HUBUNGAN ACNE VULGARIS DENGAN KONSEP DIRI PADA
REMAJA PUTRI DI SMK PANCA BUDI MEDAN
SKRIPSI
Oleh
Tambar Malem Sinaga
131121029
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan karena atas rahmat penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Acne Vulgaris Dengan Konsep Diri Remaja Putri di SMK Panca Budi Medan”, untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Pada saat penyelesaian skripsi ini peneliti mengucapkan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta dorongan kepada peneliti sehingga skripsi ini terselesaikan.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang terhormat :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan pengetahuan, bimbigan, masukan dan arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Ibu Nunung F Sitepu, S.Kep, MNS dan Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan yang telah diberikan demi perbaikan proposal skripsi ini.
5. Kepala Sekolah SMK Panca Budi Medan yang telah membantu dalam memperlancar penelitian.
6. Terkhusus buat kedua orangtua tercinta, Bapak Dahlan Sinaga dan Ibu Raskita Sembiring atas segala dukungan moral dan materil serta do’a sehingga skripsi
ini terselesaikan, dan kepada adik-adik saya yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan proposal skripsi ini.
7. Untuk semua teman-teman yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari dalam pembuatan skripsi ini masih ada yang kurang
sempurna, maka dari itu peneliti menerima kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan skripsi ini. Semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat untuk praktik keperawatan.
Medan, Januari 2015
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah... 6
1.3 Tujuan Penelitian... 6
1.4 Manfaat Penelitian... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Acne Vulgaris... 8
2.1.1 Defenisi Acne Vulgaris... 8
2.1.2 Etiologi ... 8
2.1.3 Patogenesis... 12
2.1.4 Klasifikasi ...………... 14
2.2 Konsep Remaja... 16
2.2.1 Defenisi Remaja... 17
2.2.2 Aspek-aspek perkembangan pada remaja... 19
2.3 Konsep Diri... 19
2.3.1 Defenisi Konsep Diri... 20
2.3.2 Komponen Konsep Diri……… 20
2.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 29
2.3.4 Kriteria Kepribadian Yang Sehat ... 33
2.3.5 Karakteristik Harga Diri Rendah ... 34
BAB III KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep... 35
3.2 Defenisi Operasional... 36
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ……….. 38
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ……… 38
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 39
4.4 Pertimbangan Etik ……….... 40
4.5 Instrumen Penelitian ………. 40
4.7 Pengumpulan Data ……… 42
4.8 Analisa Data ………. 43
4.9 Metode Analisa Data ………... 44
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 45
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………... 65 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Surat Izin Penelitian
Lembar Persetujuan Responden Instrumen Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke arah bentuk tubuh orang dewasa. Terjadi pula perubahan sikap dan sifat
yang menonjol terutama terhadap teman sebaya, lawan jenis, terhadap permainan anggota keluarga. Secara biologis seorang remaja memasuki masa pubertas,
menunjukkan perubahan- perubahan khusus bagi anak-anak yang mengalami perkembangan fisik. Yang perlu dipahami adalah perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam masa remaja (adolesensi) yang menyebabkan remaja sanggup
melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan (Hurlock, 2007).
Salah satu ciri remaja adalah memperhatikan tampangnya, bagi seorang remaja kebaikan atau kejelekan penampilan merupakan hal yang penting. Remaja
selalu membandingkan dirinya dengan gambar-gambar reklame dan dalam film-film. Seorang anak remaja yang merasa bahwa penampilannya kurang baik di
antara anak-anak lainnya mengundurkan diri dari kegiatan-kegiatan bersama anak-anak lainnya dan mengembangkan sikap-sikap negatif, senantiasa cemas mengenai pendapat orang lain mengenai dirinya sehingga merasa malu dan rendah
diri (Rini J, 2007).
Pada masa remaja, sikap individu mengalami berbagai perubahan baik
timbulnya acne vulgaris. Individu yang mengalami masalah acne vulgaris seringkali mempunyai masalah yang berkaitan dengan harga diri, keyakinan
terhadap diri sendiri, pergaulan sosial, kemurungan, dan kegusaran. Masalah acne vulgaris sering terjadi pada bagian muka, belakang badan dan dada. Masalah ini
memberikan kesan psikologis yang buruk pada remaja, terutama remaja dalam masa persekolahan. Pada tahap ini, faktor image remaja dan aktivitas pergaulan sosial sangat penting. Walaupun masalah ini dianggap ringan dan boleh diobati
sendiri tetapi jika tidak dirawat akan mengakibatkan kesan fisik dan emosi yang buruk (Willis, S. Sofyan, DR,M.Pd.2005).
Keluhan yang sering dialami oleh kebanyakan orang khususnya remaja
putri pada wajahnya adalah acne vulgaris. Acne vulgaris merupakan salah satu penyakit kulit yang meresahkan. Kondisi peradangan abnormal pada kulit yang
terjadi menahun (kronik) akibat penyumbatan kelenjar minyak dan produksi kelenjar minyak yang berlebihan mengakibatkan acne vulgaris. Ketakutan bahwa kulit yang memiliki acne vulgaris akan dinilai orang lain memiliki pengaruh
terhadap kehidupan fisik dan sosial seseorang (Lubis, 2007). Menurut Kligmann dalam Efendi Z (2007), acne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang paling
banyak diderita oleh manusia, tidak ada satupun orang di dunia ini melewati masa hidupnya tanpa sebuah acne vulgaris dikulitnya. Ada beberapa faktor pemicu acne vulgaris. Pertama, acne vulgaris bisa disebabkan kelebihan
hormon. Faktor kedua, acne vulgaris disebabkan bakteri yang menempel pada kulit wajah. Ketiga, berkaitan dengan ras. Keempat, faktor makanan. Kelima, bisa
Dalam beberapa penelitian disebutkan, anak perempuan yang menderita depresi dan kecemasan beresiko 68% memiliki acne vulgaris. Sumber lain juga
menyatakan, sebanyak 80-100% terjadi dalam usia remaja 14-17 tahun pada wanita, dan 16-19 tahun pada pria. Berdasarkan penelitian Goodman (1999), acne vulgaris dialami pada usia 16-17 tahun, dimana wanita berkisar 83-85 % dan pria
berkisar 65-80%. Dari survey di kawasan Asia Tenggara, terdapat 40-80% kasus acne vulgaris. Sedangkan di Indonesia, catatan Kelompok Studi Dermatologi
Kosmetik Indonesia, menunjukkan terdapat 60% penderita pada tahun 2008 dan 80% pada tahun 2009. Dari kasus di tahun 2009, kebanyakan penderitanya adalah
remaja dan dewasa usia antara 11-25 tahun (Efendi, 2007).
Remaja putri tampak kurang menyukai perubahan fisik ketika beranjak remaja, khususnya mengenai acne vulgaris. Acne vulgaris ini dapat menyebabkan
remaja putri seringkali merasa malu dan menutup diri terhadap lingkungan. Berbeda dengan remaja putra yang cenderung menerima apa adanya yang mereka alami seiring pubertas. Dengan munculnya acne vulgaris pada masa remaja, maka
kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang pada akhirnya dapat mempengaruhi konsep diri remaja putri (Al-Hoqail, I.A.,2008).
Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Ali, 2006). Menurut Keliat (2002) konsep diri terdiri dari lima
komponenyaitu: Citra diri (body image), ideal diri, harga diri, penampilan peran, identitas personal. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang
menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri.
Semua perempuan pada dasarnya menginginkan kulit muka yang bersih, begitu pun remaja di mana masa membentuk diri dalam segala segi dengan sebaik- baiknya. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Deni Giri
Hermawan pada tanggal 6 februari 2012 terhadap murid perempuan kelas X SMK Negeri 1 Indramayu yang berjumlah 269 orang, ternyata 145 orang atau (54 %)
di antaranya menderita jerawat dan hasil wawancara terhadap 10 siswi yang berjerawat, 7 siswi mengatakan tidak menginginkan adanya jerawat yang mereka alami saat melewati masa pubertas sehingga membuat mereka kurang percaya diri
untuk tampil di depan umum, ada yang merasa takut dan rendah diri karena wajahnya tidak cantik akibat tumbuhnya jerawat bahkan lima diantaranya
merasa terganggu karena perubahan bentuk wajah mereka membuat mereka tidak bisa menarik perhatian orang lain untuk melihatkan bakat yang dimilikinya.
Komponen konsep diri remaja yang mempunyai jerawat sering
terganggu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Deni Giri Hermawan tersebut terhadap (10%) 15 murid perempuan yang berjerawat di SMK Negeri 1
Indramayu terdapat 12 murid perempuan mengalami gangguan konsep diri. Hal tersebut dapat dilihat pada murid perempuan di SMK Negeri 1 Indramayu yang mempunyai jerawat, mereka merasa ada yang berubah terutama pada citra
dirinya karena ketidak nyamanan disekitar wajah dan tidak sama seperti teman sebayanya yang tidak mempunyai jerawat serta mengakibatkan harga dirinya
Citra tubuh menunjukkan gambaran diri yang dimiliki setiap orang, penyakit atau gangguan kulit dapat merusak konsep dirinya, mengadaptasi
perilaku yang diakibatkan timbulnya jerawat dapat mempengaruhi identitasnya dan menghalangi perannya didalam masyarakat atau lingkungan sekolah. Dilihat
dari cara pergaulannya, mereka merasa kurang percaya diri, malu, kurang kontak mata saat diajak bicara, berusaha selalu memalingkan muka sertakurang semangat dalam melakukan aktifitas. Tetapi tidak semua remaja yang berjerawat dapat
mengalami gangguan konsep diri. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dan informasi yang didapat dari
media, baik cetak maupunelektronik (Farozin, 2004).
Dalam Journal of Paediatrics and Child Health peneliti menemukan acne vulgaris terkait dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi serta depresi pada
remaja yang berusia antara 12-18 tahun, seperti dikutip dari Livestrong, sedangkan studi lain menemukan remaja yang mengunjungi dokter kulit untuk mengatasi masalah jerawat memiliki kesulitan emosional dan
sosial yang setingkat dengan pasien epilepsi atau diabetes. Serta ada pula bukti lain yang menunjukkan ketika gejala masalah mental atau emosional parah, maka
remaja ini mengalihkannya dengan mengonsumsi makanan junk food sehingga membuat acne vulgaris bertambah parah (Bararah, 2012).
Melihat fenomena di atas maka penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Apakah ada hubungan acne vulgaris dengan konsep diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014”
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada “Hubungan acne vulgaris dengan konsep diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014”.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan acne vulgaris dengan gambaran diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014.
2. Mengetahui hubungan acne vulgaris dengan ideal diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014.
3. Mengetahui hubungan acne vulgaris dengan harga diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014.
4. Mengetahui hubungan acne vulgaris dengan peran remaja putri di SMK
Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014.
5. Mengetahui hubungan acne vulgaris dengan identitas diri putri di SMK
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk peneliti sendiri penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan penulis tentang acne vulgaris dan
konsep diri pada masa remaja.
2. Bagi Remaja Putri
Sebagai bekal pengetahuan bagi remaja dalam menghadapi masa pubertas
serta mengetahui perubahan yang terjadi sehingga remaja dapat menerima serta mengerti hal-hal yang mungkin terjadi selama tumbuhnya acne vulgaris.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi proses penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan acne vulgaris dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Acne Vulgaris
2.1.1 Defenisi Acne Vulgaris
Acne vulgaris adalah peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya erupsi komedo, papul, pustul, nodus dan kista pada
tempat prediliksi seperti muka, leher, lengan atas, dada dan punggung (Wasitaatmadja, 2005). Penyakit ini terutama terjadi pada remaja dan biasanya berinvolusi sebelum 25 tahun namun bisa berlanjut sampai usia dewasa. Acne
vulgaris terutama timbul pada kulit yang berminyak berlebihan akibat produksi sebum yang berlebihan (Yuindartanto, 2009).
2.1.2 Etiologi
Penyebabnya belum dapat dipastikan, karena masih banyak perbedaan pendapat, setiap orang mempunyai hal khusus yang mungkin dapat dianggap
sebagai penyebab timbulnya acne vulgaris. Dapat dikatakan penyebab acne vulgaris adalah multifaktorial (Cunlife dalam skripsi Rahmawati, 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya acne vulgaris, yaitu: 1. Faktor genetik
Pada 60% pasien, riwayat acne vulgaris juga didapatkan pada satu atau
penyebaran lesi, dan lamanya kemungkinan mendapat acne vulgaris terutama genotip XYY (Hasan, 1984).
2. Faktor Infeksi dan Trauma
Peradangan dan infeksi di folikel pilosebasea terjadi karena adanya
peningkatan jumlah dan aktivitas flora folikel yang terdiri dari Propionilbacterium- Aknes, Corynebacterium Aknes, Pityrosporum ovale dan
Staphylococcus epidermidis. Bakteri-bakteri ini berperan dalam proses kemotaksis
inflamasi dan pembentukan enzim lipolitik yang mengubah fraksi lipid sebum. Propionilbacterium Aknes berperan dalam iritasi epitel folikel dan mempermudah
terjadinya acne vulgaris. Selain itu, adanya trauma fisik berupa gesekan maupun tekanan dapat juga merangsang timbulnya acne vulgaris (Siregar, 2005).
3. Faktor hormonal
Pada 60–70% wanita lesi acne vulgaris menjadi lebih aktif kurang lebih satu minggu sebelum haid oleh karena hormon progesteron. Estrogen dalam kadar
tertentu dapat menekan pertumbuhan acne vulgaris, pada wanita diperlukan dosis yang melebihi kebutuhan fisiologis, sedangkan pada laki-laki dosis tersebut dapat menimbulkan feminisasi. TSH dengan jalan tertentu juga dapat merangsang
pertumbuhan acne vulgaris. Pil anti hamil yang mengandung ethinilestradiol 0,05 mg atau lebih mempunyai efek yang menguntungkan pada acne vulgaris.
Androgen memegang peranan penting, acne vulgaris tidak berkembang pada orang yang dikebiri. Androgen asal jaringan, alfadihidrotestosteron lebih mudah dibentuk pada orang dengan kulit acne vulgaris. Ovarektomi sebelum dewasa dan
gonadotropin mempengaruhi ovarium dan kelenjar adrenal secara tidak Iangsung serta merangsang kelenjar sebaceus, dengan demikian dapat memperberat acne
vulgaris (Siregar, 2005). 4. Faktor diet
Makanan sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya acne vulgaris masih diperdebatkan. Secara umum dikatakan bahwa makanan yang mengandung banyak lemak, pedas, coklat, susu, kacang-kacangan, keju, alkohol dan sejenisnya
dapat merangsang kambuhnya acne vulgaris. Lemak yang tinggi pada makanan akan mempertinggi kadar komposisi sebum, sedangkan makanan dengan kadar
karbohidrat tinggi dapat mempertinggi susunan lemak permukaan kulit. Dalam sebuah studi disimpulkan bahwa diet rendah GL (glycemic load) dapat memperbaiki lesi acne vulgaris dan perbaikan sensitivitas insulin (Pujianta,
2010).
5. Faktor Kosmetik
Kosmetika dapat menyebabkan acne vulgaris jika mengandung bahan-bahan komedogenik. Bahan-bahan-bahan komedogenik seperti lanolin, petrolatum, minyak atsiri dan bahan kimia murni (asam oleik, butil stearat, lauril alkohol,
6. Kondisi Kulit
Kondisi kulit juga berpengaruh terhadap acne vulgaris. Ada empat jenis
kulit wajah, yaitu:
a) Kulit normal, ciri-cirinya : kulit tampak segar, sehat, bercahaya,
berpori halus, tanpa acne vulgaris, tidak berpigmen, tidak berkomedo, tidak bernoda, elastisitas baik
b) Kulit berminyak, ciri-cirinya : mengkilat, tebal, kasar, berpigmen,
berpori besar
c) Kulit kering, ciri-cirinya : Pori-pori tidak terlihat, kencang, keriput,
berpigmen
d) Kulit Kombinasi, ciri-cirinya : dahi, hidung, dagu berminyak, sedangkan pipi normal/kering atau sebaliknya.
Jenis kulit berhubungan dengan acne vulgaris adalah kulit berminyak. Kulit berminyak dan kotor oleh debu, polusi udara, maupun sel-sel kulit yang mati
yang tidak dilepaskan dapat menyebabkan penyumbatan pada saluran kelenjar sebasea dan dapat menimbulkan acne vulgaris (Indang, 2006).
7. Faktor pekerjaan
Penderita acne vulgaris juga banyak ditemukan pada karyawan-karyawan pabrik dimana mereka selalu terpajan bahan-bahan kimia seperti oli dan
8. Faktor Psikis
Emosi, terutama stres sering ditemukan sebagai faktor penyebab
kambuhnya acne vulgaris. Adanya acne vulgaris kadang menimbulkan kecemasan yang berlebihan dimana hal tersebut mendorong penderita
memanipulasi acne vulgarisnya secara mekanis, sehingga kerusakan dinding folikel semakin parah dan bisa menimbulkan lesi-lesi acne vulgaris baru (Harahap, 2000).
2.1.3 Patogenesis
Hartadi (2010) menyebutkan ada empat hal yang erat hubungannya dengan patofisiologi acne vulgaris, yaitu:
1. Peningkatan produksi sebum
Menurut Kligman sebum ibarat minyak lampu pada acne vulgaris, ini berarti tidak mungkin terjadi acne vulgaris tanpa sebum. Plegwig berpendapat
bahwa ditemukan hubungan yang selaras antara peningkatan produksi sebum, permulaan acne vulgaris pada masa pubertas dan berat ringannya acne vulgaris. Hormon Androgen yang secara nyata meningkat produksinya pada permulaan
pubertas dapat menyebabkan pembesaran dan peningkatan aktifitas kelenjar sebaceus. Produksi sebum yang meningkat akan disertai peningkatan unsur
komedogenik dan inflamatorik penyebab lesi acne vulgaris. 2. Penyumbatan keratin di saluran pilosebaseus
Penyumbatan dimulai di infrainfundibulum, yang lapisan granulosumnya
oleh androgen, sebum, asam lemak bebas dan skualen yang bersifat komedogenik. Masa keratin yang terjadi ternyata berbeda dengan keratin epidermis. Masa
keratin folikel sebasea lebih padat dan lebih lekat, sehingga lebih sulit terlepas satu dengan yang lainnya, mengakibatkan proses penyumbatan lebih mudah
terjadi. Proses penyumbatan akan lebih cepat bila ada bakteri atau ada proses inflamasi. Aliran sebum akan terhalang oleh hiperkeratinisasi folikel sebasea, maka akan terbentuk mikrokomedo yang merupakan tahap awal dari lesi acne
vulgaris yang bisa berkembang menjadi lesi inflamasi maupun non inflamasi. 3. Abnormalitas mikroorganisme di saluran pilosebaseus
Bakteri mempunyai peranan dalam terjadinya acne vulgaris. Ditemukan tiga kelompok besar mikroorganisme pada kulit penderita acne vulgaris, yaitu Propionilbacterium aknes, Staphylococcus epidermidis, dan satu golongan fungus
adalah Pityorosporum ovale. Mikroflora kulit dan saluran pilosebaseus penderita acne vulgaris jauh lebih banyak daripada yang terdapat pada orang sehat. Di
antara mikroflora tersebut yang paling penting adalah Propionilbacterium Aknes yang mengeluarkan bahan biologik tertentu seperti bahan menyerupai prostaglandin, lipase, protease, lecithinase, neuramidase dan hialuronidase. Pada
penderita acne vulgaris, kadar asam lemak hebas, skualen dan asam sebaleik di permukaan kulit meningkat. Skualen dan asam lemak bebas bersifat
4. Proses inflamasi
Diduga disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor immunologik dan non
immunologik. Persoalan immunologik acne vulgaris adalah karena serbuan leukosit PMN dan limfosit ke kelenjar sebasea karena diundang oleh sinyal
kemotaktik Propionilbacterium Aknes untuk masuk ke dalam lumen folikel sebasea. Setelah leukosit PMN masuk ke dalam lumen, maka akan memfagosit Propionilbacterium Aknes dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang akan merusak
dinding folikel dan ruptur sehingga isi folikel (lipid dan keratin) masuk ke dalam dermis sehingga mengakibatkan inflamasi. Sedangkan faktor non immunologik
yang penting adalah asam lemak bebas, protease dan bahan yang menyerupai prostaglandin yang dapat mencapai jaringan sekitar unit pilosebaseus secara difusi, kemudian menyebabkan terjadinya proses inflamasi.
2.1.4 Klasifikasi Acne Vulgaris
Klasifikasi acne vulgaris sampai saat ini belum ada yang memuaskan, karena belum ada dasar pengukuran yang obyektif. Tujuan penentuan klasifikasi acne vulgaris antara lain adalah untuk penilaian hasil pengobatan. Klasifikasi
yang sering digunakan, yaitu :
1. Menurut Kligman dan Plewig (1975) yang berdasarkan bentuk lesi.
a. Acne vulgaris komedonal
Lesi terutama terdiri dari komedo, baik yang terbuka, maupun yang tertutup. Dibagi menjadi 4 tingkat berdasarkan derajat beratnya acne vulgaris
Tingkat I : kurang dari 10 komedo pada satu sisi wajah. Tingkat II : 10 – 25 komedo pada satu sisi wajah.
Tingkat III : 25 – 50 komedo pada satu sisi wajah. Tingkat IV : lebih dari 50 komedo pada satu sisi wajah.
b. Acne vulgaris papulopustuler
Lesi terdiri dari komedo dan campuran lesi yang meradang yang dapat berbentuk papel dan pustul. Dibagi menjadi 4 tingkat sebagai berikut:
Tingkat I : Kurang dari 10 lesi meradang pada satu sisi wajah. Tingkat II : 10 - 20 lesi meradang pada satu sisi wajah.
Tingkat III : 20 – 30 lesi meradang pada satu sisi wajah. Tingkat IV : Lebih dari 30 lesi meradang pada satu sisi wajah.
c. Acne vulgaris konglobata
Merupakan bentuk acne vulgaris yang berat, sehingga tidak ada pembagian tingkat beratnya penyakit. Biasanya lebih banyak diderita oleh
laki-laki. Lesi yang khas terdiri dari nodulus yang bersambung, yaitu suatu masa besar berbentuk kubah berwarna merah dan nyeri. Nodul ini mula-mula padat, tetapi kemudian dapat melunak mengalami fluktuasi dan regresi, dan sering
meninggalkan jaringan parut.
2. Menurut Pillsbury dan kawan-kawan (dalam buku Penyakit Kulit, 1990) :
I. Tingkat I : lesi utama terdiri dari komedo dan tidak dijumpai peradangan
II. Tingkat II :lesi terdiri dari komedo dan pustul kecil dan adanya
III. Tingkat III : lesi terdiri dari komedo, pustula kecil dan adanya kecenderungan untuk terjadinya peradangan yang lebih dalam.
IV. Tingkat IV : lesi utama berupa kista dengan infestasi sekunder 3. Klasifikasi Menurut bagian ilmu penyakit dan kelamin FKUI / RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo dikutip dari Sukardi (2008), klasifikasi acne vulgaris yaitu:
a. Ringan : Terdapat 5-10 komedo putih, komedo hitam dan papul
pada jerawat atau terdapat <5 pustul dan nodul pada wajah.
b. Sedang : Terdapat >10 komedo putih, komedo hitam dan papul
atauterdapat 5-10 pustul dan nodul pada wajah. c. Berat : Terdapat >10 pustul dan nodul pada wajah
2.2 Remaja
2.2.1 Defenisi Remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa Latin yaitu adolescene yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh
yang memberikan defenisi tentang remaja seperti DeBurun (dalam Rice, 1990) mendefenisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Papalia dan Olds (2001), tidak memberikan pengertian remaja
Menurut Papilia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai
pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Adapun Anna Freud (dalam Harlock, 1990), berpendapat
bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana
pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
2.2.2 Aspek- aspek Perkembangan Pada Masa Remaja
Perkembangan pada masa remaja dapat ditijau dari beberapa aspek, yaitu:
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensori dan keterampilan motorik (Papila dan Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan
tulang dan otot dan kematangan organ seksual serta fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh anak-anak menjadi tubuh dewasa yang ciri-cirinya
b. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk
memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam
skema kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga
menghubungkan ide-ide ini. seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah secara berfikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru. Perkembangan kognitif adalah perubahan
kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir dan bahasa. Piaget (dalam Papalia dan Olds, 2001), mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi
kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berfikir abstrak. Piaget menyebutkan tahap perkembangan kognitif ini
sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia dan Olds, 2001).
c. Perkembangan Kepribadian dan Sosial
Perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan
dengan peran yang penting dalam hidup (Erickson dalam Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan sosial pada remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya
dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia dan Olds, 2001). Dibanding masa anak-anak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti
kegiatan sekolah, ekstrakurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia dan Olds, 2001).
2.3 Konsep Diri
2.3.1 Defenisi
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. (Widayatun, 1999; 225)
Konsep diri dapat didefenisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilainan seseorang terhadap dirinya. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak
berdaya, tidak bisa berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Sebaliknya
Rentang Respon Konsep Diri
Respon Adaptif Respon maladaptive
Aktualisasi konsep diri harga diri kerancuan depersonalisasi diri positif rendah identitas
(Stuart, 2006;187 )
Skema 2.3.1 Rentang Respon Konsep Diri
2.3.2 Komponen konsep diri
Konsep diri terdiri dari 5 komponen diantaranya:
1. Gambaran diri
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk
tubuh, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu (Keliat, 2002). Menurut Stuart dan Sundeen (2005) gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan
perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yangsecara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru
setiap individu.
Gambaran diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pubertas dan penuaan terlihat
lain. Selain itu, gambaran diri juga dipengaruhi oleh nilai sosial budaya. Budaya dan masyarakatmenentukan norma-norma yang diterima luas mengenai gambaran
diri dan dapat mempengaruhi sikap seseorang, misalnya berat tubuh yang ideal, warna kulit, tindik tubuh serta tato dan sebagainya (Alimul, 2008). Beberapa
gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukkan tandadan gejala seperti: 1. Syok psikologis
Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan
dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan. 2. Menarik diri
Individu menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak mungkin maka individu akan lari atau menghindar secara emosional.
3. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah individu sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan atau
berduka muncul setelah fase ini individu mulai melakukan realisasi dengan gambaran diri yang baru (Stuart dan Sundeen, 2005).
Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang
adaptif, jika tampak tanda dan gejala berikut secara menetap maka respon individu dianggap maladaptive sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu:
a. menolak untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah b. tidak dapat menerima perubahan-perubahan struktur dan fungsi
tubuh
d. perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh
e. preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang
f. mengungkapkan keputusan
g. mengungkapkan ketakutan ditolak
h. dipersonalisasi dan menolak penjelasan tentang perubahan tubuh
2. Ideal diri
Menurut Keliat (2002) Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar dapat
berhubungan dengan tipe seseorang yang diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai.
Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai dan standar perilaku yang
dianggap ideal dan diupayakan untuk dicapai. Diri ideal berawal dalam tahun prasekolah dan berkembang sepanjang hidup. Diri ideal dipengaruhi oleh norma
masyarakat dan harapan serta tuntutan dari orang tua dan orang terdekat (Potter dan Perry, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri:
a. Kecendrungan individu menempatkan ideal diri pada batas kemampuannya.
c. Ambisi atau keinginan untuk melebihkan keberhasilan kebutuhan yang realistis, maka terjadi keinginan untuk menghindari kegagalan , perasaan
cemas dan rendah diri.
3. Harga diri
Harga diri menurut Alimul (2008) adalah penilaian individu tentang dirinya dengan menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal diri yang lain.
Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain. Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 2005).
Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri sendiri dan orang lain. Harga
diri bergantung pada kasih sayang dan penerimaan. Harga diri mencakup penerimaan diri sendiri karena nilai dasar, meski lemah dan terbatas. Seseorang
yang menghargai dirinya dan merasa dihargai oleh orang lain biasanya mempunyai harga diri yang tinggi. Seseorang yang merasa tidak berharga dan menerima sedikit respek dari orang lain biasanya mempunyai harga diri yang
rendah (Potter dan Perry, 2005).
Harga diri akan lebih bermakna dan berhasil jika diterima dan diakui
orang lain. Menurut Mars (1990) dalam Potter dan Perry (2005) harga diri juga dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup. Seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung
Ketika berhasil, seorang individu dengan harga diri rendah cenderung mengatakan bahwa keberhasilan yang diraihnya adalah keberuntungan dan atau atas bantuan
orang laindari pada kemampuan pribadi. Coopersmith (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 2005) menguraikan empat cara meningkatkan harga diri pada anak yaitu
memberi kesempatan berhasil, menanamkan gagasan, mendorong aspirasi, membantu membentuk koping.
Coopersmith (1998) dalam Stuart dan Sundeen (2005) membagi harga diri
kedalam empat aspek:
a. Kekuasaan ( power ) adalah kemampuan untuk mengatur dan
mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individudari orang lain.
b. Keberartian (significance) adalah adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari oranglain.
c. Kebajikan (virtue) adalah ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan.
Menurut Burn (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri seperti:
a) Perkembangan individu
Faktor presdiposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan
orang tua menyebabkan anak merasa tidak diantar dan mengakibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya
pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang terdekat atau orang yang dianggap penting, ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak percaya
untuk mandiri, memutuskan sendiri akan tanggung jawab terhadap perilakunya.
b) Ideal diri tidak realistis
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standar yang tidak
dapat dicapai seperti cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. c) Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.
d) Sistem keluarga yang tidak berfungsi
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu
membangun harga diri dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan terganggu jika kemampuan penyesuaian masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap
e) Penanganan traumatik yang berulang-ulang misalnya akibat penganiayaan fisik, emosi dan seksual.
4. Peran
Peran diri adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Beck, dkk, 2006). Peran diri adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan
fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Alimul,
2008). Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat ( Keliat, 1992 ).
Sebagian besar individu mempunyai lebih dari satu peran. Peran yang
umum termasuk peran sebagai ibu atau ayah, istri atau suami, anak perempuan atau anak laki-laki, pekerja atau majikan, saudara perempuan atau laki-laki, dan
teman. Setiap peran mencakup pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini mengarah pada penghargaan. Ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan ini menyebabkan penurunan harga diri atau
terganggunya konsep diri seseorang (Potter dan Perry, 2005).
Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan,
sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan
struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan ( Keliat, 1992 ). Stress peran terdiri dari konflik peran yang
tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu banyak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran
yang harus di lakukan menurut Stuart and Sundeen (2005) adalah: 1. Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran. 2. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan .
3. Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.
4. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
5. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku peran. Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap perannya di pengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu:
a. Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang peran yang diharapkan.
b. Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya. c. Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya.
d. Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan
Selain itu dapat saja terjadi berbagai gangguan peran, penyebab atau faktor-faktor ganguan peran tersebut dapat di akibatkan oleh:
a) Konflik peran interpersonal Individu dan lingkungan tidak mempunyai harapan peran yang selaras.
b) Kehilangan hubungan yang penting
d) Keragu-raguan peran
e) Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan
dengan proses menua
f) Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran
g) Ketergantungan obat
h) Kurangnya keterampilan sosial i) Perbedaan budaya
j) Harga diri rendah
k) Konflik antar peran yang sekaligus di perankan
Gangguan-gangguan peran yang terjadi tersebut dapat ditandai dengan tanda dan gejala, seperti:
1) Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan menampilkan
peran
2) Mengingkari atau menghindari peran
3) Kegagalan transisi peran 4) Ketegangan peran
5) Kemunduran pola tanggungjawab yang biasa dalam peran
6) Proses berkabung yang tidak berfungsi 7) Kejenuhan pekerjaan
e. Identitas diri
Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari
suatu kesatuan yang utuh. Seseorang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya.
Ciri-ciri mengidentifikasikan identitas:
a. Mengenal diri sendiri sebagai organisme yang utuh dan terpisah dari orang lain.
b. Mengakui jenis kelamin sendiri.
c. Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan. d. Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.
e. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang.
f. Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat
direalisasikan (Widayatun, 1999; 225).
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Menurut Stuart dan Sundeen (2005), ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri. Faktor tersebut terdiri dari:
1. Teori perkembangan
Konsep diri berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembangan melalui kebiasaan
eksplorasi atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal dan kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang
mereka. Perubahan fisik dalam ukuran dan penampilan menyebabkan perubahan dalam persepsi diri dan penggunaan tubuh. Remaja menghabiskan banyak waktu
di depan cermin untuk hygiene, berdandan dan berpakaian dimana mereka mencari perbaikan dari penampilan mereka sebanyak mungkin. Distres yang besar
dirasakan tentang ketidak sempurnaan yang diserap (Perry dan Potter, 2005).
Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat dengan pembentukan identitas (Erikson, 1963 dalam Potter dan Perry, 2005).
Pengalaman yang positif pada masa kanak-kanak memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri mereka. Pengalaman negatif sebagai anak dapat
mengakibatkan konsepdiri yang buruk.
2. Significant other (orang yang terpenting atau orang yang terdekat)
Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang
lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interpretasi diri pandangan orang lain terhadap diri, remaja
dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengannya dan pengaruh orang terdekat atau orang penting sepanjang siklus kehidupan. Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas yaitu dengan cara berkumpul untuk
melakukan aktifitas bersama dengan membentuk kelompok. Ketika remaja mengalami masalah kulit (acne vulgaris) mereka sering kali merasa kurang
percaya diri ketika berhadapan dengan temannya. Banyaknya informasi serta interaksi yang dilakukan oleh remaja dengan temannya, maka akan mengakibatkan remaja tersebut tidak merasa tersingkirkan dari lingkungannya.
yang berbeda-beda. Suatu interaksi dikatakan berkualitas, jika mampu memberikan kesempatan kepada individu untuk mengembangkan diri dengan
segala kelebihandan kekurangan yang dimilikinya. 3. Self Perception (persepsi diri sendiri)
Persepsi individu terhadap diri sendiri, serta pengalamannya mengenaimasalah fisik (jerawat) yang mereka alami, antara lain:
a) Life Style (gaya hidup)
Gaya hidup yang dimiliki oleh kebanyakan dari remaja sekarang lebih cenderung pada gaya hidup yang serba instan dan modern misalnya dalam
perawatan muka. Pada remaja putri bagian wajah sering kali dipoles dengan kosmetik, tujuannya selain untuk mempercantik diri juga untuk melindung kulit dari sinar matahari. Namun pada dore hari kosmetik yang tidak segera
dihapus dan dibersihkanakan menjadi populasi bersama keringat dan debu yang menempel di wajah sehingga bisa menyebabkan terjadinya acne vulgaris.
b) Tipe kepribadian
Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi dan perilaku yang berbeda serta mempunyai karakteristik yang menentukan gaya personal
individu dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan (Farozin, 2004). Orang dengan kepribadian tipe A (introver) lebih mudah mengalami
gangguan akibat adanya stress dari pada orang dengan kepribadian tipe B (ekstrovert). Ciri-ciri orang dengan kepribadian tipe A (introvert) yaitu tidak sabar,kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, mudah gelisah, mudah
(ekstrovert) mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan orang berkepribadian tipe A (introvert ). Remaja putri yang mempunyai kepribadian introvert sering
kali sulit bergaul, hati tertutup dan sulit berhubungan dengan orang lain dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini mengakibatkan remaja putri
tersebut tidak ada keinginan untuk mencari tahu tentang penyelesaian masalah dari orang lain dan cenderung berfikir dengan pengalaman yang mereka dapatkan (Farozin, 2006). Remaja putri yang mempunyai kepribadian ekstrovert seringkali
mudah bergaul, hatinya terbuka, hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini menyebabkan remaja putri
tersebut selalu mencari solusi dari masalah jerawatnya yaitu dengan bertanya dan cenderung tidak ingin berprasangka dengan pemikiran mereka sendiri (Farozin,2006).
c) Bentuk Anatomi Tubuh
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba dan menjamin kelangsungan hidup. Kulit dapat menyokong penampilan dan kepribadian seseorang. Dengan demikian, kulit pada manusia mempunyai peranan
yang sangat penting. Selain fungsi utama yang menjamin
kelangsungan hidup, kulit juga mempunyai fungsi lain yaitu estetik, ras dan
2.3.4 Kriteria Kepribadian Yang Sehat
Menurut Andayani, B dan Afiatin, T (2006), kriteria kepribadian yang
sehat sebagai berikut:
1. Citra tubuh yang positif dan akurat
Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini dan masa lalu.
2. Ideal dan realitas
Individu mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai tujuan
hidup yang dapat dicapai. 3. Konsep diri yang positif
Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa individu akan sesuai
dalamhidup. 4. Harga diri tinggi
Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinyasebagai seseorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama denganapa yang ia inginkan.
5. Kepuasan penampilan peran
Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan dapat berhubungan
6. Identitas jelas
Individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah kehidupan
dalam mencapai tujuan.
2.3.5 Karakteristik Konsep Diri Rendah
Menurut Carpenito, 1995 dalam Taylor, 1997 dalam Tarwoto dan Wartonah Andayani, B dan Afiatin, T (2006), karakteristik konsep diri rendah
sebagai berikut:
a. Menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu
b. Tidak mau berkaca
c. Menghindari diskusi tentang topik dirinya d. Menolak usaha rehabilitasi
e. Melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat f. Mengingkari perubahan pada dirinya
g. Meningkatkan ketergantungan pada orang lain
h. Tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan dan menangis i. Menolak berpartisipasi dalam perawatan dirinya
j. Tingkah laku yang merusak seperti penggunaan obat-obatan dan alkohol
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukakan (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan pengertian di atas
maka kerangka konsep ini bertujuan menjelaskan hubungan antara acne vulgaris terhadap konsep diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan. Adapun kerangka
konsep penelitian di atas adalah :
Variabel Independen Variabel Dependen
Skema 3.1 Kerangka konsep Acne vulgaris dengan konsep diri remaja putri Acne vulgaris
pada remaja
3.2 Defenisi Operasional
Tabel 3.2 Defenisi Operasional Tabel Penelitian
No Variabel Defenisi Operasional Alat ukur Skala Hasil ukur
1. Acne vulgaris Acne vulgaris merupakan reaksi peradangan dalam folikel sebasea yang disertai
dengan pembentukan papula, pustula, dan abses
terutama di daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea.
Observasi Ordinal Ringan : Terdapat 5-10 jerawat pada
2. Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan
Kuesioner Ordinal Konsep Diri Negatif skor (0-13) dan
Konsep Diri Positif skor (14-25)
Gambaran
Diri
Gambaran diri adalah sikap
penderita acne vulgaris tentang keadaan fisiknya.
Kuesioner Ordinal Gambaran Giri
Ideal Diri Ideal diri adalah persepsi pederita terhadap dirinya
yang berhubngan dengan cita-cita, tujuan hidup dan nilai-nilai sesuai harapn
hidup di masyarakat.
Kuesioner Ordinal Ideal Diri Tidak Realistis skor (0-2)
dan Realistis(3-5)
Harga Diri Harga diri adalah tanggapan
dan penilaian penderita acne vulgaris terhadap perilaku dirinya apakah sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh dirinya dan orang lain.
Kuesioner Ordinal Harga Diri Rendah
(0-2) dan Harga Diri Tinggi (3-5)
Peran Peran adalah persepsi
penderita tentang posisi dan perannya di keluaga dan di
masyarakat.
Kuesioner Ordinal Peran tidak
memuaskan (0-2), memuaskan (3-5)
Identitas Diri Identitas diri adalah kesadaran penderita acne
vulgaris akan sifat dan kelebihan diri sendiri dibanding orang lain.
Kuesioner Ordinal Identitas Diri Tidak jelas (0-2) dan jelas
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif yaitu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel atau lebih (Notoatmodjo, 2002) dengan menggunakan pendekatan cross sectional
merupakan jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat penelitian
(Nursalam, 2003).
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri yang menderita acne vulgaris di SMK
Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014 kelas I, II dan III. Adapun jumlah seluruh siswi di SMK Panca Budi Medan yaitu berjumlah 201 orang. Data ini diperoleh
peneliti dari bagian kesiswaan SMK Panca Budi Medan Tahun Ajaran 2014 dan jumlah polpulasi dalam penelitian ini berjumlah 63 orang yang diperoleh oleh peneliti berdasarkan survey awal pada tanggal 08 Agustus 2014. Dengan
Kelas I II III Total
Jumlah Siswi 71 67 63 201
Jumlah Siswi Berjerawat 19 (26,7%) 20 (29,8%) 24 (38%) 63(31,3%)
Tabel 4.2.1 Persentase jumlah siswi yang berjerawat
4.2.2 Sampel
Menurut Arikunto (2006) sampel adalah sebagian atau wakil dari jumlah populasi yang diteliti. Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh/ total sample. Biasanya dilakukan jika populasi dianggap
kecil atau kurang dari 100. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja putri yang menderita acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan yang berjumlah 63 siswi.
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini direncanakan dilaksanakan di SMK Panca Budi Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi ini karena di tempat ini belum pernah dilakukan
penelitian.
4.3.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada september 2014 s/d Januari 2015. Waktu
4.4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Kepala Yayasan Panca Budi Medan. Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Kesediaan menjadi responden adalah sukarela sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa adanya tekanan baik secara fisik maupun psikologis serta
dapat mengundurkan diri setiap waktu. Selanjutnya peneliti membuat jadwal untuk pengambilan data langsung dari sampel dan menyerahkan langsung lembar
persetujuan kepada responden, dimana peneliti akan menjaga kerahasiaan dengan tidak mencantumkan nama responden tetapi hanya diberi kode pada lembar kuesioner.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
berbentuk skala gutman sebanyak 25 pertanyaan, masing-masing sub variabel diukur dengan sedikitnya 5 pertanyaan. Terdiri dari 15 soal negatif dan 5 soal
positif. Soal negatif terdapat pada soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24 dan pertanyaan positif terdapat pada nomor 8, 9, 15, 20, 25. Untuk pertanyaan negatif bila jawaban YA mendapat skor 0 dan jawaban
TIDAK mendapat skor 1. Untuk pertanyaan positif bila jawaban YA mendapat skor 1 dan jawaban TIDAK mendapat skor 0. Jumlah skor tertinggi adalah 25 dan
4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas
4.6.1. Uji Validitas
Uji validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan suatu instrumen dan bertujuan untuk menggambarkan sejauh mana
instrumen mampu mengukur apa yang akan diukur (Danim, 2003).
Uji validitas telah dilakukan peneliti sebelum penelitian dilakukan. Uji validitas dilakukan oleh salah satu dosen keperawatan Universitas Sumatera Utara
yaitu Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep.,NS.,M.Kep. bentuk uji validitas yang dilakukan adalah validitas isi. Adapun nilai validitas instrumen penelitian ini yaitu
____________________________________?
4.6.2. Uji Reliabilitas
Kuesioner penelitian ini disusun oleh peneliti berdasarkan tinjaun pustaka
yang disusun peneliti. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan uji reliabilitas. Uji relibilitas instrumen ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau
kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok sampel (Ritonga, 2003). Uji reliabilitas
ini dilakukan pada 30 orang responden dengan kriteria yang sama dengan sampel (Nursalam, 2001).
Menurut Broncopp (1999) reliabilitas suatu instrumen menggambarkan
hal ini dapat diterima, sesuai dengan pendapat Polit dan Hungler (1995) bahwa suatu instrumen akan reliabel jika memiliki nilai realibilitas lebih dari 0,70.
Uji reabilitas telah dilakukan peneliti sebelum penelitian terhadap 30 orang responden yang memenuhi kriteria sampel (Dempsey, 2002). Uji reabilitas
dilakukan di SMA Gajah Mada pada tanggal __________________?
4.7. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu: 1. Tahap persiapan data
Data dalam penelitian ini diperoleh langsung oleh peneliti di lokasi penelitian melalui wawancara dalam bentuk kuesioner kepada responden untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan kebiasaan membersihkan
wajah dan penggunaan kosmetik terhadap timbulnya acne vulgaris pada remaja putri.
2. Tahap pengumpulan data
a. Tahap pengumpulan data awal
1) Meminta surat izin kepada bagian Pendidikan atau Koordinator
Riset yang ditujukan ke BPH Yayasan Panca Budi Medan.
2) Meminta persetujuan kepada BPH Yayasan Panca Budi Medan
untuk pengambilan data awal.
b. Tahap melakukan penelitian
1) Meminta surat izin kepada bagian Pendidikan atau Koordinator
Riset yang ditujukan BPH Yayasan Panca Budi Medan untuk melakukan penelitian.
2) Meminta persetujuan dari BPH Yayasan Panca Budi Medan untuk melakukan penelitian.
3) Meminta izin kepada responden untuk menjelaskan tujuan dari
kedatangan peneliti.
4) Peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan penelitian dan
meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. 5) Menjelaskan cara pengisian kuesioner apabila responden setuju
bertpartisipasi dalam penelitian.
6) Melihat kembali kelengkapan dari hasil pengisian yang dilakukan
oleh responden.
7) Peneliti melakukan terminasi kepada responden dengan mengucapkan terimakasih atas kesediaan responden berpartisipasi
4.8. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pengeditan (Editing)
Editing merupakan proses pengecekan dan penyesuaian yang
diperlukan terhadap data penelitian untuk memudahkan proses pemberian kode dan pemrosesan data dengan teknik statistik.
b. Pemberian kode (Coding)
Coding adalah proses identifikasi dan klasifikasi data penelitian ke dalam skor numerik atau karakter simbol.
c. Pemberian skor (Scoring)
Proses pemberian skor dilakukan dengan membuat klasifikasi dan kategori atas jawaban pertanyaan kuesioner dengan memberi tanda check
list () pada jawaban yang telah disediakan. Setiap pilihan jawaban responden diberi skor nilai atau bobot yang disusun secara acak.
d. Tabulating
Tabulating dilakukan dengan menyusun dan menghitung hasil data serta memasukkan hasil perhitungan dalam tabel distribusi frekuensi.
4.9. Metode Analisis Data
Pilihan jawaban Tidak (skor 0) dan Ya (skor 1) untuk pertayaan positif. Sedangkan pertanyaan negatif jawaban Tidak (skor 1) dan Ya (skor 0). Selanjutnya akan diklasifikasikan menjadi konsep diri negatif (skor 0-13) dan
diklasifikasikan menjadi dua yaitu untuk gambaran diri negatif (0-2) dan positif (3-5) , ideal diri tidak realistis (0-2) dan realistis (3-5), harga diri rendah (0-2) dan
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai konsep diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan yang diperoleh melalui proses
pengumpulan data yang dilakukan sejak tanggal 24 November 2014 sampai 16 Desember 2014 dengan jumlah responden sebanyak 63 orang. Penyajian analisa data dalam penelitian ini diuraikan berdasarkan karakteristik responden dan
konsep diri remaja putri yang memiliki acne vulgaris.
5.1.1 Karakteristik Responden
Dari 63 orang penderita acne vulgaris yang menjadi responden penelitian, diketahui bahwa umur responden terbanyak berada pada usia 16 tahun yaitu sebanyak 25 responden (39,68%) dan responden terbanyak adalah kelas X yaitu
sebanyak 25 responden (39,68%). Sebagian besar responden memiliki tingkat keparahan acne vulgaris dalam tingkat sedang yaitu sebanyak 37 responden
Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja Putri Dengan Acne
Vulgaris di SMK Panca Budi Medan Tahun 2014
f %
5.1.2 Konsep Diri Remaja Putri Dengan Acne Vulgaris di SMK Panca
Budi Medan
Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada 63 responden remaja
mayoritas responden memiliki konsep diri negatif yaitu sebanyak 54 responden (85,71%). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2.1
Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi Konsep Diri Remaja Putri Dengan Acne
Vulgaris di SMK Panca Budi Medan
Konsep Diri Remaja Putri Dengan Acne Vulgaris F %
Positif 9 14,29
Negatif 54 85,71
Konsep diri remaja putri dengan acne vulgaris terdiri dari beberapa komponen
yaitu gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri dapa dijabarkan sebagai berikut :
1. Gambaran Diri
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%), 51 orang responden (80,9%) memiliki gambaran diri negatif hal ini dapat dilihat pada tabel 1. Analisa data yang menunjukkan gambaran diri
responden negatif didukung oleh ungkapan responden yaitu 59 responden (93,65%) menyatakan tidak senang dengan perubahan wajah mereka yang
menjadi berjerawat, 40 responden (63,49%) menyatakan penampilan mereka menjadi terganggu karena jerawat, 34 responden (53,96%) menyatakan penampilan mereka kurang menarik, 59 responden (61,90%)
responden (52,38%) menyatakan tidak dapat menerima perubahan fisik mereka. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1.3.
2. Ideal Diri
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%),
33 responden (52,38%) memiliki ideal diri yang tidak realistis. Analisa data yang menunjukkan ideal diri remaja putri dengan acne vulgaris yang tidak realistis didukung oleh ungkapan responden yang menyatakan bahwa
merasa tidak senang dengan wajah berjerawat sebanyak 27 responde, (42,86%), banyak uang keluar untuk perawatan wajah yang berjerawat
sebanyak 30 responden (47,61%), tidak dapat menerima perubahan wajah 24 reponden (38,09%). Data tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1.3.
3. Harga Diri
Dari haril penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%) 32 responden (49,20%) memiliki harga diri rendah, hal ini didukung oleh
data yang menunjukkan bahwa 23 responden (36,50%) merasa malu karena memiliki wajah dengan acne vulgaris, 37 responden (58,73%) menyalahkan diri mereka sendiri karena tidak bisa menjaga kecantikan
wajah mereka dengan baik, 29 responden (46,03%) merasa bahwa mereka menjadi bahan gosipan diantara teman-teman mereka karena jerawatan
4. Peran
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%)
terdapat 25 responden (52,38%) memiliki peran yang tidak memuaskan. Analisa data yang menunjukkan hal tersebut adalah 29 responden
(46,03%) menyatakan bahwa jerawatan itu tidak sewajarnya, 33 responden (52,38%) responden menyatakan bahwan jerawatan itu ada karena kurang menjaga kebersihan , 40 responden (63,49%) menyatakan bahwa mereka
tidak pernah lagi jalan-jalan di luar sekolah dan di luar rumah supaya wajah mereka tidak semakin berjerawat,27 responden (42,85%)
menyatakan bahwa mereka sering menutup jerawat mereka dengan bedak yang lebih tebal, serta 25 responden (39,69%) menyatakan mereka tidak bisa mendapat juara di kelas karena wajah yang berjerawatan. Data
tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1.3.
5. Identitas diri
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%), 32 responden (50,79%) memiliki identitas diri yang negatif hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1.3. Analisa data yang yang mendukung hal ini yaitu
37 responden (58,74%) menyatakan kehilangan harapan untuk mempunyai wajah cantik dan mulus di masa remaja mereka, 28 responden (44,44%)
Distribusi frekuensi dan persentase konsep diri remaja putri dengan acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan dapat dilihat pada tabel 5.1.3.
Tabel 5.1.3 Distribusi frekuensi dan persentase konsep diri remaja putri
dengan acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan 2014
Hasil penelitian mengenai konsep diri dan persentasi gambaran konsep diri remaja putri dengan acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan disajikan secara
singkat pada tabel 5.1.4.
Tabel 5.1.4 Distribusi frekuensi dan hasil penelitian jawaban pertanyaan
konsep diri remaja putri dengan acne vulgaris.
No. Pertanyaan Ya Tidak
F % F %
Gambaran Diri
O1. Tidak senang dengan perubahan wajah saya yang menjadi berjerawat
59 93,65 4 6,35
02 Penampilan saya terganggu 40 63,49 23 36,5
03. Penampilan saya menjadi kurang menarik 34 53,96 29 40,03
04. Kurang percaya diri untuk mengapresiasikan bakat saya
59 61,90 24 38,09
05 Saya dapat menerima perubahan fisik saya 30 47,61 33 52,38
Identitas diri
06. Kehilangan harapan untuk mempunyai wajah cantik dan mulus di masa remaja
saya
26 41,26 37 58,74
07. Jarang ikut foto selfie/gruvi bersama teman-teman
26 41,26 37 58,74
walaupun saya memiliki jerawat
09. Ingin sembuh dari jerawat yang saya derita 63 100 0 0
10. Ingin mengerjakan semua tugas saya agar cita-cita saya bisa tercapai walaupun saya
jerawatan
39 61,90 24 38,09
Harga Diri
11. Merasa malu 23 36,50 40 63,49
12. Jadi bahan gosipan diantara teman-teman 29 46,03 34 53,96
13. Teman saya merasa kotor karena melihat
jerawat saya
34 53,96 29 46,03
14. Sering menyalahkan diri saya sendiri karena tidak bisa merawat kecantikan
wajah saya dengan baik
37 58,73 26 41,26
15. Tetap disenangi oleh guru-guru disekolah walaupun saya jerawatan
34 53,96 29 46,03
Peran
16. Wajar saja, karena itu menandakan kita remaja sudah beranjak dewasa
34 53,96 29 46,03
17. Jerawat itu ada karena kurang menjaga
kebersihan wajah
33 52,38 30 47,61
18. Tidak pernah lagi jalan-jalan dan bermain dengan teman-teman saya di luar sekolah dan rumah, supaya wajah saya tidak
19.semakin banyak terpapar polusi yang bisa buat jerawat saya bertambah parah.
19. Sebagai anak remaja yang berjerawat, saya
sering menutup jerawat saya dengan memakai bedak yang lebih tebal
36 57,14 27 42,85
20. Tetap bisa mendapat juara di kelas tidak berpengaruh dengan jerawat yang saya
miliki
38 60,31 25 39,69
Ideal Diri
21. Merasa tidak senang dengan wajah
berjerawat
29 40,03 34 53,96
22. Tetap bangga dengan diri saya sendiri karena masih memiliki banyak keahlian
dan keunikan tersendiri
27 42,86 36 57,14
23. Semuanya sama saja 31 49,21 32 50,79
24. Banyak uang keluar untuk perawatan wajah saya
30 47,61 33 52,38
25. Dapat menerima perubahan wajah karena
saya banyak menerima informasi tentang jerawat dari berbagai media
5.2Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan
untuk menjaab pertanyaan penelitian tentang pengaruh acne vulgaris terhadap konsep diri remaja putri di SMK Panca Budi Medan.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa keseluruhan responden yang menderita jerawat berada usia 15-18 tahun. Hal ini sesuai dengan catatan Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia, kebanyakan penderita acne vulgaris adalah
remaja dan dewasa pada usia 11-25 tahun (Efendi, 2007).
Jenjang kelas pendidikan yang dijalani responden mayoritas sedang berada
pada kelas X yaitu sebanyak 25 responden. Sedangkan tingakat keparahan acne vulgaris yang berat sebanyak 28 responden (44,44%) mayoritas adalah responden yang sedang berada di kelas XII yaitu sebanyak 24 responden yang memiliki
keparahan acne vulgaris dalam tingkat berat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kligmann dalam Efendi Z (2007) yang menyebutkan bahwa salah satu penyebab
acne vulgaris adalah stress. Responden yang duduk di kelas XII pastinya lebih memiliki beban stess lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang duduk di kelas X dan XI. Sehingga saat tingkat stress meningkat akan timbul pula masalah
5.2.1 Konsep Diri Remaja Putri Dengan Acne Vulgaris di SMK Panca
Budi Medan
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.1 diketahui bahwa konsep dri remaja putri dengan acne vulgaris di SMK Panca Budi Medan, sebanyak 36 responden (57,14%) termasuk kategori negatif. Ini menunjukkan
bahwa responden lebih dari setengah yang memiliki konsep diri posititif dan masih ada yang memiliki konsep diri negatif akibat acne vulgaris yang
dideritanya. Menurut Puckkett (2007), banyak remaja putri yang menderita acne vulgaris bukan saja berdampak pada fisiknya tetapi juga pada emosi dan mentalnya, yang kemudian dapat berpengaruk terhadap hubungannya dengan
orang lain, mereka cenderung akan menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang dialaminya dan berpandangan negatif terhadap dirinya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chris (2005), tentang konsep diri pada wanita penderita acne vulgaris, dimana didapat bahwa wanita yang menderita acne vulgaris menilai secara negatif terhadap penampilan fisiknya dan
merasa tidak puas dengan kondisi fisiknya tersebut. Penderita acne vulgaris akan menampilkan kesan negatif seperti rasa malu dan rendah diri terhadap orang lain,
karena perasaaan malu dan rendah diri yang dirasakan oleh penderita jerawat berhubungan dengan keadaan fisik yang dirasakan tidak sempurna lagi dan tidak