• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka (Penelitian Terdahulu) - Reduplikasi Dalam Bahasa Angkola Mandailing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka (Penelitian Terdahulu) - Reduplikasi Dalam Bahasa Angkola Mandailing"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka (Penelitian Terdahulu)

Untuk mendukung analisis data dan memperoleh hasil penelitian yang maksimal maka perlu ditinjau beberapa penelitian terdahulu sebagai kajian pustaka penulis. Adapun penelitian yang pernah dilakukan terhadap bahasa Angkola Mandailing adalah sebagai berikut.

Nasution (2001) melakukan penelitian tentang ”Analisis Semantik Bahasa Mandailing”. Penelitian ini membicarakan gambaran deskriptif analitik semantik bahasa Mandailing, khususnya semantik leksikal dan semantik kalimat menurut teori dan konsep semantik. Hasil penelitian ini menggunakan pendekatan semantik struktural yang mendeskripsikan bahasa dengan kerangka teori analisis makna, yang mencakup (1) leksem, (2) paduan leksem, (3) idiom, (4) ciri-ciri makna leksikal, (5) hubungan makna leksikal, (6) ciri-ciri makna kalimat, (7) hubungan makna kalimat, (8) konteks linguistik yang mempengaruhi ciri dan hubungan makna, khususnya pada tingkat frasa, klausa, dan kalimat.

(2)

kalimat tanya negatif, dan kalimat tanya embelan. Struktur kalimat tanya ditentukan oleh unsur pembentukan kalimat tanya itu sendiri.

Mascahaya (2004) melakukan penelitian tantang ”Tindak Bahasa Permohonan dalam Bahasa Angkola”. Penelitian ini mengenai pendeskripsian tindak bahasa permohonan bahasa Angkola, dengan cara melakukan tindak bahasa permohonan dan kesantunan yang direfleksikan dalam tindak bahasa permohonan, dengan teori pragmatik dan teori kesantunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara melakukan tindak bahasa permohonan bahasa Angkola terdiri atas (1) tindak bahasa permohonan langsung, (2) tindak bahasa permohonan tidak langsung, (3) tindak bahasa permohonan literal, (4) tindak bahasa permohonan tidak literal, (5) tindak bahasa permohonan langsung literal, (6) tindak bahasa permohonan tidak langsung literal, (7) tindak bahasa permohonan langsung tidak literal, dan (8) tindak bahasa permohonan tidak langsung tidak literal.

Irwan (2007) menulis karya ilmiah ”Proses Afiksasi Bahasa Angkola Mandailing”. Karya ilmiah ini menganalisis afiksasi yang ada dalam bahasa Angkola Mandailing, dengan pendeskripsian bentuk, distribusi, dan nosi. Pada hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa bahasa Angkola Mandailing ditemukan proses afiksasi. Adapun proses afiksasi yang terdapat dalam bahasa Angkola Mandailing adalah:prefiks (awalan) terdiri dari sebelas buah, yaitu: /mar-/, /ma-/, /maN-/, /tar-/, /pa-/, /di-/, /paN-/, /par-/, /sa-/, /saN-/, /um-/; infiks (sisipan) terdiri dari dua buah, yaitu: /-in-/, dan /-um-/; sufiks (akhiran) terdiri dari empat buah, yaitu: /-i/, /-an/, /-on/, /-hon/; konfiks terdiri dari empat buah, yaitu: /mar-hon/, /ha-an/, /paN-an/, /mar-an/.

(3)

kata atau lebih digabungkan sehingga membentuk suatu arti tersendiri. Dalam tulisan tersebut dianalisis ciri-ciri, tipe, bentuk, dan makna kata majemuk dalam bahasa Batak Angkola Mandailing. Hasil penelitian tersebut adalah: (1) Ciri kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing pada umumnya kedua unsurnya adalah morfem bebas. Unsur kata majemuk mempunyai hubungan dan susunan yang mantap dan kedua unsurnya tidak dapat dibalik, misalnya bagas godang menjadi godang bagas. (2) Pada umumnya unsur-unsur kata majemuk jenis kata nominal merupakan kata dasar, misalnya solop kulit, ‘sandal kulit’, jambu horsik ‘jambu kelutuk.’ (3) Sebagian kata majemuk berbentuk kata berimbuhan, misalnya manuk martahuak ‘ayam berkokok.’ (4) Sebagian besar kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing terdiri atas dua unsur (kata), sebagian terdiri dari tiga unsur (kata). Kata majemuk yang terdiri dari tiga unsur kata dalam bahasa ini diserap dari bahasa Indonesia, misalnya dua puluh tolu ‘dua puluh tiga’, naek kareta angin ‘naik sepeda dayung.’ (5) Kata majemuk

bahasa Batak Angkola Mandailing juga bisa dijadikan kata ulang, melalui perulangan unsur pertamanya, misalnya guru sikola menjadi guru-guru sikola, mangan modom ‘makan tidur’ menjadi mangan-mangan modom ‘makan-makan tidur.’ Kemudian tipe kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing ditentukan menurut jenis kata atau kelas kata. Menurut kelas katanya, kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing ini tergolong ke dalam nomina, verba, adjektiva, dan numeralia. Juga ditentukan tipe konstruksinya; konstruksi endosentris dan eksosentris. Kata majemuk konstruksi endosentris, misalnya amak pandan ‘tikar pandan’, tarup rumbia ‘atap rumbia’, kata amak ‘tikar’, tarup ‘atap’ merupakan unsur inti.

(4)

naposo bulung ‘muda mudi’, menek godang ‘kecil besar.’ Kedua, kata majemuk tatpurasa, yaitu kata majemuk yang bagian yang kedua memberi penjelasan pada bagian yang pertama. Contoh: amak pandan ‘tikar pandan’, kaco mata ‘kaca mata.’ Ketiga, kata majemuk kharmadaraya, yaitu bagian yang kedua menjelaskan bagian

yang pertama, tetapi bagian yang menjelaskan itu terdiri dari kata sifat. Contoh: bosi barani ‘magnet’ dan aek milas ‘air panas.’

Kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing mempunyai makna sebagai berikut. Pertama, makna struktural ditunjukkan oleh hubungan semantik di antara unsur-unsurnya diterangkan dan menerangkan (DM). Misalnya, tukang topa ‘tukang tempa’ yang artinya orang yang ahli dalam menempa besi, hudon bosi ‘periuk besi’ yang mempunyai arti periuk yang terbuat dari besi. Kedua, makna yang didukung oleh kata majemuk yang berjenis nomina dapat dibedakan sebagai berikut.

1. Menyatakan sesuatu yang ada hubungannya dengan kekeluargaan/persahabatan, 2. Menyatakan benda yang berhubungan dengan makanan dan tumbuh-tumbuhan, 3. Menyatakan benda yang berhubungan dengan keperluan rumah tangga,

4. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan manusia, 5. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan nama binatang,

6. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan alam sekitar/lingkungan. Ketiga, makna idiomatik (kiasan) kata majemuk dengan makna yang tidak

sebenarnya. Misalnya, bagas godang, pengertian yang sebenarnya adalah rumah besar, makna idiomatiknya adalah rumah adat, dan ginjang roha pengertian yang

(5)

pola kalimat perintah bahasa Mandailing memiliki kesamaan bentuk, yaitu predikat mendahulukan subjek. Ada beberapa jenis kalimat perintah yang terdapat dalam bahasa Angkola Mandailing, yaitu (a) kalimat perintah suruhan, (b) kalimat perintah permintaan, (c) kalimat perintah larangan, (d) kalimat perintah nasihat, (e) kalimat perintah ajakan, (f) kalimat perintah pertimbangan, (g) kalimat perintah paksaan, (h) kalimat perintah harapan, (i) kalimat perintah bujukan, dan (j) kalimat perintah desakan. (2) Ciri-ciri dalam bahasa Mandailing (a) pemakaian bentuk yang tidak memakai awalan, yaitu bentuk yang memakai awalan /mar-/, (b) lebih banyak menggunakan partikel /-ma/. Berdasarkan ciri formalnya kalimat ini dalam penulisannya ditandai dengan tanda (!). Kalimat perintah adalah kalimat suruh atau kalimat yang memerintahkan sesuatu dengan menggunakan intonasi walaupun hanya terdapat salah satu unsur kalimat dan mengharapkan tanggapan berupa tindakan. (3) Fungsi kalimat perintah yang dipakai pada bahasa Mandailing, yaitu sebagai penyampaian maksud suruhan untuk memperoleh tanggapan dari orang yang disapa.

(6)

mangalehen ‘memberi’, (8) manarimo ‘menerima’, (9) mambuka ‘membuka’, (10)

manutup ‘menutup’, (11) manarik ‘menarik’, (12) mamisat ‘menekan’, (13)

manghanciti ‘menyakiti’, (14) mangalala ‘menghancurkan’, (15) manggulung

‘menggulung’, (16) mamio ‘memanggil’, (17) mangayak ‘mengusir’, (18) mangambat ‘menghambat’, (19) manjalang ‘menyalam’, dan (20) manudu ‘menunjuk.’

Nasution (2010) menulis karya ilmiah ”Pemajemukan dalam Bahasa Mandailing”. Dari hasil karya ilmiah ini dapat disimpulkan bahwa pemajemukan Bahasa Mandailing terdiri atas (1) kata majemuk dasar yang berupa gabungan: KB + KB, KB + KK, KB + KS, KB + Kbil, KK + KK, KS + KS, KS + KB, dan Kbil + KB; (2) kata majemuk berimbuhan yang terdiri dari imbuhan /mar-/, /marsi-/, /paN-/, /-an/, /pa-/, dan /par-/; (3) kata majemuk berulang dengan pengulangan sebagian dan pengulangan seluruhnya.

Ketiga jenis kata majemuk ini dapat berfungsi sebagai subjek, predikat, dan objek. Adapun makna yang ditimbulkan akibat proses morfologis adalah ‘jamak’, ‘berulang kali’, ‘menyerupai’, ‘memakai’, ‘berusaha’, ‘memelihara’, ‘intensitas’, dan ‘kausatif.’ Gabungan bentuk dasar dengan bentuk-bentuk yang lain di dalam pemajemukan Bahasa Mandailing dapat membentuk kata benda majemuk, kata kerja majemuk, kata sifat majemuk, dan kata bilangan majemuk.

(7)

Berdasarkan hasil yang diperoleh reduplikasi tidak terjadi dalam bentuk tetapi dalam arti, yaitu dengan menggabungkan dua kata (atau bentuk) sinonim. Dalam bahasa Karo, untuk menentukan makna reduplikasi diskriminasi diperlukan reduplikasi bebas konteks dari makna reduplikasi terikat konteks. Ada membentuk reduplikasi tertentu yang tidak selalu sama meskipun dasar mengenainya dengan kata anggota kelas yang sama. Bentuk reduplikasi morfemis bahasa Karo adalah pengulangan penuh, pengulangan berimbuhan, pengulangan berubah bunyi, pengulangan sebagian, dan pengulangan semu. Arti reduplikasi terikat konteks bahasa Karo ditentukan oleh konteksnya. Arti reduplikasi bebas konteks bahasa Karo sangat banyak tanpa dipengaruhi oleh konteksnya.

2.2 Konsep Reduplikasi 2.2.1 Defenisi Reduplikasi

Reduplikasi merupakan proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula bersifat derivasional. Reduplikasi yang paradigmatis tidak mengubah identitas leksikal tetapi hanya memberi makna gramatikal. Reduplikasi yang bersifat derivasional membentuk kata baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya.

Reduplikasi sebagai suatu peristiwa yang lazim terdapat dalam bahasa telah banyak dibicarakan meski menggunakan berbagai istilah, misalnya;

The distinction between processes and morphemes is not always clear, and it is sometimes hard to know when a changeis to be considered as independently meaningful and hence as constituting a morpheme, (Nida, 1964),

(8)

mengubah bentuk kata yang dikenainya “bila bentuknya berbeda, maknanya berbeda” Matthews (1978:127) menyatakan bahwa reduplikasi merupakan repetisi yang dapat parsial tetapi dapat pula keseluruhan. Sejalan dengan Matthews, (Ramlan, 1979:38). menyatakan proses pengulangan atau reduplikasi merupakan pengulangan bentuk, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Samsuri (1988:14) menyatakan reduplikasi merupakan pengulangan bentuk kata, yang dapat utuh atau sebagian disebut “perulangan bentuk kata”

Selanjutnya, Keraf (1991:149) menyatakan bahwa reduplikasi merupakan sebuah bentuk gramatikal yang berwujud penggandaan sebagian atau seluruh bentuk dasar sebuah kata disebut “bentuk ulang”. Dan (Chaer, 2008) juga menyatakan reduplikasi adalah “pengulangan bentuk kata”

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa reduplikasi ialah proses pengulangan bentuk, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak, yang mengakibatkan terbentuknya kata ulang. Reduplikasi dapat dikelompokkan menjadi reduplikasi morfemis, reduplikasi fonologis, reduplikasi sintaktis, dan reduplikasi semantis. Reduplikasi morfemis merupakan reduplikasi yang paling banyak dibicarakan oleh para ahli bahasa.

(9)

Bentuk ulang berbeda dengan bentuk yang diulang. Bentuk ulang dapat mengubah makna tunggal menjadi tak tunggal/jamak sedangkan bentuk yang diulang tidak menghasilkan perubahan makna. Contoh: sate! sate! sate! dan maling! maling! maling!.

2.2.2 Reduplikasi Fonologis

Reduplikasi fonologis merupakan peristiwa reduplikasi yang dapat berupa perulangan suku atau suku-suku kata sebagai bagian kata. Bentuk dasar dan reduplikasi fonologis ini secara deskriptif sinkronik tidak dapat ditemukan dalam bahasa yang bersangkutan. Contoh reduplikasi fonologis dalam bahasa Indonesia, antara lain, susu, pipi, kuku, sisi, kupu-kupu, kura-kura, biri-biri, betutu, dan cecunguk. Reduplikasi seperti ini oleh para ahli bahasa Indonesia sering disebut

perulangan semu, kata ulang semu, atau reduplikasi semu (Alisyahbana, 1953:55−−56; Samsuri, 1988:91; Keraf, 1991:153;). Kelompok lain menyatakan bahwa reduplikasi seperti itu tidak dapat dimasukkan sebagai kata ulang atau bentuk ulang karena secara deskriptif, baik secara struktural maupun semantis, tidak dapat dikembalikan bentuk dasarnya (Ramlan, 1979:38; Keraf, 1984:123; Parera, 1988:58). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988:168) tidak memberikan sikap, hanya menampilkannya

sebagai catatan bahwa dalam bahasa Indonesia dijumpai bentuk yang seperti itu.

2.2.3 Reduplikasi Morfologis

(10)

morfologis mengacu pada cakupan bidangnya, yaitu pada tataran morfologi. Hasil (output) reduplikasi ini berupa kata, yaitu kata kompleks. Reduplikasi morfologis ini merupakan salah satu proses morfologis yang lazim dijumpai pada sebagian besar bahasa di dunia terutama bahasa yang bertipe aglutinatif.

Reduplikasi morfologis dalam bahasa-bahasa tertentu dimungkinkan memiliki bentuk dasar yang serupa dengan bentuk turunan atau bentuk kompleks. Artinya, bentuk dasar reduplikasi itu sebelumnya telah memiliki status sebagai kata kompleks, kemudian menjadi unsur proses morfologis lagi untuk membentuk kata ‘baru’ yang lain sehingga terjadi rekursi. Kembalinya kata menjadi unsur leksikal itu disebut leksikalisasi (Kridalaksana, 1989:14), dan sebaliknya, berubahnya leksem menjadi kata disebut gramatikalisasi.

Sebagai contoh, bentuk berjalan-jalan (diasumsikan bentuk dasarnya berjalan) dapat ditunjukkan prosesnya:

(1) Proses 1 : prefiksasi /ber-/ terhadap bentuk jalan menjadi berjalan.

(2) Proses 2 : leksikalisasi berjalan menjadi unsur leksikal yang biasanya disebut leksem.

(3) Proses 3 : reduplikasi bentuk berjalan menjadi berjalan-jalan. Bentuk orang-orang dapat ditunjukkan prosesnya:

(1) Proses 1 : gramatikalisasi leksem orang menjadi kata orang. (2) Proses 2 : leksikalisasi orang menjadi leksem orang.

(3) Proses 3 : reduplikasi orang menjadi orang-orang.

(11)

analisis seperti di atas dapat diterima.

2.2.4 Reduplikasi Sintaksis

Reduplikasi sintaksis merupakan reduplikasi gramatikal yang bahannya berupa leksem (ada yang menyebut morfem), dan hasilnya berupa klausa. Jadi, reduplikasi ini menghasilkan klausa, bukan lagi kata. Persoalannya, klausa di sini bukan dalam arti bentuk, melainkan dalam semantik. Perhatikan kalimat contoh berikut ini.

(1) Tua-tua masih mampu naik sepeda orang itu.

Bentuk tua-tua dalam konteks itu dapat diparafrasekan menjadi meskipun tua, walaupun tua, dan sebagainya sehingga bentuk lengkapnya adalah orang itu (sudah)

tua, yang merupakan klausa dengan tua sebagai predikat inti. Untuk jelasnya, bahwa

tua-tua merupakan reduplikasi sintaksis, dapat dilihat parafrase dibawah ini.

(2) Meskipun orang itu sudah tua, ia masih mampu naik sepeda.

Dari penjelasan ini dapat dibuktikan bahwa reduplikasi tua-tua adalah reduplikasi sintaksis.

2.2.5 Reduplikasi Semantis

Reduplikasi semantis adalah perulangan makna yang sama dari dua buah kata yang bersinonim. Misalnya, ilmu pengetahuan, alim ulama, cerdik pandai, segar bugar, muda belia, tua renta, dan gelap gulita. Kata ilmu dan pengetahuan memiliki

(12)

muda belia tidak tampak sama sekali bahwa unsur pertama berasal dari unsur kedua

atau sebaliknya.

2.2.6 Hakikat Reduplikasi

Batasan-batasan yang disebutkan di atas secara tegas memperkuat hakikat reduplikasi yang tidak lain merupakan gejala repetisi atau perulangan bentuk. Bentuk yang diulang itu ternyata disebut dengan bermacam-macam sebutan dan cara pengulangannya dapat secara utuh dapat pula hanya sebagian. Bentuk yang diulang ada yang menggunakan istilah kata, bentuk kata, bentuk dasar, bahkan ada yang menyebut leksem (lihat Parera, 1988:48; Kridalaksana, 1989:12).

Bila persoalan bentuk yang menjadi dasar perulangan timbul permasalahan istilah, persoalan hasil reduplikasi semuanya menunjukkan kesamaan persepsi, yaitu harus berupa kata, dan kata yang dihasilkan dari proses reduplikasi termasuk kata turunan atau kata kompleks. Dengan demikian, bila digambarkan akan tampak sebagai berikut.

Gambar-1. Proses Reduplikasi

(13)

sebagainya. Bentuk tuturan seperti itu tidak termasuk ke dalam reduplikasi meski terjadi peristiwa perulangan atau repetisi bentuk lingual. Misalnya, sate, sate, sate! tolong, tolong! kebakaran, kebakaran! dan sebagainya (konteksnya sengaja tidak ditampilkan secara formal).

2.2.7 Jenis-jenis Reduplikasi

Reduplikasi atau pengulangan kata dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu pengulangan secara keseluruhan, pengulangan sebagian, pengulangan yang berkombinasi dengan afiks, dan pengulangan dengan perubahan fonem (Ramlan, 2001:69).

2.2.7.1 Pengulangan Seluruh

Pengulangan seluruh adalah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem, dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Contoh:

(1) buku buku-buku

(2) sekali sekali-sekali

(3) pengertian pengertian-pengertian

2.2.7.2 Pengulangan Sebagian

Pengulangan sebagaian ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Di sini bentuk dasar tidak diulang seluruhnya. Hampir semua bentuk dasar pengulangan golongan ini berupa bentuk kompleks. Apabila bentuk dasar itu berupa bentuk kompleks, kemungkinan-kemungkinan bentuknya sebagai berikut.

(1) Bentuk dasar dengan prefiks /meN-/, misalnya:

membaca membaca-baca

melambaikan melambai-lambaikan

(14)

berlarian berlari-larian

berjauhan berjauh-jauhan

(3) Bentuk dasar dengan sufiks /-an/, misalnya:

tumbuhan tumbuh-tumbuhan

nyanyian nyanyi-nyanyian

2.2.7.3 Pengulangan yang Berkombinasi dengan Pembubuhan Afiks

Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks ialah pengulangan bentuk dasar disertai dengan penambahan afiks secara sama dan bersama-sama pula mendukung satu arti. Contoh: kereta-keretaan, kuda-kudaan, mobil-mobilan. Berdasarkan petunjuk penentuan bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Dengan demikian, dapat ditentukan bahwa bentuk dasar bagi kata ulang kereta-keretaan adalah kereta dan bukan keretaan, bentuk dasar kuda-kudaan adalah kuda dan bukan kudaan, dan mobil-mobilan adalah mobil dan bukan mobilan. Jadi, bentuk dasar kereta, kuda, dan mobil diulang menjadi kereta-kereta, kuda-kuda, mobil-mobil lalu mendapat bubuhan afiks /-an/. Prosesnya adalah

sebagai berikut:

(1) kereta kereta-kereta + -an kereta-keretaan,

(2) kuda kuda-kuda + -an kuda-kudaan,

(3) mobil mobil-mobil + -an mobil-mobilan.

2.2.7.4 Pengulangan dengan Perubahan Fonem (variasi)

(15)

2.2.8 Bentuk Dasar Reduplikasi

Setiap kata ulang memiliki satuan yang diulang. Sebagian kata ulang dengan

mudah dapat ditentukan bentuk dasarnya. Namun, sebagian kata ulang tidak mudah

untuk menentukan bentuk dasarnya. Ramlan (2001:65), mengemukakan bahwa ada

dua petunjuk dalam menentukan bentuk dasar kata ulang.

1. Pengulangan pada umumnya tidak dapat mengubah golongan kata. Dengan

petunjuk ini dapat ditentukan bahwa bentuk dasar bagi kata ulang yang termasuk

golongan kata nominal berupa kata nominal, bentuk kata ulang yang termasuk

golongan verbal berupa kata verbal, dan bentuk dasar bagi kata ulang yang

termasuk golongan kata numeralia juga berupa kata numeralia. Contoh:

a. makan-makanan (kata nominal) : bentuk dasarnya makanan (kata nominal)

b. berkata-kata (kata kerja) : bentuk dasarnya berkata (kata kerja) c. cepat-cepat (kata sifat) : bentuk dasarnya cepat (kata sifat) d. sepuluh-sepuluh (kata bilangan) : bentuk dasarnya sepuluh (kata bilangan) 2. Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa.

Contoh:

a. mempertahan-tahankan : bentuk dasarnya mempertahankan, bukan

mempertahan.

b. mengata-ngatakan : bentuk dasarnya mengatakan, bukan

mengata.

c. minum-minuman : jika bentuk dasarnya minum maka

pengulangan terbentuk dengan proses pembubuhan afiks.

d. minum-minuman : jika bentuk dasarnya minuman maka

pengulangan terbentuk dengan pengulangan sebagian.

2.2.9 Makna Reduplikasi

(16)

mengacu pada pendapat Ramlan (2001:176) mengemukakan bahwa makna reduplikasi atau pengulangan kata sebagai berikut.

1. Reduplikasi menyatakan makna ‘banyak’ yang berhubungan dengan bentuk dasar (D) .’ Contoh: mahasiswa-mahasiswa, miskin-miskin, mahal-mahal, dan rumah-rumah

2. Reduplikasi menyatakan makna ‘banyak’ yang tidak berhubungan bentuk dasar (D)’, melainkan berhubungan dengan kata yang diterangkan. Kata yang diterangkan itu pada tataran frase menduduki fungsi sebagai unsur pusat. Contoh: a. Mahasiswa yang pandai-pandai mendapatkan beasiswa (mahasiswa itu

pandai).

b. Pohon di tepi jalan itu rindang-rindang.

3. Reduplikasi menyatakan makna ‘tak bersyarat’ atau ‘konsesif ‘ dalam kalimat. Contoh: jambu-jambu mentah dimakannya.

Pengulangan pada kata jambu dapat digantikan dengan kata meskipun, menjadi meskipun jambu mentah, dimakannya.

4. Reduplikasi menyatakan makna ‘yang menyerupai apa yang tersebut pada bentuk dasar (D).’ Contoh:

a. Serupa ( D + R)

(1) kuda-kuda ‘yang meyerupai kuda.’

(2) langit-langit ‘yang meyerupai langit.’

(3) mata-mata ‘yang meyerupai mata.’

b. Dalam hal ini proses pengulangan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks /-an/. Contoh:

(1) anak-anakaan ‘yang meyerupai mobil.’

(2) mobil-mobilan ‘yang meyerupai mobil.’

(17)

5. Reduplikasi menyatakan makna ‘perbuatan tersebut pada bentuk dasar dilakukan berulang-ulang/terus menerus atau (iteratif).’ Contoh:

a. berteriak-teriak ‘berteriak berkali-kali.’

b. memukul-mukul ‘memukul berkali-kali.’

c. terapung-apung ‘terapung terus menerus’

d. turun-temurun ‘berkelanjutan turun temurun’

e. terus-menerus ‘tanpa berhenti’

6. Reduplikasi menyatakan makna ‘tindakan melakukan sesuatu tanpa tujuan yang sebenarnya’ atau mengatakan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar dilakukan dengan enaknya, atau dengan santainya, atau dengan senangnya.’ Contoh:

a. berenang-renang ‘tanpa tujuan sebenarnya’

b. menari-nari ‘tanpa tujuan sebenarnya.’

c. mencoba-coba ‘tanpa tujuan sebenarnya’

d. berjalan-jalan ‘berjalan dengan santainya.’

e. makan-makan ‘makan dengan santainya.’

7. Reduplikasi menyatakan makna ‘perbuatan pada bentuk ini dilakukan oleh dua pihak dan saling mengenai atau berbalasan.’ Dengan kata lain, pengulangan ini

8. Reduplikasi menyatakan makna ‘hal-hal yang berhubungan dengan perkejaan yang tersebut pada bentuk dasar (D).’ Contoh:

a. cetak-mencetak ‘hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan mencetak.’ b. jilid-menjilid ‘hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan menjilid.’ 9. Reduplikasi menyatakan makna ‘agak.’ Contoh:

a. Agak ( D + R)

(1) samar-samar ‘agak samar’

(18)

b. Agak (( D + R) + ke -/-an)

(1) keibu-ibuan ‘agak keibuan.’

(2) keanak-anakan ‘agak kekanak-kanakan.’

(3) kemerah-merahan ‘agak merah.’

(4) kebiru-biruan ‘agak biru.’

10. Reduplikasi menyatakan makna ‘tingkat yang paling tinggi yang dapat dicapai.’ Dalam hal ini pengulangan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks /se-nya/. Contoh:

a. sepenuh-penuhnya ‘tingkat penuh yang paling tinggi yang dapat dicapai; sepenuh mungkin.’

b. serajin-rajinnya ‘tingkat rajin yang paling tinggi yang dapat dicapai; serajin mungkin.’

11. Selain dari makna yang tersebut di atas, terdapat juga proses pengulangan yang sebenarnya tidak mengubah arti bentuk dasarnya, melainkan hanya menyatakan intensitas perasaan. Contoh:

a. mengharapkan bandingkan dengan kata mengharap-harapkan

b. membedakan bandingkan dengan kata membeda-bedakan.

2.2.10 Bahasa Angkola Mandailing

Bahasa Angkola dan Mandailing sebenarnya tidak terpisahkan karena kedekatan kultural dan geografis. Berdasarkan hasil pemetaan bahasa yang dilakukan oleh Tim Pemetaan Bahasa, Balai Bahasa Medan, Pusat Bahasa, tahun 2007 menunjukkan bahwa antara bahasa Angkola dan Mandailing tidak mempunyai perbedaan yang signifikan.

(19)

tersebut, maka dapat dibuktikan bahwa penggunaan nama atau istilah bahasa untuk bahasa Angkola dan Mandailing tidak bisa digunakan sebab persentase perbedaannya hanya 48,75%. Ini berarti istilah yang cocok digunakan untuk bahasa-bahasa tersebut adalah Angkola Mandailing karena perbedaannya hanya pada subdialek. Jadi, bahasa Angkola dan Mandailing merupakan satu bahasa yang sama.

2.3 Landasan Teori

(20)

9. Tipe R-9 : ((D + R) + meN-/-kan): menggerak-gerakan, melambai-lambaikan,

17. Reduplikasi semantik, yaitu proses pengulangan arti melalui penggabungan dua bentuk yang bersinonim: cerdik-pandai, arif-bijaksana, tutur-kata, ilmu-pengetahuan, semak-belukar.

18. Bentuk-bentuk residu (bentuk yang sangat terbatas): hal-ihwal, adat-istiadat, alim-ulama, sebab-musabab, warta-berita.

(21)

gramatikalnya. Sebaliknya, ada yang mengakibatkan perubahan arti gramatikal tanpa diikuti oleh perubahan arti leksikalnya.

Ada reduplikasi yang artinya dapat segera ditentukan tanpa harus memperlihatkan konteks kata ulang yang bersangkutan, misalnya rumah-rumah dari kata dasar rumah. Reduplikasi yang demikian disebut reduplikasi bebas konteks. Di pihak lain, ada reduplikasi yang artinya bergantung pada konteksnya. Misalnya, arti reduplikasi tidur-tidur pada kalimat (1) Sudah dua hari dua malam dia tidak tidur-tidur (- tidur-tidur) dan kalimat (2) Dia tidak tidur-tidur, hanya tidur-tidur-tidur-tidur (- tidur-tidur). Reduplikasi

yang demikian disebut reduplikasi terikat konteks.

Selain itu, ada yang menunjukkan bahwa arti yang dapat dihubungkan dengan reduplikasi tertentu bergantung pada ciri semantis bentuk yang dikenainya. Misalnya, arti yang terdapat pada ketik-mengetik, berbeda dengan arti yang terdapat pada pukul-memukul. Perbedaan arti yang demikian berdasarkan pada ciri semantis

masing-masing dasar yang bersangkutan: mengetik berciri (-resiprokatif) dan memukul berciri ( + resiprokatif).

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

pelanggan; (7)Fungsi pengiriman; (8)Fungsi dalam penyerahan barang atas dasar surat pesanan penjualan yang diterima dari fungsi penjualan; (9)Fungsi penagihan; (10)Fungsi

Betonisasi Jalan Antar Desa Karangsari– Karangtowo-Dukun Karangtengah Kabupaten Demak.. Satuan Kerja Perangkat Daerah : Kecamatan Karangtengah

Dalam penelitian ini dilakukan wawancara mendalam yaitu suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara bertatap muka langsung dengan informan dengan

Jika sebaran data yang dihasilkan pada proses TDLDA mempunyai distribusi yang tidak linier, maka salah satu metode yang digunakan SVM untuk mengklasifikasikan

Isi modul ini : Ketakbebasan Linier Himpunan Fungsi, Determinan Wronski, Prinsip Superposisi, PD Linier Homogen Koefisien Konstanta, Persamaan Diferensial Linier Homogen

Bahasa Melayu Pasar merupakan bahasa campuran (pijin) yang menyebar ke sebagian wilayah Indonesia yang pada akhirnya menjadi kreol dengan sebutan, misalnya, dialek

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang maha Esa karena atas nikmat-Nya penyusunan Laporan Kuliah Kerja Magang (KKM) STIE PGRI Dewantara Jombang dapat diselesaikan tepat