• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Simbolis Pakaian Dinas Abdidalem K (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makna Simbolis Pakaian Dinas Abdidalem K (1)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MA K NA S IMB OL IS PA K A IA N D INA S A B D ID A L E M K E R A T ON Y OG Y A K A R T A

Nail H ik am F aqihuddin NIM: 15/381266/F I/04066

Mahasiswa S 1 Ilmu F ilsafat, F akultas F ilsafat, Universitas Gadjah Mada E mail: nail.hikam.f@ mail.ugm.ac.id

Abdidalem K eraton played an important role as a servant of cultural and local-wisdom of Y ogyakarta. Researcher assumes that the duties of the abdidalem as a cultural servant have been reflected in his official garb, the peranakan. T his study aims to find symbolic meaning of peranakan garb and used by Abdidalem of Y ogyakarta Palace, especially abdidalem punakawan.

K eywords: Abdidalem of Y ogyakarta Palace, C ulture-servants, Peranakan, Sym bolic-meaning

A bdidalem K eraton berperan penting sebagai abdi budaya dan kearifan lokal Y ogyakarta. Peneliti berasumsi bahwa tugas abdidalem sebagai abdi budaya telah tercermin dalam pakaian dinasnya, yaitu peranakan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari makna simbolis baju peranakan yang dipakai para A bdidalem K eraton Y ogyakarta, khususnya abdidalem punakawan.

K ata K unci: A bdidalem K eraton Y ogyakarta, A bdi-budaya, Peranakan, Makna simbolis

Pendahuluan

E ksistensi K eraton Y ogyakarta di-harapkan bukan hanya sebagai objek wi-sata semata, tetapi juga semacam suluh budaya yang dapat menyatukan konsep nasionalisme, baik tingkat nasional mau-pun tingkat lokal (S atria, 2011). D engan begitu, kearifan lokal K eraton akan tetap terjaga. A palagi di era globalisasi dan per-kembangan iptek yang sangat pesat, nilai-nilai kearifan lokal sudah semakin terge-rus. S alah satu usaha K eraton untuk men-jaga local wisdom tersebut adalah me-maksimalkan peran abdidalem sebagai abdi budaya.

A bdidalem merupakan orang-orang yang mengabdikan diri sepenuhnya pada K eraton. Menurut ( Haryanti, 1998) mengabdi kepada S ultan dianggap juga mengabdi kepada T uhan Y ME . A bdida-lem bukanlah pembantu atau pelayan, melainkan sebagai bagian penting dalam K eraton Y ogyakarta untuk menjaga agar roda pemerintahan tetap berjalan.

(2)

krama adat Y ogyakarta. S elain sebagai suri tauladan, abdi budaya juga berarti mendedikasikan seluruh hidupnya untuk menjaga dan melestarikan budaya serta kearifan lokal K eraton pada khususnya, dan Y ogyakarta pada umumnya.

A bdidalem berdasarkan tugasnya dibagi mejadi dua kelompok besar: abdi-dalem punokawan (A D P) dan keprajan (A DK ) (K ratonjogja.id, 2016). A DK berasal dari T NI, Polri, dan PNS sedang-kan A DP berasal dari kalangan masya-rakat umum. A DP dibagi dua golongan: tepas dan caos. A D P T epas memiliki jam kerja yang tetap layaknya bekerja di kan-tor, sedangkan A D P caos bekerja setiap sepuluh hari sekali. Mereka bekerja untuk mencari ketenangan, ketrentaman, keba-hagiaan dengan prinsip nyawiji, greget, sengguh, lan ora mingkuh, nguri-nguri kabudayan, sugih tanpo bondo, ngalap berkah, sangkan paraning dumadi, gologn gilig, manunggaling kawula gusti, srawung lan ngleru pepat, hamemayu hayuning bawono, hamewangun karinak tiyasing sesama, dan bekerja dengan penuh mawas diri ( A nshori, 2013).

Motivasi abdidalem untuk meng-abdi tidak didasarkan atas kebutuhan ma-terial. B ahkan, pada dasarnya abdidalem tidak memiliki hak gaji (Sudaryanto, 2008). Hanya saja K eraton memberikan

sedikit imbalan pada abdidalem punoka-wan berupa gaji antara R p2.000-20.000. Hal ini dikarenakan konsep kesejahteraan abdidalem ditentukan dari keluarga yang harmonis, terhindar dari konflik, keseha-tan, berkecukupan (sederhana), dan dapat mengabdi kepada S ultan (Nurmasanti, 2017). T indakan abdidalem dilandasi oleh sikap nrimo sehingga dalam menjalankan tugas ia selalu bertanggung jawab dan ikhlas (R ahayu, 2015).

D alam menjalankan tugasnya, ab-didalem diwajibkan memakai pakaian dinas yang disebut peranakan. D ilansir dari K ratonJ ogja.id, peranakan berasal dari kata di-per-anak-kan. Oleh karena itu sesama abdidalem dianggap sebagai sau-dara seibu. Pakaian tersebut dilengkapi dengan blangkon dan jarik batik J ogja, dan jika telah mencapai pangkat tertentu dilengkapi dengan keris. Uniknya, abdi-dalem tidak mengenakan alas kaki saat bertugas. Menurut penelitian yang dilaku-kan oleh Marinda dkk (2016), nyeker merupakan bentuk loyalitas abdidalem terhadap S ultan dan penghormatan kepa-da tempat yang dianggap suci seperti K e-raton Y ogyakarta.

(3)

penelitian tersebut belum menyentuh baju peranakan sebagai identitas abdidalem yang juga merepresentasikan fungsinya sebagai abdi budaya, termasuk blangkon, jarik, dan keris yang dipakai. Peneliti berusaha menggali hal tersebut dan meng-inventarisasikan berbagai penelitian terpi-sah yang telah dilakukan.

M etode Penelitian

Penelitian ini menggunakan meto-de meto-deskriptif kualitatif karena penelitian ini berusaha mencari jawaban melalui pe-nelitian yang telah dilakukan orang lain sehingga uraiannya menggunakan kata-kata. Pada hakikatnya penelitian deskrip-tif kualitadeskrip-tif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek dengan tujuan membuat des-kriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta atau fenomena yang diselidiki (C evilla, 1993). Oleh karena itu, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan didukung dengan mela-kukan wawancara terhadap narasumber.

Objek penelitian ini adalah pakai-an dinas abdidalem K eraton Y ogyakarta. Oleh karena pakaian dinasnya berbeda-beda sesuai pangkat dan jabatannya, maka peneliti mempersempit objek penelitian berupa pakaian dinas yang dipakai oleh A bdidalem Punokawan C aos. S eragam

dinasnya disebut peranakan terdiri dari baju lurik, blangkon, jarik batik, dan keris. A dapun keris hanya boleh diguna-kan jika sudah mencapai pangkat tertentu sebagai abdidalem caos.

T ahap penelitian dimulai dengan mengumpulkan data baik primer maupun sekunder. D ata primer dalam penelitian ini berupa jurnal, buku, laporan penelitian, ataupun artikel yang memuat informasi-informasi yang dapat dipercaya dan otentik tentang makna simbolis dalam pakaian dinas yang merepresentasikan fungsinya sebagai abdi budaya. D ata sekunder berupa verifikasi di lapangan dengan mewawancarai beberapa abdi-dalem caos secara langsung. S etelah data terkumpul, peneliti menganalisis data dengan teknik analisis data berupa reduk-si data yang tidak relevan, menyajikan data, kemudian menarik kesimpulan. H asil dan Pembahasan

Peranakan

(4)

sesama abdidalem adalah saudara. B erda-sarkan wawancara yang dilakukan oleh S epti S atriani dengan K R T A diwongso, seseorang yang telah lulus menjadi abdi-dalem otomatis dijadikan ‘ saudara’ atau ‘ kerabat’ K eraton (Satriani, 2017). A ntar-abdidalem saling menyapa dengan sapaan “C o! K onco” yang berarti saudara. D ari sini terlihat bahwa nilai persaudaraan sangat dijunjung tinggi oleh abdidalem K eraton. S eseorang yang telah memakai peranakan maka hak dan kewajibannya sebagai abdidalem melekat padanya.

Gambar1. Peranakan, pakaian dinas abdidalem

Peranakan merupakan satu set pakaian yang terdiri dari baju lurik biru-biru gelap— dan ada juga yang coklat-hitam— dengan bawahan jarik bermotif batik. S ebagai penutup kepala dipakai blangkon— biasanya berwarna hitam— dan keris sebagai aksesoris tambahan se-telah mencapai pangkat tertentu dalam sistem jabatan abdidalem punokawan.

Baju L urik

Istilah lurik berasal dari bahasa J awa ‘ lorek’ atau ‘ rik’ yang berarti lajur atau garis-garis belang. Menurut W idodo (2008), tenun lurik merupakan tenun yang bermotif garis-garis. Menurut D horifi (2007), “lurik pada dasarnya berupa susu-nan garis-garis dari berbagai warna yang membentuk barisan ragam hias. Garis-garis lurus melambangkan ketegasan dan kedinamisan. C orak lurik merupakan uca-pan kekuatan dan semangat uca-pantang me-nyerah warga J awa T engah dalam meng-hadapi kehidupan mereka.” ( D horifi, 2007)

Gambar2. Motif baju lurik telupat

(5)

dalam kepercayaan tradisional J awa melambangkan kehidupan dan kemakmu-ran yang artinya merupakan pitulungan atau pertolongan dari yang Maha K uasa (S uprayitno & A riesta, 2014). Garis-garis tiga dan empat atau disebut telupat berarti K awulu Minagka Prepat atau direngkuh untuk menjadi saudara kandung yang mesra dan saling memahami (J atiningrat, 2017).

B agian kerah terdapat tiga pasang kancing sehingga berjumlah enam, yang melambangkan rukun iman, sedangkan kancing berjumlah lima di lengan melam-bangkan rukun Islam dan Pancasila (A tmoperbowo, 2017). Menurut penutu-ran M.P. A tmoperbowo (2017), salah seorang abdidalem caos berpangkat pene-wu, cara memakai baju lurik peranakan terbilang unik. D ia harus mengangkat kedua tangannya lurus ke atas, dimasukkan ke lengan baju, lalu menyusul kepala dan badan, layaknya memakai kaos.

B aju lurik ini termasuk dalam je-nis baju surjan. S urjan adalah baju laki-laki khas J awa berkerah tegak, lengan panjang, terbuat dari bahan lurik atau cita berkembang ( L istah, 2016). K ata surjan merupakan akronim dari suraksa-janma yang berarti ‘ menjadi manusia’. A da juga yang berpendapat bahwa ‘ surjan’ berasal

dari bahasa A rab sirōjan yang berarti ‘ pe-lita atau penerang’ (J atiningrat, 2008). Pakaian ini juga disebut sebagai pakaian taqwa, sebagaimana pencipta baju ini— S unan K alijaga— menyebutnya demikian ( L istah, 2016).

Blangkon

Blangkon, berasal dari kata blang-ko yang berarti mencetak blang-kosong, adalah suatu nama yang diberikan pada jenis-jenis iket yang telah dicetak (T iana, et al., 2013). Menurut wawancara yang dilaku-kan oleh T iana dkk. dengan K R T W idya A nindita pada 15 J uli 2013, tujuan dibuat blangkon adalah sebagai (1) pelindung kepala, (2) kelengkapan pakaian, dan (3) wujud keindahan. D i Y ogyakarta, terda-pat banyak jenis blangkon baik dari motif-nya, bentukmotif-nya, bahkan golongan sosial si empunya.

Gambar3. B langkon

(6)

meru-pakan pegawai pemerintah, maka Pergub ini juga berlaku untuknya. D alam Pergub tersebut, blangkon yang dipakai bermotif modang, kumitir, blumbangan, wulung. Gambar3 di atas merupakan blangkon motif wulung.

B langkon, dilihat dari makna etis-nya, dipengaruhi faktor rasa tradisi orang J awa dan berhubungan dengan kepriba-dian orang J awa itu sendiri (T iana, et al., 2013). B langkon pola Y ogyakarta dipe-ngaruhi faktor rasa orang Y ogyakarta agar orang yang memakainya terlihat baik sopan, pantas, dan berwibawa. Hubungan dengan kepribadian orang J awa adalah sifatnya yang sopan, tutur katanya baik dan lemah lembut. K esemuanya itu mele-kat pada diri abdidalem.

J arik Batik Y ogyakarta

J arik adalah kain panjang berwar-na latar hitam dengan corak batik warberwar-na coklat dengan motif batik yang beraneka ragam. Menurut Pergub D IY no.87/2014, jarik tersebut biasanya dipilih motif batik berlatar warna hitam atau putih, baik cap atau tulis, serta ciri kain batik tersebut me-miliki sered berwarna putih dan diwiru, dililitkan dari arah kanan ke kiri untuk laki-laki dan dari kiri ke kanan untuk perempuan. A dapun motif batik Y ogya-karta antara lain berjenis sidomukti, sido-luhur, sidoasih, sekarjagad, taruntum,

kawung klithik, parang rusak kecil, godek, purbonegara, wahyu tumurun, ciptaning, gringsing mangkoro, nitik cakar, kasatri yan. Masing-masing memi-liki makna dan fungsinya masing-masing. Penulis cukup kesulitan mengidentifikasi jarik batik yang digunakan abdidalem caos ketika bertugas. A kan tetapi, bebera-pa motif di bawah ini pernah dibebera-pakai oleh abdidalem caos.

Gambar4. Motif B atik C iptoning

Motif C iptoning memiliki harapan agar orang yang memakainya menjadi orang yang bijak, mampu memberi petunjuk ja-lan yang benar.

Gambar5. Motif B atik C eplok K satriyan

(7)

A dapun kain yang dilarang dipakai, atau hanya dipakai oleh kalangan tertentu, ter-masuk abdidalem, adalah sebagai berikut.

Gambar6. Motif B atik Parang R usak

Motif ini hanya boleh dipakai oleh R aja, A dipati, Gusti K anjeng R atu, Gusti K an-jeng B endara pada saat acara tertentu.

Gambar7. Motif B atik K awung

K ain bermotif kawung hanya boleh dipa-kai oleh Pangeran, putra-putri D alem, dan S entana D alem atas D awuh D alem untuk menghadiri upacara/acara tertentu.

Gambar8. Motif B atik Parang Slobog

K ain Parang S lobok adalah kain yang khusus dibuat untuk kepentingan penutup (lurup) keluarga dan sentana D alem yang meninggal dunia, sebelum dimakamkan.

Gambar9. Motif B atik Parang R usak

Motif ini hanya boleh dipakai oleh R aja pada upacara tertentu di K eraton.

(8)

K eris

T idak seperti atribut lainnya, keris hanya boleh dipakai oleh abdidalem yang telah berpangkat minimal bekel enom (A tmoperbowo, 2017). A dapun jenjang kepangkatan abdidalem punokawan dan kaprajan dapat dilihat di lampiran. D ari penjelasan M. P. A tmoperbowo, abdida-lem yang telah memakai keris menanda-kan bahwa setidaknya ia telah mencapai pangkat bekel enom. Menurut penelitian yang dilakukan oleh A rdi (2010), keris merupakan suatu visualisasi dari simbol-simbol yang memiliki pemaknaan yang dalam dan rumit, simbol-simbol ini tidak hanya pada visualisasi bentuk kerisnya akan tetapi juga berkait dengan karakte-ristik masing-masing keris. K araktekarakte-ristik keris didasari pada status sosial, waktu, tempat, penggunaanya. K eris yang dimili-ki R aja akan berbeda dengan K eris abdi-dalem, di antaranya adalah karakteristik dari benda keris tersebut.

Gambar10. K eris yang dipakai A bdidalem

Istilah keris berasal dari kata ke-iris yang artinya ‘ terpotong’ (S iswanto, 2012). J arwadhasa kata keris dalam

ba-hasa J awa adalah kekeran aris; kekeran berarti pagar, penghalang, peringatan, pe-ngendalian; aris berarti tenang, hati-hati, dan halus. S eseorang yang memakai keris harus dapat ngeker atau memagari, me-ngendalikan diri secara arif, hati-hati, jangan sampai memamerkan dirinya (S utrisna, 2009).

(9)

memili-ki tuah. A dapun golongan baru mengang-gap keris hanya sebagai bagian dari seja-rah dan pengetahuan tentang keris, tidak ada makna di balik simbol-simbol.

Makna simbolis keris yang dipa-kai abdidalem saat ini hampir bisa dikate-gorikan sama seperti pandangan golongan baru terhadap keris. Namun, masih ada beberapa abdidalem yang mempercayai daya magis dari keris dan benda pusaka lainnya. Hal ini dikarenakan, menurut penuturan M. P. A tmoperbowo, saat ini orang-orang telah dipengaruhi oleh pen-didikan dan budaya kontemporer, tetapi masih menyisakan orang tua yang masih percaya hal magis, sehingga orang boleh saja mempercayainya atau tidak. B eliau sendiri lebih cenderung sebagai golongan baru yang tidak mempercayai hal-hal magis dalam keris dan benda pusaka lain-nya. K eris hanyalah atribut lain yang di-pakai abdidalem jika telah mencapai pangkat bekel anom.

S impulan

Peranakan adalah pakaian dinas resmi abdidalem K eraton Y ogyakarta saat bertugas. Pakaian itu terdiri dari baju lurik telupat berwarna biru-biru tua, blangkon, jarik batik Y ogyakarta, dan keris. Perana-kan merupaPerana-kan simbol persaudaraan ant-ara abdidalem K eraton.

B aju lurik telupat, jarwadhasa dari K awulu Minangka Prepat, yang ber-arti direngkuh untuk menjadi saudara kandung yang mesra dan saling memaha-mi. B agian kerah memiliki kancing ber-jumlah enam, melambangkan rukun iman dan bagian lengan memiliki lima kancing melambangkan rukun Islam. B aju ini me-representasikan nilai persaudaraan dan re-ligiusitas yang dijunjung tinggi.

B langkon merupakan atribut yang melambangkan kepantasan, kewibawaan, dan kesopanan bagi orang yang memakai-nya. J arik batik Y ogyakarta melambang-kan identitas abdidalem sebagai orang J awa asli Y ogyakarta. T iap motif melam-bangkan makna tertentu yang kompleks. J arik juga melambangkan kelas sosial si pemakainya menurut motif tertentu.

K eris dipandang oleh golongan awam sebagai benda pusaka bertuah dan memiliki kekuatan magis. Oleh golongan khusus, ia memiliki filosofi kehidupan bagi orang J awa di samping daya magis yang dikandungnya. S edangkan bagi go-longan baru, keris hanyalah bagian dari sejarah dan pengetahuan manusia.

(10)

R eferensi

A nshori, N. S ., 2013. Makna K erja (Meaning of W ork) : S uatu Studi E tnografi A bdidalem K eraton Ngayogyakarta Hadiningrat D aerah Istimewa Y ogyakarta. J urnal Psikologi Industri dan Organisasi, Desember, 2(3) , pp. 157-162.

A rdi, P. B ., 2010. K eris Sebagai Salah Satu Simbol Identitas Priyayi J awa di K eraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Studi K asus Abdi D alem K eraton Yogyakarta), Semarang: Universitas Negeri Semarang. A tmoperbowo, M. P., 2017. Busana Peranakan Abdidalem Y ogyakarta [ W awancara] (1 Oktober 2017).

C evilla, C . G., 1993. Pengantar Metode Penelitian, J akarta: Universitas Indonesia. D armaputri, G. L ., 2015. R epresentasi Identitas K ultural dalam Simbol -S imbol pada B atik T radisional dan K ontemporer. C ommonline D epartemen K omunikasi, J anuari, 4( 2) , pp. 45-55.

D horifi, Z ., 2007. Tenun Tradisional Indonesia, J akarta: Dewan K erajinan Nasional.

E ndrawati, E ., 2015. Posisi K eris pada Masyarakat J ogj a Modern. J urnal

K omunikasi Universitas Tarumanegara, J uli, 7( 2), pp. 124-136.

Haryanti, K ., 1998. Motivasi K erja A bdi D alem K eraton Y ogyakarta: S uatu

Pendekatan K ualitatif. Psikodimensia K ajian Ilmiah Psikologi, I(3) , pp. 144-151.

J atiningrat, K . R . T ., 2008. Rasukan Takwa L an Peranakan ing K araton Ngayogyakarta Hadiningrat, Y ogyakarta: T epas D warapura K araton Ngayogyakarta Hadiningrat. J atiningrat, K . R . T ., 2017. Busana Peranakan Abdidalem Y ogyakarta [ W awancara] (1 Oktober 2017).

K ratonjogj a.id, 2016. Tugas dan F ungsi Abdi D alem. [ Online]

A vailable at: http://kratonjogja.id/abdi-dalem/3/tugas-dan-fungsi-abdi-dalem [ Diakses 4 Desember 2017].

L istah, N., 2016. Busana Adat J awa. [ Online]

A vailable at:

https://id.scribd.com/document/365428391/ B usana-A dat-J awa

[ Diakses 6 Desember 2017].

Marinda, F ., Suryaningtyas, L . A ., Y aka, R . W . & Hendrato, M. L ., 2016. Menguak Makna "Nyeker" Abdidalem K asultanan Y ogyakarta, Y ogyakarta: Universitas Negeri Y ogyakarta.

Nurmasanti, A ., 2017. K esejahteraan dalam Perspektif Abdidalem K eraton K asultanan Y ogyakarta (Pasca Berlakunya Undang-Undang K eistimewaan no. 13 T ahun 2012), Y ogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan K alijaga.

R ahayu, S., 2015. K onsep Nrimo dalam Ranah K erja Abdidalem K eraton

Y ogyakarta, Y ogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan K alijaga.

Satria, 2011. Pengamat UGM: K eraton Ngayogyakarta Harus Menjadi Suluh Budaya. [ Online]

A vailable at:

https://ugm.ac.id/id/berita/3299-pengamat.ugm:.keraton.ngayogyakarta.harus .menjadi.suluh.budaya

[ Diakses 4 Desember 2017].

Satriani, S ., 2017. Peranakan dan Serat K ekancingan: S ebuah Identitas A bdidalem keraton Y ogyakarta. J urnal Penelitian Politik, J uni, 14(1) , pp. 45-54.

Siswanto, N., 2012. Metafisika Simbol K eris. J urnal F ilsafat, A pril, 22(1) , pp. 69-89.

Sudaryanto, 2008. Hak dan K ewajiban A bdi D alem D alam Pemerintahan K raton. Mimbar Hukum, 20( 1), pp. 1-191.

(11)

Solo-Y ogyakarta. Humaniora, Oktober, 5( 2), pp. 842-851.

Sutrisna, B ., 2009. Gambaran Manusia dalam K eris. D alam: editor, penyunt. K earifan Nusantara. Y ogyakarta: K epel Press, p. 50.

T iana, L . A ., Maskun & W akidi, 2013. A nalisis Makna B langkon Pola Y ogyakarta.

J urnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah PE SAGI, 1( 5), pp. 25-36.

(12)

L A MPIR A N T abel 1

Gambar

Tabel 1  Jenjang Kepangkatan Abdidalem Punokawan dan Keprajan

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi campuran media tanam dan volume pemberian air menunjukkan hasil berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi, diameter bonggol, jumlah pelepah daun

Pola Konsumsi Panga Tinggi Lemak dan Protein Hewani Serta Hubungannya Terhadap Kejadian Obesitas dan Hipertensi di Nagari Koto Laweh, Sumatra Barat. Institut

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terlihat bahwa penggunaan bahasa daerah oleh orang tua dalam ranah keluarga dapat berpegaruh pada pergeseran serta pemertahanan

Mekanisme Single Instruction dalam Trustee Agreement telah membuka peluang bagi KKKS untuk melakukan pendistribusian hasil lifting gas yang tidak sesuai dengan Work Program

a) Kelas dibagi menjadi delapan kelompok kecil, yaitu kelompok A, B, C, D, E, F, G, dan H. b) Setiap anggota kelompok kecil berjumlah 3-4 orang. c) Tempat duduk diatur

Dari pengertian singkat di atas dapat dijumpai di dalamnya beberapa unsur yang memberikan wujud pengertian perjanjian, antara lain hubungan hukum yang menyangkut hukum kekayaan

menggunakan model regresi parsial, terdeteksi adanya gejala flypaper e ff ect pada belanja da- erah kabupaten dan kota di Sulawesi yang bersumber dari dana bagi hasil pajak /