• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Pengawetan Kayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Pengawetan Kayu"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengawetan Kayu

Proses pengawetan adalah memberikan bahan kimia beracun kepada kayu agar kayu tersebut tidak terserang organisme perusak. Pengawetan kayu dapat

bersifat sementara (propilactic treatment) dan permanen. Pengawetan yang bersifat sementara bertujuan untuk mencegah serangan fungi pewarna dan kumbang ambrosia. Beberapa jenis kayu hutan rakyat seperti pinus, kemiri, pulai,

dan gemelina khususnya dalam bentuk dolok yang baru ditebang dan papan gergajian yang masih basah, mudah sekali diserang fungi pewarna dan kumbang

ambrosia. Pengawetan kayu secara permanent adalah upaya untuk memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu, agar kayu tidak diserang oleh organisme perusak sehingga umur pakai kayu menjadi lebih panjang. Pengawetan kayu hanya

memperbaiki mutu sifat keawetannya saja dan tidak dapat memperbaiki sifat keteguhan ataupun kekerasannya. Pengawetan kayu dapat dilakukan dengan

banyak cara, mulai dari cara yang sederhana sampai dengan cara yang sempurna. Masing-masing cara mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu yang banyaknya dan kedalamannya sesuai dengan

spesifikasi yang dipersyaratkan (Duljapar, 2001)

Tujuan dari pengawetan kayu adalah untuk meningkatkan keawetan kayu

sehingga kayu yang mulanya memiliki umur pakai tidak panjang menjadi lebih panjang dalam pemakaian. Selain itu dengan pengawetan dapat memanfaatkan pemakaian jenis-jenis kayu yang berkelas awet rendah dan sebelumnya belum

(2)

yang cukup luas dan banyak jenis kayunya. Adanya industri pengawetan kayu akan memberi lapangan pekerjaan, sehingga pengangguran dapat diatasi (Dumanaw, 1990)

Dalam penggunaan harus diperhatikan sifat-sifat bahan pengawet agar sesuai dengan tujuan pemakaian. Faktor-faktor sebagai syarat bahan pengawet

yang baik :

- Bersifat racun terhadap makhluk perusak kayu - Mudah masuk dan tetap tinggal didalam kayu

- Bersifat permanen, tidak mudah luntur atau menguap

- Bersifat toleran terhadap bahan-bahan lain misalnya : logam, perekat dan

cat/finishing

- Tidak mempengaruhi kembang susut kayu

- Tidak merusak sifat-sifat kayu : sifat fisik, mekanik, dan kimia

- Tidak mudah terbakar maupun mempertinggi bahaya kebakaran - Tidak berbahaya bagi manusia dan hewan peliharaan

- Mudah dikerjakan, diangkut serta mudah didapat dan murah (Dumanaw, 1990)

Tentunya tidak semua sifat-sifat diatas dimiliki oleh sesuatu jenis bahan

pengawet. Dalam praktek biasanya diperhatikan sifat-sifat mana yang perlu tergantung pada tujuan pemakaian kayu itu nantinya. Pada waktu memilih bahan

(3)

Teknik atau cara pengawetan yang digunakan akan berpengaruh terhadap hasil atau umur pemakaian kayu. Pemilihan cara pengawetan selain tergantung dari faktor tempat kayu nantinya akan digunakan/dipasang, perlu juga

dipertimbangkan faktor ekonomisnya. Banyak cara pengawetan yang dapat dilaksanakan, mulai cara sederhana sampai kepada cara yang relatif sukar dengan

peralatan modern (Dumanaw, 1990) Mindi (Melia azedarach Linn)

Tanaman mindi (Melia azedarach Linn.) ini dikelasifikasikan sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae

Kelas : Dicotylodenae Ordo : Rutales

Family : Meliaceae

Genus : Azadirachta

Spesies : Melia azedarach Linn.

(Qitanoq, 2006)

Tanaman mindi (M. azedarach Linn) merupakan tanaman serbaguna karena dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Seluruh bagian tanaman muali

dari akar, batang yang berkayu, kulit batang, daun, buah dan bijinya dapat dimanfaatkan. Kayu mindi dapat digunakan dalam bentuk kayu utuh misalnya

sebagai komponen rumah, komponen mabel, dan barang kerajinan. Kayu mindi dapat juga digunakan dalam bentuk panel misalnya sebagai kayu lapis indah dan vinir lamina indah. Daun dan biji mindi digunakan sebagai pestisida alami dan

(4)

(a) (b) (c)

Gambar 1 : a.Pohon Mindi b.Daun Mindi c.Kulit Mindi

Mindi merupakan pohon berumah dua yang tingginya mencapai 45 m,

garis tengah batang dapat berukuran 60-120 cm. Kulit batang coklat keabuan, bertekstur halus, berlentisel, semakin tua kulit akan pecah atau bersisik. Daun majemuk menyirip ganda dua namun terkadang melingkar atau sebagian daun

menyirip ganda tiga, berhadapan, berlentisel, berbentuk bulat telur hingga jorong, pangkal daun berbentuk runcing hingga membulat, tepi daun rata sampai

bergerigi. Perbungaan muncul dari bagian aksiler daun-daun, daun penumpu berbentuk benang; bunga-bunga bewarna keunguan, berbau harum. Buah berupa buah batu, berbentuk jorong bundar, bewarna kuning kecoklatan ketika ranum,

permukaanya halus, mengandung 5 biji. Biji berbentuk memanjang,berukuran panjang 3,5 mm dan lebar 1,6 mm, bewarna coklat (Wardiyono, 2008 dalam

Nasution, 2009) Zat Ekstraktif

Beraneka ragam komponen kayu, meskipun biasanya merupakan bagian

(5)

senyawa-senyawa tunggal tipe lipofil maupun hidrofil. Ekstraktif dapat dipandang sebagai konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraseluler dan berat molekul rendah. Zat ekstraktif beberapa

jenis kayu telah terbukti mengandung zat bio-aktif yang dapat menghambat pertumbuhan organisme (Syafii, 2000)

Kadar ekstraktif adalah banyaknya zat yang terlarut dari kayu dengan menggunakan pelarut netral seperti air dan pelarut organik (benzena, dikhloromethan, eter, alkohol dan campuran alkhol-benzena). Zat ekstraktif yang

larut dalam pelarut organik adalah resin, lemak, lilin dan tanin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pelarut kimia cenderung menurunkan zat

ekstraktif kayu. Penurunan zat ekstraktif merupakan hal yang baik, karena zat ekstraktif yang tinggi dapat menyebabkan timbulnya noda pada lembaran (Sjostrom, 1995)

Ekstraktif- ekstraktif menempati tempat-tempat morfologi tertentu dalam struktur kayu. Sebagai contoh asam-asam resin terdapat dalam saluran resin,

sedangkan lemak dan lilin terdapat dalam sel-sel parenkim jari-jari. Ekstraktif-ekstraktif fenol terdapat terutama dalam kayu teras dan dalam kulit. Tipe-tipe ekstraktif yang berbeda adalah perlu untuk mempertahankan fungsi biologi pohon

yang bermacam-macam. Sebagai contoh, lemak merupakan sumber energi sel-sel kayu, sedangkan terpenoid rendah, asam-asam resin, dan senyawa-senyawa fenol

(6)

Kandungan ekstraktif dalam kulit kayu lebih tinggi dari dalam kayu. Hal ini tidak hanya tergantung pada spesiesnya, tetapi pada pelarut yang digunakan. Keanekaragaman senyawa yang dapat diekstrak biasanya membutuhkan

serangkaian ekstraksi, yang biasanya memberikan cirri awal komposisinya. Variasi komposisinya dapat sangat besar bahkan di dalam kayu satu genus

(Fengel dan Wagener, 1995)

Kandungan ekstraktif biasanya kurang dari 10%, tetapi ia dapat bervariasi hingga sampai 40% berat kayu kering. Untuk tujuan analitik dan untuk

identifikasi komponen-komponen individual maka metode kromatografi cairan-gas yang digabungkan dengan spektometri massa memainkan peranan penting.

Biasanya kayu tidak banyak mengandung senyawa-senyawa yang larut dalam air, meskipun jumlah yang tinggi dari tannin dan arabinogalaktan terdapat dalam beberapa spesies. Namun, arabinogalaktan merupakan konstituen hemiselulosa

dan tidak dipandang sebagai ekstraktif. Ekstraktif tidak hanya penting untuk mengerti taksonomi dan biokimia pohon-pohon tetapi penting juga bila dikaitkan

dengan aspek-aspek teknologi. Ekstraktif merupakan bahan dasar yang berharga untuk pembuatan bahan-bahan kimia organik dan mereka memainkan peranan penting dalam proses pembuatan pulp dan kertas (Sjostrom, 1995)

Menurut Dwianto (2008) dalam penggunaan kayu sebagai bahan bangunan, kayu teras lebih disukai daripada kayu gubal karena mengandung

(7)

Fungi (Jamur)

Fungi atau cendawan merupakan tumbuhan tidak berklorofil yang sudah lama dikenal manusia. Untuk hidupnya tergantung pada organisme lain, baik

organisme hidup maupun mati sehingga hal ini sering menimbulkan permasalahan. Menurut Widyastuti,dkk (2005), unit negetatif fungi berupa

struktur satu sel atau benang hifa yang disebut miselium jika berada dalam kelompok besar. Benang-benang miselium berdiameter 1-20 µm dengan bagian ujung mempunyai kapasitas tumbuh yang tinggi. Fungi tidak berkembang dengan

membentuk akar, batang dan daun seperti halnya pada tumbuhan tingkat tinggi. Benang hifa dapat bersekat-sekat akan tetapi dapat pula tidak bersekat.

Menurut Subowo (1992) beberapa jenis fungi parasit yang tumbuh pada tanaman diantaranya Phytopthora infestans, sering menginfeksi tanaman kentang;

Puccinia graminis tratici menyebabkan bintik-bintik hitam pada tanaman

gandum. Fungi yang menyebabkan kerusakan makanan diantaranya : Rhizopus nigricans, Penicillium expansum, Aspergillus niger menyebabkan kerusakan pada

roti. Kayu-kayu bangunan juga tidak terluput dari serangan fungi khusunya oleh kelompok Basidiomycetes. Semua fungi pembusuk kayu menyebabkan sangat menurunnya kekuatan dan kerapatan kayu, misalnya: Fomes pini menyebabkan

kerusakan kayu teras pada tumbuhan konifer. Menurut Ivanus (2008) pada umumnya serangan fungi pembusuk kayu terjadi pada komponen bangunan yang

(8)

Fungi Schizophyllum commune FR Divisi : Amasrigomycota Sub.Divisi : Basidiomycotina

Kelas : Basidiomycetes

Sub.Kelas : Holobasidiomycetidae I.

Ordo : Aphyllophorales Family : Schizophyllaceae Genus : Schizophyllum

Spesies : Schizophyllum commune FR (Dirgantara, 1998)

Menurut Jayanti (2010) S. commune memiliki tubuh buah berwarna abu-abu, berbentuk seperti kipas dengan diameter 1 sampai 4 cm. lapisan himeniumnya terdiri atas bisidia yang terbentuk pada lamela. Apabila kelembaban

rendah, lamella dapat robek (split) secara memanjang dengan kedua tepinya melipat kedalam. Dalam beberapa hal robekan-robekan tersebut mungkin dangkal

dan mirip seperti lekukan-lekukan. Karena ada lamela tebal tersebut. Sehingga berbentuk tekstur yang lunak pada tubuh buah yang masih segar. Atas dasar tekstur ini para peneliti menempatkannya pada ordo Agaricales, namun setelah

diketahui bahwa lamela Schizophyllum tidak homolog seperti Agaricales lainnya, maka dimasukkan ke dalam famili Schizophyllaceae.

Menurut Aini (2005) fungi pembusuk kayu dari kelas Basidiomycetes

termasuk spesies Schizophyllum commune FR merupakan jenis fungi yang banyak menyerang bangunan di Indonesia. Serangan fungi ini menyebabkan kekuatan

(9)

yang menjadi komponen utama penyusun dinding sel kayu. Sifat mekanis kayu seperti keteguhan pukul, keteguhan lentur, keteguhan tekan, kekerasan dan elastisitas akan berkurang bila terserang fungi pelapuk kayu.

Gambar 2: Fungi Schizophyllum commune

Menurut Gandjar et al (2006) secara umum pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh substrat, kelembaban, suhu, derajat keasaman substrat (pH), dan

senyawa-senyawa kimia di lingkungannya.

1. Substrat, merupakan sumber unsur hara utama bagi fungi yang baru dapat

dimanfatkan oleh fungi setelah fungi mengekskresikan enzim-enzim ekstraseluler yang dapat menguraikan senyawa-senyawa menjadi bentuk yang lebih sederhana.

2. Kelembaban, faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan fungi. Fungi dapat hidup pada kisaran kelembaban udara 70 – 90 %.

3. Suhu, kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pertumbuhan fungi dapat dikelompokkan menjadi : (a) fungi psiklorofil (suhu minimum di bawah

0˚C, dan suhu optimum berkisar 0˚C - 17˚C, (b) fungi mesofil (suhu

(10)

4. Derajat keasaman lingkungan, pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim tertentu hanya akan menguraikan suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Umumnya

fungi dapat hidup pada pH di bawah 7.

5. Bahan kimia, banyak bahan kimia yang terbukti dapat mencegah

pertumbuhan fungi sehingga banyak digunakan oleh manusia sebagai bahan pengendali fungi.

Kayu Karet

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Species : H. brasiliensis

(Suheryanto, 2010)

Ditinjau dari sifat fisis dan mekanis, kayu karet tergolong kayu kelas kuat II yang berarti setara dengan kayu hutan alam seperti kayu ramin, perupuk, akasia,

mahoni, pinus, meranti, durian, ketapang, keruing, sungkai, gerunggang, dan nyatoh. Sedangkan untuk kelas awetnya, kayu karet tergolong kelas awet V atau

setara dengan kayu ramin, namun tingkat kerentanan kayu karet terhadap serangga penggerek dan fungi biru (blue stain) lebih besar dibandingkan dengan kayu ramin. Oleh karena itu untuk pemanfaatannya diperlukan pengawetan yang

(11)

). Pengawetan kayu ramin setelah digergaji biasanya cukup dengan cara pencelupan, sedangkan pada kayu karet selain pencelupan juga harus dilakukan dengan cara vakum dan tekan Dengan berkembangnya teknologi pengawetan saat

ini, maka masalah serangan fungi biru (blue stain) dan serangga penggerek, serta kapang seperti Aspergillus sp. Dan Penicillium sp. tidak lagi menjadi kendala

dalam pemanfaatan kayu karet (Boerhendhy, dkk 2003).

Sifat dasar lainnya yang menonjol dari kayu karet, kayunya mudah digergaji dan permukaan gergajinya cukup halus, serta mudah dibubut dengan

menghasilkan permukaan yang rata dan halus. Kayu karet juga mudah dipaku, dan mempunyai karakteristik pelekatan yang baik dengan semua jenis perekat. Sifat

yang khas dari kayu karet adalah warnanya yang putih kekuningan ketika baru dipotong, dan akan menjadi kuning pucat seperti warna jerami setelah dikeringkan. Selain warna yang menarik dan tekstur yang mirip dengan kayu

ramin dan perupuk yaitu halus dan rata, kayu karet sangat mudah diwarnai sehingga disukai dalam pembuatan mebel. Mutu fibreboard asal kayu karet setara

Gambar

Gambar 1 : a.Pohon Mindi b.Daun Mindi c.Kulit Mindi
Gambar 2: Fungi Schizophyllum commune

Referensi

Dokumen terkait

Tahap kedua adalah pengujian modul menggunakan Instrumen yang berbentuk angket yang diberikan dan diisi oleh guru mata pelajaran sistem operasi, dan wawancara untuk

Analisis kelayakan usaha garam samudra ini dilakukan dengan menghitung komponen – komponen usaha produksi garam samudra, seperti investasi yang diperlukan untuk

alam (RSSI) dengan karet nitril (NIBR) dalam pembuatan rol karet mesin cetak. Sesuai dengan penggunaannya maka rol karet untuk mesin cetak dituntut dapat memenuhi

Kepuasan orang tua akan layanan seperti ini yang diberikan oleh suatu Perguruan Tinggi akan menciptakan rasa percaya kepada Perguruan Tinggi tersebut dan mereka akan secara

Untuk mendapatkan massa basah secara keseluruhan dalam sampel hasil kultur yang dilakukan, dapat ditentukan dengan menggunakan perbandingan massa basah pada microtube

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

040447 Kabanjahe pada tahun 1991 dan diselesaikan pada tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Kabanjahe pada tahun 1997 dan diselesaikan pada tahun 2000,

Topik yang terdapat pada teks tersebut adalah perpustakaan sekolah tidak diminati pelajar.. Simpulan yang kontra/menentang topik adalah pada pilihan