• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian dan Pengelompokan Makharijul Huruf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengertian dan Pengelompokan Makharijul Huruf"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Al-Quran adalah Kalamullah (firman Allah -Subhanahu Wa Ta'ala-), merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad -Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam- dengan perantara Malaikat Jibril. Di dalam surah Muzzammil ayat 5, Allah berfirman:

"... dan bacalah olehmu Al-Quran ini dengan pelan/tartil (bertajwid)."

Hukum orang yang mempelajari Ilmu Tajwid adalah Fardhu Kifayah. Dan hukum mengamalkannya adalah Fardhu Ain. Dan umat Islam yang dapat membaca Al-Quran, wajib hukumnya belajar Tajwid, supaya terpelihara huruf, makhraj, ghunnah, dan Mad-nya.

Mari kita belajar dan tidak bosan membaca dan menggali isi Al-Quran, serta mengamalkannya.

"... dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan'." (QS. Thaahaa: 114).

Nun Sukun & Tanwin

Hukum Nun dan Tanwin berlaku apabila bertemu dengan huruf-huruf tertentu

Hukum Mad

Adalah hukum yang mengatur panjang bacaan. Salah satunya adalah Mad Thobi'i yang merupakan kunci untuk membentuk Hukum-Hukum Mad Far'i

Hukum Mim Sukun

(2)

Pengertian dan Pengelompokan Makharijul Huruf

Makhraj artinya tempat keluar. Makharijul Huruf adalah tempat keluarnya huruf-huruf pada saat dilafalkan.

Pembaca Al-Quran yang baik, bukan saja harus mengetahui hukum-hukum tajwid, tetapi juga harus

memperhatikan dan memahami makhraj dan sifat dari huruf-huruf yang dibacakan.

Sejumlah ulama dan ahli-ahli qiraat memiliki perbedaan dalam pengelompokan (pengklasifikasian) Makharijul

Huruf, namun secara garis besar intinya adalah sama.

Terdapat 17 Makhraj yang diklasifikasikan menjadi 5 tempat, yaitu:

1. Al-Halqi / Tenggorakan (

قل ح لا

) , terdapat 3 Makhraj :

 Tenggorakan Dalam (Pangkal Tenggorakan): huruf

ا

dan

. ه

Ingat, di dalam hukum Mad Badal sudah dijelaskan bahwa huruf Hamzah (

ء

) dan Alif (

ا

) adalah sama. Dapat dikatakan sebagai saudara kembar yang sama dalam pengucapannya,

namun berbeda fungsi dan tugasnya apabila masuk ke Hukum Mad, misalnya Hukum Mad

Munfashil dan Mad Muttashil.

Hamzah dapat dijadikan sukun (berharakat Sukun), sementara Alif tidak ada harakat sukun. Di

sini kami tulis Hamzah-Alif (

ا

) untuk memudahkan mengingat

 Tenggorakan Tengah: huruf

ح

,

ع

(3)

2. Al-Lisani / Lidah (

ناس ل لا

), terdapat 10 Makhraj:

 Pangkal lidah dekat tenggorakan menyentuh sekitaran ‘anak tekak’ atau berada di atas pita suara:

ق

 Pangkal lidah menyentuh langit-langit belakang:

ك

 Lidah bagian tengah menekan langit-langit atas:

ش

,

ج

,

ي

 Ujung lidah dirapatkan pada Gigi Geraham atas, dan Tepi Lidah (kiri dan kanan) ditekan ke Gigi

Geraham:

ض

 Ujung permukaan lidah ditekan ke Gusi di atas Gigi Seri atau Gigi Atas Bagian Tengah:

ل

 Ujung lidah ditekan sedikit lebih ke atas dari makhraj Lam:

ن

 Ujung lidah dinaikkan ke langit-langit atas sedikit melengkung, sehingga terlihat lidah bagian belakang :

ر

 Ujung lidah ditekan ke Pangkal Gigi Seri bagian atas (Gigi Seri adalah Gigi Tengah):

ت

,

د , ط

 Ujung lidah ditekan ke belakang Gigi Seri bagian bawah :

ص

,

ز

,

س

(4)

3. Asy-Syafawi /bibir (

يوف ش لا

), terdapat 2 Makhraj:

 Bibir Bawah ditekan ke Gigi Seri bagian atas :

ف

 Bibir Bawah dan Atas posisi tertutup atau merapat, yaitu

و

,

م

,

ب

(5)

4. Al-Jaufi / Rongga Mulut (

فوج لا

), terdapat 1 Makhraj:

 Merupakan makraj untuk huruf-huruf Mad yang dilepaskan ke dalam Rongga Mulut

:

ا

,

و

,

ي

5. Al-Khaisyhumi / Pangkal Hidung (

موش ي خ لا

), terdapat 1 Makhraj:
(6)

 pada hukum Nun Sukun (

ن

) dan tanwin (

, ,

), yaitu Ikhfa Haqiqi, Iqlab, dan Idgham Bighunnah.

 pada hukum Mim Sukun (

م

), yaitu Ikhfa Syafawi dan Idgham Mitslain,

 hukum Ghunnah Musyaddadah, yaitu huruf Mim Bertasydid (

م

) dan Nun Bertasydid (

ن

).

 hukum Idgham Mutajanisain hanya untuk Ba Sukun (

ب

) bertemu dengan huruf Mim Berharakat

(

م

).

 hukum Mad Lazim Harfi Mukhaffaf hanya dikhususkan untuk huruf ‘Ain tanpa harakat (

ع

).

Dari pengelompokan Makharijul Huruf ini perlu diperhatikan bahwa terdapat beberapa huruf yang memiliki Makhraj yang sama. Namun, ketika dilapalkan – bunyi atau suara dari huruf-huruf tersebut tidaklah sama. Maka

(7)

Hukum Alif Lam Ta’rif (Ma’rifah)

Alif Lam Ta’rif atau sering disebut juga dengan Alif Lam Ma’rifah adalah hukum Tajwid yang berlaku untuk

kata yang diawali dengan huruf Alif-Lam (

لا

). Diistilahkan dengan Ta’rif atau Ma’rifat karena membahas “suatu nama benda (isim)” secara khusus -sudah dikenal atau seringkali disebutkan- secara jelas dan tegas.

Misalnya,

م ج لا

yang berarti bintang atau

ن و ر ف لا

yang berarti orang-orang kafir.

Penggunaan Alif-Lam (

لا

) pada Asmaul Husna (nama-nama baik Allah -subhanahu wa ta’ala-) juga termasuk dalam hukum Alif Lam Ta’rif. Kecuali, penyebutan untuk huruf Lam yang terdapat dalam lafal

ALLAH (

), yang berlaku adalah Hukum Alif Lam Jalalah.

Hukum Alif-Lam (

لا

) dapat terjadi di awal maupun di tengah ayat. Cara membacanya sangat berpengaruh dengan huruf setelahnya. Dan apabila diwashalkan, sangat terikat dengan huruf sebelumnya.

Hukum Alif Lam Ta’rif terdiri dari dua macam, yaitu:

1. Alif Lam Qamariah

2. Alif Lam Syamsiah

Sebelum masuk pada kedua hukum tersebut, ada baiknya sedikit mengenal tentang Hamzah Washal berharakat

Fathah.

Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah dan Syamsiah

Huruf Alif pada hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah memiliki fungsi sebagai penyambung kata

yang dikenal dengan nama Hamzah Washal, ada pula yang menyebutnya dengan istilah Alif Washal. Hamzah

Washal adalah huruf hamzah secara pengucapan dan berupa Alif secara tulisan.

Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah selalu berharakat Fathah.

Perlu diketahui bahwa huruf Alif pada mushaf standar Indonesia untuk Hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah – diawal ayat atau di samping tanda waqaf – terjadi ketidakkonsistenan. Seringkali Alif dibantu

(8)

Penulisan harakat Fathah pada hukum Alif-Lam Ta’rif pada mushaf standar Indonesia tentunya berdasarkan

Musyawarah Kerja Ulama Ahli Al-Quran berserta Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran Indonesia. Kemungkinan

besar, tujuan penambahan harakat Fathah tersebut adalah untuk memberikan kemudahan bagi pembaca

Al-Quran yang awam (tidak begitu dalam memperlajari Ilmu Tajwid dan Ilmu Nahwu) bagaimana membaca huruf

Alif Gundul (tanpa harakat). Namun, konsekuensi dari penambahan harakat tersebut dapat menyebabkan

terjadinya kekeliruan bagi pembaca Al-Quran yang awam apabila hendak mewashal. Maka, apabila belum

mengetahui Hukum Hamzah Washal sebaiknya berhati-hati dalam mewashal, atau sebaiknya hindari untuk

mewashalkan ayat satu ke ayat berikutnya.

Pada mushaf Timur Tengah, huruf Hamzah Washal ditandai dengan simbol Kepada Huruf Shad di atas huruf

(9)

Hukum Alif Lam Qamariah

Sebelum membaca Hukum Alif Lam Qamariah ini, sebaiknya terlebih dahulu membaca Hukum Alif Lam Ta’rif.

Apabila sudah selesai, silahkan lanjut membaca!

ة يرم ق لا

Alif Lam Qamariah atau sering disebut juga dengan Izhar Qamariah adalah salah satu bagian dari hukum Alif

Lam Ta’rif yang berlaku apabila huruf Alif-Lam (

لا

) bertemu dengan salah satu dari 14 Huruf Qamariah, yaitu:

١،

ب

،

ج

،

ح

،

خ

،

ع

،

غ

،

ف

،

ق

،

ك

،

م

،

و

،

ي

،

ه

CONTOH HUKUM ALIF LAM QAMARIAH:

Qamariah berasal dari kata qamarun, artinya bulan. Secara filosofis, bulan adalah benda langit yang dapat dilihat

manusia secara jelas.

Cara membaca Hukum Alif Lam Qamariah adalah jelas, tegas (tidak diidghamkan) atau tidak berdengung.

Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membaca Hukum Alif Lam Qamariah.

1. Apabila terletak di awal ayat atau Ibtida’ (memulai bacaan setelah waqaf/berhenti), huruf Alif dibaca

sebagaimana huruf berharakat Fathah, sekalipun di atas huruf Alif tersebut tidak ditulis harakat

Fathah. Sementara huruf Lam dibaca Sukun. Dan secara otomatis huruf Alif-Lam akan dibaca “AL”.

2. Apabila terletak di tengah ayat (washal di tengah ayat), huruf Alif tidak dibaca, dan huruf Lam dibaca

Sukun

(10)

CONTOH

Huruf O, pada tulisan latin untuk kata Qooriah di atas adalah untuk menunjukkan suara bacaan.

Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu Qaari’ah.

Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah

Sebagaimana telah dijelaskan di dalam pengertian Hukum Alif Lam Ta’rif, huruf Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Qamariah – diawal ayat atau di samping tanda waqaf – seringkali dibantu dengan harakat

(11)

Perlu diketahui, Mushaf Timur Tengah tidak mengharakati Hamzah Washal. Sedangkan mushaf standar

Indonesia, terkadang memberikan harakat Fathah pada Hamzah Washal, terkadang tidak mengharakatinya sama

sekali.

Ciri-ciri Alif Lam Qamariah yang tidak diharakati Fathah, selalu diikuti dengan tanda waqaf Mamnu (Lam-Alif) di atas Ra’su Ayat (di ujung ayat).

3. Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, cara membaca Hukum Alif Lam Qamariah selanjutnya, apabila

ingin mewashalkan ayat (menyambungkan antara ayat yang satu ke ayat berikutnya); maka huruf Alif

(Hamzah Washal) dianggap tidak ada, dan langsung masuk ke huruf Lam Sukun. Dan perhatikan pula

apakah terdapat Waqaf Mamnu’ di sampingnya atau tidak.

Waqaf Mamnu’ (

عو مم

) adalah waqaf yang disimbolkan dengan huruf Lam-Alif (

), yaitu tanda waqaf yang diberikan kepada pembaca Al-Quran agar JANGAN BERHENTI (WAQAF TERLARANG). Apabila

terpaksa harus berhenti di tanda waqaf ini, maka bacaan harus dimundur. Cara membaca seperti ini berlaku

apabila Waqaf Mamnu’ berada di tengah ayat.

Namun, jika Waqaf Mamnu’ berada di Ujung Ayat (Ra’su Ayat), dipersilahkan berhenti dan boleh juga tidak,

karena sebagian besar ahli tafsir Al-Quran menganggap membaca Al-Quran satu ayat-satu ayat- dianggap

sudah baik maknanya, bukan waqaf Qabih yang bermakna buruk.

Kecuali pada Surah Al Maa’uun ayat 4, menurut sebagian besar Ahli Tafsir mesti disambung (washal) ke Ayat

5, karena apabila terputus di ayat 4, maknanya kurang baik (Insya Allah akan dijelaskan di pembagian Waqaf).

Silahkan perhatikan perbedaan mushaf standar Indonesia dan Timur

Tengah di bawah ini!

Hamzah Washal pada hukum Alif Lam Qamariah pada Mushaf Timur Tengah ditandai dengan simbol Sakna

(12)

Al-Maliku (Alif yang diwarna merah, lihat contoh di bawah) pada mushaf Indonesia, untuk huruf Hamzah

Washal-nya diberi harakat Fathah.

Bandingkan juga dengan contoh Surah Al-Qaariiah dan Al-Kahfi yang tidak diberi harakat Fathah pada contoh

di atas.

Dari Contoh surah Al-Hasyr ayat 23 di atas, salah satu ciri-ciri Alif Lam Qamariah (

لا

) yang diberi harakat Fathah pada mushaf standar Indonesia, selalu diikuti dengan tanda Waqaf yang dianggap sudah sempurna

atau baik maknanya. Seperti Waqaf Jaiz yang disimbolkan huruf Jim (

ج

) pada surah Al-Hasyr di atas. Waqaf Jaiz adalah tanda waqaf yang diberikan agar pembaca Al-Quran sebaiknya berhenti, namun
(13)

Bandingkan pula dengan Waqaf Mamnu’ pada contoh Surat At-Takwir ayat 15-16 sebelumnya, tidak ada

harakat Fathah di atas Hamzah Washal.

Sekarang Perhatikan huruf Hamzah Washal pada Surah Al-Hasyr di

atas, yang hurufnya diberi warna Ungu!

Jika bacaan terpaksa berhenti di Muhamin karena kekurangan nafas, maka bacaan boleh diulang di Al-Mu’min atau di As-Salaam. Sehingga bacaan dilanjutkan menjadi, “Al-Al-Mu’minul Muhaiminul Aziizul Jabbaarul Mutakabbir”.

Inilah yang dinamakan dengan Ibtida’, yaitu memulai bacaan setelah waqaf. Dan menghidupkan Alif

Gundul (Hamzah Washal) di tengah Ayat.

4. Hal yang perlu diperhatikan untuk membaca huruf Alif Lam Qamariah yang terakhir adalah apabila

Lam-Alif (

لا

) bertemu dengan Tanwin (dapat berupa Fathatain, Kasrahtain, Dhammatain). Cara membacanya yaitu menggantikan tanwin menjadi harakat biasa (jika fathatain menjadi harakat fathah,

kasrahtain menjadi kasrah, dan dhammatain menjadi dhammah), sementara Hamzah Washal, diganti menjadi

suara huruf Nun berharakat Kasrah, atau dibaca “NI”.

Mushaf standar Indonesia sudah dibantu dengan huruf Nun kecil berharakat Kasrah dibawah Hamzah Washal, atau disebut dengan huruf Nun Wiqayah, dan harus dibaca ‘Ni’. Fungsi Nun Wiqayah adalah untuk

menjaga agar Tanwin tidak hilang ketika bertemu dengan Hamzah Washal.

(14)

Huruf Nun Wiqayah sebagai pengganti Tanwin yang terletak dibawah Hamzah Washal hanya ada di dalam

mushaf standar Indonesia. Pada mushaf Timur Tengah, istilah Nun Wiqayah tidak dikenal.

Ini juga berlaku sekalipun akan mewashalkan antara ayat yang satu ke ayat berikutnya. Sekalipun dibawah huruf Alif tidak terdapat huruf Nun Wiqayah.

Kesimpulan Penting:

 Huruf Alif pada hukum Alif Lam Qamariah disebut Hamzah Washal, ada juga yang menyebutnya dengan

istilah Alif Washal. Hamzah Washal adalah huruf hamzah secara pengucapan dan berupa Alif secara

tulisan.

 Apabila terletak di awal ayat atau ibtidah (memulai bacaan setelah waqaf), huruf Hamzah Washal pada

Hukum Alif Lam Qamariah akan selalu berharakat Fathah. Sedangkan jika terletak di tengah atau pada saat

washal (menyambungkan kata/kalimat), huruf Hamzah Washal tidak dibaca.

 Mushaf Standar Indonesia pada Hukum Alim Lam Qamariah terkadang mengharakati Hamzah Washal dan

terkadang tidak mengharakatinya. Maka sebaiknya perhatikan benar-benar apabila ingin mewashalkan

kalimat (antara ayat satu ke ayat berikutnya).

 Jika terdapat harakat Fathah pada Hamzah Washal lebih baik berhenti di tanda waqaf.

 Jika tidak ada harakat Fathah di atas Hamzah Washal disamping Ra’su Ayat (di ujung ayat), boleh berhenti atau meneruskan bacaan (washal). Umumnya di atas Ra’su Ayat terdapat tanda Waqaf

Mamnu (

), artinya boleh berhenti atau meneruskan bacaan apabila di ujung ayat.

 Jika terdapat Nun Wiqayah dibawah Hamzah Washal, harus dibaca Ni. Nun Wiqayah adalah huruf

pengganti Tanwin yang hanya ada di mushaf standar Indonesia. Disimbolkan dengan huruf Nun

Kecil berharakat Kasrah yang diletakkan di bawah Hamzah Washal.

 Jika sebelum Ra’su Ayat terdapat huruf Berharakat Tanwin, dan setelahnya adalah Hamzah

Washal. Perhatikan, apakah ada huruf Nun Wiqayah atau tidak di bawah Hamzah

(15)

Hukum Alif Lam Syamsiah

Sebelum membaca Hukum Alif Lam Syamsiah ini, sebaiknya terlebih dahulu membaca Hukum Alif Lam

Ta’rif dan Alif Lam Qamariah.

Apabila sudah selesai, silahkan lanjut membaca!

ةيسم ش لا

Alif Lam Syamsiah atau sering disebut dengan Idgham Syamsiah adalah bagian dari hukum Alif Lam Ta’rif

yang berlaku apabila huruf Alif-Lam (

لا

) bertemu dengan salah satu dari 14 Huruf Syamsiah, yaitu:

ت

,

ث

,

د

,

ذ

,

ر

,

ز

,

س

,

ش

,

ص

,

ض

,

ط

,

ظ

,

ل

,

ن

Syamsiah berasal dari kata syams, artinya matahari. Secara filosofis, matahari adalah benda langit yang sinarnya

dapat meleburkan, menguapkan, dan melenyapkan benda-benda lain.

Di dalam Al-Quran, ciri-ciri Hukum Alif Lam Syamsiah terdapat Tanda Tasydid di atas huruf Syamsiah,

yaitu tanda tasydid yang diberikan karena terjadinya hukum pertemuan antara huruf Alif-Lam dengan Huruf

(16)

Sama seperti Hukum ALif Lam Qamariah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membaca Hukum

Alif Lam Syamsiah :

1. Apabila terletak di awal ayat atau Ibtida’ (memulai bacaan setelah waqaf), huruf Alif dibaca

sebagaimana huruf berharakat Fathah. Sementara huruf Lam tidak dibaca atau dianggap tidak ada,

karena melebur dengan huruf Syamsiah atau dibaca idgham.

Dan cara membaca seperti ini tetap berlaku sekalipun di atas huruf Syamsiah tidak terdapat tanda tasydid.

2. Apabila terletak di tengah ayat (washal di tengah ayat), huruf Alif-Lam tidak dibaca. Jadi huruf

sebelumnya langsung dileburkan ke huruf Syamsiah.

CONTOH:

Huruf O, pada tulisan latin untuk kata ‘Adrooka’ dan ‘Thooriq’ di atas adalah untuk menunjukkan suara

bacaan.

Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu Thaariq atau

Adraaka.

Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Syamsiah

Di dalam pengertian Hukum Alif Lam Tarif, telah dijelaskan bahwa Hamzah Washal adalah huruf Alif

(17)

Pada mushaf standar Indonesia, Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Syamsiah seringkali dibantu dengan

harakat Fathah, dan ada banyak pula ayat yang tidak diberi harakat Fathah. Namun, yang perlu digarisbawahi

adalah Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Syamsiah selalu berharakat Fathah.

Lihat Contoh Surah Al Fatihah ayat 3 di bawah, dibaca “Ar-Rohmaan”.

Dan apabila diwashalkan dengan ayat sebelumnya, Hamzal Washal-nya tidak dibaca.

3. Jadi, cara membaca Alif Lam Syamsiah berikutnya, apabila ingin mewashalkan ayat

(menyambungkan antara ayat yang satu ke ayat berikutnya); maka huruf Alif-Lam tidak dibaca, dan

langsung masuk ke huruf Syamsiah.

Tasydid pada semua huruf Syamsiah, kadar panjang bacaannya adalah 1 Alif atau sekitar 2 harakat, kecuali

untuk huruf Nun (

), panjang bacaannya sama seperti Hukum Ghunnah Musyaddadah, yaitu 1 1/2 Alif

atau sekitar 2-3 harakat. Dan perhatikan pula -apabila mewashal- apakah terdapat Waqaf Mamnu’ disampingnya atau tidak. Jika tidak ada Waqaf Mamnu’, sebaiknya hindari untuk mewashal.

Dan perlu diingatkan, jangan mencoba-coba mewashalkan Surah Al-Fatihah pada Shalat Wajib, sekalipun

sudah mengetahui cara mewashal. Al-Fatihah adalah rukun shalat. Membaca Surah Al-Fatihah satu ayat-satu

ayat sudah sempurna maknanya.

4. Hal yang perlu diperhatikan untuk membaca huruf Alif Lam Syamsiah yang terakhir adalah apabila

Lam-Alif (

لا

) bertemu dengan Tanwin (dapat berupa Fathatain, Kasrahtain, Dhammatain).

Cara membacanya sama dengan hukum Alif Lam Qamariah yaitu menggantikan tanwin menjadi harakat biasa

(jika fathatain menjadi harakat fathah, kasrahtain menjadi kasrah, dan dhammatain menjadi dhammah), sementara Hamzah Washal, diganti menjadi suara huruf Nun berharakat Kasrah, atau dibaca “NI”.

Kemudian, Nun Wiqayah atau Nun Kecil yang terletak dibawah Hamzah Washal tersebut langsung dileburkan

(18)

CONTOH:

Washal pada kata/kalimat Alladzi

Di dalam Al-Quran, banyak ayat yang menuliskan kata/kalimat Alladzi (

). Dapat terjadi di awal maupun di

tengah ayat.

Kata/kalimat Alladzi diperbolehkan diwashalkan dengan ayat sebelumnya. Umumnya, bacaan yang seringkali

washal (antara yang satu ke ayat berikutnya) adalah bacaan Murottal.

(19)

Namun, terdapat 7 (tujuh) ayat yang tertulis kata/kalimat Alladzi (

), dan menurut sebagaian ulama tafsir

dilarang untuk mewashalkan dengan ayat sebelumnya, yaitu:

1. Surah Al-Baqarah : ayat 3 2. Surah Al-Baqarah : ayat 146 3. Surah Al-Baqarah : ayat 275 4. Surah At-Taubah : ayat 20 5. Surah Al-Furqaan : ayat 34

(20)

Hukum Alif Lam Jalalah ( Lam Jalalah / Al

Jalalah )

Alif Lam Jalalah adalah hukum tajwid yang berlaku untuk membaca lafal Allah ( ) . Sering juga disebut

Lam Jalalah atau Al-Jalalah.

Ciri-ciri Alif Lam Jalalah, pada mushaf standar Indonesia, ditandai dengan Alif Kecil di atas tanda

Tasydid pada huruf Lam, simbol yang sama seperti hukum Mad Thobi’i. Dan kadar panjang bacaannya adalah

2 harakat. Namun apabila berhenti (waqaf) boleh dibaca 2, 4 atau 6 harakat.

Pada mushaf Timur Tengah, umumnya di atas Tasydid diharakati Fathah biasa/miring atau tanpa Alif Kecil.

Sementara huruf Alif-nya terdapat simbol Sakna (penggalan kepala huruf Shad), sebagai penanda bahwa Alif

tersebut adalah Hamzah Washal (akan dibahas di bagian bawah).

Cara membaca Alif Lam Jalalah terdiri dari dua macam, yaitu:

1. Tafkhim (dibaca tebal): apabila huruf sebelumnya berharakat Fathah atau Dhammah 2. Tarqiq (dibaca tipis): apabila huruf sebelumnya berharakat Kasrah

(21)

Huruf O, pada tulisan latin untuk kata ‘Alloh’ di atas adalah untuk menunjukkan suara bacaan.

Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu Allah

(22)

Selain lafal Allah, kata Allahumma (

م للا

) juga termasuk bagian dari cara membaca Tafkhim, maka cara membacanya adalah “Alloohumma”.
(23)

Jadi, cara membaca Al-Laata cukup dengan dilafalkan sebagaimana huruf Lam biasa, yaitu Al-Laata.

Ciri-ciri yang perlu diingat adalah terdapat huruf Ta (

ت

) pada lafal Al-Laata .

Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Jalalah

Di atas sempat disinggung, bahwa huruf Alif pada hukum Alif Lam Jalalah sebenarnya adalah Hamzah Washal.

Pada mushaf Timur Tengah terdapat tanda Sakna (penggalan kepala dari huruf Shad) di atas huruf Alif. Lihat

(24)

Ada beberapa poin penting untuk membaca Hamzah Washal pada hukum Alif Lam Jalalah, yaitu:

 Apabila berada di PERMULAAN AYAT atau IBTIDA’ (memulai bacaan setelah waqaf), Hamzah Washal pada Alif Lam Jalalah selalu dibaca atau berharakat FATHAH, sekalipun di atas huruf Alif tidak terdapat harakat Fathah. Jadi, tetap dibaca ALLOH, dan keliru apabila dibaca Illoh atau Ulloh.

 Apabila Hamzah Washal disambung dengan kata atau ayat sebelumnya, maka Hamzah Washal tidak

dibaca. Atau huruf sebelumnya langsung masuk ke huruf Lam Jalalah.

CONTOH:

Pada Surah Ash-Shaaffat ayat 126 di bawah, Hamzah Washal-nya tidak terdapat harakat Fathah, namun tetap

dibaca Allah.

Dan apabila diwashal dengan ayat sebelumnya, maka Hamzah Washal-nya tidak dibaca.

Membaca Hamzah Washal yang terakhir pada Hukum ALif Lam Jalalah adalah apabila bertemu dengan Tanwin.

 Tanwin dibaca sebagaimana huruf berharakat biasa (jika fathatain menjadi harakat fathah,

kasrahtain menjadi kasrah, dan dhammatain menjadi dhammah),

 Sedangkan Hamzah Washal-nya, diganti menjadi suara huruf Nun berharakat Kasrah, atau dibaca “NI”. Sehingga akan dibaca Tarqiq menjadi “NILLAH“.

 Pada mushaf standar Indonesia, umumnya ditandai dengan huruf Nun Kecil yang terletak dibawah

(25)

PERHATIKAN CONTOH SURAH AL- A’RAF AYAT 164 DIBAWAH INI !

Sekali lagi, munculnya penandaan Nun Wiqayah ini karena terjadinya pertemuan Tanwin dengan Hamzah Washal.

Mengenai istilah Nun Wiqayah ini sebelumnya telah dijelaskan pula pada Hukum Alif Lam Qamariah dan Alif

Lam Syamsiah. Pada Mushaf Timur Tengah, istilah Nun Wiqayah tidak dikenal.

Tujuan penambahan Nun Wiqayah ini kemungkinan besar adalah untuk memudahkan dan menghindari

kekeliruan bagi pembaca Al-Quran yang awam yang tidak begitu dalam mempelajariIlmu Tajwid, bagaimana

cara membaca Hamzah Washal yang benar.

Namun, perlu digarisbawahi, yang terpenting bukan ada atau tidaknya Nun Wiqayah di dalam Mushaf.

Akan tetapi, cara membaca dan bagaimana memahami hukum-hukum Tajwid-nya. Perlu juga diingat, tidak

semua mushaf memberikan tanda Nun Wiqayah.

Contohnya, cara memawashal ayat 1 ke ayat 2 pada Surah Al-Ikhlash.

Adalah sebuah kekeliruan, apabila dibaca dalam satu nafas (sambung/washal) dibaca:

” Qul huwalloohu ahadun Alloohush shaamad “

Perhatikan, bahwa Ahadun (Tanwin) bertemu dengan Hamzah Washal (Alif Lam Jalalah).

Maka, sekalipun tidak ada Nun Wiqayah di bawah Hamzah Washal, hukum bacaan tetap berlaku.

(26)

Sebagaimana telah dijelaskan pada hukum-hukum sebelumnya, sebaiknya hindari mewashalkan ayat yang satu

ke ayat berikutnya,

kecuali sudah benar-benar paham dengan hukum-hukum Tajwid dan cara-cara Mewashalkan Ayat. Berhenti

satu ayat-satu ayat, sebenarnya telah sempurna maknanya.

Apabila dalam proses menghapal Al-Quran, ada baiknya hapalan disimak oleh guru yang benar-benar ahli atau banyak-banyak mendengar dan memperhatikan murottal qori-qori internasional untuk mengoreksi bacaan

sendiri, seperti murottal Sheikh Abdul Rahman Al-Sudais, AL-Husari, Saud Al-Shoraim, Hani Al-Rafaei,

Mishari Al-Efasi, dan lain-lain.

(27)

Tasydid Hukum dan Tasydid Ashli

TASYDID (

د يدش ت

)

Tasydid adalah tanda baca (harakat) berbentuk kepala dari huruf sin (

س

) atau mirip seperti huruf w.

Tasydid adalah simbol penekanan pada suatu konsonan ganda, atau sebuah tanda baca yang terjadi karena

pertemuan (pengulangan) dari sebuah huruf yang sama.

Panjang bacaan untuk huruf bertasydid umumnya adalah 1 alif atau sekitar 2 harakat. Namun dapat dibaca lebih

panjang lagi, seperti Tasydid yang ada di dalam Hukum Ghunnah Musyaddadah. Dan akan lebih tebal (panjang)

pantulannya ketika masuk ke dalam Hukum Qolqolah Kubro ( qolqolah yang berhenti karena tanda waqof).

Surah AL-Lahab : pada Ayat 1 di ujung ayat – huruf Ba bertasydid (

) dan pada ayat 2 tidak memakai

tasydid (

).

Cara membaca ayat 1 : watab.. (jeda/space) baru qolqalah-nya masuk b’.

(28)

Pada Surah Al-Lahab ayat 2, karena huruf Ba tidak memiliki tasydid, maka langsung saja dibaca kasab’

Pantulan huruf qolqolah-nya lebih cepat dibanding ayat 1.

Tasydid terdiri dari 2 macam, yaitu:

1. Tasydid Hukum 2. Tasydid Ashli

Tasydid Hukum adalah tasydid yang diberikan karena adanya HUKUM PERTEMUAN atau PELEBURAN antara huruf/kata yang satu dengan huruf/kata berikutnya – berada di tengah ayat atau pada saat washal – seperti

tasydid yang ada di dalam hukum-hukum Idgham:

1. Idgham Bighunnah, 2. Idgham Bilaghunnah, 3. Idgham Mutajanisain, 4. Idgham Mutaqaribain, 5. Idgham Mutamatsilain, 6. Idgham Mitslain.

Di dalam suatu ayat di Al-Quran – Tasydid Hukum dapat terjadi dalam suatu kata/kalimat dan dapat pula terjadi

pada kata/kalimat yang terpisah.

Tasydid Hukum seringkali dianggap sebagai simbol atau penandaan yang tidak mesti ada di dalam Al-Quran.

Beberapa mushaf bahkan tidak menuliskan tanda Tasydid Hukum. Tapi untuk Al-Quran standar Indonesia

umumnya sudah ditulis.

Namun perlu diketahui, perkembangan saat ini, sudah bermunculan penerbit-penerbit di Indonesia yang

mencetak Al-Quran yang berbeda dari umumnya, seperti berbeda bentuk tanda harakat, tanda wakaf, dan tanda

(29)

CONTOH TASYID HUKUM : Nun Sukun bertemu huruf Ya – pada Hukum Idgham Bighunnah

Sementara Tasydid Ashli adalah tasydid yang diberikan sesuai dengan asal-muasalnya, atau bukan karena

Hukum Pertemuan/Peleburan Huruf/Kata. Berada di dalam satu kata/kalimat.

Tasydid Ashli mesti ada di dalam Al-Quran, berbeda dengan Tasydid Hukum, karena apabila Tasydid Ashli

tidak ditulis dapat menyebabkan kekeliruan yang sangat fatal.

Tasydid Ashli dapat berarti DUA HURUF yang sama sifat dan mahrajnya yang berada dalam satu kata/kalimat,

dan DIJADIKAN SATU HURUF BERTASYDID; asal muasalnya adalahsatu huruf dalam keadaan sukun,

dan satu lagi memiliki baris/harakat (dapat berupa Fathah, Fathatain, Kasrah, Kasratain, Dhammah dan Dhammatain).

CONTOH TASYDID ASHLI: Huruf Nun Bertasydid dan Mim Bertasydid – pada Hukum Ghunnah Musyaddadah

Perlu diketahui juga, bahwa huruf-huruf yang memiliki Tasydid Ashli dapat mempengaruhi huruf di belakang

dan di depannya, sehingga terjadilah pertemuan hukum-hukum yang beragam. Misalnya, pertemuan Mad

Thobi’i dengan Ghunnah Musyaddadah yang terjadi di dalam hukum Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal.

LIHAT GAMBAR DI BAWAH INI !

(30)

Dzar…roh

wakadz…dzab’

wahush…shila

(31)

Ghunnah Musyaddadah

Ghunnah Musyaddadah (

) adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mim dan Nun

dalam keadaan bertasydid (

) .

 Ghunnah artinya dengung; suara yang terdengar jelas dan nyaring yang keluar dari pangkal hidung

(khaisyum)

 Musyaddadah artinya bertasydid

Tasydid yang ada di dalam Ghunnah Musyaddadah adalah Tasydid Ashli , bukan Tasydid Hukum sebagaimana

yang ada di dalam Hukum Idgham Bighunnah atau Bilaghunnah. Silahkan baca mengenai Tanda Tasydid <—-

KLIK DI SINI !

Cara membaca Ghunnah Musyaddadah adalah membaca terlebih dahulu HURUF sebelum MIM/NUN

bertasydid (

) , kemudian HURUF tersebut masuk ke tanda tasydid (

) – lalu huruf

langsung didengungkan secara jelas ke pangkal hidung (khaisyum), sekitar 1 1/2 Alif atau sekitar 2 – 3 harakat.

sehingga ada alunan innn.. / unnn… / annn

atau immm.. / ummm.. / ammm..

Di dalam Al-Quran, Ghunnah Musyaddadah dapat berada di awal ayat, di tengah ayat, maupun di ujung ayat.

Contoh:

(32)

Ghunnah Musyaddadah di Samping Tanda Waqof / di Ujung Ayat

Ghunnah Musyaddadah juga dapat terjadi di ujung ayat atau di tengah ayat yang letaknya berada disamping

tanda Wakof.

Cara mengunci bacaan ketika huruf terakhirnya mengandung Hukum Ghunnah Musyaddadah adalah tetap

didengungkan, karena jika langsung dikunci maka Tanda Tasydid dari huruf tersebut akan hilang.

Jadi, cara mengunci bacaannya adalah cukup didengungkan = nnn… atau mmm…… 1 1/2 Alif atau sekitar 2 – 3 harakat

Lihat contoh surah Al-Anbiyaa Ayat 88 dibawah ini.

Di tengah ayat terdapat Ghunnah Musyaddadah, yaitu huruf Mim Bertasydid disamping tanda Waqof Tho

(

).
(33)

Huruf O, seperti ro-aa atau qomiishohuu pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.

Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu ra-aa atau

(34)

Hukum Idgham Mutamatsilain

Idgham Mutamatsilain adalah hukum tajwid yang berlaku untuk pertemuan dua huruf yang sama sifat dan

mahrajnya; satu dalam keadaan sukun dan satu lagi berharakat. Dua huruf tersebut berada di dalam kata/kalimat

yang terpisah.

 Mutamatsilain artinya sama/serupa

 Idgham artinya meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya (di-tasydid-kan).

Cara membacanya adalah dengan memasukkan (meleburkan) huruf yang bersukun ke dalam huruf berharakat

secara jelas/terang dan tidak didengungkan.

Di dalam Al-Quran, hukum Idgham Mutamatsilain sudah diberi tanda tasydid, yaitu tasydid yang diberikan

karena hukum pertemuan atau perleburan ( Silahkan baca–> Tasydid Hukum dan Tasydid Ashli ) .

Fungsi Tasydid disini sebagai penanda bahwa terjadi pertemuan dua huruf yang identik, dan lafadz tasydid

tersebut harus terdengar jelas, dan tidak terjadi dengung (ghunnah). Sebagaimana telah dijelaskan di dalam

pengertian hukum Mad, huruf bertasydid kadar panjang bacaannya adalah 2 harakat. Fungsi tasydid pada hukum

Idgham Mutamatsilain sama seperti fungsi tasydid pada hukum Idgham Bilaghunnah, yaitu tidak disertai

dengung.

Hukum Idgham Mutamatsilain berlaku untuk semua huruf, kecuali:

1. Huruf Mim Sukun (

) bertemu huruf Mim Berharakat (

,

,

), yang berlaku adalah hukum Idgham Mitslain.

2. Huruf Nun Sukun (

) bertemu huruf Nun Berharakat (

,

,

), yang berlaku adalah hukum Idgham Bighunnah.
(35)

Contoh Idgham Mutamatsilain di dalam Al-Quran :

(36)

Huruf O, seperti washodda pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.

Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya huruf Latin tersebut ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O,

yaitu washadda.

:00

Idgham Mutamatsilain Pada Huruf Ya (

ي

) dan huruf Waw (

و

):

Perlu diketahui, apabila terjadi pertemuan huruf Ya Sukun (

ي

) dan Ya Berharakat, dan Waw Sukun

(

و

) bertemu Waw Berharakat, maka terjadi dua hukum yang berlaku, yaitu Idgham Mutamatsilain dan

Hukum Mad Tamkin. Di dalam hukum Mad Tamkin, tidak terdapat tanda Tasydid Hukum.

Hukum Mad Tamkin adalah hukum yang mengatur panjang bacaan, apabila terjadi pertemuan Hukum Mad

Thobi dengan huruf identik (sama makhraj dan sifatnya), yaitu:

 Huruf berharakat Kasrah (

) bertemu Ya Sukun (

ي

), dan huruf setelahnya adalah huruf Ya

Berharakat (

ي

,

ي

,

ي

)

 Huruf berharakat Dhammah (

) bertemu Waw sukun (

و

), dan setelahnya adalah

huruf Waw Berharakat (

و

,

و

,

و

) Silahkan baca —> Hukum Mad Tamkin.

Namun, apabila terjadi pertemuan huruf Waw Sukun (

و

) yang tidak mengandung hukum Mad Thobi’i,

bertemu dengan huruf Waw berharakat (

و و و

), maka yang berlaku adalah Hukum Mutamatsilain,

yaitu ditandai dengan tanda Tasydid Hukum.

(37)

Di dalam Surah Shaad ayat 3 di atas, silahkan perhatikan di depan huruf Waw Sukun terdapat huruf Alif.

Alif disamping huruf Waw Sukun ini sebagai bentuk kata JAMAK

(

ا و دا

artinya ‘lalu mereka menyeru/meminta’ ).

Tanpa huruf Alif tersebut maknanya akan berbeda. Penjelasan ini lebih kepada Tafsir (red).

Di dalam Ilmu Tajwid, huruf Alif ini tidak berfungsi atau dianggap tidak ada. Pada mushaf Timur Tengah,

diberi bulatan kecil di atas huruf Alif.

Karena ALIF DIANGGAP TIDAK ADA , maka – pada Surah Shaad ayat 3 di atas – yang berlaku adalah cara

membaca sesuai dengan hukum Idgham Mutamatsilain. Dan ditandai dengan tanda Tasydid Hukum pada huruf

(38)

Hukum Idgham Mutajanisain

Idgham Mutajanisain adalah hukum tajwid yang berlaku apabila terjadi pertemuan dua huruf yang berbeda sifat,

namun sejenis tempat keluar suara atau makhraj-nya; satu dalam keadaan sukun dan satu lagi berharakat.

 Mutajanisain artinya sejenis

 Idgham artinya meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya (di-tasydid-kan).

Di dalam Al-Quran untuk huruf kedua yang berharakat sudah ditandai dengan Tanda Tasydid. Tasydid pada

Hukum Idgham Mutajanisain adalah Tasydid Hukum, yaitu tasydid yang diberikan karena terjadinya pertemuan

dua huruf. Sebagaimana fungsi tasydid, maka panjang bacaannya adalah 2 harakat, sebagai bentuk penekanan

dua huruf yang bertemu.

Cara membacanya adalah dengan ‘mengabaikan’ huruf yang sukun, dan langsung masuk ke huruf yang

berharakat, atau huruf yang sukun dileburkan ke huruf yang berharakat.

Hukum Idgham Mutajanisain berlaku untuk 8 huruf, yaitu:

ب

,

ت

,

ث

,

ذ

,

ط

,

ظ

,

م

Delapan Huruf tersebut berasal dari 3 kelompok Makhraj:

1. Huruf Ba (

) dan mim ( ) berasal dari Makhraj Syafawi; bibir atas dan bibir bawah posisi

tertutup atau merapat

2. Huruf Ta (

ت

), Tha (

), dan Dal ( ) berasal dari Makhraj Lisani; ujung lidah yang bertemu

dengan pangkal gigi seri atas (gigi tengah atas).

3. Huruf Dzal ( ), Zha’ (

ظ

), dan Tsa’ (

ت

) berasal dari Makhraj Lisani; Ujung lidah

dikeluarkan sedikit dan ditekan di ujung Gigi Seri (Gigi Tengah) bagian atas.

Jika masih bingung dengan pengelompokan Makhraj huruf-huruf ini, silahkan baca Makharijul Huruf

Di dalam Hukum Idgham Mutajanisain, terjadi 7 pertemuan huruf yang sama makrajnya, yaitu:

1. Ba Sukun (

) bertemu huruf Mim Berharakat ( )

2. Ta Sukun (

ت

) bertemu huruf Dal Berharakat ( )

3. Ta Sukun (

ت

) bertemu huruf Tha Berharakat (

)

4. Tsa Sukun (

) bertemu huruf Dzal Berharakat ( )

5. Dal Sukun (

) bertemu huruf Ta Berharakat (

ت

)

6. Dzal Sukun (

) bertemu huruf Zha’ Berharakat (

ظ

)
(39)

Pertemuan huruf-huruf tersebut dibaca jelas (izhar) tanpa disertai dengung, kecuali huruf Ba Sukun bertemu huruf Mim berharakat.

Jika huruf Ba ‘diabaikan’, maka huruf Mim menjadi huruf yang bertasydid, maka secara otomatis huruf Mim tersebut akan dibaca dengung – sebagaimana fungsi tasydid pada hukumGhunnah Musyadaddah yang dapat didengungkan 1 – 1 1/2 Alif atau sekitar 2 – 3 harakat.

(40)

PERHATIKAN HURUF BA SUKUN DAN MIM BERHARAKAT DI BAWAH INI !!!

Ba Sukun (

ب

) dan Mim Berharakat (

) apabila bertemu harus dibaca Dengung.

Namun apabila belum bertemu, secara otomatis huruf Ba dimatikan, dan akan memantul, sebagaimana pantulan

huruf Qolqalah

Dari Contoh Surah Huud ayat 42 di atas, yang perlu digarisbawahi adalah

huruf Ba Sukun dan huruf Mim Berharakat adalah dua huruf yang bertemu, namun dalam keadaan kata/kalimat yang terpisah.

Irkab (

) artinya Naiklah, sedangkan Ma’anaa (

) artinya Bersama Kami.

Jadi, dapat dikatakan bahwa Hukum Idgham Mutajanisain baru berlaku apabila huruf yang Sukun

(41)

Silahkan lihat 2 huruf Alif dibold Coklat di dalam Surah Huud ayat 42 diatas, salah satunya terdapat huruf

Nun kecil dibawah huruf Alif tersebut. Huruf Nun kecil tersebut dikenal dengan nama Nun Wiqoyah. Dan

(42)

Hukum Ikhfa Syafawi

Ikhfa Syafawi adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mim Sukun (

) bertemu dengan huruf Ba ( ) .

 Ikhfa’ artinya menyamarkan atau menyembunyikan

 Syafawi artinya bibir

Dinamakan Ikhfa Syafawi karena makhraj dari huruf Mim dan Ba merupakan pertemuan antara bibir atas dan

bibir bawah.

Berbeda dengan hukum Iqlab, Idgham Bighunnah, atau Ghunnah Musyaddadah pada huruf Mim – di dalam Al-Quran – untuk hukum Ikhfa Syafawi tidak diberi tanda tasydid atau apapun, sama seperti hukum Ikhfa Haqiqi. Namun, hukum Ikhfa Syafawi tetap harus dibaca dengung 1 1/2 alif atau sekitar 2 – 3 harakat, karena apabila

hukum Ikhfa Syafawi tidak didengungkan, maka akan berubah menjadi hukum Izhar.

Cara membaca Ikhfa Syafawi adalah dengan membaca terlebih dahulu HURUF SEBELUM MIM SUKUN,

kemudian masuk ke huruf Mim Sukun dengan mengeluarkan irama dengung ikhfa Syafawi (menahan huruf mim samar-samar); “immng.. / ummmng.. / ammmng ” sehingga pada saat akan bertemu dengan

huruf bibir atas dan bawah dalam posisi tertutup.

(43)

Perhatikan huruf Mim dan Ba untuk mushaf standar Timur Tengah yang dibold warna hijau di bawah.

Tidak ada tanda (harakat) SUKUN pada huruf Mim ketika bertemu huruf Ba (Ikhfa Syafawi), sama seperti

huruf Nun Sukun bertemu huruf Sin (hukum Ikhfa Haqiqi )

Huruf O, seperti rotim pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.

(44)

Hukum Idgham Mitslain (Idgham Mimi)

Idgham Mitslain atau sering disebut dengan Idgham Mimi adalah hukum tajwid yang berlaku untuk huruf Mim Sukun (

) bertemu dengan huruf Mim Berharakat (

) . Dinamakan Mitslain karena terjadinya pertemuan dua huruf yang makhraj dan sifatnya sama persis (identik), tapi “dikhususkan”

hanya untuk huruf Mim Sukun bertemu Mim Berharakat. Selain dari huruf Mim tersebut, maka yang berlaku

untuk pertemuan 2 huruf yang sama (Sukun dan Berharakat) adalah Hukum Idgham Mutamasilain dan Hukum

Mad Tamkin.

Dinamakan Idgham karena cara membacanya adalah dengan meleburkan satu huruf ke dalam huruf setelahnya,

atau bahasa lainnya di-tasydid-kan.

Hukum Idgham Mitslain dibaca dengung (makhraj huruf mim-nya mengalun dan jelas) sekitar 1 Alif hingga 1 1/2 alif atau sekitar 2 – 3 harakat.

Di dalam Al-Quran Idgham Mitslain sudah diberi tanda tasydid. Tasydid Idgham Mitslain adalah Tasydid

(45)

Contoh Idgham Mitslain di dalam Al-Quran

Hukum Idgham Mitslain hanya berlaku pada saat huruf Mim Sukun bertemu huruf Mim Berharakat.

Apabila huruf Mim Sukun belum bertemu dengan Mim Berharakat, maka harus dibaca Izhar, atau tidak

didengungkan.

Dari Contoh Surah Al Qadr ayat 4 di atas, yang perlu digarisbawahi adalah

huruf Mim Sukun dan huruf Mim Berharakat adalah dua huruf yang bertemu, namun dalam keadaan kata/kalimat yang terpisah.

Robbihim (

) artinya Tuhannya, sedangkan Min (

) artinya Dari

Persamaan Idgham Mitslain dan Idgham Bighunnah

Idgham Mitslain dan Idgham Bighunnah adalah dua hukum yang berbeda, namun sama-sama men-tasydid-kan

huruf Mim.

 Idgham Bighunnah: Apabila Nun Sukun atau Tanwin bertemu dengan huruf Mim berharakat.

 Idgham Mitslain; Apabila Mim Sukun bertemu dengan huruf Mim berharakat.

Silahkan lihat contoh Surah Al Qalam ayat 46 di bawah.

(46)

Huruf O, seperti ajronn atau musqoluun pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.

Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu ajrann atau

musqaluun.

Perbedaan Hukum Idgham Mitslain dan Idgham Mutamatsilain

Penyebutan Idgham Mitslain juga sering ditambahkan dengan sebutan Shaghir – ; Idgham Mitslain Shaghir.

 Shaghir artinya dua huruf yang makhrajnya sama/berdekatan tetapi sifatnya berbeda; huruf yang pertama

sukun, huruf ke dua berharakat.

 Kebalikannya adalah Kabir, artinya dua huruf yang sama sifat dan makhrajnya, dan keduanya sama-sama

berharakat.

Dengan adanya penambahan istilah Shaghir ini menjadikan Hukum Idgham Mitslain sering dianggap sama

dengan Hukum Idgham Mutamasilain. Padahal, dari cara membaca kedua hukum ini berbeda.

 Idgham Mitslain dibaca dengung

(47)

Hukum Izhar Syafawi

Hukum Izhar Syafawi adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mim Sukun (

) bertemu dengan semua huruf hijaiyah, kecuali huruf Mim dan Ba.

 Izhar artinya jelas/ terang atau tidak berdengung

 Syafawi artinya bibir; karena huruf Mim makhrajnya adalah pertemuan bibir bagian atas dan bibir bagian

bawah.

Di dalam istilah ilmu tajwid, Izhar Syafawi adalah melafalkan huruf-huruf yang bertemu dengan Mim Sukun

secara jelas dan terang, tanpa disertai dengung (ghunnah). Dan Izhar Syafawi dapat terjadi di dalam satu

kata/kalimat, maupun di luar kata/kalimat yang terpisah.

Kunci mengingat huruf-huruf pada Hukum Izhar Syafawi adalah cukup mengetahui hukum Ikhfa

(48)
(49)

Pengertian Hukum Mad

Menurut bahasa, Mad artinya tambahan atau melebihkan. Di dalam istilah ilmu tajwid, Mad adalah

memanjangkan bacaan ketika bertemu dengan huruf-huruf yang mengandung hukum Mad. Dapat dikatakan

bahwa Hukum Mad adalah hukum yang mengatur panjang bacaan di dalam Al-Qur’an.

Sebelum membahas lebih jauh tentang Hukum Mad, ada baiknya mengenal sedikit tentang “ketukan” dalam membaca Al-Qur’an:

 Panjang suara atau bacaan yang dipakai harus rata, tetap, dan teratur.

 Huruf berharakat fathah dan fathatan (

); dhammah dan dhammatain (

) ; kasrah dan kasratain

(

) dibaca 1/2 alif atau 1 harakat (ketukan)

 Huruf yang mengandung Hukum Izhar harus dibaca 1 harakat

 Huruf yang mengandung dengung (ghunnah) seperti Idgham Bighunnah, Iqlab, Ikhfa dibaca antara 1 alif

hingga 1 1/2 alif atau sekitar 2 hingga 3 harakat

 Huruf ber-tasydid dibaca 2 harakat.

Di dalam hukum-hukum Mad, jika aturannya harus dua harakat, maka harus dibaca 2 harakat secara rata, tetap

dan teratur. Jika 6 harakat harus dibaca 6 harakat.

Apabila aturannya harus 6 harakat, namun dibaca 2 harakat sehingga menyebabkan terjadinya perubahan

makna pada kata/kalimat, maka hukum bacaan tersebut adalah haram.

Hukum MAD terdiri dari 2 cabang, yaitu Mad Thobi’i (Mad Ashli) dan Mad Far’i. Mad Far’i terbagi lagi menjadi 11 cabang:

1. Mad Jaiz Munfashil 2. Mad Wajib Mutthashil 3. Mad Arid Lissukun 4. Mad Badal

5. Mad Tamkin

(50)

Hukum Mad Thobi’i (Ashli)

Mad Thobi’i adalah salah satu cabang dari Hukum Mad. Mad Thobi’i artinya biasa atau alami, yaitu tidak

kurang dan tidak lebih. Dibaca panjang 1 alif atau 2 harakat.

Di dalam ilmu tajwid, Mad Thobi’i sering disebut juga dengan Mad Ashli, artinya asal-muasal atau asal mula kejadian, dan merupakan kunci dasar dalam mempelajari hukum-hukum Mad Far’i.

Mad Thobi’i berlaku apabila:

 huruf berharakat Fathah (

) bertemu dengan huruf Alif ( );

 huruf berharakat Kasrah (

) bertemu huruf Ya Sukun (

ي

);

 dan Dhammah (

) bertemu Waw sukun (

و

)

 maka huruf-huruf tersebut dibaca panjang dua harakat.

(51)

Huruf Hijaiya yang menggunakan tanda baca Superscript Alif/Alif Kecil di atas (

), Subscript Alif/Alif

Kecil di bawah (

), Inverted Dhummah/Waw Kecil Terbalik di atas (

), juga merupakan tanda baca
(52)

Akan tetapi yang perlu diingat, Hukum Mad Thobi’i tidak berlaku untuk huruf Alif. Apabila terjadi pertemuan

antara:

 huruf Alif berharakat Fathah (

) bertemu dengan huruf Alif ( ),

Alif berharakat Kasrah (

) bertemu huruf Ya Sukun(

ي

);

 dan Alif berharakat Dhammah (

) bertemu Waw sukun (

و

),

 maka yang berlaku adalah Hukum Mad Badal <—- silahkan klik !

Hukum Mad Badal seringkali dianggap sebagai Mad Thobi’i, karena pertemuan hurufnya yang sama, yaitu Alif. Dan huruf Alif sendiri – untuk mushaf standar Indonesia – memiliki beragam nama.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda, “Jibril membacakan (Al-Quran) kepadaku dengan

satu huruf (dialek) dan aku terus saja meminta tambahan hingga akhirnya berhenti sampai pada tujuh huruf.”

(53)

Hukum Mad Jaiz Munfashil

Mad Jaiz Munfashil adalah salah satu cabang dari Hukum Mad Far’i.

 Jaiz artinya boleh.

 Munfashil artinya di luar kata atau terpisah

Mad Jaiz Munfashil berlaku apabila huruf Mad Thobi’i (

ا

ي و

) bertemu dengan huruf Alif berharakat Fathah, Kasrah, atau Dhammah (

ا – ا – ا

) Cara membacanya boleh panjang 2 harakat, 4 harakat, atau 6 harakat.

Di dalam pengertian hukum Mad, sudah dijelaskan bahwa panjang setiap harakat harus rata, tetap dan teratur.

Jika dari awal membaca Al-Quran telah memilih untuk Mad Jaiz Munfashil dengan panjang 2 harakat, maka

seluruh kalimat/kata Mad Jaiz Munfashil selanjutnya harus dibaca 2 harakat. Jika dari awal bacaan Mad Jaiz

Munfashil 4 harakat, maka bacaan Mad Jaiz Munfashil berikutnya harus 4 harakat.

Kalimat/kata yang mengandung Hukum Mad Jaiz Munfashil, umumnya dibaca 4 atau 6 harakat, untuk

membedakan antara bacaan Mad Thobi’i dengan bacaan Mad Jaiz Munfashil. Namun, untuk amalan-amalan

yang membutuhkan tempo (ketukan) yang cepat atau bacaan murottal, seringkali Mad Jaiz Munfashil dibaca

hanya 2 harakat, misalnya pembacaan Surah Yaasiin atau doa-doa sesudah sholat.

Di dalam Al-Quran, Mad Jaiz Munfashil diberi tanda garis tipis melengkung di bagian atas huruf Mad Thobi’i

(54)

Ada sejumlah buku-buku agama Islam seperti buku doa-doa, wirid, dan amalan-amalan lainnya, tidak

memberikan tanda garis melengkung pada hukum Mad Jaiz Munfhasil.

Jadi, perlu diingat bahwa kunci hukum Mad Jaiz Munfashil adalah Mad Thobi’i bertemu dengan huruf Alif

Contoh Hukum Mad Jaiz Munfashil

WASHAL

Hukum Mad Jaiz Munfashil tetap berlaku sekalipun saat ingin me-washal-kan (menyambungkan) kalimat.

LIHAT GAMBAR DI BAWAH

(55)

Penting !!!

Mesti hati-hati apabila ingin mewashalkan kalimat (menyambungkan antara ayat yang satu dengan ayat

berikutnya), khususnya untuk huruf Alif.

Huruf Alif untuk mushaf standar Indonesia memiliki banyak nama, dan terikat dengan hukum-hukum.

Jadi, sebelum mewashalkan kalimat di dalam Al-Quran, apabila bertemu dengan huruf Alif, lihat apakah ada

tanda GARIS LENGKUNG di atas huruf Mad Thobi’inya atau tidak. Jika tidak ada, maka sebaiknya

berhati-hati dalam mewashal, kecuali Anda sudah mengetahui perbedaan antara Hukum Hamzah Qatha dan Hamzah

Washal.

Pada contoh surah Ash-shams ayat 11- 12 untuk huruf Alif berwarna merah di atas – di dalam Ilmu Tajwid –

diberi nama dengan HAMZAH QATHA,

Hamzah Qatha dan Hamzah Washal untuk mushaf standar Indonesia bentuknya adalah Huruf Alif.

Berhenti karena kehabisan nafas di tengah kalimat (Waqof Idhthirari)

Perlu digarisbawahi bahwa Mad Jaiz Munfashil hanya berlaku apabila kalimat atau kata yang dibaca

masih dalam satu nafas antara Mad Thobi’i dan Huruf Alif. Jika bacaan berhenti sebelum huruf Alif bertemu dengan Mad Thobi, maka yang berlaku adalah Hukum Mad Thobi’i, yaitu harus dibaca panjang 2

harakat. Biasanya ini terjadi pada ayat-ayat yang panjang. Pembaca Al-Quran sudah kehabisan nafas sebelum

sampai diujung ayat atau di tempat tanda berhenti (wakof).

Terpaksa berhenti di tengah ayat ini disebut dengan Waqof Idhthirari (

ف قو

ي ﻁض

),

akan dibahas di dalam pembagian Waqof.

PENTING !!!

(56)

dengan Wakof Qabiih atau Waqof Jelek (

ف قو

حي ق

), yaitu memberhentikan bacaan

secara tidak sempurna.

 Pada Surah Ash-Shams di atas, apabila ingin berhenti di Tanda Wakof, maka Huruf HA’ (

) hanya dibaca 2 harakat. Namun dapat dibaca panjang hingga 6 harakat, apabila diwashalkan dengan ayat

selanjutnya, karena terjadinya pertemuan Mad Thobi’i dengan huruf Alif.

 Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Munfashil artinya di luar kata, atau terpisah. Maksudnya huruf Alif pada Mad Jaiz Munfashil memiliki kaitan erat dengan huruf berikutnya, dan huruf Mad Thobi’i pada

Hukum Mad Jaiz Munfashil berkaitan erat dengan huruf sebelumnya. Mad Jaiz Munfashil adalah kebalikan

dari Mad Muttashil.

 Maka, sebaiknya dihindari berhenti di Mad Jaiz Munfashil, atau jika memang terpaksa lebih baik

berhenti di huruf Mad Thobi’i (jangan ditemukan dengan huruf Alif / sekalipun ada tanda garis lengkung di atas huruf Mad Thobi’i-nya), sehingga cukup dibaca panjang 2 harakat.

(57)

Hukum Mad Wajib Muttashil

Mad Muttashil atau Mad Wajib, sering disebut juga dengan Mad Wajib Muttashil merupakan salah satu cabang dari Hukum Mad Far’i

 Mad merupakan panjang bacaan

 Wajib adalah harus

 Mutthashil artinya bersambung.

Hukum Mad Wajib Muttashil adalah hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Mad Thobi’i (

ا

) bertemu dengan hurufHamzah berharakat Fathah / Fathatain, Kasrah / Kasratain, atau Dhammah / Dhammatain (

ء

/

ء – ء

/

ء – ء

/

ء

). Kuncinya adalah Huruf Mad Thobi’i dan Hamzah dalam keadaan bersambung atau dalam satu kata .

Panjang bacaan Hukum Mad Wajib Muttashil adalah harus 6 harakat (tidak dapat ditawar).

Di dalam Al-Quran, Hukum Mad Muttashil diberi tanda (simbol) garis lengkung tebal yang mirip dengan gambar pedang, yang diletakkan di atas huruf Mad Thobi’i atau berada di antara Huruf Mad Thobi’i dan

Hamzah.

Perbedaan antara Mad Mutthashil dan Mad Jaiz Munfashil

 Simbol Mad Muttashil adalah garis lengkung tebal mirip dengan gambar pedang,

 Sedangkan Mad Jaiz Munfashil adalah garis lengkung yang lebih tipis mirip seperti gambar cacing

 Mad Muttashil harus dibaca 6 harakat, sedangkan Mad Jaiz Munfashil boleh 2, 4, atau 6 harakat.

 Mad Muttashil adalah pertemuan Mad Thobi’i dengan Hamzah, sedangkan Mad Jaiz Munfashil adalah pertemuan Mad Thobi’i dengan huruf Alif.

(58)

*** Jika belum mengetahui kenapa di dalam tulisan latin pada contoh di atas ditulis mayya bukan man ya, silahkan baca Hukum Idgham Bighunnah.

Contoh bacaan Mad Wajib Muttashil di dalam Al-Quran:

Huruf O, seperti thoriiqoti pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.

Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya huruf Latin tersebut ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O,

(59)

Hukum Mad Arid Lissukun

Hukum Mad Arid Lissukun adalah salah satu cabang dari hukum Mad Far’i, sebagaimana Hukum Mad Jaiz Munfashil dan Mad Mutthashil, kunci untuk mengingat Mad Arid Lissukun adalah Hukum Mad Thobi’i.

Mad Arid Lissukun adalah cara memanjangkan bacaan pada saat berhenti (wakof) – baik di akhir maupun di tengah ayat. Memutuskan bacaan di tengah ayat karena terpaksa disebut WAQOF IDHTHIRARI – dan

memutuskan bacaan di tengah ayat pada saat pertemuan huruf Mad Arid Lissukun, bukan termasuk wakof jelek

yang dapat merusak makna ( Waqof Qobih /

ف قو

قحي

). Insya Allah, nanti akan kami bahas

secara detil di dalam pembagian wakof (

ف قو

).

 Mad adalah panjang bacaan

 Arid artinya yang bertemu

 Lis artinya karena

 Sukun artinya mati

Hukum Mad Arid Lissukun berlaku apabila huruf Mad Thobi’i (

ا

ي

و

) bertemu dengan huruf (hidup) berbaris Fathah, Fathatain, Kasra, Kasratain,

Dhammah dan Dhammatain (

) yang berada di dalam satu kata/kalimat.

Panjang bacaan Mad Arid Lissukun boleh 2, 4, atau 6 harakat.

Cara membacanya yaitu dipanjangkan terlebih dahulu huruf Mad Thobi’i , kemudian huruf yang terakhir

mengunci bacaan (dimatikan) atau jangan didengungkan.

(60)

INGAT!

Huruf yang terakhir mengunci bacaan (dimatikan), dan jangan dihidupkan atau didengungkan.

Kecuali, huruf terakhir tersebut di atasnya ada tanda Tasydid, maka yang berlaku adalah Hukum Mad Lazim

Kilmi Mutsaqqal.

Contoh bacaan Mad Arid Lissukun di dalam Al-Quran

Huruf O, seperti taro atau robbuka pada tulisan Latin di atas untuk menunjukkan suara bacaan.

Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf A, bukan O, yaitu tara atau rabbuka .

(61)

Huruf diwarnai orange adalah letak-letak dimana pembaca boleh meneruskan bacaan, ketika berhenti di kata Thoyyibaat.

Tapi karena bacaannya terputus, sebaiknya dimundur, misal dari dari mina atau warozaqnaahum .

Pada saat membaca suatu ayat, terus ingin berhenti di tengah karena terpaksa , misal karena kehabisan nafas ,

ada beberapa hal yang perlu diketahui:

Mad Arid Lissukun tidak berlaku untuk pertemuan Mad Thobi’i dengan huruf Alif dan Hamzah.  Apabila bertemu dengan huruf Alif, maka yang berlaku adalah Hukum Mad Jaiz Munfashil.

Sebelumnya sudah dibahas, bahwa mesti berhati-hati ketika ingin berhenti di hukum Mad Jaiz

Munfashil, sekalipun dalam keadaan terpaksa, karena ini dapat mengubah makna bacaan.

 Apabila bertemu dengan huruf Hamzah, maka yang berlaku adalah waqof dengan cara Mad Wajib

Muttashil. Sekalipun sama-sama 6 harakat, yang membedakan adalah hukum Mad yang

digunakan. Mad Arid Lissukun boleh 2, 4, atau 6 harakat, sementara Mad Wajib Mutthashil harus

(62)

Hukum Mad Badal

Mad Badal adalah salah satu cabang dari hukum Mad Far’i yang pertemuan huruf-nya sama dengan hukum Mad Thobi’i, dan seringkali dianggap sebagai hukum Mad Thobi’i.

Sempat disinggung di hukum Mad Jaiz Munfashil bahwa huruf ALIF pada mushaf standar Indonesia memiliki

banyak nama. Salah satunya adalah Alif sebagai hukum Mad Badal.

Untuk mengingat hukum Mad Badal adalah dengan memahami hukum Mad Thobi’i. Jika sudah paham, maka

dikecualikan adalah huruf Alif.

Mengenai panjang bacaan, terdapat perbedaan sedikit antara Qira’at Imam Hafhs dan Imam Warsyih, yang akan

dibahas di bagian bawah.

Alif sebagai Hukum Mad Badal untuk mushaf standar Indonesia

Pada Mushaf Timur Tengah (Arab Saudi) tidak ada huruf seperti gambar di atas.

Bandingkan dengan gambar di bawah yang merupakan huruf Mad Badal pada mushaf Timur Tengah.

Dilihat dari bentuk huruf pada mushaf Timur Tengah, maka Mad Badal sebenarnya adalah huruf Hamzah atau

Hamzah-Alif atau pergantian dua huruf hamzah yang bertemu / berada dalam satu kata.

Mulanya, mushaf standar Indonesia masih menggunakan huruf Hamzah-Alif (

إ

), namun saat ini sudah

distandarisasikan menjadi huruf Alif. Sehingga terjadi kesamaan antara huruf Alif sebagai huruf berharakat

(fathah, kasrah, dhammah), Alif sebagai hukum Mad Badal, Alif sebagai pembentuk hukum Mad (panjang

(63)

Dari dua perbedaan ini, bukanlah sesuatu yang mengherankan jika ada yang mengatakan bahwa huruf Alif pada

hukum Mad Badal di Indonesia sama dengan huruf Hamzah di Arab Saudi.

ء

=

ا

Pengertian Mad Badal

 Badal artinya ganti

Makna “ganti” disini merujuk pada rumusan tajwid mushaf Timur Tengah.

Mad Badal adalah perpanjangan suara pada huruf Hamzah, sebagai pengganti huruf Hamzah yang dihilangkan,

yaitu :

 Panjang bacaan huruf Hamzah berbaris Fatha apabila bertemu dengan Hamzah Sukun (

ا

) asal

mulanya

;

 Panjang bacaan huruf Hamzah berbaris Kasrah apabila bertemu dengan huruf Ya Sukun (

) asal

mulanya

;

 Panjang bacaan huruf Hamzah berbaris Dhammah apabila bertemu dengan huruf Waw Sukun (

) asal

mulanya

Sekadar mengenal huruf Mad Badal pada mushaf Timur Tengah

 Mad Badal berbaris Fatha =

ا

 Mad Badal berbaris Kasrah =

 Mad Badal berbaris Dhammah =

UNTUK MUSHAF STANDAR INDONESIA

kunci untuk mengingat hukum Mad Badal adalah dengan memahami hukum Mad Thobi’i. Jika sudah paham, maka dikecualikan adalah huruf Alif.

huruf Alif berharakat Fat’ha (

) bertemu dengan huruf Alif ( ) atau Alif kecil di atas

huruf Alif;

huruf Alif berharakat Kasrah (

) bertemu huruf Ya Sukun (

ي

) atau Alif kecil di

bawah huruf Alif;

dan Alif berharakat Dhammah (

) bertemu Waw sukun (

و

) / Waw kecil terbalik
(64)

Contoh Mad Badal di dalam Al-Quran

(65)

Bagaimana jika pada mushaf standar Indonesia terdapat huruf Alif tanpa harakat di belakang huruf

Hamzah atau bentuk yang sama dengan Mad Badal pada mushaf Timur Tengah –> [

ا ء

] … ?

PENTING !!!

Mushaf standar Indonesia tidak lagi menggunakan huruf Hamzah-Alif untuk hukum Mad Badal.

Apabila terdapat pertemuan huruf Hamzah berharakat Fathah dengan Alif tanpa baris – yang sama bentuknya

dengan hukum Mad Badal pada mushaf Timur Tengah –> [

ا

] ) , maka Alif tersebut bukan Alif sebagai

hukum Mad (tidak dibaca panjang), akan tetapi Alif sebagai Hamzah Washal (Insya Allah akan dibahas

di ilmutajwid.com ). Contoh:

Pada mushaf standar Indonesia, huruf Hamzah adalah salah satu huruf Mad Thobi’i, bukan huruf Mad Badal. Baik mushaf standar Indonesia maupun Timur Tengah, huruf Hamzah Mad Thobi’i berbaris Fathah, ditandai

(66)

Persamaan Mad Badal dan Mad Thobi’i

Di atas sudah dijelaskan bahwa hukum Mad Badal seringkali dianggap sebagai hukum Mad Thobi’i, karena

pertemuan hurufnya yang sama.

 Dan Mad Badal apabila bertemu dengan huruf bertasydid akan menjadi hukum Mad Lazim Kilmi

Mutsaqqal, sama seperti ketika Mad Thobi’i bertemu dengan huruf bertasydid, silahkan baca –> Mad Lazim

Kilmi Mutsaqqal.

 Mad Badal juga seringkali dianggap sebagai hukum Mad Thobi’i, karena ketika bertemu dengan huruf Lam

sukun , akan menjadi hukum Mad Lazim Kilmi Mukhaffaf (akan dibahas).

Panjang Bacaan dan Imam Qira’at

Ada 2 pilihan untuk panjang bacaan Mad Badal, yaitu 2 harakat dan 6 harakat.

Indonesia umumnya menggunakan qira’at imam Hafhs, yaitu cukup dibaca panjang 2 harakat. Perlu diketahui

bahwa IlmuTajwid.com berpegang pada Imam Hafhs.

(67)

Dalam suatu riwayat, Umar bin Khattab ra berkata, “Aku mendengar Hisyam bin Hakim bin Hizam membaca

surah Al-Furqan dengan cara berbeda dari yang aku baca sebagaimana Rasulullah membacakannya kepadaku.

Hampir saja aku mau bertindak terhadapnya, namun aku biarkan sejenak hingga ia selesai membaca.

Setelah itu, aku ikat dia dengan kainku lalu aku giring ia menghadap Rasulullah. Aku sampaikan kepada beliau,

‘Aku mendengar ia membaca Al-Qur’an tidak sama dengan aku, sebagaimana Anda membacakannya

kepadaku.’

Maka beliau berkata kepadaku, ‘Bawalah ia kemari.’ Kemudian beliau berkata kepadanya, “Bacalah.’ Maka ia

membaca. Beliau kemudian bersabda, ‘Begitulah memang yang diturunkan.’

Kemudian beliau berkata kepadaku, ‘Bacalah!’ Maka aku membaca. Beliau bersabda, ‘Begitulah memang yang

diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah oleh kalian mana yang

mudah.’”

( HR Bukhari dan Muslim )

QIRA’AT

Qira’at merupakan bentuk pengucapan kalimat/kata di dalam Al Qur’an, termasuk perbedaan dialek yang

bersumber dari Rasulullah SAW.

Tiap-tiap Qiraat yang dikenalkan oleh seorang Imam memiliki kaidah-kaidah dialektika tertentu dan juga

(68)

Qira’at dan tajwid merupakan dua ilmu yang berbeda tetapi sangat berkaitan erat. Ilmu Qira’at mengenai bentuk

pengucapan dan dialektika, sedangkan ilmu tajwid bagaimana mengucapkan dengan baik dan benar.

Imam Hafhs adalah perawi dari Imam Ashim bin Bahdalah Abi an-Najud al-Kufi

Indonesia umumnya berpegangan pada Imam Hafhs .

 Imam Ashim belajar dari

– Zar bin Habisy, yang mempelajari al-Qur’an dari Abdullah bin Mas’ud

– Abu Abdirrahman as-Sulami, yang mempelajari al-Qur’an dari Ali bin Abi Thalib

– Abu Amru Sa’ad bin Iyyas asy-Syaibani al-Kufi, yang mempelajari al-Qur’an dari Abdullah bin Mas’ud.

Dan para sahabatnya tersebut menerima dari Rasulullah SAW.

Imam Warsyih adalah perawi Imam Nafi’ (Naji bin Abu Na’im).

Imam Nafi’ belajar dari tujuh orang guru dari tabi’in, di antaranya ialah Zaid bin Al Qa’qa Syaibah bin Nashah,

dan Abdurrahman bin Turmuz. Guru-guru Imam Nafi tersebut belajar kepada Abdullah bin Abbas, Ubay bin

Ka’ab dan sampai kepada Rasulullah SAW. Imam Nafi’ juga memiliki seorang perawi bernama Walun (Abu

(69)

Hukum Mad Tamkin

Mad Tamkin adalah salah satu cabang dari hukum Mad Far’i yang berlaku untuk huruf Waw Sukun bertemu

Waw Berharakat, dan Ya Sukun bertemu Ya Berharakat. Kunci hukum Mad Tamkin sama seperti

hukum-hukum Mad Far’i lainnya, yaitu terletak pada Hukum Mad Thobi’i.

Secara bahasa, Mad Tamkin adalah cara memanjangkan bacaan (Mad) pada huruf Waw dan Ya apabila bertemu

dengan huruf yang identik, sama persis baik sifat dan mahrajnya; satu sukun dan satu lagi berharakat. Dan kedua

huruf yang sama persis ini bentuknya terpisah atau tidak berada di dalam satu kata/kalimat.

Namun, ada pernyataan lain yang mendefinikasikan Hukum Mad Tamkin, dan akan dibahas di bagian bawah.

 Tamkin artinya penetapan

Penetapan ini berlaku;

 Apabila huruf berharakat Kasrah (

) bertemu huruf Ya Sukun (

ي

), dan huruf setelahnya

adalah huruf Ya Berharakat (

ي ي

ي

)

 Dan apabila huruf berharakat Dhammah (

) bertemu Waw sukun (

و

), dan setelahnya

adalah huruf Waw Berharakat (

و و و

)

 Maka cara membacanya sama seperti membaca hukum Mad Thobi’i, serta panjang bacaanya adalah 2

harakat.

 Dan pada pertemuan huruf yang kedua dan ketiga yang sifat dan makhraj-nya sama, cukup dibaca 1

harakat. Dan tidak dibaca sebagaimana hukum Idgham (peleburan dua huruf yang dibaca seperti huruf yang

bertasydid).

Perlu digarisbawahi, apabila terjadi pertemuan dua huruf yang sama sifat dan makhrajnya di dalam

kata/kalimat yang terpisah – satu sukun dan satu lagi huruf berharakat-, maka yang berlaku adalah hukum Idgham Mutamatsilain dan Hukum Idgham Mitslain. Sebagaimana hukum-hukum Idgham, yaitu memiliki ciri-ciri Tanda Tasydid Hukum , yaitu tasydid yang diberikan karena adanya hukum pertemuan atau

peleburan pada kata/kalimat.

(70)

Contoh Hukum Mad Tamkin :

Di dalam Surah Al-Insyiqaq ayat 25 di atas, silahkan perhatikan di depan huruf Waw Sukun terdapat huruf

Alif. Sebelumnya di hukum Idgham Mutamatsilain sudah dijelaskan soal huruf Alif ini.

Alif disamping huruf Waw Sukun ini sebagai bentuk kata JAMAK

(

ا و م ا

artinya ‘beriman’ menunjukkan kata jamak atau banyak yaitu orang-orang yang beriman ). Tanpa huruf Alif di samping huruf Waw Sukun tersebut maknanya akan berbeda. Penjelasan ini lebih
(71)

Di dalam Ilmu Tajwid, huruf Alif ini tidak berfungsi atau dianggap tidak ada. Pada mushaf Timur Tengah, diberi bulatan kecil di atas huruf Alif.

Karena ALIF DIANGGAP TIDAK ADA , maka – pada Surah Al-Insyiqaq ayat 25 di atas – yang berlaku adalah cara membaca sesuai dengan hukum Mad Tamkin.

Silahkan Lihat Gambar di bawah ini!

Dan bedakan antara hukum Idgham Mutamatsilain dengan hukum Mad Tamkin.

Apabila terjadi dua huruf yang sama sifat dan mahrajnya – satu sukun dan satu lagi berharakat -, maka yang

berlaku adalah hukum Idgham Mutamatsilain, yaitu ditandai dengan Tasydid Hukum di atas huruf berharakat.

Sekali lagi, Kunci Mad Tamkin adalah mengingat hukum Mad Thobi berbaris Kasrah dan Dhammah Namun, apabila sebelum huruf Waw Berharakat atau Ya Berharakat tidak terjadi hukum Mad Thobi’i, maka

yang berlaku adalah Hukum Idgham Mutamatsilain <—- Silahkan Klik!

PENGERTIAN LAIN DARI HUKUM MAD TAMKIN

Di atas sempat disinggung bahwa ada pernyataan lain yang mendefinisikan mengenai hukum Mad Tamkin. Di

sini tidak akan membahas siapa yang keliru atau tidak, inilah yang paling benar dan inilah yang salah, karena dari perbeda

Referensi

Dokumen terkait

Selama pekerjaan Selama pekerjaan pembangunan, maka pembangunan, maka mutlak mutlak diperlukannya suatu diperlukannya suatu pengawasan serta controlling baik itu oleh

Hak atas Merek, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indoensia kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka

Sebagaimana dalam penelitian Nurmanila (2016) NPF memiliki pengaruh positif terhadap penyaluran pembiayaan UMKM pada BPRS di Indonesia, tetapi hasil penelitian tersebut tidak

Seleksi Jalur Mandiri Alih Jenjang adalah jalur seleksi bagi calon mahasiswa baru yang dilakukan berdasarkan seleksi terhadap kompetensi profesi sesuai jenjangnya

Tidak satu pun dalam kondisi penggunaan normal Bisa menyebabkan iritasi mata pada orang yang rentan.. CAS-No EINECS-No

Apabila pelaggan mempunyai design sendiri mereka dapat mengirimkan design tersebut melalui fax atau e- mail, apabila tidak maka Drafter akan mendesain dan mempresentasikan kepada

Dream Strenght (kekuatan) Weakness (kelemahan) Opportunity (Peluang) Threats (Ancaman) Membuat Sumur Air Tawar untuk dialirkan ke Rumah Apung Semangat gotong royong

75.000,- sedangkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 pada Pasal 3 mengubah aturan yang mengatur tentang jumlah denda terhadap pemberlakuan Pidana