• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN A Hasil Pengamatan

Dalam dokumen LAPORAN PRAKTIKUM t p b (Halaman 62-73)

DAFTAR PUSTAKA

B. Prosedur Kerja

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A Hasil Pengamatan

Gambar Keterangan - % Perkecambahan : = Jml benih berkecambah x 100%

Total yang dikecambahkan = 9/10 x 100%

= 90%

- Perkecambahan jagung dimulai dengan munculnya radikula dan tumbuh kesamping serta kebagian bawah, selanjutnya plumula tumbuh dengan cadangan makanan tetap pada tempatnya (diatas media)

- Terdapat jamur pada 3 benih jagung meskipun tetap terjadi pertumbuhan, namun hanya 1 benih jagung yang tidak tumbuh radikula maupun plumulanya. - Vigor pada benih jagung

dikedalaman 0 cm baik karena menghasilkan 9 tanaman dari total 10 benih yang di tanam. - % Perkecambahan = 9/10 x 100%

= 90%

- Perkecambahan jagung dengan kedalaman tanam 2 cm mulai terlihat melewati media pada hari ke dua setalah tanam, yaitu sebanyak 4 buah

- Tidak terlihat adanya jamur diatas media namun saat tanaman dicabut, terlihat warna hitam pada bagian cadangan makanan.

- Vigor tanaman jagung pada kedalaman tanam 2cm baik dengan menghasilkan tanaman 9 dari 10 benih yang di tanam.

- Tanamana jagung memiliki tipe perkecambahan hipogeal

- -% Perkecambahan = 3/10 x 100% = 30%

- Perkecambahan kedelai ditandai dengan terangkatnya kotiledon seiring bertambahnya tinggi plumula

- Tipe perkecambahan tanaman kedelai yaitu epigeal

- Terdapat jamur yang melekat pada benih

- Vigor perkecambahanya tidak terlalu baik karena hanya menghasilkan 3 benih

berkecambah dari total 11yang di tanam. Jamur menjangkiti

hamper semua bagian benih yang ada sehingga dilakukan

pembuangan benih agar tidak menjangkiti tanaman lainya. - % Perkecambahan = 0%

Pada kedelai dengan kedalaman tanam 2 cm vigor perkecambahannya kurang baik karena dari 10 benih yang ditanam, tidak ada benih yang berhasil melewati media dan berkecambah dengan baik.

Kesimpulan :

Persentase perkecambahan pada tanaman (benih) jagung 0 cm dan 2 cm sebesar 90% dengan tipe perkecambahn hypogeal dan vigor yang baik sementara pada tanaman kedelai diperoleh persen perkecambahan sebesar 30% untuk kedalaman tanam 0 cm dan 0% untuk kedalaman tanam 2cm. Vigor perkecambahan kurang baik dan memiliki tipe perkcambahn epigeal.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum diatas kita dapat memperoleh beragam informasi bahwa tipe-tipe perkecambahan menurut Sutopo (2010) adalah:

1. Tipe epigeal (Epigeous), dimana munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula keatas permukaan tanah.

2. Tipe hypogeal (Hypogeous), dimana munculnya radikel diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap berada di dalam kulit biji berada di bawah permukaan tanah.

Daya tumbuh benih adalah munculnya unsur-unsur utama dari lembaga dari suatu benih yang diuji yang menunjukan kemampuan untuk menjadi tanaman normal apabila ditanam pada lingkungan sesuai bagi benih tersebut. Aplikasi daya tumbuh benih yaitu pada kekuatan benih tersebut untuk tumbuh baik dilingkungan yang ditempatkan, berarti benih tersebut memiliki daya tmbuh yang baik.

Perbedaann benih normal dan tidak normal pada benih, yaitu:

1. Plumula tidak terbelah, pada benih yang tidak normal plumula terbelah sehingga menyebabkan benih tumbuh tidak maksimal.

2. Kerdil, pada benih normal pertumbuhannya tidak kerdil, pertumbuhan kerdil terjadi akibat tanaman kekurangan hormone tertentu atau pun karena terdapat kerusakan system metabolism di dalam benih sehingga pertumbuhannya tidak normal

3. Akar tumbuh lemah atau tidak ada sama sekali, pada benih normal benih akan mampu untuk menghasilkan akar yang kuat melekat pada tanah untuk mengambil air dan mineral guna melangsungkan proses pertumbuhannya, sedangkan pada benih tidak normal, proses pembentukan akarnya sangat lama atau terhambat, hal tersebut menyulitkan benih untuk berkecambah dan tumbuh sebagaimana mestinya

4. Kolioptil kosong atau tidak keluar seluruhnya, koliptil yang kosong akan menyulitkan benih untuk melangsungkan proses pertumbuhannya, sehingga pertumbuhannya terhambat. Sedangkan pada benih normal kolioptilnya terisi dan keluar menyebar sebagai penanda benih siap melakukan proses pertumbuhannya

Untuk menguji tipe perkecambahan pada tanaman jagung dan kedelai, dilakukan perlakuan dengan menanam benih jagung dan kedelai pada media pasir steril dalam polybag dengan kedalaman 0 cm dan 2 cm, untuk masing-masing perlakuan diamati tipe perkecambahannya serta dirawat dengan baik dengan cara disiram setiap hari. Setelah diamati selama 8 hari, tipe perkecambahan dari jagung dan kedelai digambarkan dan dihitung persentase perkecambahannya.

Perkecambahan benih jagung pada kedalaman 0 cm menghasilkan 9 dari 10 benih yang berkecambah. Sementara pada benih jagung yang ditanam pada kedalaman 2 cm perkecambahan jagung menghasilkan nilai yang sama, yaitu 9 dari 10 benih berkecambah. pada kedalaman 0 cm maupun 2 cm, hanya satu benih yang tidak berkecambah akibat adanya jamur penyakit yang harus segera dicabut supaya tidak menular pada benih jagung lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa

jagung memiliki daya tumbuh yang baik, karena pada kedalaman 0 cm maupun 2 cm hasilnya sama, sehingga jagung memiliki daya adaptasi yang baik terhadap kedalaman pasir dengan tipe perkecambahan yang dimilikinya yaitu hypogeal, serta persentase perkecambahannya mencapai 90%.

Kedalaman pada 0 cm dan 2 cm terhadap benih jagung ini tidak memiliki pengaruh yang nyata seperti yang diungkapkan Sutopo (2002) bahwa kedalaman tanam berhubungan dengan ketersedian oksigen yang terdapat di dalam tanah. Semakin dalam kedalaman tanam maka ketersedian oksigen semakin menurun. Sebaliknya semakin dangkal kedalaman tanam maka ketersedian oksigen semakin meningkat. Dimana oksigen diperlukan untuk proses respirasi. Pada saat proses perkecambahan berlangsung proses respirasi akan meningkat disertai pula dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida, air dan energi. Sedangkan proses perkecambahan pada benih kedelai dengan kedalaman 0 cm dan 2 cm terlihat perbedaan diantara keduanya, dimana pada kedalaman 0 cm benih yang berkecambah sebanyak 30% dan pada kedalaman 2 cm yang berkecambah sebanyak 0%. Hal ini sesuai dengan Zheng et al (2005) yang mengatakan bahwa perkecambahan benih berhubungan langsung dengan kedalaman tanam dan semakin dalam benih ditanam semakin rendah perkecambahan benih.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil praktikum diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa benih jagung memiliki tipe perkecambahan hypogeal dengan persentase perkecambahan pada kedalaman 0 cm dan 2 cm sebesar 90%. Sedangkan benih kedelai memiliki tipe perkecambahan epigeal dengan persentase perkecambahan pada kedalaman 0 cm sebesar 30% dan kedalaman 2 cm sebesar 0%.

B. Saran

1. Praktikan diharapkan memahami tipe-tipe perkecambahan pada benih 2. Praktikan diharapkan dapat menggambarkan perbedaan tipe perkecambahan

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI press.

Lestari, E. G. Mariska, I. 2006. Identifikasi somaklon padi Gajahmungkur, Towuti dan IR 64 tahan kekeringan menggunakan polyehylene glycol. Bul. Agron. 34:71-78

Sari, A. A. A. Ashari, S. Haryono, D. 2011. Pengaruh Kedalaman Tanam Benih Terhadap Perkecambahan Dan Pertumbuhan Bibit Durian (Durio Zibethinus Murr.). Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Surabaya.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: CV. Rajawali.

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Zheng, Y., Z. Xie, Yi Yu, L. Jiang, H. Shimizu and G. M. Rimmington. 2005. Effect of burial in sand and water supply regime on seedling emergence of six species. Ann. Bot. (95):1237-1245.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Informasi tentang daya kecambah benih yang ditentukan di Laboratorium adalah pada kondisi yang optimum. Padahal kondisi lapang yang sebenarnya jarang didapati berada pada keadaan yang optimum. Keadaan sub-optimum yang tidak menguntungkan di lapangan dapat menambah segi kelemahan benih dan mengakibatkan turunnya persntase perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan selanjutnya.

Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik.

Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing- masing “kekuatan tumbuh” dan “daya simpan” benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun keadaan biofisik lapangan produksi sub-optimum atau sesudah benih melampaui suatu periode yang lama.

B. Tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Benih merupakan sarana produksi yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan budidaya tanaman pangan. Penggunaan bahan tanam bermutu merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan pertanaman. Petani sering mengalami kerugian yang sangat besar baik dari segi biaya maupun waktu yang berharga akibat dari penggunaan benih yang tidak bermutu atau tidak jelas asal-usulnya. Kesalahan dalam penggunaan bahan tanam akan mengakibatkan kerugian jangka panjang. Penggunaan bibit bermutu merupakan salah satu kunci untuk mendapatkan pertanaman yang mampu memberikan hasil yang memuaskan. (Situmorang, 2010)

Daya berkecambah benih diartikan sebagai mekar dan berkembangnya bagian-bagian penting dari embrio suatu benih yang menunjukan kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang sesuai. Dengan demikian pengujian daya tumbuh atau daya berkecambah benih ialah pengujian akan sejumlah benih, berapa persentase dari jumlah benih tersebut yang dapat atau mampu berkecambah pada jangka waktu yang telah ditentukan. (Kartasapoetra, 1998)

Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan “field emergence” terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap

lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman. (Copeland, 1995)

Vigor benih untuk kekuatan tumbuh dalam suasana kering dapat merupakan landasan bagi kemampuannya tanaman tersebut untuk tumbuh bersaing dengan tumbuhan pengganggu ataupun tanaman lainnya dalam pola tanam multipa. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan merupakan landasan bagi kemampuan tanaman mengabsorbsi sarana produksi secara maksimal sebelum panen. (Sutopo, 2010)

Copeland (1995) dalam “Principles Of Seed Scientes and Technology” telah mengemukakan rumus tentang kecepatan berkecambahnya benih (koefisiensi perkecambahan dan indeks vigor) sebagai berikut :

C.G =

100

(

A1+A2+...An

)

A1T1+A2T2+...AnTn

Dimana : A = jumlah benih yang berkecambah pada hari tertentu T = waktu yang bersesuaian dengan A

n = jumlah hari pada penilaian/perhitungan akhir C.G = koefisiensi perkecambahan

Kecepatan berkecambah digunakan sebagai penilain vigor benih dirumuskan sebagai berikut :

I.V. =

G1

D1+

GD22+

GD33+...GnDn

Dimana : IV = indeks vigor, G = jumlah benih yang berkecambah pada hari tertentu, D = waktu yang bersesuaian dengan jumlah tersebut, dan n = jumlah hari pada perhitungan akhir.

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih padi dengan varietas A dan B, petridish, kertas merang dan air.

B. Prosedur Kerja

1. Masing-masing varietas padi sebanyak 20 benih dikecambahkan diatas kertas merang dan diamati perkecambahannya

2. Pengamatan dilakukan selama 7 hari dan sambil dihitung benih yang berkecambahnya

3. Dihitung indeks vigor dan coefficient vigor dengan rumus:

I.V. =

G1

D1+

GD22+

GD33+...GnDn

dan C.G =

100

(

A1+A2+...An

)

A1T1+A2T2+...AnTn

72

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen LAPORAN PRAKTIKUM t p b (Halaman 62-73)

Dokumen terkait