• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Prinsip First to File Dalam Penyelesaian Sengketa Merek Dagang Asing Di Pengadilan (Studi Kasus tentang Gugatan Pencabutan Hak Merek “TOAST BOX” oleh BreadTalk Pte.Ltd No: 02/ Merek/ 2011/ PN.Niaga/Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Prinsip First to File Dalam Penyelesaian Sengketa Merek Dagang Asing Di Pengadilan (Studi Kasus tentang Gugatan Pencabutan Hak Merek “TOAST BOX” oleh BreadTalk Pte.Ltd No: 02/ Merek/ 2011/ PN.Niaga/Medan)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perdagangan global membuktikan bahwa terjadinya

perdagangan Internasional secara cepat dan menyeluruh telah menjadi salah satu

komponen yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu

bangsa. Arus globalisasi telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan semakin

meningkat, bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama.

Mobilisasi barang dan jasa yang berskala antar negara memerlukan standarisasi dan

perlindungan, apalagi negara–negara menyadari perdagangan merupakan faktor yang

sangat penting dalam meningkatkan ekonomi negara. Dengan demikian sektor

perdagangan harus diberi peran bilamana perekonomian negara ingin maju.

Dalam era perdagangan bebas, arus masuknya barang dari luar negeri ke

wilayah pabean Indonesia tidak dapat dihindari. Oleh karena banyaknya barang yang

menggunakan merek dagang asing yang beredar di Indonesia maka merek dagang

asing harus dapat diidentifikasi.1 Pendaftaran dari sebuah merek yang digunakan untuk mengidentifikasi barang-barang dan jasa yang diproduksi atau didistribusi oleh

sebuah perusahaan tertentu dengan memberikan hak kepada perusahaan tersebut

untuk mengunakan secara eksklusif merek dan perusahaan tersebut memiliki hak

1

(2)

untuk mencegah penggunaan merek yang tidak sah. Membangun hubungan antara

produk dan usaha menciptakan reputasi yang bernilai atau “nama baik” (good will),

dan ini merupakan dasar dari kebanyakan perdagangan internasional.2

Diberlakukannya perjanjian TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual

Property Right) pada tanggal 1 Januari 2000 memberikan harapan adanya

perlindungan bagi berbagai produk intelektual dari upaya pelanggaran hak atas

produk yang dihasilkan baik oleh individu maupun suatu korporasi dalam bidang

industri dan perdagangan dalam upaya menjaga pelanggaran hak atas keaslian karya

cipta yang menyangkut Hak Cipta, Hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta, Merek,

Paten, Desain Industri, Perlindungan Rahasia Dagang, Indikasi Geografis,

Perlindungan Variates Tanaman dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan rasa aman bagi kalangan industri

dan perdagangan, namun hingga saat ini berbagai masalah di bidang Hak Kekayaan

Intelektual (HKI) masih saja terjadi.

Ada dua alasan mengapa HKI perlu dilindungi oleh hukum. Pertama, alasan

non ekonomis dan kedua alasan ekonomis. Alasan yang bersifat non ekonomis

menyatakan bahwa perlindungan hukum akan memacu mereka yang menghasilkan

karya-karya intelektual tersebut untuk terus melakukan kreativitas intelektual. Hal ini

2

(3)

akan meningkatkan“self actualization” pada diri manusia.3 Bagi masyarakat hal ini akan berguna untuk meningkatkan perkembangan kehidupan mereka, sedangkan

alasan yang bersifat ekonomis adalah dengan melindungi mereka yang melahirkan

karya intelektual tersebut, berarti yang melahirkan karya tersebut mendapatkan

keuntungan materiil dari karya-karyanya. Di lain pihak melindungi mereka dari

adanya peniruan, pembajakan, penjiplakan maupun perbuatan curang lainnya yang

dilakukan oleh orang lain atas karya-karya mereka yang berhak.

Hak atas Kekayaan Intelektual mencakup karya-karya yang dihasilkan oleh

manusia yang terdiri dari karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan

seni, sehingga dapat dibagi menjadi: Hak Cipta, Merek, Paten, Perlindungan Variates

Tanaman, Desain Industri, Rahasia Dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Pengaturan di bidang Hak Kekayaan Intelektual dalam suatu peraturan perundang–

undangan telah distandarisasi dan berfungsi sebagai pranata yang mengatur dan

mengarahkan perilaku masyarakat dalam melindungi dan mempertahankan karya

intelektualnya. Dengan rumusan lain peraturan perundang – undangan dibidang HKI

berfungsi sebagaia tool of social engineering4yaitu sebagai alat pembaharuan dalam

masyarakat, dalam istilah ini hukum diharapkan dapat berperan merubah nilai-nilai

sosial dalam masyarakat.

3 Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis melalui Merek, Paten dan Hak Cipta, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 23.

(4)

Dunia industri dan perdagangan nasional menunjukkan berbagai gejala

persaingan yang cukup berat, ditunjukkan oleh tingkat pemanfaatan kapasitas

barang-barang produk nasional yang rendah dan perebutan pasar yang tidak sehat, tidak

simpatik, serta tidak mengindahkan nilai-nilai etis dalam perdagangan. Keadaan ini

sering kali bukan hanya merugikan para pedagang atau produsen, tetapi juga

merugikan masyarakat luas khususnya konsumen. Merek sebagai salah satu wujud

karya intelektual memegang peranan yang amat penting di dalam mencegah

terjadinya persaingan tidak sehat, begitu pentingnya peran suatu merek dapat dilihat

seperti yang ditegaskan Saidin bahwa:

“Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu original. Kadangkala yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada satu produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri. Seringkali setelah barang dibeli, mereknya tak dapat dinikmati oleh si pembeli. Merek mungkin hanya menimbulkan kepuasan saja bagi pembeli. Benda materiilnya yang dapat dinikmati. Merek itu sendiri ternyata hanya benda immateril yang tak dapat memberikan apapun secara fisik. Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immateril”.5

Pengaturan Merek di Indonesia untuk pertama kali dapat dijumpai dalam

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek

Perniagaan (disebut pula Undang-Undang Merek 1961) dengan pertimbangan agar

khalayak ramai dilindungi terhadap tiruan barang-barang yang memakai suatu merek

yang sudah dikenalnya sebagai merek barang-barang yang bermutu baik.6 Seiring

5Saidin,Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal.329-330.

(5)

berjalannya waktu, Pengaturan Merek di Indonesia telah mengalami perubahan. Oleh

karena Perlindungan hukum bagi merek terkenal belum di atur di dalam

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961, maka diperbaiki dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 jo Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2001 serta Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.

03-HC-02.01 Tahun 1991 tentang Penolakan Permohonan Pendaftaran Merek Terkenal atau

Merek yang mirip Terkenal Milik Orang lain atau Badan lain.

Merek adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki

daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.7 Dari pengertian tersebut secara umum diartikan bahwa merek adalah suatu tanda untuk

membedakan barang-barang yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau

sekelompok orang atau badan hukum yang memiliki daya pembeda yang digunakan

dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa, sehingga tanda tersebut mampu

memberi kesan pada saat seseorang melihat merek tersebut.8

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 membedakan merek menjadi 3 (tiga),

yaitu merek dagang, merek jasa dan merek kolektif. Merek dagang adalah tanda yang

digunakan pada barang yang diperdagangkan untuk membedakan dengan

barang-barang sejenis lainnya, merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang

diperdagangkan untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya, sedangkan Merek

(6)

kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik

yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara

bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya (Lihat

Pasal 1 angka 2,3, dan 4 Undang-Undang No.15 tahun 2001).

Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 agar suatu merek

memperoleh hak atas merek, maka pemilik merek harus mendaftarkan mereknya

tersebut pada kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dengan

melakukan pendaftaran, pemilik merek akan memperoleh hak eksklusif atas

penggunaan merek tertentu atau untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk

menggunakannya selama jangka waktu tertentu serta mendapatkan perlindungan

hukum dari negara.9

Suatu merek dapat diterima pendaftarannya jika memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan dalam Undang-undang. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2001 mengenai merek, yang tidak dapat didaftarkan bilamana mengandung

unsur-unsur sebagai berikut :

a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban umum;

b. tidak memiliki daya pembeda; c. telah menjadi milik umum atau;

d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.

9

(7)

Selain itu suatu permintaan pendaftaran juga ditolak jika mempunyai

persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek yang sudah terkenal milik

orang lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang

sejenis maupun yang tidak sejenis (pasal 6 ayat 1 dan 2). Sedangkan pengertian suatu

merek mempunyai persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh

adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang

dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara

penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan

bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.10

Ada dua sistem yang dikenal dalam pendaftaran merek, yaitu sistem deklaratif

(first to use) dan sistem konstitutif (first to file). Undang-undang merek Tahun 2001

menganut sistem pendaftaran konstitutif, sama dengan undang-undang sebelumnya,

yaitu UU No. 19 Tahun 1992, dan UU No. 14 Tahun 1997. Hal ini merupakan

perubahan mendasar dalam Undang-undang merek di Indonesia yang semula

menganut sistem deklaratif (UU No. 21 Tahun 1961).

Dalam sistem deklaratif, titik berat diletakkan pada pemakai pertama (first to

use). Siapa yang memakai pertama suatu merek, dialah yang dianggap berhak

menurut hukum atas merek yang bersangkutan. Pendaftaran dipandang hanya

memberikan suatu prasangka menurut hukum, dugaan hukum bahwa orang pertama

mendaftar adalah si pemakai pertama dengan konskuensi dia adalah pemilik merek

tersebut, sampai ada pembuktian sebaliknya. Dalam sistem pendaftaran deklaratif,

(8)

pendaftaran merek bukan merupakan suatu keharusan, jadi tidak ada kewajiban untuk

mendaftarakan merek. Pendaftaran hanya untuk pembuktian, bahwa pendaftar merek,

adalah pemakai pertama dari merek yang bersangkutan.11

Menurut Saidin, dalam sistem deklaratif orang yang berhak atas merek bukanlah orang yang secara formal saja terdaftar mereknya, tetapi haruslah orang yang sungguh-sungguh menggunakan atau memakai merek tersebut. Orang-orang yang sungguh-sungguh memakai dan menggunakan merek tersebut tidak dapat dihentikan pemakaiannya oleh orang lain dengan begitu saja, meskipun orang yang disebut terakhir ini mendaftarkan mereknya. Dalam sistem deklaratif orang yang tidak mendaftarkan mereknya pun tetap dilindungi. Sehingga kelemahan dari sistem deklaratif ini adalah, tidak adanya jaminan kepastian hukum.12

Pada sistem konstitutif hak atas merek diperoleh melalui pendaftaran, artinya

hak eksklusif atas suatu merek diberikan karena adanya pendaftaran, sehingga dapat

dikatakan bahwa pendaftaran merek adalah hal mutlak, karena merek yang tidak di

daftar, tidak akan mendapatkan perlindungan hukum. Dalam sistem pendaftaran

konstitutif, prinsip penerimaan merek adalah first to file13, artinya siapapun yang

mendaftar lebih dahulu akan diterima pendaftaraannya dengan tidak mempersoalkan

apakah si pendaftar benar-benar menggunakan merek tersebut untuk kepentingan

usahanya. Beberapa kemungkinan dapat terjadi setelah masuknya pendaftaran

pertama, misalnya muncul pendaftar lain yang sebenarnya berkepentingan langsung

dengan merek tersebut, sebab pendaftar inilah yang secara riil menggunakan barang

11Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata I, Himpunan Keputusan Merek Dagang, (Bandung: PT. Alumni, 1997), hal. 33.

12Saidin,Op.cit, hal.337-338.

(9)

tersebut. Hal-hal seperti ini lah yang menjadi permasalahan utama dalam sistem

pendaftaran konstitutif.

Bentrokan antara keadilan dan kepastian hukum terjadi pada sistem konstitutif

pendaftaran merek. Dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum, ada

hak-hak perseorangan yang tidak terpenuhi. Penggunaan merek milik orang lain banyak

dilakukan orang atau badan hukum, mereka menggunakan merek tersebut tanpa ijin

pemiliknya, hal ini tentu akan merugikan pemilik merek yang terdaftar. Biasanya

merek yang digunakan secara melawan hukum ini adalah merek dagang asing.

Menurut Penjelasan Umum Undang-undang Merek, perlindungan terhadap merek

dagang asing didasarkan pertimbangan bahwa peniruan merek dagang asing atau

terkenal milik orang lain pada dasarnya dilandasi itikad tidak baik, karena mencari

ketenaran merek orang lain, sehingga seharusnya merek tersebut tidak mendapatkan

perlindungan hukum, sehingga untuk ini, permintaan pendaftaran merek terkenal

milik orang lain harus ditolak atau dibatalkan.

Asas umum yang berlaku dalam rangka perlindungan HKI pada hakikatnya

adalah asas teritorial. Namun, dengan adanya Perjanjian TRIPS, berkembang satu

rezim hukum internasional tentang HKI meskipun tanpa bermaksud

mengesampingkan rezim hukum yang telah lebih dahulu ada yaitu hukum nasional.

Antara kedua rezim hukum tersebut sangat dibutuhkan suatu kerja sama. Rezim

hukum internasional tentang HKI tidak mungkin efektif tanpa ditransformasi ke

dalam hukum nasional. Sebaliknya, rezim hukum nasional tentang HKI juga harus

(10)

tujuannya untuk keseragaman pengaturan tentang HKI dalam rangka kebebasan lalu

lintas barang, jasa dan modal secara internasional.14

Hal tersebut di atas pernah menjadi dasar putusan Hakim pada kasus

pelanggaran merek dagang asing “TOAST BOX” Nomor: 02/Merek/2011/PN.

Niaga/Medan, dimana merek dagang asing tersebut telah digunakan secara komersial

di Singapura sejak tahun 2005 dan diperluas peredarannya ke negara-negara lain

seperti Thailand, Malaysia, Filipina dan sebagai keseriusan Penggugat (BREAD

TALK Pte,Ltd) untuk membuka outlet di Indonesia maka pada tanggal 24 April 2008

mendaftarkan merek TOAST BOX dan logo pada Direktorat Merek Direktorat

Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia, sehingga Hakim memutuskan untuk membatalkan pendaftaran

MerekTOAST BOX oleh Tergugat (Frangky Chandra) pada tanggal 16 Januari 2007

yang dianggap memiliki itikad tidak baik/buruk karena telah menjiplak/meniru merek

TOAST BOXbaik huruf, logo ataupun kata-kata.

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang menggantikan

undang-undang merek yang telah ada sebelumnya, memberikan penegasan bahwa

apabila terjadi suatu sengketa terhadap suatu merek terdaftar, maka gugatan

pembatalan pendaftaran merek tersebut dapat diajukan pada Pengadilan Niaga.15 Sedangkan untuk melaksanakan pembatalan suatu merek kewenangannya berada

pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Direktorat Jenderal Hak

14Titon Slamet Kurnia,Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia Pasca

Perjanjian TRIPs(Bandung: PT. Alumni, 2011), hal. 16.

(11)

Kekayaan Intelektual dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum

Merek, dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, tidak melarang

perdagangan barang yang menggunakan merek yang tidak terdaftar. Namun sesuai

dengan prinsip perlindungan Merek yang bersifat Konstitutif yang dianut oleh

Undang-undang No. 15 tahun 2001, merek dagang yang tidak terdaftar tersebut tidak

mendapat perlindungan hukum.

Perkembangan teknologi informasi dan transportasi yang sangat pesat dalam

era globalisasi ini, ikut pula mendorong meningkatnya merek dagang asing yang

masuk ke Indonesia. Hal ini berpotensi menimbulkan sengketa, sehingga diperlukan

aturan hukum yang tegas dan efektif untuk memberikan kepastian hukum di dalam

perlindungan atas merek dagang asing tersebut. Oleh karena itulah, perlu dikaji

terlebih dahulu mengenai permasalahan pengaturan hukum merek yang berlaku di

Indonesia dan yang terdapat dalam perjanjian Internasional.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang diuraikan di atas, maka dapat diambil

beberapa permasalahan, antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana Perlindungan hukum terhadap merek dagang asing di Indonesia

menurut Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek?

2. Bagaimana pelaksanaan prinsip first to file dalam penyelesaian sengketa

(12)

3. Bagaimana Penyelesaian sengketa dalam hal merek dagang asing tersebut

mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek

terdaftar di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Merek dagang

asing di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan prinsip first to file dalam penyelesaian

sengketa merek dagang asing di pengadilan.

3. Untuk mengetahui pelaksanaan penyelesaian sengketa dalam hal merek

dagang asing tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya dengan merek terdaftar di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoritis maupun praktis, yaitu:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut

untuk berbagai konsep ilmiah yang pada gilirannya memberikan sumbangan

bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum Hak Atas

Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya di dalam perlindungan merek dagang

asing di Indonesia yang kemudian dihubungkan dengan Undang-undang

(13)

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan kerangka acuan dalam

penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan tuntutan ganti rugi atau

pemalsuan terhadap hak merek yang telah terdaftar dalam kaitannya dengan

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakan dan dari hasil-hasil penelitian yang

sudah ada atau sedang dilakukan dilingkungan akademis Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara dan khususnya pada Program Magister Kenotariatan,

penelitian tentang: “Pelaksanaan prinsip first to file dalam penyelesaian sengketa

merek dagang asing di Pengadilan (Studi Kasus tentang gugatan pencabutan hak

merek “TOAST BOX” oleh BREADTALK Pte.Ltd. No. 02/Merek/2011/PN.

Niaga/Medan) ”, belum pernah diteliti oleh peneliti lain. Akan tetapi penelitian

tentang permasalahan HKI, khususnya di bidang merek telah pernah ada dilakukan

oleh:

1. Erly Sulanjani, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana

USU tahun 2003, dengan judul: “Penggunaan Merek Dagang Tidak Terdaftar

Studi Mengenai Faktor-Faktor Penyebab Tidak Didaftarkannya Merek

Dagang Di Kawasan Industri Medan(KIM)”

Dengan permasalahan yang dibahas adalah:

a. Faktor apa saja yang menjadi penyebab tidak didaftarkannya merek

(14)

b. Apakah keuntungan dan kerugian yang dialami oleh pengusaha yang

memperdagangkan barang dengan merek tidak terdaftar?

2. Nomi Mutiaridha, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana

USU tahun 2004, dengan judul: “Studi Komparatif Pendaftaran Merek

Dagang di Indonesia Dan Malaysia”

Dengan permasalahan yang dibahas adalah:

a. Bagaimana pengaturan merek dagang di Indonesia dan di Malaysia?

b. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap merek terdaftar di Indonesia

dan Malaysia?

3. Dwi Femi Nasution, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana

USU tahun 2004, dengan judul: “Aspek Hukum Perjanjian Lisensi Merek

Dagang”

Dengan permasalahan yang dibahas adalah:

a. Bagaimanakah Hak dan Kewajiban para pihak dalam perjanjian lisensi

merek dagang?

b. Bagaimanakah perlindungan lisensi merek dagang yang diberikan pemilik

merek terhadap penerima lisensi merek dagang?

c. Bagaimanakah tindakan pihak pemberi lisensi jika terjadi wanprestasi

oleh pihak penerima lisensi?

4. Made Diah Sekar Mayang Sari, mahasiswa Magister Ilmu Hukum Program

Pasca Sarjana Universitas Udayana tahun 2010, dengan judul: “Perlindungan

Hukum Terhadap Merek Terkenal Dalam Sistem Hukum Hak Kekayaan

Intelektual”

(15)

a. Bagaimana pengaturan merek terkenal dalam sistem Hukum Hak

Kekayaan Intelektual?

b. Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diperlukan terhadap merek

terkenal di Indonesia?

5. RR. Putri Ayu Priamsari, mahasiswa Magister Ilmu Hukum Program Pasca

Sarjana Universitas Dipenogoro tahun 2010, dengan judul: “Penerapan Itikad

Baik Sebagai Alasan Pembatalan Merek Menurut Undang-Undang Nomo 15

Tahun 2001 tentang Merek (Di Tingkat Peninjauan Kembali)”

Dengan permasalahan yang dibahas adalah:

a. Bagaimana penerapan itikad baik sebagai salah satu alasan pembatalan

Merek berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ?

b. Apakah dampak dari penerapan itikad baik terhadap pemilik Merek

beritikad buruk ?

Jika dibandingkan penelitian yang pernah dilakukan dengan

penelitian-penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Dengan

demikian maka penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan

keasliannya secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah merupakan suatu prinsip ajaran pokok yang dianut untuk

(16)

Bahasa Indonesia, salah satu arti teori adalah pendapat, cara-cara dan aturan-aturan

untuk melakukan sesuatu.16

Menurut M. Solly Lubis bahwa: “Teori merupakan penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetap merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu hukum merupakan suatu penjelasan rasional yang bersesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan walau bagaimanapun menyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.”17

Snelbecker mendefinisikan teori yaitu sebagai perangkat proposisi yang

terintegrasi secara sintaksis yang mengikuti aturan tertentu yang dapat

dihubungkan secara logis satu dengan yang lainnya dengan tata dasar yang

dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dengan

penjelasan fenomena.18

Kerangka Teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori, tesis, mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang

menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui

ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka

berpikir dalam penulisan.19

Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam menjawab rumusan

permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum.

16Roony H. Semitro,Metodologi Penelitian Hukum(Jakarta: Ghali, 1982), hal. 37.

17M. Soly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Cetakan ke I (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 27.

18 Snelbecker dan Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), hal. 34-35.

(17)

Teori kepastian hukum dikemukakan oleh Roscoe Pound.20 Teori Kepastian Hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang

bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau

tidak boleh dilakukan dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari

kesewenangan pemerintah karena adanya aturan hukum yang bersifat umum

itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibenarkan atau dilakukan

Negara terhadap individu. Kepastian Hukum bukan hanya berupa pasal-pasal

dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan

hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk

kasus yang serupa yang telah diputuskan.21

Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan

adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas

menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat.

Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya

sehingga akhirnya timbul keresahan. Tetapi jika terlalu menitikberatkan pada

kepastian hukum, dan ketat mentaati peraturan hukum maka akibatnya akan

kaku serta menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya

tetap seperti demikian, sehingga harus ditaati dan dilaksanakan.

Undang-Undang itu sering terasa kejam, apabila dilaksanakan secara ketat, lex dura,

20 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana Pranada Media Goup,2008), hal.158.

(18)

sed tamen scripta (Undang-Undang itu kejam, tetapi memang demikian

bunyinya).22

Dalam kaitannya dengan penelitian tesis ini yang meneliti mengenai

Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Asing di Indonesia menurut

Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek tentunya tidak terlepas

dari unsur kepastian hukum. Hal yang dipertimbangkan cukup relevan dengan

penelitian dalam tesis ini dikarenakan Pemilik Hak atas Merek Dagang Asing

harus mendapatkan kepastian hukum untuk perlindungan terhadap Merek

Dagang Asing yang mereka miliki.

Menurut Robert M. Sherwood yang mendasari perlunya perlindungan

terhadap hak kekayaan intelektual sesuai dengan teori :

a. Reward Theory, berupa pengakuan terhadap karya itelektual yang telah

dihasilkan oleh seseorang sehingga kepada penemu/pencipta atau

pendesain harus diberikan suatu penghargaan sebagai imbalan atas

upaya-upaya kreatif dalam menemukan/menciptakan karya-karya intelektual

tersebut.

b. Recovery Theory, berupa pengembalian terhadap apa yang telah

dikeluarkan penemu/pencipta/pendesain yakni biaya, waktu dan tenaga

dalam proses menghasilkan suatu karya.

22

(19)

c. Incentive Theory, berupa insentive yang diberikan kepada

penemu/pencipta/pendesain untuk pengembangan keratifitas dan

pengupayaan terpacunya kegiatan-kegiatan penelitian yang berguna.

d. Risk Theory, berupa resiko yang terkandung pada setiap karya yang

dihasilkan. Suatu penelitian mengandung resiko yang memungkinkan

orang lain menemukan karya yang dihasilkan, atau memperbaikinya dan

resiko yang mungkin timbul dari penggunaan secara illegal.

e. Economic Growth Stimulus Theory, perlindungan hak merupakan alat

untuk pembangunan ekonomi.23 2. Konsepsi

Konsepsi merupakan bagian terpenting dari pada teori. Peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan dua teori dengan observasi, antara abstraksi

dan realitas.24 Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, konsepsi yang diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu yang abstrak menjadi sesuatu yang

konkrit, disebut dengan operation/definition. Pentingnya definisi operasional adalah

untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (du bius) dari

suatu istilah yang dipakai.25

Kerangka Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum di samping yang

lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk

23Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri di Indonesia (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), hal. 44.

24Masri Singarimbun dan Sofian Effendi,Metode Penelitian Survei (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 34.

25Sutan Remy Sjahdeini,Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para

(20)

konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum.

Konsep merupakan suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu

proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.26 Kerangka Konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan

dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.27

Untuk memperoleh gambaran dan pemahaman serta persepsi yang sama

tentang makna dan definisi konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini,

maka akan dijabarkan penjelasan dan pengertian tentang konsep-konsep tersebut

sebagai berikut:

1. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang

memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang

atau jasa.

2. Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau

badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

3. Hak Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang

berasal dari negara yang tergabung dalamParis Convention for the Protection

of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade

Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di

26Satjipto Raharjo I,Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 37.

(21)

negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota

salah satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan

dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention for

the Protection of Industrial Property.

4. Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada

pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu

tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin

kepada pihak lain untuk menggunakannya.28

5. Pengadilan Niaga adalah suatu Pengadilan khusus yang berada dalam

lingkungan peradilan umum, yang dibentuk dan bertugas menerima,

memeriksa dan memutus serta menyelesaikan permohonan pernyataan pailit

dan penundaan kewajiban pembayaran utang serta perkara lain dibidang

perniagaan, serta merupakan badan peradilan khusus dalam lingkungan

peradilan umum, yang salah satu kewenangannya untuk memeriksa

masalah-masalah Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) seperti sengketa merek, paten,

desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu.29

6. Perlindungan Merek adalah kekuatan hukum yang melindungi suatu merek

yang terdiri dari tiga standar perlindungan yang berlaku umum terhadap suatu

28Indonesia, Undang-Undang tentang Merek,Op.cit, Pasal 3. 29

(22)

kemungkinan yang membingungkan diantara merek, suatu persamaan atau

penambahan dari merek-merek dan persaingan curang merek.30

7. Merek Terkenal (Famous mark) adalah merek yang menjadi simbol

kebanggaan yang dapat diandalkan oleh konsumen walaupun konsumen tidak

mengetahui atau tidak menyadari siapa pemilik merek tersebut.31 G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan terkait dengan pembahasan mengenai perlindungan

hukum atas merek dagang asing di Indonesia, merupakan penelitian yuridis

normatif, karena objek dalam penelitian ini adalah norma-norma hukum tertulis.

2. Sumber Data

Data dalam Penelitian ini diperoleh dengan cara studi dokumen yang

digunakan untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari,

meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data sekunder yang berkaitan dengan

penelitian. Pengumpulan data sekunder dengan menelaah bahan kepustakaan

tersebut, meliputi:

a. Bahan hukum primer yaitu merupakan bahan hukum yang mengikat, terdiri

dari bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah maupun pengertian

baru tentang fakta yang diketahui mengenai suatu gagasan (ide) seperti:

30 H. D. Effendy Hasibuan, Perlindungan Merek Studi Mengenai Putusan Pengadilan

Indonesia dan Amerika Serikat(Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal. 22.

(23)

peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi (hukum

kebiasaan), yurisprudensi, putusan-putusan pengadilan, dan lainnya.

Sedangkan dalam Penelitian ini bahan hukum primer antara lain:

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Peraturan

Perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan merek, Putusan Pengadilan Niaga

dalam perkara penyelesaian sengketa gugatan pembatalan merek.

b. Badan hukum sekunder yaitu merupakan bahan hukum yang berfungsi

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa bahan pustaka

yang meliputi buku-buku hasil karya para sarjana, hasil penelitian dan

penemuan ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang berfungsi memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa

bahan pustaka seperti surat kabar, majalah, kamus hukum dan kamus lainnya

yang menyangkut penelitian ini, situs-situs internet juga menjadi sumber

bahan bagi penulisan tesis ini, sepanjang memuat informasi yang relevan

terhadap penulisan tesis ini.

3. Tehnik dan Alat Pengumpulan Data

Tehnik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara studi

kepustakaan (Library Research) yaitu menghimpun data dengan melakukan

(24)

primer, sekunder, tersier32 yaitu buku-buku, majalah-majalah, tulisan, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi, serta putusan-putusan

Pengadilan Niaga, serta sumber hukum lain yang berkaitan dengan materi penelitian.

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara studi dokumen yang

digunakan untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari,

meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data sekunder yang berkaitan dengan

penelitian. Studi dokumen atau dapat juga dikatakan sebagai studi literatur/ riset

pustaka, apa yang menurut Soejono Soekanto dalam bukunya sebagai “..any

technique for making inferences by objectively and systematically identifying specifed

characteristics of massages”.33

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data ke

dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan data.34 Analisis data menurut Patton adalah “sebuah proses mengatur urutan data mengorganisasikannya

ke dalam suatu pola, kategori dan kesatuan uraian dasar”.35

Kegiatan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menginventarisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan persoalan yang

32

Bambang Waluyo,Penelitian Hukum dalam Praktek(Jakarta: Sinar Grafika , 1996), hal. 14.

33 M. Hafidullah,Analisis Yuridis Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2002 tentang Hak Cipta Pada Karya Cipta Source Code Piranti Lunak Komputer (Yogyakarta: Laporan Penelitian Lembaga Kajian Hukum Teknologi, 2005), hal. 4.

34Lexy J. Moloeng,Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 103.

(25)

menjadi obyek kajian. Data yang terkumpul akan diidentifikasikan kemudian

dilakukan penganalisisan secara kualitatif berupa pembahasan, antara berbagai data

sekunder yang terkait dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan bahan

hukum yang telah diinventarisir.

5. Penarikan Kesimpulan

Pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara konkret, sehingga penarikan

kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir deduktif yakni

pengambilan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kepada yang bersifat

Referensi

Dokumen terkait

Halaman ini untuk melihat daftar pemesanan barang yang sudah melakukan transaksi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengkaji tentang bagaimana prosedur pengelolaan piutang yang tidak tertagih dan penerapan metode penghapusan piutang dengan cara

Hasil ini menunjukkan bahwa pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas nasabah dapat melalui citra perusahaan sehingga hipotesis 4 terbukti dalam penelitian ini,

Penelitian rating kriteria Green building pada Gedung Dekanat Fakultas Peternakan pada Gedung Dekanat Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya sebagai objek studi

Menganjurkan ibu untuk makan makanan bergizi dan bernutrisi baik guna mencukupi kebutuhan energi ibu dan proses tumbuh kembang janin ,yang bersumber karbohidrat

Pola serapan hara daun tanaman kedelai yang dibudidayakan di lahan rawa pasang surut dengan BJA berbeda berbeda dengan penelitian Ghulamahdi (1999) di lahan non-pasang surut,

Pada tugas akhir ini akan dirancang suatu prototype yang dapat mengukur ketinggian air laut dengan menggunakan sensor ultrasonic, dimana sensor tersebut dapat mendeteksi

a. Para ulama menolak adanya zakat profesi ini. Sebab Pendapat & Dalil Penentang Zakat Profesi Mereka mendasarkan pandangan bahwa masalah zakat sepenuhnya