• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM t p b

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM t p b"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak zaman nenek moyang, para petani telah mampu melakukan pengujian-pengujian benih. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kerugian yang bisa terjadi, terutama dalam hal benih yang murni dan atau yang unggul yang selalu mereka inginkan. Walaupun hasilnya kurang memuaskan tetapi berhasil menyelamatkan usaha taninya.

Pengujian yang mereka laksanakan biasanya menggunakan perasaan, melihat, meraba, mencium dan menggigit-gigit benih tersebut, dengan patokan-patokan tradisional. Mereka dapat membedakan benih yang baik dan yang buruk atau tegasnya pendekatan-pendekatan antara benih yang baik dan benih yang buruk, sehingga dalam jangka waktu yang panjang (beratus-ratus tahun) mereka dapat mempertahankan kelangsungan usaha taninya, serta mencukupi kebutuhan pangan masyarakat.

Pengujian benaih itu sangat penting, terujinya benih berarti terhindarnya para petani dari berbagai kerugian yang dapat timbul dalam pelaksanaan usaha taninya. Selain itu benih yang baik dan unggul dengan kultur teknik yang mantap, akan dapat meningkatkan berbagai produk pertanian.

(2)

berkualitas, sehingga tingkat usaha tani yang dilakukan pun meningkat dan dapat menekan kerugian yang bisa terjadi karena kurang baiknya benih yang digunakan.

B. Tujuan

Untuk mengetahui komposisi dari contoh yang diuji yang akan mencerminkan komposisi kelompok benih dari mana contoh tersebut diambil dengan jenis/kultivar/varietas dan kotoran benih pada contoh tersebut dengan identifikasi yang telah ditetapkan.

(3)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas benih merupakan titik awal dan faktor yang paling penting bagi keberhasilan produksi tanaman. Benih adalah penentu awal bagi perkembangan tanaman dan bagi keberhasilan budidaya. Penggunaan benih yang berkualitas akan memastikan kemajuan yang diperoleh dari aplikasi input lain pada produksi pertanian seperti pemupukan dan pengairan. Hanya dengan penggunaan benih yang bermutu atau berkualitas baik yang dapat memastikan hasil yang memuaskan dari budidaya (Zecchinelli, 2009).

Hal penting dalam penyediaan benih bermutu adalah kualitas benih. Kualitas benih ini sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu potensi genetik, kemasakan biji, lingkungan selama tahap pembentukan biji, ukuran biji dan kerapatan tanam, kerusakan mekanis, umur benih dan kemundurannya, serangan mikroorganisme, dan kerusakan akibat chilling injury. (Copeland, 1976)

Benih murni adalah semua benih masak utuh, benih berukuran kecil, mengkerut, tidak masak, benih yang telah berkecambah sebelum diuji, dan pecahan benih yang ukurannya lebih besar dari separuh benih yang sesungguhnya, dengan catatan benih tersebut sudah pasti merupakan benih dari varietas/spesies tersebut. (Rustini, 2012)

(4)

vegetatif tanaman yang termasuk kategori gulma serta pecahan gulma. (Rustini, 2012)

Produksi benih berkualitas merupakan proses yang panjang, dimulai dari pemilihan bahan tanaman, pemeliharaan tanaman, panen, serta penanganan setelah panen. Agar produksi benih berhasil, selain mempertimbangkan factor genetik (bahan tanaman), perlu pula diperhatikan faktor-faktor lainnya seperti lokasi produksi, iklim, isolasi, ketersediaan serangga penyerbuk, tenaga yang terampil dan murah, serta sistem transportasi yang memadai. (Hasanah, 2002)

(5)

III. METODE PELAKSANAAN

A. Alat dan Bahan

Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum ini adalah : benih kedelai, petridish, timbangan listrik, dan alat tulis.

B. Prosedur Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan 2. Berat awal benih campuran ditimbang

3. Benih campuran ditaburkan pada petridish dan kemudian dipisahkan antara benih kedelai dan kotoran lainnya

(6)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

- Persentase (%) benih murni yang didapatkan adalah 60,50 % - Persentase (%) spesies lain yang didapatkan adalah 20,50 % - Persentase (%) kemurnian benih yang didapatkan adalah 20,50 %

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum diatas kita dapat memperoleh beragam informasi bahwa pengujian kemurnian benih menurut Kartasapoetra (1989) merupakan kegiatan-kegiatan untuk menelaah tentang kepositifan fisik

(7)

komponen-komponen benih termasuk pula persentase berat dari benih murni (pure seed), benih tanaman lain, benih varietas lain, biji-bijian herba (weed seed), dan kotoran-kotoran pada masa benih. Sedangkan manfaat pengujian kemurnian benih menurut Sutopo (2010) adalah untuk mengetahui benih yang diuji termasuk semua varietas dari spesies yang dinyatakan oleh pengirim atau berdasarkan penemuan dengan uji laboratorium.

Komponen-komponen yang terdapat pada pengujian kemurnian benih adalah:

1. Benih murni, meliputi semua varietas dari setiap spesies yang diakui sebagai mana yang dinyatakan oleh pengirim atau yang ditemukan dalam pengujian di laboratorium. Selain dari benih matang dan tidak rusak ke dalam benih murni juga termasuk benih yang ukurannya kurang tetapi lebih dari setengahnya dari bagian ukuran asalnya, mengkerut, kurang matang dan sudah berkecambah, dalam keadaan dapat ditentukan dengan pasti sebagai spesies yang diakui.

2. Benih tanaman lain/ varietas lain, merupakan benih yang jenisnya tidak sama, misalnya benih padi dengan benih gandum, sedang yang bervarietas lain merupakan benih dari tanaman sejenis yang varietasnya berbeda misalnya padi Serayu dengan padi Brantas.

(8)

4. Kotoran atau benda mati, merupakan bagian-bagian dari sejumlah benih yang sedang diuji yang tidak berupa benih, melainkan benda-benda mati yang hanya mengotori benih, seperti misalnya kerikil, gumpalan tanah, sekam, serta bentuk-bentuk lain yang menyerupai benih dan gulma.

Pengujian kemurnian benih erat kaitannya dengan sertifikasi benih, dimana benih yang telah disertifikasi oleh badan yang syah secara aturan hukum yang telah ditetapkan, maka benih tersebut telah terjamin kemurniannya, sehingga benih yang belum di sertifikasi maka kemurniannya masih diragukan atau belum teruji dengan jelas asal-usul benih tersebut.

Pengujian kemurnian benih menurut ISTA (2006) dilakukan secara duplo. Beda antara hasil ulangan pertama dan kedua tidak boleh lebih tinggi atau lebih rendah dari 5%. Dalam uji kemurnian benih sampel benih yang telah ditentukan ditimbang beratnya terlebih dahulu, kemudian dipisah-pisahkan atas komponen yang ada yaitu benih murni, benih speises tanaman lain, benih gulma dan kotoran lainnya. Untuk memisahkan sampel benih dari kotoran fisik yang lebih ringan dari benih dapat menggunakan seed blower.

Setiap komponen yang telah berhasil dipisahkan selanjutnya masing masing ditimbang, lalu ditotal. Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam menghitung kemurnian benih, maka total berat semua komponen dibandingkan dengan berat awal sampel benih yang diuji. Berat total dari semua komponen seharusnya sama dengan berat awal sampel benih yang diuji, tetapi bisa juga kurang/lebih. Dan yang terakhir dari pelaksanaan uji kemurnian benih adalah menghitung persentase dari setiap komponen benih yang diuji.

(9)

Dalam perhitungan kemurnian benih dipengaruhi oleh komponen hasil pengujian benih. Apabila berat sampel benih kurang dari 25 gram, maka perhitungan persentase berat masing-masing komponen dengan membandingkan terhadap keseluruhan berat semua komponen (bukan terhadap berat sampel benih yang diuji), dikalikan dengan 100%.

B A = ? x 100%

C Keterangan :

A = Persentase masing-masing komponen benih B = Berat msing-masing komponen benih C = Berat total contoh benih yang diuji

Komponen yang hasilnya kurang dari 0,05% dianggap nol, sedangkan yang hasilnya ? 0,05% dianggap 0,1%.

Pengujian benih pada saat praktikum yaitu dengan cara memisahkan benih yang akan diuji dengan benih atau kotoran lain yang tercampur didalamnya. Kemudian masing-masing komponen dipisahkan dan ditimbang serta dihitung persentasenya.

(10)

Langkah awalnya dengan menimbang semua komponen yang tercampur dalam benih yang akan diuji, kemudian digunakan rumus diatas pada berat kedelai yang berhasil dipisahakan dari komponen lainnya, selanjutnya menghitung spesies lain yang berhasil dipisahkan dengan cara:

% SL (Spesies lain ) = Berat SL x 100 % persentase benih murni pada rumus kemurnian benih yaitu:

% KB (Kemurnian Benih) = Berat KB x 100 % Berat Awal

= 12,1 x 100 % 20

= 60,50 %

Sedangkan menurut Sutopo (2010), cara untuk menghitung kemurnian suatu benih yaitu dengan memisahkan terlebih dahulu beberapa komponen yang terdapat pada benih yang diuji, kemudian setelah diperoleh kompinen-komponen yang ada didalamnya dilakukan perhitungan pengujian kemurnian benih dengan cara sebagai berikut:

1. Persentase benih murni yang sesungguhnya =

x

x

+

y Xa

%

2. Persentase benih tanaman lain sekarang adalah =

x

x

+

y Xa

%

+b

%

3. Benih gulma tetap c%

(11)

4. Kotoran tetap d%

Apabila contoh uji tersebut terdiri dari dua atau lebih varietas yang sukar dibedakan maka diijinkan untuk memasukan dan menimbang benih-benih yang serupa dalam satu komponen.

(12)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil praktikum diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa contoh benih yang diuji diatas memiliki persentase benih murni sebesar 60,5%, spesies lain sebesar 20,50% dan kemurnian benih kedelai yang diuji adalah sebesar 20,50%.

B. Saran

1. Praktikan diharapkan dapat memperhatikan penjelasan asisten sehingga tidak ada kesalahan dalam praktikum ini

2. Dibutuhkan ketelitian dalam melihat hasil penimbangan setiap komponen-komponen pengujian kemurnian benih

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Copeland, L.O. 1979. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publ.Comp, Minneapolis.

Hasanah, M. 2002. Peran mutu fisiologik benih dan pengembangan industri benih tanaman industri. Jurnal Litbang Pertanian 21(3):84–91.

ISTA. 2006. International rules for seed testing. Edition 2006. Switzerland. Rustini, Sri. 2012. Teknologi Pembenihan Kenaf. Balai Peneitian Tanaman

Tembakau dan Serat, Malang

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih (Edisi Revisi). PT RajaGrafindo Persada. Jakarta

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumbuhan yang mengandung biji yang telah dipungut atau di petik perlu dikeringkan, hal ini dimaksudkan untuk menurunkan kadar air yang masih banyak terkandung di dalamnya. Tinggi rendahnya kandungan air dalam benih memegang peranan yang penting dan berpengaruh besar terhadap viabilitas dan pertumbuhan umum pada benih tersebut.

Penurunan kadar air ini sehubungan benih akan disimpan, entah berapa hari, bulan atau tahun, padi yang matang fisiologis pada kadar 35%-45% agar dapat disimpan dan dapat tahan lama dalam keadaan mutu yang terjamin, penentuan kadar airnya yang tepat adalah maksimum 13%. Sedang pada biji kacang tanah yang kering kandungan/kadar air antara 6% akan tetap dipertahankan.

Pada tingkat-tingkat kadar air seperti di atas benih akan dapat mempertahankan viabilitasnya, terutama setelah mendapat pengeringan dan setelah beberapa waktu disimpan, jika mulai ditanam untuk dikembangkan kembali.

Oleh karena itu, mengingat betapa pentingnya kadar air pada benih terhadap viabilitas dan daya simpannya, kita perlu memahami dan dapat mengenali kandungan air pada suatu benih tersebut sudah bisa disimpan atau belum, karena kandungan air yang terlalu banyak maupun sedikit dapat merusak benih tersebut sehingga daya viabilitasnya menurun dan kualitas benih pun kurang baik.

(15)

B. Tujuan

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pola umum perkembangan biji yang terjadi pada biji ortodoks adalah peningkatan kadar air biji yang cepat dan tajam pada masa embriogenesis dimana pembelahan sel dan ekspansi embrio terjadi. Setelah terjadi pengisian materi biji secara maksimum, kadar air biji menurun (Bewley, 1994).

Penurunan ini terjadi dengan sangat cepat setelah mencapai mass maturity (akhir masa pengisian polong). Perkembangan biji ortodoks ditentukan pada fase penurunan kadar air. Fase penurunan kadar air ini berhubungan dengan eskpresi gen dan metabolisme yang berpengaruh secara signifikan padakarakter perkecambahan benih (Angelovici, 2010).

Benih dari banyak spesies ortodoks yang dipanen saat belum masakakan lebih mudah mengalami kerusakan pada saat penyimpanan. Biji yang belum masak tidak mengalami akumulasi cadangan makanan yang cukup, perkembangan enzim dan pendukung pertumbuhan yang belum baik, dan belum mengalami perkembangan morfologi dan pembagian sel secara lengkap (Bonner, 2008).

Daya simpan benih pun meningkat saat dilakukan penundaan waktu panen. Penurunan kadar air secara alami pada tanaman induk dan atau pengeringan yang perlahan (slow pre drying treatment) dapat menghasilkan benih yang lebih baik kualitasnya daripada benih dikeringkan secara langsung pada kondisi penyimpanan. (Hay, 1995)

Kadar air benih diatas 13% dapat meningkatkan laju kemunduran mutu benih selama penyimpanan. Laju kemunduran mutu benih dapat diperlambat,

(17)

dengan cara kadar air benih harus dikurangi sampai kadar air benih optimum. Kadar air benih optimal, yaitu kadar air tertentu dimana benih tersebut disimpan lama tanpa mengalami penurunan mutu benih. Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6-11%. Dari tabel 1 terlihat bahwa kadar air awal benih adalah 10% diharapkan benih tidak mengalami kemunduran mutu selama empat bulan penyimpanan. (Indartono, 2011)

(18)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih padi, oven, timbangan dan moisture tester.

B. Prosedur Kerja

a.) Metode praktek

1. Disiapkan dan dicek alat moisture tester serta contoh benih yang akan diuji

2. Setelah alat siap, diambil beberapa benih padi kemudian dimasukkan ke dalam lubang-lubang pengujian pada alat moisture tester

3. Diputar sekrup penghancur benih sampai benih benar-benar hancur 4. Dipilih menu uji sesuai dengan benih yang diuji dengan menekan

tombol pilihan biji yang diuji dan baca hasil pengujian pada display alat tersebut

5. Bandingkan hasil uji kadar air dengan kadar air standar masing-masing benih dan simpulkan

b.) Metode dasar

1. Ditimbang berat awal benih sebanyak 20 gr

2. Dimasukkan ke dalam kantong kertas lalu di oven selama 2 x 24 jam 3. Setelah dioven, ditimbang lagi berat akhirnya

(19)
(20)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar air di hitung dengan moisture tester a. 12,8%

Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan kadar air benih dengan metode dasar (di oven) sebesar 7% sehingga lebih kecil 14% yang berdasakan literature.

(21)

Sedangkan berdasarkan metode Praktik diperoleh hasil 13,4% yang lebih kecil dari 14% yang berdasarkan literature. Jadi berdasarkan metode dasar dan praktik hasilnya berbeda dengan literature.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum ini dapat diperoleh hasil bahwa kadar air benih sangat penting untuk dilakukan, karena menurut Sutopo (2010) laju kemunduran suatu benih dipengaruhi oleh kadar airnya. Dalam batas tertentu, makin rendah kadar air benih makin lama daya hidup benih tersebut. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum ditanam, sedangkan dalam penyimpanan menyebabkan naiknya aktivitas pernafasan yang berakibat terkuras habisnya bahan cadangan makanan dalam benih. Selain itu merangsang perkembangan cendawan pathogen di dalam tempat penyimpanan. Tetapi perlu diingat bahwa kadar air yang terlalu rendah akan menyebabkan kerusakan pada embrio.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air benih menurut Sadjad (1997) antara lain:

1. Tipe benih

(22)

ortodoks antara lain adalah benih Acacia mangium Wild (Akasia), Dalbergia latifolia Roxb (sonobrit), Eucalyptus urophylla S.T (ampupu), Eucalyptus deglupta Blume (leda), Gmelina arborea Linn (gmelina), Paraserianthes falcataria Folsberg (sengon),P inus mercusii Jung et de Vriese (tusam) dan Santalum album (cendana). Benih yang bersifat rekalsitran, akan mati kalau kadar airnya diturunkan sebelum mencapai kering dan tidak tahan di tempat yang bersuhu rendah, contoh benih ini adalah Agathis lorantifolia Salisb (dammar), Diosypros celebica Back (eboni), Hevea brasiliensis Aublet (Kayu karet), Macadamia hildenbrandii Steen (makadame), Shore compressa, Shorea seminis V.SI.

2. Ukuran benih

Benih-benih dengan ukuran yang besar dapat diduga tergolong ke dalam jenis rekalsitran, ukuran benih yang sedang dapat diduga sebagai jenis benih yang semi rekalsitran serta benih dengan ukuran yang kecil dapat diduga sebagai benih ortodoks. Oleh karena itu, untuk menduga lama durasi penyimpanan benih dapat diduga berdasarkan ukuran dari benih yang akan disimpan. Pada dasarnya teknik pendugaan jenis benih berdasarkan ukuran dapat berimplikasi kepada kandungan air benih. Benih dengan ukuran yang kecil lebih cenderung untuk memiliki kadar air yang rendah, benih dengan ukuran yang sedang memiliki kadar air yang sedang serta benih dengan ukuran besar dapat mengandung kadar air yang tinggi. 3. Penyimpanan

Masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih semakin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan. Benih adalah bersifat

(23)

higroskopis, sehingga benih akan mengalami kemunduran tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan.

Lamanya penyimpanan benih mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan benih dimana benih dapat mengalami kemunduran untuk pertumbuhan benih jika disimpan semakin lama.Umumnya benih dapat dipertahankan tetap baik dalam jangka waktu yang cukup lama, bila suhu dan kelembaban udara dapat dijaga, maka mutu benih dapat terjaga.Untuk itu perlu ruang khusus untuk penyimpanan benih.

Pada pelaksaan praktikum pengujian kadar air benih ini, metode yang digunakan yaitu metode dasar dan metode praktek. Metode dasar yaitu dengan menggunakan pengeringan di dalam oven selama 2 x 24 jam. Sebelum di oven benih ditimbang terlebih dahulu, kemudain setelah 2 x 24 jam benih ditimbang kembali dan dihitung kadar air dengan rumus:

KA : berat awal – berat akhir % KA : KA/ berat awal x 100%

Sedangkan dengan cara praktek digunakan alat moisture tester, yaitu dengan memasukkan beberapa benih padi kedalam alat tersebut kemudian dihancurkan, dan hasilnya akan muncul pada display alat tersebut.

Menurut Sutopo (2010) bahwa pada prinsipnya metode yang digunakan ada dua macam, yaitu:

(24)

ini adalah: metode Calcium carbide, metode Electric moisture meter, dan lain-lain. Kartasapoetra (1989) menambahkan bahwa Electric Moisture Tester ini ditentukan kadar air benih berdasarkan atas sifat konduktifitas dan dielektrik benih, yang keduanya tergantung dari kadar air dan temperature benih. Penentuan kadar air benih dengan alat ini dapat berlangsung dengan cepat, adalah tepat kalau dikatakan hanya beberapa menit.

2. Metode dasar; di sini kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat yang diakibatkan oleh pengeringan/ pemanasan pada kondisi tertentu, dan dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula. Yang termasuk dalam metode dasar adalah: metode oven, metode destilasi, metode Karl Fisher dan lain-lain.

Keuntungan pengujian kadar air benih menggunakan metode praktis yaitu bisa dilakukan dalam waktu yang relative lebih cepat dan apabila alatnya tidak rusak pengukurannya pun bisa lebih tepat. Sedangkan kelemahannya yaitu apabila alat yang digunakannya rusak atau bila belum dikalibrasikan maka hasilnya tidak tepat.

Keuntungan menggunakan metode dasar yaitu keakuratan bisa tercapai dengan mencari berat basah dan kering benih. Sedangkan kelemahannya yaitu memerlukan waktu yang lama untuk pengeringannya, sehingga perlu menunggu benih dalam kondisi berat kering.

Hasil dari pengujian kadar air benih padi berdasarkan moisture tester yaitu sebesar 13,4 %, sedangkan melalui pengovenan selama 12 jam x 4 sebesar 7%. Perbedaan hasil ini bisa diakibatkan oleh banyak factor, diantaranya alat yang

(25)

tidak dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan, atau pun alat yang digunakan tidak sesuai dengan standar yang berlaku dan atau pun juga bisa diakibatkan karena kerusakan alat yang digunakan.

Wibowo (2011) mengatakan bahwa Kadar air padi panen dari sawah umumnya masih cukup tinggi, sekitar 20-23%. Pada tingkat kadar air tersebut, padi tidak aman disimpan karena biji padi dapat tumbuh kembali menjadi benih. Agar padi aman disimpan, padi perlu dikeringkan hingga mencapai kadar air seimbang yaitu 14% (Keputusan Bersama Kepala Badan Bimas Ketahanan Pangan No. 04/SKB/BBKP/II/2002). Oleh karena itu dibutuhkan suatu proses

pengeringan dengan sumber panas buatan yang dapat diatur untuk mencapai panas yang konstan.

(26)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan praktikum pengujian kemurnian benih diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar air benih padi yang dihitung menggunakan metode dasar diperoleh KA sebesar 7%, sedangkan yang menggunakan metode praktik yaitu sebesar 13,4%.

B. Saran

1. Praktikan diharapkan dapat memahami cara kerja moisture tester dalam menampilkan kadar air benih

2. Praktikan bisa menghitung kadar air benih berdasarkan petunjuk dan rumus yang ada

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Angelovici, R., G. Galili, A.R. Fernie, and A.Fait. 2010. Seed desiccation: a bridge between maturation and germination.Trends Plant Sci. 15 (4):

211-218.(Abstr.)

Bewley, J. D. dan M. Black. 1994. Seeds Physiology of Development and Germination. Plenum Press, London.

Bonner, F.T. 2008. Storage of Seeds. Dalam artikel: Ferryal, M. B.Yudono, P. Toekidjo. 2012. Pengaruh Tingkat Kemasakan Polong Terhadap Hasil Benih Delapan Aksesi Kacang Tunggak (Vigna Unguiculata

(L.) Walp.). Fakultas Pertanian Gadjah Mada, Yogyakarta.

Ferryal, M. B.Yudono, P. Toekidjo. 2012. Pengaruh Tingkat Kemasakan Polong Terhadap Hasil Benih Delapan Aksesi Kacang Tunggak (Vigna

Unguiculata (L.) Walp.). Fakultas Pertanian Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Hay, F.R. and R.J. Probert. 1995. Seed maturity and the effects of different drying conditions on desiccation tolerance and seed longevity in fox glove

(Digitalis purpurea L.). Annals of Botany 76: 639-647.

Indartono. 2011. Pengkajian Suhu Ruang Penyimpanan Dan Teknik Pengemasan Terhadap Kualitas Benih Kedelai. Jurnal GEMA TEKNOLOGI Vol. 16 No. 3

(28)

Sadjad, S. 1997. Dari Benih Kepada Benih. Gramedia Widiasarana Indonesia.Jakarta.

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Wibowo, D. S. Sudiharto, I. Sutedjo. 2011. Rancang Bangun Alat Pengering Padi Dengan Metode Konveksi Berbasis Mikrokontroler. Politeknik

Elektronika Negeri Surabaya, Surabaya

(29)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tahap pengolahan benih diantaranya adalah tahap pengeringan benih dan pembersihan benih, serta tahap selanjutnya yang harus ditangani adalah perlakuan-perlakuan terhadap benih. Kegiatan-kegiatan dalam perlakuan ini pada dasarnya merupakan kegiatan khusus yang tertuju pada pemeliharaan agar benih yang telah ditentukan kualitasnya itu dapat mudah, cepat, kondisinya lebih baik dalam kemampuannya untuk berkecambah dan memiliki viabilitas serta agar mencapai atau memuaskan harapan para konsumen sebagai tanaman yang terjamin produknya.

Benih mengalami dormansi bilamana diletakan pada kondisi lingkungan yang sesuai sekalipun benih tersebut tidak tumbuh. Hal ini disebabkan oleh factor-faktor dalam benih itu sendiri, kemungkinan dikarenakan embrio yang rudimenter, embrio yang dorman, kulit benih yang kedap terhadap air dan udara, atau kemungkinan pula karena adanya zat penghambat perkecambahan.

Dormansi yang penyebabnya berada dalam benih, ada yang morfologis dan ada yang fisiologis, dimana yang morfologis disebabkan karena embrio yang rudimenter, sedangkan yang fisiologis disebabkan misalnya karena kematangan benih tidak terjamin sehingga kemampuannya untuk membentuk zat-zat yang diperlukan bagi perkecambahan kurang.

(30)

scarifikasi dan perlakuan skarifikasi ini biasanya di tujukan pada jenih benih tertentu dengan tingkat dormansi yang berbeda antara perlakuan satu dan yang lainnya. Oleh karena itu, kita dapat memperpendek waktu dormansi suatu benih dengan perlakuan yang telah dilakukan sebelumnya.

B. Tujuan

1. Untuk menunjukan kekerasan biji legumes yang ada pada daerah tropika dan bagaimana cara stratifikasi dijalankan

2. Untuk mempercepat perkecambahan biji dengan metode scarifikasi benih

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji yang dapat dilakukan dengan cara penusukan, penggoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani dengan manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002)

Perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia sering pula dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Di samping itu dapat pula digunakan hormon tumbuh untuk memecahkan dormansi pada benih, antara lain adalah sitokinin, giberellin dan auxin. Pemberian giberellin pada benih terong dengan dosis 100 – 200 ppm dapat menghilangkan dormansi benih tersebut (Sutopo, 1988).

(32)

embrio, dan di sini zat-zat ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah (Heddy, 1989).

Perlakuan pada benih dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan cara mekanis, fisik maupun kimia. Metode stratifikasi dapat dikatakan metode yang paling praktis karena hanya merendam benih dengan air bersuhu tinggi pada waktu tertentu. Perendaman menggunakan air bersuhu tinggi teruji efektif menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan dan memicu pembentukan hormon pertumbuhan sehingga biji dapat berkecambah (Raharjo, 2002).

(33)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih albasia, benih melinjo, ampelas, air panas, cawan petri, pasir, polibag,

B. Prosedur Kerja

1. Stratifikasi dengan air panas

a) Persiapkan alat dan bahan yang digunakan

b) Benih albasia distratifikasi dengan air panas selama 10 menit kemudian dicuci pada air mengalir

c) Tanam 10 biji dari perlakuan untuk dikecambahkan pada media polibag dan 10 biji tanpa perlakuan sebagai control

d) Dicatat yang berkecambah tiap 2 hari sekali selama 8 hari e) Dicatat persentase benih yang berkecambah

2. Pengaruh scarifikasi terhadap perkecambahan biji a) Dipersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b) Bersihkan dua buah melinjo kemudian satunya di ampelas dan yang satunya tidak diampelas

c) Kedua benih melinjo tadi ditanam pada polibag berisi pasir dan dirawat serta diamati pertumbuhannya selama 7 hari

(34)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Skarifikasi

% Perkecambahan = ∑ benih berkecambah x 100% ∑ benih total

2. Stratifikasi

% Perkecambahan = ∑ benih berkecambah x 100% ∑ benih total persentase yang lebih tinggi daripada control atau non perlakuan, yakni sebessar 70%.

(35)

: : Adapun pada mlinjo persentase sama tidak ada biji yang berkecambah.

B. Pembahasan

Bedasarkan hasil praktikum diatas, kita dapat mengetahui perlakuan mana yang cocok untuk memperpendek waktu dormansi pada benih. Menurut Sutopo (2010) bahwa benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan.

Menurut Sutopo (2010) tipe-tipe dormansi adalah fisik dan dormansi fisiologis, dormansi fisik yaitu dormansi yang disebabkan pembatas structural terhadap perkecambahan, diantaranya:

1. Impermeabilitas kulit biji terhadap air

Dalam istilah pertanian, benih-benih yang menunjukan tipe dormansi ini disebut sebagai “benih keras”. Hal ini dapat ditemui pada sejumlah family tanaman dimana beberapa spesiesnya mempunyai kulit biji yang keras, antara lain; leguminase, malvaceae dan lain-lain.

2. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio

Beberapa benih tetap berada dalam keadaan dorman disebabkan oleh kulit bijinya yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan dari embrio. Jika kulit biji dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini dijumpai pada beberapa jenis gulma, seperti: mustard, pigweed dan lain-lain

(36)

Perkecambahan akan terjadi bila kulit biji dibuka atau jika tekanan oksigen disekitar benih ditambah. Kebutuhan oksigen untuk berkecambah lebih besar pada biji sebelah atas daripada sebelah bawah. Dan kebutuhan akan oksigen ini dipengaruhi oleh temperature. Hal ini biasanya disebabkan oleh benih tersebut yang memiliki zat penghambat pertumbuhan sehingga menghalangi proses perkecambahan

Sedangkan dormansi fisiologis yaitu disebabkan oleh sejumlah mekanisme, umumnya disebabkan pengatur tumbuh baik penghambat ataupun perangsang ataupun bisa terjadi oleh factor dalam benih itu sendiri, diantaranya:

1. Immaturity embryo

Beberapa jenis tanaman mempunyai biji dimana perkembangan embrionya tidak secepat jaringan sekelilingnya. Sehingga perkecambahan dari benih-benih demikian perlu ditunda, sebaiknya benih-benih ditempatkan pada kondisi temperature dan kelembaban tertentu agar terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah.

2. After ripening

Sering pula didapati bahwa walaupun embrio telah terbentuk sempurna dan kondisi lingkungan memungkinkan, namun benih tetap gagal untuk berkecambah. Benih-benih yang demikian ternyata memerlukan suatu jangka waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah atau dikatakan membutuhkan jangka waktu.

3. Dormansi sekunder

(37)

Benih-benih yang pada keadaan normal mampu berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan kemampuan untuk berkecambah. Fenomena ini sering disebut sebagai dormansi sekunder atau dormansi kedua.

4. Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis oleh embrio

Keperluan akan cahaya: banyak dari jenis-jenis benih tanaman diketahui peka terhadap cahaya. Respon perkecambahan dari benih Betula sp dan beberapa varietas dari Lactuca sativa digiatkan dengan adanya cahaya, benih-benih demikian ini disebut “fotoblastik positif”.

Sutopo (2010) menambahkan bahwa dipandang dari segi ekonomis terdapatnya keadaan dormansi pada benih dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu dibutuhkan cara-cara agar dormansi dapat dipecahkan atau sekurang-kurangnya lama dormansinya dapat dipersingkat. Beberapa cara yang telah diketahui adalah:

1. Perlakuan mekanis, umumnya dipergunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas.

(38)

b. Tekanan: benih-benih dari sweet clover dan alfalfa setelah diberi perlakuan dengan tekanan hidraulik 2000 atm pada 180 C selama

5-20 menit ternyata perkecambahannya meningkat sebesar 5-5-200%. 2. Perlakuan kimia, menggunakan bahan-bahan kimia sering pula

dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi.

3. Perlakuan perendaman dengan air, beberapa jenis benih terkadang diberi perlakuan perendaman didalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih.

4. Perlakuan pemberian temperature tententu,:

a. Stratifikasi: banyak benih yang perlu dikenai temperature tertentu sebelum dapat diletakkan pada temperature yang cocok untuk perkecambahannya.

b. Perlakuan dengan temperature yang rendah dan tinggi: keadaan dormansi pada beberapa benih dapat diatasi dengan pemberian efek dari temperature rendah dan agak tinggi. tetapi temperature ekstrim dar perlakuan ini tidak boleh berbeda lebih dari 100 atau 200C, pada

umumnya berada di atas titik beku.

5. Perlakuan dengan cahaya, cahaya tidak hanya mempengaruhi persentase perkecambahan benih, tetapi juga laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.

(39)

Keuntungan pemecahan dormansi benih dengan cara skarifikasi adalah melakukan pemecahan dormani dengan perlakuan fisik, dimana benih diampelas, dikikir, di lubangi dan sebagainya, sehingga benih akan lebih cepat berkecambah dan masa dormansi dapat dipersingkat dengan waktu yang tidak lama. Sedangkan kekurangannya adalah apabila proses perlakuan fisik tersebut berlebihan, maka benih dapat rusak atau bahkan mati sehingga benih tidak dapat berkecambah sebagaimana mestinya, sehingga diperlukan kehati-hatian dan juga dapat memperparah kondisi benih bila terdapat hama dan penyakit di dalamnya.

Keuntungan pemecahan dormansi benih dengan cara stratifikasi adalah dengan memberikan temperature tertentu pada benih sehingga terdorong untuk melakukan metabolisme di dalam benih dan diharapkan benih cepat berkecambah, cara ini lebih praktis dari pada skarifikasi dan juga hama serta penyakit yang menempel pada benih bisa dimusnahkan. Sedangkan kerugiannya, Pemberian temperature ini relative lebih lama waktunya dibandingkan dengan cara skarifikasi.

Proses stratifikasi dengan air panas diperlakukan pada benih albasia, benih albasia yang sudah di rendam dengan air panas kemudian di tanam pada polybag yang telah diisi pasir dan diamati pertumbuhan serta perkecambahannya dalam 7 hari, selama itu juga tanaman dirawat dengan baik. Sebagai pembanding, benih albasia lainnya ditanam sebagai control tanpa dilakukan perendaman terlebih dahulu.

(40)

air panas tumbuh dari 2 mm menjadi 6 mm, sehingga persentase pertumbuhannya selama tujuh hari mencapai 70%.

Sedangkan proses stratifikasi dengan air panas menurut Putri (2012) terhadap perlakuan yang diberikan pada benih kopi, dilakukan dengan cara merendam benih kopi berdasarkan tingkat suhu yang berbeda dan dalam waktu perendaman yang berbeda pula.

Putri (2012) menjelaskan bahwa hasil analisis varian terhadap kecepatan berkecambah benih kopi pada perendaman setiap hari selama 1 dan 7 hari menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya interaksi antara suhu perendaman dengan waktu perendaman. Pada lama perendaman selama 1 hari perbedaan suhu air awal perendaman berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah benih dimana suhu 300C menunjukkan kecepatan berkecambah benih paling rendah dibanding benih yang direndam dengan suhu 600C dan 900C namun pada waktu perendaman tidak berpengaruh terhadap kecepatan benih. Sedangkan pada perendaman setiap hari selama 7 hari perbedaan suhu air awal perendaman berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah dimana suhu 900C menunjukkan kecepatan berkecambah paling cepat dibanding benih yang direndam dengan suhu 300C dan 600C. Pada waktu perendaman berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah benih dimana waktu perendaman 30 menit menunjukkan kecepatan berkecambah paling cepat dibanding waktu perendaman 10 dan 20 menit. Kulit biji yang retak akan mengakibatkan benih cepat merkecambah. Hal ini menunjukkan penyerapan air dan masuknya oksigen kedalam benih berlangsung cepat.

(41)

Proses skarifikasi dilakukan dengan mengampelas kulit benih melinjo, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menipiskan kulit melinjo supaya lebih cepat menyerap air dan gas, kemudian benih ditanam pada polibag yang telah diisi pasir, tanaman dirawat dan diamati selama 7 hari. Sebagai pembanding, benih melinjo lainnya ditanam sebagai control tanpa dilakukan pengampelasan terlebih dahulu.

Hasil dari proses skarifikasi yang dilakukan selama tujuh hari ini tidak menunjukan adanya perbedaan, antara yang dilakukan pengampelasan dan tidak hasilnya selama tujuh hari sama, yaitu belum ada benih melinjo yang berkecambah maupun tumbuh pada polybag.

(42)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mistian (2012) diatas, ia memperoleh hasil bahwa Perlakuan skarifikasi bagian pangkal benih nyata meningkatkan laju perkecambahan benih pinang hingga 64% dibandingkan tanpa skarifikasi. Skarifikasi dilakukan dengan mengupas sebagian epikarp (lapisan terluar benih) dan mesokarp benih (sabut) kemudian menggosok endokarp yaitu lapisan benih bertekstur keras. Perlakuan skarifikasi bagian pangkal benih (dekat dengan embrio) menyebabkan air dan oksigen mudah masuk ke dalam benih sehingga proses perkecambahan dimulai lebih cepat dibandingkan skarifikasi di bagian lain.

(43)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Kesimpulan yang didapat dan diperoleh dari acara praktikum in adalah: 1. Perlakuan stratifikasi pada tanaman albasiah menggunakan air panas ketika

ditanam pada polibag memberikan persentase pertumbuhan yang lebih cepat dari pada variable control, yatiu sebesar 70%

2. Perlakuan scarifikasi pada biji melinjo dengan cara diampelas dan ditanamkan pada polybag belum menghasilkan persentase pertumbuhan yang lebih cepat dari pada variable control yang tidak diampelas, sehingga persentase pertumbuhannya 0%

B. Saran

1. Praktikan diharapkan berhati-hati pada saat mengampelas benih melinjo supaya tidak terlalu tipis sehingga merusak benihnya

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuha Edisi I Cetakan kedua. Rajawali Press. Jakarta.

Mistian, Dini. Meiriani. Purba, E. 2012. Respons Perkecambahan Benih Pinang (Areca Catechu L.) Terhadap Berbagai Skarifikasi Dan Konsentrasi

Asam Giberelat (Ga3). Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1,

Desember 2012.

Putra, D. Rabaniyah, R. Nasrullah. 2012. Pengaruh Suhu Dan Lama Perendaman Benih Terhadap Perkecambahan Dan Pertumbuhan Awal Bibit Kopi

Arabika (Coffea Arabica (Lenn.). Fakultas Pertanian Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta Fakultas Pertanian Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rahardjo P. 2002. Beberapa Cara yang Perlu Dalam Perkecambahan Kopi. Penelitian Budidaya Perkebunan Kopi, Bogor. 13-15p.

Sutopo, L. 1988. Teknologi Benih. CV Rajawali. Jakarta.

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis (terjemahan) Dr. Mohammad Na’iem dkk. Penerbit Tarsito.

Bandung.

(45)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akibat penyusutan lahan pertanian, untuk memenuhi kebutuhan akan sandang dan pangan, tanaman budidaya tidak hanya ditanam pada lahan subur dan tersedia cukup air (lahan sawah), tetapi juga sudah merambah ke lahan marjinal (sub-optimum). Salah satu masalah utama yang dihadapi tanaman budidaya dilahan marginal adalah cekaman kekeringan atau salinitas.

Tanah salinitas tidak cukup baik untuk pertumbuhan tanaman budidaya pertanian, apalagi untuk berproduksi tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia. Namun karena keterbatasan lahan tersebut, para ahli mulai meneliti dan mengembangkan benih tanaman pertanian yang tahan atau toleran terhadap cekaman kekeringan maupun salinitas.

Oleh sebab itu, penting sekali bagi kita untuk menguji benih jenis varietas apa saja yang dapat ditanam pada tanah salin atau kekeringan. Sehingga lahan yang ada dapat dimanfaatkan oleh tanaman budidaya pertanian dengan kerugian yang bisa ditekan, atau setidaknya tanah tersebut bisa menumbuhkan benih yang kita tanam untuk dipetik hasilnya.

B. Tujuan

(46)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah salin berkembang dari pengaruh elektrolit-elektrolit garam natrium dengan reaksi sekitar netral (elektrolit utama yang menyebabkan salinitas adalah NaCI dan Na2SO4 jarang sekali NaNO3). Sifat-sifat yang dapat menimbulkan cekaman adalah tekanan osmotic larutan tanah yang tinggi (menimbulkan cekaman kekeringan) dan toksisitas dari ion Na+ dan CI-. (Pessarakli, 1999)

Upaya meningkatkan toleransi tanaman terhadap lahan marginal, diantaranya lahan dengan tanah salin, semakin penting dengan semakin berkurangnya lahan subur karena meningkatnya alih fungsi. Tanah salin banyak terdapat di daerah rawa, daerah pasang surut dan muara. (Erinnovita, 2008)

Adaptasi penting yang ditemukan dalam banyak organism yang mengalami cekaman air, cekaman garam, atau cekaman lainnya adalah penimbunan senyawa organic tertentu, misalnya sukrosa, asam amino (teurtama prolin), dan beberapa zat lainnya yang menurunkan potensial osmotic sehingga menurunkan potensial air dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim (Salisbury, 1995)

Beberapa gangguan yang disebabkan oleh stres salinitas, yaitu terganggunya keseimbangan ionik: penyerapan Na+ merusak potensial membrane dan penyerapan Cl- secara cepat menurunkan gradien kimia; Na+ meracuni metabolisme sel dan mengakibatkan rusaknya fungsi beberapa enzim; tingginya konsentrasi Na+ menyebabkan ketidakseimbangan osmotik dan kekacauan membran, menurunnya tingkat pertumbuhan, terhambatnya pembelahan dan

(47)

pembesaran sel; tingginya Na+ juga mengurangi fotosintesis dan produksi reactive oxygen species (ROS). (Mahajan, 2005)

Budidaya tanaman di lahan marginal, dengan lingkungan yang tidak mendukung (unfavuorable) membutuhkan benih yang vigor, tidak sekedar benih yang hidup (viable). Tahap perkecambahan dan awal fase vegetative merupakan fase yang paling sensitive. (Pudjihartati, 2007)

(48)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih padi, larutan garam NaCI dengan konsentrasi 0 ppm, 2500 ppm dan 5000 ppm, kertas merang, dan petridish

B. Prosedur Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Disiapkan petridish dengan diberi kertas merang rangkap 5

3. Dikecambahkan 20 benih padi sesuai dengan perlakuan yang ditentukan 4. Diamati pertumbuhan perkecambahannya pada konsentrasi yang telah

ditentukan

(49)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hari ke/Tanggal Jumlah benih yang berkecambah

0 ppm 2500 ppm 5000 ppm

(50)

= 29,82

2500 ppm = 0.1+0.2100+(010.3+0++102.4++23.5+3++1.61+2++2.70)+0.8

= 0 100(18)

+0+30+8+15+6+14+0

= 24,65

5000 ppm = 0.1+1000.2+(00.3+0++0.40++00.5+0++0.60++0+0.73)+3.8

= 0+0+0+1000+0(3+)0+0+24 = 12,5

% Perkecambahan = Total benih yang dikecambahkanJumlah benih berkecambah x 100%

% Perkecambahan 0 ppm = 1720x100 %=85 %

% Perkecambahan 2500 ppm = 1820x100 %=¿ 90%

% Perkecambahan 5000 ppm= 203 x100 %=15 %

Kesimpulan:

Kandungan garam pada konsentrasi 2500 ppm memiliki % perkecambahan lebih besar (90%) dari kontrol (85%). Semakin besar konsentrasi garam (5000 ppm), perkecambahan semakin lambat.

B. Pembahasan

Kondisi sub optimal pada prktikum ini berupa kondisi salin, sehingga kondisi ini dapat diartikan sebagai kondisi dimana semakin tinggi kadar garam yang dikandung suatu media tanam, maka daya kecambah atau vigor benih yang ditanam pada media tersebut akan semakin menurun. (Kamil, 1984)

(51)

Pengujian vigor benih menurut ISTA (2006) dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satu caranya yaitu dengan pengujian daya berkecambah benih menggunakan metode UKDdp (uji kertas digulung dalam plastik):

1. Kertas merang direndam air sampai seluruh bagiannya basah, kemudian di “pres” dengan alat pengepres kertas hingga air tidak mengalir lagi (kertas basah tetapi tidak mengandung air berlebihan),

2. Sebanyak 3–4 lembar kertas merang diletakkan di atas selembar plastik, 3. Selanjutnya sebanyak 50 butir benih ditanam/diletakkan berbaris (lebih

kurang 5 baris @ 10 butir ) di atas kertas merang, kemudian ditutup dengan 3 lembar kertas merang dan digulung,

4. Gulungan kertas merang yang telah diberi ikatan karet gelang (agar gulungan tidak terlepas) disusun dalam germinator,

5. Pengamatan daya berkecambah dilakukan pada 4 dan 8 hari setelah tanam. Pada saat pengamatan 4 hari setelah tanam, kecambah yang telah tumbuh normal disisihkan sehingga yang tertinggal adalah benih atau kecambah yang belum tumbuh normal,

6. Persentase daya berkecambah (DB) dihitung sebagai berikut:

% DB =

jumlahtipe kecambahnormal4HST+jumlah kecambah normal8HST

jumlahbenih yang ditanam ×100 %

(52)

berkecambah pada kondisi salin maka benih tersebut memiliki vigor yang baik untuk tumbuh pada kondisi sub-optimal yang demikian.

Salinitas adalah kondisi dimana pada lingkungan tersebut terdapat banyak kandungan NaCI. Untuk dapat membuat larutan NaCI sebagai perlakuan yang akan diberikan pada benih padi sebagai unit percobaan, maka dilakukan penghitungan terlebih dahulu sebagai konsentrasi yang akan digunakan untuk menguji benih padi terhadap kondisi salin yang dibuat, caranya sebagai berikut:

Untuk membuat larutan salin sebanyak 1 liter dengan konsentrasi misalnya 2500 ppm, yaitu:

2500 = 2,5 x 10-3 gr/ml 2,5 x 10-3 gr/ml x 1000 ml = 2,5 gr

1.000.000

Jadi, untuk membuat konsentrasi 2500 ppm dalam 1 liter air dibutuhkan garam seberat 2,5 gr.

Pengaruh larutan salin terhadap perkecambahan padi yang diuji selama 8 hari menghasilkan perkecambahan pada konsentrasi 0 ppm sebanyak 17 benih berkecambah, pada 2500 ppm sebanyak 18 benih berkecambah, dan pada 5000 ppm hanya 3 benih yang mampu berkecambah. Berdasarkan perlakuan tersebut sudah dapat jelas terlihat secara fisiologi kalau benih padi yang diuji memberikan respon yang berbeda terhadap konsentrasi salin yang diberikan. Hal ini menunjukan bagaiman kekuatan benih terebut dalam mempertahankan daya vigornya untuk tumbuh pada lingkungan sub-optimal, sehingga bila diukur indeks vigornya dihasilkan nilai pada 0 ppm, 2500 ppm, dan 5000 ppm secara berturut-turut adalah 5.25, 4.88, dan 0.375, dengan coeffisien vigor 29.82, 24.65, 12.5.

(53)

Sedangkan menurut Pudjihartati (2007) bahwa tolak ukur fisiologi dilakukan dengan cara mengamati perkecambahan benih dan ditentukan/dihitung persentase kecambah normal pada perhitungan pertama (KNpi) dan perhitungan pada akhir periode pengujian (KNpa), ditimbang bobot kering kecambah, akar, dan pucuk, serta selanjutnya dihitung rasio akar/pucuk. Untuk pengukuran bobot kering kecambah digunakan kecambah umur 7 hari yang di oven dengan suhu 600C selama 3 hari.

Respon pada konsentrasi 0 ppm, pada hari ketiga benih mulai berkecambah sebanyak 13 butir, sedangkan pada konsentrasi 2500 ppm di hari yang sama benih berkecambah sebanyak 10 butir, tetapi pada konsentrasi 5000 ppm benih padi belum berkecambah, pada konsentrai ini benih mulai berkecambah di hari terakhir pengamatan sebanyak 3 butir.

Hasil dari praktikum ini diperoleh persentase perkecambahan padi untuk konsentrasi 0 ppm sebesar 85%, 2500 ppm sebesar 90%, dan untuk 5000 ppm sebesar 15%. Hasil ini diperoleh melalui perhitungan jumlah biji yang berkecambah dibagi seluruh benih yang dikecambahkan dan dikali 100%. Penghambatan perkecambahan benih padi terhadap kondisi salin ini terlihat dari awal perlakuan dimana kemampuan benih padi untuk berkecambah terhambat.

(54)

penghambatan pertumbuhan akar dan pucuk kecambah setelah itu (perkecambahan akhir, setelah radikula dan kolioptil muncul).

(55)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. simpulan

Kesimpulan yang didapat dan diperoleh dari acara praktikum ini bahwa persentase perkecambahan benih padi pada konsentrasi NaCI 0 ppm adalah sebesar 85%, konsentrasi 2500 ppm sebesar 90%, dan konsentrasi 5000 ppm sebesar 15%. Sehingga kondisi pertumbuhan penih yang paling cepat perkecambahannya adalah pada kondisi lingungan 2500 ppm kandungan NaCI

B. Saran

1. Praktikan diharapkan memperhatikan kelembaban kertas merang yang disemprot larutan garam supaya tidak kering

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Erinnovita. Sari, Maryati. Guntoro, Dwi. 2008. Invigorasi Benih untuk Memperbaiki Perkecambahan Kacang Panjang (Vigna unguiculata

Hask. ssp. sesquipedalis) pada Cekaman Salinitas. Bul. Agron. (36)

(3) 214 – 220

Kamil.1984. Teknologi Benih I. Padang: Angkasa Raya Padang

Mahajan, S., N. Tuteja. 2005. Cold, salinity and drought stresses: an overview. Archives of Biochemistry and Biophysics 444:139-158.

Pessarakli, M. Szbolcs. 1999. Soil salinity and sodicity as particular plant/crop stress factor. Dalam Pessarakli, M., Ed. Handbook of Plant and Crop

Stress. Marcel Dekker, Inc. New York.

Pudjihartati, Endang. 2007. Pengaruh Vigor Benih padi (Oriza sativa L) Terhadap Toleransi pada Kondisi Cekaman Salinitas dengan Indikasi

Fisiologi dan Biokimia. Jurnal AGRIC Vol.19 No. 1 dan No. 2 hal:

91-106

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung: Penerbit ITB

(57)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengetahuan mengenai aspek fisiologis dan biokimia perkecambahan benih sangat penting dalam industri perbenihan, karena dalam industri benih faktor pemacu dan faktor penghambat perkecambahan dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan kebutuhan serta tahapan proses dalam industri tersebut. Secara umum diketahui bahwa umur benih mempengaruhi kecepatan pertumbuhan serta produksi tanaman. Benih-baru pada umumnya memiliki pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan dengan benih-lama.

Selain itu, dengan mengetahui tipe perkecambahan benih dan daya tumbuhnya kita akan mengetahui bagaimana cara menanam benih tersebut sesuai dengan tipe perkecambahannya. Karena setiap tipe perkecambahan pada benih jenis satu dengan yang lainnya memerlukan perlakuan yang berbeda, dimana caranya benih ditanam akan menentukan cepat lambatnya benih tersebut berkecambah.

Daya tumbuh benih akan memberikan kita gambaran bahwa benih tersebut memiliki kemampuan tumbuh dengan baik atau tidak bila ditamam pada kondisi lingkungan yang sesuai, jika baik maka perkecambahannya akan normal, tidak rusak maupun abnormal.

(58)

sehingga pengujian-pengujian terhadap benih sangat penting untuk dilakukan guna mengetahui teruji tidaknya benih tersebut apabila di tanam di lapang.

B. Tujuan

Untuk menguji daya tumbuh berbagai benih tanaman, mengidentifikasi kecambah/ bibit normal dan abnormal

(59)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Proses perkecambahan terjadi karena adanya aktivitas metabolisme dari biji. Biji yang akan berkecambah membutuhkan air untuk merangsang hormon pertumbuhan dan menambah kandungan air pada setiap bagian yang mulai tumbuh pada saat perkecambahan. Oleh karena itu, jika kekurangan air maka proses metabolisme pada benih yang semula aktif menjadi terhenti sehingga proses perkecambahan akan terganggu. Hanya benih yang toleran kekeringan saja yang mampu berkecambah. Tanaman mempunyai toleransi yang berbeda terhadap kekeringan karena perbedaan dalam mekanisme morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler (Lestari, 2006).

(60)

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan perkecambahan ialah faktor kedalaman tanam. Semakin dalam kedalaman tanam maka benih yang ditanam akan semakin sulit tumbuh. Sebaliknya apabila benih ditanam pada kedalaman tanam yang dangkal, benih akan mudah tumbuh. Hal ini disebabkan oleh kadar oksigen yang terdapat di dalam tanah. Kadar oksigen akan semakin menurun dengan semakin dalam lapisan tanah. (Ashari, 2006)

Tipe perkecambahan ada dua jenis dan yang membedakannya adalah letak posisi keping benih (kotiledon) pada permukaan tanah. Tipe pertama adalah epigeal (epygeal germination) dan kedua adalah tipe hipogeal (hypogeal germination). Apabila keping benih terangkat di atas permukaan tanah dinamakan tipe epigeal. Namun bila keping benih tersebut tetap tinggal di dalam tanah disebut hipogeal. Biji durian memiliki tipe perkecambahan epigeal. (Sari, 2011)

(61)

III. METODE PELAKSANAAN

A. Alat dan Bahan

Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum : benih jagung, benih kedelai, kertas label, polybag dan pasir

B. Prosedur Kerja

1. Diambil sampel benih, dikecambahkan masing-masing sebanyak 2x 20 biji dengan media pasir

2. Dihitung benih yang tumbuh dalam jangka waktu 7 hari

3. Diamati dan diidentifikasi bibit normal dan tidak normal, dibandingkan bentuknya dan digambarkan

4. Benih-benih berpenyakit dibuang dari perkecambahan agar tidak menulari benih yang lain

(62)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Total yang dikecambahkan = 9/10 x 100%

= 90%

- Perkecambahan jagung dimulai dengan munculnya radikula dan tumbuh kesamping serta kebagian bawah, selanjutnya plumula tumbuh dengan cadangan total 10 benih yang di tanam. - % Perkecambahan = 9/10 x 100%

= 90%

- Perkecambahan jagung dengan kedalaman tanam 2 cm mulai dari 10 benih yang di tanam.

(63)

- Tanamana jagung memiliki tipe

- Terdapat jamur yang melekat pada benih

- Vigor perkecambahanya tidak terlalu baik karena hanya menghasilkan 3 benih

berkecambah dari total 11yang di tanam. Jamur menjangkiti

hamper semua bagian benih yang ada sehingga dilakukan perkecambahannya kurang baik karena dari 10 benih yang ditanam, tidak ada benih yang berhasil melewati media dan berkecambah dengan baik.

Kesimpulan :

(64)

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum diatas kita dapat memperoleh beragam informasi bahwa tipe-tipe perkecambahan menurut Sutopo (2010) adalah:

1. Tipe epigeal (Epigeous), dimana munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula keatas permukaan tanah.

2. Tipe hypogeal (Hypogeous), dimana munculnya radikel diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap berada di dalam kulit biji berada di bawah permukaan tanah.

Daya tumbuh benih adalah munculnya unsur-unsur utama dari lembaga dari suatu benih yang diuji yang menunjukan kemampuan untuk menjadi tanaman normal apabila ditanam pada lingkungan sesuai bagi benih tersebut. Aplikasi daya tumbuh benih yaitu pada kekuatan benih tersebut untuk tumbuh baik dilingkungan yang ditempatkan, berarti benih tersebut memiliki daya tmbuh yang baik.

Perbedaann benih normal dan tidak normal pada benih, yaitu:

1. Plumula tidak terbelah, pada benih yang tidak normal plumula terbelah sehingga menyebabkan benih tumbuh tidak maksimal.

2. Kerdil, pada benih normal pertumbuhannya tidak kerdil, pertumbuhan kerdil terjadi akibat tanaman kekurangan hormone tertentu atau pun karena terdapat kerusakan system metabolism di dalam benih sehingga pertumbuhannya tidak normal

(65)

3. Akar tumbuh lemah atau tidak ada sama sekali, pada benih normal benih akan mampu untuk menghasilkan akar yang kuat melekat pada tanah untuk mengambil air dan mineral guna melangsungkan proses pertumbuhannya, sedangkan pada benih tidak normal, proses pembentukan akarnya sangat lama atau terhambat, hal tersebut menyulitkan benih untuk berkecambah dan tumbuh sebagaimana mestinya

4. Kolioptil kosong atau tidak keluar seluruhnya, koliptil yang kosong akan menyulitkan benih untuk melangsungkan proses pertumbuhannya, sehingga pertumbuhannya terhambat. Sedangkan pada benih normal kolioptilnya terisi dan keluar menyebar sebagai penanda benih siap melakukan proses pertumbuhannya

Untuk menguji tipe perkecambahan pada tanaman jagung dan kedelai, dilakukan perlakuan dengan menanam benih jagung dan kedelai pada media pasir steril dalam polybag dengan kedalaman 0 cm dan 2 cm, untuk masing-masing perlakuan diamati tipe perkecambahannya serta dirawat dengan baik dengan cara disiram setiap hari. Setelah diamati selama 8 hari, tipe perkecambahan dari jagung dan kedelai digambarkan dan dihitung persentase perkecambahannya.

(66)

jagung memiliki daya tumbuh yang baik, karena pada kedalaman 0 cm maupun 2 cm hasilnya sama, sehingga jagung memiliki daya adaptasi yang baik terhadap kedalaman pasir dengan tipe perkecambahan yang dimilikinya yaitu hypogeal, serta persentase perkecambahannya mencapai 90%.

Kedalaman pada 0 cm dan 2 cm terhadap benih jagung ini tidak memiliki pengaruh yang nyata seperti yang diungkapkan Sutopo (2002) bahwa kedalaman tanam berhubungan dengan ketersedian oksigen yang terdapat di dalam tanah. Semakin dalam kedalaman tanam maka ketersedian oksigen semakin menurun. Sebaliknya semakin dangkal kedalaman tanam maka ketersedian oksigen semakin meningkat. Dimana oksigen diperlukan untuk proses respirasi. Pada saat proses perkecambahan berlangsung proses respirasi akan meningkat disertai pula dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida, air dan energi. Sedangkan proses perkecambahan pada benih kedelai dengan kedalaman 0 cm dan 2 cm terlihat perbedaan diantara keduanya, dimana pada kedalaman 0 cm benih yang berkecambah sebanyak 30% dan pada kedalaman 2 cm yang berkecambah sebanyak 0%. Hal ini sesuai dengan Zheng et al (2005) yang mengatakan bahwa perkecambahan benih berhubungan langsung dengan kedalaman tanam dan semakin dalam benih ditanam semakin rendah perkecambahan benih.

(67)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil praktikum diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa benih jagung memiliki tipe perkecambahan hypogeal dengan persentase perkecambahan pada kedalaman 0 cm dan 2 cm sebesar 90%. Sedangkan benih kedelai memiliki tipe perkecambahan epigeal dengan persentase perkecambahan pada kedalaman 0 cm sebesar 30% dan kedalaman 2 cm sebesar 0%.

B. Saran

1. Praktikan diharapkan memahami tipe-tipe perkecambahan pada benih 2. Praktikan diharapkan dapat menggambarkan perbedaan tipe perkecambahan

(68)

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI press.

Lestari, E. G. Mariska, I. 2006. Identifikasi somaklon padi Gajahmungkur, Towuti dan IR 64 tahan kekeringan menggunakan polyehylene glycol. Bul.

Agron. 34:71-78

Sari, A. A. A. Ashari, S. Haryono, D. 2011. Pengaruh Kedalaman Tanam Benih Terhadap Perkecambahan Dan Pertumbuhan Bibit Durian (Durio

Zibethinus Murr.). Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya,

Surabaya.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: CV. Rajawali.

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Zheng, Y., Z. Xie, Yi Yu, L. Jiang, H. Shimizu and G. M. Rimmington. 2005. Effect of burial in sand and water supply regime on seedling

emergence of six species. Ann. Bot. (95):1237-1245.

(69)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Informasi tentang daya kecambah benih yang ditentukan di Laboratorium adalah pada kondisi yang optimum. Padahal kondisi lapang yang sebenarnya jarang didapati berada pada keadaan yang optimum. Keadaan sub-optimum yang tidak menguntungkan di lapangan dapat menambah segi kelemahan benih dan mengakibatkan turunnya persntase perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan selanjutnya.

Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik.

Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing-masing “kekuatan tumbuh” dan “daya simpan” benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun keadaan biofisik lapangan produksi sub-optimum atau sesudah benih melampaui suatu periode yang lama.

B. Tujuan

(70)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Benih merupakan sarana produksi yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan budidaya tanaman pangan. Penggunaan bahan tanam bermutu merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan pertanaman. Petani sering mengalami kerugian yang sangat besar baik dari segi biaya maupun waktu yang berharga akibat dari penggunaan benih yang tidak bermutu atau tidak jelas asal-usulnya. Kesalahan dalam penggunaan bahan tanam akan mengakibatkan kerugian jangka panjang. Penggunaan bibit bermutu merupakan salah satu kunci untuk mendapatkan pertanaman yang mampu memberikan hasil yang memuaskan. (Situmorang, 2010)

Daya berkecambah benih diartikan sebagai mekar dan berkembangnya bagian-bagian penting dari embrio suatu benih yang menunjukan kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang sesuai. Dengan demikian pengujian daya tumbuh atau daya berkecambah benih ialah pengujian akan sejumlah benih, berapa persentase dari jumlah benih tersebut yang dapat atau mampu berkecambah pada jangka waktu yang telah ditentukan. (Kartasapoetra, 1998)

Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan “field emergence” terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap

(71)

lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman. (Copeland, 1995)

Vigor benih untuk kekuatan tumbuh dalam suasana kering dapat merupakan landasan bagi kemampuannya tanaman tersebut untuk tumbuh bersaing dengan tumbuhan pengganggu ataupun tanaman lainnya dalam pola tanam multipa. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan merupakan landasan bagi kemampuan tanaman mengabsorbsi sarana produksi secara maksimal sebelum panen. (Sutopo, 2010)

Copeland (1995) dalam “Principles Of Seed Scientes and Technology” telah mengemukakan rumus tentang kecepatan berkecambahnya benih (koefisiensi perkecambahan dan indeks vigor) sebagai berikut :

C.G =

100

(

A

1

+

A

2

+

...

An

)

A

1

T

1

+

A

2

T

2

+

...

AnTn

(72)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih padi dengan varietas A dan B, petridish, kertas merang dan air.

B. Prosedur Kerja

1. Masing-masing varietas padi sebanyak 20 benih dikecambahkan diatas kertas merang dan diamati perkecambahannya

2. Pengamatan dilakukan selama 7 hari dan sambil dihitung benih yang berkecambahnya

3. Dihitung indeks vigor dan coefficient vigor dengan rumus:

I.V. =

G

1

D

1

+

G

D

2

2

+

G

D

3

3

+

...

Gn

Dn

dan C.G =

100

(

A

1

+

A

2

+

...

An

)

A

1

T

1

+

A

2

T

2

+

...

AnTn

(73)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

Tanggal Pengamatan Hasil Pengamatan

10 Juni Lum Padi a dan b belum berkecambah 11 Juni Padi a: 16 benih berkecambah, padi b: belum 12 Juni Padi a: 17 benih berkecambah, padi b: belum (benih

berwarna hitam, terdapat sedikit bintik putih) 13 Juni Padi a: 17 benih berkecambah, padi b: belum (benih

berwarna hitam, sedikit bintik putih)

14 Juni Padi a: 18 benih berkecambah

Padi b: belum berkecambah terdapat garis-garis berwarna hitam pada bagian padi dan bintik-bintik putih

15 Juni Padi a: 18 benih berkecambah

Padi b: belum berkecambah, 4 benih diantaranya berwarna hitam

16 Juni Padi a: 18 benih berkecambah

Padi b: belum berkecambah, benih berwarna hitam

17 Juni Padi a: 18 benih berkecambah

(74)

Padi B

Indeks Vigor = 0 Koefisien Vigor = 0

Kesimpulan:

Berdasarkan hasil analisis, Indeks vigor untuk padi A = 29,27 dan padi B = 0, sedangkan untuk analisis koefisien vigor padi A = 20,46 dan padi B = 0.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum ini dapat diperoleh hasil bahwa indeks vigor perkecambahan adalah nilai yang menerangkan tentang kekuatan atau daya tumbuh tanaman tersebut untuk tumbuh pada beragam kondisi lingkungan yang ada.

Menurut Kartasapoetra (1998) berdasarkan hasil penelitian bahwa lama penyimpanan benih dapat dikaitkan dengan kemunduran daya berkecambah suatu benih. Sehingga dalam penyimpanan benih perlu memperhatikan patokan dibawah ini:

1. Bagi tiap terjadinya penurunan 1% pada kadar air benih, umur benih akan bertahan sampai 2 kali;

2. Bagi tiap terjadinya penurunan 50 C suhu dalam penyimpanannya, umur

benih akan bertahan sampai 2 kali.

Gambar

Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung Polibag Non Sungkup
Tabel  persentase  perkecambahan  kedelai  dan  persentase  kontaminasi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian untuk jumlah benih maksimum 100 ekor/engumpanan menunjukkan bahwa Persentase ketepatan rata-rata dari alat sortasi ini dalam memisahkan benih ikan

W3 yang diperoleh merupakan berat sampel yang digunakan.Dari hasil pengukuran dan perhitungan yang diperoleh, diketahui bahwa kedelai memiliki persentase kandungan lipid lebih

Destilasi vakum merupakan teknik memisahkan dua komponen yang titik didihnya sangat tinggi, metode yang digunakan adalah dengan menurunkan tekanan

Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLTdengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan kolom

Pengujian IVH yang berguna untuk mengetahui kekuatan dan kemampuan tumbuh benih secara normal di lapangan diperoleh hasil bahwa benih kedelai lama dan jagung lama memiliki nilai

Setelah dihitung volume yang didapatkan selanjutnya nira murni dan nira imbibisi dicampur dalam tabung fementor lalu diukur nilai brix dan nilai pHdan didapatkan hasil

Digunakan aquabidest karena dalam analisis menggunakan HPLC diperlukan pelarut dengan kemurnian yang tinggi, sebab larutan sampel yang akan dianalisis jumlahnya

Komponen tersebut dapat diperoleh dengan metode ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutan komponen kimia yang sering digunakan dalam senyawa organik untuk