PENGARUH JUMLAH PALM OIL FLY ASH TERHADAP
MICROSTRUKTUR DAN SIFAT MEKANIS METAL MATRIX
COMPOSITE ( MMC ) DENGAN METODE STIR CASTING
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Oleh :
RAMADHAN DAULAY (090401001)
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
PENGARUH JUMLAH PALM OIL FLY ASH TERHADAP
MICROSTRUKTUR DAN SIFAT MEKANIS METAL MATRIX
COMPOSITE ( MMC ) DENGAN METODE STIR CASTING
RAMADHAN DAULAY
NIM. 090401001
Telah diperiksa dan disetujui dari Hasil Seminar Tugas Skripsi Periode ke 676, pada Tanggal 08 Januari 2014
Pembanding I, Pembanding II,
PENGARUH JUMLAH PALM OIL FLY ASH TERHADAP
MICROSTRUKTUR DAN SIFAT MEKANIS METAL MATRIX
COMPOSITE ( MMC ) DENGAN METODE STIR CASTING
RAMADHAN DAULAY
NIM. 090401001
Telah diperiksa dan disetujui dari Hasil Seminar Tugas Skripsi Periode ke 676, pada Tanggal 08 Januari 2014
Telah Disetujui Oleh Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Tiada daya dan kekuatan selain dari-Nya. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW. Alhamdulillah, atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang dipilih diambil dari mata kuliah Pengecoran Logam, yaitu “ PENGARUH JUMLAH PALM OIL FLY ASH TERHADAP
MICROSTRUKTUR DAN SIFAT MEKANIS METAL MATRIX
COMPOSITE (MMC) DENGAN METODE STIR CASTING”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi, pengetahuan, dan lain-lain dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literatur, serta bimbingan dan arahan dari Bapak Ir. Tugiman, MT sebagai Dosen Pembimbing.
Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Muhammad Sholeh Daulay (alm), dan Ibunda Masriani Siregar, adik-adik tersayang (Mhd Rivai Daulay dan Leli Mahrani Daulay) atas doa, kasih sayang, pengorbanan, tanggung jawab yang selalu menyertai penulis, dan memberikan penulis semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Tugiman, MT sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang banyak memberi arahan, bimbingan, motivasi, nasehat, dan pelajaran yang sangat berharga selama proses penyelesaian Skripsi ini.
4. Bapak Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri dan Ir.Syahril Gultom, MT selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU.
5. Seluruh Staf Pengajar DTM FT USU yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis hingga akhir studi selesai, dan seluruh pegawai administrasi DTM FT USU, juga kepada staf Fakultas Teknik.
6. Teman satu tim (Febrial Yasman Nst) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergabung dalam penyelesaian tugas sarjana ini.
7. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin stambuk 2009, khususnya (Indro Pramono, Tri Septian Marsah, Harri Rusadi, Nazaruddin, Wahyu Hamdani, Guruh Andryan, Habib, rahmad hidayat, arrohim ) yang banyak memberi motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu yang didapat selama dibangku kuliah. Apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan serta bahasa yang tidak tepat dalam skripsi ini sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan yang membacanya. Amin Ya Rabbal Alamin.
Medan, Januari 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK...iii
ABSTRACT...iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR NOTASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1.Tujuan Umum ... 3
1.3.2.Tujuan Khusus ... 3
1.4. Batasan Masalah ... 3
1.5. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aluminium ... 5
2.1.1. Sejarah Aluminium...6
2.1.2. Sifat – Sifat Aluminium...8
2.1.3. Paduan Aluminium – Silicon (AlSi) ... 9
2.1.4. Metal Matrix Composites (MMC) ... 11
2.2. Fly Ash ... 12
2.2.1.1. Sifat Kimia Dan Sifat Fisika Fly Ash Batubara..14
2.2.2. Palm Oil Fly Ash ( POFA )...14
2.3. Pengecoran ... 17
2.3.1. Sejarah Pengecoran... ... 17
2.3.2. Teori Pengecoran... ...18
2.3.3. Proses Pengecoran...18
2.3.4. Pembuatan Cetakan ... 21
2.3.5. Pengecoran Metal Composites (MMC) Dengan Metode Stir Casting ... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu ... 24
3.2. Bahan, Peralatan dan Metode ... 24
3.2.1.Bahan ... 24
3.2.2.Alat ... 27
3.2.3.Metode ... 34
3.3. Metode Pengujian ... 37
3.3.1. Uji Metallograpy...37
3.3.2. Uji Tarik ... 38
3.3.3. Uji kekerasan ... 40
3.3.4. Uji Impak ... 41
3.4 Diagram Alir ... 42
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Komposisi. ... 43
4.1.1. Pengujian Komposisi Fly Ash...43
4.1.2. Hasil Uji Komposisi Raw Material ... 43
4.3. Hasil Pembuatan Spesimen Dari Proses Peleburan ... 46
4.4. Hasil Pengujian ... 46
4.4.1. Hasil Pengujian Densitas ... 47
4.4.2. Hasil Pengujian Kekerasan ... 48
4.4.3. Hasil Pengujian Impak ... 48
4.4.4. Hasil Pengujian Tarik (Tensile Test) Metal Matrix Composite Variasi Komposisi ... 58
4.4.5. Hasil Pengujian Photo Mikro ... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 76
5.2. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Diagram fasa Al-Si (Zulaina Sari Rahmawati, 2010) ... 9
Gambar 2.2. Daerah Diagram Fasa Al-Si (Zulaina Sari Rahmawati, 2010) ... 10
Gambar 2.3. (a) Mikrostruktur Al-Si hipoeutektik ... 11
Gambar 2.3. (b) Mikrostruktur Al-Si eutektik ... 11
Gambar 2.3. (c) Mikrostruktur Al-Si hipereutektik ... 11
Gambar 2.4. Abu Terbang (Palm Oil Fly Ash) ... 15
Gambar 2.5. (a) Bottom ash sesudah di grinding ... 15
Gambar 2.5. (b) Bottom ash sebelum di grinding...15
Gambar 2.6. Dapur peleburan (www.dcu.ie)...22
Gambar 3.1. Aluminium Ingot Tipe A356 (a) sebelum dipotong...25
Gambar 3.1. Aluminium Ingot Tipe A356 (a) sebelum dipotong ... 25
Gambar 3.2. Palm Oil Fly ash...25
Gambar 3.3. Cover Fluks...26
Gambar 3.4. Magnesium...26
Gambar 3.5. Bahan bakar (arang Kayu)...27
Gambar 3.6. Dapur Peleburan...27
Gambar 3.7. Krusibel Grafit...28
Gambar 3.8. Termokopel Type –K...28
Gambar 3.9. Timbangan Digital...29
Gambar 3.10. Blower...29
Gambar 3.11. Polishing...30
Gambar 3.13. OES (Optical Emission Spectrometer)...31
Gambar 3.14. Alat uji tarik Torsion Type AMU-10...31
Gambar 3.15. Alat uji Brinell...32
Gambar 3.16. Alat uji impak...32
Gambar 3.17. Mesin Pemotong...33
Gambar 3.18. Electric Muffle Furnaces ... 33
Gambar 3.19. Pengayakan Fly ash ... 34
Gambar 3.20. Pemanasan Fly ash ... 35
Gambar 3.21. Pemotongan dan Penimbangan Aluminium-Fly Ash... 35
Gambar 3.22. Tahapan Proses Pembuatan Metal Matrix Composit ... 36
Gambar 3.23. Set Up Pengujian Metallography ... 37
Gambar 3.24. Set Up Pengujian Tarik ... 39
Gambar 3.25. Uji Kekerasan ... 41
Gambar 4.1. Grafik Dimensi Butir Fly Ash vs Volume ... 44
Gambar 4.2. Grafik Dimensi Butir Fly Ash vs Massa ... 45
Gambar 4.3. Grafik Butir Fly ash Vs Kekerasan ... 45
Gambar 4.4. Grafik Densitas Metal Matrix Composit (MMC)... 47
Gambar 4.5. Komposisi Fly Ash temperature 760º Vs Kekerasan ... 48
Gambar 4.6. (a) Sampel Impak Sebelum di Uji ... 49
Gambar 4.6. (b) Sampel Impak Setelah di Uji ... 49
Gambar 4.6. (c) Penampang Patahan... 49
Gambar 4.7. (a) Sampel Impak sebelum di Uji ... 50
Gambar 4.7. (b) Sampel Impak Setelah di Uji ... 50
Gambar 4.8. (a) Sampel Impak Sebelum di Uji ... 51
Gambar 4.8. (b) Sampel Impak Setelah di Uji ... 51
Gambar 4.8. (c) Penampang Patahan... 51
Gambar 4.9. (a) Sampel Impak Sebelum di Uji ... 53
Gambar 4.9. (b) Sampel Impak Setelah di Uji ... 53
Gambar 4.9. (c) Penampang Patahan... 53
Gambar 4.10. (a) Sampel Impak Sebelum di Uji ... 54
Gambar 4.10. (b) Sampel Impak Setelah di Uji ... 54
Gambar 4.10. (c) Penampang Patahan... 54
Gambar 4.11. (a) Sampel Impak sebelum di Uji ... 55
Gambar 4.11. (b) Sampel Impak Setelah di Uji ... 55
Gambar 4.11. (c) Penampang Patahan...55
Gambar 4.12. Grafik Komposisi Fly Ash vs Energi Yang Diserap ... 57
Gambar 4.13. Grafik Komposisi Fly Ash vs Nilai Impak ... 57
Gambar 4.14. (a) Sampel Impak sebelum Ditarik ... 58
Gambar 4.14. (b) Sampel Impak Setelah Ditarik ... 58
Gambar 4.15. Kurva Hasil Uji Tarik 2,5 % Fly Ash...59
Gambar 4.16. Kurva Hasil Uji Tarik 5 % Fly Ash ... 59
Gambar 4.17. Kurva Hasil Uji Tarik 7,5 % Fly Ash ... 60
Gambar 4.18. Kurva Hasil Uji Tarik 10 % Fly Ash ... 60
Gambar 4.19. Kurva Hasil Uji Tarik 12,5 % Fly Ash ... 61
Gambar 4.20. Kurva Hasil Uji Tarik Raw Material Al-Si...61
Gambar 4.21. GrafikHasil Uji Tari Kekuatan vs % Palm Oil Fly Ash ... 66
Gambar 4.23. Grafik % Ash vs Modulus Elastisitas...71
Gambar 4.24. Mikrostruktur 2,5 % Fly Ash 100x ... 71
Gambar 4.25. Mikrostruktur 2,5 % Fly Ash 200x ... 72
Gambar 4.26. Mikrostruktur 5 % Fly Ash 100x ... 72
Gambar 4.27. Mikrostruktur 5 % Fly Ash 200x ... 73
Gambar 4.28. Mikrostruktur 7,5 % Fly Ash 100x ... 73
Gambar 4.29. Mikrostruktur 7,5 % Fly Ash 200x ... 74
Gambar 4.30. (a) Mikrostruktur 10 % Fly Ash 100x ... 74
Gambar 4.30. (b)Mikrostruktur 12,5 % Fly Ash 100x...74
Gambar 4.31. (a) Mikrostruktur 10 % Fly Ash 200x ... 75
Gambar 4.31. (b)Mikrostruktur 12,5 % Fly Ash 200x...75
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Salah Satu Jenis Abu Terbang...14
Tabel 2.2. Chemical Composition Of OPC and Palm Oil Fuel...16
Tabel 4.1. Hasil Uji Komposisi Fly Ash... 43
Tabel 4.2. Komposisi Aluminium A356...43
Tabel 4.3. Komposisi Pencampuran sampel Uji Tensil...43
DAFTAR
NOTASI
Simbol Arti Satuan
P Beban kgf
D Diameter mm
σ Tegangan MPa
ε Regangan %
E Modulus Elastisitas GPa
Lf Panjang Akhir mm
Lo Panjang Awal mm
∆L Pertambahan Panjang mm
A Luas Penampang mm2
K Nilai Impak joule/mm²
ABSTRAK
Proses pengolahan kelapa sawit di PKS memanfaatkan sumber energi yang
berasal dari cangkang dan fiber kelapa sawit dimana proses pembakaran bahan
bakar cangkang dan fiber di ruang bakar boiler menghasilkan sisa hasil
pembangkaran berupa palm oil fly ash yang jumlahnya cukup banyak. Palm oil
Fly ash ini biasanya dibiarkan begitu saja di areal pabrik kelapa sawit yang
tentunya dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan ketidaknyamanan
terhadap para pekerja. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk melihat
peluang pemanfaatan fly ash sebagai bahan pemerkuat pada pembuatan metal
matrix composite (MMC) dengan berbagai variasi komposisi palm oil fly ash .
Palm oil Fly ash yang digunakan pada penelitian ini diambil dari Pabrik kelapa
Sawit (PKS) di daerah kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dengan ukuran
74m dan sebelum digunakan palm oil fly ash ini dipanaskan hingga 850o C di
dalam furnace untuk menghilangkan moisture dan fraksi yang masih bisa
terbakar. Pada pembuatan MMC variasi komposisi fly ash dilakukan mulai 2.5, 5,
7.5, 10 dan 12,5% proses pencampuran fly ash dilakukan pada saat aluminium
telah mencair di dalam crusibel grafit diikuti proses pengadukan selama 5 menit,
penambahan Mg sekitar 1,5% dilakukan pada cairan untuk memperbaiki
wettability dari aluminium dan penuangan dilakukan pada temperatur 760oC.
Hasil penelitian memperlihatkan penambahan fly ash pada pembuatan MMC
dapat meningkatkan kekerasan, dimana kekerasan tertinggi 82,6 BHN diperoleh
pada komposisi 10% fly ash dan terendah pada komposisi 2,5% fly ash. Hasil
pengujian impak memperlihatkan secara umum penambahan fly ash tidak
menurunkan kekuatan impak secara signifikan. Hasil pengujian mikrostruktur
dapat dilihat palm oil fly ash terdapat diantara matrik aluminium tetapi distribusi
fly ash tersebut belum merata pada semua bagian.
ABSTRACT
The processing of palm oil in the MCC source utilizing energy resource derived
from palm oil shell and fiber in which the process of fuel shell and fiber
combustion in the boiler combustion chamber producing the remaining results in
the form of palm oil fly ash which are quite plenty . This palm oil fly ash is
usually left alone in the area of oil palm mills that certainly can cause
environmental pollution and inconvenience to workers . Therefore, this study aims
to look into the chance of the utilization of fly ash as the strengthening material in
the manufacture of metal matrix composite ( MMC ) with wide variety of fly ash
composition of palm oil . Palm oil fly ash used in this study were drawn from
Palm Oil Factory ( PKS ) in the Deli Serdang, North Sumatra with a size 74 m
and before being used, this palm oil fly ash is heated to 850oC in a furnace to
remove moisture and fractions that are still can be burned . In the manufacture of
fly ash composition variations MMC are carried out from 2.5 , 5 , 7.5 , 10 and
12.5 % fly ash mixing process is done at the time in which aluminum was melted
in a crusibel graphite following the stirring for 5 minutes , addition of about 1.5
% Mg in the fluid to improve wettability of aluminum and casting is done at a
temperature of 760oC . The result of the research shows that the addition of fly ash
in the manufacture of MMC can increase hardness , in which 82.6 BHN where the
highest hardness was obtained at the composition of 10 % fly ash and the lowest
at 2.5 % fly ash composition . The impact test result shows that in general the
addition of fly ash does not significantly decrease the impact strength . In the
microstructure test result can be seen that palm oil fly ash exists among the
aluminum matrix , but the distribution of the fly ash is not uniform in the all parts
. The result of the above study shows that palm oil fly ash can be utilized for the
manufacture of metal matrix composite with aluminium as the matrix , but the
method of manufacture needs to be completed further to obtain optimum results
because the stir casting method has not been able to achieve a homogeneous
distribution of the fly ash.
Keywords : Palm Oil Fly Ash , stir casting , MMC
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini perkembangan teknologi diharapkan menggunakan kekayaan
alam dengan hemat tetapi tetap dapat menghasilkan sebuah produk dengan
kualitas baik. Di bidang material banyak dilakukan
pengembangan-pengembangan untuk mendapatkan material dengan sifat yang diinginkan. Metal
Matrix Composite ( MMC ) atau komposit matriks logam adalah salah satu cara
untuk mendapatkan material dengan sifat-sifat yang diinginkan. Komposit matriks
logam ini merupakan kombinasi antara logam sebagai penyusun utama ( matrix )
dengan material lainnya sebagai penguat. Salah satu material yang banyak
dikembangkan adalah Aluminium karena Aluminium merupakan salah satu bahan
yang sangat banyak dipergunakan dalam bidang teknik dikarenakan memiliki sifat
yang tahan korosi dan ringan, tetapi Aluminium juga memiliki kelemahan yakni
kekerasan yang rendah sehingga tidak tahan terhadap gesekan (friction). Proses
melebur aluminium saat ini banyak dilakukan secara konvensional sehingga
kualitas hasil coran masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini terjadi disebabkan
metode pengecoran yang digunakan tidak dapat mengontrol variable-variabel
yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas dari hasil coran, beberapa variable
yang dapat menurunkan kualitas coran diantaranya adalah kontaminan yang
masuk ke coran, serta unsur Fe yang terdifusi kedalam aluminium.
Selain itu Metal Matrix Composite ( MMC ) telah berkembang
penggunaannya beberapa tahun ini sekarang sudah banyak dikembangkan dengan
bahan penguat yang memmpunyai unsur seperti SiC, Al2O3, B4C berupa serat
pendek (Van den berg, 1998), dalam penelitian bienias dkk melaporkan ada
kekurangan seragaman dalam distribusi komposit pada paduan aluminium - fly
ash yang dibuat dengan teknik gravity dan squeezes casting. Oleh karena itu
penulis mencoba meneliti palm oil fly ash ( pofa ) sebagai pemerkuat dalam
pembuatan Metal Matrix Composite ( MMC ) menggunakan aluminium sebagai
matrixnya dengan menggunakan metode stir casting yaitu metode pengecoran
melebur Aluminium murni hingga cair kemudian memasukkan komposit ke
dalam aluminium cair tersebut dan diaduk dengan kecepatan dan waktu tertentu.
Dan seperti yang kita ketahui sudah banyak penelitian tentang metal
matrix composite ini seperti Zulfikar (2012) meneliti sifat fisis dan mekanis
komposit aluminium-fly ash dengan fraksi berat fly ash dengan temperatur
sintering didapat fraksi berat penguat fly ash berpengaruh terhadap sifat fisis dan
mekanis Al-MMCs, karena penambahan fly ash akan memperkuat ikatan antar
partikel bila penguat fly ash sampai 5% tetapi sifat fisis akan turun bila fly ash
ditambah sampai 7,5%. Kemudian Agus Suprihanto, Budi Setyana (2006)
meneliti pengujian mekanik dan fisik pada metal matrix composite (MMC)
aluminium-fly ash dengan persentase fly ash 5%, 10%, 15% . Hasil penelitian
menunjukkan penambahan 5%, 10%, 15% fly ash meningkatkan harga kekerasan
sebesar 10,76%, 19,85%, 30,02% dan kekuatan tariknya juga meningkat sebesar
16,13%, 15,06%, 14,02% serta pengujian mikrografi menunjukkan semakin
banyaknya jumlah fly ash pada matriks aluminium seiring dengan penambahan
persentasenya dan persebarannya tidak merata.
Palm Oil Fly Ash merupakan sisa hasil pembakaran yang terjadi di ruang
bakar boiler dimana satu unit Pabrik Kelapa Sawit kapasitas 30 ton/jam paling
tidak membutuhkan 3 ton bahan bakar cangkang dan fiber setiap jamnya jika
terdapat sisa hasil pembakaran maka dapat kita bayangkan betapa banyaknya
Palm Oil Fly Ash yang dihasilkan dalam sehari,sebulan, dan seterusnya. Palm Oil
Fly Ash ini sangat mudah kita jumpai di pabrik-pabrik kelapa sawit yang ada di
sumatera utara dan dikategorikan sebagai limbah karena jarang sekali
dimanfaatkan atas pertimbangan inilah penulis ingin meneliti tentang pengaruh
komposisi berat palm oil fly ash sebagai pemerkuat dalam pembuatan metal
matrix composite (MMC).
1.2 Perumusan Masalah.
Permasalahan yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah
pengaruh penambahan Palm oil fly ash sebagai partikel penguat terhadap sifat
mekaniknya Aluminium.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuat Metal Matriks Composite Aluminium – Palm oil fly ash dengan metode stir casting.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara terperinci , penelitian ini memiliki tujuan khusus yang terdiri atas beberapa poin yaitu :
1. Mengetahui proses pembuatan Metal Matriks Composite Aluminium-Palm
Oil Fly Ash dengan metode stir casting.
2. Mendapatkan persentase berat percampuran yang baik antara fly ash palm
oil dengan aluminium dalam pembuatan metal matrix composite (MMC)
3. Mengetahui pengaruh jumlah palm oil fly ash terhadap mikrostruktur,
impak, kekerasan dari aluminium yang telah dilebur kembali dengan
penambahan palm oil fly ash.
1.4 Batasan Masalah
Dengan melihat begitu banyaknya faktor yang terdapat dalam pengecoran
aluminium palm oil fly ash ini, penulis membuat batasan masalah agar tujuan dan
target penelitian dapat dicapai sesuai perencanaan. Batasan masalah penelitian ini
adalah :
1. Pembuatan coran Aluminium palm oil fly ash dengan menggunakan
metode stir casting hanya dibatasi dengan menggunakan variasi persentase
berat fly ash yaitu 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 12,5% dan dengan kecepatan
pengadukan konstan.
2. Pengamatan struktur mikro setelah dilakukan proses pengecoran.
3. Pengujian sifat mekanis setelah dilakukan proses pengecoran meliputi uji
1.5 Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini menggunakan metode penganalisaan dengan hasil uji.
Kemudian hasil akan disajikan kedalam tulisan yang terdiri dari 5 bab.
Bab I : Pendahuluan
Bab ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai Tugas Akhir yang meliputi,
pembahasan tentang latar belakang, batasan masalah, tujuan, dan sistematika
penulisan.
Bab 2 : Tinjauan Pustaka
Berisikan landasan teori dan studi literatur yang berkaitan dengan pokok
permasalahan serta metode pendekatan yang digunakan untuk menganalisa
persoalan.
Bab 3 : Metodologi Penelitian
Berisikan metode pembuatan Metal matriks composite menggunakan Aluminium
sebagai matrix dan fly ash sebagai penguat. Berisi juga spesifikasi dari bahan
yang digunakan dan jumlah campuran yang digunakan dalam proses pembuatan
serta berisi langkah-langkah pengujian yang digunakan dalam pengamatan
Bab 4 : Analisa Data dan Pembahasan
Berisikan penyajian hasil yang diperoleh dari uji impak, uji kekerasan, uji tarik
dan hasil pengamatan foto mikro.
Bab 5 : Kesimpulan dan Saran
Berisikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan saran untuk penelitian
selanjutnya.
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aluminium
Aluminium merupakan logam non-ferrous dan merupakan logam kedua
terbesar yang dipergunakan oleh industri komponen setelah baja. Kelebihan dari
logam Aluminium adalah memiliki berat sepertiga dari berat baja (ρ: 2,7 g/cm3), memiliki konduktifitas panas dan listrik yang baik, ratio kekuatan dan berat yang
tinggi, tahan terhadap korosi, memiliki sifat formability yang baik serta mudah
dicetak. Aluminium merupakan salah satu material yang sangat banyak
dipergunakan dalam bidang teknik, namun sangat jarang dipergunakan dalam
kondisi Aluminium murni. Aluminium yang dijumpai dalam bidang teknik
kebanyakan dalam bentuk alloy dengan unsur penambah utama seperti Silikon,
Copper, Magnesium, Iron, Mangan dan Zincum (Nadca, 1997).
Secara umum, penambahan logam paduan hingga konsentrasi tertentu
akan meningkatkan kekuatan tensil dan kekerasan, serta menurunkan titik lebur.
Jika melebihi konsentrasi tersebut, umumnya titik lebur akan naik disertai
meningkatnya kerapuhan akibat terbentuknya senyawa, kristal, atau granula dalam
logam. Namun, kekuatan bahan paduan Aluminium tidak hanya bergantung pada
konsentrasi logam paduannya saja, tetapi juga bagaimana proses perlakuannya
hingga Aluminium siap digunakan, apakah dengan penempaan, perlakuan panas,
penyimpanan, dan sebagainya (Makalah Aluminium, 2009).
Aluminium sekrap yang selama ini memiliki nilai ekonomis yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan Aluminium murni dikarenakan proses
pegecoran yang tidak sempurna. Aluminium sekrap telah digunakan untuk
pembuatan sudu impeller dan brake disc melalui proses pengecoran, dimana
hasilnya bagus dengan casting yield 73,59% untuk impeller dan 85,1% untuk disc
brake (Abolarin,etl, 2007).
Pengecoran Aluminium akan berakibat penurunan sifat mekanis (tarik
(Purnomo,2004). Porositas yang terjadi pada saat pengecoran Aluminium dapat
dieleminir dengan mengontrol gas/oksigen dan variable pengecoran lainnya
seperti, temperatur, laju pembekuan, laju pendinginan (Melo,M.L.N.M.,etl., 2005)
yang dapat dilakukan dengan tersedianya dapur peleburan yang memadai.
Parameter pembekuan sangat dipengaruhi laju pendinginan, keadaan
temperatur pada berbagai fasa berubah dengan peningkataan laju pendinginan,
peningkatan laju pendinginan secara signifikan meningkatkan temperatur
pengintian Aluminium (Dobrzanski, dkk, 2006).
Penambahan Si dan Cu pada Aluminium akan meningkatkan kekerasan
dan kekuatan tarik Aluminium dan penambahan unsur Ti juga dapat
meningkatkan kekerasan dan menghaluskan butir dari Aluminium. Komposisi
paduan dan pemilihan proses pengecoran dapat mempengaruhi struktur mikro
dari Aluminium paduan. Struktur mikro dapat dirubah dengan penambahan
elemen tertentu pada paduan Aluminium seperti mampu cor, sifat mekanis dan
mampu mesin yang baik dapat diperbaiki (Brown, 1999).
2.1.1. Sejarah Aluminium
Aluminium diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Orang-orang Yunani
dan Romawi kuno menggunakan alum sebagai cairan penutup pori-pori dan bahan
penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1787, Lavoisier menebak bahwa unsur ini
adalah Oksida logam yang belum ditemukan. Pada tahun 1761, de Morveau
mengajukan nama alumine untuk basa alum. Pada tahun 1827, Wohler disebut
sebagai ilmuwan yang berhasil mengisolasi logam ini. Pada tahun 1807, Davy
memberikan proposal untuk menamakan logam ini Aluminum, walau pada
akhirnya setuju untuk menggantinya dengan Aluminium. Nama yang terakhir ini
sama dengan nama banyak unsur lainnya yang berakhir dengan “ium”.
C.M. Hall seorang berkebangsaan Amerika dan Paul Heroult
berkebangsaan Prancis, pada tahun 1886 mengolah Aluminium dari Alumina
dengan cara elektrolisa dari garam yang terfusi. Selain itu Karl Josep Bayer
seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman mengembangkan proses yang dikenal
Proses Bayer ini mendapat Aluminium dengan memasukkan bauksit halus
yang sudah dikeringkan kedalam pencampur lalu diolah dengan soda api (NaOH)
dibawah pengaruh tekanan dan suhu diatas titik didih. NaOH akan bereaksi
dengan bauksit menghasilkan Aluminat Natrium yang larut. Selanjutnya tekanan
dikurangi dengan ampas yang terdiri dari oksida besi, Silicon, Titanium dan
kotoran-kotoran lainnya dipisahkan. Lalu Alumina Natrium tersebut dipompa ke
tangki pengendapan dan dibubuhkan kristal hidroksida Alumina sehingga kristal
itu menjadi inti kristal. Inti dipanaskan diatas suhu 980°C dan menghasilkan
Alumina dan dielektrosida sehingga terpisah menjadi oksigen dan Aluminium
murni.
Pada setiap 1 kilogram Aluminium memerlukan 2 kilogram Alumina dan 4
kilogram bauksit, 0,6 kilogram karbon, criolit dan bahan-bahan lainnya.
Penggunaan Aluminium ini menduduki urutan kedua setelah besi dan baja dan
tertinggi pada logam bukan besi untuk kehidupan industri.
Secara historis, pengembangan praktek pengecoran untuk Aluminium dan
paduannya merupakan prestasi yang relatif baru. Paduan Aluminium tidak
tersedia dalam jumlah yang substansial untuk pengecoran tujuan hingga lama.
Setelah penemuan pada tahun 1886 dari proses elektrolitik pengurangan
Aluminium oksida oleh Charles Martin Hall di Amerika Serikat dan Paul Heroult
di Perancis. Meskipun penemuan Hall disediakan Aluminium dengan biaya sangat
kecil, nilai penuh dari Aluminium sebagai bahan pengecoran tidak didirikan
sampai paduan cocok untuk proses pengecoran yang sedang berkembang. Sejak
sekitar 1915, kombinasi keadaan-secara bertahap mengurangi biaya, perluasan
transportasi udara, pengembangan pengecoran paduan spesifik, sifat yang lebih
baik, dan dorongan yang diberikan oleh dua perang dunia telah mengakibatkan
penggunaan terus meningkat dari Aluminium coran. Aluminium dan Magnesium
paduan coran, logam ringan, yang membuat langkah-langkah cepat ke arah
penggunaan teknik yang lebih luas.
Aluminium dasar paduan mungkin secara umum akan ditandai sebagai
sistem eutektik, mengandung bahan intermetalik atau unsur-unsur sebagai fase
berlebih. Karena kelarutan relatif rendah sebagian besar elemen paduan dalam
Aluminium dapat berisi beberapa fasa logam, yang terkadang cukup kompleks
dalam komposisi. Fasa ini biasanya lebih larut lumayan dekat suhu eutektik dari
pada suhu kamar, sehingga memungkinkan untuk panas-mengobati beberapa dari
paduan oleh solusi dan penuaan panas-perawatan (Purnomo, 2004).
2.1.2. Sifat-sifat Aluminium
Aluminium telah menjadi salah satu logam industri yang paling luas
penggunaannya di dunia. Aluminium banyak digunakan di dalam semua sektor
utama industri seperti angkutan, konstruksi, listrik, peti kemas dan kemasan, alat
rumah tangga serta peralatan mekanis.
Adapun sifat-sifat Aluminium antara lain sebagai berikut:
a) Ringan
Memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan
banyak digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara.
b) Tahan terhadap korosi
Sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang
dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur
kimia lainnya, baik di ruang angkasa atau bahkan sampai ke dasar
laut.
c) Kuat
Aluminium memiliki sifat yang kuat terutama bila dipadu dengan
logam lain. Digunakan untuk pembuatan komponen yang
memerlukan kekuatan tinggi seperti: pesawat terbang, kapal laut,
bejana tekan, kendaraan dan lain-lain.
d) Mudah dibentuk
Proses pengerjaan Aluminium mudah dibentuk karena dapat
disambung dengan logam/material lainnya dengan pengelasan,
brazing, solder, adhesive bonding, sambungan mekanis, atau dengan
teknik penyambungan lainnya.
e) Konduktor listrik
dibandingkan dengan tembaga. Karena Aluminium tidak mahal dan
ringan, maka Aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik
overhead maupun bawah tanah (Surdia, T. 1992).
f) Konduktor panas
Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-alat
pemindah panas sehingga dapat memberikan penghematan energi.
2.1.3. Paduan Aluminium-Silicon ( AlSi )
Paduan Al-Si ditemukan oleh A. Pacz tahun 1921. Paduan Al-Si yang
telah diperlakukan panas dinamakan Silumin. Sifat – sifat silumin sangat
diperbaiki oleh perlakuan panas dan sedikit diperbaiki oleh unsur paduan. Paduan
Al-Si umumnya dipakai dengan 0,15% – 0,4% Mn dan 0,5 % Mg. Paduan yang
diberi perlakuan pelarutan (solution heat treatment), quenching, dan aging
dinamakan silumin, dan yang hanya mendapat perlakuan aging saja dinamakan
silumin. Paduan Al-Si yang memerlukan perlakuan panas ditambah dengan Mg
juga Cu serta Ni untuk memberikan kekerasan pada saat panas. Bahan paduan ini
biasa dipakai untuk piston kendaraan (Surdia, 1992).
Paduan Aluminium memiliki daerah sistem biner mulai dari sistem yang
paling sederhana hingga sistem yang paling kompleks. Secara garis besar paduan
[image:30.612.190.456.156.360.2]Aluminium-Si dibagi 3 daerah utama yaitu :
Gambar 2.2 Daerah Diagram Fasa Al-Si ( Zulaina Sari Rahmawati, 2010 )
1. Daerah Hipoeutektik
Pada daerah ini terdapat kandungan silikon < 11,7% dimana struktur
mikro akhir yang terbentuk pada fasa ini adalah fasa α – aluminium dan eutektik (gelap) yang kaya aluminium yang memiliki kekerasan 90 HB, Struktur mikro
hipoeutektik diperlihatkan pada gambar 2.3 ( a ).
2. Daerah Eutektik
Pada komposisi ini paduan Al-Si dapat membeku secara langsung (dari
fase cair ke padat). Kandungan silikon yang terkandung didalamnya sekitar 11,7%
sampai 12,2% untuk struktur mikro eutektik bisa dilihat pada gambar 2.3 ( b )
Material ini memiliki kekerasan 105 HB dan uji tarik 248 MPa sehingga banyak
diaplikasikan pada komponen dengan tekanan yang tinggi, seperti:crank case,
3. Daerah Hypereutectic
Struktur mikro hypereutectic pada gambar 2.3 ( c ) menunjukan
Komposisi silikon diatas 12,2% sehingga kaya akan silikon dengan fasa eutektik
sebagai fasa tambahan dan memiliki kekerasan 110 HB. Contoh aluminium alloy
jenis ini : AC8H, A.339
Gambar 2.3 (a) mikrostuktur Al-Si hipoeutektik, (b) mikrostruktur Al-Si eutektik,
(c) mikrostruktur Al-Si hipereutektik (Zulaina Sari Rahmawati, 2010)
2.1.4. Metal Matrix Composites ( MMC )
Metal Matrix composites adalah salah satu jenis komposit yang memiliki
matrik logam. Material MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Pada
mulanya yang diteliti adalah Continous Filamen MMC yang digunakan dalam
aplikasi aerospace.
Adapun kelebihan metal matrix composite (mmc) adalah :
1) Transfer tegangan dan regangan yang baik.
2) Ketahanan terhadap temperature tinggi
3) Tidak menyerap kelembapan.
[image:31.612.150.527.230.432.2]4) Tidak mudah terbakar.
5) Kekuatan tekan dan geser yang baik.
6) Ketahanan aus dan muai termal yang lebih baik
Kekurangan MMC :
1) Biayanya mahal
2) Standarisasi material dan proses yang sedikit
Matrik pada MMC :
1) Mempunyai keuletan yang tinggi
2) Mempunyai titik lebur yang rendah
3) Mempunyai densitas yang rendah
Adapun beberapa Proses pembuatan MMC adalah :
1) Powder metallurgy
2) Casting/liquid ilfiltration
3) Compocasting
4) Squeeze casting
Aplikasi MMC pada kehidupan sehari-hari dan dalam dunia keteknikan, yaitu
sebagai berikut :
1) Komponen automotive (blok-silinder-mesin,pully,poros gardan,dll)
2) Peralatan militer (sudu turbin,cakram kompresor,dll)
3) Aircraft (rak listrik pada pesawat terbang)
4) Peralatan Elektronik
2.2. Fly Ash
Fly ash atau abu terbang merupakan salah satu produk sisa dari proses
pembakaran diruang bakar suatu pembangkit, fly ash ini biasanya berbentuk
partikel-partikel halus yang keberadaannya dapat membahayakan kesehatan
manusia jika tidak ditangani dengan benar. Seiring dengan kemajuan teknologi
maka saat ini keberadaan fly ash tidak hanya sebagai limbah tidak bermanfaat
tetapi telah dipergunakan untuk campuran beragam jenis produk seperti semen,
2.2.1. Fly Ash Batubara
Fly ash disebut juga Abu terbang ialah limbah hasil pembakaran batu
bara pada tungku pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar
dan bersifat pozolanik (SNI 03-6414-2002). Abu terbang adalah bagian dari
abu bakar yang berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari campuran
gas tungku pembakaran yang menggunakan bahan batubara. Abu terbang
diambil secara mekanik dengan sistem pengendapan electrostatik.
(Hidayat,1986) Abu terbang termasuk bahan pozolan buatan (lea. FM 1971
(dalam Hidayat, 1986)).Karena sifatnya yang pozolanic, sehingga abu terbang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti sebagian pemakaian semen, baik
untuk adukan maupun untuk campuran beton. Keuntungan lain dari abu
terbang yang mutunya baik ialah dapat meningkatkan ketahanan / keawetan
beton terhadap ion sulfat dan juga dapat menurunkan panas hidrasi semen.
Abu terbang batubara umumnya dibuang di ash lagoon atau ditumpuk
begitu saja di dalam area industri. Penumpukan abu terbang batubara ini
menimbulkan masalah bagi lingkungan. Berbagai penelitian mengenai
pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai
ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Saat
ini abu terbang batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu
bahan campuran pembuat beton. Selain itu, sebenarnya abu terbang batubara
memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam:
1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan
2. Penimbun lahan bekas pertambangan
3. Recovery magnetic, cenosphere, dan karbon
4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori
5. Bahan penggosok (polisher) 6. Filler aspal, plastik, dan kertas
7. Pengganti dan bahan baku semen
8. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization)
2.2.1.1. Sifat Kimia dan Sifat Fisika Fly Ash Batubara
Komponen utama dari abu terbang batubara yang berasal dari
pembangkit listrik adalah silika ( SiO2 ), alumina, ( Al2O3 ), besi oksida ( Fe2O3 ),
kalsium ( CaO ) dan sisanya adalah magnesium, potasium, sodium, titanium dan
belerang dalam jumlah yang sedikit. Rumus empiris abu terbang batubara ialah:
Si1.0Al0.45Ca0.51Na0.047Fe0.039Mg0.020K0.013Ti0.011
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Salah Satu Jenis Abu TerbangBatubara
Komponen Sub Bituminous( % )
SiO2 40-60
Al2O3 20-30
Fe2O3 04-Okt
CaO Mei-30
MgO 01-Jun
SO3 01-Jun
Na2O 0-2
K2O 0-4
LOI 0-3 http://thebloghub.com/pages/ABU-BATUBARA
Sifat kimia dari abu terbang batubara dipengaruhi oleh jenis
batubara yang dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya.
Pembakaran batubara lignit dan sub- bituminous menghasilkan abu terbang
dengan kalsium dan magnesium oksida lebih banyak dari pada jenis
bituminous. Namun, memiliki kandungan silika, alumina, dan karbon yang
lebih sedikit dari pada bituminous.
2.2.2. Palm Oil Fly Ash (POFA)
Dari hasil proses pembuatan Crude Palm Oil (CPO) maka akan
dihasilkan limbah padat diantaranya serabut buah dan cangkang kelapa sawit
itu sendiri, namun ini tidak menjadi masalah bagi Pabrik Kelapa sawit (PKS)
karena limbah ini akan menjadi bahan bakar daripada boiler. Limbah padat
menghasilkan energi mekanik dan panas. Uap dari boiler dimanfaatkan untuk
menghasilkan energi listrik dan untuk merebus TBS sebelum diolah di dalam
pabrik.
Cangkang dan serat buah sawit yang sudah terbakar, akan menghasilkan
sisa- sisa pembakaran yang nantinya akan menjadi limbah daripada boiler
atau furnance (tungku pembakaran) berupa:
1. Abu Terbang (Fly ash) , yakni abu yang berada dibawah tungku tepatnya
ditempat pengumpulan abu.
Gambar 2.4 Abu Terbang (Palm Oil Fly Ash)
2. Kerak boiler kelapa sawit (Bottom Ash) , yakni kerak yang melekat pada
dinding boiler.
Gambar 2.5 (a) Bottom ash sesudah di grinding, (b) Bottom ash sebelum
digrinding
Masalah yang kemudian timbul adalah sisa dari pembakaran pada boiler
yang berupa abu dengan jumlah yang terus meningkat sepanjang tahun
[image:35.612.239.385.258.365.2]yang sampai sekarang masih belum termanfaatkan. Ternyata limbah abu sawit
banyak mengandung unsur silika ( SiO2 ) yang merupakan bahan pozzolanic.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Graille dkk ( 1985 ) ternyata limbah
abu sawit banyak mengandung unsur silika ( SiO2 ) yang merupakan bahan
pozzolanic.
Hayward ( 1995 ) dalam Utama dan Saputra ( 2005 ) menyatakan dalam
bahan pozzolan ada dua senyawa utama yang mempunyai peranan penting dalam
pembentukan semen yaitu senyawa SiO2 dan Al2O3 yang dimana abu Sawit
merupakan bahan pozzolanic, yaitu material yang tidak mengikat seperti semen,
namun mengandung senyawa silika oksida ( SiO2 ) aktif yang apabila bereaksi
dengan kapur bebas atau Kalsium Hidroksida (Ca(OH2)) dan air akan membentuk
material seperti semen yaitu Kalsium Silikat Hidrat. Unsur penyusun fly ash
sangatlah beragam tergantung dari sumber bahan bakarnya, tetapi pada umumnya
fly ash mengandung SiO2, CaO, seperti diperlihatkan pada tabel berikut :
[image:36.612.130.511.406.608.2]
Tabel. 2.2 Chemical composition of OPC and Palm Oil Fuel Ash (Abdullah,K dan
Hussin,M,2010)
Chemical Consituents OPC (%) POFA (%)
Silicon Dioxide (SiO2) 20.1 55.20
Aluminium Oxide (Al2O3) 4.9 4.48
Ferric Oxide (Fe2O3) 2.5 5.44
Calsium Oxide (CaO) 65 4.12
Magnesium Oxide (MgO) 3.1 2.25
Sodium Oxide (Na2O) 0.2 0.1
Potasium Oxide (K2O) 0.4 2.28
Sulphur Oxide (SO2) 2.3 2.25
Loss On Ignition (LOI) 2.4 13.86
Dari tabel komposisi POFA (Palm Oil Fly Ash) diatas memperlihatkan
bahwa hasil pembakaran diruang bakar pabrik kelapa sawit menghasilkan fly ash
yang mengandung partikel-partikel keramik seperti SiO2,Al2O3, CaO,dengan
dimanfaatkan untuk pembuatan bahan komposit yang proses pembuatanya dapat
dilakukan menggunakan metode stir casting.
2.3. Pengecoran
2.3.1 Sejarah Pengecoran
Sejarah pengecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana
mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira
4.000 tahun sebelum Masehi, sedangkan tahun yang lebih tepat tidak diketahui.
Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian
dibiarkan mendingin dan membeku.
Awal penggunaan logam oleh orang ialah ketika orang membuat perhiasan
dari emas atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak
dengan menempa tembaga, hal itu dimungkinkan karena logam-logam ini terdapat
di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah orang menempanya.
Kemudian secara kebetulan orang menemukan tembaga mencair, selanjutnya
mengetahui cara untuk menuang logam cair kedalam cetakan, dengan demikian
untuk pertama kalinya orang dapat membuat coran yang berbentuk rumit. Coran
tersebut dibuat dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang
titik cairnya lebih rendah dari titik cair tembaga.
Pengecoran perunggu di lakukan pertama di Mesopotamia, kira-kira 3000
tahun sebelum Masehi. Teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan Cina.
Kemudian teknik pengecoran Mesopotomia diteruskan juga ke Eropa pada tahun
1500 - 1400 sebelum Masehi. Baru pada abad ke 14 saja pengecoran besi kasar
dilakukan secara besar-besaran. Cara pengecoran pada zaman itu ialah
menuangkan secara langsung logam cair yang di dapat dari biji besi, ke dalam
cetakan, jadi tidak dengan jalan mencairkan kembali besi kasar seperti cara
sekarang. Coran paduan Aluminium dibuat pada akhir abad 19 setelah cara
2.3.2. Teori Pengecoran
Pengecoran logam merupakan salah satu ilmu pengetahuan tertua yang
dipelajari oleh umat manusia. Ilmu pengecoran logam terus berkembang dengan
pesat. Berbagai macam metode pengecoran logam telah ditemukan dan terus
disempurnakan, diantaranya adalah centrifugal casting, investment casting, dan
sand casting serta masih banyak lagi metode-metode lainnya. Pengecoran adalah
membuat komponen dengan cara menuangkan bahan yang dicairkan ke dalam
cetakan. Bahan di sini dapat berupa metal maupun non-metal. Untuk mencairkan
bahan diperlukan furnace (dapur kupola). Furnace adalah sebuah dapur atau
tempat yang dilengkapi dengan heater (pemanas). Bahan padat dicairkan sampai
suhu titik cair dan dapat ditambahkan campuran bahan seperti chrome, silikon,
titanium, Aluminium dan lain-lain agar bahan menjadi lebih baik.
Aplikasi dari proses pengecoran sangat banyak salah satunya dapat
ditemukan dalam pembuatan komponen permesinan. Proses pengecoran dilakukan
melalui beberapa tahap mulai dari pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan
logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses
daur ulang pasir cetakan. Hasil pengecoran disebut dengan coran atau benda cor.
Proses pengecoran bisa dibedakan atas 2 yaitu proses pengecoran dan proses
pencetakan. Proses pengecoran tidak menggunakan tekanan sewaktu mengisi
rongga cetakan sedangkan proses pencetakan adalah logam cair ditekan agar
mengisi rongga cetakan. Cetakan untuk kedua proses ini berbeda dimana proses
pengecoran cetakan biasanya dibuat dari pasir sedangkan proses pencetakan,
cetakannya dibuat dari logam.
2.3.3. Proses Pengecoran
Proses pengecoran akan dihasilkan Aluminium dengan sifat-sifat yang
diinginkan. Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang
tidak baik, maka dipergunakanlah Aluminium alloy untuk memperbaiki sifat
tersebut. Beberapa elemen alloy yang sering ditambahkan diantaranya tembaga,
Pada desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh
hasil coran yang baik, yaitu bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari
coran hendaknya mudah, cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran.
Untuk membuat cetakan, dibutuhkan saluran turun yang mangalirkan
cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh
ukuran, tebalnya irisan dan macam logam dari coran. Selanjutnya diperlukan
penentuan keadaan-keadaan penuangan seperti temperatur penuangan dan laju
penuangan. Karena kualitas coran tergantung pada saluran turun, penambah,
keadaan penuangan, maka penentuannya memerlukan pertimbangan yang teliti.
Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke
dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana
logam cair dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan.
Bagian-bagian tersebut terdiri dari: cawan tuang, saluran turun, pengalir, dan
saluran masuk.
a. Cawan tuang
Merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung dari ladel.
Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun di
bawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat
melakukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu
cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Kalau perbandingan antara: H tinggi
logam cair dalam cawan tuang dan d diameter cawan, harganya terlalu kecil,
misalnya kurang dari 3, maka akan terjadi pusaran-pusaran dan timbullah kerak
atau kotoran yang terapung pada permukaan logam cair. Karena itu dalamnya
cawan tuang sebaiknya dibuat sedalam mungkin. Sebaliknya kalau terlalu dalam,
penuangan menjadi sukar dan logam cair yang tersisa dalam cawan tuang akan
terlalu banyak sehingga tidak ekonomis. Oleh karena itu kedalaman cawan tuang
b. Saluran turun
Salurun turun adalah saluran yang pertama yang membawa cairan logam
dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran turun dibuat lurus
dan tegak dengan irisan berupa lingkaran. Kadang-kadang irisannya sama dari
atas sampai bawah, atau mengecil dari atas kebawah yang pertama dipakai kalau
dibutuhkan pengisian yang cepat dan lancar, sedangkan yang kedua dipakai
apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Salurun turun dibuat
dengan melubangi cetakan dengan mempergunakan satu batang atau dengan
memasang bumbung tahan panas yang dibuat dari samot. Samot ini cocok untuk
membuat salurun turun yang panjang. Ukuran diameter saluran turun bervariasi,
tergantung dari berat coran.
c. Pengalir
Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke
bagian-bagian yang cocok pada cetakan. Pengalir biasanya mempunyai irisan
seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian mudah dibuat
pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas permukaan yang
terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan
yang lambat. Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk melambatkan
pendinginan logam cair. Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran
yang terapung, terutama pada permulaan penuangan sehingga harus
dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut. Perpanjangan pemisah dibuat
pada ujung saluran pengalir agar logam cair yang pertama masuk akan mengisi
seluruh ruang pada cetakan, serta membuat kolam putaran pada saluran masuk
dan membuat saluran turun bantu.
d. Saluran Masuk
Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir
kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari
pada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga
cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berupa bujur sangkar, trapesium,
segitiga atau setengah lingkaran yang membesar kearah rongga cetakan untuk
diperbesar lagi kearah rongga. Pada pembongkaran saluran turun, irisan terkecil
ini mudah diputuskan sehingga mencegah kerusakan pada coran.
2.3.4. Pembuatan Cetakan
Ada 2 jenis cetakan yang sering digunakan pada proses pengecoran, yaitu:
1. Cetakan Logam
Cetakan yang biasa digunakan pada pengecoran logam adalah cetakan
logam. Cetakan logam umumnya sering digunakan karena porositas yang terjadi
lebih sedikit bila dibandingkan dengan cetakan pasir. Pada penuangan, logam cair
mengalir melalui pintu cetakan, maka bentuk pintu cetakan harus dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran logam cair. Pada umumnya
logam cair dituangkan dengan pengaruh gaya berat, walaupun dapat juga
dipergunakan tekanan pada logam cair selama atau setelah penuangan.
Pengecoran cetak adalah suatu cara pengecoran dimana logam cair ditekan ke
dalam cetakan logam dengan tekanan tinggi.
2. Cetakan Pasir
Cara ini dibuat dengan cara memadatkan pasir. Pasir yang dipakai adalah
pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Biasanya
dicampurkan pengikat khusus seperti air-kaca, semen, resin furan resin fenol
(minyak pengering), dan bentonit karena penggunaan zat-zat tersebut memperkuat
cetakan atau mempermudah pembuatan cetakan.
Untuk membuat coran, harus dilakukan beberapa proses seperti pencairan,
pembuatan cetakan, penuangan, pembongkaran dan pembersihan coran. Untuk
mencairkan logam bermacam-macam dapur yang dipakai. Umumnya kupola
(dapur induksi frekwensi rendah) dipergunakan untuk besi cor, dapur busur listrik
(dapur induksi frekwensi tinggi) digunakan untuk baja tuang dan dapur krus untuk
paduan tembaga atau coran paduan ringan, karena dapur ini dapat memberikan
logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logam-logam tersebut. Cetakan
2.3.5. Pengecoran Metal Matrix Composite ( MMC ) Dengan Metode Stir
Casting
Seperti yang diketahui proses pembuatan MMC yang baik membutuhkan
proses yang relatif mahal dalam pengoperasiaanya, Namun melalui perbaikan
dapur peleburan seperti penggunaan metode stir casting dapat dilakukan, metode
ini merupakan salah satu cara pembuatan material komposit, dimana penyebaran
phasa (partikel ceramic, sort fibre) di campur dengan suatu cairan logam sebagai
pengikatnya, cairan material komposit ini kemudian dicor dengan menggunakan
metode yang konvensional (Sarangi,S dan Kumar,D,2009 ).
Metode Stir Casting adalah suatu proses penting dari produk komposit
dimana material bahan penguat digabungkan dalam cairan logam dengan cara
pengadukan (rader,2001). Keunggulan dari Pemilihan proses stir casting dalam
pembuatan material ini dikarenakan teknik ini dapat membuat komposit logam
dengan distribusi partikel keramik (Al2O3) yang merata dan homogen untuk dapat
mendapat sifat mekanis yang baik.
Gambar 2.6 Gambar Dapur peleburan (www.dcu.ie)
Metal Matrix Composite dengan matriks aluminium biasanya diperkuat
dengan keramik silikon karbida atau keramik alumina. Matriks harus terikat
secara kuat dengan penguatnya, namun tidak boleh memiliki interaksi kimia
sehingga cara yang baik untuk memperkuat ikatan matriks dengan penguat adalah
pembasahan tidak baik dapat terjadi aglomerasi dari penguat yang dapat
mengakibatkan distribusi tegangan yang buruk, banyaknya porositas yang
terbentuk dan sifat mekanis yang kurang baik.
Salah satu contoh metal matrix composite adalah POFA (palm oil fly ash)
dimana aluminium sebagai matrikxnya dan fly ash cangkang sawit sebagai
partikel penguatnya. Dengan Kandungan kimia yang dimiliki memungkinkan fly
ash untuk digunakan sebagai penguat. Secara garis besar proses ini
adalah mencampurkan bahan penguat ke dalam leburan metal dengan jalan
mengaduknya Teknik ini mempunyai kelebihan dibanding yang lain yaitu harga
relatif murah dan dapat membuat bentuk yang complex. Campurannya harus
dileburkan dengan temperatur yang terkontrol dan fly ash ditambahkan pada
aluminium yang telah melebur. Temperaturnya harus tetap dikontrol dan dijaga
agar tetap diatas temperatur kritis sehingga dapat mencegah pembentukan
campuran lain, yang dapat mempengaruhi fluidity larutannya. Pengadukan yang
kontinyu akan dapat menimbulkan vortex sehingga penyebaran fly ash pada
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan metode yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan pada skripsi ini. Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu :
Pembuatan dapur krusibel kapasitas 4 kg, pembuatan spesimen uji kekerasan, uji
impak, uji tarik, dan foto mikro dengan menggunakan bahan Aluminium–Palm
Oil fly ash.
3.1. Tempat dan Waktu
Pembuatan dapur krusibel kapasitas 4 kg dilakukan di Laboratorium
Teknologi Mekanik Teknik Mesin, Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Foundry Teknik Mesin, Teknik Mesin dan pembuatan sampel uji di
Laboratorium Teknologi Mekanik, Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan dengan pertama kali melebur bahan
baku aluminium dan Fly ash di Laboratorium Foundry, Teknik Mesin.
Selanjutnya proses pengujian dan pengamatan dilakukan di Laboratorium Ilmu
Logam Fisik, Teknik Mesin dan Laboratorium Fenomena Teknik Mesin , Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian ini dimulai dari bulan juni
2013 sampai dengan bulan oktober 2013.
3.2. Bahan, Peralatan dan Metode
3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :
1. Aluminium Ingot Tipe A356
Pada peleburan ini Aluminium yang digunakan adalah Aluminium
ingot tipe A356. Sebelum dilakukan proses peleburan, Aluminium ini
dipotong sesuai ukuran yang diinginkan terlebih dahulu agar memudahkan
proses peleburan. Adapun Aluminium batangan bisa dilihat pada gambar
Gambar 3.1 Aluminium Ingot Tipe A356 (a) sebelum dipotong (b) sesudah
dipotong
2. Palm Oil Fly ash (POFA)
Pada penelitian ini digunakan palm oil fly ash PKS Pagar Merbau
Lubuk Pakam berbentuk Serbuk hitam dan digunakan sebagai penguat.
Aluminium akan dicampurkan pada saat aluminium telah mencair.
Gambar 3.2 Palm oil fly ash
3. Cover Fluks
Setelah seluruh material aluminium melebur seluruhnya, kemudian
menaburkan cover flux ke atas permukaan aluminium cair dengan tujuan
untuk mengikat kotoran-kotoran berupa oksida-oksida dan impurities
lainnya yang terdapat di dalam aluminium cair. Kotoran yang telah
berikatan dengan fluxing agent dibuang dengan cara drossing di
permukaan Aluminium dengan menggunakan sendok plat besi yang telah di
coating dan selanjutnya dibuang. Cover fluks dapat ditunjukkan pada
gambar 3.3.
Gambar 3.3 Cover Fluks
4. Magnesium
Pada peleburan ini juga digunakan Magnesium dalam bentuk
batangan (ingot) yang akan dilebur dengan Aluminium ingot yang
berfungsi sebagai meningkatkan wetability dari palm oil fly ash itu
sendiri. Sebelum dilakukan proses peleburan, Magnesium ini juga
dipotong terlebih dahulu sesuai ukuran yang diinginkan agar
[image:46.612.272.435.453.558.2]memudahkan proses peleburan. Magnesium batangan bisa dilihat pada
gambar 3.4.
Gambar 3.4 Magnesium
5. Arang Kayu
Banyak sekali bahan bakar yang digunakan dalam proses peleburan
di dapur krusibel, baik itu batubara, briket, kerosin, kayu maupun arang
kayu. Pada eksperimen ini memakai bahan bakar berupa arang kayu
harga yang lebih murah, arang kayu laut juga dapat menghasilkan panas
yang baik untuk peleburan serta tidak terlalu memiliki asap yang terlalu
tebal. Bahan bakar arang kayu dapat dilihat pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Bahan Bakar (arang kayu)
3.2.2. Alat
1. Dapur Peleburan
Dapur ini terbuat dari batu bata tahan api dan semen tahan api.
Dapur peleburan ini juga dilengkapi dengan motor DC yang putarannya
konstan 200 rpm dan dapur krusibel yang terbuat dari grafit.
2. Krusibel
Krusibel berbentuk silinder yang terbuat dari grafit dipakai sebagai
[image:48.612.269.399.148.239.2]wadah untuk melelehkan paduan aluminium dengan Palm Oil Fly ash.
Gambar 3.7 Krusibel Grafit
3. Thermokopel tipe-K
Alat ini digunakan sebagai pengukur suhu aluminium cair.
Spesifikasi:
1. Dimensi : 165 x 76 x 43 mm.
2. Berat : 403 gr.
3. Single type K thermocouple with direct or differential measurement to
0,10.
4. Up to 14000 C.
[image:48.612.252.395.472.632.2]4. Timbangan Digital
Digunakan untuk menimbang aluminium, Palm Oil fly ash, dan
[image:49.612.260.430.135.327.2]magnesium agar sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
Gambar 3.9 Timbangan Digital
5. Blower
Digunakan sebagai penghembus angin agar nyala api tetap terjaga
sehingga panas yang dihasilkan dapat meningkat dan stabil sesuai dengan
kebutuhan untuk mencairkan aluminium.
[image:49.612.260.429.462.643.2]6. Mesin polish (Polishing Machine)
Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang
halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan
ketidakteraturan sampel. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah
mikroskop harus benar-benar rata.
Gambar 3.11 Polishing Machine
7. Mikroskop Optic
Mikroskop optik digunakan untuk mengamati struktur mikro dari
Aluminium Silikon dengan pembesaran di atas seratus kali. Pengujian ini
menggunakanReflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision
[image:50.612.225.415.526.659.2]No.545491, MM-10A,230V-50Hz. Mikroskop optic dapat dilihat pada
gambar 3.13.
8. OES (Optical Emission Spectrometer)
Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui komposisi dari suatu
material. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium dan workshop Teknik
Mesin Universitas negeri medan dengan menggunakan alat OES (Optical
Emission Spectrometer). Dimana, sebelum pengujian alat tersebut
[image:51.612.203.469.195.401.2]dikalibrasi terlebih dahulu. OES tersebut dapat dilihat pada gambar 3.13.
Gambar 3.13 OES (Optical Emission Spectrometer)
(Sumber: Laboratorium dan workshop Teknik Mesin Universitas Negeri Medan)
9. Tensile Test
Alat yang digunakan untuk mengetahui kemampuan bahan tersebut
menahan beban maksimum dan sejauh mana material tersebut bertambah
panjang.
[image:51.612.254.393.518.683.2]Spesifikasi:
Type : AMU-10
Beban max : 10 Ton Force
Tahun :1989
10.Hardness Test
Alat yang digunakan untuk mengetahui kekerasan pada benda uji
[image:52.612.270.402.219.400.2]yang akan diteliti.
Gambar 3.15 Alat uji Brinell
11.Alat Uji Impak
Alat yang digunakan untuk mengetahui ketangguhan pada benda
uji yang akan diteliti. Alat impak ini menggunakan metode charpy dengan
sudut pemukulan awal adalah 147 º, kapasitas 300 joule.
[image:52.612.262.447.508.683.2]12.Mesin Pemotong
Mesin potong digunakan untuk memotong Aluminium dan
Magnesium yang berbentuk batangan untuk mempermudah proses
peleburan. Aluminium dan Magnesium dipotong hingga menjadi potongan
kecil agar dapat ditimbang sesuai variasi yaang dikerjakan. Mesin potong
[image:53.612.265.410.438.619.2]dapat dilihat pada gambar 3.17.
Gambar 3.17 Mesin Pemotong
13.Electric Muffle Furnaces
Electric Muffle furnace ini digunakan untuk memanaskan fly ash
supaya meminimalisir coal-coal yang ada pada fly ash.
3.2.3. Metode ( cara pembuatan )
1. Karakterisasi Awal Bahan
Bahan yang digunakan untuk proses pembuatan Metal Matrix
Composite aluminium fly ash pada eksperimen ini terdiri dari paduan
aluminium ingot yang bertipe aluminium A356 yang komposisinya di uji
di Laboratorium dan workshop Teknik Mesin Universitas negeri medan
dengan menggunakan alat OES (Optical Emission Spectrometer).
Sedangkan Pengujian komposisi palm oil fly ash yang berasal dari salah
satu pabrik minyak kelapa sawit PTPN 2, Pagar Merbau yang berada di
daerah Lubuk Pakam Deli Serdang dilakukan di laboratorium FMIPA
Universitas Sumatera Utara.
Setelah dilakukan uji komposisi terhadap fly ash selanjutnya
dilakukan pengayakan untuk mendapatkan ukuran yang diinginkan, pada
penelitian ini digunakan pada eksperimen ini adalah 74 m proses
[image:54.612.287.400.368.559.2]pengayakan fly ash dapat dilihat pada gambar 3.19.
Gambar 3.19 Pengayakan Fly ash
Sebelum fly ash di campurkan dengan leburan alumnium dilakukan
juga proses pemanasan terhadap fly ash dipanaskan hingga 850oC di
dalam furnace untuk menghilangkan moisture dan coal-coal yang masih
Gambar 3.20 Pemanasan Palm Oil Fly ash
2. Penimbangan dan Pencampuran Bahan
Pembuatan coran aluminium fly ash dengan menggunakan metode
stir casting menggunakan variasi persentase berat fly ash sebesar 2,5%,
5%, 7,5%, 10 %, 12,5% dan dengan suhu kecepatan pengadukan konstan
(760ºC dan 200 rpm) serta di setiap variasi ditambahkan pula magnesium
1,5% yang bertujuan meningkatkan wetability dari aluminium itu sendiri.
Adapun berat aluminium yang digunakan pada proses peleburan ini adalah
sampel impak sekitar 400-500 gram sedangkan sampel Tensil 600-700
gram. Proses pemotongan aluminium dan penimbangan aluminium - fly
ash di tampakkan pada gambar 3.21.
[image:55.612.265.426.78.207.2]Gambar 3.21 Pemotongan dan Penimbangan aluminium-fly ash
3. Proses Pembuatan MMC Aluminium-Fly ash
Setelah melakukan tahapan penyiapan proses, mulai dari alat
sampai bahan yang akan digunakan, maka proses pembuatan MMC
aluminium-fly ash dapat segera dimulai, aluminium sebagai komposit
matriks logam yang menggunakan fly ash sebagai penguatnya. Pembuatan
casting. Artinya, mencampurkan bahan penguat ke dalam leburan
aluminium dengan cara mengaduknya, campurannya harus dilebur dengan
temperatur yang di kontrol yaitu memakai temperatur 760°C dan stir
pengadukan menggunakan kecepatan putar konstan yaitu 200 rpm,
penuangan campuran fly ash, pengadukan, lalu penuangan ke cetakan.
Setelah persiapan selesai dilakukan maka tahap selnjutnya adalah
aluminium ingot yang sudah dipotong dan ditimbang dimasukkan ke
dalam crusibel grafit, setelah aluminium mencair dituang cover fluks
untuk menghilangkan kerak atau kotoran, setelah aluminium sudah bersih
dari kotoran dituangkan magnesium 1,5% untuk meningkatkan wetability
dari aluminium tersebut.
3.3. Metode Pengujian
Setelah dilakukan proses peleburan secara menyeluruh, dengan
menggunakan metode stir casting maka setelah itu dilakukan pengujian berupa
pengujian kekerasan,uji tarik, serta pengujian struktur mikro dari material.
3.3.1 Uji Metallograpy
Tujuan dilakukannya pengujian metallography adalah untuk
mengetahui bentuk struktur mikro dari suatu material.
1. Set Up Pengujian Metallography
Gambar 3.23 Set up pengujian metallography
Adapun keterangan gambar pada gambar 3.23 adalah sebagai
berikut:
a. Alat untuk memperbesar zoom pada lensa optik.
b. Optik.
c. Alat untuk memutar spesimen pada kaca optik.
d. Alat untuk menggganti kaca optik.
e. Kaca Optik
f. Spesimen
2. Prosedur Pengujian
Adapun prosedur pengujian metallography adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan benda uji dengan menghaluskan pada spesimen benda
yang akan dilakukan pengujian.
a
b
e
b. Benda uji digosok dengan kertas amplas menggunakan mesin
polish diatas pemukaan yang rata dan penggosokan dilakukan
dengan menggunakan kertas amplas tahan air yang dialiri air.
Ukuran kertas amplas yang digunakan adalah kekasaran 400, 800,
1000, dan 1500 permukaan yang dihaluskan dengan amplas hanya
satu permukaan saja.
c. Kemudian dibersihkan dan digosok menggunakan pasta poles
(autosol) sampai mengkilap kemudian menyiapkan alat etsa yang
diperlukan yaitu : tabung reaksi, gelas ukur dan pipet. Kemudian
bahan yang dipergunakan yaitu: Alcohol 98 %, hf 2%.
d. Larutan bahan etsa tersebut dicampur dan diaduk, lalu teteskan ke
benda uji selama ± 10detik. Kemudian permukaan benda yang akan
diuji dengan etsa dibersihkan dengan cairan alkohol dan cuci benda
uji dengan air bersih kemudian keringkan. Benda uji yang telah
dietsa diletakkan diatas landasan (anvil) tegak lurus dengan lensa
mikroskop dan diambil gambar dengan pembesaran yang dipakai
200 X.
3.3.2 Uji Tarik
Tujuan dilakukannya pengujian tarik adalah untuk mengetahui
kemampuan bahan tersebut menahan beban maksimum dan sejauh mana material
tersebut bertambah panjang. Pengujian tarik sudah mempunyai standar yang
sesuai, yaitu standar E8 ASTM volume 3.
1. Set Up Pengujian Tarik
Gambar set up pengujian tarik dapat dilihat pada gambar 3.24.
Gambar ini menerangkan nama dan kegunaan masing-masing bagian dari
Gambar 3.24 Set up pengujian tarik
Adapun keterangan gambar 3.24 diatas adalah:
a. Chuck berfungsi mengikat spesimen uji.
b. Spesimen uji
c. Hidrolik berfungsi menaik turunkan pencekam atas dan bawah.
d. Alat penunjuk beban berfungsi menunjukkan beban pada waktu pengujian.
e. Strain recorder berfungsi sebagai tempat diletakkannya kertas grafik.
f. Panel control berfungsi sebagai alat yang menghidupkan dan mematikan mesin
uji tarik.
g. Motor yang berfungsi untuk menggerakkan mesin uji tarik.
2. Prosedur Pengujian
Adapun prosedur pengujian pada pengujian tarik adalah sebagai berikut:
a. Mesin dihidupkan.
b. Spesimen dijepit pada chuck.
c. Kertas grafik diletakkan pada strain recorder.
d. Jarum pada load dial gouge diletakkan pada angka nol dandiberikan beban
pada spesimen hingga mencapai beban maksimum.
e. Amati besarnya beban pada load dial gouge sewaktu melakukan pengujian. a b c
d e
f
f. Setelah spesimen putus, maka pena pada strain recorder dilepaskan.
3.3.3. Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu
material. Pengujian ini dilakukan di beberapa titik yang di indentasi setelah
dilakukan penambahan fly-ash terhadap material Aluminium. sisa kemasan
minuman kaleng. Pengujian kekerasan terhadap spesimen Aluminium coran
menggunakan metode Brinell hardness test dan dilakukan di Laboratorium Ilmu