• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Pengamatan 1 Skarifikas

Dalam dokumen LAPORAN PRAKTIKUM t p b (Halaman 34-48)

DAFTAR PUSTAKA

A. Hasil Pengamatan 1 Skarifikas

% Perkecambahan = ∑ benih berkecambah x 100% ∑ benih total

2. Stratifikasi

% Perkecambahan = ∑ benih berkecambah x 100% ∑ benih total

: : Bandingkan dengan control

 Stratifikasi Albasia

No Tanggal Variabel Pangamatan

Pengamatan Kontrol Perlakuan

1 11 Juni 2014 1 2

2 13 Juni 2014 1 6

3 15 Juni 2014 1 6

4 17 Juni 2014 1 6

 Stratifikasi Melinjo

No Tanggal Variabel Pangamatan

Pengamatan Kontrol Perlakuan

1 11 Juni 2014 0 0

2 13 Juni 2014 0 0

3 15 Juni 2014 0 0

4 17 Juni 2014 0 0

: : Perlakuan skarifikasi dan stratifikasi pada albasia memberikan persentase yang lebih tinggi daripada control atau non perlakuan, yakni sebessar 70%.

: : Adapun pada mlinjo persentase sama tidak ada biji yang berkecambah.

B. Pembahasan

Bedasarkan hasil praktikum diatas, kita dapat mengetahui perlakuan mana yang cocok untuk memperpendek waktu dormansi pada benih. Menurut Sutopo (2010) bahwa benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan.

Menurut Sutopo (2010) tipe-tipe dormansi adalah fisik dan dormansi fisiologis, dormansi fisik yaitu dormansi yang disebabkan pembatas structural terhadap perkecambahan, diantaranya:

1. Impermeabilitas kulit biji terhadap air

Dalam istilah pertanian, benih-benih yang menunjukan tipe dormansi ini disebut sebagai “benih keras”. Hal ini dapat ditemui pada sejumlah family tanaman dimana beberapa spesiesnya mempunyai kulit biji yang keras, antara lain; leguminase, malvaceae dan lain-lain.

2. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio

Beberapa benih tetap berada dalam keadaan dorman disebabkan oleh kulit bijinya yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan dari embrio. Jika kulit biji dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini dijumpai pada beberapa jenis gulma, seperti: mustard, pigweed dan lain-lain

Perkecambahan akan terjadi bila kulit biji dibuka atau jika tekanan oksigen disekitar benih ditambah. Kebutuhan oksigen untuk berkecambah lebih besar pada biji sebelah atas daripada sebelah bawah. Dan kebutuhan akan oksigen ini dipengaruhi oleh temperature. Hal ini biasanya disebabkan oleh benih tersebut yang memiliki zat penghambat pertumbuhan sehingga menghalangi proses perkecambahan

Sedangkan dormansi fisiologis yaitu disebabkan oleh sejumlah mekanisme, umumnya disebabkan pengatur tumbuh baik penghambat ataupun perangsang ataupun bisa terjadi oleh factor dalam benih itu sendiri, diantaranya:

1. Immaturity embryo

Beberapa jenis tanaman mempunyai biji dimana perkembangan embrionya tidak secepat jaringan sekelilingnya. Sehingga perkecambahan dari benih- benih demikian perlu ditunda, sebaiknya benih ditempatkan pada kondisi temperature dan kelembaban tertentu agar terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah.

2. After ripening

Sering pula didapati bahwa walaupun embrio telah terbentuk sempurna dan kondisi lingkungan memungkinkan, namun benih tetap gagal untuk berkecambah. Benih-benih yang demikian ternyata memerlukan suatu jangka waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah atau dikatakan membutuhkan jangka waktu.

3. Dormansi sekunder

Benih-benih yang pada keadaan normal mampu berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan kemampuan untuk berkecambah. Fenomena ini sering disebut sebagai dormansi sekunder atau dormansi kedua.

4. Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis oleh embrio

Keperluan akan cahaya: banyak dari jenis-jenis benih tanaman diketahui peka terhadap cahaya. Respon perkecambahan dari benih Betula sp dan beberapa varietas dari Lactuca sativa digiatkan dengan adanya cahaya, benih-benih demikian ini disebut “fotoblastik positif”.

Sutopo (2010) menambahkan bahwa dipandang dari segi ekonomis terdapatnya keadaan dormansi pada benih dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu dibutuhkan cara-cara agar dormansi dapat dipecahkan atau sekurang- kurangnya lama dormansinya dapat dipersingkat. Beberapa cara yang telah diketahui adalah:

1. Perlakuan mekanis, umumnya dipergunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas.

a. Skarifikasi: mencakup cara-cara seperti mengikir atau menggosok kulit biji dengan kertas ampelas, melubangi kulit biji dengan pisau, perlakuan impaction (goncangan) untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Dimana semuanya bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang keras, sehingga lebih permiabel terhadap air dan gas

b. Tekanan: benih-benih dari sweet clover dan alfalfa setelah diberi perlakuan dengan tekanan hidraulik 2000 atm pada 180 C selama 5-

20 menit ternyata perkecambahannya meningkat sebesar 5-200%. 2. Perlakuan kimia, menggunakan bahan-bahan kimia sering pula

dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi.

3. Perlakuan perendaman dengan air, beberapa jenis benih terkadang diberi perlakuan perendaman didalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih.

4. Perlakuan pemberian temperature tententu,:

a. Stratifikasi: banyak benih yang perlu dikenai temperature tertentu sebelum dapat diletakkan pada temperature yang cocok untuk perkecambahannya.

b. Perlakuan dengan temperature yang rendah dan tinggi: keadaan dormansi pada beberapa benih dapat diatasi dengan pemberian efek dari temperature rendah dan agak tinggi. tetapi temperature ekstrim dar perlakuan ini tidak boleh berbeda lebih dari 100 atau 200C, pada

umumnya berada di atas titik beku.

5. Perlakuan dengan cahaya, cahaya tidak hanya mempengaruhi persentase perkecambahan benih, tetapi juga laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.

Keuntungan pemecahan dormansi benih dengan cara skarifikasi adalah melakukan pemecahan dormani dengan perlakuan fisik, dimana benih diampelas, dikikir, di lubangi dan sebagainya, sehingga benih akan lebih cepat berkecambah dan masa dormansi dapat dipersingkat dengan waktu yang tidak lama. Sedangkan kekurangannya adalah apabila proses perlakuan fisik tersebut berlebihan, maka benih dapat rusak atau bahkan mati sehingga benih tidak dapat berkecambah sebagaimana mestinya, sehingga diperlukan kehati-hatian dan juga dapat memperparah kondisi benih bila terdapat hama dan penyakit di dalamnya.

Keuntungan pemecahan dormansi benih dengan cara stratifikasi adalah dengan memberikan temperature tertentu pada benih sehingga terdorong untuk melakukan metabolisme di dalam benih dan diharapkan benih cepat berkecambah, cara ini lebih praktis dari pada skarifikasi dan juga hama serta penyakit yang menempel pada benih bisa dimusnahkan. Sedangkan kerugiannya, Pemberian temperature ini relative lebih lama waktunya dibandingkan dengan cara skarifikasi.

Proses stratifikasi dengan air panas diperlakukan pada benih albasia, benih albasia yang sudah di rendam dengan air panas kemudian di tanam pada polybag yang telah diisi pasir dan diamati pertumbuhan serta perkecambahannya dalam 7 hari, selama itu juga tanaman dirawat dengan baik. Sebagai pembanding, benih albasia lainnya ditanam sebagai control tanpa dilakukan perendaman terlebih dahulu.

Hasilnya dari hari pertama sampai hari ke tujuh terdapa perbedaan yang sangat jelas terlihat, dimana benih albasia yang dilakukan perendaman terhadap

air panas tumbuh dari 2 mm menjadi 6 mm, sehingga persentase pertumbuhannya selama tujuh hari mencapai 70%.

Sedangkan proses stratifikasi dengan air panas menurut Putri (2012) terhadap perlakuan yang diberikan pada benih kopi, dilakukan dengan cara merendam benih kopi berdasarkan tingkat suhu yang berbeda dan dalam waktu perendaman yang berbeda pula.

Putri (2012) menjelaskan bahwa hasil analisis varian terhadap kecepatan berkecambah benih kopi pada perendaman setiap hari selama 1 dan 7 hari menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya interaksi antara suhu perendaman dengan waktu perendaman. Pada lama perendaman selama 1 hari perbedaan suhu air awal perendaman berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah benih dimana suhu 300C menunjukkan kecepatan berkecambah benih paling rendah dibanding benih yang direndam dengan suhu 600C dan 900C namun pada waktu perendaman tidak berpengaruh terhadap kecepatan benih. Sedangkan pada perendaman setiap hari selama 7 hari perbedaan suhu air awal perendaman berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah dimana suhu 900C menunjukkan kecepatan berkecambah paling cepat dibanding benih yang direndam dengan suhu 300C dan 600C. Pada waktu perendaman berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah benih dimana waktu perendaman 30 menit menunjukkan kecepatan berkecambah paling cepat dibanding waktu perendaman 10 dan 20 menit. Kulit biji yang retak akan mengakibatkan benih cepat merkecambah. Hal ini menunjukkan penyerapan air dan masuknya oksigen kedalam benih berlangsung cepat.

Proses skarifikasi dilakukan dengan mengampelas kulit benih melinjo, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menipiskan kulit melinjo supaya lebih cepat menyerap air dan gas, kemudian benih ditanam pada polibag yang telah diisi pasir, tanaman dirawat dan diamati selama 7 hari. Sebagai pembanding, benih melinjo lainnya ditanam sebagai control tanpa dilakukan pengampelasan terlebih dahulu.

Hasil dari proses skarifikasi yang dilakukan selama tujuh hari ini tidak menunjukan adanya perbedaan, antara yang dilakukan pengampelasan dan tidak hasilnya selama tujuh hari sama, yaitu belum ada benih melinjo yang berkecambah maupun tumbuh pada polybag.

Menurut Mistian (2012) skarifikasi benih dilakukan setelah persiapan benih yaitu dengan membuka sebagian epikarp, mengupas sebagian mesokarp tempat benih diskarifikasi dan skarifikasi dilakukan dengan menggosok endokarp benih dengan kertas pasir sesuai perlakuan dengan luas bidang gosok 1 x 0,5 cm. Perendaman benih dilakukan selama 2 jam dalam larutan asam giberelat (GA3) dengan konsentrasi sesuai perlakuan masing-masing. Penanaman dilakukan dengan memasukkan 1 benih per lubang tanam hingga benih terbenam dengan jarak tanam antar barisan 5 cm dan jarak dalam barisan 10 cm. Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore hari. Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut gulma yang tumbuh. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara menaburkan insektisida serta menyemprotkan fungisida di dalam dan di sekeliling bak kecambah dengan interval 1 minggu sekali.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mistian (2012) diatas, ia memperoleh hasil bahwa Perlakuan skarifikasi bagian pangkal benih nyata meningkatkan laju perkecambahan benih pinang hingga 64% dibandingkan tanpa skarifikasi. Skarifikasi dilakukan dengan mengupas sebagian epikarp (lapisan terluar benih) dan mesokarp benih (sabut) kemudian menggosok endokarp yaitu lapisan benih bertekstur keras. Perlakuan skarifikasi bagian pangkal benih (dekat dengan embrio) menyebabkan air dan oksigen mudah masuk ke dalam benih sehingga proses perkecambahan dimulai lebih cepat dibandingkan skarifikasi di bagian lain.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Kesimpulan yang didapat dan diperoleh dari acara praktikum in adalah: 1. Perlakuan stratifikasi pada tanaman albasiah menggunakan air panas ketika

ditanam pada polibag memberikan persentase pertumbuhan yang lebih cepat dari pada variable control, yatiu sebesar 70%

2. Perlakuan scarifikasi pada biji melinjo dengan cara diampelas dan ditanamkan pada polybag belum menghasilkan persentase pertumbuhan yang lebih cepat dari pada variable control yang tidak diampelas, sehingga persentase pertumbuhannya 0%

B. Saran

1. Praktikan diharapkan berhati-hati pada saat mengampelas benih melinjo supaya tidak terlalu tipis sehingga merusak benihnya

DAFTAR PUSTAKA

Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuha Edisi I Cetakan kedua. Rajawali Press. Jakarta.

Mistian, Dini. Meiriani. Purba, E. 2012. Respons Perkecambahan Benih Pinang (Areca Catechu L.) Terhadap Berbagai Skarifikasi Dan Konsentrasi Asam Giberelat (Ga3). Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1, No. 1, Desember 2012.

Putra, D. Rabaniyah, R. Nasrullah. 2012. Pengaruh Suhu Dan Lama Perendaman Benih Terhadap Perkecambahan Dan Pertumbuhan Awal Bibit Kopi Arabika (Coffea Arabica (Lenn.). Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Fakultas Pertanian Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rahardjo P. 2002. Beberapa Cara yang Perlu Dalam Perkecambahan Kopi. Penelitian Budidaya Perkebunan Kopi, Bogor. 13-15p.

Sutopo, L. 1988. Teknologi Benih. CV Rajawali. Jakarta.

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis (terjemahan) Dr. Mohammad Na’iem dkk. Penerbit Tarsito. Bandung.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akibat penyusutan lahan pertanian, untuk memenuhi kebutuhan akan sandang dan pangan, tanaman budidaya tidak hanya ditanam pada lahan subur dan tersedia cukup air (lahan sawah), tetapi juga sudah merambah ke lahan marjinal (sub-optimum). Salah satu masalah utama yang dihadapi tanaman budidaya dilahan marginal adalah cekaman kekeringan atau salinitas.

Tanah salinitas tidak cukup baik untuk pertumbuhan tanaman budidaya pertanian, apalagi untuk berproduksi tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia. Namun karena keterbatasan lahan tersebut, para ahli mulai meneliti dan mengembangkan benih tanaman pertanian yang tahan atau toleran terhadap cekaman kekeringan maupun salinitas.

Oleh sebab itu, penting sekali bagi kita untuk menguji benih jenis varietas apa saja yang dapat ditanam pada tanah salin atau kekeringan. Sehingga lahan yang ada dapat dimanfaatkan oleh tanaman budidaya pertanian dengan kerugian yang bisa ditekan, atau setidaknya tanah tersebut bisa menumbuhkan benih yang kita tanam untuk dipetik hasilnya.

B. Tujuan

Untuk mempelajari pengaruh garam pada medium terhadap perkecambahan dan serapan air oleh benih

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah salin berkembang dari pengaruh elektrolit-elektrolit garam natrium dengan reaksi sekitar netral (elektrolit utama yang menyebabkan salinitas adalah NaCI dan Na2SO4 jarang sekali NaNO3). Sifat-sifat yang dapat menimbulkan cekaman adalah tekanan osmotic larutan tanah yang tinggi (menimbulkan cekaman kekeringan) dan toksisitas dari ion Na+ dan CI-. (Pessarakli, 1999)

Upaya meningkatkan toleransi tanaman terhadap lahan marginal, diantaranya lahan dengan tanah salin, semakin penting dengan semakin berkurangnya lahan subur karena meningkatnya alih fungsi. Tanah salin banyak terdapat di daerah rawa, daerah pasang surut dan muara. (Erinnovita, 2008)

Adaptasi penting yang ditemukan dalam banyak organism yang mengalami cekaman air, cekaman garam, atau cekaman lainnya adalah penimbunan senyawa organic tertentu, misalnya sukrosa, asam amino (teurtama prolin), dan beberapa zat lainnya yang menurunkan potensial osmotic sehingga menurunkan potensial air dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim (Salisbury, 1995)

Beberapa gangguan yang disebabkan oleh stres salinitas, yaitu terganggunya keseimbangan ionik: penyerapan Na+ merusak potensial membrane dan penyerapan Cl- secara cepat menurunkan gradien kimia; Na+ meracuni metabolisme sel dan mengakibatkan rusaknya fungsi beberapa enzim; tingginya konsentrasi Na+ menyebabkan ketidakseimbangan osmotik dan kekacauan membran, menurunnya tingkat pertumbuhan, terhambatnya pembelahan dan

pembesaran sel; tingginya Na+ juga mengurangi fotosintesis dan produksi reactive oxygen species (ROS). (Mahajan, 2005)

Budidaya tanaman di lahan marginal, dengan lingkungan yang tidak mendukung (unfavuorable) membutuhkan benih yang vigor, tidak sekedar benih yang hidup (viable). Tahap perkecambahan dan awal fase vegetative merupakan fase yang paling sensitive. (Pudjihartati, 2007)

Benih yang vigor mampu tumbuh dan berproduksi normal pada kondisi tanah yang beragam, termasuk kondisi sub-optimum. Keberhasilan tanaman sangat tergantung pada pertumbuhan dan perkembangannya pada fase perkecambahan. Periode pekecambahan merupakan periode yang sangat rentan terhadap cekaman, sehingga perlakuan invigorasi untuk mempercepat periode perkecambahan diharapkan dapat meningkatkan toleransinya terhadap cekaman. Berbagai metode invigorasi telah dikembangkan dan pengaruhnya spesifik pada setiap jenis benih. (Erinnovita, 2008)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah benih padi, larutan garam NaCI dengan konsentrasi 0 ppm, 2500 ppm dan 5000 ppm, kertas merang, dan petridish

B. Prosedur Kerja

Dalam dokumen LAPORAN PRAKTIKUM t p b (Halaman 34-48)

Dokumen terkait