• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Teknologi dan Produksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Teknologi dan Produksi"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH

ACARA I

PENGUJIAN KEMURNIAN BENIH

Oleh :

Apriliane Briantika Louise NIM A1L013055

Rombongan 3

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengujian benih itu sangat penting, terujinya benih berarti terhindarnya para petani dari berbagai kerugian yang dapat timbul dalam pelaksanaan usaha taninya. Selain itu benih yang baik dan unggul dengan kultur teknik yang mantap, akan dapat meningkatkan berbagai produk pertanian. Dengan alasan tersebut, maka sangat diperlukan pengujian kemurnian benih lebih lanjut untuk memudahkan petani memperoleh benih murni yang baik dan berkualitasehingga tingkat usaha tani yang dilakukan pun meningkat dan dapat menekan kerugian yang bisa terjadi karena kurang baiknya benih yang digunakan.

(3)

Pengujian benih ini dilakukan untuk menetapkan nilai setiap contoh benih yang diuji sehingga akan diketahui bagaimana keadaan faktor kualitas benihnya. Faktor kualitas benih ditentukan oleh persentase dari benih murni, benih tanaman lain, biji herba, kotoran yang tercampur, gaya berkecambah atau daya tumbuh benih. Usaha pengujian benih telah dilaksanakan sejak zaman nenek moyang kita, walaupun hasilnya kurang memuaskan tetapi berhasil menyelamatkan usaha taninya. Pengujian yang mereka laksanakan biasanya menggunakan perasaan, melihat, meraba, mencium, dan menggigit benih-benih tersebut, dengan patokan-patokan tradisional. Hasil dari usaha pengujian-pengujian benih yang mereka lakukan adalah mereka dapat mempertahankan kelangsungan usaha taninya, serta mencukupi kebutuhan pangan masyarakat dalam jangka waktu panjang.

B. Tujuan

(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Uji kemurnian benih merupakan uji yang pertama kali dilakukan. Benih murni yang diperoleh itu baru kemudian dipakai untuk uji yang lain, yaitu presentase kadar air dan viabilitas benih. Hal ini dilakukan karena nilai yang ingin diperoleh adalah nilai dari benih murni, bukan dari benih campuran. Produksi benih berkualitas merupakan proses yang panjang, dimulai dari pemilihan bahan tanaman, pemeliharaan tanaman, panen, serta penanganan setelah panen dan memperhatikan lokasi produksi, iklim, isolasi, ketersediaan serangga penyerbuk, tenaga yang terampil dan murah, serta sistem transportasi yang memadai (Kuswanto, 1997).

Kualitas benih merupakan titik awal dan faktor yang paling penting bagi keberhasilan produksi tanaman. Benih adalah penentu awal bagi perkembangan tanaman dan bagi keberhasilan budidaya. Penggunaan benih yang berkualitas akan memastikan kemajuan yang diperoleh dari aplikasi input lain pada produksi pertanian seperti pemupukan dan pengairan. Hanya dengan penggunaan benih yang bermutu atau berkualitas baik yang dapat memastikan hasil yang memuaskan dari budidaya. Hal penting dalam penyediaan benih bermutu adalah kualitas benih. Kualitas benih ini sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu potensi genetik, kemasakan biji, lingkungan selama tahap pembentukan biji, ukuran biji dan kerapatan tanam, kerusakan mekanis, umur benih dan kemundurannya, serangan mikroorganisme, dan kerusakan akibat chilling injury (Copeland, 1996).

(5)

baik, atau tahan terhadap cekaman abiotik. Faktor fisik adalah benih bermutu tinggi dengan kemurnian yang tinggi, daya kecambah yang tinggi, bebasa dari kotoran dan benih rerumputan serat bebas dari hama dan penyakit, serta kadar air benih yang rendah (Kamil, 1986).

Menurut Kamil (1986) program pengembangan perbenihan yang terarah pada dasarnya harus diarahkan kepada 2 bidang, yaitu :

1. Pengadaan dan pengaturan penyaluran benih bermutu tinggi yang murni sifat genetiknya dan tepat waktunya sampai pada petani dengan jumlah yang cukup sehingga kebutuhan petani akan benih unggul dapat terpenuhi.

2. Pengontrolan dan meningkatkan mutu (quality control) dan kemurnian hasil (benih). Jika hasil pengujian kemurnian benih menunjukan persentase yang tinggi sekali, maka working sample untuk pengujian kadar air dan viabilitas benih dapat diambilkan dari submited sample (Kuswanto, 1997).

Kemurnian benih adalah merupakan persentase berdasarkan berat benih murni yang terdapat dalam suatu contoh benih. Tujuan utama dari analisa kemurnian benih adalah untuk menentukan komposisi berdasarkan berat dari contoh benih yang akan diuji atau dengan kata lain komposisi dari kelompok benih dan untuk mengidentifikasi dari berbagai species benih dan partikel-partikel lain yang terdapat dalam suatu benih. Untuk analisa kemurnian benih, maka contoh uji dipisahkan menjadi 4 komponen yaitu benih murni, benih species lain, benih gulma dan bahan lain atau kotoran (Kartasapoetra, 1992).

(6)

lebih besar dari separuh benih yang sesungguhnya, asalkan dapat dipastikan bahwa pecahan benih itu termasuk ke dalam species yang dimaksud (Justice, 1990).

Benih species lain, komponen ini mencakup semua benih dari tanaman pertanian yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji. Benih gulma mencakup semua benih ataupun bagian vegetatif tanaman yang termasuk dalam kategori gulma. Juga pecahan gulma yang berukuran setengah atau kurang dari setengah ukuran yang sesungguhnya tetapi masih mempunyai embrio. Bahan lain/kotoran, termasuk semua pecahan benih yang tidak memenuhi persyaratan baik dari komponen benih murni, benih species lain maupun benih gulma, partikel-partikel tanah, pasir, sekam, jerami dan bagian-bagian tanaman seperti ranting dan daun (Sutopo, 1994).

(7)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Kegiatan praktikum Acara I (Pengujian Kemurnian Benih) dilaksanakan di Laboratorium Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Kegiatan dilaksanakan pada hari Rabu, 3 Juni 2015 jam 14.00 WIB.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah meja pemurnian, pinset, petridish, dan timbangan listrik. Bahan yang digunakan adalah benih padi (20 gram).

C. Prosedur Kerja

1. Contoh kerja dari benih diambil dengan jalan pengurangan dengan memakai pembagi benih sehingga diperoleh berat benih yang diinginkan dan ditimbang.

2. Alat-alat yang digunakan disiapkan.

3. Contoh kerja sedikit demi sedikit diperiksa diatas meja pemurnian dengan teliti dan dipisahkan kedalam komponen: benih murni, biji tanaman/varietas lain, biji gulma dan kotoran benih.

(8)

Nomor Contoh Kerja

Berat Komponen Persentase

BM VL KB BM VL KB

Keterangan:

(9)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berat Komponen Persentase

BM VL KB BM VL KB

11,942 4,017 4,005 59,71 20,085 20,025

Berat Komponen:

BM : Berat Murni = Berat Awal xBerat BM 100 %

BM : 11,942 g

VL : Varietas Lain = Berat Awal xBerat VL 100 %

VL : 4,017 g

KB : Kotoran Benih = Berat Awal xBerat KB 100 %

KB : 4,005 g

Presentase:

BM = 11,94220g gx100 %=59,71 %

VL = 4,01720g xg 100 %=20,085 %

(10)

B. Pembahasan

Kemurnian benih adalah tingkatan kebersihan benih dari materi-materi non benih/ serasah, atau benih varietas lain yang tidak diharapkan. Pengujian kemurnian benih adalah pengujian yang dilakukan dengan memisahkan tiga komponen benih murni, benih tanaman lain, dan kotoran benih yang selanjutnya dihitung presentase dari ketiga komponen benih tersebut. Tujuan analisis kemurnian adalah untuk menentukan komposisi benih murni, benih lain dan kotoran dari contoh benih yang mewakili lot benih. Kemurnian benih perlu dilakukan karena mempunyai beberapa manfaat diantaranya :

1. Menjaga kualitas benih terutama varietas unggul

2. Mengetahui persentase kemurnian benih dari suatu varietas (Heddy, 2000).

Berdasarkan hasil praktikum diatas kita dapat memperoleh beragam informasi bahwa pengujian kemurnian benih menurut Kartasapoetra (1992) merupakan kegiatan-kegiatan untuk menelaah tentang kepositifan fisik komponen-komponen benih termasuk pula persentase berat dari benih murni, benih tanaman lain, benih varietas lain, biji-bijian herba dan kotoran-kotoran pada masa benih. Manfaat pengujian kemurnian benih adalah untuk mengetahui benih yang diuji termasuk semua varietas dari spesies yang dinyatakan oleh pengirim atau berdasarkan penemuan dengan uji laboratorium.

Komponen-komponen yang terdapat pada pengujian kemurnian benih adalah: 1. Benih murni, meliputi semua varietas dari setiap spesies yang diakui sebagai mana

(11)

2. Benih tanaman lain/varietas lain, merupakan benih yang jenisnya tidak sama, misalnya benih padi dengan benih gandum, sedang yang bervarietas lain merupakan benih dari tanaman sejenis yang varietasnya berbeda misalnya padi Serayu dengan padi Brantas.

3. Biji-bijian herba, merupakan biji dari tanaman lain yang tidak dikehendaki, dan bublet, tuber dari tanaman yang dinyatakan sebagai gulma, herba menurut undang-undang, peraturan resmi atau pendapat umum.

4. Kotoran atau benda mati, merupakan bagian-bagian dari sejumlah benih yang sedang diuji yang tidak berupa benih, melainkan benda-benda mati yang hanya mengotori benih, seperti misalnya kerikil, gumpalan tanah, sekam, serta bentuk-bentuk lain yang menyerupai benih dan gulma.

Sertifikasi Benih adalah suatu kegiatan yang termasuk dalam program produksi benih unggul atau yang berkualitas tinggi dari varietas-varietas yang genesis unggul yang selalu harus terpelihara dan dipertanggungjawabkan. Benih bersertifikat merupakan benih yang proses produksinya diterapkan cara-cara dalam persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan sertifikasi benih. Tujuan pada kegiatan sertifikasi ini adalah untuk memelihara kemurnian dan mutu dari varietas unggul serta menyediakan secara kontinyu kepada petani.

(12)

sertifikasi adalah untuk memelihara, menyediakan benih dan bahan perbanyakan tanaman yang bermutu tinggi dari varietas berdaya hasil tinggi bagi masyarakat, sehingga didistribusikan serta ditanam dengan identitas genetik yang terjamin

Pengujian kemurnian benih erat kaitannya dengan sertifikasi benih, dimana benih yang telah disertifikasi oleh badan yang syah secara aturan hukum yang telah ditetapkan, maka benih tersebut telah terjamin kemurniannya, sehingga benih yang belum di sertifikasi maka kemurniannya masih diragukan atau belum teruji dengan jelas asal-usul benih tersebut.Pengujian kemurnian benih menurut ISTA (2006) dilakukan secara duplo. Beda antara hasil ulangan pertama dan kedua tidak boleh lebih tinggi atau lebih rendah dari 5%. Uji kemurnian benih, sampel benih yang telah ditentukan ditimbang beratnya terlebih dahulu, kemudian dipisah-pisahkan atas komponen yang ada yaitu benih murni, benih speises tanaman lain, benih gulma dan kotoran lainnya. Untuk memisahkan sampel benih dari kotoran fisik yang lebih ringan dari benih dapat menggunakan seed blower.

Komponen yang telah berhasil dipisahkan selanjutnya masing masing ditimbang, lalu ditotal. Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam menghitung kemurnian benih, maka total berat semua komponen dibandingkan dengan berat awal sampel benih yang diuji. Berat total dari semua komponen seharusnya sama dengan berat awal sampel benih yang diuji, tetapi bisa juga kurang/lebih. Pelaksanaan uji kemurnian benih adalah menghitung persentase dari setiap komponen benih yang diuji.

Metode pengujian kemurnian benih ada dua metode yang dapat dilakukan, yaitu: 1. Secara duplo, adalah pengambilan contoh kerja yang dilakukan dua kali.

(13)

Skema pengujian analisis kemurnian benih adalah:

Dari skema diatas dapat diketuhi bahwa pengambilan contoh benih dapat dilakukan secara simplo yaitu dengan melakukan pengambilan contoh kerja hanya satu kali, tetapi jika secara duplo maka pengambilan contoh kerja dilakukan 2 kali setengah berat contoh kerja. Setelah dilakukan pengabilan contoh kerja maka dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat awal benih sebelum dilakukan pengujian kemurnian. Tahap selanjutnya adalah analisis kemurnian, setiap benih diidentifikasi satu persatu secara visual bedasarkan penampakan morfologi. Semua benih tanaman lain dan kotoran benih dipisahkan. Setelah dilakukan analisis kemudian dilakukan penimbangan pada setiap komponen tersebut. Hasil dari penimbangan dilakukan perhitungan faktor kehilangan.

Faktor kehilangan = Ket: ck = contoh kerja

(14)

Faktor kehilangan yang diperbolehkan ≤ 5%, jika terdapat kehilangan berat > 5% dari berat contoh kerja awal, maka analisis diulang dengan menggunakan contoh kerja baru. Jika faktor kehilangan ≤ 5% maka analisis kemurnian tersebut diteruskan dengan menghitung presentase ketiga komponen tersebut.

% benih murni =

% benih lain =

% kotoran =

Ket. k1 = benih murni k2 = benih tanaman lain k3 = kotoran benih

Dari hasil perhitungan tersebut kemudian dilakukan penulisan hasil analisis. Adapun ketentuan dalam penulisan hasil analisis kemurnian, yaitu:

1. Hasil analisis ditulis dalam presentase dengan 1 desimal, jumlah presentase berat dari semua komponen harus 100%.

2. Komponen yang beratnya 0,05% ditulis 0,0% dan diberi keterangan trace. Bagi komponen yang hasilnya nihil, hendaknya ditulis presentase beratnya dengan 0,00%, sehingga tidak terdapat kolom yang kosong.

3. Bila komponen tidak 100%, maka tambahkan atau kurangi pada komponen yang nialinya terbesar.

(15)

Contoh tabel hasil perhitungan kemurnian fisik benih didalamnya meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, syarat mutu, cara pemeriksaan lapangan, cara pengambilan contoh benih, cara analisa mutu, penandaan, pengemasan, dan rekomendasi. Benih padi kelas benih sebar (BR) adalah keturunan pertama dari benih penjenis (BS), benih dasar (BD) dan benih pokok (BP) yang diproduksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga keaslian varietas dapat dipelihara. Persyaratan mutu terdiri dari syarat mutu di lapangan dan mutu di laboratorium. Syarat mutu di lapangan meliputi campuran varietas lain/tipe simpang dengan batas maksimum 0.5%, Isolasi jarak dengan batas minimum 3 m, dan Isolasi waktu dengan batas minimum 30 hari. Persyaratan mutu di laboratorium meliputi kadar air dengan batas maksimum 13,0%, Benih murni dengan batas minimum 98,0%, Daya berkecambah minimum 80,0%, Kotoran benih maksimum 2,0%, Biji benih tanaman lain 0,0%, Biji gulma 0,0%. Analisa kemurnian benih mengharuskan pemisahan menjadi 4 komponen yaitu benih murni, benih varietas lain, dan kotoran benih. Tujuan dari uji kemurnian benih adalah:

(16)

dibutuhkan, keragaman tanaman di lahan, pengelolaan dan kualitas hasil panen dan apa saja yang tercampur dalam benih yang akan dipakai untuk usaha taninya.

2. Mengetahui macam varietas lain yang tercampur dalam benih. Jika benih tercampur dengan biji dari spesies yang sama tetapi varietasnya berbeda maka hal itu akan menyulitkan penangkar benih pada waktu melakukan roguing, karena perbedaan sangat sedikit dan sukar dipilih sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya polusi kromosom atau sumber penyakit.

3. Untuk menentukan apakah presentase kemurnian benih dapat melampaui syarat yang ditentukan oleh peraturan pemerintah untuk kelas benih tertentu sehingga benih tersebut dapat memperoleh sertifikat (Kuswanto,1997).

Pengujian mutu fisik benih bertujuan untuk mengetahui kondisi penampilan fisik benih seperti kadar air, warna, kesegaran, kebersihan, ukuran/berat dan keseragaman benih. Pengujian mutu fisiologis benih ini bertujuan untuk mengetahui daya hidup, daya kecambah, daya tumbuh, kekuatan tumbuh/daya simpan (Vigor), dan kesehatan benih. Pengujian mutu genetis bertujuan untuk mengetahui kemurnian varietas. Pengujian

1. Pengujian standar/Rutin, adalah pengujian-pengujian untuk keperluan pengisian atau pengecekan data, label, yang umumnya terdiri dari penetapan kadar air, pengujian kemurnian fisik, pengujian daya tumbuh dan pengujian varietas lain.

(17)

benih secara biokhemis, penetapan 1000 butir, pengujian heterogenitas kelompok benih, pengujian kesehatan benih, dan pengujian vigor

Kegiatan pengujian ini berupa pengambilan contoh benih yang dilakukan oleh pihak IPSBTPH atas permintaan dari penangkar. Pengambilan contoh benih untuk diuji penting agar informasi mutu benih yang diperoleh melalui pengujian benar-benar mewakili kelompok benih yang diuji. Bila benih akan diuji kualitasnya yang diuji hanya sebuah contoh yang mewakili seluruh jumlah benih. Pengambilan contoh benih yang dianggap seragam dan memenuhi standar yang ditentukan ISTA Rules sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan pengujian benih.

Menggunakan stick trier/nobbe trier dimana contoh benih diambil dari satu titik contoh benih yang diperoleh dari satu kelompok benih. Pengambilan contoh benih dilakukan secara acak agar mewakili seluruh benih yang kan diuji. Contoh benih ini dimasukan kedalam kantong kedap air dengan segera dikirim ke laboratorium disertai keterangan antara lain nama varietas, tanggal panen, macam pengujian yang diminta dan nama serta alamat pengirim contoh benih.

2. Contoh komposit

(18)

3. Contoh kirim

Contoh kirim ialah contoh yang dikirim ke laboratorium pengujian benih yang diperoleh dari contoh komposit yang volumenya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Untuk benih padi yang akan diuji, berat contoh kirimya adalah 1000 gram atau 1 kg. setelah itu contoh benih diberi keterangan dan dikirim kelaboratorium setelah memalui pengadministrasian.

4. Contoh kerja

Contoh kerja ialah contoh benih yang diperoleh dengan cara pengurangan yang merata dan bertahap dari contoh kirim di laboratorium dan volume nya memenuhi ketentuan yang berlaku. Setelah itu benih dihomogenkan dan dilakukan pembagian dengan menggunakan soil devider sehingga benih homogen dan contoh kerja didapat. Contoh kerja yang didapat merupakan langkah awal dalam pengujian

(19)

benih.Sampel kiriman merupakan sampel yang dikirim ke laboratorium untuk diuji. Sampel kerja adalah sampel kiriman untuk keperluan uji laboratorium.

Sebelum mengambil sampel primer dari lot benih, petugas pengambilan sampel (seed sampler) harus memeriksa lot benih untuk meyakinkan bahwakondisinya sesuai dengan persyaratan dalam ketentuan yang tercantum dalam pedoman teknik pengambilan sampel biji-bijian untuk benih, seperti penandaan (marking), penyegelan (sealing), ukuran maksimum, homogenisitas/keseragaman, sajian lot benih.Keterangan yang perlu dicatat oleh pengambil sampel adalah nama dan alamat pemilik, tanggal dan tempat pengambilan sampel, ukuran lot, jumlah dan ukuran kemasan, tipe kemasan, nama komoditas, nama varietas, nomor lot benih, jenis label dan segel, jenis perlakuan.

Faktor homogenitas lot benih sangat penting sehingga sebelum mengambil sampel, petugas pengambil sampel harus memeriksa adanya indikasi yang jelas tentang keragaman (heterogenitas) pada lot benih. Indikasi yang jelas tersebut dapat berupa keragaman jenis kemasan, ukuran kemasan, tanda atau keterangan pada kemasan, jenis segel. Petugas pengambil sampel juga harus mendapatkan keterangan yang jelas dari pemilik tentang asal lot benih. Selama pengambilan sampel primer, petugas harus

a. Intensitas pengambilan sampel sesuai dengan ketentuan dalam pedoman ini b. Menggunakan peralatan pengambilan sampel yang sesuai

(20)

e. Melakukan pengambilan sampel ulang apabila pengambilan sampel sebelumnya tidak dilakukan dengan cara yang benar.

Tujuan pengambilan sampel primer dari sebuah lot benih adalahdidapatkannya sampel kiriman yang dapat mewakili keseluruhan lot benih secaraakurat, untuk itu diperlukan metode yang sesuai. Kemasan dalam suatu lot benih sebaiknya mempunyai jenis dan ukuranyang sama. Ketidakseragaman jenis dan ukuran kemasan akan mengakibatkansampel kiriman yang diperoleh kurang terwakili, yang disebabkan oleh: a. Perbedaan pola sebaran ketika pengisian

b. Kadar air biji-bijian tidak merata (moisture hot spot) c. Perlengkapan pengambilan sampel dapat bervariasi.

d. Rencana pengambilan sampel secara sistematik (sistematic sampling plan).

Memperoleh suatu sampel kiriman yang mewakili, pengambilan sampel tidak hanya dilakukan pada satu posisi namun sebaiknya mencakup keseluruhan posisi. Apabila dilakukan pengambilan sampel dengan tangan, sebaiknya tidak mengambil dari satu posisi yang sama, tetapiharus mewakili semua kemungkinan posisi dalam kemasan baik secara random atau sistematik. Metode pengambilan sampel primer diperoleh dari posisi diagonal susunan kemasan. Pengambilan sampel dengan tangan dapat dilakukan apabila pengambilanmenggunakan alat bantu yang dapat mengakibatkan berbagai risiko antaralain kerusakan biji dan kontaminasi silang dengan patogen.

(21)

jumlahnya terhadap berat asli maka hasil uji komponen benih murni tidak perlu ditimbang, dianggap 100%, perhitungan selanjutnya 100% minus persentase berat varietas lain dan kotoran (Copeland, 1996).

Factor-faktor yang mempengaruhi kemurnian benih adalah benih masak dan utuh, benih yang berukuran kecil, mengerut tidak masak, benih yang telah berkecambah sebelum diuji dan pecahan benih yang ukurannya lebih besar dari separuh benih yang sesungguhnya, asalkan dapat dipastikan bahwa pecahan benih itu termasuk ke dalam species yang dimaksud. Benih species lain mencakup semua benih dari tanaman pertanian yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak untuk diuji. Benih gulma mencakup semua benih ataupun bagian vegetatif tanaman yang termasuk dalam kategori gulma. Pecahan gulma yang berukuran setengah atau kurang dari setengah ukuran yang sesungguhnya tetapi masih mempunyai embrio. Bahan lain/kotoran, termasuk semua pecahan benih yang tidak memenuhi persyaratan baik dari komponen benih murni, benih species lain maupun benih gulma, partikel-partikel tanah, pasir, sekam, jerami dan bagian tanaman seperti ranting dan daun (Sutopo, 1994).

(22)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Benih merupakan salah satu bahan dasar dalam budidaya tanaman memegang peranan yang sangat penting baik dalam memperbanyak tanaman maupun dalam mendapatkan produk hasil pertanian.

2. Kemurnian benih merupakan persentase dari berat benih murni yang terdapat dalam suatu contoh benih.

3. Pengujian kemurnian benih merupakan kegiatan-kegiatan untuk menelaah tentang kepositifan fisik komponen-komponen benih termasuk pula persentase berat dari benih murni (pure seed), benih tanaman lain, benih varietas lain, biji -bijian herba/gulma (weed seed), dan kotoran-kotoran pada masa benih.

4. Persentase benih murni yang diuji adalah 59,71 % sehingga benih yang diuji tidak memenuhi standar kemurnian benih nasional.

B. Saran

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Copeland. 1996. Pengantar Produksi Benih. Rajawali Press. Jakarta. Heddy, G. 2000. Biologi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta.

Justice. 1990. Prinsip Praktek Penyimpanan Benih. Rajawali Press. Jakarta. Kamil. 1986. Teknologi Benih 1. Penerbit Angkasa Raya. Padang.

Kartasapoetra, A. G. 2003. Teknologi Benih Pengelolaan Benih dan Tuntunan Praktikum. Rineka Cipta. Jakarta.

Kuswanto. 1997. Analisis Benih. Grasindo. Jakarta.

Mugnisjah, W. Q., dan Setiawan, A. 1995. Pengantar Produksi Benih. Raja Grafindo Press. Jakarta.

(24)

LAMPIRAN

Proses Pemisahan

Benih Murni Benih Varietas Lain

Kotoran Benih

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH

ACARA II

(25)

Oleh :

Apriliane Briantika Louise NIM A1L013055

Rombongan 3

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

(26)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan peningkatan produksi dalam usaha tani sangat dipengaruhi oleh masukkan berbagai faktor produksi yang salah satunya adalah penggunaan benih bermutu. Kesadaran petani untuk menggunakan benih unggul dalam meningkatkan produksi usaha taninya sudah cukup tinggi namun dalam pelaksanaannya perlu disertai dengan kesadaran penggunaan benih unggul yang bermutu tinggi dan benar. Benih bermutu yang digunakan diharapkan akan meningkatkan produktivitas per satuan luas, dapat mengurangi serangan hama penyakit dll. Peningkatan produksi akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan petani apabila ada jaminan pasar dengan harga yang memadai.

(27)

Pengujian kadar air benih perlu memperhatikan beberapa hal yaitu contoh kerja yang digunakan berupa benih yang diambil dan ditempatkan kedalam wadah yang kedap udara, karena untuk penetapan kadar air, jika contoh kerja yang digunakan telah terkontaminasi udara luar maka kemungkinan besar kadar air benih yang diuji bukan merupakan kadar air benih yang sebenarnya karena telah mengalami perubahan akibat adanya kontaminasi udara dari lingkungan. Pengujian kadar air benih harus dilakukan sesegera mungkin, selama penetapan diusahakan agar contoh benih sesedikit mungkin berhubungan dengan udara luar serta untuk jenis tanaman yang tidak memerlukan penghancuran.

Prinsip metode yang digunakan untuk penentuan kadar air ada dua macam yaitu metode dasar dan metode praktis. Metode dasar antara lain metode oven, metode destilasi, metode karl fisher. Metode praktis terdiri dari metode calcium carbide dan metode electric moisture meter. Pengujian kadar air benih dilakukan untuk mengetahui kadar air dalam biji atau benih untuk menentukan waktu panen yang tepat dan penyimpanan benih. Benih yang bermutu sangat diinginkan pasar dan petani, baik sebagai komoditi perdagangan maupun bahan tanam untuk produksi pertanian. Kualitas benih dapat dilihat dari beberapa variabel atau nilai, salah satunya adalah kadar air benih.

B. Tujuan

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kadar air adalah hilangnya berat ketika benih dikeringkan sesuai dengan teknik atau metode tertentu. Metode pengukuran kadar air yang diterapkan dirancang untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang mudah menguap bersamaan dengan pengurangan kelembaban sebanyak mungkin (Kartasapoetra, 1992). Benih berukuran besar/benih berkulit keras harus digiling atau dipotong lebih kecil sebelum penimbangan dan pengeringan jika tidak, kulit benih akan menahan penguapan air dari benih. Air akan tetap berada di dalam benih setelah pengeringan sehingga kadar air benih hasil pengujian menjadi terlalu rendah. Berat contoh kerja setelah digiling atau dipotong sekurang-kurangnya per ulangan 5-10 gram (Sutopo, 1994).

Kadar air benih merupakan faktor penting yang mempengaruhi daya simpan benih. Kadar air benih yang terlalu tinggi dapat memacu respirasi dan berbagai cendawan dapat tumbuh. Makin rendah kadar air benih makin lama daya hidup benih tersebut. Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih antara 6%-8%. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan naiknya aktivitas pernafasan yang dapat berakibat habisnya bahan cadangan makanan dalam benih, selain itu merangsang perkembangan cendawan patogen di tempat penyimpanan. Kadar air yang terlalu rendah menyebabkan kerusakan pada embrio. Air yang terdapat dalam benih dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu air bebas dan air yang terikat. Pada perhitungan kadar air benih, yang dihitung persentasenya hanyalah air bebas, karena air inilah yang dapat bergerak bebas di dalam benih dan mudah untuk diuapkan (Sutopo, 1994).

(29)

cadangan makanan benih, akibatnya benih akan kehabisan cadangan makanan pada saat diperlukan/berkecambah. Kadar air benih harus diketahui baik untuk tujuan pengolahan, maupun penyimpanan benih. Kadar air memiliki dampak besar terhadap benih selama penyimpanan. Menyimpan benih ortodok pada kadar air tinggi berisiko cepat mundurnya benih selama dalam penyimpanan. Tujuan penetapan kadar air untuk untuk mengetahui kadar air benih sebelum disimpan dan menetapkan kadar air yang tepat selama penyimpanan dalam rangka mempertahankan viabilitas benih (Amira, 2009).

Makin tinggi kandungan air benih makin tidak tahan benih tersebut untuk disimpan lama. Setiap kenaikan 1 % dari kandungan air benih maka umur benih akan menjadi setengahnya. Hukum ini berlaku untuk kandungan air benih antara 5 dan 14 % karena dibawah 5 % kecepatan menuanya umur benih dapat meningkat disebabkan oleh autoksidasilipid didalam benih sedangkan diatas 14 % akan terdapat cendawan gudang yang merusak kapasitas perkecambahan benih (Kuswanto, 1997).

(30)

Pengeringan untuk mengurangi kadar air benih sehingga benih aman diproses lebih lanjut, terhindar dari serangan hama dan penyakit serta tidak berkecambah sebelum waktunya. Pengeringan benih perlu diketahui terlebih dahulu sifat benih apakah ortodoks atau rekalsitran. Benih ortodoks memiliki kadar air pembentukan benih sekitar 35-80 % dan pada saat tersebut benih belum cukup masak dipanen. Kadar air 18-40 % benih telah mencapai masak fisiologis, laju respirasi benih masih tinggi dan benih peka terhadap detiorasi, cendawan, hama, dan kerusakan mekanis (Hewer, 2006).

Metode pengukuran kadar air benih secara langsung, kadar air benih dihitung secara langsung dari berkurangnya berat benih akibat hilangnya air dalam benih dan ini yang sering disebut dengan metode oven. Pengukuran kadar air secara tidak langsung yaitu kadar air diukur tanpa mengeluarkan air dari benih, tetapi dengan menggunakan hambatan listrik dalam benih yang kemudian dikorelasikan dengan kadar air biasanya dengan menggunakan alat yang bernama Steinlete Moisture Tester (Hasanah, 2006).

(31)
(32)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Kegiatan praktikum Acara II (Pengujian Kadar Air Benih) dilaksanakan di Laboratorium Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Kegiatan dilaksanakan pada hari Rabu, 3 Juni 2015 jam 14.00 WIB.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah oven, timbangan, dan Moisture tester. Bahan yang digunakan adalah benih padi (20 g) dan jagung (20 g).

C. Prosedur Kerja

1. Metode Praktek

a. Alat Moisture tester disiapkan dan diperiksa, serta contoh benih yang akan diuji.

b. Benih yang akan diuji diambil dari benih lama dan benih baru.

c. Alat telah disiapkan selanjutnya biji diambil dengan pinset kemudian dimasukkan kedalam lubang-lubang pengujian pada alat tersebut.

d. Sekrup penghancur benih diputar sampai benih benar-benar hancur.

e. Menu uji dipilih sesuai dengan benih yang diuji dengan menekan tombol pilihan biji yang diuji dan hasil pengujian pada display dibaca.

(33)

2. Metode Dasar

a. Berat Awal benih ditimbang sebanyak 20 gr.

b. Benih dimasukkan kedalam kantong lalu di oven selama 2x24 jam. c. Berat Akhirnya ditimbang setelah 2x24 jam.

KA = Berat Awal – Berat Akhir

% KA = Berat AwalKA x 100 %

(34)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. - Metode Praktek (Jagung) - Metode Praktek (Padi)

KA1 = 11,8 % KA1 = 12,2 %

KA2 = 11,7 % KA2 = 12,2 %

KA3 = 11,9 % KA3 = 12,5 %

KA = KA1+KA32+KA3 KA = KA1+KA32+KA3

= 11,8+11,7+11,93 = 12,2+12,2+12,53

= 35,43 = 36,93

= 11,8 % = 12,3 %

2. - Metode Dasar Jagung - Metode Dasar Padi Dik : Berat Awal : 20 Dik : Berat Awal : 20 Berat Akhir : 18,5 Berat Akhir : 18,8

KA = Berat Awal - Berat Akhir KA= Berat Awal - Berat Akhir

% KA = Berat Awal xKA 100 % % KA = Berat Awal xKA 100 %

KA = 20 – 18,5 = 1,5 KA= 20 – 18,8 = 1,2

% KA = 1,520 x100 % % KA = 1,220 x100 %

(35)

Kesimpulan:

1. Hasil pengujian kadar air benih jagung 7,5 %, sedangkan kadar air standar jagung 11 – 12 %.

2. Hasil pengujian kadar air benih padi 6 %, sedangkan kadar air standar padi 11 – 12 %.

3. Jadi kadar air jagung metode praktik 11,8 %, sedangkan menurut literatur 11-12 %. Artinya metode yang di praktikan telah sesuai dengan literatur.

(36)

B. Pembahasan

Kadar air benih adalah jumlah air yang terkandung dalam benih. Tinggi rendahnya kandungan air dalam benih memegang peranan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap vialibitas benih. Oleh karena itu pengujian terhadap kadar air benih perlu dilakukan agar benih memiliki kadar air terstandar berdasarkan kebutuhannya. Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya simpan benih. Prinsip dari metode pengukuran kadar air benih adalah mengukur seluruh jenis air yang ada di dalam benih. Pengukuran kadar air benih dapat dilakukan dengan metode oven suhu tinggi konstan dan metode suhu rendah konstan maupun dengan menggunakan metode cepat. Saat mengerjakan penetapan kadar air benih, kelembapan udara nisbi laboratorium harus kurang dari 70%. Metode yang digunakan untuk menentukan kadar air benih padi yaitu metode oven suhu tinggi konstan 130-133 ˚C (Kuswanto, 1997).

Pengujian kemurnian benihadalah pengujian yang dilakukan dengan memisahkan tiga komponen benih murni, benih tanaman lain dan kotoran benih yang selanjutnya dihitung presentase dari ketiga komponen benih tersebut. Kadar air benih, adalah berat air yang dikandung dan yang kemudian hilang karena pemanasan sesuai dengan aturan yang ditetapkan, yang dinyatakan dalam persentase terhadap berat awal contoh benih. Kadar air benih mempunyai peranan yang penting dalam penyimpanan benih. Kadar air benih dapat memacu proses respirasi benih sehingga akan meningkatkan perombakan sadangan makanan benih, akibatnya benih akan kehabisan cadangan makanan pada saat diperlukan/berkecambah.

Beberapa hal perlu diperhatikan dalam pengujian kadar air benih ini adalah

(37)

2. Pengujian kadar air ini harus dilakukan sesegera mungkin, selama penetapan diusahakan agar contoh benih sesedikit mungkin berhubungan dengan udara luar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air benih:

1. Tipe benih, menurut Sutarno (1997), secara teknologi dikenal benih yang bersifat ortodoks dan rekalsitran. Benih ortodoks tidak mati walaupun dikeringkan sampai kadar air yang relatif sangat rendah dengan cara pengeringan cepat dan juga tidak mati kalau benih itu disimpan dalam keadaan suhu yang relatif rendah. contoh benih yang bersifat ortodoks antara lain adalah benih Acacia mangium W. (Akasia). Benih yang bersifat rekalsitran, akan mati kalau kadar airnya diturunkan sebelum mencapai kering dan tidak tahan di tempat yang bersuhu rendah. Contoh benih ini adalah Agathis lorantifolia S. (Damar),

2. Ukuran benih, menurut hasil penelitian Priestley (1986) menunjukkan bahwa ukuran biji berpengaruh terhadap keseragaman pertumbuhan tanaman dan daya simpan benih. Pada beberapa spesies, biji-biji yang lebih kecil dalam suatu lot benih dari varietas yang sama mempunyai masa hidup yang lebih pendek.

3. Penyimpanan, menurut Harrington (1972), masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih semakin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan.

Ada dua metode dalam pengujian kadar air benih, yaitu : 1. Konvensional (Menggunakan Oven)

2. Automatic (Menggunakan Balance Moisture Tester), dalam metode ini hasil pengujian kadar air benih dapat langsung diketahui (Nasrudin, 2009).

Pada metode oven, contoh benih dipanaskan pada temperatur dan waktu tertentu.

(38)

asal. Pada metode elektrik moisture tester, kadar air benih ditentukan berdasarkan atas sifat

konduktifitas dan dielektrik benih, yang keduanya tergantung dari kadar air dan temperatur

benih. Penentuan kadar air benih dengan menggunakan alat ini dapat berlangsung dengan

cepat.

Kelebihan dari metode pengukuran secara langsung yakni dengan menggunakan oven atau pengusangan yakni kevalidannya lebih tinggi (metode praktis dan tingkat ketelitiannya cukup tinggi). Mekanisme penggunaan oven untuk pengukuran kadar air dapat diperoleh dengan mengurangi bobot awal benih sebelum dioven terhadap bobot benih sesudah dioven, nilai itulah yang merupakan kadar air benih. Selain itu keunggulan lainnya adalah metode oven dapat digunakan untuk menguji kadar air semua jenis benih dan pengujian dengan beberapa ulangan dengan jenis benih yang sama hasilnya relatif sama atau seragam. Keseragaman hasil pengujian sangat penting supaya hasil pengujian atau penelitian dapat digunakan untuk menentukan regulasi atau kebijakan tertentu berkaitan pengelolaan benih berdasarkan kadar air yang telah diuji. Beberapa keunggulan tersebut mendorong ISTA (International Seed Testing Association) sebagai induk penelitian benih merekomendasikan penggunaan oven untuk pengujian kadar air benih.

(39)

kerusakan pada benih. Sebaliknya jika waktu pengeringan kurang lama kadar air benih terlalu tinggi sehingga membutuhkan pengeringan lebih lanjut. Kekurangan lain dari metode oven yakni banyak membutuhkan peralatan yang dibutuhkan, harus sering menimbang bahan yang diuji, serta pengujiannya membutuhkan waktu yang lebih lama.

Keunggulan dari metode tidak langsung dengan mengunakan moisture tester yakni hasil dapat diperoleh secara cepat setelah benih dilakukan pengujian. Pengukuran kadar air hanya dilakukan satu tahap saja, tidak perlu mengulang seperti pada pengukuran secara langsung dengan oven.Kelemahannnya adalah hasil pengukuran kadar air jenis benih tertentu hasilnya tidak sama (tidak seragam), dan moisture tester tidak bisa digunakan untuk digunakan dalam pengukuran kadar air untuk semua jenis benih. Selain itu pada moisture tester perlu dilakukan kalibrasi setiap kali pengukuran, setiap benih harus dilakukan kalibrasi yang berbeda karena mempunyai kode tertentu yang berbeda. Moisture tester cenderung kurang teliti jika digunakan untuk mengukur kadar air yang terlalu rendah. Perlu diketahui bahwa moisture tester bekerja berdasarkan pengukuran daya hantar listrik (DHL) benih, sehingga kemampuan pengukurannya berbeda-beda pada kadar air benih yang berbeda.

Metode pengukuran kadar air benih secara langsung, kadar air benih dihitung secara langsung dari berkurangnya berat benih akibat hilangnya air dalam benih dan ini yang sering disebut dengan metode oven. Pengukuran kadar air secara tidak langsung kadar air diukur tanpa mengeluarkan air dari benih, tetapi dengan menggunakan alat ukur secara digital yang bernama seed moisture tester (Gradness 2001). Seed moisture tester adalah alat ukur kadar air biji yang sejenis biji-bijian, menguji kadar air benih

(40)

Prinsip kerja dari Moisture Tester tipe Juscon yaitu beberapa butir benih diletakkan pada tempat penampung benih, dimasukkan dalam laci di sisi kana alat (dibawah alat penekan). Secara perlahan kita memutar alat penekan sampai pemutarnya berhenti sudah tidak dapat diputar kembali. Tombol power kita tekan, kita pilih benih yang akan kita ukur dengan menekan tombol select dan memilih jenis benihnya. Setelah itu kita tekan tombol measurement sebanyak tiga kali (kita mengambil reratanya agar lebih akurat). Setelah tombol measurement ditekan tiga kali, kita menekan tombol average untuk mengetahui reratanya. Setelah ditunggu beberapa saat, nilai kadar air

akan tertera pada layar.

Pada praktikum yang kami lakukan, terdapat 2 metode perhitungan kadar air, antara lain metode moisture tester dan metode air oven. Praktikum Pengujian Kadar Air Benih dilakukan dengan menguji kadar air pada benih padi. Metode yang digunakan adalah metode dasar dan metode praktik. Metode dasar diawali dengan menimbang benih padi yang sebelumnya direndam dalam air terlebih dahulu yang menunjukan berat awal 20 gr adalah 20. Benih yang sudah ditimbang kemudian dioven selama 2x24 jam kemudian ditimbang kembali yang menghasilkan berat akhir 18,8 gr. Setelah diketahui berat awal dan berat akhir, kemudian kadar air benih dihitung dengan menggunakan rumus :

% KA = Berat Awal xKA 100 %

(41)

memasukkan benih padi kedalam lubang pengujian pada moisture test kemudian sekrup penghancur benih pada alat tersebut diputar sampai benih benar-benar hancur. Menu uji dipilih sesuai dengan benih yang diuji dengan menekan tombol pilihan uji yaiti paddies. Hasil yang didapat pada uji benih padi adalah KA1= 12,2 %, KA2 = 12,2 %, KA3 = 12,5 % dengan rata-rata % KA yaitu 12,3 %. Sedangkan uji praktek pada benih jagung diperoleh KA1= 11,8 %, KA2 = 11,7 %, KA3 = 11,9 % dengan rata-rata % KA yaitu 11,8 %.

(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kadar air benih merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi daya simpan benih. Jika kadar air benih terlalu tinggi dapat memacu respirasi dan berbagai cendawan dapat tumbuh.

2. Pengujian kadar air benih dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu metode dasar atau konvensional (pengovenan) dan metode praktik (mouisture tester).

3. Metode dasar mendapatkan hasil % kadar air pada benih padi sebesar 6 % dan benih jagung 7,5 %, sedangkan metode praktek pada benih padi adalah KA1= 12,2 %, KA2 = 12,2 %, KA3 = 12,5 % dengan rata-rata % KA yaitu 12,3 % dan uji praktek pada benih jagung diperoleh KA1= 11,8 %, KA2 = 11,7 %, KA3 = 11,9 % dengan rata-rata % KA yaitu 11,8 %.

B. Saran

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Amira. 2009. Pengujian Kadar Air. PBT Ahli Pertama BBPPTP. Surabaya.

Hasanah. 2006. Teknologi Pengelolaan Benih Beberapa Tanaman Obat Di Indonesia. Balai Penelitian Pangan dan Obat. Jurnal Litbang Pertanian. Volume 25 (2) : 68-73. Bogor.

Harrington. 1972. Produksi benih. Rajawali Pers. Jakarta. Hewer. 2006. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta.

Kartasapoetra. 1992. Teknologi Benih Pengelolaan Benih dan Tuntunan Praktikum. Rineka Cipta. Jakarta

Kuswanto. 1997. Analisis Banih. Penerbit Andi. Yogyakarta. Nasrudin. 2009. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta.

Prasetyo. 2004. Evaluasi Mutu Benih Beberapa Genotipe Padi Selama Penyimpanan. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol 20 (No.3). Halaman 17 – 23.

(44)

LAMPIRAN

Pengamatan Pertama Benih Jagung dan Benih Padi

(45)

Metode Dasar Pengamatan Pertama

(46)

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH

ACARA III

PEMATAHAN DORMANSI

Oleh :

Apriliane Briantika Louise NIM A1L013055

Rombongan 3

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

(47)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benih mengalami dormansi bilamana diletakkan pada kondisi lingkungan yang sesuai sekalipun benih tersebut tidak tumbuh. Benih dari spesies tanaman, mempunyai sifat dapat menunda perkecambahannya sampai benih tersebut menemukan kondisi lingkungan yang optimum untuk berkecambah. Akan tetapi tidak semua benih yang ditanam dalam kondisi tumbuh optimum akan berkecambah, meskipun sebenarnya benih tidak mati. Benih hidup yang mempunyai sifat demikian disebut benih dorman. Dormansi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain yaitu impermiabilitas kulit biji terhadap air atau gas ataupun resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, embrio yang rudimenter, after ripening, dormansi sekunder dan bahan-bahan penghambat perkecambahan. Benih yang mengalami dormansi ini dapat distimuluskan untuk berkecambah dengan suatu perlakuan mekanis, fisis, maupun kimia.

(48)

kemampuannya untuk berkecambah dan memiliki viabilitas serta agar mencapai atau memuaskan harapan para konsumen sebagai tanaman yang terjamin produknya.

Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji atau pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment Skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.

Benih yang berkulit keras seperti mengkudu/famili Leguminoceae umumnya memiliki sifat dormansi disebabkan karena kulit biji keras sehingga impermiabel terhadap air atau gas atau embrio tidak dapat menembus kulit biji. Kadang benih diselimuti oleh lapisan lilin sehingga pengambilan air untuk proses perkecambahan terhalang. Perlakuan fisik dengan perusakan kulit (skarifikasi) misalnya pelukaan, goresan pada kulit benih merupakan salah satu cara meningkatkan permiabilitas benih dalam air maupun bahan kimia ditujukan untuk menghilangkan senyawa penghambat perkecambahan yang terdapat dalam kulit benih.

B. Tujuan

(49)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji yang dapat dilakukan dengan cara penusukan, penggoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani dengan manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).

Perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia sering pula dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Disamping itu dapat pula digunakan hormon tumbuh untuk memecahkan dormansi pada benih, antara lain adalah sitokinin, giberellin dan auxin. Pemberian giberellin pada benih terong dengan dosis 100-200 ppm dapat menghilangkan dormansi benih tersebut (Sutopo, 1994).

(50)

Giberelin dapat memecahkan dormansi biji dan tunas pada sejumlah tanaman. Giberelin juga terlibat dalam pengaktifan sintesa protease dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Senyawa-senyawa gula dan asam-asam amino, zat-zat dapat larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protease, ditranspor ke embrio, dan di sini zat-zat ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah. Perlakuan pada benih dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan cara mekanis, fisik maupun kimia. Metode stratifikasi dapat dikatakan metode yang paling praktis karena hanya merendam benih

dengan air bersuhu tinggi pada waktu tertentu. Perendaman menggunakan air bersuhu tinggi teruji efektif menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan dan memicu pembentukan hormon pertumbuhan sehingga biji dapat berkecambah (Raharjo, 2002).

Pengamplasan merupakan cara yang paling umum yang biasa dilakukan. Biji akan bekecambah setelah mengalami masa dorman yang disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudimentatau belum masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan atau impermeable atau adanya penghambat tumbuh. Ada beberapa alasan benih tidak berkecambah bila dilihat dari kondisi morfologinya:

1. Benih keras (hard seed), yaitu benih yang mengalami imbibisi. Hal ini dapat terjadi karena kulit benih impermeable terhadap air atau tekanan osmosis air tinggi sehingga air tidak dapat masuk dalam benih.

2. Benih segar tidak berkecambah (fresh ungerminated seed) yaitu benih yang telah berimbibisi tetapi tidak dapat berkecambah karena sebab lain.

(51)

Benih mati (dead seed), yaitu benih yang embrionya tidak berfungsi atau mati. Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara lain yaitu: karena temperatur yang sangat rendah di musim dingin, perubahan temperatur yang silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme (Kamil, 1986).

Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua kedaan tersebut. Kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas sering dijumpai pada benih-benih dari famili Leguminosae (Sutopo, 1994).

Benih yang mengalami dormansi ditandai oleh: 1. Rendahnya/tidak adanya proses imbibisi airb. 2. Proses respirasi tertekan/terhambatc.

3. Rendahnya proses mobilisasi cadangan makand. 4. Rendahnya proses metabolisme cadangan makan

(52)

kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasidormansi embryo. Dormansi pada beberapa jenis buah disebabkan oleh:

1. Struktur benih,misalnya kulit benih, braktea, gluma, membran, yang mempersulitkeluar masuknya air dan udara

2. Kelainan fisiologis pada embrio

3. Penghambat (inhibitor) perkecambahan atau penghalang lainnya 4. Gabungan dari faktor-faktor di atas

Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Heddy, 2000).

(53)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu

Kegiatan praktikum Acara III (Pematahan Dormansi) dilaksanakan di Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Kegiatan dilaksanakan pada hari Senin, 01 Juni 2015 jam 14.00 WIB.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah cawan petri, polibag, dan amplas. Bahan yang digunakan adalah benih Albasia (20 benih), benih melinjo (6 benih), air panas, dan pasir.

C. Prosedur Kerja

1. Stratifikasi dengan air panas.

a. Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan

b. Stratifikasi dengan air panas selama 10 menit kemudian dicuci pada air mengalir.

c. Biji dari perlakuan ditanam sebanyak 10 untuk dikecambahkan pada media polibag dan 10 biji tanpa perlakuan sebagai kontrol.

(54)

2. Pengaruh Skarifikasi terhadap perkecambahan Biji a. Bahan dan alat yang akan digunakan dipersiapkan.

b. Benih melinjo dibersihkan sebanyak 6 buah kemudian 2 buah dikupas kulitnya, 2 buah diamplas atau digosok bagian kulit bijinya menggunakan amplas masing-masing pada bagian samping, atas, dan bawah, dan 2 buah yang lain tidak diamplas sebagai kontrol.

c. Benih melinjo yang telah diberi perlakuan ditanam dalam polibag dan diamati pertumbuhannya setiap hari selama 7 hari.

(55)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

% Perkecambahan Kontrol = Benih Berkecambah NormalTotal x100 %

= 107 x100 %

= 70 %

% Perkecambahan Perendaman Suhu Tinggi = Benih Berkecambah NormalTotal x100 %

= 104 x100 %

= 40 %

NO Perlakuan Total Perkecambahan Hari Ke %

Perkecambahan

2 4 6 8

1 Kontrol 0 0 0 0 0%

2 Amplas 0 0 0 0 0%

3 Kupas Kulit 0 0 0 0 0%

(56)

= 02x100 %

= 0 %

% Perkecambahan Amplas = Benih Berkecambah NormalTotal x100 %

= 02x100 %

= 0 %

% Perkecambahan Kupas Kulit = Benih Berkecambah NormalTotal x100 %

= 02x100 %

= 0 %

Kesimpulan:

1. Pada Benih Albasia dengan perlakuan kontrol, persen perkecambahannya 70 %, pada perlakuan perendaman suhu tinggi persen perkecambahannya 40 %.

(57)

B. Pembahasan

Dormansi merupakanmasa istirahat atau keadaan benih pada fase istirahat akan tetapi

tetap masih melangsungkan proses metabolisme seperti respirasi. Benih dikatakan dorman

apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak dapat berkecambah walaupun diletakan

pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu

perkecambahan. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji

ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua kedaan tersebut.

Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau

sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut (Kartasapoetra, 1992).

Peristiwa dormansi dapat memberi manfaat dan juga kerugian bagi petani. Manfaat

peristiwa dormansi yaitu memberikan masa penyimpanan untuk menyediakan cadangan

bahan tanam untuk musim berikutnya dan dapat mencegah agar tidak berkecambah selama

penyimpanan.. Kerugian benih dormansi yaitu adanya kesalahan interpretasi dalam

pengujian daya berkecambah, ketidak seragaman tumbuh benih, ketidak tepatan masa

tanam, mencegah cahaya yang mencapai embrio, benih mengandung zat-zat penghambat,

mencegah hilangnya zat-zat penghambat dari embrio dan membentuk suatu penghalang

mekanis yang mencegah penembusan bakal akar/pegembangan embrio

Menurut Kartasapoetra (1992) faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji dapat dikelompokkan dalam:

1. Faktor lingkungan eksternal, adalah faktor luar yang mengadakan interaksi dengan biji sehingga dapat mempercepat atau memperlambat perkecambahan seperti cahaya, temperatur, dan air.

(58)

3. Faktor waktu, yaitu waktu setelah pematangan, hilangnya inhibitor, dan sintesis zat perangsang tumbuh dormansi pada benih dapat disebabkan oleh dua faktor utama yaitu keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua kedaan tersebut.

Secara umum, dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu:

1. Dormansi fisik, disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap perkecambahan biji, seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas ke dalam biji. Beberapa penyebab dormansi fisik adalah:

a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air

Benih–benih yang termasuk dalam tipe dormansi ini disebut sebagai Benih Keras karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di permukaan paling luar. Dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan bahan kutikula.

b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio.

Disini kulit biji cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit biji

dihilangkan, maka embrio akan tumbuh dengan segera.

c. Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas–gas .

Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika tekanan

oksigen di sekitar benih ditambah. Pada benih apel misalnya, suplai oksigen sangat

dibatasi oleh keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi

embrio. Keadaan ini terjadi apabila benih berimbibisi pada daerah dengan temperatur

hangat (Kuswanto, 1997).

(59)

Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah:

1. Immaturity Embrio

Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan sekelilingnya sehingga perkecambahan benihnya perlu ditunda. Benih yang ditempatkan pada temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya terbentuk secara sempurna dan mampu berkecambah (Kuswanto, 1997). 2. After Ripening

Benih yang mengalami dormansi memerlukan suatu jangkauan waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dikatakan membutuhkan jangka waktu After Ripening. After Ripening diartikan setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih

selama penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka

waktu penyimpanan ini berbeda–beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun,

tergantung dari jenis benihnya (Kuswanto, 1997).

Menurut Sutopo (1994), Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan dormansi antara lain:

1. Perlakuan mekanis

Perlakuan mekanis umum digunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabel kulit biji baik terhadap air maupun gas. Cara ini terdiri dari skarifikasi (mengikir, melubangi kulit biji dengan pisau) dan pemberian tekanan. 2. Perlakuan kimia

(60)

3. Perlakuan perendaman dengan air panas.

Bertujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Prosedur yang umum digunakan adalah sebagai berikut : air dipanaskan sampai 1800 – 2000F, benih dimasukkan ke dalam air panas tersebut dan biarkan sampai menjadi dingin, selama beberapa waktu 4. Perlakuan dengan temperatur tertentu

Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.

5. Perlakuan cahaya.

Cahaya tidak hanya mempengaruhi persentase perkecambahan benih, tetapi juga laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.

Kelebihan teknik pematahan dormansi biji atau skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, dan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo. Skarifikasi merupakan perawatan awal pada benih,yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, dan dapat mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam (Schmidt, 2002).

(61)

dormansinya dihambat oleh kulit biji yang keras dan tebal ataupun disumbat oleh jaringan gabus dan kelemahannya adalah tidak dapat dilakukan pada skala besar karena prosesnya yang dilakukan satu per satu dan teknik yang dilakukan apabila tidak cermat dapat melukai embrio maupun merusak endosperm biji.

Skarifikasi dalam praktikum dilakukan dengan mengamplas satu butir biji melinjo. Pengampelasan dilakukan merata pada seluruh permukaan kulit biji melinjo. Setelah itu disiapkan juga satu butir biji melinjo yang tidak diampelas sebagai kontrol. Kemudian masing-masing biji melinjo ditanam dalam satu polybag dan diberi pembatas serta kertas label sebagai pembeda identitas perlakuan dan diamati selama 8 hari. Menurut Kuswanto (1997) pengamplasan yang dilakukan pada benih adalah upaya untuk memecahkan dormansi biji yang disebabkan oleh hamnatan mekanis. Hambatan tersebut adalah struktur kulit biji yang keras sehingga radikula tidak dapat menembus kulit biji. Kondisi ini menyebabkan tidak berkecambahnya benih.

(62)

Stratifikasi dalam praktikum dilakukan dengan merendam benih albasia di dalam air hangat selama 10 menit kemudian didinginkan dan ditanam sebanyak 10 biji. Penanaman dilakukan pada polybag yang diberi media pasir dimana benih kontrol (10 biji) dan benih perlakuan stratifikasi (10 biji) ditanam pada 2 polybag kemudian diberi penanda dan pembatas. Pengamatan dilakukan selama 8 hari. Menurut Kuswanto (1997) perlakuan temperatur tinggi pada benih akan melunakan kulit biji sehingga air dan udara dapat lebih mudah masuk ke dalam benih dan benih dapat berkecambah lebih baik karena hambatan mekanis dari kulit biji dapat diatasi. Hal tersebut dapat mengoptimalkan perkembangan dan pertumbuhan radikula dan plumula. Perlakuan ini dapat pula mengaktifkan enzim yang penting bagi perkecambahan.

Berdasarkan hasil praktikum perlakuan skarifikasi tidak menunjukan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol. Benih melinjo kontrol dan perlakuan skarifikasi sama-sama belum menunjukan tanda-tanda akan berkecambah. Sehingga % perkecambahanya adalah 0%. Menurut Mulawarman (2002) dalam penelitianya menunjujan bahwa benih melinjo yang diskarifikasi mulai terlihat pertumbuhan akarnya pada minggu ke-3 setelah tanam. Biji melinjo pada umumnya mulai berkecambah 6 bulan setelah ditanam, dan persentasinya sangat rendah yakni 1% - 2%. Makin lama, persentasi yang berkecambah makin naik, biasanya setelah12 bulan hampir semua biji berkecambah, hanya beberapa saja yang baru berkecambah setelah 14 bulan.bila ada biji yang tidak mau berkecambah setelah sekian lama berada di pesemaian, kemungkinan biji itu tidak memiliki embrio, hanya memiliki endosperm (Sutopo, 1994).

(63)

lamanya perkembangan embrio sudah dapat dipercepat dengan perlakuan tertentu. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa perkecambahan memang belum terjadi pada hari ke-7 karena skarifikasi biji melinjo dalam memecahkan dormansi paling cepat adalah 3 minggu, sehingga waktu pengamatan yang terlalu pendek dan embrio dari biji tersebut belum berkembang sempurna diduga menjadi penyebab hasil 0% perkecambahan pada perlakuan skarifikasi.

Stratifikasi pada praktikum menghasilkan % perkecambahan 40% dan kontrol 70%. Hasil tersebut menunjukan perbedaan yang sangat nyata antara perlakuan dan kontrol sehingga dapat disimpulkan bahwa stratifikasi sesuai untuk memecah dormansi biji albasia. Menurut Kamil (1986) temperatur tinggi pada biji albasia dalam beberepa waktu tertentu akan berpengaruh terhadap kulit biji albasia. Kulit biji yang keras akan terdegradasi sehingga sel-sel nya menjadi mudah untuk dimasuki air. Ketika air masuk ke jaringan kulit biji maka jaringan tersebut akan menjadi lunak dan selanjutnya air akan masuk ke biji sebagi katalisator perkecambahan.

(64)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dormansi adalah suatu periode dimana tanaman atau bagian tanaman tidak tumbuh walaupun lingkungan memungkinkan. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua kedaan tersebut.

2. Pematahan dormansi pada benih melinjo dilakukan dengan cara mengkikir atau menggosok bagian kulit biji menggunakan ampelas pada bagian-bagian tertentu tidak berpengaruh terhadap % perkecambahan biji melinjo.

3. Pematahan dormansi pada benih albasia dilakukan dengan merendam benih tersebut dengan air steril yang memiliki suhu tertentu meningkatkan % perkecambahan dari 40% dan kontrol 80%.

B. Saran

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Copeland. 1996. Pengantar Produksi Benih. Rajawali Press. Jakarta. Heddy, G. 2000. Biologi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta.

Justice. 1990. Prinsip Praktek Penyimpanan Benih. Rajawali Press. Jakarta. Kamil. 1986. Teknologi Benih 1. Penerbit Angkasa Raya. Padang.

Kartasapoetra, A. G. 2003. Teknologi Benih Pengelolaan Benih dan Tuntunan Praktikum. Rineka Cipta. Jakarta.

Kuswanto. 1997. Analisis Benih. Grasindo. Jakarta.

Mulawarman. 2002. Fisiologi Tumbuhan. Intitut Pertanian Bogor. Bogor.

Schmidt. 2002. Seed Dormancy and Germination. Chapman & Hall, New York. 146p. Leopold, A.C. dan P.E. Kriedemann. 1975. Plant growth and development. New Delhi. Tata Mc. Graw Hill Book Co. Ltd.

(66)
(67)
(68)

Minggu, 7

(69)

Oleh :

Apriliane Briantika Louise NIM A1L013055

Rombongan 3

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

(70)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelangsungan daya hidup benih ditunjukkan oleh persentase benih yang akan menyelesaikan perkecambahan, kecepatan perkecambahan dan vigor akhir yang akan menyelesaikan perkecambahannya. Proses perkecambahan suatu benih, memerlukan kondisi lingkungan yang baik, viabilitas benih yang tinggi dan pada beberapa jenis tanaman tergantung pada upaya pemecahan dormansinya. Daya kecambah (viabilitas) dan vigor benih dapat menjadi informasi penting untuk mengetahui kemampuan tumbuh normal dalam kondisi optimal dan sub optimal.

(71)

B. Tujuan

(72)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Perkecambahan benih merupakan salah satu kriteria yang berkaitan dengan kualitas benih. Perkecambahan benih juga merupakan salah satu tanda dari benih yang telah mengalami proses penuaan. Berkecambah adalah jika dari benih tersebut telah muncul plumula dan radikula di embrio. Plumula dan radikula yang tumbuh diharapkan dapat menghasilkan kecambah yang normal, jika faktor lingkungan mendukung (Kuswanto, 1997).

Vigor benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal. Vigor dipisahkan antara vigor genetik dan vigor fisiologi. Vigor genetik adalah vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda sedang vigor fisiologi adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama. Vigor fisiologi dapat dilihat antara lain dari indikasi tumbuh akar dari plumula atau koleptilnya, ketahanan terhadap serangan penyakit dan warna kotiledon dalam efeknya terhadap Tetrazolium Test (Sutopo, 1994).

(73)

Kehilangan vigor dapat dianggap sebagai satu tahap perantara dari kehidupan benihnya, yaitu yang terjadi antara awal dan akhir proses kemunduran. Kemunduran vigor sangat sulit untuk diukur. Metode yang dapat digunakan untuk mengukur vigor adalah metode yang berdasarkan pengukuran yang berhubungan dengan daya kecambah. Persyaratan untuk berkecambah yang berbeda-beda dari bermacam-macam biji adalah penting diketahui sebagai pedoman untuk penanaman biji dan sebagai pedoman untuk menempatkan treatment tertentu terhadap biji (Justice dan Louis, 1990). Menurut Kamil (1982), syarat luar utama yang dibutuhkan untuk dapat aktifnya kembali pertumbuhan embryonic axis adalah:

1. Adanya air yang cukup untuk melembabkan biji 2. Suhu yang pantas

3. Cukup oksigen

Kekurangan salah satu di antara ketiga syarat tersebut, umumnya biji tidak akan berkecambah,

4. Adanya cahaya, terutama ini esensial untuk kebanyakan biji rumputan dan beberapa biji tanaman tertentu.

Secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal. Vigor benih di cerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing-masing yaitu kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman mormal meskipun keadaan biofisik lapangan sub optimal atau suatu periode simpan yang lama (Sutopo, 1990).

Gambar

Gambar A: Persiapan media menggunakan petridish yang disemprot dengan perlakuan 0
Gambar awal pengujian daya kecambah dengan kertas gulung
Tabel pengamatan:
Gambar A: kontrol pengujian kadar air media terhadap imbibisi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Aset yang diperoleh dari kegiatan ini berupa informasi teknologi produksi benih TSS (True Shallot Seed) yang sesuai dengan agroekosistem dataran tinggi, yaitu teknologi

a) Bebas racun b) pH netral.. 172 Menggunakan pasir didalam pengujian daya kecambah ini karena pasir memiliki nutrisi yang sangat terbatas. Sehingga apabila benih

Kegiatan Rouging sangat penting dilakuakan pada saat produksi tanaman Tomat, karena dengan dilakukanya pengecekan lahan dan Rouging (membuang atau mencabut

Kedalaman tanam berhubungan dengan vigor tanaman, bibit normal dari benih yang memiliki kekuatan tumbuh yang baik pada kedalaman optimal namun sebaliknya jika kedalaman

Penyulaman dilakukan agar jumlah tanaman per satuan luas tetap optimum sehingga target produksi dapat tercapai (Cahyono, 2014). Hal ini dilakukan karena ketidak tahuan kami

Tanaman dikotil (buncis) memiliki struktur benih berkeping dua dan mengalami tipe perkecambahan epigeal yang ditandai dengan naiknya kotiledon ke atas

Sapi yang kami gunakan dalam praktikum berat badan awalnya yaitu 192,5 kg ,jika konsumsi pakan hijauan 10 % dari berat badan maka seharusnya pakan yang akan dikonsumsi oleh ternak

Kualitas benih yang baik memiliki daya tumbuh dan indeks vigor yang tinggi.Indeks vigor merupakan keserampakan benih dalam berkecambah.Indeks vigor yang tinggi dapat diperoleh dengan