BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Acne Vulgaris
2.1.1 Defenisi Acne Vulgaris
Acne vulgaris adalah peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang
ditandai dengan adanya erupsi komedo, papul, pustul, nodus dan kista pada tempat prediliksi seperti muka, leher, lengan atas, dada dan punggung (Wasitaatmadja, 2005). Penyakit ini terutama terjadi pada remaja dan biasanya berinvolusi sebelum 25 tahun namun bisa berlanjut sampai usia dewasa. Acne vulgaris terutama timbul pada kulit yang berminyak berlebihan akibat produksi
sebum yang berlebihan (Yuindartanto, 2009).
2.1.2 Etiologi
Penyebabnya belum dapat dipastikan, karena masih banyak perbedaan pendapat, setiap orang mempunyai hal khusus yang mungkin dapat dianggap sebagai penyebab timbulnya acne vulgaris. Dapat dikatakan penyebab acne vulgaris adalah multifaktorial (Cunlife dalam skripsi Rahmawati, 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya acne vulgaris, yaitu: 1. Faktor genetik
penyebaran lesi, dan lamanya kemungkinan mendapat acne vulgaris terutama genotip XYY (Hasan, 1984).
2. Faktor Infeksi dan Trauma
Peradangan dan infeksi di folikel pilosebasea terjadi karena adanya peningkatan jumlah dan aktivitas flora folikel yang terdiri dari Propionilbacterium- Aknes, Corynebacterium Aknes, Pityrosporum ovale dan
Staphylococcus epidermidis. Bakteri-bakteri ini berperan dalam proses kemotaksis
inflamasi dan pembentukan enzim lipolitik yang mengubah fraksi lipid sebum. Propionilbacterium Aknes berperan dalam iritasi epitel folikel dan mempermudah
terjadinya acne vulgaris. Selain itu, adanya trauma fisik berupa gesekan maupun tekanan dapat juga merangsang timbulnya acne vulgaris (Siregar, 2005).
3. Faktor hormonal
gonadotropin mempengaruhi ovarium dan kelenjar adrenal secara tidak Iangsung serta merangsang kelenjar sebaceus, dengan demikian dapat memperberat acne vulgaris (Siregar, 2005).
4. Faktor diet
Makanan sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya acne vulgaris masih diperdebatkan. Secara umum dikatakan bahwa makanan yang mengandung banyak lemak, pedas, coklat, susu, kacang-kacangan, keju, alkohol dan sejenisnya dapat merangsang kambuhnya acne vulgaris. Lemak yang tinggi pada makanan akan mempertinggi kadar komposisi sebum, sedangkan makanan dengan kadar karbohidrat tinggi dapat mempertinggi susunan lemak permukaan kulit. Dalam sebuah studi disimpulkan bahwa diet rendah GL (glycemic load) dapat memperbaiki lesi acne vulgaris dan perbaikan sensitivitas insulin (Pujianta, 2010).
5. Faktor Kosmetik
6. Kondisi Kulit
Kondisi kulit juga berpengaruh terhadap acne vulgaris. Ada empat jenis kulit wajah, yaitu:
a) Kulit normal, ciri-cirinya : kulit tampak segar, sehat, bercahaya, berpori halus, tanpa acne vulgaris, tidak berpigmen, tidak berkomedo, tidak bernoda, elastisitas baik
b) Kulit berminyak, ciri-cirinya : mengkilat, tebal, kasar, berpigmen, berpori besar
c) Kulit kering, ciri-cirinya : Pori-pori tidak terlihat, kencang, keriput, berpigmen
d) Kulit Kombinasi, ciri-cirinya : dahi, hidung, dagu berminyak, sedangkan pipi normal/kering atau sebaliknya.
Jenis kulit berhubungan dengan acne vulgaris adalah kulit berminyak. Kulit berminyak dan kotor oleh debu, polusi udara, maupun sel-sel kulit yang mati yang tidak dilepaskan dapat menyebabkan penyumbatan pada saluran kelenjar sebasea dan dapat menimbulkan acne vulgaris (Indang, 2006).
7. Faktor pekerjaan
8. Faktor Psikis
Emosi, terutama stres sering ditemukan sebagai faktor penyebab kambuhnya acne vulgaris. Adanya acne vulgaris kadang menimbulkan kecemasan yang berlebihan dimana hal tersebut mendorong penderita memanipulasi acne vulgarisnya secara mekanis, sehingga kerusakan dinding folikel semakin parah dan bisa menimbulkan lesi-lesi acne vulgaris baru (Harahap, 2000).
2.1.3 Patogenesis
Hartadi (2010) menyebutkan ada empat hal yang erat hubungannya dengan patofisiologi acne vulgaris, yaitu:
1. Peningkatan produksi sebum
Menurut Kligman sebum ibarat minyak lampu pada acne vulgaris, ini berarti tidak mungkin terjadi acne vulgaris tanpa sebum. Plegwig berpendapat bahwa ditemukan hubungan yang selaras antara peningkatan produksi sebum, permulaan acne vulgaris pada masa pubertas dan berat ringannya acne vulgaris. Hormon Androgen yang secara nyata meningkat produksinya pada permulaan pubertas dapat menyebabkan pembesaran dan peningkatan aktifitas kelenjar sebaceus. Produksi sebum yang meningkat akan disertai peningkatan unsur komedogenik dan inflamatorik penyebab lesi acne vulgaris.
2. Penyumbatan keratin di saluran pilosebaseus
oleh androgen, sebum, asam lemak bebas dan skualen yang bersifat komedogenik. Masa keratin yang terjadi ternyata berbeda dengan keratin epidermis. Masa keratin folikel sebasea lebih padat dan lebih lekat, sehingga lebih sulit terlepas satu dengan yang lainnya, mengakibatkan proses penyumbatan lebih mudah terjadi. Proses penyumbatan akan lebih cepat bila ada bakteri atau ada proses inflamasi. Aliran sebum akan terhalang oleh hiperkeratinisasi folikel sebasea, maka akan terbentuk mikrokomedo yang merupakan tahap awal dari lesi acne vulgaris yang bisa berkembang menjadi lesi inflamasi maupun non inflamasi.
3. Abnormalitas mikroorganisme di saluran pilosebaseus
Bakteri mempunyai peranan dalam terjadinya acne vulgaris. Ditemukan tiga kelompok besar mikroorganisme pada kulit penderita acne vulgaris, yaitu Propionilbacterium aknes, Staphylococcus epidermidis, dan satu golongan fungus
adalah Pityorosporum ovale. Mikroflora kulit dan saluran pilosebaseus penderita acne vulgaris jauh lebih banyak daripada yang terdapat pada orang sehat. Di
4. Proses inflamasi
Diduga disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor immunologik dan non immunologik. Persoalan immunologik acne vulgaris adalah karena serbuan leukosit PMN dan limfosit ke kelenjar sebasea karena diundang oleh sinyal kemotaktik Propionilbacterium Aknes untuk masuk ke dalam lumen folikel sebasea. Setelah leukosit PMN masuk ke dalam lumen, maka akan memfagosit Propionilbacterium Aknes dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang akan merusak
dinding folikel dan ruptur sehingga isi folikel (lipid dan keratin) masuk ke dalam dermis sehingga mengakibatkan inflamasi. Sedangkan faktor non immunologik yang penting adalah asam lemak bebas, protease dan bahan yang menyerupai prostaglandin yang dapat mencapai jaringan sekitar unit pilosebaseus secara difusi, kemudian menyebabkan terjadinya proses inflamasi.
2.1.4 Klasifikasi Acne Vulgaris
Klasifikasi acne vulgaris sampai saat ini belum ada yang memuaskan, karena belum ada dasar pengukuran yang obyektif. Tujuan penentuan klasifikasi acne vulgaris antara lain adalah untuk penilaian hasil pengobatan. Klasifikasi
yang sering digunakan, yaitu :
1. Menurut Kligman dan Plewig (1975) yang berdasarkan bentuk lesi.
a. Acne vulgaris komedonal
Tingkat I : kurang dari 10 komedo pada satu sisi wajah. Tingkat II : 10 – 25 komedo pada satu sisi wajah. Tingkat III : 25 – 50 komedo pada satu sisi wajah. Tingkat IV : lebih dari 50 komedo pada satu sisi wajah.
b. Acne vulgaris papulopustuler
Lesi terdiri dari komedo dan campuran lesi yang meradang yang dapat berbentuk papel dan pustul. Dibagi menjadi 4 tingkat sebagai berikut:
Tingkat I : Kurang dari 10 lesi meradang pada satu sisi wajah. Tingkat II : 10 - 20 lesi meradang pada satu sisi wajah.
Tingkat III : 20 – 30 lesi meradang pada satu sisi wajah. Tingkat IV : Lebih dari 30 lesi meradang pada satu sisi wajah.
c. Acne vulgaris konglobata
Merupakan bentuk acne vulgaris yang berat, sehingga tidak ada pembagian tingkat beratnya penyakit. Biasanya lebih banyak diderita oleh laki-laki. Lesi yang khas terdiri dari nodulus yang bersambung, yaitu suatu masa besar berbentuk kubah berwarna merah dan nyeri. Nodul ini mula-mula padat, tetapi kemudian dapat melunak mengalami fluktuasi dan regresi, dan sering meninggalkan jaringan parut.
2. Menurut Pillsbury dan kawan-kawan (dalam buku Penyakit Kulit, 1990) : I. Tingkat I : lesi utama terdiri dari komedo dan tidak dijumpai
peradangan
III. Tingkat III : lesi terdiri dari komedo, pustula kecil dan adanya kecenderungan untuk terjadinya peradangan yang lebih dalam. IV. Tingkat IV : lesi utama berupa kista dengan infestasi sekunder 3. Klasifikasi Menurut bagian ilmu penyakit dan kelamin FKUI / RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo dikutip dari Sukardi (2008), klasifikasi acne vulgaris yaitu:
a. Ringan : Terdapat 5-10 komedo putih, komedo hitam dan papul pada jerawat atau terdapat <5 pustul dan nodul pada wajah.
b. Sedang : Terdapat >10 komedo putih, komedo hitam dan papul atauterdapat 5-10 pustul dan nodul pada wajah.
c. Berat : Terdapat >10 pustul dan nodul pada wajah
2.2 Remaja
2.2.1 Defenisi Remaja
Menurut Papilia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Adapun Anna Freud (dalam Harlock, 1990), berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
2.2.2 Aspek- aspek Perkembangan Pada Masa Remaja
Perkembangan pada masa remaja dapat ditijau dari beberapa aspek, yaitu:
a. Perkembangan Fisik
b. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide ini. seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah secara berfikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru. Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir dan bahasa. Piaget (dalam Papalia dan Olds, 2001), mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berfikir abstrak. Piaget menyebutkan tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia dan Olds, 2001).
c. Perkembangan Kepribadian dan Sosial
dengan peran yang penting dalam hidup (Erickson dalam Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan sosial pada remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia dan Olds, 2001). Dibanding masa anak-anak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstrakurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia dan Olds, 2001).
2.3 Konsep Diri 2.3.1 Defenisi
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. (Widayatun, 1999; 225)
Rentang Respon Konsep Diri
Respon Adaptif Respon maladaptive
Aktualisasi konsep diri harga diri kerancuan depersonalisasi diri positif rendah identitas
(Stuart, 2006;187 )
Skema 2.3.1 Rentang Respon Konsep Diri
2.3.2 Komponen konsep diri
Konsep diri terdiri dari 5 komponen diantaranya: 1. Gambaran diri
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu (Keliat, 2002). Menurut Stuart dan Sundeen (2005) gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yangsecara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu.
lain. Selain itu, gambaran diri juga dipengaruhi oleh nilai sosial budaya. Budaya dan masyarakatmenentukan norma-norma yang diterima luas mengenai gambaran diri dan dapat mempengaruhi sikap seseorang, misalnya berat tubuh yang ideal, warna kulit, tindik tubuh serta tato dan sebagainya (Alimul, 2008). Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukkan tandadan gejala seperti:
1. Syok psikologis
Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.
2. Menarik diri
Individu menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak mungkin maka individu akan lari atau menghindar secara emosional.
3. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah individu sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan atau berduka muncul setelah fase ini individu mulai melakukan realisasi dengan gambaran diri yang baru (Stuart dan Sundeen, 2005).
Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak tanda dan gejala berikut secara menetap maka respon individu dianggap maladaptive sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu:
a. menolak untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah b. tidak dapat menerima perubahan-perubahan struktur dan fungsi
tubuh
d. perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh
e. preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang f. mengungkapkan keputusan
g. mengungkapkan ketakutan ditolak
h. dipersonalisasi dan menolak penjelasan tentang perubahan tubuh
2. Ideal diri
Menurut Keliat (2002) Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe seseorang yang diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai.
Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai dan standar perilaku yang dianggap ideal dan diupayakan untuk dicapai. Diri ideal berawal dalam tahun prasekolah dan berkembang sepanjang hidup. Diri ideal dipengaruhi oleh norma masyarakat dan harapan serta tuntutan dari orang tua dan orang terdekat (Potter dan Perry, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri:
a. Kecendrungan individu menempatkan ideal diri pada batas kemampuannya.
c. Ambisi atau keinginan untuk melebihkan keberhasilan kebutuhan yang realistis, maka terjadi keinginan untuk menghindari kegagalan , perasaan cemas dan rendah diri.
3. Harga diri
Harga diri menurut Alimul (2008) adalah penilaian individu tentang dirinya dengan menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal diri yang lain. Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain. Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 2005).
Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri sendiri dan orang lain. Harga diri bergantung pada kasih sayang dan penerimaan. Harga diri mencakup penerimaan diri sendiri karena nilai dasar, meski lemah dan terbatas. Seseorang yang menghargai dirinya dan merasa dihargai oleh orang lain biasanya mempunyai harga diri yang tinggi. Seseorang yang merasa tidak berharga dan menerima sedikit respek dari orang lain biasanya mempunyai harga diri yang rendah (Potter dan Perry, 2005).
Ketika berhasil, seorang individu dengan harga diri rendah cenderung mengatakan bahwa keberhasilan yang diraihnya adalah keberuntungan dan atau atas bantuan orang laindari pada kemampuan pribadi. Coopersmith (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 2005) menguraikan empat cara meningkatkan harga diri pada anak yaitu memberi kesempatan berhasil, menanamkan gagasan, mendorong aspirasi, membantu membentuk koping.
Coopersmith (1998) dalam Stuart dan Sundeen (2005) membagi harga diri kedalam empat aspek:
a. Kekuasaan ( power ) adalah kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individudari orang lain.
b. Keberartian (significance) adalah adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari oranglain.
c. Kebajikan (virtue) adalah ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan.
Menurut Burn (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri seperti:
a) Perkembangan individu
Faktor presdiposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak diantar dan mengakibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang terdekat atau orang yang dianggap penting, ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak percaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan tanggung jawab terhadap perilakunya.
b) Ideal diri tidak realistis
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standar yang tidak dapat dicapai seperti cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis.
c) Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri. d) Sistem keluarga yang tidak berfungsi
e) Penanganan traumatik yang berulang-ulang misalnya akibat penganiayaan fisik, emosi dan seksual.
4. Peran
Peran diri adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Beck, dkk, 2006). Peran diri adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Alimul, 2008). Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat ( Keliat, 1992 ).
Sebagian besar individu mempunyai lebih dari satu peran. Peran yang umum termasuk peran sebagai ibu atau ayah, istri atau suami, anak perempuan atau anak laki-laki, pekerja atau majikan, saudara perempuan atau laki-laki, dan teman. Setiap peran mencakup pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini mengarah pada penghargaan. Ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan ini menyebabkan penurunan harga diri atau terganggunya konsep diri seseorang (Potter dan Perry, 2005).
struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan ( Keliat, 1992 ). Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu banyak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di lakukan menurut Stuart and Sundeen (2005) adalah:
1. Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran. 2. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan . 3. Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.
4. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
5. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku peran. Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap perannya di pengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu:
a. Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang peran yang diharapkan.
b. Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya. c. Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya.
d. Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan
Selain itu dapat saja terjadi berbagai gangguan peran, penyebab atau faktor-faktor ganguan peran tersebut dapat di akibatkan oleh:
a) Konflik peran interpersonal Individu dan lingkungan tidak mempunyai harapan peran yang selaras.
d) Keragu-raguan peran
e) Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan dengan proses menua
f) Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran g) Ketergantungan obat
h) Kurangnya keterampilan sosial i) Perbedaan budaya
j) Harga diri rendah
k) Konflik antar peran yang sekaligus di perankan
Gangguan-gangguan peran yang terjadi tersebut dapat ditandai dengan tanda dan gejala, seperti:
1) Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan menampilkan peran
2) Mengingkari atau menghindari peran 3) Kegagalan transisi peran
4) Ketegangan peran
5) Kemunduran pola tanggungjawab yang biasa dalam peran 6) Proses berkabung yang tidak berfungsi
7) Kejenuhan pekerjaan
e. Identitas diri
suatu kesatuan yang utuh. Seseorang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya.
Ciri-ciri mengidentifikasikan identitas:
a. Mengenal diri sendiri sebagai organisme yang utuh dan terpisah dari orang lain.
b. Mengakui jenis kelamin sendiri.
c. Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan. d. Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.
e. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang.
f. Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat
direalisasikan (Widayatun, 1999; 225).
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Menurut Stuart dan Sundeen (2005), ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri. Faktor tersebut terdiri dari:
1. Teori perkembangan
mereka. Perubahan fisik dalam ukuran dan penampilan menyebabkan perubahan dalam persepsi diri dan penggunaan tubuh. Remaja menghabiskan banyak waktu di depan cermin untuk hygiene, berdandan dan berpakaian dimana mereka mencari perbaikan dari penampilan mereka sebanyak mungkin. Distres yang besar dirasakan tentang ketidak sempurnaan yang diserap (Perry dan Potter, 2005).
Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat dengan pembentukan identitas (Erikson, 1963 dalam Potter dan Perry, 2005). Pengalaman yang positif pada masa kanak-kanak memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri mereka. Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsepdiri yang buruk.
2. Significant other (orang yang terpenting atau orang yang terdekat)
yang berbeda-beda. Suatu interaksi dikatakan berkualitas, jika mampu memberikan kesempatan kepada individu untuk mengembangkan diri dengan segala kelebihandan kekurangan yang dimilikinya.
3. Self Perception (persepsi diri sendiri)
Persepsi individu terhadap diri sendiri, serta pengalamannya mengenaimasalah fisik (jerawat) yang mereka alami, antara lain:
a) Life Style (gaya hidup)
Gaya hidup yang dimiliki oleh kebanyakan dari remaja sekarang lebih cenderung pada gaya hidup yang serba instan dan modern misalnya dalam perawatan muka. Pada remaja putri bagian wajah sering kali dipoles dengan kosmetik, tujuannya selain untuk mempercantik diri juga untuk melindung kulit dari sinar matahari. Namun pada dore hari kosmetik yang tidak segera dihapus dan dibersihkanakan menjadi populasi bersama keringat dan debu yang menempel di wajah sehingga bisa menyebabkan terjadinya acne vulgaris.
b) Tipe kepribadian
Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi dan perilaku yang berbeda serta mempunyai karakteristik yang menentukan gaya personal individu dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan (Farozin, 2004).
(ekstrovert) mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan orang berkepribadian tipe A (introvert ). Remaja putri yang mempunyai kepribadian introvert sering kali sulit bergaul, hati tertutup dan sulit berhubungan dengan orang lain dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini mengakibatkan remaja putri tersebut tidak ada keinginan untuk mencari tahu tentang penyelesaian masalah dari orang lain dan cenderung berfikir dengan pengalaman yang mereka dapatkan (Farozin, 2006). Remaja putri yang mempunyai kepribadian ekstrovert seringkali mudah bergaul, hatinya terbuka, hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini menyebabkan remaja putri tersebut selalu mencari solusi dari masalah jerawatnya yaitu dengan bertanya dan cenderung tidak ingin berprasangka dengan pemikiran mereka sendiri (Farozin,2006).
c) Bentuk Anatomi Tubuh
2.3.4 Kriteria Kepribadian Yang Sehat
Menurut Andayani, B dan Afiatin, T (2006), kriteria kepribadian yang sehat sebagai berikut:
1. Citra tubuh yang positif dan akurat
Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini dan masa lalu.
2. Ideal dan realitas
Individu mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai.
3. Konsep diri yang positif
Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa individu akan sesuai dalamhidup.
4. Harga diri tinggi
Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinyasebagai seseorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama denganapa yang ia inginkan.
5. Kepuasan penampilan peran
6. Identitas jelas
Individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah kehidupan dalam mencapai tujuan.
2.3.5 Karakteristik Konsep Diri Rendah
Menurut Carpenito, 1995 dalam Taylor, 1997 dalam Tarwoto dan Wartonah Andayani, B dan Afiatin, T (2006), karakteristik konsep diri rendah sebagai berikut:
a. Menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu b. Tidak mau berkaca
c. Menghindari diskusi tentang topik dirinya d. Menolak usaha rehabilitasi
e. Melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat f. Mengingkari perubahan pada dirinya
g. Meningkatkan ketergantungan pada orang lain
h. Tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan dan menangis i. Menolak berpartisipasi dalam perawatan dirinya
j. Tingkah laku yang merusak seperti penggunaan obat-obatan dan alkohol