• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Gaya Kepemimpinan Camat Dalam Meningkatkan Kinerja Birokrasi Studi Tentang Pembuatan Surat Keterangan Tanah pada Kantor Camat Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Gaya Kepemimpinan Camat Dalam Meningkatkan Kinerja Birokrasi Studi Tentang Pembuatan Surat Keterangan Tanah pada Kantor Camat Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kepemimpinan pada hakekatnya merupakan kemampuan yang dimiliki

seseorang untuk membina, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan orang

lain agar dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk

mewujudkan tujuan tersebut, pemimpin perlu melakukan serangkaian kegiatan

diantaranya mengarahkan orang-orang yang terlibat dalam organisasi yang

dipimpinnya. Dengan kata lain, tercapai atau tidak tujuan organisasi sangat

tergantung pada pimpinannya.

Disisi yang lain, seorang pemimpin dalam sebuah organisasi pasti juga

memerlukan dan mengharapkan sejumlah pegawai yang cakap dan terampil

dibidang pekerjaannya, sebagai orang yang membantunya melaksanakan

tugas-tugas yang menjadi beban kerja unit masing-masing. Dalam arti seorang

pemimpin menginginkan sejumlah pegawai yang efektif dalam melakukan

pekerjaannya guna memudahkan tercapainya tujuan organisasi .

Suatu organisasi pada dasarnya adalah suatu bentuk kerja sama antar dua

orang atau lebih. Baik yang disebut organisasi ataupun kelompok, tujuannya

adalah untuk mencapai sesuatu. Jika sesuatu yang ingin dicapai itu betul-betul

dapat diraih, maka tujuannya efektif. Efektivitas adalah ukuran sejauh mana

tujuan dapat dicapai. Efektivitas adalah suatu kontinum yang merentang dari

(2)

Efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas organisasi dalam mencapai

tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Bila dilihat dari aspek segi

keberhasilan pencapaian tujuan, maka efektivitas adalah memfokuskan pada

tingkat pencapaian terhadap tujuan organisasi. Selanjutnya ditinjau dari aspek

ketepatan waktu, maka efektivitas adalah tercapainya berbagai sasaran yang

telah ditentukan tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber

tertentu yang telah dialokasikan untuk melakukan berbagai kegiatan.

Salah satu fungsi pemerintah yang utama adalah menyelenggarakan

pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi merupakan instrumen

pemerintah untuk mewujudkan pelayanan publik yang efisien, efektif,

berkeadilan, transparan dan akuntabel. Hal ini berarti bahwa untuk mampu

melaksanakan fungsi pemerintah dengan baik maka organisasi birokrasi harus

profesional, tanggap, aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang

dilayani.

Tuntutan masyarakat pada saat ini menghendaki birokrasi lebih

profesional, netral dan menjadi abdi negara masyarakat dengan mengutamakan

pada pelayanan umum dan pemberdayaan masyarakat. Kurangnya pelayanan yang

diberikan aparat pemerintah, berdasarkan pendapat Darwin (1996) disebabkan

masih adanya inefisiensi pada tubuh birokrasi itu sendiri yang ditandai dengan

adanya beberapa kecenderungan. Kecenderungan tersebut antara lain:

1. Tingginya tingkat birokrasi, terutama jika dilihat dari pertumbuhan

pegawai dan pemekaran struktur birokrasi

(3)

3. Rendahnya kualitas atau profesionalisme aparatur pemerintah

4. Masih meluasnya berbagai macam praktek maladministrasi di

kalangan aparatur pemerintah. (http://www.scribd.com/doc/29392472/Ma

kalah-Birokrasi-Pelayanan-Publik)

Dalam rangka penataan pemerintahan daerah sekaligus untuk memperbaiki

kondisi birokrasi dan kualitas pelayanan, pemerintah telah menerapkan

pemberlakuan undang-undang otonomi daerah. Terakhir adalah revisi atas UU

Nomor 22 Tahun 1999 menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. Struktur pemerintahan mengalami perubahan yang cukup mendasar. Di

daerah-daerah dibentuk lembaga-lembaga perangkat daerah yang sesuai dengan

semangat otonomi daerah. Otonomi daerah dimaksudkan untuk mendekatkan

pelayanan birokrasi pemerintah kepada masyarakat, sehingga terciptanya birokrasi

yang efektif dan efisien serta dapat menekan ekonomi biaya tinggi yang

ditanggung masyarakat.

Otonomi daerah dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan birokrasi

pemerintah kepada masyarakat, sehingga terciptanya birokrasi yang efektif dan

efisien serta dapat menekan ekonomi biaya tinggi yang ditanggung masyarakat.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik menjadi

paradigma baru penyelenggaraan pemerintahan dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam tulisannya, Purbokusumo (2005) menengarai masih tetap berjalannya

praktek buruk terhadap jalannya birokrasi pada saat desentralisasi atau otonomi

daerah. Ia menyimpulkan bahwa apapun bentuk desentralisasi, pelayanan di sektor

publik yang dilakukan oleh birokrasi publik tetap buruk. Kecendrungan

(4)

tingkat pusat pemerintahan dan boros. Sementara ketika desentralisasi dilakukan

secara radikal seperti di era reformasi, pelayanan birokrasi publik juga tidak

semakin baik; korupsi menyebar dan merajalela ke daerah (baik oleh eksekutif

maupun legislatif), beban semakin berat dengan variasi pajak dan retribusi daerah

yang bertumbuk dan tumpang tindih, serta pelayanan administrasi birokrasi tetap

berbelit-belit. Disamping pendapat di atas, Wursanto (2003) menyatakan bahwa

apabila birokrasi itu baik maka segala urusan dapat berjalan dan diselesaikan

dengan baik. Akan tetapi dalam prakteknya banyak hal dan urusan tidak dapat

berjalan seperti yang diharapkan sehingga menimbulkan kemacetan dan

hambatan. (

http://www.scribd.com/doc/29392472/Makalah-Birokrasi-Pelayanan-Publik)

Selama ini pandangan negatif selalu dilekatkan pada birokrasi organisasi

publik. Pada umumnya masyarakat beranggapan pelayanan publik terutama jika

berkaitan dengan prosedur administrasi sangat berbelit-belit, memakan waktu

lama dan mengeluarkan biaya tinggi. Dengan kata lain bahwa pelayanan yang

diterima tidak sesuai dengan harapan publik yakni cepat, mudah dan murah.

Dengan demikian maka pemerintah pada semua tingkatan mempunyai kewajiban

untuk menciptakan sebuah model pelayanan publik yang lebih bekualitas untuk

memberikan pelayanan yang lebih mudah, lebih cepat dan lebih murah secara adil

kepada segenap warga masyarakat atau negara.

Otonomi daerah yang seharusnya memudahkan proses administrasi yang

diperlukan masyarakat untuk pengurusan surat dan berkas lainnya seakan belum

mampu memberi jawaban. Otonomi daerah hanya mampu memangkas tahapan

(5)

pengurusan administrasi dititikberatkan kepada pemerintahan pusat, maka saat ini

telah terjadi pemangkasan tahapan proses. Pemangkasan tahapan ini juga ternyata

belum mampu untuk menjauhkan birokrasi dari proses administrasi yang

berbelit-belit, hal ini dikarenakan dalam lingkup yang kecil masih diperlukannya tahapan

yang melibatkan beberapa sub unit kerja dalam birokrasi atau yang sering kita

dengar dengan meja tugas dalam birokrasi. Pembagian sub unit kerja tersebut

mengarah pada ketidak profesioanlisme pegawai, karena pegawai lebih cendrung

berorientasi pada hasil sub unit kerja daripada hasil organisasi.

Otonomi daerah juga berdampak pada besarnya tanggung jawab kepala

daerah, kepala daerah sebagai pemimpin memiliki tanggung jawab dalam

terwujudnya pelayanan publik yang baik. Karena pemimpin memiliki wewenang

untuk mengarahkan bawahnya untuk suatu pekerjaan.

Keterlibatan birokrasi dalam pengurusan administrasi melibatkan banyak

hal dalam masyarakat, salah satu pengurusan administrasi yang sering

menimbulkan banyak kasus dalam masyarakat adalah Surat Keterangan Tanah.

Banyak kasus yang terjadi, baik seperti sengketa tanah hingga perebutan tanah

antara warga, semua karena ketidakjelasan SKT yang di miliki masyarakat,

ketidakjelasan SKT ini juga dapat diakibatkan kecenderungan ketidakinginan

masyarakat berurusan dengan birokrasi dalam proses pembuatan SKT yang dinilai

terlalu berbelit-belit.

Penulis mendapatkan beberapa contoh permasalahan yang diakibatkan

oleh ketidakjelasan SKT, dan merupakan penegasan bahwa pentingnya

pengurusan SKT oleh pihak kecamatan melalui beberapa petikan wawancara

(6)

“.. Kesadaran masyarakat dalam melindungi hak kepemilikan atas tanah/

lahan masih kurang. Pada tahun 2011 kami dari pihak kecamatan pernah

membuat semacam program sosialisasi pengurusan SKT kepada

masyarakat, namun tidak sampai 10% masyarakat yang akhirnya ikut

mengurus SKT tersebut. Sikap seperti ini dapat menimbulkan bahaya laten

seperti terjadinya sengketa lahan. Memang selama ini belum pernah

terjadi sengketa kepemilikan tanah di daerah ini, tapi melihat minimnya

masyarakat yang memiliki SKT dan minimnya kesadaran masyarakat

terhadap pentingnya SKT, sengketa tersebut dapat terjadi

sewaktu-waktu”. (wawancara Camat Kecamatan Silimakuta, 02 Juli 2013)

Secara proses administrasi, pembuatan SKT saat ini melibatkan

masyarakat, lurah dan yang paling dominan adalah pemerintahan kecamatan.

Dengan kata lain peran dari pemimpin kecamatan sangat penting untuk

terciptanya proses pembuatan SKT yang tidak berbelit-belit. Berdasarkan

pemaparan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang peran

pemimpin dalam proses pembuatan surat keterangan tanah. Oleh karena itu

peneliti mengangkat ke dalam sebuah penelitian yang berjudul “Gaya Kepemimpinan Camat dalam Meningkatkan Kinerja Birokrasi (Studi tentang Pembuatan Surat Keterangan Tanah pada Kantor Camat Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun)”.

(7)

I.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa yang

menjadi perumusan masalah penelitian ini adalah: “Bagaimana Gaya Kepemimpinan Camat dalam Meningkatkan Kinerja Birokrasi ( Studi Tentang Pembuatan Surat Keterangan Tanah di Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun)”.

I.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah jelas mempunyai

tujuan yang ingin dicapai, dalam hal ini penulis merumuskan tujuan penelitian

yaitu untuk menganalisis gaya kepemimpinan camat dalam meningkatkan kinerja

birokrasi di Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun.

I.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. Secara Subjektif, sebagai suatu sarana melatih dan mengembangkan

kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam

bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasinya yang

diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

b. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik secara umum dan Ilmu

Administrasi Negara secara khusus dalam menambah bahan kajian

perbandingan bagi yang menggunakannya.

c. Secara Praktis, bagi Pemerintahan Kecamatan Silimakuta, Kabupaten

Simalungun, penelitian ini diharapkan dapat mampu memberikan

(8)

I.5 Kerangka teori

Teori merupakan seperangkat preposisi yang menggambarkan suatu gejala

yang terjadi. Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman berfikir yaitu

kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut peneliti perlu

menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan

dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. (Suyanto, 2005:34)

Kerangka teori ini diharapkan memberikan pemahaman yang jelas dan

tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang diteliti.

I.5.1 Pemimpin

Suatu Negara memiliki masyarakat yang harus mendapatkan kepastian

dalam pelayanan, yang kita namakan pelayanan publik, apalagi Negara dengan

jumlah penduduk yang besar seperti Indonesia. Dengan keharusan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik, hingga untuk

menciptakan adanya keteraturan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat,

maka kehadiran seorang pemimpin menjadi sangat penting.

Untuk lebih memahami pengertian pemimpin, berikut adalah pengertian

pemimpin, Kartini Kartonomemberi pengertian pemimpin adalah seorang pribadi

yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan

disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk

bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau

beberapa tujuan. (Kartini, 2010:33)

Pemimpin dalam suatu organisasi memiliki wewenang tersendiri terhadap

(9)

kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari

pekerjaannya dalam mencapai tujuan. Dalam pengertian yang lebih nasional,

dalam Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong,

menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama

dari kepemimpinan Pancasila adalah :

a. Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat

dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi

orang – orang yang dipimpinnya.

b. Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu

membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang

yang dibimbingnya.

c. Tut Wuri Handayani: Pemimpin harus mampu mendorong

orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan didepan dan sanggup

bertanggungjawab. ( http : // emperordeva. com / about / makalah

– tentang - kepemimpinan /, diakses pada 25 Agustus 2012, 22.45

WIB)

Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu

tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan

segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi

mengenai pemimpin, dapat peneliti simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang

yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk

(10)

I.5.2 Kepemimpinan

Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok

yaitu: pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin

mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan

juga menunjukkan ataupun mempengaruhi.

Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual

terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi

pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di

dalam menjalankan ke-pemimpinannya.

Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Untuk

lebih memahami tentang kepemimpinan, berikut adalah beberapa pengertian dari

kepemimpinan : Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk

membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala

keinginannya. Sementara menurut Prof. Dr Mar'at, kepemimpinan juga

merupakan suatu seni untuk memunculkan kerelaan dan ketundukan,

kepemimpinan sebagai penggunaan terarah berpengaruh, dan sebagai satu

instrumen untuk membentuk kelompok, sesuai dengan kemauan pemimpin.

(Kartini Kartono, 2010:88)

Dapat disimpulkan yang menjadi pengertian dari kepemimpinan adalah

perilaku yang dimiliki seorang pemimpin yang dapat digunakan menjadi seni

dalam mempengaruhi sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan organisasi.

I.5.3 Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin bersikap,

(11)

untuk melakukan sesuatu. Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi ,

kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu.

Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif

dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka

memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan

pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berarti telah

digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya

menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya

kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang

diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.

Dari berbagai studi tentang kepemimpinan, diketahui ada beberapa gaya

kepemimpinan yang paling umum dikenal, yaitu :

1. Gaya dan Tipe Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan otoriter, mendasarkan diri pada kekuasaan dan

paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Setiap perintah dan kebijakan

ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahan terlebih dahulu.

Pemimpin bergaya dan bertipe otoriter selalu berdiri jauh dari

anggota kelompoknya, dan ia senantiasa memiliki kekuatan absolut

dan tunggal, pada kondisi dan situasi yang sikap dan prinsipnya kaku.

Penonjolan diri yang berlebihan sebagai simbol keberadaan

organisasi, hingga cenderung bersikap bahwa dirinya dan organisasi

adalah identik. Dalam menentukan dan menerapkan disiplin

organisasi begitu keras dan menjalankannya dengan sikap kaku,

(12)

bawahannya juga tidak mendapat kesempatan untuk memberikan

saran maupun pendapat. Apabila pimpinan ini sudah mengambil

keputusan, biasanya keputusan itu berbentuk perintah dan

bawahannya hanya melaksanakannya saja.

2. Gaya dan Tipe Paternalistik

Gaya dan tipe kepemimpinan paternalistik merupakan kepemimpinan

yang bersifat kebapakan, namun bukan tipe ideal dan bukan tipe yang

didambakan. Seorang pemimipin paternalistik, senang menonjolkan

keberadaan dirinya sebagai simbol organisasi dan memperlakukan

bawahannya sebagai orang-orang yang belum dewasa. Ia tidak akan

mendorong kemandirian bawahannya karena tidak ingin berbuat

kesalahan. Terkait dengan itu, maka pemimpin paternalistik akan

bersifat terlalu melindungi, itikadnya memang baik, tetapi

prakteknya akan negatif. Karena ia tidak akan mendorong para

bawahannya untuk mengambil resiko disebabkan takut akan timbul

dampak negatif pada organisasi. Dalam mengambil keputusan,

pemimpin paternalistik menjadi pusat pengambil keputusan,

dimana pelimpahan wewenang untuk mengambil keputusan pada

tingkat yang lebih rendah dalam organisasi tidak akan terjadi.

3. Gaya dan Tipe Kepemimpinan Leissez Faire

Gaya dan tipe kepemimpinan ini adalah gaya dan tipe

kepemimpinan yang “aneh”. Dimana seseorang dikatakan pemimpin,

namun pada praktisnya tidak memimpin. Ini dapat dilihat dari gaya

(13)

organisasi tidak memiliki masalah yang serius, dan kalau pun ada

selalu dapat diketemukan penyelesaiannya. Ia juga tidak senang

mengambil resiko dan lebih cenderung pada mempertahankan status

quo. Seorang pemimpin yang bergaya dan bertipe ini senang

melimpahkan wewenang kepada bawahannya dan lebih

menyenangi situasi bahwa para bawahanlah yang mengambil

keputusan, dan keberadaannya dalam organisasi lebih bersifat

suportif.

4. Gaya dan Tipe Kepemimpinan Kharismatik

Gaya dan tipe kepemimpinan kharismatik memiliki kekuatan

energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk

mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang

sangat besar jumlahnya. Terlepas dari apakah dia berfungsi sebagai

pemimpin formal atau informal, ia memiliki daya tarik yang kuat

bagi orang lain, sehingga orang lain itu bersedia mengikutnya tanpa

selalu bisa menjelaskan apa penyebab kesediaan itu. Para pakar

belum sepakat tentang faktor-faktor yang menjadi “magnit” tersebut.

Latar belakang biografikal, pendidikan, kekayaan dan penampilan

mungkin ikut berperan, akan tetapi mungkin juga tidak. Karena

ketidakmampuan para ahli mengidentifikasi faktor-faktor

penyebab yang dominan, akhirnya hanya ditekankan bahwa

seorang pemimpin yang kharismatik memiliki “kekuatan

(14)

5. Gaya dan Tipe Kepemimpinan Demokratis

Gaya dan tipe kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan

yang berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang

efektif kepada para bawahannya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada

semua bawahannya, dengan penekanan rasa tanggung jawab dan

kerja sama yang baik. Ia rela dan mau melimpahkan wewenang

pengambilan keputusan kepada bawahannya sedemikian rupa

tanpa kehilangan kendali organisasionalnya, dan tetap bertanggung

jawab atas tindakan para bawahannya. Pemimpin demokratis bersifat

mendidik dan membina, dalam hal bawahannya berbuat kesalahan

dan tidak serta merta bersifat menghukum atau mengambil tindakan

punitive. (http://emperordeva.com/about/makalah-tentang-kepemimpinan/,

diakses pada 25 Agustus 2012, 22.45 WIB)

Dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya kepemimpinan yang

diterapkan, yaitu gaya konsideral dan struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi

pegawai dan orientasi tugas. Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan

bahwa prestasi dan kepuasan kerja pegawai dapat ditingkatkan apabila konsiderasi

merupakan gaya kepemimpinan yang dominan.

Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang terstruktur,

percaya bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap membuat orang – orang

sibuk dan mendesak mereka untuk berproduksi.

Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan

seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard,

(15)

dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan

sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya. Keempat gaya tersebut

adalah:

1. Directing

Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita

belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas

tersebut. Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian.

Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan.

Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasan

berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan

waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan

aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di

lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.

2. Coaching

Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada

bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil,

mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai

masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih

termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita

perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang

tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan

(16)

3. Supporting

Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya

bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak

memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses

pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan

berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut

dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan pemimpin.

4. Delegating

Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh

wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating

akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien

dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas

atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya

sendiri. (http://emperordeva.com/about/makalah-tentang-kepemimpinan/,

diakses pada 25 Agustus 2012, 22.45 WIB)

Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta

sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga

kesiapan dari bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai

”situational leadership”. Situational leadership mengindikasikan bagaimana

seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari orang – orang yang

dipimpinnya.

Setelah mengetahui berbagai gaya dan tipe kepemimpinan, maka

pertanyaan yang timbul adalah : Gaya kepemimpinan manakah yang lebih baik?

(17)

kepemimpinan yang terbaik dan dominan untuk semua situasi. Ada kalanya

seorang pemimpin akan bergaya otoriter dalam situasi tertentu walaupun ia

sebenarnya adalah pemimpin bergaya demokratis. Hal ini disebabkan karena

kepemimpinan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tujuan, pengikut

(bawahan), organisasi dan situasi yang ada sehingga tidak ada gaya

kepemimpinan yang mutlak baik atau buruk. Oleh karena itu, dalam rangka

mempersoalkan gaya-gaya kepemimpinan, hendaknya jangan beranggapan bahwa

seorang pemimpin harus tetap konsisten untuk mempertahankan gaya

kepemimpinan dalam segala situasi. Hal ini justru akan memperburuk keadaan

organisasi yang dipimpinnya. Tetapi sebaliknya, harus bersifat fleksibel, yakni

menyesuaikan gayanya dengan situasi yang ada, kondisi dan individu dalam

organisasi.

I.5.4 Kinerja Birokrasi I.5.4.1 Kinerja

Kinerja berasal dari kata-kata job performance dan disebut juga actual

performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai

oleh seorangkaryawan. Kinerja menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti

“suatu yang dicapai” atau prestasi yang dicapai atau diperlihatkan sehingga

kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kinerja oleh individu perusahaan. Menurut

Simamora (2003: 45) kinerja adalah ukuran keberhasilan organisasi dalam

mencapai misinya. Dari pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa kinerja

adalah kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai

dari hasil kerjanya yang diperoleh selama periode waktu tertentu dan

(18)

kehadiran dan kemampuan bekerja sama.

I.5.4.2 Birokrasi

Sejauh ini, birokrasi menunjuk pada empat pengertian, yaitu: Pertama,

menunjuk pada kelompok pranata atau lembaga tertentu. Pengertian ini

menyamakan birokrasi dengan biro. Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk

pengalokasian sumberdaya dalam suatu organisasi besar. Pengertian ini

berpadanan dengan istilah pengambilan keputusan birokratis. Ketiga, menunjuk

pada “kebiroan” atau mutu yang membedakan antara biro-biro dengan jenis

organisasi lain. Pengertian ini lebih menunjuk pada sifat-sifat statis organisasi.

Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orang-orang yang digaji yang berfungsi

dalam pemerintahan. (Thoha, 2003)

Dalam masyarakat, istilah birokrasi dimaknai secara diametral (yaitu

bertentangan satu sama lain) yaitu:

1. Secara positif: Birokrasi sebagai alat yang efisien dan efektif untuk

mencapai tujuan tertentu. Dengan adanya alat yang efisien dan efektif

ini maka tujuan suatu organisasi lebih mudah tercapai.

2. Secara negatif: Birokrasi sebagai alat untuk memperoleh,

mempertahankan dan melaksanakan kekuasaan. Birokrasi adalah

sesuatu yang penuh dengan kekakuan (infleksibility) dan kemandegan

struktural (struktural static), tatacara yang berlebihan dan

penyimpangan sasaran, sifat pengabaian dan menutup diri pada

perbedaan pendapat. Birokrasi seperti ini menurut Marx bersifat

parasitik dan eksploitatif. ( http: kebebasandalamberinformasi.org/

(19)

2013)

Weber memandang birokrasi sebagai birokrasi rasional atau ideal sebagai

unsur pokok dalam rasionalisasi dunia modern, yang baginya jauh lebih penting

dari seluruh proses sosial. (Sarundajang, 2003)

Dari berbagai pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa birokrasi

sesungguhnya dapat dipahami dan diberi pengertian sebagai suatu sistem kerja

yang berlaku dalam organisasi yang mengatur interaksi sosial baik kedalam

maupun keluar. Secara spesifik birokrasi publik (pemerintahan) dapat dimaknai

sebagai institusi atau agen pemerintahan yang dilengkapi dengan otoritas

sistematik dan rasional dengan aturan-aturan yang lugas.

I.5.4.3 Efisiensi, efektivitas dan kesehatan organisasi birokrasi

Kinerja birokrasi merupakan ukuran dari usaha dan kesempatan yang

dapat dinilai dari hasil kerja pada periode tertentu dalam suatu sistem kerja sebuah

organisasi. Ukuran kinerja birokrasi, bukan hanya kinerja perorangan (personal

perfomance) atau suatu unit, tetapi juga yang diukur adalah kinerja organisasi

(social perfomance). Ada dua aspek penting dalam pengukuran kinerja,yaitu

aspek efektivitas dan efisiensi. Efektivitas berkaitan seberapa jauh sasaran telah

dapat dicapai, dan efisiensi menunjukkan bagaimana mencapainya, yakni

dibanding dengan usaha, biaya atau pengorbanan yang harus

dikeluarkan.

Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi

dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran. Dengan perkataan lain

efektivitas adalah hasil guna yang dicapai oleh organisasi untuk mencapai sasaran

(20)

pada konsep efisiensi. Efektivitas dapat berkaitan dengan variabel internal dan

juga berkaitan dengan variabel eksternal organisasi. Sedangkan efisiensi hanya

berkaitan dengan proses internal organisasi, yaitu perbandingan yang rasional

atau terbaik antara Input dengan Output.

Efisiensi berkaitan dengan pencapaian Output. Sedangkan Output

diakibatkan dari Input. Dengan demikian efisiensi adalah perbandingan terbaik

antara hasil Output yang diperoleh dan kegiatan yang dilakukan serta

sumber-sumber atau input yang dipergunakan dalam sumber-sumber-sumber-sumber tersebut tercakup

tenaga kerja, biaya, material, alat-alat kerja, waktu dan sebagainya.

Kondisi kesehatan organisasi, dilihat dari sudut pandang sasaran output

merupakan proses, bukan hasil atau kinerja yang dihasilkan oleh organisasi.

Akan tetapi dari sasaran sistem, adalah merupakan output dari proses itu

sendiri. Dengan kata lain organisasi yang sehat merupakan output dari sasaran

sistem, dimana organisasi mampu menciptakan suasana yang harmonis antara

semua unsur yang terlibat dalam proses organisasi.

Kinerja organisasi yang sehat menurut Martani dicirikan oleh tingginya

perhatian atasan terhadap bawahan, semangat, loyalitas dan kerjasama yang

sangat dinamis, saling percaya dan komunikasi antara pegawai dengan pimpinan,

tingginya otonomi dan desentralisasi dalam pengambilan keputusan, tumbuhnya

komunikasi vertikal dan horizontal yang lancar dalam organisasi dan

organisasi memiliki sistem imbalan yang merangsang setiap individu /

kelompok berprestasi.

I.5.5 Gaya Kepemimpinan Camat Dalam Meningkatkan Kinerja Birokrasi

(21)

kepribadian sendiri yang unik dan khas, hingga tingkah laku dan gaya yang

membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya hidupnya ini pasti akan mewarnai

perilaku dan gaya kepemimpinannya.

Kepemimpinan pada dasarnya mempunyai pokok pengertian sebagai sifat,

kemampuan, proses, dan atau konsep yang dimiliki oleh seseorang sedemikian

rupa sehingga ia diikuti, dipatuhi, dihormati orang lain dengan penuh keikhlasan

melakukan perbuatan atau kegiatan yang dikehendaki pemimpin tersebut.

Suatu organisasi akan berhasil atau gagal sebagian besar ditentukan oleh

pemimpin. Hal ini dapat dilihat bagaimana seorang pemimpin dalam bersikap dan

bertindak. Cara bersikap dan bertindak dapat terlihat dari cara melakukan suatu

pekerjaan. Suatu ungkapan mulia mengatakan bahwa pemimpinlah yang

bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan. Hal ini

merupakan ungkapan yang mendudukkan posisi pimpinan dalam suatu instansi

pemerintahan khususnya, pada posisi yang terpenting. Dimana dalam hal ini

pemimpin tersebut adalah seorang Camat, yang bertugas membawahi para

pegawainya yang ada pada Kantor Camat Silimakuta Kabupaten Simalungun.

Sedangkan kinerja birokrasi dapat dilihat dari efektivitas kerja pegawai

kantor camat Kecamatan Silimakuta. Efektivitas kerja adalah penyelesaian

pekerjaan tepat waktu yang telah ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai. Hal ini juga berkaitan dengan kuantitas dan kualitas kerja yang

dihasilkan. Artinya yaitu seberapa banyak pekerjaan yang dapat dilakukan

dalam waktu yang telah ditentukan, dan apakah sesuai dengan mutu yang telah

ditargetkan atau tidak.

(22)

para bawahan. Suatu organisasi akan berhasil mencapai tujuan dan sasarannya

apabila semua komponen organisasi berupaya menampilkan kinerja yang optimal

termasuk peningkatan efektivitas kerjanya masing-masing. Seorang pegawai

akan efektif dalam melakukan pekerjaan apabila terdapat keyakinan dalam

dirinya bahwa sebagai keinginan, kebutuhan, harapan dan tujuannya dapat

tercapai.

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa peran dan tugas seorang Camat pada

pemerintahan Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun adalah berusaha

untuk mempengaruhi para pegawainya dengan cara memotivasi dan komunikasi

untuk terus bekerja secara efektif sesuai dengan waktu dan tujuan yang ingin

dicapai. Dengan kata lain, efektif tidaknya pekerjaan yang dilakukan para

pegawai, tergantung bagaimana cara atau gaya seorang camat dalam memimpin.

Atau apa-apa saja kegiatan yang perlu dilakukan agar semua pegawai mau dan

rela mengikuti semua keinginan camat tersebut demi mencapai tujuan organisasi.

I.6 Defenisi Konsep

Menurut Singarimbun ( 2006: 33), konsep adalah abstraksi mengenai

suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah

karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu yang menjadi

pusat perhatian. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan

menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variable yang diteliti. Oleh

karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep

yang akan diteliti, maka defenisi konsep yang dikemukakan penulis adalah:

1. Gaya kepemimpinan camat dalam meningkatkan kinerja birokrasi

(23)

berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk

melakukan sesuatu.

2. Kinerja Birokrasi adalah ukuran dari usaha dan kesempatan yang dapat

dinilai dari hasil kerja pada periode tertentu dalam suatu sistem kerja

sebuah organisasi.

3. Pembuatan Surat Keterangan Tanah yaitu bagaimana urutan

pelaksanaaan dalam pelaksanaan awal hingga akhir pembuatan Surat

Keterangan Tanah.

I.7 Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka

teori, defenisi konsep dan sistematika penulisan.

BAB II : Metode Penelitian

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian,

populasi, dan sample penelitian, teknik pengumpulan data,

dan teknik analisis data.

BAB III : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karateristik

lokasi penelitian.

BAB IV : Penyajian Data

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari

lapangan dan dokumentasi yang akan dianaklisis, serta

(24)

disajikan pada bab sebelumnya. BAB V : Analisis Data

Bab ini berisi analisis dari hasil dilapangan dan

dokumentasi.

BAB VI : Penutup

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Amaliyah (2013) yang menyimpulkan bahwa secara bersama- sama variabel Good Corporate

Ia mengatakan bahwa sikap dari semua anggota HTI terhadap ideologi Pancasila itu adalah sama, yakni mereka tidak sependapat jika Pancasila dijadikan pedoman bagi Bangsa

Pedoman ini sebagai acuan untuk merencanakan campuran di laboratorium guna menentukan kadar semen yang dibutuhkan untuk pekerjaan Lapis Pondasi dan Lapis Pondasi Bawah, hasil

Responden yang telah menjalani usahanya selama 7-10 tahun memiliki nilai rata-rata untuk variabel tingkat suku bunga pinjaman bank sebesar 3.785 dan responden yang

Padahal berdasarkan teori dalam topik pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa (Ana Poejadi,

yaitu dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Aru Nomor : 40 Tahun 2008 sampai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan AruNomor 64 Tahun 2008 tentang

Era berean egin behar da hiru sentsoreen neurketak jasotzeko Lehen azaldu bezala, sistema bi puntutan egonkortzen utzi behar da prozesuaren eredua lortzeko.. Egonkortzea

Membatalkan perintah terakhir yang pernah Anda berikan. Mengulang perintah terakhir yang pernah Anda berikan. Memotong teks atau objek yang sedang terpilih. Menyalin teksatau objek