TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
AAK (1991) menyebutkan bahwa kopi adalah suatu jenis tanaman tropis, yang
dapat tumbuh di mana saja, terkecuali pada tempat-tempat yang terlalu tinggi
dengan temperatur yang sangat dingin atau daerah-daerah tandus yang memang
tidak cocok bagi kehidupan tanaman. Dalam Sri Najiati dan Daniarti (2004) Di
dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering
dibudidayakan adalah kopi arabika, robusta, dan liberika. Penggolongan kopi
tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya, kecuali kopi robusta. Kopi
robusta merupakan nama dagang dan merupakan spesies Coffea canephora.
Spillane (1990) menyebutkan bahwa tanaman kopi adalah pohon kecil yang
bernama Purpugenus coffea dari famili Rubiaceae. Tanaman kopi, yang umumnya berasal dari benua Afrika, termasuk famili Rubiaceae dan jenis kelamin Coffea. Kopi bukanlah produk homogen, ada banyak varietas dan beberapa cara
pengolahannya. Di seluruh dunia kini terdapat sekitar 4.500 jenis kopi, yang dapat
dibagi dalam empat kelompok besar, yakni :
1. Coffea Canephora, yang salah satu jenis varietasnya menghasilkan kopi dagang Robusta.
2. Coffea Arabica menghasilkan kopi dagang Arabika. 3. Coffea Excelsa menghasilkan kopi dagang Excelsa.
4. Coffea Liberica menghasilkan kopi dagang Liberica.
Ada satu lagi jenis kopi yang dikembangkan di Indonesia yaitu kopi Hibrida.
antara 2 varietas kopi, sehingga mewarisi sifat-sifat ungul kedua induknya.
Namun demikian keturunan dari golongan hibrida tidak mempunyai sifat yang
sama dengan induk hibridanya. Pembiakannya dilakukan hanya dengan cara
vegetatif (stek, sambungan, dan lain-lain). Adapun beberapa sifat kopi hibrida :
1. Arabika-Liberika : Produktivitas tinggi, namun rendemen rendah dan bersifat
self fertile (menyerbuk sendiri).
2. Arabika-Robusta : sensitif terhadap serangan penyakit HV dan bubuk buah,
dapat berbuah sepanjang tahun, bersifat self fertile, di dataran tinggi yang
lembab bisa berproduksi tinggi, namun mudah terserang jamur upas.
Kopi arabika (Coffea Arabica) adalah jenis kopi yang pertama dibudidayakan di Indonesia sejak tahun 1969. Namun dengan adanya serangan penyakit karat daun
(Hemileia vastratrix) pada tahun 1876 tanaman kopi arabika hanya bertahan di daerah tinggi (diatas 1.000 m dpl). Sebagai penggantinya mulai tahun 1900
didatangkan tanaman kopi dari jenis Robusta (Coffea Robusta) yang relatif lebih tahan terhadap serangan karat daun. Hasilnya tanaman kopi robusta tersebut dapat
berkembang baik di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara Timur
serta daerah-daerah lainnya (AEKI, 2012).
Dua jenis kopi yang di produksi di Sumatera Utara adalah jenis kopi arabika dan
robusta. Dalam Siswoputranto (1993), Kopi robusta digolongkan lebih rendah
mutu citarasanya dibandingkan dengan citarasa kopi arabika. Hampir seluruh
produksi kopi robusta di seluruh dunia dihasilkan secara kering dan dituntut tidak
mengandung rasa-rasa asam dari terjadinya fermentasi, untuk mendapatkan rasa
dan warna yang kuat. Karenanya kopi robusta banyak diperlukan untuk bahan
campuran blends untuk merk-merk tertentu. Kopi robusta banyak dipergunakan oleh industri-industri sebagai bahan baku untuk kopi serbuk. Jenis kopi ini
memberikan hasil yang lebih tinggi, memberikan kekentalan minuman kopinya
dan memperkuat warna.
Dalam Rahardjo (2012), kopi arabika pertama kali dibudidayakan di Indonesia
tahun 1996. Dalam rangka mengatasi masalah penyakit karat daun, telah
dilakukan seleksi pohon induk dari populasi kopi arabika yang ada serta
penyilangan antartipe kopi arabika atau dengan varietas lain. Siswoputranto
(1993) menyebutkan bahwa kopi arabika asal Toraja dan asal Takengon (Aceh)
sudah terkenal ke seluruh dunia, disebabkan karena memperoleh citra mutu prima
dan dengan demikian memperoleh harga amat baik di pasaran dunia
Menurut Siswoputranto (1976) dalam Spillane (1990), kopi mempunyai rasa
pahit-pahit sedap menyegarkan karena kandungan zat kafeina yang kurang lebih
sebagai berikut: kafeina 1% sampai 2,5%; minyak atsiri 10% sampai 16%; asam
chlorogen 6% sampai 10%; zat gula 4% sampai 12%; selulosa 22% sampai 27%. Kadar kafeina yang terdapat dalam kopi robusta sedikit lebih tinggi dibanding
kopi arabika. Sebaliknya, jenis arabika lebih banyak mengandung zat gula dan
minyak atsiri. Di Negara-negara konsumen ramuan minuman kopi ini biasanya
dihidangkan dalam bentuk hasil blending kopi robusta dan arabika. Selain meningkatkan citarasa hasil blending juga menekankan harga pokoknya, karena
Produksi kopi Indonesia sangat tergantung dari kondisi iklim global, namun
secara umum dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Dari total produksi
kopi Indonesia, saat ini 220.000 ton di konsumsi di dalam negeri (dengan tingkat
konsumsi kopi per kapita mencapai 0,9kg/tahun dan sekitar 460.000 ton diekspor
ke luar negeri. Beberapa nama kopi Indonesia yang sudah dikenal di luar negeri
secara komersial adalah Robusta Sumatera Coffee, sedangkan kopi-kopi spesialti
diantaranya adalah Gayo Coffee, Lintong Coffee, Mandheling Coffee, Java
Coffee, Toraja Coffee, Bali Coffee dan Flores Coffee (AEKI, 2012).
Landasan Teori
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Perkebunan
Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tinggi rendahnya Produk
Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP) yang dalam lingkup wilayah disebut dengan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Angka PDRB
diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (Grass Value Added) yang
timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Yang dimaksud dengan
nilai tambah bruto ialah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (input). PDRB dapat dihitung berdasarkan harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan naik turunnya tingkat
pendapatan yang dipengaruhi oleh perubahan harga-harga, misalnya karena
inflasi. Jadi tidak menggambarkan kenaikan atau penurunan riil pendapatan
tersebut. Sedangkan jika PDRB dihitung dengan harga konstan, perubahan
harga-harga pada tahun dilakukannya perhitungan akan diabaikan, sehingga akan
menggambarkan kenaikan/penurunan pendapatan riil. Kenaikan pendapatan riil
Perkebunan sebagai salah satu subsektor pertanian mempunyai peranan penting
dalam pembangunan ekonomi Indonesia, baik pada masa lalu, sekarang maupun
pada masa yang akan datang. Subsektor perkebunan memberikan peranan
terhadap pembangunan ekonomi dan pembangunan daerah Sumatera Utara.
Keberadaan perkebunan di Propinsi Sumatera Utara mempunyai peranan penting
secara ekonomi, dengan indikasi sumbangan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) pada tahun 2011 sebesar 41,07% terhadap sektor pertanian atau 9,73%
terhadap Popinsi Sumatera Utara. Produktivitas perkebunan terutama perkebunan
rakyat mengalami peningkatan yang terutama oleh lima komoditi yang paling
diminati yaitu kelapa sawit, karet, kakao, kopi, dan kelapa
(Hasnudi dan Iskandar, 2005).
Volume ekspor komoditas perkebunan (kelapa sawit, karet, kopi, kakao) yang
terus meningkat dengan PDRB sektor perkebunan menunjukkan perkembangan
yang cukup baik, karena ekspor komoditas perkebunan memberikan kontribusi
terhadap PDRB sektor perkebunan melalui sumbanga devisa. Hasil dari subsektor
perkebunan yang sebagian besar di ekspor merupakan andalan pengganti migas,
karena dapat menjadi sumber penghasil dan penghemat devisa. Komoditi ekspor
andalan Sumatera Utara dari subsektor perkebunan adalah kelapa sawit (palm oil), karet, kakao, kopi dan sebagainya yang semuanya merupakan komoditas
primadona di pasar dunia (Amalia, 2012).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Adapun beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam
Sukirno (2002), adalah tanah dan kekayaan alam lainnya, jumlah dan mutu dari
sosial, sikap masyarakat, dan luas pasar. Adapun dalam penelitian ini faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap PDRB sektor perkebunan adalah ekspor keempat
komoditas unggulan perkebunan yang memberikan sumbangan devisa yang cukup
besar melalui ekspor, keempat komoditi tersebuat adalah kelapa sawit, karet,
kakao, dan kopi.
Ekspor
Ekspor dari satu negara merupakan impor untuk negara lain. Ekspor merupakan
salah satu pemicu perkembangan nasional di setiap negara. Secara ringkas dapat
dikatakan, dalam dunia yang sudah terbuka ini hampir tidak ada lagi satu
negarapun yang benar-benar mandiri, tapi satu sama lain saling membutuhkan dan
saling mengisi. Kenyataan ini meyakinkan kita akan bertambah pentingnya
peranan perdagangan Internasional dalam masa mendatang untuk kepentingan
ekonomi suatu negara.
Menurut MS Amir (1991), ada tiga hal yang menjadi landasan untuk
kemungkinan memperdagangkan komoditi dalam pasaran internasional adalah
pertama, bila komoditi atau produk mempunyai keunggulan mutlak atau
keunggulan komparatif dalam biaya produksi dibandingkan dengan biaya
produksi komoditi yang sama dinegara lain. Asas ini lebih ditekankan pada
masalah efisiensi dari komoditi bersangkutan. Suatu komoditi dinyatakan
mempunyai keungulan mutlak bila produk itu merupakan produk langka secara
alamiah, misalnya terikat pada iklim tertentu atau wilayah tertentu. Kedua, bila
komoditi tersebut sesuai dengan selera dan kebutuhan konsumen di luar negeri.
Komoditi yang mempunyai potensi ekspor dipandang dari sudut selera konsumen
packing dan standarisasi produk itu sesuai dan memenuhi selera konsumen. Ketiga, bila komoditi tersebut diperlukan untuk diekspor dalam rangka
pengamananan cadangan strategi nasional.
Ketiga asas diatas dapat dianggap sebagai asas utama dalam menentukan
kebijaksanaan dan setiap upaya untuk mendorong impor maupun ekspor. Dalam
Amir (2004), tujuan ekspor adalah:
1. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk
memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba).
2. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik
(membuka pasar ekspor).
3. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capcity).
4. Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih salam
persaingan yang ketat.
Menurut Darmansyah dalam Soekartawi (1995), faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan ekspor antara lain :
1. Harga internasional. Semakin besar selisih antara harga di pasar internasional
dengan harga domsetik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan
diekspor menjadi bertambah banyak.
2. Nilai Tukar (exchange rate). Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara maka harga ekspor negara itu di pasar internasional akan menjadi lebih mahal.
Sebaliknya, semakin rendah nilai mata uang suatu negara, harga ekspor negara
3. Quota ekspor-impor yakni kebijakan perdagangan internasional berupa
pembatasan kuantitas barang ekspor dan impor.
4. Kebijakan tarif dan non tarif. Kebijakan tarif adalah untuk menjaga harga
produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau
dapat mendorong pengembangan suatu komoditi. Sedangkan kebijakan non
tarif adalah untuk mendorong tujuan diversifikasi ekspor.
Perdagangan Internasional
Menurut Todaro (1994), arti penting perdagangan khususnya perdagangan
internasional dan relevansinya dengan pekembangan suatu negara adalah:
1. Perdagangan merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi yang penting.
Perdagangan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, menaikkan output
dunia dan memberikan kemudahan untuk mendapatkan sumber daya yang
langka dan pasar dunia bagi produk, yang apabila tanpa pasar maka
negara-negara miskin tidak akan dapat berkembang.
2. Perdagangan cenderung untuk mendorong penyebaran keadilan internasional
dan domestik secara lebih merata dengan menyamakan harga faktor produksi,
meningkatkan pendapatan riil negara-negara yang berdagang dan menjadikan
penggunaan persediaan sumber daya dunia dari setiap negara lebih efisien.
3. Perdagangan membantu berbagai negara untuk mencapai pembangunan dengan
meningkatkan peranan sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan
komparatif, baik efisiensi penggunaan tenaga kerja maupun faktor produksi.
4. Dalam perdagangan bebas, harga dan biaya produksi internasional menentukan
sampai seberapa jauh sebuah negara harus berdagang untuk mempertinggi
prinsip keunggulan komparatif dan tidak mencoba campur tangan dlam
kebebasan pasaar tersebut.
Bagi Indonesia, perdagangan hasil pertanian mempunyai peranan penting karena
Indonesia sebagai eksportir besar juga sekaligus importir besar. Indonesia
merupakan eksportir produk perkebunan dan importir produk pangan. Artinya,
perdagangan internasional mempunyai peranan penting dalam pembangunan
sistem agribisnis atau pembangunan pertanian kita. Oleh karena itu, harus dibuat
sedemikian rupa agar perdagangan internasional itu menjadi alat untuk
pembangunan sistem agribisnis Indonesia (Saragih, 2010).
Dalam Siregar (2008), suatu negara (misalnya negara A) akan mengekspor suatu
komoditi (kopi) ke negara lain (misalnya negara B) apabila harga domestik di
negara A (sebelum terjadinya perdagangan) relatif lebih rendah bila dibandingkan
dengan harga domestik di negara B. Struktur harga yang relatif lebih rendah di
negara A tersebut disebabkan karena adanya kelebihan penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik. Dalam hal ini faktor
produksi di negara A relatif berlimpah. Dengan demikian negara A mempunyai
kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Negara B mengalami
kekurangan suplai kopi karena konsumsi domestiknya melebihi produksi
domestik (excess demand) sehingga harga menjadi lebih tinggi. Pada kesempatan ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditi kopi dari negara lain yang
hargannya lebih murah. Apabila kemudian terjadi komunikasi antara negara A dan
negara B, maka akan terjadi perdagangan antara kedua negara tersebut. Dalam hal
P P SW P DB SB
DA SA PB
PW
PA
DW
0 Q1 Q2 Q 0 QW Q 0 Q
Negara A (Pengekspor) Perdagangan Internasional Negara B (Pengimpor)
Gambar 1. Kurva Perdagangan Internasional Sumber: Diadaptasi dari Salvator (1997) dalam Siregar (2008).
Keterangan :
PA : Harga domestik di negara A (Pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
Q1Q2 : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB : harga domestik di negara B (Pengimpor) tanpa perdagangan internasional
Q3Q4 : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
PW : Harga keseimbangan di kedua negara setelah perdagangan internasional
QW : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana
jumlah yang diekspor (X) sama dengan yang diimpor (M)
Pada gambar di atas (Gambar 1.), sebelum terjadinya perdagangan internasional,
harga di negara A adalah sebesar PA sedangkan di negara B adalah sebesar PB.
Suplai di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar dari
PA, sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga
internasional lebih besar dari PA, sedangkan permintaan di pasar internasional
akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga
internasional sama dengan PW maka di negara B terjadi kelebihan permintaan
(ED), sedangkan jika harga internasional sebesar PW maka di negara A terjadi
kelebihan suplai (ES). Perpaduan antara kelebihan penawaran di negara A dan
kelebihan permintaan di negara B akan menentukan harga yang terjadi di pasar
internasional, yaitu sebesar PW. Dengan adanya perdagangan tersebut maka
negara A akan mengekspor kopi sebesar X, dan negara B akan mengimpor kopi
sebesar M.
Harga yang terjadi di pasar internasional merupakan harga keseimbangan antara
penawaran dan permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan
mempengaruhi penawaran dunia, sedangkan perubahan dan konsumsi dunia akan
mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya akan
mempengaruhi harga dunia (Siregar, 2008).
Ketika pendapatan mengalami peningkatan berarti daya beli masyarakat
meningkat, namun ketika dalam negeri supply barang lebih kecil daripada
demand, maka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pemerintah akan mengekspor barang baik barang konsumsi maupun bahan baku untuk
meningkatkan produksi dalam negeri.
Perdagangan internasional suatu negara khususnya sektor ekspor merupakan salah
satu sumber devisa negara. Bagi suatu negara terutama negara-negara yang belum
maju, devisa sangat penting dalam memenuhi kebutuhannya antara lain untuk
mengimpor jasa pihak asing seperti asuransi, melunasi hutang luar negeri dan
Perbedaan struktur perekonomian antara satu negara dengan negara lain
menyebabkan perbedaan sumber devisa bagi masing-masing negara. Negara yang
struktur ekonominya masih agraris, maka sumber devisanya kebanyakan dari
ekspor hasil produksi pertanian seperti karet, kina, kopi, tembakau, dan lain-lain
(Amir, 1991).
Sumber devisa suatu negara pada umumnya terdiri dari:
1. Hasil penjualan ekspor barang maupun jasa.
2. Pinjaman yang diperoleh dari negara asing, badan-badan internasional serta
swasta asing.
3. Hadiah atau grant dan bantuan dari badan-badan PBB seperti UNDP, UNESCO dan Pemerintah asing seperti Jepang, Arab Saudi dan lain-lain.
4. Laba dari penanaman modal luar negeri.
5. Hasil dari kegiatan pariwisata internasional (Amir, 1991).
Nilai Tukar/Kurs
Nilai tukar atau kurs didefinisikan sebagai harga mata uang domestik
(Salvator, 1997 dalam Suswati, 2011). Sedangkan Mankiw (2003) dalam Suswati
(2011), membedakan nilai tukar menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai
tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai dimana seseorang dapat memperdagangkan mata uang dari satu negara ke Negara lain.
Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dollar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah
120 yen per dollar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 dollar untuk 120
membayar 120 yen untuk setiap dollar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu
pada “kurs” diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal.
Nilai tukar riil (real exchang rate) adalah nilai dimana seseorang dapat memperdagangkan barang dan jasa dari suatu negara dengan barag dan jasa dari
negara lain. Nilai tukar riil (real exchang rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana kita bisa
memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari
negara lain.
Kurs merupakan salah satu harga yang lebih penting dalam perekonomian
terbuka, karena ditentukan oleh adanya keseimbangan antara permintaan dan
penawaran yang terjadi di pasar, mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca
transaksi berjalan maupun bagi variabel-variabel makro ekonomi lainnya. Kurs
dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara.
Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil (Salvator, 1997 dalam Suswati, 2011).
Produksi
Secara umum areal dan produksi kopi di Indonesia selama 10 tahun terakhir
(2002 – 2011) areal tanaman kopi praktis tidak mengalami perluasan yang berarti.
Dalam kurun waktu tersebut luas areal justru mengalami penurunan sebesar 4,6 %
Demikian juga dalam kurun waktu yang sama produksi kopi Indonesia mengalami
stagnasi, bahkan dalam tahun 2011 menurun cukup tajam, disebabkan oleh
kondisi cuaca yang tidak menentu. Sekitar 95 % dari produksi tersebut merupakan
Komposisi kopi robusta kurang lebih 83% dari total produksi kopi Indonesia dan
sisanya 17% berupa kopi arabika. Perbandingan produksi kopi robusta dengan
arabika tersebut diharapkan persentasenya dapat ditingkatkan, yaitu untuk kopi
arabika menjadi 30% dan robusta 70%. Peningkatan produksi komoditas
perkebunan diupayakan terutama melalui peningkatan produktivitas lahan serta
perbaikan efisiensi pengelolaan. Sasaran utamanya adalah peningkatan produksi
perkebunan rakyat mengingat produktivitas per hektar dan mutu hasilnya masih
rendah, padahal sebagian besar hasil perkebunan berasal dari perkebunan rakyat.
Harga
Harga kopi Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri masih dipandang relatif
mahal. Hal ini dapat diketahui dari perbandingan harga kopi dengan harga barang
kebutuhan lainnya, di lain pihak mahalnya harga kopi Indonesia dibandingakan
dengan harga kopi produksi negara-negara lainnya. Ini disebabkan oleh terlalu
banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan di dalam processing dari kopi “alasan”
sampai menjadi kopi yang memenuhi mutu ekspor. Terlalu tingginya resiko, baik
resiko penyusutan, cacat biji, dan sebagainya akan mempengaruhi harga pokok
ekspor kopi (Ilyas, 1991).
Dalam hal pemasaran dan penguasaan pangsa pasar internasional, komoditas
perkebunan dan pertanian umumnya menderita gejala struktur pasar yang sangat
asimetris antara pasar internasional dan pasar domestik. Gejala asimetri tersebut
sering dianalogikan dengan fenomena serupa pada hubungan antara petani
produsen dan pedagang atau konsumen, karena produsen komoditas perkebunan
hilir perkebunan berada di negara-negara maju. Misalnya, daalam 25 tahun
terakhir, harga kopi di pasar dunia turun 18% per tahun, tetapi harga di tingkat
konsumen di Amerika Serikat justru naik sampai 240%. Demikian pula, harga
rata-rata minyak kelapa sawit di pasar internasional mengalami penurunan 10%
per tahun, tetapi harga produk hilir di pasar domestik mengalami kenaikan 40%
(Arifin, 2004 dalam Arifin, 2005).
Penelitian Terdahulu
Nensy (2005), menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Penelitian ini membahas tentang pengaruh
eskpor, investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi
Sumatera Utara. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel ekspor berpengaruh
signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.
Panjaitan (2008), menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi kopi di Kabupaten Dairi. Penelitian ini membahas tentang perbandingan
antara perkembangan ekspor dan produksi kopi Sumatera Utara dengan
perkembangan ekspor dan produksi kopi dunia. Hasil analisis menunjukkan
bahwa rata-rata perkembangan produksi kopi Sumatera Utara (2,19%) lebih cepat
dari rata-rata perkembangan volume ekspor kopi Sumatera Utara (1,03%) lebih
cepat dari rata-rata perkembangan produksi kopi dunia (0,55%). Perkopian di
daerah Sumatera Utara juga menunjukkan rata-rata perkembangan produksi kopi
Suumatera Utara/tahun masih lebih kecil dari kebutuhan ekspor kopi Sumatera
lain provinsi Nanggro Aceh Darussalam dan provinsi Lampung untuk mencukupi
kebutuhan ekspornya.
Amalia (2012), menganalisis pengaruh subsektor perkebunan terhadap
pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
produksi perkebunan, luas lahan perkebunan pada t-4, kurs, nilai ekspor kopmiditi
perkebunan dan investasi pada t-4 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Adapun nilai ekspor perkebunan hanya
dipengaruhi oleh nilai produksi perkebunan.
Kerangka Pemikiran
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar mata pencaharian
penduduknya adalah dengan cara bertani atau berkebun sehingga sektor pertanian
sangat vital bagi Indonesia. Salah satu subsektor pertanian yang sangat penting
adalah perkebunan. Sumatera Utara merupakan salah satu sentra produksi
perkebunan kopi terutama perkebunan kopi rakyat yang potensial dan menurut
AEKI (2012), menyumbang sekitar 20% dari total ekspor kopi nasional.
Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat, pemerataan pendapatan dan memperluas kesempatan kerja dan juga
diharapkan dapat mencapai target–target seperti yang telah ditetapkan baik untuk
regional atau nasional. Untuk mengukur kinerja perkembangan ekonomi di suatu
wilayah dapat diamati melalui pertumbuhan ekonomi makro, struktur
perekonomian, pendapatan perkapita dan indikator ekonomi lainnya. Di samping
itu, data statistik dan indikator ekonomi dapat digunakan untuk menganalisis dan
satu indikator ekonomi yang diperlukan untuk mendapatkan gambaran mengenai
perekonomian regional secara makro adalah data PDRB (Nainggolan, 2007).
Keberadaan perkebunan di Propinsi Sumatera Utara mempunyai peranan penting
secara ekonomi, dengan indikasi sumbangan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) pada tahun 2011 sebesar 41,07% terhadap sektor pertanian atau 9,73%
terhadap Popinsi Sumatera Utara. Produktivitas perkebunan terutama perkebunan
rakyat mengalami peningkatan yang terutama oleh lima komoditi yang paling
diminati yaitu kelapa sawit, karet, kakao, kopi, dan kelapa
(Hasnudi dan Iskandar, 2005).
Penelitian ini memfokuskan untuk menganalisis berapa besar kontribusi ekspor
kopi terhadap PDRB sektor perkebunan Sumatera Utara dan faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai ekspor kopi serta bagaimana perkembangan ekspor kopi
Keterangan :
: Menyatakan kontribusi
: Menyatakan hubungan
: Menyatakan pengaruh
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian identifikasi masalah dan landasan teori, maka hipotesis dari
penelitian ini adalah:
1. Ekspor kopi memberikan kontribusi positif terhadap PDRB sektor perkebunan
Sumatera Utara.
2. Nilai tukar rupiah terhadap dollar, volume ekspor kopi, dan nilai produksi kopi
berpengaruh terhadap nilai ekspor kopi Sumatera Utara.
Ekspor Kopi Perkembangan Ekspor
Kopi Faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai ekspor kopi di Sumatera Utara :
1. Nilai tukar nominal (kurs nominal)
2. Volume ekspor kopi
3. Nilai produksi kopi