• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN PADA ORGANISASI 1. Definisi Komitmen Karyawan pada Organisasi - Pengaruh Budaya Organisasi dan Persepsi Dukungan Organisasi terhadap Komitmen Karyawan pada Organisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN PADA ORGANISASI 1. Definisi Komitmen Karyawan pada Organisasi - Pengaruh Budaya Organisasi dan Persepsi Dukungan Organisasi terhadap Komitmen Karyawan pada Organisasi"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.KOMITMEN KARYAWAN PADA ORGANISASI 1. Definisi Komitmen Karyawan pada Organisasi

Menurut Mowday, Porter & Steers (1982) komitmen karyawan pada

organisasi merupakan keterikatan afektif karyawan dengan organisasi. Definisi

ini menunjukkan bahwa komitmen karyawan pada organisasi

dikarakteristikkan dengan adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan

terhadap tujuan dan nilai organisasi, kemauan untuk memberikan usaha yang

lebih terhadap organisasi dan dorongan yang kuat untuk mempertahankan

keanggotaan dalam organisasi (Mowday, Porter & Steers, 1982).

Miller (2003) juga mengemukakan definisi mengenai komitmen karyawan

pada organisasi yang merupakan identifikasi karyawan dengan organisasi dan

tujuannya untuk menjaga keanggotaan dalam organisasi. Sementara itu,

menurut Arnold (2005) komitmen karyawan pada organisasi merupakan

kekuatan relatif individu dalam mengidentifikasi dirinya dengan organisasi dan

ikut terlibat dalam organisasi.

Menurut Morrow (1993) komitmen karyawan pada organisasi

dikarakteristikkan melalui sikap dan perilaku. Miller (2003) mendefinisikan

sikap sebagai pernyataan evaluatif atau penilaian mengenai suatu kejadian.

▸ Baca selengkapnya: formatur organisasi adalah

(2)

organisasi sebagai objek dari komitmen (Morrow, 1993). Meyer, Allen dan

Gellantly (1990) mengemukakan bahwa komitmen karyawan pada organisasi

sebagai sikap yang dikarakteristikkan oleh komponen kognitif dan afektif yang

positif serta mendukung organisasi.

Karakteristik kedua yang digunakan untuk mendeskripsikan komitmen

karyawan pada organisasi adalah perilaku (Morrow, 1993). Individu yang

berkomitmen akan menunjukkan perilaku tertentu karena keyakinan bahwa hal

tersebut benar secara moral dibandingkan keuntungan pribadi (Best, 1994;

Mehta, 2013). Dalam komitmen karyawan pada organisasi, anggota organisasi

terikat oleh tindakan dan keyakinannya yang mendukung aktifitas dan

keterlibatan mereka dalam organisasi (Miller & Lee, 2001).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen

karyawan pada organisasi merupakan keyakinan dan penerimaan terhadap

tujuan dan nilai organisasi, kemauan untuk memberikan usaha yang lebih

terhadap organisasi dan dorongan untuk menjaga keanggotaan dalam

organisasi.

2. Aspek Komitmen Karyawan pada Organisasi

Menurut Mowday, Porter & Steers (1982), komitmen karyawan pada

organisasi terdiri dari tiga aspek, yaitu :

a. Identification

Identifikasi merupakan pemahaman terhadap tujuan organisasi sebagai

(3)

dapat dilihat melalui kepercayaan karyawan terhadap organisasi, kesamaan

nilai pribadi dan nilai organisasi serta rasa bangga menjadi bagian dari

organisasi.

b. Involvement

Keterlibatan merupakan kesediaan karyawan untuk terlibat dan berusaha

sungguh-sungguh dalam organisasi. Keterlibatan ini disesuaikan dengan

peran dan tanggung jawab pekerjaan pada organisasi.

c. Loyality

Loyalitas merupakan keinginan yang kuat untuk bertahan di organisasi dan

menjadi bagian dari organisasi. Loyalitas terhadap organisasi ini

merupakan evaluasi terhadap komitmen yang juga menunjukkan adanya

keterikatan emosional antara karyawan dengan organisasi.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen

karyawan pada organisasi terdiri dari tiga dimensi, yaitu identification

(identifikasi), involvement (keterlibatan) dan loyality (loyalitas).

3. Tipe Komitmen Karyawan pada Organisasi

Menurut Meyer & Allen (1997) komitmen karyawan pada organisasi

terdiri dari tiga tipe yaitu :

a. Affective commitment

Affective commitment ditunjukkan oleh adanya keterikatan emosional

(4)

dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi

karena adanya kedekatan emosional, akan bekerja untuk organisasi karena

keinginan mereka.

b. Continuance commitment

Continuance commitment merupakan kesadaran mengenai biaya yang

dihubungkan ketika meninggalkan organisasi. Hal ini dikalkulasikan

secara alami karena persepsi atau pertimbangan karyawan terhadap biaya

dan risiko yang dihubungkan dengan meninggalkan organisasi saat ini.

c. Normative commitment

Normative commitment merupakan perasaan wajib untuk tetap bertahan di

organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan mempertahankan

kedekatan dengan organisasi karena merasa bahwa mereka harus

melakukannya.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen

karyawan pada organisasi terdiri dari tiga tipe yaitu affective commitment,

continuance commitmentdan normative commitment.

4. Tahap Komitmen Karyawan pada Organisasi

Menurut O’Reilly (1989), komitmen karyawan pada organisasi

dikembangkan dalam tiga tahapan, yaitu :

a. Compliance Stage

Dalam tahapan ini, fokus pada kepatuhan karyawan dalam menerima

(5)

remunirasi atau promosi. Dalam tahapan ini, sikap dan perilaku diadopsi

bukan karena keyakinan bersama melainkan untuk mendapatkan reward

yang spesifik. Selain itu, karyawan dalam tahapan ini juga melakukan

penyesuaian dengan organisasi.

b. Identification Stage

Tahapan ini terjadi ketika karyawan mengidentifikasi organisasi dan

menerima pengaruh orang lain sebagai usaha mempertahankan kepuasaan

diri dengan organisasi. Dalam tahapan ini karyawan bertahan di organisasi

karena apa yang mereka terima. Pada tahapan ini karyawan merasa bangga

menjadi bagian dari organisasi, mereka memandang peran yang

dimilikinya dalam perusahaan sebagai bagian dari identitas diri mereka

(Best, 1994; Mehta, 2013).

c. Internalization Stage

Tahapan yang terakhir adalah internalization, yaitu ketika karyawan

menemukan nilai organisasi untuk menjadi reward interinstik dan sesuai

dengan nilai pribadi mereka.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen

karyawan pada organisasi dikembangkan dalam tiga tahapan yaitu compliance

(6)

5. Level Komitmen Karyawan pada Organisasi

Level dari komitmen karyawan pada organisasi dihubungkan dengan

perkembangan individu pada komitmen karyawan pada organisasinya. Menurut

Reichers (1985), level dari komitmen karyawan pada organisasi terdiri dari:

a. Higher Level

Level ini dikarakteristikkan dengan penerimaan yang kuat terhadap nilai

organisasi dan berusaha untuk tetap bertahan di organisasi.

b. Moderate level

Level ini dikarakteristikkan dengan penerimaan yang reasonable terhadap

tujuan dan nilai organisasi yang sama baiknya dengan usaha untuk tetap

bertahan di organisasi.

c. Lower Level

Level ini dikarakteristikkan dengan kurangnya penerimaan terhadap tujuan

dan nilai organisasi atau kemauan untuk berusaha agar tetap bertahan di

organisasi.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen

karyawan pada organisasi memiliki tiga level yaitu higher level, moderate level

dan lower level.

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Karyawan pada Organisasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi

(7)

a. Job-related factors

Komitmen karyawan pada organisasi merupakan hasil penting yang

berhubungan dengan pekerjaan pada level individu, hal ini akan

berdampak terhadap hasil dari pekerjaan lainnya seperti turnover,

absenteeism, job effort, job role dan performance (Randall, 1990). Peran

kerja yang ambigu dapat menghalangi komitmen karyawan terhadap

organisasi dan kekuatan promosi yang meningkatkan atau mengurangi

komitmen karyawan pada organisasi (Curry, Wakefield, Price & Mueller,

1996). Faktor pekerjaan lainnya yang memiliki dampak terhadap

komitmen adalah level tanggung jawab dan autonomi (Baron &

Greenberg, 1990).

b. Employment opportunities

Adanya kesempatan kerja dapat mempengaruhi komitmen karyawan pada

organisasi (Curry, Wakefield, Price & Mueller, 1996). Individu yang

memiliki persepsi kuat bahwa mereka memiliki kesempatan untuk

menemukan pekerjaan lain akan memiliki komitmen yang rendah terhadap

organisasi karena mereka memikirkan alternatif pekerjaan lain. Sementara

itu menurut Meyer & Allen (1997), keanggotaan organisasi yang

didasarkan pada continuance commitment, akan membuat karyawan

melakukan kalkulasi resiko apabila bertahan atau meninggalkan

(8)

c. Personal characteristics

Komitmen karyawan pada organisasi dapat juga dipengaruhi oleh

karakteristik personal karyawan, seperti usia, lamanya bekerja dan gender

(Meyer & Allen, 1997).

d. Work environment

Lingkungan kerja juga diidentifikasi sebagai faktor lainnya yang

mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi. Salah satu kondisi

lingkungan kerja yang mempengaruhinya adalah kepemilikan terhadap

perusahaan. Kepemilikan ini membuat karyawan merasa dianggap penting

dan merasa sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan

(Hollenbeck & Klein, 1987). Faktor lain dari lingkungan kerja yang

mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi adalah praktik kerja

yang dihubungkan dengan rekrutmen dan seleksi, performance appraisal,

promosi dan management style (Meyer & Allen, 1997).

e. Positive relationships

Organisasi sebagai lingkungan kerja dibangun dari hubungan kerja, salah

satunya adalah hubungan supervisor. Menurut Randall (1990), hubungan

supervisor dapat mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, baik

secara positif maupun negatif. Hubungan kerja lainnya seperti tim atau

kelompok yang ada di lingkungan kerja, dapat mempengaruhi komitmen

karyawan pada organisasi. Anggota dari organisasi dapat menunjukkan

komitmen ketika mereka mampu menemukan nilai melalui hubungan kerja

(9)

f. Organizational structure

Struktur organisasi memiliki peran penting dalam komitmen karyawan

pada organisasi. Struktur dari birokrasi cenderung memiliki efek negatif

terhadap komitmen karyawan pada organisasi. Zaffane (1994)

mengindikasikan bahwa penghapusan hambatan birokrasi dan penciptaan

struktur yang lebih fleksibel akan lebih mungkin untuk memiliki

kontribusi terhadap peningkatan komitmen organisasi, baik dari segi

loyalitas dan keterikatan mereka. Manajemen dapat meningkatkan level

dari komitmen dengan memberikan pengaruh dan pengarahan yang lebih

baik terhadap karyawan (Storey, 1995).

g. Management style

Menurut Gaertner (1999), gaya manajemen yang lebih fleksibel dan

partisipan dapat meningkatkan komitmen karyawan pada organisasi

dengan kuat dan positif. Organisasi perlu memastikan bahwa strategi

manajemen mereka memiliki tujuan untuk meningkatkan komitmen

karyawan pada organisasi karyawan dibandingkan kepatuhan karyawan

(William & Anderson, 1991).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi adalah job-related

factors, employment opportunities, personal characteristics, work environment,

(10)

B. BUDAYA ORGANISASI 1. Definisi Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan suatu pola dasar dari pembagian asumsi-

asumsi, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan yang dipertimbangkan menjadi

cara yang sesuai dalam cara berpikir dan bertindak tentang sesuatu,

memecahkan masalah dan kemungkinan-kemungkinan yang dihadapi

organisasi (Robbins, 2009). Shane & Glinow (2009) mengemukakan budaya

organisasi sebagai nilai dan asumsi yang dibagi dalam sebuah organisasi.

Budaya organisasi juga dapat didefinisikan sebagai perangkat sistem

nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions)

atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para

anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan

masalah-masalah organisasinya (Sutrisno, 2011). Menurut Sutrisno (2011) budaya

organisasi juga disebut budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilai-nilai atau

norma-norma yang telah relatif lama berlakunya, dianut bersama oleh para

anggota organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan

masalah-masalah organisasi (perusahaan).

Pendapat lain mengenai budaya organisasi dikemukakan oleh Robbins dan

Judge (2007) yang menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan sebuah

sistem makna bersama yang dianut oleh anggota organisasi dan membedakan

organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Budaya organisasi juga

(11)

menekankan pada pentingnya norma-norma yang menghasilkan sikap yang

berkaitan dengan nilai-nilai tersebut (O’ Reilly & Chatman, 1996).

Menurut Schein (1990) budaya organisasi merupakan salah satu cara

dalam mempengaruhi pola pikir individu dalam membuat keputusan dan

akhirnya mempengaruhi cara mereka dalam menerima, merasa dan bertindak.

Budaya organisasi juga memiliki pola-pola asumsi dan nilai-nilai bersamayang

telah disesuaikan dengan organisasi melalui pengalaman belajar dan dianggap

penting dipelajari oleh anggota organisasi yang baru (Schein, 2004).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya

organisasi merupakan seperangkat nilai, keyakinan dan asumsi yang dimiliki

suatu perusahaan sebagai pedoman untuk berperilaku dalam organisasi dan

untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Aspek Budaya Organisasi

Menurut Schein (2004), budaya organisasi terdiri dari tiga aspek yaitu :

a. Artifacts

Artifacts mencakup semua fenomena yang dapat dilihat, didengar dan

dirasakan ketika seseorang menemukan kelompok baru dengan budaya

yang asing. Selain itu, juga mencakup produk-produk yang dapat dilihat

dari suatu kelompok, bahasa, teknologi, kebiasaan-kebiasaan yang rutin

dan dapat dilihat. Artifacts juga mudah untuk diamati, namun sangat sulit

(12)

dalam kelompok cukup lama, makna artifacts akan menjadi jelas secara

bertahap.

b. Espoused Values

Espoused values merupakan nilai-nilai organisasi yang dijadikan dasar

dalam mengevaluasi hal yang benar dan salah. Nilai-nilai ini akan

membimbing kelompok dalam bagaimana mereka menangani situasi

tertentu dan melatih anggota baru tentang bagaimana mereka berperilaku.

c. Basic Underlying Assumption

Basic underlying assumption merupakan keyakinan yang dianggap sudah

ada dan menjadi kebiasaan oleh anggota suatu organisasi. Hal ini mengacu

pada asumsi implisit yang benar-benar memandu perilaku dan

memberitahu anggota kelompok bagaimana memahami, memikirkan dan

merasakan tentang suatu hal.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya

organisasi terdiri dari tiga komponen yaitu artifacts, espoused values dan basic

underlying assumption.

3. Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2009), karakteristik budaya organisasi terdiri dari :

a. Innovation and risk taking

Inovasi merupakan suatu ide baru yang ditetapkan untuk memperbaiki

suatu produk, proses atau jasa. Hal ini akan membantu untuk mengetahui

(13)

lebih baik dan mengembangkan kemampuannya dalam bekerja. Sementara

itu, pengambilan resiko merupakan suatu dorongan terhadap anggota

organisasi untuk dapat melaksanakan gagasan baru dalam bekerja dan

tanggap terhadap peluang yang ada.

b. Attention to detail

Seberapa besar karyawan diberikan wewenang untuk menjalankan

tugasnya dengan cermat, analisis dan detail.

c. Outcome orientation

Bagaimana perusahaan memfokuskan pada hasil dan bukan pada teknik

dan proses yang digunakan dalam mencapai hasil tersebut. Seperti tingkat

efisiensi dan tingkat efektivitas.

d. People orientation

Sejauh mana keputusan perusahaan memperhitungkan efek pada

karyawan-karyawannya.

e. Team orientation

Sejauh mana kegiatan dalam bekerja diorganisasikan secara bersama

dalam kelompok.

f. Aggresiveness

Hal ini menggambarkan sejauh mana individu dalam organisasi bersifat

agresif dan kompetitif dalam pekerjaannya.

g. Stability

(14)

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik

budaya organisasi adalah innovation and risk taking, attention to detail,

outcome orientation, people orientation, team orientation, aggressiveness dan

stability.

4. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2009), budaya organisasi memiliki beberapa fungsi

yaitu :

a. Budaya organisasi mempunyai suatu peran pembeda. Hal ini berarti bahwa

budaya organisasi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu

organisasi dengan organisasi lain

b. Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota

organisasi

c. Budaya organisasi mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada

sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual.

d. Budaya organisasi meningkatkan kemantapan sistem sosial

5. Manfaat Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2009), beberapa manfaat budaya organisasi adalah

sebagai berikut :

a. Membatasi peran yang membedakan antara suatu organisasi dengan

(15)

sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan

yang ada dalam organisasi

b. Menimbulkan rasa memiliki sebagai identitas para anggota organisasi.

Dengan budaya organisasi yang kuat anggota organisasi akan merasa

memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasi

c. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan

individu

d. Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen-komponen organisasi

yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat

kondisi organisasi relatif stabil

C.PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI 1. Definisi Persepsi Dukungan Organisasi

Menurut Eisenberger (1986), persepsi dukungan organisasi didefinisikan

sebagai keyakinan karyawan dalam suatu organisasi mengenai sejauh mana

organisasi menghargai kontribusi dan mempedulikan kesejahteraan mereka.

Persepsi dukungan organisasi juga didefinisikan sebagai bagaimana organisasi

menilai kontribusi karyawan dan memperhatikan mereka (Allen, Armstrong,

Reid & Ricmenschneider, 2008).

Persepsi dukungan organisasi mengacu pada sejauhmana karyawan

menganggap organisasi memiliki kepedulian dengan kesejahteraan mereka dan

(16)

Eisenberger, Armeli, Rexwinkel, Lynch dan Rhoades (2001)

mengemukakan bahwa persepsi dukungan organisasi merupakan atribusi yang

berdasarkan pada pengalaman mengenai tujuan dari kebijakan organisasi,

norma, prosedur dan tindakan organisasi yang mempengaruhi karyawan.

Proses atribusi karyawan digunakan untuk menyimpulkan apakah organisasi

memberikan dukungan atau tidak kepada mereka.

Menurut Krishnan & Mary (2012), persepsi dukungan organisasi adalah

kepercayaan karyawan bahwa organisasi peduli dan menghargai kontribusi

mereka terhadap keberhasilan organisasi. Hal ini mengacu pada persepsi

karyawan mengenai sejauh mana organisasi menghargai kontribusi mereka dan

peduli mengenai kesejahteraan mereka.

Pendapat lain dikemukakan oleh Rhoades & Eisenberger (2002) yang

mengemukakan persepsi dukungan organisasi sebagai sebuah keyakinan global

yang dimiliki karyawan tentang penilaian mereka terhadap kebijakan dan

prosedur dari organisasi. Keyakinan ini terjadi melalui pengalaman karyawan

terhadap kebijakan dan prosedur organisasi, penerimaan sumber daya dan

interaksi dengan supervisor serta persepsi mereka mengenai kepedulian

organisasi terhadap kesejahteraan karyawan.

Rhoades & Eisenberger (2002) juga mengemukakan bahwa persepsi

dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan tentang sejauh mana

organisasi menilai kontribusi, memberikan dukungan dan kepeduliaan terhadap

kesejahteraan mereka. Apabila karyawan menganggap dukungan organisasi

(17)

organisasi sebagai identitas diri mereka sehingga dapat mengembangkan

hubungan dan persepsi yang positif terhadap organisasi. Menurut Rhoades &

Eisenberger (2002), dengan menyatakan keanggotaan organisasi sebagai

identitas diri, maka karyawan tersebut dapat merasa menjadi bagian dari

organisasi dan bertanggung jawab untuk berkontribusi dan memberikan

performansi kerja yang terbaik pada organisasi.

Rhoades & Eisenberger (2002) mengemukakan bahwa walaupun

organisasi menghargai kontribusi dan kepedulian terhadap kesejahteraan

karyawan merupakan hal yang penting, organisasi juga harus tetap

memperhatikan bahwa karyawan akan menggabungkan dukungan nyata

perusahaan dengan persepsi individual yang dimiliki karyawan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi

dukungan organisasi merupakan keyakinan karyawan dalam suatu organisasi

mengenai sejauh mana organisasi menghargai kontribusi dan mempedulikan

kesejahteraan mereka.

2. Aspek Persepsi Dukungan Organisasi

Menurut Rhoades & Eisenberger (2002), persepsi dukungan organisasi

memiliki tiga aspek, yaitu :

a. Fairness

Keadilan prosedural menyangkut pada cara yang digunakan untuk

(18)

1990). Shore dan Shore (1995) mengemukakan bahwa banyaknya kasus

yang berhubungan dengan keadilan dalam distribusi sumber daya memiliki

efek kumulatif kuat pada persepsi dukungan organisasi, yang

menunjukkan bahwa organisasi memiliki kepeduliaan terhadap

kesejahteraan karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa prosedur mengenai

kebijakan keadilan lebih kuat berpengaruh terhadap persepsi dukungan

organisasi dibandingkan dengan pemerataan keadilan. Cropanzo dan

Greenberg (1997) membagi keadilan prosedural menjadi aspek struktural

dan aspek sosial. Struktural mencakup pada peraturan formal dan

kebijakan resmi mengenai keputusan yang mempengaruhi karyawan.

Sementara itu, aspek sosial dari keadilan prosedural sering disebut dengan

istilah keadilan interaksional yang meliputi bagaimana memperlakukan

karyawan dengan memberikan pernghargaan terhadap mereka.

b. Supervisor Support

Dalam hal ini, karyawan mengembangkan pandangan umum tentang

sejauh mana supervisor menilai kontribusi mereka dan kepedulian

terhadap kesejahteraan mereka (Kottke & Sharafinski 1988; Rhoades &

Eisenberger, 2002). Hal ini disebabkan supervisor bertindak sebagai agen

dari organisasi yang bertanggung jawab untuk memberikan arahan dan

evaluasi terhadap kinerja bawahan dan karyawan juga melihat orientasi

supervisor mereka sebagai indikasi adanya dukungan dari organisasi

(19)

c. Organisational Reward and Job Condition

Bentuk dari penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan adalah sebagai

berikut :

a) Recognition, pay and promotion

Menurut teori dukungan organisasi, adanya kesempatan untuk

mendapatkan reward akan meningkatkan kontribusi karyawan dan

meningkatkan persepsi dukungan organisasi (Rhoades & Eisenberger,

2002)

b) Job security

Jaminan bahwa organisasi ingin mempertahankan keanggotaan dari

karyawannya mengindikasikan adanya dukungan organisasi yang

positif terhadap karyawan (Allen, Shore & Griffeth, 1999; Rhoades &

Eisenberger, 2002)

c) Autonomy

Kemandirian menunjukkan adanya kontrol terhadap bagaimana

karyawan melakukan pekerjaannya. Ketika organisasi menunjukkan

kepercayaan terhadap kemandirian karyawan dalam memutuskan

bagaimana mereka akan bekerja, termasuk jadwal kerja, prosedur kerja

dan varietas kerja akan meningkatkan persepsi dukungan organisasi

(Eisenberger, Rhoades & Cameron, 1999; Rhoades & Eisenberger,

(20)

d) Role stressors

Stres mengacu pada ketidakmampuan individu dalam mengatasi

tuntutan dari lingkungan (Lazarus & Folkman, 1984; Rhoades &

Eisenberger, 2002). Stres memiliki hubungan negatif dengan persepsi

dukungan organisasi karena karyawan mengetahui bahwa faktor yang

menyebabkan stress bersumber dari lingkungan yang dikontrol oleh

organisasi. Dalam hal ini, stress terkait dengan tiga aspek peran

karyawan dalam organisasi yang memiliki hubungan negatif dengan

persepsi dukungan organisasi, yaitu tuntutan pekerjaan yang melebihi

kemampuan karyawan dalam bekerja untuk waktu tertentu (work

overload), kekurangan informasi yang jelas mengenai tanggung jawab

dari pekerjaan (role ambiguity) dan tanggung jawab atau peran yang

saling bertentangan (role conflict).

e) Training

Menurut Wayne, Shore & Liden (1997), job training merupakan

investasi yang diberikan pada karyawan sehingga diharapkan dapat

meningkatkan persepsi dukungan organisasi.

f) Organization size

Menurut Dekker dan Barling (1995), individu merasa kurang dihargai

dalam organisasi yang kecil, dimana adanya kebijakan sangat formal

dan prosedur yang mungkin mengurangi fleksibilitas terhadap

(21)

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi

dukungan organisasi terdiri dari tiga aspek, yaitu fairness, supervisor support

dan organisational reward and job condition

D.HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN KOMITMEN

KARYAWAN PADA ORGANISASI

Menurut Robbins (2009), organisasi dengan budaya yang kuat dapat

memberikan pengaruh yang bermakana bagi perilaku dan sikap karyawannya.

Hal ini disebabkan oleh karyawan yang memegang nilai inti organisasi secara

luas dalam suatu budaya organisasi yang kuat. Kuatnya suatu budaya

memperlihatkan kesepakatan diantara anggota mengenai hal-hal yang harus

dipertahankan oleh organisasi tersebut. Kesepakatan ini akan membina

kohesifitas, kesetiaan dan komitmen karyawan pada organisasi yang dapat

mengurangi kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi

(Robbins, 2009). Robbins (2009) juga menyatakan bahwa dalam mencapai

keberhasilan, organisasi perlu meningkatkan faktor kinerja organisasi dengan

membentuk dan mengembangkan suatu budaya organisasi sehingga

mendukung terciptanya komitmen karyawan pada organisasi dari

karyawannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Darmawan (2009) menunjukkan bahwa

budaya organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku dan

(22)

dalam diri setiap karyawan. Selain itu, terjadi peningkatan komitmen dan

loyalitas karyawan terhadap organisasi setelah penanaman nilai organisasi yang

dilakukan secara berkala dan terus menerus.

Penelitian lain dilakukan oleh Silverthorne (2003) yang menemukan

bahwa budaya organisasi memiliki peran penting dalam tingkatan kepuasan

kerja dan komitmen karyawan pada organisasi. Budaya organisasi yang

birokrasi menghasilkan level yang rendah dari komitmen karyawan pada

organisasi. Sementara itu, budaya organisasi yang inovatif memiliki level

komitmen karyawan pada organisasi yang sedang dan budaya organisasi yang

suportif menunjukkan level komitmen karyawan pada organisasi yang tinggi

dari para karyawannya.

Menurut Shoaib, Zainab, Maqsood & Sana (2013), budaya organisasi dan

komitmen karyawan pada organisasi merupakan konsep yang paling ekstensif

diteliti dalam penelitian manajemen. Organisasi modern menemukan bahwa

peningkatan komitmen karyawan pada organisasi dapat dilakukan dengan

mengadopsi nilai-nilai dan norma-norma yang tercermin dalam budaya setelah

mereka masuk ke lingkungan dimana mereka bekerja. Namun, masalah

komitmen masih tetap ada dan terbukti menjadi hal yang penting untuk

diperhatikan oleh perusahaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

pengaruh budaya organisasi pada tingkat komitmen karyawan pada organisasi

dengan memperhatikan variabel demografis. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa salah satu jenis budaya yaitu clan culture merupakan budaya yang

(23)

menunjukkan bahwa clan culture memiliki hubungan yang paling signifikan

dengan ketiga dimensi dari komitmen karyawan pada organisasi dibandingkan

denganjenis lain dari budaya. Demikian pula, ditinjau dari variabel demografis

gender, ditemukan bahwa wanita lebih cenderung memiliki komitmen afektif

dalam organisasi dibandingkan dengan rekan-rekan pria mereka. Tidak ada

perbedaan untuk continuance commitment, sedangkan pria cenderung memiliki

normative commitment dibandingkan dengan wanita.

Meyer, Allen & Smith (1993) mengemukakan bahwa karyawan dengan

affective commitment yang tinggi tetap bertahan menjadi anggota organisasi

karena mereka menginginkannya. Sementara itu, karyawan dengan normative

atau moral commitment juga tetap bertahan menjadi anggota organisasi karena

mereka merasa memang seharusnya melakukan demikian. Karyawan yang

memiliki continuance commitment tinggi akan tetap menjadi anggota

organisasi karena mereka merasa memerlukannya. Perbedaan motif dari

bertahannya karyawan dari keanggotaan organisasi disebabkan oleh perbedaan

faktor penentu dan mengakibatkan perbedaan konsekuensi.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilihat bahwa komitmen karyawan

pada organisasi memiliki hubungan dengan budaya organisasi, dimana

komitmen karyawan pada organisasi yang tinggi dapat dibentuk melalui

(24)

E.HUBUNGAN PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DENGAN KOMITMEN KARYAWAN PADA ORGANISASI

Menurut Rhoades & Eisenberger (2002), persepsi dukungan organisasi

memiliki pengaruh terhadap komitmen karyawan pada organisasi dan kepuasan

kerja. Hal ini didukung oleh teori dukungan organisasi mengenai proses

psikologis yang mendasari konsekuensi dari persepsi dukungan organisasi.

Pertama, berdasarkan norma timbal balik, dimana persepsi dukungan

organisasi wajib menghasilkan perasaan dimana karyawan memperhatikan

kesejahteraan organisasi dan membantu organisasi dalam mencapaitujuannya.

Kedua, kepedulian, persetujuan dan rasa hormat yang dikonotasikan oleh

persepsi dukungan organisasi harus memenuhi kebutuhan sosioemosional,

menyebabkan karyawan menggabungkan keanggotaan organisasi dan status

peran mereka dalam identitas sosial. Ketiga, persepsi dukungan organisasi

harus memperkuat keyakinan karyawan bahwa organisasi mengakui dan

memberikan penghargaan terhadap peningkatan kinerja. Proses ini harus

memiliki hasil yang menguntungkan baik bagi karyawan (misalnya,

peningkatan kepuasan kerja dan suasana hati yang positif) dan bagi organisasi

(misalnya, meningkatkan komitmen afektif dan kinerja serta rendahnya

turnover).

Rhoades & Eisenberger (2002) juga menjelaskan bahwa salah satu dampak

dari persepsi dukungan organisasi adalah komitmen karyawan pada organisasi.

Hal ini didukung oleh pendapat Eisenberger, Armeli, Rexwinkel, Lynch &

(25)

persepsi dukungan organisasi harus membuat karyawan merasa adanya

kewajiban mereka untuk peduli tentang kesejahteraan organisasi. Selain itu,

persepsi dukungan organisasi juga diharapkan untuk dapat membuat karyawan

dan organisasi saling menjaga kepedulian (Foa & Foa, 1980) sehingga harus

meningkatkan affective commitment dari para karyawannya.

Menurut Eisenberger (1986), teori dukungan organisasi menyatakan

bahwa persepsi dukungan organisasi akan memperkuat affective commitment

dari karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi dukungan organisasi

didefinisikan sebagai identifikasi individu dengan keterlibatannya dalam

organisasi dan hubungan emosional karyawan dengan organisasi (Meyer,

Irving & Allen, 1998). Rhoades & Eisenberger (2002) juga mengemukakan

bahwa persepsi dukungan organisasi dapat menimbulkan rasa bertanggung

jawab karyawan untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuannya,

mempunyai affective commitment terhadap organisasi dan mendorong harapan

bahwa kinerja karyawan akan dihargai oleh organisasi.

Persepsi dukungan organisasi juga menjadi penghubung antara praktek

sumber daya manusia dengan affective commitment dari komitmen karyawan

pada organisasi, keinginan untuk meninggalkan organisasi dan menjadi

penghubung dengan variabel pengalaman kerja, yaitu penghargaan organisasi,

keadilan prosedural dan dukungan karyawan (Rhoades & Eisenberger, 2002).

Persepsi dukungan organisasi juga dapat meningkatkan affective

(26)

Pemenuhan kebutuhan tersebut menghasilkan rasa memiliki organisasi yang

kuat dengan melibatkan keanggotaan organisasi karyawan dan status peran

mereka dalam identitas sosialnya.

Menurut Shore dan Tetrick (1991) persepsi dukungan organisasi dapat

mengurangi perasaan entrapment karyawan seperti continuance commitment,

yang terjadi ketika karyawan dipaksa untuk bertahan di organisasi karena

tingginya biaya ketika mereka meninggalkan organisasi.

Selain itu, menurut Eisenberger (1986) karyawan menunjukkan pola

pernyataan yang konsisten mengenai penghargaan organisasi terhadap

kontribusi mereka dan apakah organisasi akan memperlakukan mereka dengan

positif atau tidak dalam situasi yang berbeda.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilihat bahwa komitmen karyawan

pada organisasi memiliki hubungan dengan persepsi dukungan organisasi,

dimana komitmen karyawan pada organisasi yang tinggi dapat dibentuk

melalui persepsi positif terhadap dukungan organisasi.

F. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan uraian teoritis diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis

penelitian sebagai berikut :

Hipotesis 1

Terdapat pengaruh positif antara budaya organisasi dengan komitmen

(27)

Hipotesis 2

Terdapat pengaruh positif antara persepsi dukungan organisasi dengan

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemberian reward dan punishment kepada guru mengenai kedisiplinan guru dalam kehadiran dikelas dalam proses

Pengakuan Hak Adat Oleh Mahkamah Konstitusi (Telaah Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003-2012). Skripsi pada Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas

Penelitian yang dilakukan di Cina menunjukan bahwa faktor ibu merupakan faktor risiko untuk anak pendek antara lain ibu dengan anemia dan kurang gizi saat hamil

Hasil asuhan kebidanan secara komprehensif pada Ny “Z” selama kehamilan trimester II dengan keluhan pusing, persalinan secara spontan tidak ada penyulit, pada masa nifas dengan

Judul Tugas Akhir : Sistem Administrasi Usaha Rental Mobil pada Unit.. Usaha Rental Mobil Arlinta Surabaya Dosen Pembimbing 1 : Nur Cahyo Wibowo, S.kom, M.kom Dosen Pembimbing 2

Dalam tahap eksplorasi ini, pemotretan dilakukan di dalam ruangan ( indoor ) dan di luar ruangan ( outdoor ) dengan menggunakan cahaya alami dan buatan, sesuai dengan

VXEVWDQVL SHUPDVDODKDQ SHPDQIDDWDQ PDQJURYH GL .HFDPDWDQ %DWX $PSDU $NLEDWQ\D SHPDQ IDDWDQPDQJURYHXQWXNDUDQJGHQJDQEDKDQEDNX \DQJEHUDVDOGDULKXWDQOLQGXQJGL33DQMDQJGDQ VHNLWDUQ\D

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Timur Lenk adalah seorang penakluk dari bangsa Mongol yang bergama Islam. Sejak remaja Timur sudah menguasai seni perang dan sering