan yang bersuami yang berzina;
ke-2. a. laki-laki yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya bahwa yang turut bersalah itu bersuami.
b. perempuan yang tiada bersuami yang turut melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya, bahwa yang turut bersalah itu beristeri dan Pasal 27 KUH Perdata berlaku bagi yang turut bersalah itu.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan suami atau isteri yang terhina dan dalam hal bagi suami isteri itu berlaku Pasal 27 KUH Perdata kalau dalam waktu tiga bulan sesudah pengaduan itu ia memasukkan permintaan untuk bercerai atau hal dibebaskan dari kewajiban berdiam serumah oleh karena hal itu juga. (3) Bagi pengaduan itu tidak berlaku pasal 72, 73 dan 75.
(4) Pengaduan itu dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
(5) Kalau bagi suami isteri itu berlaku Pasal 27 KUH Perdata, maka pengaduan itu tiada diindahkan sebelum perkawinan diputuskan karena perceraian, atau sebelum keputusan yang membebaskan mereka dari kewajiban berdiam serumah menjadi tetap.
Menurut pengertian umum, zina ialah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan atas dasar suka sama suka yang belum terikat oleh perkawinan. Akan tetapi menurut pasal ini zina ialah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 29
suaminya. Supaya dapat dituntut menurut pasal ini, persetubuhan itu harus dilakukan atas dasar suka sama suka, dan tidak boleh ada paksaan dari pihak manapun.
Perkosaan Pasal 285 KUHP
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan
perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
Bagian inti delik (delict bestanddelen) ini adalah : 1. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Perbuatan yang dilakukan harus dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. 2. Memaksa.
Perbuatan yang dilakukan harus dengan paksa sehingga perempuan itu tidak dapat melawan dan terpaksa melakukan persetubuhan.
3. Dengan perempuan yang bukan isterinya. Perempuan yang disetubuhi tersebut 4. Terjadi persetubuhan.
Melakukan persetubuhan, berarti terjadi hubungan biologis antara pembuat dan perempuan yang dipaksa tersebut.
Sebenarnya jarang delik kesusilaan itu terjadi concursus, tetapi pada Pasal 285 KUHP terjadi concursus dengan Pasal 289 KUHP, yaitu dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan berbuat cabul dengan dia (J.M. van Bemmelen-W.F.C. van Hattum, 1954 : Ibid). Jadi Pasal 285 KUHP merupakan lex specialis, sedangkan perbuatan cabul merupakan legi generali (Hoge Raad, 19 Maret 1946, No. 259). Kalau dalam persetubuhan itu ada dua laki-laki yang terlibat, yang satu memaksa sedangkan yang lain melakukan persetubuhan, maka keduanya dipidana sebagai peserta (deelnemer) (T.J. Noyon-Langemeijer-Remmilink. Komentar atas artikel 242 Sr).
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 30
Hukum pidana Indonesia (KUHP) dan hukum pidana Belanda, tidak mengenal perkosaan tanpa kekerasan (non forcible rape) seperti Amerika Serikat.
Bagian inti delik perkosaan harus dengan kekerasan atau ancaman kekerasan cocok dengan bahasa Indonesia bahwa “perkosaan” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia 1976 susunan Poerwodarminto, perkosaan berarti :
1. Menundukkan dengan kekerasan, menggagahi, memaksa dengan kekerasan, misalnya memperkosa isteri orang, memperkosa gadis yang belum berumur. 2. Melanggar, menyerang dan sebagainya dengan kekerasan.
Nikah Tanpa Ijin Pasal 279 KUHP
(1) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun :
a. Barangsiapa melakukan perkawinan, sedang diketahuinya bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan yang ada merupakan halangan yang sah untuk melakukan perkawinan kembali”
b. Barangsiapa melakukan perkawinan, sedang diketahuinya bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan itu merupakan halangan yang sah bagi pihak lain tersebut untuk melakukan perkawinan lagi”
(2) Apabila orang yang bersalah telah melakukan perbuatan seperti yang diatur dalam angka 1 di atas, menyembunyikan hal tersebut kepada pihak lain, bahwa perkawinannya atau perkawinan-perkawinannya yang ada itu merupakan halangan yang sah untuk melakukan perkawinan lagi, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun.
Hukuman pencabutan hak seperti diatur dalam Pasal 35 nomor 1 sampai dengan 5 dapat dijatuhkan.
Perbuatan Cabul Pasal 289 KUHP
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena menyerang
kehormatan, kesusilaan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 31
1. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Perbuatan harus dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. 2. Memaksa.
Dengan memaksa dalam, bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut tidak akan terjadi bila tidak dilakukan secara paksa dan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
3. Melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Melakukan atau membiarkan terhadap dirinya sesuatu perbuatan yang memaksa dengan mamakai kekerasan atau ancaman kekerasan. Perbuatan cabul adalah sebagai perbuatan yang melanggar perasaan malu seksual.
Menurut Noyon-Langenmeijer-Remmilink dalam komentar Pasal 248 Sr (Pasal 289 KUHP) dikatakan ada perbedaan antara perbuatan cabul (ontuchtige handeling) dengan melanggar kehormatan kesusilaan (schending van de eerbaarheid), karena dalam hal perbuatan cabul orang berpikir mengenai perbuatan yang ditujukan pada kontak seksual yang bagaimanapun juga kontak seksual yang betentangan dengan norma etika sosial, tanpa melakukan perbuatan yang mengerikan.
Beberapa yurisprudensi lain menyangkut Pasal 289 KUHP, ialah :
1. Seorang laki-laki yang dengan memegangi tangan seorang perempuan memaksa perempuan tersebut untuk memegang kemaluannya dengan tidak menghiraukan perlawanan perempuan itu telah memaksa orang lain untuk melakukan perbuatan cabul (Hoge Raad, 15 Pebruari 1926, B.J. 1926 No. 264).
2. Kejahatan memaksa orang lain untuk melakukan perbuatan cabul dianggap segera setelah si pembuat berhasil mengatasi perlawanan yang diberikan oleh perempuan atau telah berhasil menghindarkan perlawanan yang mungkin akan diberikan oleh perempuan tersebut dengan melakukan perbuatan kekerasan itu secara tidak disangka-sangka akan terjadi oleh perempuan tersebut (Hoge Raad, 5 Nopember 1946, 1947 No. 17 )
3. Adalah tidak perlu perbuatan tersebut telah dilakukan lebih dari satu kali (Hoge Raad, 29 Juni 1908, W 8739).
4. Sesuatu keterangan saksi, yang memberikan penjelasan mengenai tingkah laku terdakwa di bidang seksual dapat diterima sebagai alat bukti (Hoge Raad, 26 Januari 1931, N.J. 1931, No. 952).
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 32
5. Keterangan seorang saksi mengenai tindakan-tindakan kesusilaan yang telah dilakukan oleh terdakwa terhadap dirinya dapat lebih meyakinkan dari keterangan saksi-saksi lain dengan tindakan serupa yang pernah dilakukan terhadap mereka (Hoge Raad, 24 Nopember 1930, N.J. No. 118).
Pembunuhan Pasal 338 KUHP
“Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena bersalah melakukan pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”
Bagian inti delik (Delict bestanddelen) adalah :
1. Dengan sengaja.
Kesengajaan disini ditujukan kepada hilangnya nyawa orang lain, inilah yang membedakan dengan penganiayaan yang mengakibatkan kematian, karena dalam hal penganiayaan, tidak ada maksud atau kesengajaan untuk menghilangkan nyawa orang. Matinya orang itu hanya akibat dari penganiayaan. 2. Merampas nyawa orang lain.
Hilangnya nyawa sebagai tujuan kesengajaan harus terjadi. Sebenarnya disini unsur materiel penganiayaan dalam arti merusak kesehatan orang, delik terjadi jika nyawa hilang. Disini terjadi kausalitas antara perbuatan kesengajaan dan kematian.
Jika kematian terjadi dalam waktu yang lama sesudah terjadinya perbuatan, misalnya setahun atau lebih, maka dengan sendirinya, pembuktian mengenai kematian sebagai akibat perbuatan pembunuhan menjadi sulit. Apakah termasuk delik pembunuhan biasa (doodslag) ataukah pembunuhan yang dipikirkan lebih dahulu (moord).
Pasal 339 KUHP
“Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului atau suatu delik yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta yang lain dari pidana dalam hal tertangkap basah (betrapping op heterdaad) ataupun untuk memastikan penguasaan
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 33
barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”
Sebenarnya rumusan ini tidak memuat bagian inti tersendiri, tetapi tetap mengacu kepada pembunuhan yang tercantum di dalam Pasal 338 KUHP. Hanya ditambah dengan satu bagian inti yang terdiri dari beberapa alternatif. Oleh karena itu, dalam pembuktian tetap dirumuskan tentang adanya kesengajaan yang ditujukan kepada perampasan nyawa orang lain atau ditambah dengan diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu delik, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri atau peserta lain daripada dalam hal tertangkap basah, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum.
Pasal 340 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan dipikirkan lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan yang dipikirkan lebih dahulu dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun”.
Pasal 340 KUHP inipun rumusannya sama dengan rumusan Pasal 338 KUHP ditambah dengan satu lagi bagian inti, yaitu dipikirkan lebih dahulu (met voor bedachterade). Sebelumnya telah diuraikan bahwa yang menentukan adanya unsur ini adalah keadaan hati untuk melakukan pembunuhan, walaupun keputusan yang diambil dalam hati itu sekejap saja dengan pelaksanaannya.
Pasal 341 KUHP
“Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak yang dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
pembunuhan anak sendiri dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.
Pasal 342 KUHP
“Seorang ibu karena untuk melaksanakan niat yang ditentukan, karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 34
kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena pembunuhan anak sendiri
dengan dipikirkan lebih dahulu, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
Kedua rumusan delik pasal diatas masing-masing mengacu pada ketentuan Pasal 338 KUHP untuk Pasal 341 KUHP dan Pasal 340 KUHP untuk Pasal 342 KUHP. Jadi, rumusan Pasal 341 KUHP itu sama dengan rumusan Pasal 338 KUHP hanya ditambah bagian inti “karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan”. Keadaan ini (panik) menyebabkan pidana menjadi lebih ringan, dari lima belas tahun ke tujuh tahun.
Kalau pada saat atau beberapa waktu kemudian ia takut ketahuan ia melahirkan anak dan ia melakukan pembunuhan, maka ia melakukan pembunuhan anak (kinderdoodslag). Tetapi jika ia takut ketahuan ia akan melahirkan dan memutuskan membunuhnya jika nanti lahir, maka ia melakukan pembunuhan anak yang dipikirkan lebih dahulu (kindermoord).
Pasal 344 KUHP
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”
Jadi rumusan deliknya sama dengan rumusan delik dalam Pasal 338 KUHP, hanya ditambah dengan bagian inti :
1. Atas permintaan orang itu sendiri (yang dibunuh) 2. Permintaan itu dengan kesungguhan hati.
Harus ada permintaan yang jelas dinyatakan oleh orang yang dibunuh, dan permintaan itu sungguh-sungguh, bukan main-main atau dalam keadaan kurang sadar.
Tidak disebut “dengan sengaja” dalam pasal ini tidak berarti tidak diisyaratkan adanya kesengajaan. Kesengajaan sudah terbenih di dalam rumusan itu sendiri.
Sering pembunuhan atas permintaan sendiri ini terjadi karena orang itu sakit keras, sehingga tidak tahan penderitaan lebih lama, dan memohon dihentikan infus atau bantuan pernafasan (jadi, dilakukan oleh dokter atau perawat) yang disebut euthanasia.
Modul Delik Tertentu dalam KUHP 35 Pasal 345 KUHP
“Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi saran untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun jika orang itu jadi bunuh diri”.
Bagian inti delik (Delikt bestanddelen) adalah : 1. Sengaja.
Dengan mendorong orang lain untuk membunuh diri sebenarnya sudah terhisap kesengajaan. Tetapi menolongnya mungkin saja tidak sengaja, misalnya seseorang meminjam pistol (kasus Jaksa Hasan Nur di Jawa Timur) dan yang meminjamkan itu tidak tahu kalau orang itu bermaksud untuk membunuh diri, begitu pula dalam memberi sarana, misalnya apotik yang menjual obat tidur kepada seseorang yang kemudian memaksa untuk membunuh diri (overdosis). 2. Mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau
memberi sarana untuk itu.
Yang tersebut kedua ini berarti alternatif, artinya cukup salah satunya saja, apakah mendorong, apakah memberi sarana atau alat untuk membunuh diri, Ada negara yang tidak memcantumkan delik seperti ini di dalam KUHP nya.
Membunuh diri sendiri itu tidak diancam dengan pidana, misalnya mencoba bunuh diri. Tetapi di Inggris sampai tahun 1961 membunuh diri adalah delik, kemudian sama dengan Belanda (Noyon et al, komentar Pasal 294).
3. Orang yang didorong, ditolong atau diberi sarana itu, benar-benar membunuh diri. Kalau tidak, maka tentu delik ini tidak terjadi. Jadi, percobaan bunuh diri tidak membawa pembantu menjadi dapat dipidana, yang diperhatikan hanya membunuh diri yang selesai. Noyon berpendapat, agak keberatan jika pembantu tidak dipidana dalam hal percobaan bunuh diri dapat dipidana katanya. Begitupula yang ditulis oleh S.J. Hirsch dalam disertasinya di Leiden, 1882 berjudul Hulp en aanzetting tot zelfmoord.