• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pengetahuan Siswa-Siswi Sma Reguler Al-Azhar Medan Tentang Penyakit Tuberkulosis Paru Pada Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Pengetahuan Siswa-Siswi Sma Reguler Al-Azhar Medan Tentang Penyakit Tuberkulosis Paru Pada Tahun 2013"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA-SISWI SMA REGULER

AL-AZHAR MEDAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU

PADA TAHUN 2013

Oleh:

FITRA AINA HIDAYAT

100100326

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA-SISWI SMA REGULER

AL-AZHAR MEDAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU

PADA TAHUN 2013

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

FITRA AINA HIDAYAT

100100326

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Tingkat Pengetahuan Siswa-Siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang

Penyakit Tuberkulosis Paru pada Tahun 2013

Nama : Fitra Aina Hidayat NIM : 100100326

Pembimbing Penguji I

(dr. H. Zainuddin Amir, M.Ked(Paru), Sp.P(K) ) (dr. Lita Feriyawati, M.Kes) NIP. 19540620 198011 1 001 NIP. 19700208 200112 2001

Penguji II

(Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes) NIP. 196906091999032001

Medan, 28 Desember 2013

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Angka kesakitan tuberkulosis masih sangat tinggi di Indonesia. Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus tuberkulosis setelah India dan Cina. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan siswa-siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang penyakit tuberkulosis paru pada tahun 2013. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional (potong lintang), dengan jumlah sampel sebanyak 80 orang yang diambil dengan metode proportionate stratified random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai definisi (100%), penularan (94,3%) dan komplikasi tuberkulosis paru (80%). Sedangkan tingkat pengetahuan responden tentang penyebab (46,3%), gejala (63,8%), faktor risiko (40%), pengobatan (71,2%) serta pencegahan tuberkulosis paru (67,5%) tergolong sedang.

Mayoritas tingkat pengetahuan responden tentang tuberkulosis paru tergolong sedang. Sebaiknya sekolah memberikan kurikulum tambahan mengenai tuberkulosis paru sehingga siswa-siswi bisa mendapatkan informasi yang lebih luas dan tepat.

(5)

ABSTRACT

Tuberculosis morbidity remains high in Indonesia. The number of tuberculosis case in Indonesia is at the third place after India and China. Tuberculosis is at the top of the chart as a fatal cause among those contagious diseases and at the third place after heart diseases and acute respiratory diseases as a death causing disease at all ages in Indonesia.

This research is aimed to gather the knowledge level of the regular class students of Al-Azhar high school in regards to pulmonary tuberculosis disease in 2013. Descriptive research method with cross sectional approach was chosen, and as many as 80 people was taken with the method of proportionate stratified random sampling.

The result determines that the respondents have an excellent knowledge level of definition (100%), transmission (94.3%) and complication (80%), while the knowledge level of the respondents related to the etiologies (46.3%), symtomps (68.3%), risk factors (40%), treatment (71.2%) and prevention of pulmonary TB (67.5%) are clasisified as moderate.

In general, the knowledge level of the respondents related to pulmonary TB is classified as moderate. It will be an advantage if the school provides an additional term to discuss about pulmonary TB so that the students can gather the exact information.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan dokter dan memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Judul Karya Tulis Ilmiah ini adalah “Tingkat Pengetahuan Siswa-Siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang

Penyakit Tuberkulosis Paru pada Tahun 2013”. Dalam menulis karya tulis ilmiah ini, penulis telah memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program studi Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. dr. H. Zainuddin Amir, M.Ked(Paru), Sp.P(K), selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Orang tua penulis, dr.Hidayatullah, Sp.B dan Ir.Afrida yang telah memberikan doa, motivasi baik secara moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

5. Kakak penulis, dr.Rika Caesaria Hidayat yang telah memberi motivasi dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

(7)

Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Medan, 30 November 2013 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan………... i

Abstrak………. ... ii

Abstract………... iii

Kata Pengantar……… .. iv

Daftar Isi………...………... vi

Daftar Tabel……… ix

Daftar Gambar………... .... x

Daftar Singkatan……… .... xi

Daftar Lampiran……… .... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1.Tuberkulosis Paru ... 4

2.1.1. Definisi ... 4

2.1.2. Etiologi ... 4

2.1.3. Penularan ... 5

2.1.4. Faktor Risiko ... 6

2.1.5. Patogenesis………. . 8

2.1.6. Manifestasi Klinis………... 12

2.1.7. Diagnosis……… . 13

(9)

2.1.9. Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya………….... . 18

2.1.10. Komplikasi……….... 19

2.1.11. Pencegahan………... . 20

2.2. Pengetahuan ... 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 23

3.1.Kerangka Konsep ... 23

3.2.Definisi Operasional ... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 25

4.1.Jenis Penelitian ... 25

4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

4.2.1. Lokasi Penelitian………. . 25

4.2.2. Waktu Penelitian………. . 25

4.3.Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

4.3.1. Populasi ... 25

4.3.2. Sampel ... 25

4.4.Teknik Pengumpulan Data ... 27

4.4.1. Data Primer ... 27

4.4.2. Data Sekunder ... 27

4.4.3. Instrumen Penelitian ... 27

4.5.Pengolahan dan Analisa Data ... 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. ... 29

5.1.Hasil Penelitian ……….. ... 29

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….... ... 29

5.1.2. Deskripsi Karakterisktik Responden ………... ... 29

5.1.3. Hasil Analisa Data ………... .. 30

5.2.Pembahasan ……… ... 33

(10)

6.1.Kesimpulan………. ... 37

6.2.Saran………... .. 37

DAFTAR PUSTAKA ………. 38

(11)

DAFTAR TABEL

Regimen Pengobatan Saat Ini Efek Samping Ringan OAT Efek Samping Berat OAT

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Distribusi Jawaban dan Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Tuberkulosis Paru

Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Penyakit Tuberkulosis Paru

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Gambaran Mikroskopis M. tuberculosis 5

Gambar 2.2. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Postprimer dan Perjalanan Penyembuhannya

12

Gambar 2.3. Gambaran Foto Rontgen Dada pada Pasien Tuberkulosis

14

Gambar 2.4. Skema Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru pada Orang Dewasa

16

(13)

DAFTAR SINGKATAN

SMA Sekolah Menengah Atas

HIV Human Immunodeficiency Virus

AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrom

OAT Obat Anti Tuberkulosis

TB Tuberkulosis

WHO World Health Organization

P2P Penanggulangan dan Pemberantasan Penyakit

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Lembar Penjelasan kepada

Responden Penelitian

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Responden Penelitian

Lampiran 4 Lembar Kuesioner

Lampiran 5 Penilaian Kuesioner Penelitian Lampiran 6 Uji Validitas Kuesioner

Lampiran 7 Uji Reliabilitas Kuesioner Lampiran 8 Data Induk Responden

Lampiran 9 Output SPSS

Lampiran 10 Surat Ethical Clearance

(15)

ABSTRAK

Angka kesakitan tuberkulosis masih sangat tinggi di Indonesia. Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus tuberkulosis setelah India dan Cina. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan siswa-siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang penyakit tuberkulosis paru pada tahun 2013. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional (potong lintang), dengan jumlah sampel sebanyak 80 orang yang diambil dengan metode proportionate stratified random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai definisi (100%), penularan (94,3%) dan komplikasi tuberkulosis paru (80%). Sedangkan tingkat pengetahuan responden tentang penyebab (46,3%), gejala (63,8%), faktor risiko (40%), pengobatan (71,2%) serta pencegahan tuberkulosis paru (67,5%) tergolong sedang.

Mayoritas tingkat pengetahuan responden tentang tuberkulosis paru tergolong sedang. Sebaiknya sekolah memberikan kurikulum tambahan mengenai tuberkulosis paru sehingga siswa-siswi bisa mendapatkan informasi yang lebih luas dan tepat.

(16)

ABSTRACT

Tuberculosis morbidity remains high in Indonesia. The number of tuberculosis case in Indonesia is at the third place after India and China. Tuberculosis is at the top of the chart as a fatal cause among those contagious diseases and at the third place after heart diseases and acute respiratory diseases as a death causing disease at all ages in Indonesia.

This research is aimed to gather the knowledge level of the regular class students of Al-Azhar high school in regards to pulmonary tuberculosis disease in 2013. Descriptive research method with cross sectional approach was chosen, and as many as 80 people was taken with the method of proportionate stratified random sampling.

The result determines that the respondents have an excellent knowledge level of definition (100%), transmission (94.3%) and complication (80%), while the knowledge level of the respondents related to the etiologies (46.3%), symtomps (68.3%), risk factors (40%), treatment (71.2%) and prevention of pulmonary TB (67.5%) are clasisified as moderate.

In general, the knowledge level of the respondents related to pulmonary TB is classified as moderate. It will be an advantage if the school provides an additional term to discuss about pulmonary TB so that the students can gather the exact information.

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra toraks yang khas pada tuberkulosis paru dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM (Amin dan Bahar, 2010). Penyakit tuberkulosis paru ialah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff dan Mukty, 2008). Penyakit ini dapat dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban dan juga lingkungan yang padat (Amin dan Bahar, 2010).

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus tuberkulosis terjadi di Asia Tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus tuberkulosis di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk. Diperkirakan angka kematian akibat tuberkulosis adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat tuberkulosis terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus tuberkulosis yang muncul.

(18)

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus tuberkulosis setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru tuberkulosis dan sekitar 140.000 kematian akibat tuberkulosis. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

Sepanjang tahun 2010, sebanyak 73,8 persen penderita tuberkulosis paru BTA (+) di Sumatera Utara. Berdasarkan survey, dari jumlah tersebut, Kota Medan merupakan yang terbesar jumlah penderitanya. Kepala Dinas Kesehatan Sumut, Candra Syafei melalui Kasi Penanggulangan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Sukarni, mengatakan, sebanyak 15.614 orang positif tuberkulosis paru BTA (+) di Sumatera Utara. Sedangkan estimasi berjumlah 21.148 orang. Untuk nasional, Sumut sampai triwulan ke III tahun 2010 berada di urutan ke 7 dengan 55,3 persen. Dari triwulan I hingga III tahun 2010, berdasarkan jumlah penduduk Kota Medan dengan 2152 penderita, Pematang Siantar 288, Binjai 260, Tanjung Balai 150 dan Tebing Tinggi 145 (Waspada Online, 2011).

Menurut data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011, sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Karena hal tersebut, peneliti memilih untuk melakukan penelitian pada siswa-siswi yang masih duduk di bangku SMA. Selain itu, belum ada penelitian tentang penyakit TB yang dilakukan pada murid SMA, padahal murid SMA sudah cukup kooperatif untuk dilibatkan ke dalam penelitian. Hal ini pula yang membuat peneliti semakin tertarik untuk meneliti seberapa besar tingkat pengetahuan siswa-siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang penyakit tuberkulosis paru pada tahun 2013.

1.2. Rumusan Masalah

(19)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan siswa-siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang penyakit tuberkulosis paru pada tahun 2013.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa-siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang definisi, penyebab, gejala dan cara penularan tuberkulosis paru pada tahun 2013.

2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa-siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang faktor risiko, pengobatan, komplikasi dan pencegahan tuberkulosis paru pada tahun 2013.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Siswa-Siswi

Sebagai sumber informasi dan bahan masukan bagi siswa-siswi untuk lebih meningkatkan pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis paru.

2. Bagi Tempat Penelitian

Pihak sekolah dapat mengetahui seberapa jauh kemajuan pengetahuan murid-muridnya tentang tuberkulosis paru.

3. Bagi Peneliti

Mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama ini, serta menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian selanjutnya.

4. Bagi Institusi Pendidikan

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis Paru

2.1.1. Definisi

Tuberkulosis paru adalah infeksi paru oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyebar ke segmen paru lain melalui bronki, atau ke organ lain melalui darah atau pembuluh getah bening (Dorland, 2002).

2.1.2. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 µm. Mikobakterium tidak dapat diklasifikasikan menjadi gram-positif atau gram-negatif. Basil tuberkulosis sejati ditandai dengan “tahan asam” yaitu, 95% etil alkohol mengandung 3% asam hidroklorat (asam-alkohol) dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen digunakan untuk mengidentifikasi bakteri tahan asam. Pada sediaan apus sputum atau potongan jaringan, mikobakterium dapat ditunjukkan dengan fluoresensi kuning-oranye setelah pewarnaan dengan fluorokrom (misalnya, auramin, rodamin). Mikobakterium adalah aerob obligat dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana. Waktu replikasi basilus tuberkulosis sekitar 18 jam dan berproliferasi dengan baik pada suhu 22-23 oC (Jawetz, et al., 2007).

(21)

Gambar 2.1. Gambaran Mikroskopis M. tuberculosis

Sumber : Brodie, 2008

Menurut Djojodibroto (2009), basil mikobakterium mengandung banyak bahan yang bersifat antigenik yang sebagian besar antigen ini merupakan golongan heat-shock protein. Antigen yang spesifik untuk spesies M. tuberculosis berasal dari golongan protein yang mempunyai berat molekul 35.000 dalton. Limfosit T dan B akan merespon antigen yang spesifik ini.

Mikobakterium kaya akan lipid, yang terdiri dari asam mikolat (asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan fosfat. Di dalam sel, lipid banyak terikat dengan protein dan polisakarida. Muramil dipeptida (dari peptidoglikan) yang membuat kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fosfolipid penginduksi nekrosis kaseosa. Lipid pada beberapa hal bertanggung jawab pada sifat tahan asamnya. Strain virulen basil tuberkel membentuk “serpentine cords”. Pada bentuk ini basil tahan asam tersusun dalam untai paralel (Jawetz, et al., 2007).

2.1.3. Penularan

(22)

ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi tuberkulosis paru (Hasibuan, 2010).

Menurut Lawrence, et al. (2002), infeksi M. tuberculosis dimulai ketika droplet aerosol yang berisi organisme hidup terinhalasi oleh orang yang rentan terhadap penyakit. Bakteri tuberkulosis ini ada di udara ketika seseorang yang terinfeksi tuberkulosis batuk, bersin, berbicara, ataupun bernyanyi (CDC, 2012).

Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2011).

Penularan lebih mudah terjadi bila ada hubungan yang erat dan lama dengan penderita tuberkulosis paru aktif, yaitu golongan penderita yang disebut sebagai open case (Alsagaff dan Mukty, 2008).

2.1.4. Faktor Risiko

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien

tuberkulosis adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem

daya tahan tubuh seluler (cellular immunity) dan merupakan faktor risiko paling

kuat bagi yang terinfeksi tuberkulosis untuk menjadi sakit tuberkulosis

(23)

masyarakat akan meningkat pula.Riwayat alamiah pasien tuberkulosis yang tidak diobati juga merupakan faktor risiko (Depkes RI, 2011).

Menurut Al-Amin (2010) di dalam penelitiannya, ada berbagai faktor

risiko yang bisa menyebabkan penularan penyakit tuberkulosis, yaitu :

1. Usia

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita tuberkulosis paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.

2. Jenis kelamin

Di benua Afrika pada tahun 1996 jumlah penderita tuberkulosis paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita tuberkulosis paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Tuberkulosis paru lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya tuberkulosis paru.

3. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit tuberkulosis paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat.

4. Kepadatan hunian kamar tidur

(24)

menularkan penyakit tuberkulosis adalah pelajar-pelajar di asrama sekolah.

5. Kondisi rumah

Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman. Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.

6. Keadaan sosial ekonomi

Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi tuberkulosis paru.

2.1.5. Patogenesis

A. Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum).

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus).

(25)

a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan.

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen.Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :

a) Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma).

b) Meninggal.

Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

Pembagian Tuberkulosis Paru Primer

(26)

a. Tanda-tanda infeksi sudah kelihatan, tetapi luas dan aktivitas penyakit tidak diketahui.

b. Uji kulit dengan tuberkulin (PPD) masih negatif.

c. Radiologis tidak tampak kelainan.

3. Tuberkulosis primer yang manifes (manifest primary tuberculosis) Uji kulit tuberkulin positif, terlihat kelainan radiologis.

a.Tuberkulosis primer dengan perkapuran.

Radiologis ada kalsifikasi di hilus atau parenkim paru.

b.Tuberkulosis primer dengan pembesaran kelenjar limfe mediastinum, hilus dan para trakea.

c.Tuberkulosis primer dengan komplikasi = Epituberkulosis. Akibat adanya proses endobronkial, pembesaran kelenjar, sembab mukus, penebalan jaringan granulasi, penyumbatan oleh sekret yang kental, perforasi atau stenosis yang dapat menyebabkan kelainan parenkim paru, distal dari bronkus dengan akibat atelektasis dan emfisema.

d.Tuberkulosis primer progresif dengan penyebaran bronkogen: a) Merupakan gambaran akhir manifestasi penyakit tuberkulosis. b) Sumber penyebaran berasal dari parenkim paru atau dari

caseous node yang pecah ke bronkus.

c) Klinis merupakan pneumonia yang menahun (Alsagaff & Mukty, 2008).

B. Tuberkulosis Postprimer

(27)

inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:

a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas.

b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut

tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti

(28)

2.1.6. Manifestasi Klinis

Gejala utama pasien tuberkulosis paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun,

berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,

demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes RI, 2011).

Gejala-gejala khusus atau khas pula tergantung dari organ tubuh mana yang terkena. Bila terjadi sumbatan di sebagian bronkus akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, ia akan menimbulkan suara "mengi" yaitu suara nafas melemah yang disertai sesak. Jika ada cairan di rongga pleura, ia dapat disertai dengan keluhan sakit dada (Al-Amin, 2010).

Gambar 2.2. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Postprimer

dan Perjalanan Penyembuhannya

Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006

(29)

2.1.7. Diagnosis

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :

1. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronkial, ronki basah, dan lain-lain). 2. Tanda-tanda pennarikan paru, diafragma dan mediastinum. 3. Sekret di saluran nafas dan ronki.

4. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.

3. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis) 4. Pemeriksaan sputum BTA

Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman tuberkulosis. Semua suspek tuberkulosis

diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -

sewaktu (SPS).

a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis

datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek

membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada

hari kedua.

b. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,

segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan

sendiri kepada petugas di Fasyankes.

c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua,

saat menyerahkan dahak pagi (Depkes RI, 2011).

5. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)

Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen

imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik

terhadap basil TB.

6. Tes Mantoux/Tuberkulin

(30)

1) Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah.

2) Bayangan berawan (patchy) atau bercak (nodular). 3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda.

4) Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru. 5) Adanya kalsifikasi.

6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu

kemudian.

7) Bayangan milier (Mansjoer, Triyanti, Savitri, et al., 2000).

Gambar 2.3. Gambaran Foto Rontgen Dada pada Pasien

Tuberkulosis

Sumber : Herchline,2013

Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang

(31)

Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks

Pada sebagian besar tuberkulosis paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

A. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis tuberkulosis paru BTA positif.

B. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (lihat bagan alur).

C. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma) (Depkes RI, 2006).

8. Teknik Polymerase Chain Reaction

Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap

sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam

spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi.

9. Becton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC)

Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolism asam

lemak oleh M. tuberculosis.

10.Enzyme Linked Immunosorbent Assay

Deteksi respons humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.

Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama sehingga

menimbulkan masalah.

11.MYCODOT

Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada

(32)

Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan

berubah (Mansjoer, Triyanti, Savitri, et al., 2000).

Gambar 2.4. Skema Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru pada Orang Dewasa

Sumber : Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2006

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,

keadaan ini terutama ditujukan pada tuberkulosis paru: 1) Tuberkulosis paru BTA positif.

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

(33)

d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada tuberkulosis paru BTA positif. Kriteria diagnostik tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi:

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

b) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi

pasien dengan HIV negatif.

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan (Depkes

RI, 2011).

2.1.8. Pengobatan

Menurut PDPI (2006), pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah INH, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan yang digunakan adalah kanamisin, amikasin dan kuinolon.

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila

pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,biasanya pasien menjadi

tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien tuberkulosis

BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)dalam 2 bulan. Kemudian pada tahap

lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu

yang lebih lama tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

(34)

Tabel 2.1. Regimen Pengobatan Saat Ini

Kategori Pasien TB

Resimen Pengobatan

Fase Awal Fase Lanjutan

1 TBP sputum BTA positif

baru Bentuk TBP berat, TB ekstra-paru (berat), TBP BTA-negatif Kembali ke default

2 SHZE / 1 HRZE 2 SHZE / 1 HRZE

5 H3R3E3

5 HRE

3 TBP sputum BTA-negatif

TB ekstra-paru (menengah berat)

4 Kasus kronis (masih

BTA-positif setelah pengobatan ulang yang disupervisi)

Tidak dapat diaplikasikan (mempertimbangkan menggunakan

obat-obatan barisan kedua)

Singkatan : TB = Tuberkulosis, TBP = Tuberkulosis Paru, S = Streptomisin, H = Isoniazid, R = Rifampisin, Z = Pirazinamide, E = Etambutol

Sumber : Amin & Bahar, 2009

2.1.9. Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya

Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan

pendekatan gejala.

Tabel 2.2. Efek Samping Ringan OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut

Rifampisin Semua OAT diminum malam sebelum tidur

Nyeri Sendi Pirasinamid Beri Aspirin

Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki

INH Beri vitamin B6 (piridoxin) 100mg per hari

Warna kemerahan pada air seni (urine)

(35)

Tabel 2.3. Efek samping berat OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Ikuti petunjuk

penatalaksanaan dibawah*).

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan,

gantiEtambutol.

Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan, gantiEtambutol.

Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua

OAT

Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang. Bingung dan

muntah-muntah (permulaan ikterus karena obat)

Hampir semua

OAT

Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati.

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol. Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin.

Singkatan : INH = Isoniazid, OAT = Obat Anti Tuberkulosis Sumber : Depkes RI, 2011

Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal

singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil

meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian

pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan

kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan

kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu

dirujuk (Depkes RI, 2011).

2.1.10. Komplikasi

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan dalam masa pengobatan ataupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi dini yang mungkin timbul adalah batuk berdarah, pneumotoraks, luluh paru, gagal napas, gagal jantung dan efusi pleura (PDPI, 2006).

(36)

amiloidosis, karsinoma paru, sindroma gagal napas dewasa (ARDS) (Amin & Bahar, 2009).

2.1.11. Pencegahan

Penyakit tuberkulosis ini bisa dicegah. Seperti yang diketahui, mencegah lebih baik dari mengobati. Antara pencegahan penyakit tuberkulosis yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah ventilasi dan pencahayaan rumah yang baik serta menutup mulut saat batuk. Selain itu, masyarakat juga perlu menjaga kebersihan lingkungan termasuk alat makan dan tidak meludah di sembarang tempat (Rahmawati VK, 2009 dalam Al-Amin, 2010).

Selain pencegahan yang dinyatakan di atas, terdapat juga vaksinasi yang bisa mencegah terjadinya penyakit tuberkulosis ini yaitu vaksin BCG (Squire B., 2009 dalam Al-Amin, 2010).

2.2. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dari proses penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam proses terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Telah terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Notoatmodjo mengungkapkan pendapat Rogers (1974) bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek),

(37)

c. Evaluation, dimana orang tersebut menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, dimana orang tersebut mulai mencoba perilaku baru,

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Akan tetapi pada penelitian selanjutnya, Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas.

Menurut Notoadmodjo (2007), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu: 1. Tahu (know)

Tahu boleh diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Hal yang termasuk dalam tingkat pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang itu tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension)

Memahami boleh diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan dan dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek/materi yang diketahuinya. Orang yang telah paham tentang objek/materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi boleh diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.

4. Analisis (analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi yang masih ada kaitannya satu sama lain.

(38)

Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang sedia ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek/materi. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau dengan menggunakan kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan teknik wawancara ataupun dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian ataupun responden (Notoadmodjo, 2007).

Menurut Pratomo (1990) dalam Akbar (2011), pengetahuan responden dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu : baik, sedang dan kurang dengan perincian nilai sebagai berikut :

(39)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kerangka konsep dalam penelitian “Tingkat Pengetahuan Siswa-Siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang Penyakit Tuberkulosis Paru pada Tahun 2013” dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian.

3.2. Definisi Operasional

Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Cara Ukur

(40)

meliputi : definisi, penyebab, faktor risiko, penularan, gejala klinis, pengobatan, komplikasi dan

(41)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional (potong lintang) dimana dengan satu kali pengamatan pada rentang waktu tertentu yang ditentukan, peneliti akan mendeskripsikan bagaimana tingkat pengetahuan siswa-siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang tuberkulosis paru pada tahun 2013.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMA Reguler Al-Azhar Medan. Alasan pemilihan lokasi penelitian, karena lokasi ini dapat dijangkau oleh peneliti. Selain itu, di lokasi tersebut belum pernah dilakukan penelitian mengenai gambaran tingkat pengetahuan siswa-siswi tentang tuberkulosis paru.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama bulan Juli-September 2013.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi yang diambil pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X dan XI di SMA Reguler Al-Azhar Medan. Populasi pada penelitian ini berjumlah 358 orang.

4.3.2. Sampel

(42)

N. Z21-α/2. p. (1-p) n =

(N-1) d2 + Z21-α/2. p. (1-p)

Keterangan rumus :

n : Besar sampel minimum

Z1-α/2 : Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu p : Harga proporsi di populasi

d : Kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir N : Jumlah di populasi (Wahyuni, 2007)

358. (1,96)2. 0,5. (1-0,5) n =

(358-1) (0,1)2 + (1,96)2. 0,5. (1-0,5) n = 75,9 orang

= 80 orang

Jadi besar sampel dalam penelitian ini digenapkan menjadi 80 orang. Sampel penelitian ini diambil dengan metode proportionate stratified random sampling. Sampel tersebut kemudian didistribusikan pada tiap tingkatan kelas .

a. Siswa SMA Kelas X : 188/358 x 80 = 42 orang

b. Siswa SMA Kelas XI : 170/358 x 80 = 38 orang

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

A. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah responden yang masih berstatus siswa-siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan yang masih duduk di kelas X dan XI, serta bersedia menjadi responden.

(43)

4.4. Teknik Pengumpulan Data

4.4.1. Data Primer

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang akan diisi oleh setiap responden yang telah menandatangani surat persetujuan bersedia untuk menjadi responden. Sebelumnya responden akan diberi penjelasan terlebih dahulu oleh peneliti dan kemudian peneliti akan menanyakan kesediaan untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini adalah jumlah siswa-siswi kelas X dan XI beserta daftar nama siswa-siswi kelas X dan XI yang diperoleh dari bagian tata usaha SMA Reguler Al-Azhar Medan.

4.4.3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner (daftar pertanyaan). Sebelum kuesioner ini digunakan di dalam penelitian, kuesioner ini akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan pada 20 orang murid yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel yang diambil di luar populasi. Uji validitas yang akan dilakukan menggunakan metode korelasi produk momen (Moment product correlation/pearson correlation). Kuesioner dinyatakan valid jika nilai r hitung>r tabel. Uji reliabilitas yang akan dilakukan menggunakan metode Alpha Cronbach. Jika nilai r>0,60, maka kuesioner dinyatakan reliabel.

(44)

Variabel Nomor Pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Cronbach’s

Alpha Status

Kuesioner tersebut terdiri dari 10 pertanyaan. Jawaban yang benar diberi skor 1, sedangkan jawaban yang salah diberi skor 0. Pertanyaan yang tertera sesuai dengan variabel-variabel yang akan diukur yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis paru. Informed Consent telah diberi bersamaan dengan kuesioner tersebut yang menjelaskan tujuan dilakukan penelitian. Pengisian kuesioner dilakukan secara langsung oleh siswa sambil diamati oleh peneliti untuk memastikan tidak ada terjadi kecurangan dalam pengisian kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dianalisa, setelah kuesioner dikembalikan kepada peneliti.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

(45)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di SMA Reguler Al-Azhar Medan. SMA Reguler Al-Azhar Medan merupakan sekolah swasta yang terletak di jalan Pintu Air IV No. 214, Kwala Bekala, Padang Bulan, Medan. Sekolah ini menerapkan kurikulum “two in one” yaitu perpaduan secara utuh kurikulum nasional dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (secara Depdiknas) dan kurikulum Diniyah dari Departemen Agama.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Di dalam penelitian ini, jumlah responden yang dibutuhkan sebanyak 80 orang. Gambaran karakteristik responden yang ada dapat dibedakan berdasarkan umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Data lengkap distribusi karakteristik responden dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Umur n (orang) %

(46)

Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari Tabel 5.2. dapat dilihat bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan responden yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu dengan jumlah 43 orang (53,8%). Sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 37 orang (46,3%).

Tabel 5.3. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

Dari Tabel 5.3. dapat dilihat bahwa responden yang duduk di kelas X lebih banyak dibandingkan responden yang duduk di kelas XI, yaitu dengan jumlah 42 orang (52,5%). Sedangkan responden yang duduk di kelas XI berjumlah 38 orang (47,5%).

5.1.3. Hasil Analisa Data

(47)

Tabel 5.4. Distribusi Jawaban dan Tingkat Pengetahuan Responden Tentang

Tuberkulosis Paru

No Pertanyaan

Jawaban Responden

(48)

Faktor apakah yang menjadi salah satu faktor risiko seseorang berapa lama waktu pengobatan minimal Tuberkulosis Paru (TBC)?

(49)

Dari Tabel 5.4. dapat dilihat bahwa responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai definisi (100%), penularan (94,3%) dan komplikasi Tuberkulosis Paru (80%). Sedangkan tingkat pengetahuan responden tentang penyebab (46,3%), gejala (63,8%), faktor risiko (40%), pengobatan (71,2%) serta pencegahan Tuberkulosis Paru (67,5%) tergolong sedang.

Tabel 5.5. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Penyakit

Tuberkulosis Paru

Tingkat pengetahuan n (orang) %

Baik 36 45.0

Sedang 44 55.0

Kurang 0 0

Jumlah 80 100.0

Dari Tabel 5.5. dapat dilihat bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik sebanyak 36 orang (45%) dan responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang tergolong sedang sebanyak 44 orang (55%).

5.2. Pembahasan

Dari Tabel 5.4. dapat dilihat bahwa responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi penyakit TB (100%). Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Al-Amin (2010) di Kelurahan Tanjung Rejo-Medan yang menyatakan hanya 55% dari 100 responden yang mengetahui definisi penyakit TB. Pada penelitiannya, Al-Amin mengungkapkan hal ini mungkin terjadi karena masyarakat lebih mengenal TB sebagai batuk kering dan tidak mengerti definisi yang sebenarnya, sehingga hasilnya menjadi rendah.

(50)

responden juga memiliki pengetahuan yang baik mengenai cara penularan penyakit TB (94,3%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Naidoo dan Taylor (2013) di Afrika Selatan yang menunjukkan bahwa dari 547 responden yang tinggal di perkotaan, 81,8% mengetahui bagaimana cara penularan penyakit TB. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Hasibuan (2010) di RSUP. Adam Malik Medan yang menyatakan 85% dari seluruh responden mengetahui bahwa penyakit TB dapat menular melalui udara. Tingginya pengetahuan responden tentang definisi, komplikasi serta cara penularan penyakit TB mungkin saja terjadi karena responden telah mendapatkan informasi yang baik dan tepat. Informasi-informasi tersebut bisa saja mereka peroleh dari berbagai jenis media, baik itu media cetak seperti buku ataupun media elektronik seperti televisi maupun internet. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2010) dalam Akbar (2011) bahwa informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang memperoleh banyak sumber informasi, maka seseorang cenderung memperoleh pengetahuan yang lebih luas.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa responden memiliki pengetahuan yang tergolong sedang mengenai penyebab penyakit TB (46,3%). Sedangkan hasil penelitian Portero, dkk (2001) di Metro Manila menyatakan bahwa dari 3970 responden, hanya 24,8% yang mengetahui bahwa TB disebabkan oleh bakteri. Hal ini mungkin terjadi karena 65,7% responden dari penelitian Portero, dkk memiliki pendidikan terakhir hanya sampai tingkat sekolah dasar, sehingga hasil yang didapat menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hendra (2008) dalam Kencana (2011) bahwa pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Pada umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya.

(51)

berdarah dan 64,4% mengetahui bahwa berkeringat pada malam hari termasuk gejala penyakit TB. Dari Tabel 5.4. dapat dilihat bahwa responden pada penelitian ini memiliki pengetahuan yang tergolong sedang mengenai faktor risiko penyakit TB (40%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Al-Amin (2010) di Kelurahan Tanjung Rejo-Medan yang menyatakan bahwa 51% dari 100 responden mengetahui faktor risiko penyakit TB.

Selain itu, responden juga memiliki pengetahuan yang tergolong sedang mengenai pengobatan penyakit TB (71,2%). Sedangkan hasil penelitian Hasibuan (2010) di RSUP. Adam Malik Medan menunjukkan bahwa 92,5% dari seluruh responden telah mengetahui tentang lama pengobatan penyakit TB. Perbedaan hasil ini mungkin terjadi karena responden pada penelitian Hasibuan merupakan pasien penderita TB, sehingga pengetahuannya mengenai pengobatan TB menjadi lebih luas. Hal ini sesuai dengan pendapat Hendra (2008) dalam Kencana (2011) yang menyatakan bahwa pengalaman pribadi juga dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Selain mengenai pengobatan penyakit TB, responden pada penelitian ini juga memiliki pengetahuan yang tergolong sedang mengenai pencegahan penyakit TB (67,5%). Sedangkan hasil penelitian Naidoo dan Taylor (2013) di Afrika Selatan menyatakan bahwa 85,7% dari 547 responden mengetahui cara pencegahan penularan TB kepada orang lain.

Perbedaan tingkat pengetahuan ini bisa saja terjadi karena cara penyampaian ataupun bahasa yang digunakan dalam penyampaian informasi tersebut tidak dapat dimengerti oleh responden. Sehingga proses ‘tahu’ tidak dapat tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2003) dalam Al-Amin (2010) yang menyatakan bahwa pengetahuan dapat dikembangkan oleh manusia karena manusia memiliki bahasa yang dapat dimengerti untuk mengkomunikasikan informasi yang telah didapat. Sehingga jika informasi itu salah diterima, maka pengetahuan tidak akan berkembang dengan baik.

(52)

Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden mengenai penyakit Tuberkulosis paru masih tergolong sedang. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Al-Amin (2010) di Kelurahan Tanjung Rejo-Medan yang menyatakan bahwa dari 100 responden, 26 orang (26%) memiliki pengetahuan yang baik, 72 orang (72%) memiliki pengetahuan yang tergolong sedang dan 2 orang (2%) memiliki pengetahuan yang tergolong kurang baik mengenai penyakit Tuberkulosis paru. Ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang. Adapun faktor-faktor tersebut adalah umur, intelegensi, lingkungan, informasi yang tersedia, sosial budaya, pendidikan dan pengalaman (Hendra dalam Kencana, 2010).

(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi (100%), penularan (94,3%) dan komplikasi Tuberkulosis Paru (80%). 2. Responden memiliki pengetahuan yang sedang mengenai penyebab

(46,3%), gejala (63,8%), faktor risiko (40%), pengobatan (71,2%) dan pencegahan Tuberkulosis Paru (67,5%).

3. Dari 80 responden, 36 responden (45%) memiliki pengetahuan yang baik, 44 responden (55%) memiliki pengetahuan yang tergolong sedang dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan yang tergolong kurang mengenai penyakit Tuberkulosis paru.

6.2. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti memiliki beberapa saran, yaitu :

1. Sebaiknya siswa-siswi lebih memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang ada seperti perpustakaan ataupun bahan bacaan yang berasal dari internet untuk mencari tahu lebih jauh tentang penyakit Tuberkulosis Paru.

2. Sebaiknya sekolah memberikan kurikulum tambahan mengenai

Tuberkulosis Paru sehingga siswa-siswi bisa mendapatkan informasi yang lebih luas dan tepat.

3. Sebaiknya sekolah membuat/mengaktifkan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan kesehatan, seperti pertolongan pertama, penyakit menular, ataupun penyakit kronik.

4. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat lebih mengembangkan

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S. F., 2011. Tingkat Pengetahuan Siswa SMP Swasta Kristen Immanuel Medan Kelas VIII terhadap HIV/AIDS tahun 2011, Universitas Sumatera Utara. Available from:

[Accessed 20 February 2012]

Alsagaff,A. & Mukty, A., 2008. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi 1. Surabaya : Airlangga University Press.

Amin, Z. & Bahar, A., 2009. Tuberkulosis Paru.Dalam : Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M. & Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : Interna Publishing, 2230-2238.

Brodie, R., 2008. Faster Test for Tuberculosis. UK: RSC Publishing. Available fro

Centers for Disease Control and Prevention. 2012. Tuberculosis (TB). USA : Centers for Disease Control and Prevention. Available from:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Direktorat Jenderal PP&PL / Selaku, Direktorat Gerakan Terpadu Nasional TB .

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional

(55)

Djojodibroto, R. D., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Edisi 1. Jakarta : EGC.

Dorland, W. A. N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta : EGC.

Hasibuan, D.A., 2010. Gambaran Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru tentang Penyakit dan Pengobatan Tuberkulosis di RSUP. Adam Malik Medan 2010, Universitas Sumatera Utara. Available from :

[Accessed 10 February 2011]

Herchline, T. E., 2013. Tuberculosis Work Up. Available from :

[Accessed 14 January 2013]

Jawetz, Melnick, & Adelberg, 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta : EGC.

Kencana, R.B., 2011. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Sikap Terhadap Seks Pra Nikah, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Available from :

(56)

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani W. I. & Setiowulan, W., 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.

Al-Amin, A. A. M. D. K., 2010. Tingkat Pengetahuan tentang Penyakit

Tuberkulosis pada Masyarakat Kelurahan Tanjung Rejo-Medan Tahun 2010, Universitas Sumatera Utara. Available from :

[Accessed 12 January 2011]

Naidoo,S, & Taylor, M, 2013. Association between South African high-school learners' knowledge about tuberculosis and their intention to seek

healthcare, University of KwaZulu-Natal. Available from :

Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Edisi 1. Jakarta : Rineka Cipta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Universitas Indonesia. Available from [Accessed 4 June 2006]

Portero, N.J., et al., 2002. Socio-economic determinants of knowledge and attitudes about tuberculosis among the general population of Metro Manila, Philippines,.Tuberculosis Research and Training Center. Available from :

(57)

Wahyuni, A. S., 2007. Statistika Kedokteran. Edisi 1. Jakarta : Bamboedoea Communication.

Widyastuti, I., 2011. Medan Terbesar Penderita TB Paru. Available from : [Accessed 13 February 2011]

Widyastuti, I Medan : Waspada

Online. Available from :

(58)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fitra Aina Hidayat

Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 21 Maret 1994

Agama : Islam

Alamat : Jl. Bajak V no.56-A, Medan

(59)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN PENELITIAN

Dengan hormat,

Saya, Fitra Aina Hidayat, adalah seorang mahasiswi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) angkatan tahun 2010. Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul Tingkat Pengetahuan Siswa-Siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang Penyakit Tuberkulosis Paru pada Tahun 2013 .

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan siswa-siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang penyakit 43uberculosis paru pada tahun 2013. Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesediaan Anda untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Saya memohon kesediaan Anda untuk menjawab beberapa pertanyaan dalam bentuk kuesioner sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Jika Anda bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelawanan.

Identitas pribadi Anda sebagai partisipan akan disamarkan, kerahasiaan data Anda akan dijamin sepenuhnya, dan semua informasi yang Anda berikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, Anda dapat bertanya langsung kepada saya atau dapat menghubungi saya di nomor 085297576880.

Demikian informasi ini saya sampaikan, atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu Anda, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya, Peneliti,

(60)

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : ……… Umur : ……… tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki / Perempuan *) Alamat : ……… Kelas : X / XI *)

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan yang cukup dari peneliti secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menyatakan ‘BERSEDIA’ berpartisipasi menjadi sukarelawan dalam penelitian ini yang berjudul Tingkat Pengetahuan Siswa – Siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang Penyakit Tuberkulosis Paru pada Tahun 2013. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa-siswi SMA Reguler Al-Azhar Medan tentang Penyakit Tuberkulosis Paru pada Tahun 2013.

Medan, ………..

Mengetahui, Menyatakan, Peneliti, Responden,

(61)

Lampiran 4

LEMBAR KUESIONER

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA-SISWI SMA REGULER AL-AZHAR MEDAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU PADA TAHUN

2013

Berikan tanda silang (x) pada jawaban yang menurut anda benar

1. Menurut Anda, apa yang dimaksud dengan Tuberkulosis Paru (TBC) ? a. Penyakit kutukan

b. Penyakit infeksi yang menyerang paru c. Penyakit yang timbul akibat guna-guna

2. Menurut Anda, penyebab penyakit Tuberkulosis Paru (TBC) adalah : a. Bakteri

b. Virus c. Parasit

3. Menurut Anda, bagaimana tanda-tanda / gejala penyakit Tuberkulosis Paru (TBC) ?

a. Mual dan muntah,nyeri dada dan sesak napas

b. Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih, batuk bercampur darah, berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik.

c. Batuk tidak berdahak selama 3 minggu atau lebih, napas tersengal-sengal, serta mual dan muntah

4. Menurut Anda, bagaimana penyakit Tuberkulosis Paru (TBC) dapat menular kepada orang lain ?

a. Batuk, bersin yang mengandung kuman tuberkulosis yang terhirup orang lain b. Bicara berhadap-hadapan dengan penderita tuberkulosis

(62)

5. Menurut Anda, penularan Tuberkulosis Paru (TBC) terjadi melalui ….. a. Udara

b. Pakaian

c. Makanan/minuman

6. Menurut Anda, apakah yang menjadi salah satu faktor risiko seseorang tertular Tuberkulosis Paru (TBC)?

a. Mengidap HIV b. Menderita gizi buruk c. A dan B benar

7. Menurut Anda,penyakit Tuberkulosis Paru (TBC) dapat disembuhkan melalui :

a. Pengobatan teratur disertai dengan perbaikan lingkungan dan perubahan perilaku.

b. Berobat kalau ada waktu. c. Dibiarkan saja.

8. Menurut Anda, berapa lama waktu pengobatan minimal Tuberkulosis Paru (TBC)?

a. 4 bulan b. 5 bulan c. 6 bulan

9. Menurut Anda, apakah komplikasi yang dapat terjadi pada penderita Tuberkulosis Paru (TBC) ?

a. Gagal napas b. Kematian

(63)

10.Menurut Anda, bagaimana cara untuk mencegah agar tidak tertular penyakit Tuberkulosis Paru (TBC) ?

a. Menciptakan suasana rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik b. Menggunakan vaksin BCG

(64)

Lampiran 5

PENILAIAN KUESIONER PENELITIAN

Bentuk pertanyaan dalam kuesioner ini adalah dengan menggunakan multiple choice (pilihan berganda). Pertanyaan ini menyediakan beberapa jawaban/alternatif dan responden hanya memilih salah satu diantaranya yang sesuai dengan pendapatnya (Notoatmodjo, 2010).

a. Jika responden menjawab dengan benar diberi skor 1 b. Jika responden menjawab dengan salah diberi skor 0

1. Penilaian Pengetahuan :

Pengetahuan = �����ℎ ����� ���� �����

����� ���� x 100%

2. Kategori Penilaian Pengetahuan :

a. Pengetahuan baik jika responden menjawab benar >75% b. Pengetahuan sedang jika responden menjawab benar 40-75%

(65)

Lampiran 6

Uji Validitas Kuesioner

Correlations

p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12 p13 totalscore

p1 Pearson

Correlation

1 .800** 1.000** .905** 1.000** .905** .800** .905** .229 .800** .a .800** .a .958**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .331 .000 . .000 . .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p2 Pearson

Correlation

.800** 1 .800** .905** .800** .905** 1.000** .905** -.229 1.000** .a .600** .a .916**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .331 .000 . .005 . .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p3 Pearson

Correlation

1.000** .800** 1 .905** 1.000** .905** .800** .905** .229 .800** .a .800** .a .958**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .331 .000 . .000 . .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p4 Pearson

Correlation

.905** .905** .905** 1 .905** 1.000** .905** 1.000** .208 .905** .a .704** .a .980**

(66)

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p5 Pearson

Correlation

1.000** .800** 1.000** .905** 1 .905** .800** .905** .229 .800** .a .800** .a .958**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .331 .000 . .000 . .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p6 Pearson

Correlation

.905** .905** .905** 1.000** .905** 1 .905** 1.000** .208 .905** .a .704** .a .980**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .380 .000 . .001 . .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p7 Pearson

Correlation

.800** 1.000** .800** .905** .800** .905** 1 .905** -.229 1.000** .a .600** .a .916**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .331 .000 . .005 . .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p8 Pearson

Correlation

.905** .905** .905** 1.000** .905** 1.000** .905** 1 .208 .905** .a .704** .a .980**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .380 .000 . .001 . .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p9 Pearson

Correlation

.229 -.229 .229 .208 .229 .208 -.229 .208 1 -.229 .a .229 .a .137

Gambar

Gambar 2.1. Gambaran Mikroskopis M. tuberculosis
Gambar 2.2. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Postprimer
Gambar 2.3. Gambaran Foto Rontgen Dada pada Pasien
Gambar 2.4. Skema Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru pada Orang Dewasa
+7

Referensi

Dokumen terkait

FUNDAMENTALS, THEORY The Fourteenth International Ferroalloys Congress May 31-June 4, 2015 Energy efficiency and environmental friendliness are the future of the global Ferroalloy

Page | 29 PANDIT NEHRU AND THE UNITY OF THE OPPRESSED PEOPLE OF SOUTH AFRICA The historic role of Gandhiji has overshadowed the crucial role of Pandit Nehru and others in

Dengan adanya konsep LAN dan dengan didukung oleh suatu aplikasi internet conection sharing yang merupakan fasilitas yang sudah tersedia pada windows xp maka installasi LAN di

[r]

[r]

Judul : PENGARUH PENAMBAHAN CARBON BLACK SEBAGAI BAHAN PENGISI PADA PROSES PENGOLAHAN COMPOUND TERHADAP KEKERASAN (HARDNESS) PADA PROSES PEMBUATAN PACKING PINTU REBUSAN

Penundaan dapat dilakukan dengan menyisipkan instruksi untuk tidak mengerjakan apa-apa, yaitu NOP (No operation). Instruksi tersebut membutuhkan waktu eksekusi satu siklus.

Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah membuat sebuah streaming server dengan memanfaatkan aplikasi Red5 yang dapat dijadikan sarana live streaming dan bisa

: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Kesehatan..., 2000... Rina

Roy Marudut : Avulsi Gigi Sulung Anterior, 2000... Roy Marudut : Avulsi Gigi Sulung