BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laporan Keuangan
Pada pengajuan kredit, bank tentu akan meminta laporan keuangan
(financial statement) perusahaan, baik untuk debitur perorangan maupun
perusahaan. Tujuannya agar bank mengetahui kondisi keuangan, posisi dan
kinerja operasi perusahaan. Begitu juga dengan bank, sebelum merealisasikan
kredit untuk nasabahnya terlebih dahulu memperhatikan posisi keuangan untuk
mengetahui kemampuannya dalam mengalokasikan asset dalam bentuk kredit.
Bank ingin mengetahui tingkat penjualan, laba, ekuitas,sampai posisi keuangan
perusahaan pada periode tertentu secara menyeluruh. Semua hal ini tercermin
dalam laporan keuangan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002:2) Laporan keuangan adalah
bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya
meliputi Laporan Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Posisi
Keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya laporan arus kas
atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang
merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Ada lima laporan keuangan yang biasa digunakan untuk menggambarkan
1. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi (income statement) adalah laporan mengenai penghasilan (revenue), biaya (expense), dan laba/rugi yang diperoleh suatu perusahaan dalam periode tertentu.
2. Laporan Perubahan Modal
Laporan perubahan modal (statement of owner’s capital) adalah laporan yang menggambarkan perubahan modal awal, ditambah selisih laba bersih terhadap prive dan menghasilkan modal akhir yang akan dicantumkan dalam laporan neraca.
3. Laporan Neraca
Laporan neraca (balance sheet) adalah laporan mengenai aktiva, hutang dan modal dari perusahaan tertentu pada suatu periode tertentu.
4. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas (cash flow) adalah laporan yang menunjukkan aliran kas dalam bentuk operasi, investasi dan pendanaan dalam perusahaan selama periode tertentu.
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan Atas Laporan Keuangan (notes to financial statement) adalah laporan mengenai perubahan-perubahan metode akuntansi yang digunakan dalam tahun berjalan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Laporan keuangan yang telah disusun oleh perusahaan berguna sebagai media
komunikasi finansial bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan
untuk pengambilan keputusan keuangan. Menurut Accounting Principles Board
Statement no 4, tujuan laporan keuangan adalah:
1. Tujuan khusus dari laporan keuangan adalah menyajikan secara wajar dan
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, posisi keuangan,
hasil operasi, dan perubahan-perubahan lainnya dalam posisi keuangan.
2. Tujuan umum dari laporan keuangan adalah sebagai berikut :
a. Memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai sumber daya
b. Untuk dapat memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai
perubahan dalam sumber daya bersih dan aktivitas perusahaan bisnis yang
diarahkan untuk memperoleh laba.
c. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk
mengestimasi potensi penghasilan bagi perusahaan.
d. Untuk memberikan informasi lain yang dibutuhkan mengenai perubahan
dalam sumber daya ekonomi dan kewajiban.
e. Untuk mengungkapkan informasi lain yang relevan terhadap kebutuhan
pengguna laporan.
3. Tujuan kualitatif dari laporan keuangan adalah:
a. Relevansi, yang artinya pemilihan informasi yang memiliki kemungkinan
paling besar untuk memberikan bantuan kepada para pengguna dalam
keputusan ekonomi mereka.
b. Dapat dimengerti, yang artinya tidak hanya informasi tersebut harus jelas,
tetapi para pengguna juga harus memahaminya.
c. Dapat diverifikasi, yang artinya hasil akuntansi dapat didukung oleh
pengukuran-pengukuran yang independen, dengan menggunakan
metode-metode pengukuran yang sama.
d. Netralitas, yang artinya informasi akuntansi ditujukan kepada kebutuhan
umum dari pengguna, bukannya kebutuhan-kebutuhan tertentu dari
e. Ketepatan waktu, yang artinya komunikasi informasi secara lebih awal,
untuk menghindari adanya keterlambatan atau penundaan dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
f. Komparabilitas (daya banding), yang secara tidak langsung berarti
perbedaan- perbedaan yang terjadi seharusnya bukan diakibatkan oleh
perbedaan perlakuan akuntansi keuangan yang diterapkan.
g. Kelengkapan, yang artinya adalah telah dilaporkannya seluruh informasi
yang secara wajar memenuhi persyaratan dari tujuan kualitatif lainnya.
Salah satu tugas penting manajemen perusahaan adalah menganalisis laporan
keuangan perusahaan. Bagi bisnis perbankan hasil analisis ini dapat dijadikan
parameter untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
kredit dan bunga pada saat kredit jatuh tempo. Sebaliknya, bank juga perlu
menganalisis laporan keuangannya untuk mengetahui kemampuannnya dalam
menggunakan sumber dana bank dan dapat disalurkan kembali dalam bentuk
kredit untuk menambah keuntungan bank tersebut.
Menurut Harahap (2008:190), pengertian Analisis Laporan Keuangan adalah
menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil
dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna
satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non kuantitatif
dengan tujuan untuk mengikuti kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting
dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.
Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh
oleh suatu perusahaan. Data keuangan tersebut akan lebih berarti bagi pihak-pihak
yang berkepentingan apabila data tersebut dianalisa lebih lanjut sehingga akan
diperoleh informasi yang akan mendukung keputusan ekonomi yang akan
diambil. Tujuan analisis laporan keuangan menurut Bernstein (1983: 103) adalah :
1. Screening
Analisis dilakukan dengan melihat secara analitis laporan keuangan dengan tujuan untuk memilih kemungkinan investasi atau merger
2. Forecasting
Analisis dilakukan untuk meramalkan kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan datang
3. Diagnosis
Analisis dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya masalah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi keuangan atau masalah lain.
4. Evaluasi
Analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen, operasional, efisiensi, dan lain-lain.
Menurut Harahap (2008:195), tujuan analisis laporan keuangan adalah :
1. Dapat memberikan informasi yang lebih luas dan lebih dalam daripada yang terdapat dalam laporan keuangan biasa.
2. Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata (ekplisit) dari suatu laporan keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan (implisit).
3. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan. 4. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam
hubungannya dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan komponen intern laporan keuangan maupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh dari luar perusahaan.
5. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan model-model dan teori-teori yang terdapat dilapangan seperti prediksi, peningkatan (rating).
6. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan yaitu :
a. Prestasi perusahaan
b. Proyeksi keuangan perusahaan
7. Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut criteria tertentu yang sudah dikenal dalam dunia bisnis.
8. Dapat membandingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lain dengan periode sebelumnya atau dengan standar industri normal atau standar ideal.
Banyak teknik yang dapat dilakukan untuk menganalisis laporan keuangan
antara lain : Analisis laporan keuangan perbandingan (comparatif), Analisis
laporan keuangan common size, Analisis tren, Analisis rasio keuangan, dan lain
sebagainya.
1. Analisis laporan keuangan perbandingan (comparatif), adalah metode dan
teknik analisis dengan membandingkan laporan keuangan untuk 2 (dua)
periode atau lebih untuk satu perusahaan, dengan membandingkan :
a. Data absolute atau jumlah-jumlah dalam rupiah
b. Kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah
c. Kenaikan atau penurunan dalam persentase
d. Persentase dari total
Analisis dengan metode ini akan dapat diketahui perubahan-perubahan yang
terjadi, dan perubahan mana yang memerlukan penelitian lebih lanjut.
2. Analisis laporan keuangan common size, adalah suatu metode analisis untuk
mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total
aktivanya, juga untuk mengetahui struktur permodalannya dan struktur biaya
yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualan. Analisis laporan keuangan
commonsize berguna dalam memahami pembentuk internal laporan keuangan.
a. Sumber pendanaan termasuk distribusi pendanaan antara kewajiban lancar,
kewajiban tidak lancar, dan ekuitas.
b. Komposisi aktiva termasuk jumlah untuk masing- masing aktiva lancar dan
aktiva tidak lancar.
c. Analisis trend, adalah suatu metode atau teknik análisis untuk mengetahui
tendensi daripada keadaan keuangan suatu perusahaan, apakah menunjukkan
tendensi tetap, naik dan bahkan turun.
d. Analisis rasio keuangan, adalah suatu metode analisis untuk mengetahui
hubungan dari pos-pos tententu dalam neraca dan laporan laba rugi secara
individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
2.2 Rasio Keuangan
Menurut Harahap (2008:36), “Analisis Rasio Keuangan adalah suatu metode
analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca dan
laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut”
Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank, maka dapat dilihat laporan
keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodik. Laporan ini juga
sekaligus menggambarkan kinerja bank selama periode tersebut. Laporan ini
sangat berguna terutama bagi pemilik, manajemen, pemerintah dan masyarakat
sebagai nasabah bank, guna mengetahui kondisi bank tersebut. Setiap laporan
Agar laporan ini dapat dibaca sehingga menjadi berarti, maka perlu
dilakukan analisa terlebih dahulu. Analisis yang digunakan adalah dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan sesuai dengan standar yang berlaku.
Analisis rasio keuangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
memperoleh gambaran perkembangan finansial dan posisi finansial perusahaan.
Analisis rasio keuangan berguna sebagai analisis intern bagi manajemen
perusahaan untuk mengetahui hasil finansial yang telah dicapai guna perencanaan
yang akan datang dan juga untuk analisis intern bagi kreditor dan investor untuk
menentukan kebijakan pemberian kredit dan penanaman modal suatu perusahaan.
Analisis rasio keuangan merupakan salah satu alat analisis keuangan yang
banyak digunakan. Rasio merupakan alat untuk menyediakan pandangan terhadap
kondisi yang mendasari. Rasio merupakan salah satu titik awal, bukan titik akhir.
Rasio yang diinterprestasikan dengan tepat mengidentifikasi area yang
memerlukan investigasi lebih lanjut. Analisa rasio dapat mengungkapkan
hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan dalam menemukan kondisi
dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari masing-masing komponen
yang membentuk rasio. Seperti alat analisis lainnya, rasio paling bermanfaat bila
berorientasi ke depan. Hal ini berarti kita sering menyesuaikan factor-faktor yang
mempengaruhi rasio untuk kemungkinan tren dan ukurannya di masa depan. Kita
juga harus menilai faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi rasio di masa
depan. Karenanya, kegunaan rasio tergantung pada keahlian penerapan dan
interprestasinya dan inilah bagian yang paling menantang dari analisis rasio.
beberapa variabel berupa rasio keuangan yang diperkirakan berpengaruh terhadap
penyaluran kredit.
2.2.1 Jenis-jenis Rasio Keuangan
Menurut Kasmir (2008) secara umum rasio-rasio keuangan dapat
diklasifikasikan menjadi empat jenis kelompok rasio keuangan yaitu likuiditas,
aktiva produktif, solvabilitas, dan profitabilitas.
1. Rasio likuiditas
Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban/utang jangka pendek. Kegunaan
rasio ini adalah untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membiayai
dan memenuhi kewajiban/utang pada saat ditagih. Jenis-jenis rasio likuiditas
adalah current ratio, quick ratio, cash ratio , inventory to net working
capital, loan deposit ratio dan rasio perputaran kas. Dalam penelitian ini
dipakai loan deposit ratio sebagai perwakilan rasio likuiditas.
2. Rasio Aktiva Produktif
Pengertian aktiva produktif dalam Surat Edaran Bank Indonesia NO.
6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 dalam kualitas aktiva produktif adalah
perkembangan aktiva produktif bermasalah dibandingkan dengan aktiva
produktif. Aktiva produktif bermasalah merupakan aktiva produktif
dengan kualitas kurang lancer, diragukan dan macet. Setiap jenis usaha
selalu dihadapkan pada berbagai resiko, begitu pula didalam bisnis
perbankan, banyak pula resiko yang dihadapinya. Resiko-resiko ini dapat
performing loan ratio, aktiva produktif bermasalah dan interest risk rate
ratio. Dalam penelitian ini dipakai Non Performing Loan Ratio sebagai
perwakilan rasio aktiva produktif.
3. Rasio solvabilitas
Rasio solvabilitas atau disebut juga rasio permodalan merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan
utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan
dibandingkan dengan aktivanya. Jenis-jenis rasio ini adalah capital adequacy
ratio (CAR) dan rasio aktiva tetap terhadap modal. (Kasmir:2008). Dalam
penelitian ini dipakai capital adequacy ratio (CAR) sebagai perwakilan rasio
sovabilitas.
4. Rasio profitabilitas
Rasio profitabilitas ataupun rasio rentabilitas merupakan rasio untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga
memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan.
Menurut Kasmir (2008) jenis-jenis rasio ini adalah ratio profit margin, net
profit margin, return on assets, return on equity. Dalam penelitian ini
diambil satu ratio sebagai perwakilan yaitu return on assets ratio.
2.2.2 Capital Adequacy Ratio (CAR)
CAR adalah rasio atau perbandingan antara modal bank dengan aktiva
tertimbang menurut resiko (ATMR). CAR menjadi pedoman bank dalam
yang oleh Bank Indonesia disebut Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
(KPMM) tidaklah sederhana. KPMM adalah perbandingan antara Modal dengan
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Baik ATMR maupun Modal Bank
memerlukan rincian dan kesamaan pengertian apa yang masuk sebagai komponen
untuk menghitung ATMR dan bagaimana menghitungnya. Begitu juga Modal,
perlu dirinci apa yang dapat digolongkan dan diperhitungkan sebagai Modal
Bank. Rumus untuk menentukan besarnya CAR adalah :
Capital Adequacy Ratio = 𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴
𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑴𝑴 𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑨𝑨𝑨𝑨𝑻𝑻𝑻𝑻𝑴𝑴𝑻𝑻𝑻𝑻 𝑴𝑴𝑻𝑻𝑻𝑻𝑴𝑴𝑻𝑻𝑴𝑴𝑨𝑨 𝑹𝑹𝑨𝑨𝑹𝑹𝑨𝑨𝑨𝑨𝑴𝑴x 100%
Perhitungan modal dan aktiva tertimbang menurut risiko dilakukan
berdasarkan ketentuan kewajiban penyediaan modal minimum yang berlaku.
Petunjuk mengenai hal ini diatur dasar-dasarnya oleh Bank Indonesia melalui
ketentuan SE BI No. 26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Mengenai pengertian dan
perincian modal yang terdiri dari Modal Inti dan Modal Pelengkap, telah
dilakukan penyempurnaan oleh BI melalui Surat Edaran Bank Indonesia No.
3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001, dengan berpedoman kepada ketentuan
sebelumnya sebagai berikut (Z. Dunil, 2005) :
a. Di dalam perhitungan laba tidak termasuk pengakuan laba karena penerapan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi
Pajak Penghasilan.
b. Di dalam komponen modal yang disetor tidak termasuk pengakuan modal yang
dipesan yang berasal dari piutang kepada Pemegang Saham sebagaimana
ditetapkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 21
c. Yang dimaksud dengan dana setoran modal adalah dana yang sudah disetor
penuh untuk tujuan penambahan modal namun belum didukung dengan
kelengkapan persyaratan untuk dapat dgolongkan sebagai modal disetor seperti
pelaksanaan rapat umum pemegang saham maupun pengesahan anggaran dasar
dari instansi yang berwenang. Untuk dapat digolongkan sebagai Dana Setoran
Modal maka dana tersebut harus ditempatkan pada rekening khusus (escrow
account) dan penggunaannya harus dengan persetujuan Bank Indonesia.
d. Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap tidak dapat dikapitalisir ke dalam modal
disetor dan dibagikan sebagai saham bonus dan atau deviden.
e. Kekurangan Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif oleh Bank merupakan
komponen biaya pada laba tahun berjalan.
f. Yang dimasukkan ke dalam komponen laba tahun lalu dan tahun berjalan
adalah jumlah setelah diperhitungkan taksiran pajak kecuali apabila Bank
diperkenankan mengkompensasi kerugian sesuai ketentuan perpajakan yang
berlaku.
g. Peningkatan atau penurunan harga saham pada portofolio yang tersedia untuk
dijual merupakan selisih antara harga pasar dengan nilai perolehan atas
penyertaan Bank pada perusahaan yang sahamnya tercatat di Pasar Modal.
2.2.2.1 Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
ATMR dihitung dari aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva
yang bersifat administratif (tidak tercantum dalam neraca). Terhadap
masing-masing pos dalam aktiva diberikan bobot resiko yang besarnya didasarkan pada
agunan (Z. Dunil, 2005). Berpedoman pada SE Bank Indonesia No. 26/1/BPPP
tanggal 29 Mei 1993 dikoreksi beberapa pos aktiva dengan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 2/12/DPNP/ tanggal 12 Juni 2000 sebagai berikut : Bobot risiko
terhadap Tagihan berupa Pinjaman, yaitu saldo yang diperhitungkan seharusnya
adalah Net setelah saldo Pinjaman dikurangi dengan cadangan Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Khusus untuk kredit yang
direstrukturisasi dan memperoleh jaminan dari BPPN (Badan Penyehatan
Perbankan Nasional) risikonya dianggap 0% (nol).
2.2.3 Non Performing Loan (NPL)
Yang dimaksud dengan NPL adalah debitur atau kelompok debitur yang
masuk dalam golongan 3, 4, 5 dari 5 golongan kredit yaitu debitur yang kurang
lancar, diragukan dan macet. Hendaknya selalu diingat bahwa perubahan
pengolongan kredit dari kredit lancar menjadi NPL adalah secara bertahap melalui
proses penurunan kualitas kredit (Z. Dunil, 2005). Salah satu resiko yang muncul
akibat semakin kompleknya kegiatan perbankan adalah munculnya non
performing loan (NPL) yang semakin besar. Atau dengan kata lain semakin besar
skala operasi suatu bank maka aspek pengawasan semakin menurun, sehingga
NPL semakin besar atau resiko kredit semakin besar (Wisnu Mawardi, 2005).
NPL adalah rasio kredit bermasalah dengan total kredit. NPL yang baik adalah
NPL yang memiliki nilai dibawah 5%. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin
kecil NPL semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung bank. Bank dengan
maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank (Wisnu
Mawardi, 2005).
Non Performing Loan = 𝑲𝑲𝑻𝑻𝑻𝑻𝑴𝑴𝑨𝑨𝑨𝑨𝑩𝑩𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑴𝑴𝑹𝑹𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑩𝑩
𝑻𝑻𝑴𝑴𝑨𝑨𝑴𝑴𝑴𝑴𝑲𝑲𝑻𝑻𝑻𝑻𝑴𝑴𝑨𝑨𝑨𝑨
x
100%Kredit merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk
kredit kepada bank lain).Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang
lancar, diragukan dan macet. Kredit bermasalah dihitung secara gross (tidak
dikurangi PPAP)
2.2.3.1 Pembentukan Cadangan NPL
Bank perlu menyisihkan sebagian pendapatan bank untuk berjaga-jaga
agar dapat menutup kerugian yang akan timbul apabila suatu saat kredit yang
diberikan bank ternyata mengalami kemacetan. Pada waktunya apabila terdapat
kredit yang macet maka bank dapat menghapus kredit macet tersebut dari
pembukuan atas beban pendapatan yang sudah disisihkan tersebut. Penyisihan
untuk pembentukan cadangan NPL harus dilakukan sesuai aturan yang ditetapkan.
Dalam Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.31), Cadangan tersebut disebut
sebagai “Penyisihan Penghapusan Kredit” atau PPK, dan penyajiannya dalam
neraca adalah sebagai “offsetting account” yang muncul sebagai pengurang dari
jumlah Kredit yang diberikan pada Aktiva bank. Istilah yang dipakai oleh Bank
Indonesia adalah “Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif” atau PPAP (Z.
Dunil, 2005). Perbedaannya adalah PPAP termasuk pencadangan untuk
surat-surat berharga yang juga menjadi Aktiva Produktif bank yang disamping
sedangkan PPK hanya cadangan untuk kredit saja. Pembentukan cadangan
dilakukan sejak tahun pertama bank beroperasi dan memberikan kredit, dihitung
dari baki debet pada akhir periode pembukuan, akhir bulan untuk posisi Neraca
bulanan dan akhir tahun untuk posisi Neraca akhir tahun. Total baki debet adalah
realisasi dari total komitmen kredit yang sudah ditanda tangani bank dengan para
debiturnya. Karena pada awalnya semua kredit adalah Kredit Lancar, maka PPAP
dihitung sebagai persentase tertentu terhadap total baki debet. Kemudian kalau
kredit berkembang sehingga ada yang Kurang Lancar, maka terhadap yang
Kurang Lancar tersebut perlu disisihkan PPAP yang lebih besar, begitu seterusnya
sehingga untuk kredit yang sudah digolongkan sebagai Kredit Macet, PPAP yang
disisihkan adalah sebesar 100% dari Baki debet yang macet.
2.2.3.2 Penanganan Non Performing Loan ( NPL)
Kredit macet yang sudah dihapusbukukan tidak lagi masuk dalam kategori
NPL, karena tidak dikategorikan sebagai kredit lagi. Penanganannya hanya dalam
rangka bagaimana mengupayakan agar kredit macet tersebut dapat kembali
terutama dengan eksekusi jaminan yang ada. Kredit yang sudah ada tanda kearah
NPL yang memerlukan perhatian agar tidak menjadi lebih buruk atau
mendatangkan kerugian yang lebih besar adalah kredit yang masih dalam
klasifikasi DPK (Dalam Perhatian Khusus). Untuk mencari jalan memperbaiki
posisi debitur DPK tersebut harus dipelajari satu persatu permasalahan yang
dihadapi oleh debitur dan dilakukan treatment yang sesuai dengan kondisi
kredit NPL sendiri dapat diterapkan beberapa teknik penyehatan agar debitur
dapat bangkit kembali.
1. Reschedulling
Bank dapat melakukan penjadwalan ulang dalam bentuk, perpanjangan
masa pelunasan, memberikan grase period yang lebih panjang, memperkecil
jumlah angsuran kredit. Dengan penjadwalan ini nasabah lebih mempunyai waktu
untuk bernafas dan jangka waktu cukup untuk akumulasi keuntungan dan
memperbaiki posisinya sehingga dapat memenuhi jadwal baru yang ditetapkan.
Penjadwalan ulang ini dilakukan dengan persyaratan tertentu antara lain, usaha
nasabah masih berjalan, pendapatan sebelum pembebanan bunga masih positif.
Ketidakmampuan nasabah melaksanakan pelunasan semata-mata karena situasi
yang diluar control (kewenangan) debitur yang bersangkutan. Nasabah masih
beritikad baik dan koperatif.
2. Reconditioning
Reconditioning dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi nasabah, yang
semula terbebani dengan persyaratan kredit yang berat, dikurangi sehingga lebih
pas bagi kebutuhan nasabah. Mengurangi tingkat bunga, mengurangi kredit dari
pihak lain yang bunganya tinggi dan menggantinya dengan kredit dari bank
dengan bunga lebih rendah, menambah modal kerja kalau menurut perhitungan
bank memang ternyata kurang. Memberikan konsultasi manajemen atau adpis
agar perusahaan dapat berjalan lebih baik dan mampu meningkatkan penjualan,
laba dan mampu menyelesaikan kreditnya dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Apabila kedua cara di atas diperkirakan tidak akan dapat menyehatkan
kembali perusahaan dan tidak akan dapat mengembalikan kredit bank, maka dapat
ditempuh cara terakhir dengan merestrukturisasi perusahaan secara lebih
mendasar. Dalam hal ini dapat dilakukan perubahan komposisi permodalan,
dengan memperbaiki Debt to Equity Ratio, dengan menambah modal (partisipasi
bank maupun dari luar), menambah kredit, memperpanjang jangka waktu,
memperkecil tingkat bunga, mengganti manajemen (menempatkan staf bank pada
perusahaan untuk posisi tertentu) meningkatkan efisiensi dan sebagainya.
Langkah partisipasi modal dimaksudkan agar debitur tidak perlu membayar bunga
terhadap sebagian hutang yang dialihkan menjadi penyertaan modal bank. Setelah
perusahaan sehat dan kemampuan keuangannya lebih baik, bank dapat menjual
kembali saham yang dikuasainya kepada pemegang saham lama dengan premium
tertentu. Dengan demikian, apabila berhasil bank terhindar dari kemacetan kredit.
2.2.4 Return On Assets (ROA)
ROA merupakan kemampuan dari modal yang diinvestasikan ke dalam
seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. ROA menggunakan
laba sebagai salah satu cara untuk menilai efektivitas dalam penggunaan aktiva
perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka
semakin tinggi pula ROA, hal itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam
penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. ROA dihitung berdasarkan
perbandingan laba sebelum pajak dan rata-rata total assets. Dalam penelitian ini
ROA menunjukkan efektivitas perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan dengan mengoptimalkan asset yang dimiliki. Semakin tinggi ROA
maka menunjukkan semakin efektif perusahaan tersebut, karena besarnya ROA
dipengaruhi oleh besarnya laba yang dihasilkan perusahaan. Informasi mengenai
kinerja sangat bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Bagi kelompok
investor, kreditor maupun masyarakat umum menginginkan investasi mereka
yang ditanamkan ke bank perlu untuk mengetahui kinerja bank tersebut.
Pengembalian atas investasi\ modal berguna bagi evaluasi manajemen, analisis
profitabilitas, peramalan laba, serta perencanaan dan pengendalian. Menggunakan
angka pengembalian atas investasi modal untuk tujuan tersebut membutuhkan
pemahaman mendalam mengenai ukuran pengembalian ini. Karena ukuran
pengembalian mencakup komponen yang berpotensi memberikan kontribusi pada
pemahaman kinerja perusahaan. Bank dengan total asset relatif besar akan
mempunyai kinerja yang lebih baik karena mempunyai total revenue yang relatif
besar sebagai akibat penjualan produk yang meningkat. Dengan meningkatnya
total revenue tersebut maka akan meningkatkan laba perusahaan sehingga kinerja
keuangan akan lebih baik.
ROA (Return On Assets) Rasio yang menunjukkan hasil atas jumlah
aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Rasio ini digunakan untuk mengukur
efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Semakin rendah rasio ini maka
semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya.
Return on assets = 𝑬𝑬𝑴𝑴𝑻𝑻𝑻𝑻𝑨𝑨𝑻𝑻𝑻𝑻𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑴𝑴𝑻𝑻𝑴𝑴𝑻𝑻𝑴𝑴𝑰𝑰𝑻𝑻𝑨𝑨𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑹𝑹𝑨𝑨
2.2.5 Loan Deposit Ratio (LDR)
LDR merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi
kewajiban keuangan yang harus dipenuhi. Kewajiban tersebut berupa call money
yang harus dipenuhi pada saat adanya kewajiban kliring, dimana pemenuhannya
dilakukan dari aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. LDR dihitung dari
perbandingan antara total kredit dengan dana pihak ketiga. Total kredit yang
dimaksud adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit
kepada bank lain). Dana pihak ketiga yang dimaksud yaitu antara lain giro,
tabungan dan deposito (tidak termasuk antarbank). Standar terbaik LDR adalah
diatas 85%. Untuk dapat memperoleh LDR yang optimum, bank tetap harus
menjaga NPL. LDR berpengaruh terhadap Earning After Tax (EAT), apabila LDR
besar maka EAT besar. LDR bergantung pada manajemen bank. Besar LDR bank
tidak sama. Hubungan LDR dengan EAT bersifat bebas, tidak autokorelasi.
Semakin besar LDR semakin besar potensi mencapai EAT, sejauh NPL bisa
ditekan.
LDR adalah rasio yang pada awalnya digunakan untuk mengukur tingkat
likuiditas bank. Dalam arti apabila LDR di atas 110% berarti likuiditas bank
kurang baik karena jumlah DPK tidak mampu menutup kredit yang disalurkan
sehingga bank harus menggunakan dana antarbank (call money) untuk menutup
kekurangannya. Dana dari call money bersifat darurat, sehingga seyogianya bank
tidak menggunakan dana semacam itu untuk membiayai kredit. Dana call money
Loan Deposit Ratio =
𝑻𝑻𝑴𝑴𝑨𝑨𝑴𝑴𝑴𝑴𝑲𝑲𝑻𝑻𝑻𝑻𝑴𝑴𝑨𝑨𝑨𝑨
𝑻𝑻𝑴𝑴𝑨𝑨𝑴𝑴𝑴𝑴𝑫𝑫𝑴𝑴𝑻𝑻𝑴𝑴𝑷𝑷𝑨𝑨𝑩𝑩𝑴𝑴𝑨𝑨𝑲𝑲𝑻𝑻𝑨𝑨𝑨𝑨𝑻𝑻𝑴𝑴
x100%
Namun demikian, sejak terjadinya krisis perbankan dan dilanjukan dengan proses
rekapitalisasi perbankan tahun 1999 di mana kredit perbankan sekitar Rp 300
triliun dialihkan ke BPPN, maka LDR perbankan langsung merosot drastis karena
jumlah kredit berkurang sedangkan jumlah DPK tidak berubah. Begitu rendahnya
angka LDR paska rekapitalisasi tahun 1999-2000, akhirnya angka LDR berubah
fungsi dan lebih sering digunakan sebagai indikator utama untuk mengukur
kemampuan sebuah bank dalam menyalurkan kredit (fungsi intermediasi).
2.2.5.1 Penyebab LDR Rendah
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa perbankan nasional pernah
mengalami kemerosotan jumlah kredit karena diserahkan ke BPPN untuk ditukar
dengan obligasi rekapitalisasi. Begitu besarnya nilai kredit yang keluar dari sistem
perbankan di satu sisi dan semakin meningkatnya jumlah DPK yang masuk ke
perbankan, maka upaya ekspansi kredit yang dilakukan perbankan selama sepuluh
tahun terakhir sepertinya belum berhasil mengangkat angka LDR secara
signifikan.
2.2.5.2 Fungsi LDR
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa LDR pada saat ini berfungsi sebagai
indikator intermediasi perbankan. Begitu pentingnya arti LDR bagi perbankan
maka angka LDR pada saat ini telah dijadikan persyaratan antara lain :
1. Sebagai salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan bank.
3. Sebagai faktor penentu besar-kecilnya GWM (Giro Wajib Minimum) sebuah bank.
4. Sebagai salah satu persyaratan pemberian keringanan pajak bagi bank yang akan merger.
Begitu pentingnya arti angka LDR, maka pemberlakuannya pada seluruh bank
sedapat mungkin diseragamkan. Maksudnya, jangan sampai ada pengecualian
perhitungan LDR di antara perbankan.
2.2.5.3 LDR Versi Baru
Tidak seperti LDR versi lama yang perhitungannya seragam dan
diberlakukan untuk seluruh bank. Dalam LDR versi baru, dari info yang
mengemuka di media massa, BI akan menerapkan LDR dengan memasukkan
obligasi korporasi sebagai komponen kredit hanya untuk bank tertentu (tidak
untuk seluruh bank). Menurut BI, tidak semua bank telah memiliki manajemen
risiko memadai untuk bermain obligasi korporasi. Jika kebijakan ini yang
ditempuh tentu ada aspek positif dan negatifnya.
a. Aspek positif
1. Bank kecil akan terhindar dari risiko obligasi yang cukup kompleks, yaitu
adanya risiko default (credit risk) dan risiko pasar (fluktuasi harga obligasi
akibat volatilitas suku bunga pasar).
2. Karena kupon obligasi korporasi lebih tinggi dari pada suku bunga SBI,
diharapkan ke depan, perbankan akan menggeser penempatan pada SBI
menjadi obligasi korporasi. Hal ini akan menggairahkan pasar obligasi
korporasi yang selama ini belum menjadi investasi utama perbankan.
Apabila SBI perbankan per Juni 2007 sebesar Rp 202 triliun diasumsikan
seluruhnya dipindahkan ke obligasi korporasi yang akan meningkatkan
63,57% akan meningkat sebesar 14,91% atau menjadi 78,48%. Angka
LDR tersebut akan lebih besar lagi jika obligasi korporasi yang saat ini
telah dipegang perbankan juga dimasukkan sebagai komponen kredit
(Loan).
b. Aspek negatif
Dimasukkannya obligasi korporasi dalam perhitungan LDR)
1. Nantinya hanya bank besar saja yang akan dapat menikmati peningkatan
LDR tanpa harus melakukan ekspansi kredit. Dengan LDR yang tinggi
maka bank tertentu akan dapat menjadi Bank Jangkar, Bank Sehat, dapat
memperoleh insentif pajak ketika melakukan merger, dan yang akan
secara langsung dinikmati adalah berkurangnya GWM terkait dengan
perbaikan LDR.
2. Apabila besanya nilai obligasi korporasi tersebut terjadi akibat adanya
pergeseran SBI, maka ada kemungkinan CAR (Capital Adequacy
Perbankan) akan merosot karena ATMR SBI = 0, sedangkan ATMR
Obligasi Korporasi = 100%.
Jika dilihat dari cara perhitungan LDR versi baru, maka sebenarnya tidak ada
nilai tambah yang disumbangkan oleh perbankan kepada perekonomian nasional
pada saat pemberlakuan LDR versi baru. Hal ini karena :
1. Pembelian obligasi korporasi di pasar sekunder oleh perbankan sebenarnya
tidak secara langsung meningkatkan aktivitas sektor riil karena penerbit
obligasi telah memperoleh kucuran dana pada saat penerbian obligasi di pasar
perdana. Pembelian obligasi korporasi oleh bank di pasar sekunder hanya akan
merupakan refinancing bagi pemegang obligasi sehingga efek terhadap sektor
riil masih akan ditentukan oleh bagaimana si penjual obligasi tersebut
berbeda apabila bank membeli obligasi korporasi di pasar perdana yang akan
memberikan manfaat langsung kepada penerbit.
2. Penerapan LDR versi baru seyogianya tidak menimbulkan diskriminasi di
antara perbankan. Penulis berpendapat LDR versi baru hanya relevan untuk
diterapkan dalam menentukan Bank Jangkar. Hal ini dapat dipahami karena ke
depan, hanya bank besar saja yang layak menjadi bank jangkar sehingga LDR
versi baru akan memberikan insentif bagi bank besar untuk terus memperbaiki
kinerjanya agar dapat menjadi bank jangkar.
Sedangkan angka LDR versi baru tidak seyogianya diberlakukan untuk
menetapkan kriteria tingkat kesehatan bank, pemberian insentif pajak bagi bank
yang akan merger, dan mengaitkan LDR versi baru dengan pemenuhan rasio
GWM. Tiga kriteria terakhir ini akan menimbulkan dampak yang kurang
menguntungkan, khususnya bagi bank kecil yang tidak dapat berperan untuk
membeli obligasi korporasi.
Akhirnya, adanya harapan peningkatan LDR versi baru hanya akan terjadi
apabila terhadap obligasi korporasi tidak seluruhnya dikenakan ATMR 100%.
Bagi obligasi dengan peringkat AAA (the highest investment grade), ATMR-nya
harus diturunkan mendekati nol. Jika tidak demikian,maka perbankan tidak akan
memindahkan penempaan SBI ke obligasi korporasi karena akan mengancam
CAR mereka, padahal angka CAR merupakan indikator yang jauh lebih penting
2.3 Pengertian Kredit
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam latar belakang, kegiatan bank
ialah menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan
menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat yang membutuhkan dalam
bentuk pinjaman atau yang lebih dikenal dengan istilah kredit. Istilah credit
berasal dari bahasa latin credo yang berarti I Believe, I Trust, (saya percaya). Kata
credo berasal dari kombinasi bahasa Sansekerta, cred yang berarti kepercayaan
dan bahasa latin do yang berarti saya menaruh. Setelah kombinasi tersebut
menjadi bahasa latin, kata kerja dan kata bendanya masing-masing menjadi
credere dan creditum, meskipun banyak penulis mengungkapkan bahwa credit
berasal dari kata credere. Pengertian kredit menurut Undang-Undang No. 10
Tahun 1998, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 11 (2006 : 1) ”Kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga.” Perbankan memiliki beberapa
aktiva produktif, namun hanya satu yang sangat diandalkan.Hingga kini
satu-satunya aktiva produktif yang diandalkan oleh suatu bank yang dapat
menghasilkan pendapatan besar adalah debitur, atau lazimnya dikenal dengan
kredit. Dari neraca setiap bank umum dapat dijumpai bahwa kredit atau debitur
merupakan komponen aktiva terbesar dari seluruh jumlah aktiva yang dimiliki
suatu bank. Menurut Kasmir (2008:98) terdapat lima unsur dalam pemberian
1. Kepercayaan, maksudnya ialah keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang
diberikan akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu pada masa
mendatang.
2. Kesepakatan, yang dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing
pihak menandatangani hak dan kewajibannya.
3. Jangka waktu, maksudnya mencakup masa pengembalian kredit yang telah
disepakati.
4. Risiko, maksudnya akan muncul suatu risiko tidak tertagihnya/ macetnya
pengembalian kredit yang telah disepakati sebagai akibat adanya suatu tenggang
waktu pengembalian.
5. Balas jasa yang merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa
tersebut lebih dikenal dengan sebutan bunga.
Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan dan fungsi tertentu. Tujuan
pemberian fasilitas kredit akan dijelaskan sebagai berikut.:
1. Mencari keuntungan Keuntungan diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima
oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan
kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank dan
memperluas usaha bank.
2. Membantu usaha nasabah bank memberikan fasilitas kredit untuk membantu
usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana
untuk modal kerja. Dalam hal ini baik bank maupun nasabah sama-sama
3. Membantu pemerintah Pemerintah menerima pajak dari keuntungan yang
diperoleh nasabah dan bank, meningkatkan devisa Negara apabila produk dari
kredit yang dibiayai untuk keperluan ekspor, dan membuka kesempatan kerja
Secara umum jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank dapat dilihat dari
berbagai segi.
1. Dilihat dari tujuan penggunaan, terdiri dari :
1.1 Kredit investasi
Kredit investasi adalah kredit yang diberikan kepada usaha-usaha guna
merehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya
pembelian mesin-mesin, bangunan dan tanah atau pabrik. Kredit ini
memerlukan proses penyelesaian jangka panjang , seperti yang dikemukakan
Teguh (1996:105) kredit investasi akan memakan proses penyelesaian jangka
panjang karena proses produksi juga dalam jangka panjang, sedangkan di sisi
lain harga-harga barang modal saat pengadaan cukup mahal. Oleh karena itu
pelunasan harus dilakukan bertahap sesuai kemampuan perusahaan nasabah
untuk menyisihkan saldo uang kasnya. Kredit ini memerlukan biaya operasional
dan administrasi serta unceertainty risk yang besar.
1.2 Kredit modal kerja
Kredit modal kerja, yaitu kredit yang digunakan untuk meningkatkan
produksi dalam operasionalnya seperti membeli bahan baku atau membayar
gaji pegawai. Menurut Teguh (1996:105) ”kredit modal kerja diberikan dalam
jangka waktu pendek sesuai dengan siklus usaha dari perusahaan tersebut.
Dalam praktik, kredit ini dapat dilakukan perpanjangan; sepanjang
nasabahnya mampu memenuhi kewajiban-kewajiban pada bank dengan baik.”
Kredit modal kerja terdiri dari beberapa kategori yang akan
a. KMK Perdagangan Dalam Negeri.
b. KMK Industri.
c. KMK Perkebunan,Kehutanan dan Peternakan.
d. KMK Prasarana / Jasa-Jasa.
1.3Kredit konsumtif
Kredit konsumtif adalah kredit yang diberikan bank kepada pihak
ketiga/perorangan (termasuk karyawan sendiri) untuk keperluan konsumsi
berupa barang atau jasa dengan cara membeli, menyewa, atau dengan cara
lain. Dilihat dari segi jangka waktu, terdiri dari :
1. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum satu
tahun
2. Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 tahun
sampai 3 tahun.
3. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga
tahun.
Ada beberapa aspek yang diperlukan perbankan sebagai bahan pertimbangan
dalam penyaluran kredit,yaitu :
1. Aspek yuridis
2. Aspek pemasaran
3. Aspek manajemen dan organisasi
4. Aspek teknis
5. Aspek keuangan.
Penelitian ini lebih berfokus pada penilaian aspek keuangan dengan
menggunakan beberapa variabel berupa rasio keuangan yang diperkirakan
berpengaruh terhadap penyaluran kredit. Fungsi kredit secara luas
1) Untuk meningkatkan daya guna uang,
2) Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang,
3) Untuk meningkatkan daya guna barang,
4) Untuk meningkatkan peredaran barang,
5) Sebagai stabilitas ekonomi,
6) Untuk meningkatkan kegairahan berusaha,
7) Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan nasional,
8) Untuk meningkatkan hubungan internasional.
2.3.1 Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit
Ada beberapa aspek yang diperlukan perbankan sebagai bahan
pertimbangan dalam pemberian kredit pada debiyur yaitu dengan 5 of C dan studi
kelayakan. Dengan 5 of C, yaitu:
1. Character
Analisis ini untuk mengetahui sifat atau watak calon nasabah. Watak dapat
dilihat dari masa lalu nasabah melalui pengamatan, pengalaman, riwayat
hidup, maupun hasil wawancara.
2. Capacity
Analisis yang digunakan untuk melihat kemampuan nasabah dalam membayar
kredit. Untuk menilai kemampuan nasabah dapat dinilai dari dokumen yang
dimiliki, hasil konfirmasi dengan pihak yang memiliki kewenangan
mengeluarkan surat tertentu (misalnya penghasilan seseorang), hasil
3. Capital
Analisis ini digunakan untuk menilai modal yang dimiliki oleh nasabah untuk
membiayai kredit. Hal ini penting karena bank tidak akan membiayai kredit
tersebut 100%. Artinya harus ada modal dari nasabah. Tujuannya adalah jika
nasabah juga ikut memiliki modal yang ditanamkan pada kegiatan tersebut,
nasabah juga akan merasa memiliki sehingga termotivasi untuk bekerja
sungguh-sungguh agar usaha tersebut berhasil, dan mampu membayar
kewajiban kreditnya.
4. Condition
Analisis ini digunakan untuk menilai kondisi umum saat ini dan yang akan
datang tentunya. Kondisi yang akan dinilai terutama kondisi ekonomi saat ini,
apakah layak untuk membiayai kredit untuk sektor tertentu.
5. Collateral
Analisis yang menilai jaminan yang diberikan nasabah kepada bank dalam
rangka pembiayaan kredit yang diajukannya. Jaminan ini digunakan sebagai
alternatif terakhir bagi bank untuk berjaga-jaga kalau terjadi kemacetan
terhadap kredit yang dibiayai.
2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilaksanakan ini merujuk pada penelitian yang telah dilakukan
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama
Peneliti dan
Tahun
Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Friska
Current ratio, debt to equity ratio, account receivable turn over, net profit margin, return on assets
Current ratio dan debt to equity ratio
debt to total assets ratio, quick ratio, net profit margin, return on investment
2.5 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesis atau eksplorasi dari tinjauan teori
dan penelitian terdahulu yang mencerminkan keterkaitan antar variabel yang
diteliti dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian secara
merumuskan hipotesis. Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari empat variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas yang
digunakan yaitu variabel CAR, NPL, ROA, dan LDR dan variabel terikat yang
digunakan tingkat penyaluran kredit bank. Sebagai dasar untuk merumuskan
hipotesis, berikut kerangka pikir teoritis yang menunjukkan pengaruh variabel
CAR, NPL, ROA, dan LDR terhadap kredit dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
H1
Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui
teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu variabel-variabel bebas dengan
variabel yang terikat.
Rasio keuangan bank merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat
kesehatan bank dalam hal posisi keuangan bank tersebut. Jika rasio keuangan
bank menunjukkan angka yang baik, maka bank tersebut dapat dikatakan sehat
atau dalam posisi keuangan yang stabil.
Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) atau CAR digunakan
untuk mengukur rasio kinerja bank khususnya untuk mengukur kecukupan modal
yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan
risiko, misalnya kredit yang diberikan. Semakin besar CAR suatu bank maka akan
semakin baik pula kemampuan bank dalam menanggung risiko kerugian yang
kemungkinan dihadapi bank tersebut terutama dalam menyalurkan kredit yang
memiliki bobot risiko yang cukup besar.
Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) atau NPL merupakan salah
satu indikator kesehatan aset bank. NPL yang digunakan adalah NPL neto yaitu
NPL yang telah disesuaikan. Penilaian kualitas aset merupakan penilaian terhadap
kondisi aset bank dan kecukupan manajemen risiko kredit. Semakin tinggi nilai
NPL (diatas 5%) maka bank tersebut tidak sehat atau berada pada kondisi yang
kurang baik. NPL yang tinggi menyebabkan menurunnya laba yang akan diterima
oleh bank. Penurunan laba yang diakibatkan banyaknya kredit bermasalah akan
menyebabkan bank tersebut akan lebih selektif dalam menyalurkan kredit atau
Rasio return on assets (ROA) merupakan kemampuan dari modal yang
diinvestasikan ke dalam seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan. ROA menggunakan laba sebagai salah satu cara untuk menilai
efektivitas dalam penggunaan aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba.
Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula ROA, hal itu
berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam penggunaan aktiva untuk
menghasilkan keuntungan. Dan keuntungan tersebut merupakan salah satu
kontribusi dari tingkat kredit yang diberikan besar dengan tingkat NPL yang dapat
ditekan.
Rasio Loan Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio keuangan perusahaan
perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR adalah suatu
pengukuran yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain
yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman nasabah. Rasio ini
digunakan untuk mengukur likuiditas. Rasio LDR yang tinggi menunjukkan
bahwa suatu bank meminjamkan seluruh dananya atau relatif tidak likuid,
sebaliknya rasio yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan
kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan. LDR disebut juga rasio kredit
terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak
ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Semakin besar LDR suatu bank maka
semakin besar pula kredit yang diberikan kepada nasabah yang dananya berasal
dari dana pihak ketiga atau dana dari para nasabah bank tersebut yang mencakup
deposito berjangka, giro, dan tabungan.
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara dari permasalahan penelitian
yang biasa dirumuskan dalam bentuk yang dapat diuji secara empiris. Dalam
suatu penelitian, hipotesis merupakan pedoman karena data yang dikumpulkan
adalah data yang berhubungan dengan variabel-variabel yang dinyatakan dalam
hipotesis tersebut. Berdasarkan latar belakang, tinjauan teoritis dan kerangka
konseptual diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1 : CAR berpengaruh secara parsial terhadap Tingkat Penyaluran Kredit.
H2 : NPL berpengaruh secara parsial terhadap Tingkat Penyaluran Kredit.
H3 : ROA berpengaruh secara parsial terhadap Tingkat Penyaluran Kredit.
H4 : LDR berpengaruh secara parsial terhadap Tingkat Penyaluran Kredit.
H5 : CAR, NPL, ROA dan LDR berpengaruh secara simultan terhadap