• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Pengamatan

Dalam dokumen LAPORAN PRAKTIKUM t p b (Halaman 49-61)

DAFTAR PUSTAKA

A. Hasil Pengamatan

Hari ke/Tanggal Jumlah benih yang berkecambah

0 ppm 2500 ppm 5000 ppm 1/10 Juni 2014 0 0 0 2/11 Juni 2014 0 0 0 3/12 Juni 2014 13 10 0 4/13 Juni 2014 16 12 0 5/14 Juni 2014 16 15 0 6/15 Juni 2014 17 16 0 7/16 Juni 2014 17 18 0 8/17 Juni 2014 17 18 3 Perhitungan: Indeks Vigor = GD11 + GD22+DG33++GD88

1

ppm = 01

+

02+133 +43

+

05+16+07+08 = 0 + 0 + 4,33 + 0,75 + 0 + 0,17 + 0 + 0 = 5,25

2500

ppm = 01

+

02+103 +42

+

35+16+27+08 = 0 + 0 + 3,33 + 0,5 + 0,6 + 0,17 + 0,28 + 0 = 4,88 5000 ppm = 01

+

02+03+04

+

05+06+07+38 = 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0,375 = 0,375 Koefisien Vigor = A1T1001+(AA21T+2A+2A+3AT33++++AA8)8T8 1 ppm = 0.1 100(0+0+13+3+0+1+0+0) +0.2+13.3+3.4+0.5+1.6+0.7+0.8 = 0+0+39100+12(+170)+6+0+0

= 29,82 2500 ppm = 0.1+0.2100+(010.3+0++102.4++23.5+3++1.61+2++2.70)+0.8 = 0 100(18) +0+30+8+15+6+14+0 = 24,65 5000 ppm = 0.1+1000.2+(00.3+0++0.40++00.5+0++0.60++0+0.73)+3.8 = 0+0+0+1000+0(3+)0+0+24 = 12,5

% Perkecambahan = Total benih yang dikecambahkanJumlah benih berkecambah x 100% % Perkecambahan 0 ppm = 1720x100 %=85 %

% Perkecambahan 2500 ppm = 1820x100 %=¿ 90% % Perkecambahan 5000 ppm= 203 x100 %=15 %

Kesimpulan:

Kandungan garam pada konsentrasi 2500 ppm memiliki % perkecambahan lebih besar (90%) dari kontrol (85%). Semakin besar konsentrasi garam (5000 ppm), perkecambahan semakin lambat.

B. Pembahasan

Kondisi sub optimal pada prktikum ini berupa kondisi salin, sehingga kondisi ini dapat diartikan sebagai kondisi dimana semakin tinggi kadar garam yang dikandung suatu media tanam, maka daya kecambah atau vigor benih yang ditanam pada media tersebut akan semakin menurun. (Kamil, 1984)

Pengujian vigor benih menurut ISTA (2006) dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satu caranya yaitu dengan pengujian daya berkecambah benih menggunakan metode UKDdp (uji kertas digulung dalam plastik):

1. Kertas merang direndam air sampai seluruh bagiannya basah, kemudian di “pres” dengan alat pengepres kertas hingga air tidak mengalir lagi (kertas basah tetapi tidak mengandung air berlebihan),

2. Sebanyak 3–4 lembar kertas merang diletakkan di atas selembar plastik, 3. Selanjutnya sebanyak 50 butir benih ditanam/diletakkan berbaris (lebih

kurang 5 baris @ 10 butir ) di atas kertas merang, kemudian ditutup dengan 3 lembar kertas merang dan digulung,

4. Gulungan kertas merang yang telah diberi ikatan karet gelang (agar gulungan tidak terlepas) disusun dalam germinator,

5. Pengamatan daya berkecambah dilakukan pada 4 dan 8 hari setelah tanam. Pada saat pengamatan 4 hari setelah tanam, kecambah yang telah tumbuh normal disisihkan sehingga yang tertinggal adalah benih atau kecambah yang belum tumbuh normal,

6. Persentase daya berkecambah (DB) dihitung sebagai berikut:

% DB =

jumlahtipe kecambahnormal4HST+jumlah kecambah normal8HST

jumlahbenih yang ditanam ×100 %

Sedangkan perlakuan yang dilakuakn pada praktikum ini yaitu dengan pemberian larutan garam atau NaCI dalam konsentrasi yang berbeda. Kemudian diamati perkecambahannya selama 8 hari, dan dihitung berapa benih yang berkecambah dalam setiap konsentrasinya. Semakin banyak benih yang mampu

berkecambah pada kondisi salin maka benih tersebut memiliki vigor yang baik untuk tumbuh pada kondisi sub-optimal yang demikian.

Salinitas adalah kondisi dimana pada lingkungan tersebut terdapat banyak kandungan NaCI. Untuk dapat membuat larutan NaCI sebagai perlakuan yang akan diberikan pada benih padi sebagai unit percobaan, maka dilakukan penghitungan terlebih dahulu sebagai konsentrasi yang akan digunakan untuk menguji benih padi terhadap kondisi salin yang dibuat, caranya sebagai berikut:

Untuk membuat larutan salin sebanyak 1 liter dengan konsentrasi misalnya 2500 ppm, yaitu:

2500 = 2,5 x 10-3 gr/ml 2,5 x 10-3 gr/ml x 1000 ml = 2,5 gr

1.000.000

Jadi, untuk membuat konsentrasi 2500 ppm dalam 1 liter air dibutuhkan garam seberat 2,5 gr.

Pengaruh larutan salin terhadap perkecambahan padi yang diuji selama 8 hari menghasilkan perkecambahan pada konsentrasi 0 ppm sebanyak 17 benih berkecambah, pada 2500 ppm sebanyak 18 benih berkecambah, dan pada 5000 ppm hanya 3 benih yang mampu berkecambah. Berdasarkan perlakuan tersebut sudah dapat jelas terlihat secara fisiologi kalau benih padi yang diuji memberikan respon yang berbeda terhadap konsentrasi salin yang diberikan. Hal ini menunjukan bagaiman kekuatan benih terebut dalam mempertahankan daya vigornya untuk tumbuh pada lingkungan sub-optimal, sehingga bila diukur indeks vigornya dihasilkan nilai pada 0 ppm, 2500 ppm, dan 5000 ppm secara berturut- turut adalah 5.25, 4.88, dan 0.375, dengan coeffisien vigor 29.82, 24.65, 12.5.

Sedangkan menurut Pudjihartati (2007) bahwa tolak ukur fisiologi dilakukan dengan cara mengamati perkecambahan benih dan ditentukan/dihitung persentase kecambah normal pada perhitungan pertama (KNpi) dan perhitungan pada akhir periode pengujian (KNpa), ditimbang bobot kering kecambah, akar, dan pucuk, serta selanjutnya dihitung rasio akar/pucuk. Untuk pengukuran bobot kering kecambah digunakan kecambah umur 7 hari yang di oven dengan suhu 600C selama 3 hari.

Respon pada konsentrasi 0 ppm, pada hari ketiga benih mulai berkecambah sebanyak 13 butir, sedangkan pada konsentrasi 2500 ppm di hari yang sama benih berkecambah sebanyak 10 butir, tetapi pada konsentrasi 5000 ppm benih padi belum berkecambah, pada konsentrai ini benih mulai berkecambah di hari terakhir pengamatan sebanyak 3 butir.

Hasil dari praktikum ini diperoleh persentase perkecambahan padi untuk konsentrasi 0 ppm sebesar 85%, 2500 ppm sebesar 90%, dan untuk 5000 ppm sebesar 15%. Hasil ini diperoleh melalui perhitungan jumlah biji yang berkecambah dibagi seluruh benih yang dikecambahkan dan dikali 100%. Penghambatan perkecambahan benih padi terhadap kondisi salin ini terlihat dari awal perlakuan dimana kemampuan benih padi untuk berkecambah terhambat.

Tetapi menurut Pudjihartati (2007) hasil ini tidak sesuai, karena penurunan persentase kecambah normal yang dibarengi oleh peningkatan kecambah abnormal padi IR-64 pada kondisi cekaman garam menunjukan bahwa penghambatan perkecambahan akibat cekaman salinitas bukan pada kemampuan benih untuk bisa berkecambah atau tidak (kualitatif), tetapi lebih pada

penghambatan pertumbuhan akar dan pucuk kecambah setelah itu (perkecambahan akhir, setelah radikula dan kolioptil muncul).

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. simpulan

Kesimpulan yang didapat dan diperoleh dari acara praktikum ini bahwa persentase perkecambahan benih padi pada konsentrasi NaCI 0 ppm adalah sebesar 85%, konsentrasi 2500 ppm sebesar 90%, dan konsentrasi 5000 ppm sebesar 15%. Sehingga kondisi pertumbuhan penih yang paling cepat perkecambahannya adalah pada kondisi lingungan 2500 ppm kandungan NaCI

B. Saran

1. Praktikan diharapkan memperhatikan kelembaban kertas merang yang disemprot larutan garam supaya tidak kering

2. Praktikan diharapkan dapat mengamati dengan teliti benih yang berkecambah untuk setiap konsentrasi garam yang diberikan

DAFTAR PUSTAKA

Erinnovita. Sari, Maryati. Guntoro, Dwi. 2008. Invigorasi Benih untuk Memperbaiki Perkecambahan Kacang Panjang (Vigna unguiculata Hask. ssp. sesquipedalis) pada Cekaman Salinitas. Bul. Agron. (36) (3) 214 – 220

Kamil.1984. Teknologi Benih I. Padang: Angkasa Raya Padang

Mahajan, S., N. Tuteja. 2005. Cold, salinity and drought stresses: an overview. Archives of Biochemistry and Biophysics 444:139-158.

Pessarakli, M. Szbolcs. 1999. Soil salinity and sodicity as particular plant/crop stress factor. Dalam Pessarakli, M., Ed. Handbook of Plant and Crop Stress. Marcel Dekker, Inc. New York.

Pudjihartati, Endang. 2007. Pengaruh Vigor Benih padi (Oriza sativa L) Terhadap Toleransi pada Kondisi Cekaman Salinitas dengan Indikasi Fisiologi dan Biokimia. Jurnal AGRIC Vol.19 No. 1 dan No. 2 hal: 91-106

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung: Penerbit ITB

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengetahuan mengenai aspek fisiologis dan biokimia perkecambahan benih sangat penting dalam industri perbenihan, karena dalam industri benih faktor pemacu dan faktor penghambat perkecambahan dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan kebutuhan serta tahapan proses dalam industri tersebut. Secara umum diketahui bahwa umur benih mempengaruhi kecepatan pertumbuhan serta produksi tanaman. Benih-baru pada umumnya memiliki pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan dengan benih-lama.

Selain itu, dengan mengetahui tipe perkecambahan benih dan daya tumbuhnya kita akan mengetahui bagaimana cara menanam benih tersebut sesuai dengan tipe perkecambahannya. Karena setiap tipe perkecambahan pada benih jenis satu dengan yang lainnya memerlukan perlakuan yang berbeda, dimana caranya benih ditanam akan menentukan cepat lambatnya benih tersebut berkecambah.

Daya tumbuh benih akan memberikan kita gambaran bahwa benih tersebut memiliki kemampuan tumbuh dengan baik atau tidak bila ditamam pada kondisi lingkungan yang sesuai, jika baik maka perkecambahannya akan normal, tidak rusak maupun abnormal.

Berdasarkan hal yang dipaparkan diatas, kita dapat mengetahui betapa pentingnya untuk memahami tipe perkecambahan dan daya tumbuh benih,

sehingga pengujian-pengujian terhadap benih sangat penting untuk dilakukan guna mengetahui teruji tidaknya benih tersebut apabila di tanam di lapang.

B. Tujuan

Untuk menguji daya tumbuh berbagai benih tanaman, mengidentifikasi kecambah/ bibit normal dan abnormal

II. TINJAUAN PUSTAKA

Proses perkecambahan terjadi karena adanya aktivitas metabolisme dari biji. Biji yang akan berkecambah membutuhkan air untuk merangsang hormon pertumbuhan dan menambah kandungan air pada setiap bagian yang mulai tumbuh pada saat perkecambahan. Oleh karena itu, jika kekurangan air maka proses metabolisme pada benih yang semula aktif menjadi terhenti sehingga proses perkecambahan akan terganggu. Hanya benih yang toleran kekeringan saja yang mampu berkecambah. Tanaman mempunyai toleransi yang berbeda terhadap kekeringan karena perbedaan dalam mekanisme morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler (Lestari, 2006).

Perkecambahan merupakan suatu rangkaian komplek perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia benih tanaman. Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk terlarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik tumbuh (Sutopo, 2002).

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan perkecambahan ialah faktor kedalaman tanam. Semakin dalam kedalaman tanam maka benih yang ditanam akan semakin sulit tumbuh. Sebaliknya apabila benih ditanam pada kedalaman tanam yang dangkal, benih akan mudah tumbuh. Hal ini disebabkan oleh kadar oksigen yang terdapat di dalam tanah. Kadar oksigen akan semakin menurun dengan semakin dalam lapisan tanah. (Ashari, 2006)

Tipe perkecambahan ada dua jenis dan yang membedakannya adalah letak posisi keping benih (kotiledon) pada permukaan tanah. Tipe pertama adalah epigeal (epygeal germination) dan kedua adalah tipe hipogeal (hypogeal germination). Apabila keping benih terangkat di atas permukaan tanah dinamakan tipe epigeal. Namun bila keping benih tersebut tetap tinggal di dalam tanah disebut hipogeal. Biji durian memiliki tipe perkecambahan epigeal. (Sari, 2011)

III. METODE PELAKSANAAN

A. Alat dan Bahan

Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum : benih jagung, benih kedelai, kertas label, polybag dan pasir

Dalam dokumen LAPORAN PRAKTIKUM t p b (Halaman 49-61)

Dokumen terkait