• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Konsumsi Kalsium dan Aktivitas Fisik Remaja Usia 15-18 Tahun di Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Pola Konsumsi Kalsium dan Aktivitas Fisik Remaja Usia 15-18 Tahun di Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan 2013"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

PRROGRAM S FAKU

U

MAGDA 11

STUDI S2 IL ULTAS KE UNIVERSIT

TESIS

Oleh A SIRINGO 17032099/IK

LMU KESE ESEHATAN TAS SUMAT

MEDAN 2014

O-RINGO KM

EHATAN M N MASYAR

TERA UTA

MASYARAK RAKAT ARA

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syaratuntuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)dalam

Program Studi S2 Ilmu kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MAGDA SIRINGO-RINGO 117032099/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

CAHAYAMEDAN Nama Mahasiswa : Magda Siringo- ringo Nomor Induk Mahasiswa : 117032099

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing,

( Ir.Etti Surdaryati, M.K.M, P.hD) (Prof,Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M. S)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

(5)

REMAJA USIA 15 – 18 TAHUN DENGAN KEPADATAN TULANG DI SMA SWASTA CAHAYA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

(6)

Mass/PBM) dan pertumbuhan tulang 40%-50% total skeletal.Upanyapencegahan

pemeliharaan kesehatan hidup sehat adalah denganpola konsumsi kalsium dan beraktifitas fisik secarateratur, maka pembentukan massa kepadatan tulangmencapai maksimal.

Penelitian bertujuan menganalisis hubunganpola konsumsi kalsium(jumlah asupan kalsium, frekuensibahan pangan kalsium tinggi dan rendah,frekuensi bahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium, jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya), aktifitas fisik dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

Jenis penelitian Explanatory Surveypendekatancross-sectional. Populasi 527

siswa kelas XI & XII SMA Swasta Cahaya Medan. Sampel sebanyak 65 orang tekniksimple randomacak sederhana.Datadiperoleh melalui wawancara pola

konsumsi kalsium menggunakan frequensi food questionnaire(FFQ),aktifitas fisik

menggunakan International Physical Activity Questionnares (IPAQ),kepadatan

tulang menggunakan densinometryultrasound.Analisis datakorelasirankSpearmandan regresi linier sederhana.

Hasilpenelitian menunjukkan ada hubungan signifikan positif sangat kuat antarapola konsumsi kalsium(frekuensi konsumsibahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium,jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya),dengan kepadatan tulang nilai (r=0,985;p=0,000).Sebalikjumlah asupan kalsium,frekuensi bahan pangan tinggi dan rendah kalsium serta aktifitas fisik tidak memiliki hubungan signifikan negatif sangat lemah (r=-0,167:p=0,185) dengan kepadatan tulang. Disarankan padaremaja perlu meningkatkan pola konsumsi kalsium sumber utama kalsium,susu dan menghindari bahan zat penghambat olahannya, dan bahan zat pembantu penyerapan dan penyerapan kalsium, juga perlu beraktifitas fisik olahraga secara benar tepat danterencana.

(7)

growth,40%-50% of total skeletal. Prevent and maintain the health of healthy living with the pattern of calcium consumption and doing physical activity correctly, precisely, orderly, and well-planned, therefore, the growth of the formation of bone mass density reaches a maximum.

The purpose of this study was to analyze the relationship between the pattern of calcium comsumption (the amount of calcium supply, the frequency of consuming food stuffs with high and low calcium, the frequency of supplement stuffs and calcium absorption inhibitors, the types of primary sources of calcium milk and other dairy products) physical activity and bone mass density in the adolescences of 15 – 18 years old.

The population of this explanatory survey study with cross- sectional approach was 527 Class XI and Class XII students of Cahaya Senior High School Medan, and 65 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data of consumption pattern were obtained through Frequency Food Questionnaire (FFQ) and the data of physical activity were obtained through International Physical Activity Questionaire (IPAQ), and data of bone density were obtained through Densinometry Ultrasound. The data obtained were analyuzed trough Spearman Rank Correlation test and simple multiple linear regression tests.

The result of this study showed that there was a very strong significant positive relationship between pattern of callsium consumption (frequency of supplement stuffs and calcium absoption inhibitors, the types of primary sources of calcium of milk and other dairy products) and bone density (ƨ = 0.985; p = 0.000) and law calcium, and physical activity had a very weak negative significant relationship (ƨ = -0.167 ; p = 0.185) with bone density. The adolescences are suggested to improve their consumption pattern of primary sources of calcium milk and to avoid the substance of its processing inhibitor, the Substance of absorption facilitator and calcium absorption, and the adolescence also need to do physical activity/exercices correctly, precisely and well-planned.

(8)

Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Hubungan Pola Konsumsi Kalsium dan Aktivitas Fisik Remaja Usia 15-18 Tahun di Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan 2013”.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M. Sc (CTM), Sp. A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

untukmengarahkanpenulis selama perkuliahan maupun dalam penyusunan tesis ini.

6. dr. Arifin Siregar, M.Kes dan Ernawati Nasution, S.K.M., M.Kes selaku komisi penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Ketua Yayasan Widya Fraliska Santa Elisabet Medan dan jajarannya yang telah memperkenankan kesempatan pada penulis untuk mengikuti jenjang pendidikan yang tinggi dengan memberikan materi dan moril.

9. Kepala Sekolah SMA Cahaya Medan Suster Guido Situmorang, KSSY dan jajarannya, yang memberikan izin lokasi dalam pelaksaan penelitian..

(10)

bermanfaatbagi pengambil kebijkan di bidang kesehatan dan pengembangan pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2014 Penulis

(11)

di Holbung.Penulis merupakan anak kedua dari 11 (sebelas) bersaudara dari pasanganPolin Carpus Siringo-ringo (Alm.) dan ibunda Ramean Banjarnahor.Penulis menikah dengan Edison Martinus Panjaitan, S.E, dikaruniai 4 (empat) orang anak, yaitu Roy Erick M. H. P, Chrisantayana. Y. E., Charissa. V. S. danRio Reinheart.

(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKAAN ... 10

2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja ... 10

2.2. Struktur dan Pembentukan Tulang ... 11

2.3. Pola Komsumsi Kalsium Remaja ... 13

2.3.1. Faktor Mempengaruhi Komsumsi Kalsium Remaja ... 15

2.3.2. Kalsium Pembentukan Tulang Masa Remaja ... 17

2.3.3. Metabolisme Kalsium ... 19

2.3.4. Sumber Kalsium ... 22

2.3.5. Pengukuran Konsumsi Kalsium Remaja ... 23

2.4. Aktivitas Fisik ... 24

2.4.1. Pengukuran Aktivitas Fisik ... 27

2.5. Kepadatan Tulang ... 28

2.5.1. Faktor Mempengaruhi Kepadatan Tulang pada Remaja ... 31

2.5.2. Pengukuran Densitas Tulang ... 35

2.5.3. Upaya Meningkatkan Kepadatan Tulang Remaja ... 37

2.6. Landasan Teori ... 38

2.7. Kerangka Konsep ... 40

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 42

3.2.2. Waktu Penelitian ... 43

(13)

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ... 46

3.5.1. Variabel Penelitian ... 46

3.5.2. Defenisi Operasional ... 47

3.6. Metode Pengukuran ... 48

3.7. Metode Analisis Data ... 49

3.7.1. Analisis Univariat ... 49

3.7.2. Analisis Bivariat ... 50

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 52

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 52

4.2. Pola Konsumsi Kalsium Remaja ... 53

4.3. Distribusi Jenis kativitas Fisik Remaja SMA Kelas XI dan XII Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 54

4.3.1. Distribusi Frekuensi Pola Konsumsi Kalsium Remaja diSMA Kelas XI &XII Swasta Cahaya Medan Tahun 2013 ... 55

4.3.2. Distriusi Frekuensi Aktivitas Fisik Remaja di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 59

4.3.3. Distribusi Frekuensi Kepadatan Tulang Remaja di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 59

4.4. Nilai Minimum, Maksimum, Rerata dan Standar Deviasi Pola Konsumsi Klasium, Aktivitas Fisik dan Kepadatan Tulang SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan ... 60

4.5. Tabulasi Silang Antara Faktor Risiko Osteopenia dengan Kepadatan Tulang Remaja SMA Kelas XI dan XII Cahaya Medan 2013 ... 61

4.6. Hubungan antara Pola Konsumsi Kalsium dan Aktivitas Fisik dengan Kepadatan Tulang Remaja di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 64

4.6.1. Hubungan antara Asupan Kalsium dengan Kepadatan Tulang SMA Cahaya Medan Tahun 2013 ... 65

4.6.2. Hubungan Jenis Sumber Utama Kalsium Susu dengan KepadatanTulang Remaja SMA Cahaya Medan 2013 ... 66

4.6.3. Hubungan Bahan Pangan Kalsium Tinggi dengan Kepadatan Tulang Remaja SMA Cahaya Medan 2013 ... 67

(14)

PenyerapKalsium dengan Kepadatan Tulang Remaja ... 70

4.6.7. Hubungan antara Aktifitas Fisik dengan Kepadatan Kepadatan Tulang Remaja SMA Cahaya Medan 2013 ... 71

4.7 Hubungan antara Asupan Kalsium Frekuensi Bahan Pangan Kalsium tinggi dan Rendah, Bahan Zat Pembantu dan penghambat Penyerapan Kalsium dan Jenis Sumber Utama Kalsium Susu dan Olahannya, Aktivitas Fisik dengan Kepadatan Tulang ... 73

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1. Hubungan Pola Komsumsi Kalsium dengan Kepadatan Tulang Remaja ... 76

5.1.1. Hubungan Asupan Kalsium Remaja dengan Kepadatan Tulang Remaja di SMA Cahaya Medan ... 76

5.1.2. Hubungan Pola Konsumsi Bahan Pangan Kelsium Tinggi dengan Kepadatan Tulang di SMA Cahaya Medan ... 79

5.1.3. Hubungan antra Frekuensi Konsumsi Bahan Pangan Kalsium Tinggi dengan Kepadatan Tulang Remaja di SMA Cahaya Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 82

5.1.4. Hubungan Frekuensi Komsumsi Bahan Pangan Rendah dengan Kepadatan Tulang Remaja di SMA Cahaya Medan 2013 ... 85

5.1.5. Hubungan antra Frekuensi Konsumsi Bahan Zat Pembantu Penyerapan Kalsium dengan Kepadatan Tulang di SMA CahayaMedan ... 88

5.1.6. Hubungan antara Frekuensi Komsumsi Bahan Zat Penghambat Penyerapan Kalsium dengan Kepadatan Tulang Remajadi SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 89

5.2. Hubungan antara Aktivitas Fisik Remaja di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan dengan Kepadatan Tulang 2013 ... 93

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

6.1. Kesimpulan ... 98

6.2. Saran ... 99

(15)

2.1. Angka Kecukupan Kalsium (mg/hari) pada Remaja ... 19

2.2. Nilai Kalsium Berbagai Bahan Makanan (mg/100 gram) ... 22

2.3. Macam Aktivitas Fisik Sehari-hari ... 24

2.4. Versi T-score Menjadi Kepadatan Mineral Tulang (g/cm²) ... 36

3.1. Pembagian Sampel Berdasarkan Kelas Penelitian ... 45

3.2. Aspek Pengukuran, Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur ... 48

4.1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin dan Umur Remaja SMA Cahaya Kelas XI dan XII Medan 2013 ... 53

4.2. Distribusi Frekuensi Asupan Kalsium Remaja di SMA Kelas XI &XII Cahaya Medan 2013 ... 55

4.3. Distribusi Frekuensi Bahan Pangan Sumber Kalsium Tinggi di SMA Cahaya Medan ... 56

4.4. Distribusi Frekuensi Bahan Pangan Kalsium Rendah di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 56

4.5. Distribusi Frekuensi Bahan Pangan Pembantu Penyerapan Kalsium Remaja di SMA Kelas XI &XII Cahaya Medan 2013 ... 57

4.6. Distribusi Frekuens Bahan Zat Penghambat Kalsium Remaja di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 58

4.7. Distribusi Frekuensi Jenis Sumber Utama Kalsium Susu dan Olahannya Remaja di SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 58

(16)

Konsumsi Kalsium, Aktivitas Fisik dan Kepadatan Tulang

Remaja SMA Kelas XI & XII Cahaya Medan 2013 ... 61 4.11. Tabulasi Silang Antara Risiko Osteopenia dengan Kepadatan

Tulang Remaja SMA Kelas XI& XII Swasta Cahaya Medan

Tahun 2013 ... 63 4.12. Hubungan Pola Komsumsi Kalsium, Aktivitas Fisik dengan

(17)

2.1. Kerangka Teori Variabel yang Memengaruhi Kepadatan Tulang

(Brunner& Sundarth, 2004) ... 40 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 41 2.3. Hubungan Antara Asupan Kalsium Dengan Kepadatan Tulang

(r = 0,167; p =0,185) ... 66

2.4. Hubungan Antara Konsumsi Jenis Sumber Utama Kalsium Susu

DenganKepadatan Tulang (r = 0,932 ; p = 0,000) ... 67 2.5. Hubungan antara Frekuensi Konsumsi Bahan Pangan Kalsium

Tinggi dengan Kepadatan Tulang (r = 0.932; p = 0.000) ... 68 2.6. Hubungan antara Frekuensi Konsumsi Bahan Kalsium Rendah

Kepadatan Tulang (r = 0.965; p = 0,000) ... 69 2.7. Hubungan antara Konsumsi Bahan Zat Pembantu Penyerapan

Kalsium dengan Kepadatan Tulang (r=0,928; p= 0.000) ... 70 2.8. Hubungan antara Konsumsi Bahan Penyerapan Kalsium dengan

Kepadatan Tulang (r =0,932 : p = 0.000) ... 71 2.9. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kepadatan Tulang

(18)

Mass/PBM) dan pertumbuhan tulang 40%-50% total skeletal.Upanyapencegahan

pemeliharaan kesehatan hidup sehat adalah denganpola konsumsi kalsium dan beraktifitas fisik secarateratur, maka pembentukan massa kepadatan tulangmencapai maksimal.

Penelitian bertujuan menganalisis hubunganpola konsumsi kalsium(jumlah asupan kalsium, frekuensibahan pangan kalsium tinggi dan rendah,frekuensi bahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium, jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya), aktifitas fisik dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

Jenis penelitian Explanatory Surveypendekatancross-sectional. Populasi 527

siswa kelas XI & XII SMA Swasta Cahaya Medan. Sampel sebanyak 65 orang tekniksimple randomacak sederhana.Datadiperoleh melalui wawancara pola

konsumsi kalsium menggunakan frequensi food questionnaire(FFQ),aktifitas fisik

menggunakan International Physical Activity Questionnares (IPAQ),kepadatan

tulang menggunakan densinometryultrasound.Analisis datakorelasirankSpearmandan regresi linier sederhana.

Hasilpenelitian menunjukkan ada hubungan signifikan positif sangat kuat antarapola konsumsi kalsium(frekuensi konsumsibahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium,jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya),dengan kepadatan tulang nilai (r=0,985;p=0,000).Sebalikjumlah asupan kalsium,frekuensi bahan pangan tinggi dan rendah kalsium serta aktifitas fisik tidak memiliki hubungan signifikan negatif sangat lemah (r=-0,167:p=0,185) dengan kepadatan tulang. Disarankan padaremaja perlu meningkatkan pola konsumsi kalsium sumber utama kalsium,susu dan menghindari bahan zat penghambat olahannya, dan bahan zat pembantu penyerapan dan penyerapan kalsium, juga perlu beraktifitas fisik olahraga secara benar tepat danterencana.

(19)

growth,40%-50% of total skeletal. Prevent and maintain the health of healthy living with the pattern of calcium consumption and doing physical activity correctly, precisely, orderly, and well-planned, therefore, the growth of the formation of bone mass density reaches a maximum.

The purpose of this study was to analyze the relationship between the pattern of calcium comsumption (the amount of calcium supply, the frequency of consuming food stuffs with high and low calcium, the frequency of supplement stuffs and calcium absorption inhibitors, the types of primary sources of calcium milk and other dairy products) physical activity and bone mass density in the adolescences of 15 – 18 years old.

The population of this explanatory survey study with cross- sectional approach was 527 Class XI and Class XII students of Cahaya Senior High School Medan, and 65 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data of consumption pattern were obtained through Frequency Food Questionnaire (FFQ) and the data of physical activity were obtained through International Physical Activity Questionaire (IPAQ), and data of bone density were obtained through Densinometry Ultrasound. The data obtained were analyuzed trough Spearman Rank Correlation test and simple multiple linear regression tests.

The result of this study showed that there was a very strong significant positive relationship between pattern of callsium consumption (frequency of supplement stuffs and calcium absoption inhibitors, the types of primary sources of calcium of milk and other dairy products) and bone density (ƨ = 0.985; p = 0.000) and law calcium, and physical activity had a very weak negative significant relationship (ƨ = -0.167 ; p = 0.185) with bone density. The adolescences are suggested to improve their consumption pattern of primary sources of calcium milk and to avoid the substance of its processing inhibitor, the Substance of absorption facilitator and calcium absorption, and the adolescence also need to do physical activity/exercices correctly, precisely and well-planned.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM)

yang menyebabkan kebutuhan kalsium paling tinggi pada masa ini dibandingkan dengan tahapan-tahapan usia lain, karena terjadi pertumbuhan skeletal yang cepat. Remaja merupakan periode kritis dimana terjadi perubahan fisik, biokimia, dan emosional yang cepat. Pada masa ini terjadi growth spurt yaitu puncak pertumbuhan

tinggi badan (peak high velocity) dan berat badan (peak weightvelocity).

Kecepatan pertumbuhan tinggi badan rata-rata mencapai 20 cm/tahun pada laki-laki dan 16 cm/tahun pada perempuan. Demikian pula kecepatan pertumbuhan berat badan rata-rata mencapai 20 kg/tahun pada laki-laki dan 16 kg/tahun pada perempuan. Kecepatan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada masa remaja ini lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada masa anak-anak usia dua sampai 10 tahun yang rata-rata hanya 5-6 cm/tahun dan 2-3 kg/tahun (Wahlavist, 1997).

(21)

mencapai puncak pertumbuhan massa tulang atau yang biasa disebut dengan peak

bone massa. Puncak massa tulang yang terbentuk selama masa remaja hampir

setengah dari kerangka dewasa, dan tulang yang terbentuk pada masa ini merupakan yang terkuat. Keadaan terbentuknya tulang pada masa remaja sangat dipengaruhi dengan kecukupan kalsium yang masuk ke dalam tubuh. Namun remaja yang mendapat cukup kalsium setiap harinya hanya sekitar 15%.

Kebutuhan kalsium paling tinggi terjadi pada masa remaja dibanding tahapan usia yang lain. Pertumbuhan tulang terjadi secara cepat pada saat remaja karena 40-50% dari total skeletal telah dibentuk. Kepadatan tulang (bone density) akan terus

meningkat demikian pula penumpukan mineral pada skeletal dan biasanya berakhir pada usia 30 tahun. Apabila pada masa ini kalsium yang dikonsumsi kurang dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama puncak pembentukan massa tulang tidak akan terbentuk secara optimal (Kalwarf, et.al., 2003; Debar, 2006; Ketchmer, 1997;

Mann & Trusll, 2007).

Kalsium merupakan mineral dengan jumlah terbesar yang terdapat dalam pembentukan tulang terbesar pada masa ini yang sangat tinggi efesiensi penyerapan dan deposit kalsium meningkat hingga 2 kali lebih besar dari masa-masa sebelum ataupun sesudahnya sehingga suplai kalsium yang adekuat dari makanan menjdadi sangat penting untuk memaksimalkan peak bone massa/PBM dan menjaga

(22)

dianjurkan bagi remaja adalah sebesar 1200-1500 mg/hari. Di Indonesia hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004 menetapkan angka kecukupan gizi (AKG) untuk kebutuhan kalsium bagi remaja usia 13-19 tahun sebesar 1000 mg/hari tidak jauh berbeda dengan angka kecukupan di negara-negara maju. Baik di negara maju maupun di negara berkembang asupan kalsium pada remaja umumnya masih kurang. Hasil survei NHANES di Amerika Serikat (AS) memperlihatkan bahwa rata-rata asupan kalsium remaja usia 12-15 tahun menurun dari 854 mg/hari pada tahun 1976-1980 menjadi 796 mg/hari menjadi 796 mg/hari 1988-1997. Data lainnya dari USDA

nationwide food comsumption survei di 48 negara bagian AS tahun 1977-1978

menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalsium pada remaja awal (10-15 tahun) berkisar antara 70-79% recommended dietary allowance (RDA) dan kemudian

menurun menjadi berkurang dari 70% RDA pada usia 15-18 tahun.

Penelitian Blum (1997), menyatakan bahwa sekitar 26% keterlambatan pembentukan massa tulang terjadi pada masa pubertas sehingga kepadatan tulang rendah dengan prevalensi sekitar 25,8% remaja perempuan dan 12,1% pada laki laki. Kemudian pada tahun 2005 Pusat Latihan Pengembangan Gizi Indonesia telah melakukan pemeriksaan dengan densinometer hasilnya menunjukan angka prevalensi

pada kaum muda yang berumur kurang dari 25 tahun sekitar 37,1% (Rahmawati, 2008). Menurut Broto (2004), pada pemeriksaan kepadatan tulang dengan bone

densinometer merupakan pemeriksaan paling akurat sehingga dapat digunakan untuk

(23)

pertumbuhan dan tertundanya pematangan seksual selain masa puncak perkembangan fisik dan mental juga pada masa ini merupakan kesempatan terakhir untuk status gizi khususnya dalam hubungan kepadatan tulang. Remaja membutuhkan kalsium lebih tinggi daripada masa anak-anak atau saat dewasa karena pertumbuhan dan pemeliharaan tulang digunakan untuk pembentukan skeletal, sehingga puncak massa tulang dapat terpenuhi (Suandi, 2004). Kalsium memperbaiki mengambil kalsium dari tubuh secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan berlangsungnya massa dan kepadatan tulang menurun sehingga terjadilah penipisan tulang (Trusell, 2007).

Kepadatan tulang dipengaruhi gaya hidup remaja yang kurang sehat terhadap konsumsi pangan, baik sosial ekonomi, personal preference, media. Semakin baik

sosial ekonomi seseorang maka ketersedian pangan terhadap jenis dan kualitas makanan di rumah dan jajan semakin beragam, pengetahuan juga mempengaruhi konsumsi pangan kalsium pada remaja semakin banyak informasi yang diperoleh maka jenis makanan yang dipilih semakin tepat. Perubahan gaya hidup modernisasi, kondisi sosial ekonomi semakin meningkat serta aktivitas semakin tinggi keluar rumah bagi remaja menimbulkan dampak terhadap apa yang akan dimakan remaja tersebut remaja mulai dapat membeli dan mempersiapkan makanan untuk dirinya sendiri dan remaja suka makan serba instan di luar rumah seperti; fast food yang

(24)

rentan terhadap menurunnya kepadatan tulang, dibandingkan dengan orang IMT > 18,5 cm. Survei yang dilakukan Yuliarti (2008), menemukan bahwa sekitar 25% remaja memiliki asupan kalsium lebih rendah dari yang direkomendasikan sehingga berdampak terhadap pembentukan tulang terlambat dengan resiko terjadi osteopenia dimasa usia selanjutnya. Pada dasarnya manusia memang harus bergerak dan kebiasaan dewasa sekarang ini banyak orang yang kurang bergerak terutama penduduk Indonesia usia 12 tahun ke atas. Menurut Wijaya (2010), aktivitas fisik akan mempengaruhi terhadap penyerapan kalsium dalam usus juga mempengaruhi massa tulang dan kekuatan tulang yang keduanya secara langsung berdistribusi terhadap osteoblas dalam tulang berperan dalam penyerapan tulang dan merangsang penyerapan kalsium di usus halus.

Asupan kalsium yang rendah pada masa remaja berhubungan dengan berkurangnya kepadatan tulang panggul sebesar tiga persen (Kalkwarrf et. al., 2003).

Apabila tidak dilakukan upaya pemeliharaan kepadatan tulang maka akan terjadi

osteopenia sehingga akan mempercepat terjadinya penyakit osteoporosis (Suryono,

(25)

memaksimalkan kepadatan tulang pada remaja dengan upaya yang dicanangkan pemerintah sesuai dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1142/Menkes/SK/XII/2008; tentang pedoman pengendalian terhadap gangguan skeletal dengan faktor penyebab dasar pembentukan puncak massa tulang yang terhambat harus dilaksanakan koreksi bila mungkin. Bila pembentukan massa tulang akibat kesalahan diet maka perlu diberikan kaya protein dan kalsium dan vitamin D yang tinggi. Vitamin D akan meningkatkan konsentrasi kalsium dan fosfor dalam cairan ekstrasel maka tersedia ion kalsium dan fosfor untuk mineralisasi tulang.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Sekolah Swasta SMA Cahaya Medan bahwa lokasi sekolah ini sangat berdekatan dengan tempat-tempat perbelanjaan yang menyediakan berbagai jenis makanan yang cepat saji serta banyaknya billboard yang terpasang untuk mempromosikan berbagai produk jenis

makanan jajanan sehingga mereka secara tidak langsung rutin melewati dan melihat tempat tersebut akan mempengaruhi mereka tentang produk yang dipromosikan melalui billboard. Kemudian melalui wawancara peneliti tentang aktitivitas fisik

lebih banyak melakukan kegiatan duduk diam (sedenlentary life) misalnya bahwa

mereka setelah selesai proses belajar mengajar di kelas langsung private les dan

(26)

seperti; pepsi, coca-cola, sprite. Setelah mempelajari hal tersebut di atas peneliti

berkeinginan mengetahui asupan kalsium berdasarkan pola konsumsi kalsium dan aktivitas fisik yang berdampak terhadap kepadatan tulang.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan yang adalah pola konsumsi pangan kalsium kurang sehat dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji dan minuman ringan (soft drink) seperti; coca-cola dan sejenisnya

serta aktivitas fisik yang kurang menggerakkan beban kerangka tubuh berdampak kesehatan pertumbuhan pembentukan kepadatan massa tulang tidak maksimal. Berdasarkan kondisi di atas sehingga peneliti menentukan estimasi rumusan masalahnya bagaimana hubungan pola konsumsi kalsium dan aktivitas fisik dengan kepadatan tulang remaja di Sekolah Menengah Atas Cahaya Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

(27)

1.4. Hipotesis

1. Ada hubungan antara jumlah asupan kalsium dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

2. Ada hubungan antara jenis sumber utama kalsium susu dan olahannya dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

3. Ada hubungan antara frekuensi bahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

4. Ada hubungan antara frekuensi bahan pangan tinggi dan rendah kalsiun dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

5. Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kepadatan tulang remaja usia 15-18 tahun.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis

(28)

1.5.2. Manfaat Praktisi.

(29)

2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan diantara anak-anak dan masa dewasa. Menurut WHO (1995), remaja yang umum berkisar antara 10 tahun-19 tahun dan menurut Desmita (2005), batasan usia remaja yang umumnya digunakan para ahli adalah antara 12 tahun hingga 21 tahun. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kelangsungan hidup manusia tersebut adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewesa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat baik fisik maupun mental (Nasoetion & Riyadi, 1995). Ahmadi dan Sholeh (2005), mengungkapkan pada masa ini terdapat beberapa fase ada empat yaitu fase pre-remaja (usia 8 tahun-10 tahun), fase remaja awal (usia 11 tahun-13 tahun), fase remaja pertengahan (usai 14 tahun-16 tahun) dan fase akhir remaja (usia 17 tahun-19 tahun). Masa remaja merupakan periode penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia.

(30)

biologik, tingkat sosial. Struktur tulang serta adanya trauma psikologik pada anak, selama remaja, perubahan hormonal mempercepat pertumbuhan. Menurut WHO (1995), faktor genetik memengang peranan penting pada proses pertumbuhan seseorang terutama tinggi badan. Kecepatan pertumbuhan fisik pada saat remaja adalah kedua tercepat setelah masa bayi pada masa remaja ini sekitar 20% tinggi badan dan 50% berat badan seseorang telah tercapai (Khomsan, 2004) salah satu demensi pertumbuhan tulang.

2.2. Struktur dan Pembentukan Tulang

Pembentukan tulang berlangsung terus menerus dan dapat berupa pemanjangan dan penebalan kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang dipengaruhi oleh hormone, faktor makanan, stres yang dibebankan pada sumsum tulang dan akibat aktivitas sel-sel pembentukan tulang yaitu osteoblast. Osteoblast berespon terhadap berbagai sinyal kimia untuk

(31)

mempermudah menerima tulang memfagositosis pada suatu daerah potongan tulang

osteoklast menghilang dan muncul osteoblast. Keseimbangan antara aktivitas osteoblast dan osteoklast menyebabkan tulang terus menerus diperbaharui atau

mengalami remordelling. Pada dewasa muda aktivitas osteoblast dan osteoklast

biasanya setara, sehingga jumlah total masa tulang konstan pada usia pertengahan

osteoklast melebihi osteoblast dan kepadatan tulang mulai kadar hormon estrogen

dan immobilisasi. Faktor yang mengontrol aktivitas osteblast di rangsang oleh

aktivitas fisik dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang hormon estrogen, testosterone dan hormon pertumbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblast dan pertumbuhan tulang.

Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjatnya hormon estrogen dan testosterone akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang) defisiensi hormon pertumbuhan juga akan mengganggu pertumbuhan tulang. Vitamin D dalam jumlah yang kecil merangsang klasifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblast dan secara tidak langsung merangsang penyerapan kalsium

(32)

Ada faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama di kontrol oleh hormone paratiroid dengan pelepasan hormone paratiroid meningkatkan respon

terhadap penurunan kadar kalsium dimana hormone paratiroid meningkatkan

aktivitas osteoklast dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Proses penyerapan tulang terjadi dalam tiga minggu, sedangkan proses pembentukan tulang membutuhkan waktu sekitar tiga bulan masa hidup bone

remordeling unit (BRU), enam sampai sembilan bulan lebih lama dari masa hidup

osteoblas yaitu tiga bulan dan masa hidup osteoklas dua minggu, sehingga diperlukan persediaan banyak osteoblast yang dibentuk oleh sel mesenkim dan osteoklast

(Compston 2001; Canalis, 2005).

2.3. Pola Konsumsi kalsium Remaja

(33)

Munurut Wulandari (2008), konsumsi pangan secara garis besar adalah kuantitas pangan yang di konsumsi seseorang ataupun sekelompok orang dengan tujuan tertentu jenis tunggal maupun beragam ada tiga hal yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu kuantitas ragam, pangan yang tersedia dan produksi, pendapatan dan tingkat pengetahuan. Pola komsum kalsium adalah merupakan suatu kebiasaan dalam cara memilih, menikmati dan menggunakan jenis jumlah bahan makanan kalsium rata-rata per orang per hari yang umumnya dikonsumsi/dimakan dalam waktu tertentu (PERSAGI, 2008). Perkembangan dari seorang anak menjadi dewasa pasti melalui masa remaja pada fase fisik seseorang terus berkembang demikian pula aspek sosial maupun psikologis perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi. Hal terakhir inilah yang akan berpengaruh pada keadaan gizi seorang remaja. Tahap pemeilihan makanan penting diperhatikan karena remaja sudah menginjak tahap independensi. Remaja biasa

memilih makan apa saja yang disukainya bahkan tak selera lagi makan bersama keluarga di rumah aktivitas yang banyak dilakukan diluar rumah membuat remaja sering dipengaruhi rekan sebanyanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi untuk kesenangan dan supaya tidak kehilangan status hal ini menyebabkan remaja termasuk dalam nutritionally

vulnerable group pada masa remaja dipengaruhi kelompok atau rekan sebaya lebih

(34)

Remaja adalah golongan individu yang sedang mencari identitas diri mereka suka ikut-ikutan dan terkagum-kagum pada idola yang berpenampilan menarik banyak remaja sering merasa tidak puas akan penampilan mereka sendiri apalagi kalau sudah menyangkut body image. Dewasa ini gaya hidup remaja yang berada

dalam kota cenderung bergaya hidup budaya barat salah satu contoh adalah seperti mengkonsumsi makanan siap saji (fast food) misalnya hotdog, pizza, hamburger,

fried chicken, french fries, junk food makanan ini sering di anggap sebagai tren yang

harus diikuti para remaja.

2.3.1. Faktor yang Memengaruhi Konsumsi Kalsium pada Remaja

Menurut Hidayat (1979), menyebutkan bahwa pada dasarnya intake makanan

dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri dapat berupa emosi atau kejiwaan yang memiliki kebiasaan sementara itu, faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia seperti, ketersediaan bahan pangan yang ada disekitarnya serta kondisi sosial ekonomi yang mempengaruhi daya beli manusia terhadap bahan pangan. Worthington-Robert (2000), menyebutkan banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan pertumbuhan remaja meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktivitas remaja dapat menimbulkan dampak apa yang dimakan remaja tersebut. Gopalan (1994), menyebutkan bahwa intake kalsium pada

(35)

Hasil penelitian cross-sectional tentang total mineral tulang wanita usia 11-13

tahun menyebutkan bahwa total mineral tulang dicapai pada usia rata-rata 20 tahun sementara itu penelitian yang dilakukan secara longitudinal pada wanita usia 18-26 tahun diketahui bahwa total mineral tulang meningkat rata-rata 1% tahun selama tiga dekade kehidupan dan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Pemberian suplemen kalsium pada anak-anak dan remaja terbukti dapat meningkatkan penambahan kalsium tulang (Jackman, dkk, 1997).

(36)

keluarga, kemampuan keluarga untuk membeli bahan pangan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makan itu sendiri serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan pekarangan. (4) Ketersediaan makanan di rumah; ketersediaan bahan makanan sumber kalsium. (5) Kebiasaan jajan; kebiasaan jajan pada remaja merupakan salah satu masalah kebiasaan makan kesehatan pilihan remaja terhadap makanan pada umumnya tinggi gula, sodium dan lemak serta rendah vitamin dan mineral, remaja yang kurang kalsium banyak ditemukan pada remaja yang sering jajan, (6) Peer group; adalah pengaruh yang terpenting selama masa

remaja di sekolah dan situasi tertentu ini lebih besar daripada pengaruh keluarga dalam hal ini terdapat pola umum bahwa remaja di daerah perkotaan lebih banyak dipengaruhi oleh peer group sedangkan di pedesaan lebih banyak dipengaruhi oleh

keluarga.

2.3.2. Kalsium Pembentukan Massa Tulang Remaja

Kalsium adalah elemen mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh terdapat kurang lebih 1200 gram kalsium (Wardiaw et al., 2007; Wisman, 2002).

(37)

Usaha mempertahankan kadar kalsium darah dalam keadaan normal tergantung pada keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran kalsium dari aliran darah. Sumber kalsium diperoleh dari diet yang mengandung garam kalsium. Kalsium di absorpsi di saluran cerna, ginjal dan tulang absorbsi kalsium terutama terjadi dalam usus yang ditingkatkan oleh kerja hormon paratiroid yang sinergis dengan vitamin D (Evi Rahmawati, 2006; Wardiaw et al., 2007). Menurut Almatsier

(2006), jumlah kalsium dalam tulang berubah menurut umur, ukuran dan komposisi tubuh serta akan mengalami penurunan massa tulang sejalan dengan penambahan umur. Kalsium mempunyai peranan penting dalam tubuh, yaitu dalam pembentukan tulang dan gigi, dalam pengaturan fungsi sel pada cairan ekstracelluler dan

intracelluler seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, pengumpalan darah dan

menjaga permeabilitas membran sel, pengatur pekerjaan hormon (Krummel, 2002 & Winarno, 1997). Almatsier (2002), menyebutkan bahwa kalsium dalam tulang mempunyai dua fungsi (a) Sebagai integral dari struktur tulang, (b) Sebagai tempat penyimpanan kalsium. Kebutuhan kalsium pada remaja sangat tinggi karena masa pembentukan tulang terjadi saat remaja karena kebutuhannya yang tinggi efesiansi penyerapan kalsium pada remaja meningkat dan deposit kalsium meningkat hingga 2 kali lebih besar daripada masa-masa sebelum ataupun sesudahnya. Dengan demikian asupan kalsium yang cukup dari makanan sangat diperlukan untuk memaksimal peak

bone massa (PBM) dan menjaga keseimbangan kalsium tubuh yang optimal

(38)
[image:38.612.114.528.140.267.2]

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Kalsium (mg/hari) pada Remaja

No Jenis Kelamin Usia (tahun) (mg/hari)

1 2 Laki-laki Wanita 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 1000 1000 1000 800 1000 1000 1000 800

Sumber: Widyakarya Pangan dan Gizi Nasional VIII (2004)

2.3.3. Metabolisme Kalsium

Kalsium diabsorpsi melalui mukosa usus dengan dua cara; tranfor aktif dan difusi pasif atau penyerapan sangat bervariasi tergantung pada umur dan kondisi tubuh. Pada waktu anak-anak atau masa pertumbuhann sekitar 50%-70% kalsium dicerna, diserap tetapi pada dewasa hanya 10%-40% kalsium diserap (Winarno, 2002). Absorpsi yang efisien terjadi jika kebutuha persediaan kalsium dalam tubuh semakin meningkat dan persediaan tubuh semakin menurun. Peningkatan kebutuhan terjadi selama masa pertumbuhan, masa anak-anak dan remaja jumlah kalsium yang dikonsumsi akan mempengaruhi kalsium yang diabsorpsi. (Almatsier, 2006; Bender, 2003). Pada kedaan normal sebanyak 30%-50% kalsium yang dikonsumsi di absorpsi tubuh kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses penuaan. Kemampuan absopsi pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan pada semua golonagan usia.

(39)

saluran cerna kalsium hanya bisa diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk terlarut. (Almatsier, 2006). Proses metabolisme kalsium melibatkan kerja hormon-hormon ada tiga hormon yang dihubungkan dengan regulasi metabolisme kalsium. Menurut Ganong (1990), 1.25- dihidrokalsiferol merupakan hormon steroid yang dibentuk dari vitamin D oleh hidroksilasi berurutan di dalam hati dan ginjal fungsi utamanya yaitu meningkatkan absorbsi kalsium dalam usus dengan meningkatnya aktivitas protein pengikat kalsium yang disebut calbindin (Gropper. Smith,& Groff, 2009). Hormon

paratiroid memobilisasi kalsium dari tulang dan meningkatkan ekskresi fosfat urin, penurunan kadar kalsium plasma sekalipun dalam jumlah kecil akan meningkatkan sekresi paratiroid hormon yang merangsang reabsorpsi tulang secara aktif. Kalsitonin merupakan suatu hormon yang dapat menurunkan kadar kalsium plasma dan menghambat reabsorupsi tulang. Ganong (1990), menambahkan bahwa peran hormon pertumbuhan dan estrogen akan mempengaruhi metabolisme kalsium. Menurut Muchtadi et al., 1993) absorpsi kalsium tidak pernah sempurna tergantung pada

(40)

merupakan metabolit yang aktif dari vitamin D yang berperan dalam penyerapan kalsium dan fosfor dalam usus (Muchtadi, 1998).

Faktor yang meningkatkan absorpsi kalsium : (1) vitamin D menjadi bentuk aktif 1.25 dihidroksi vitamin D secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan sel usus untuk mengabsorpsi kalsium vitamin D mengatur pembentukan kalsium terikat dengan protein yang membawa kalsium masuk ke dalam usus dan melepaskannya ke dalam darah dengan ada vitamin D bentuk aktif yang dapat meningkatkan absorbsi kalsium sebanyak 10-30% (Guthrie & Picciano, 1995). (2) laktose dapat meningkatkan absorbsi pasif kalsium dengan meningkatkan kelarutan kalsium pada ileum (Gibson, 2005), pada bayi misalnya, laktose dapat meningkatkan perbandingan absorpsi kalsium sebanyak 33%-48% (Guthrie & Picciano, 1995), (3) kebutuhan kalsium yang meningkat seperti masa remaja akan meningkat absorpsi kalsium sampai 50% bila asupan kalsium menurun tubuh beradaptasi dengan mengabsorpsi kalsium dalam jumlah besar dengan mengekskresikan lebih sedikit (Guthrie & Picciano, 1995), (4) postatisium bekerja berlawanan dengan sodium postasium membantu absorpsi kalsium dalam tubuh, yaitu dengan mengurangi kalsium lewat urin (Bendich & Deckelbaun, 2005). Faktor menurunkan absorpsi kalsium ada beberapa faktor yang menurunkan absorpsi kalsium yaitu; protein, sodium, fosfor, asam oxalat, asam pitat, serat, kafein, obat-obatan, nikotine (merokok),

(41)

2.3.4. Sumber Kalsium

[image:41.612.117.528.361.578.2]

Sumber kalsium utama adalah susu dan olahan susu seperti keju, ikan kering yang dimakan bersama dengan tulangnya termasuk ikan kering adalah sumber paling baik, serealia, kacang-kacangan, tahu, tempe dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik. Kalsium menurun pada masa remaja menghasilkan tulang yang dapat masalah serius pada sesorang selama kehidupannya terutama pada masa tuanya makanan seperti; susu, yogurt dan keju adalah sumber kalsium yang paling baik dan harus dimasukkan dalam menu sehari-hari (American, Dietari Assosiasi 1999).

Tabel 2.2 Nilai Kalsium Berbagai Bahan Makanan (mg/100 gram)

Bahan Makanan mg Bahan Makanan mg

Susu bubuk Keju

Susu sapi segar Yogurt Udang kering Teri kering Sarden Kaleng Telur bebek Telur ayam Ayam Daging sapi Susu kental manis Kacang kedele ,kering Tempe kacang kedelei murni

904 777 143 120 1209 1200 354 56 54 14 11 275 227 129 Tahu Kacang merah Oncom

Tepung kacang kedele Bayam Sawi Daun melinjo Katuk Selada air Daun singkong Ketela pohon Kentang Jangung kuning,pipil Kacang tanah 124 80 58 96 195 265 220 219 204 182 165 33 10 58

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes, 1979)

(42)

menyebabkan gangguan pertumbuhan pembentukan massa tulang sehingga berdampak terhadap kesehatan tulang dan sistem jaringan yang lain; seperti dapat terjadi kejang otot rendahnya kalsium juga mempengaruhi penyerapan zat gizi lain seperti; Zn, Fe dan Mg. Kalsium untuk bayi anak-anak serta remaja dibutuhkan untuk memperkuat tulang karena pada masa tersebut terjadi pertumbuhan massa tubuh luar biasa oleh karena itu dianjurkan pada anak-anak remaja untuk mengkonsumsi susu berkalsium 2 gelas (250 ml) sehari, setara dengan 835 mg kalsium. Maka jika 2-3 gelas susu mengandung 1250 mg-1875 mg kalsium (Depkes, Jakarta, 2010). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan menyebabkan gangguan pertumbuhan pembentukan massa tulang kurang kuat, mudah bengkok, rapuh dan mudah patah juga menyebabkan osteomalasia pada orang dewasa juga disebut riketsia pada

anak-anak biasanya terjadi akibat kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan terhadap fosfor rmineralisasi matrik tulang terganggu sehingga kandungan kalsium di dalam tulang menurun (Almatsier, 2006).

2.3.5. Pengukuran Konsumsi Kalsium Remaja

Pengkuran pola konsumsi pangan kalsium dengan menggunakan metode

frequency food quesionare (FFQ) semikuantitatif yang meliputi jumlah dan frekuensi

(43)

(Hardiyansyah & Briawan, 1994), Tingkat konsumsi zat gizi = Konsumsi zat gizi aktual x 100%. Klasifikasi tingkat kecukupan mineral dan vitamin menurut Gibson.yaitu; (1) kurang (< 77% dari AKG), (2) cukup ( ≥ 77% dari AKG).

2.4. Aktivitas Fisik

[image:43.612.114.530.436.685.2]

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama aktivitas fisik otot memerlukan energi di luar metabolisme untuk bergerak (Williams Sons & Nugroho, 1993). Menurut WHO aktivitas fisik didefenisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi atau pembakaran kalori sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik itu segala macam gerak yang dilakukan secara teratur telah dianggap sebagai komponen penting dari gaya hidup sehat (Russel R. Pate, 2005).

Tabel 2.3. Macam Aktivitas Fisik Sehari-hari

Aktifitas Nilai Aktifitas Nilai

Bersepeda (cepat) 7,6 Main Piano 1,4

Bersepeda (sedang) 2.5 Membaca keras 0,4

Bertukang kayu (berat) 2.3 Berlari 7,0

Menyulam 0,4 Menjahit, tanngan 0,4

Berdansa (cepat) 3,8 Menjahit mesin jahit tangan 0,6 Berdansa (lambat) 3,0 Menjahit mesin jahit motor 0,4

Mencuci piring 1.0 Menyanyi keras 0,8

Mengganti baju 0,7 Duduk diam 0,4

Menyetir mobil 0,9 Berdiri tegap 0,6

Makan 0,4 Berdiri relaks 0,5

Mencucipakaian 1,3 Menyapu lantai 1,4

Tiduran 0,1 Berenang 3,5 kg/jam 7,9

Mengupas kentang 0,6 Mengetik cepat 1,0

Main ping pong 4,4 berjalan 3km/jam 2,0

Menulis 0,4 Berjalan 6,8 km/jam 3,4

Mengecat kursi 1,5 Berjalan 10 km/jam 9,3

(44)

Penelitian Zeitterman (2002), menunjukkan tulang mengalami perkembangan antara umur 13 tahun dan 15 tahun. Aktivitas fisik berpengaruh pada kesehatan khususnya pada masa remaja dimana pada usia remaja tersebut kegiatan aktivitas fisik olahraga memiliki banyak peranan dalam kesehatan di usia remaja beberapa diantaranya yang membuktikan bahwa aktivitas fisik olahraga berperan dalam kesehatan remaja adalah ; (1) menjadikan pertumbuhan pembentukan massa tulang yang kuat. Menurut penelitian Kour dan Crusell (2008), bahwa aktivitas fisik olahraga akan bekerja lebih baik dalam pembentukan tulang sehat dan kuat dibandingkan konsumsi kalsium saja oleh karena itu aktivitas fisik lebih penting dibandingkan hanya minum susu untuk menghindari osteopenia, (2) meningkatkan kekuatan tulang dengan melaksanakan aktivitas fisik benich press membutuhkan

kontraksi isometrik dan otot bagian tulang belakang yang berguna untuk mengurangi resiko cedera. Iklan di televisi yang menyebutkan cara mudah untuk mendapatkan kepadatan tulang membuat sebagian orang memilih cara instan tersebut pada hal kegiatannya adalah yang dijual lebih penting dari cara instan.

(45)

absorbsi kalsium dengan durasi melakukan aktivitas olahraga senam rutin 30 menit sampai dengan 1 jam selama 3-5 kali per minggu (Charoenphandhu, 2007).

Kebutuhan kalsium akan meningkat pada orang yang tingkat aktivitas fisik olahraganya cukup dengan meningkatkan densitas tulang seperti; basket, sepak bola, lari, jalan kaki, dan lain meningkatnya aktivitas fisik olahraga diharapkan konsumsi kalsium juga akan meningkat sehingga kebutuhan kalsiumnya dapat terpenuhi selain itu tingkat aktivitas fisik seseorang berpengaruh baik terhadap absorpsi kalsium strees fisik dan mental cenderung menurunkan absorpsi kalsium dalam usus halus dan akan meningkatkan ekskresi kalsium dalam urin (Almatsier, 2000). Manfaat Aktivitas fisik tidak hanya menguatkan otot-otot, olahraga yang teratur serta cukup porsinya menguatkan tulang juga penting untuk memelihara keutuhan semua bentuk sendi-sendi seumur hidup oleh karena itu haruslah hati-hati meningkatkan aktikvitas fisik dalam memelihara agar tidak terjadi cedera atau gangguan-gangguan sendi-sendinya.

(46)

tulang. Selama aktivitas fisik perubahan metabolisme kalsium tergantung pada intensitas aktivitas fisik. Menurut Huang (2003), menyatakan bahwa aktivitas fisik ketahanan meningkatkan kepadatan mineral tulang peak bone massa kekuatan tulang

dan tingkat pembentukan tulang dengan demikian aktivitas fisik ketahanan moderat dampaknya untuk mendorong kalsium positif keseimbangan dan memiliki efek yang menguntungkan pada metabolisme tulang. Selain itu, kombinasi moderat dampak aktivitas fisik olahraga dan asupan kalsium yang cukup dapat meningkatkan kekuatan tulang selama anak-anak meskipun penyerapan kalsium ditingkat usus kemungkinan dimediasi oleh peningkatan dalam serum 1,25 (OH)2. D3 tingkat olahraga juga dapat merangsang penyerapan kalsium dengan mengubah motilitas usus dan permeabilitas epitel, namun efek dari berat dan isometrik aktivitas fisik olahraga pada transportasi kalsium usus belum pernah dilaporkan, mekanisme molekuler penyerapan kalsium ditingkatkan melalui aktivitas fisik olahraga belum diketahui. Di sisi lain, menurut Charoenphan (2007), immobilisasi oleh denervasi siatik bilateral pada tikus betina menyebabkan penurunan penyerapan kalsium di duodenum terutama komponen aktif dimana pasien lumpuh didalam tinja kalsium dan fosfor meningkat mungkin oleh penurunan dalam penyerapan usus dari unsur-unsur kimia.

2.4.1. Pengukuran Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat diukur menggunakan kuesioner yang disebut APARQ (Adolessenci Physical Activity Recall Questionnaire), remaja menuliskan jenis,

(47)

dalam aktivitas berat, paling sedikit 3 kali seminggu untuk maksimal 30 menit perhari, dikatakan kurang aktif jika remaja hanya melakukan aktivitas sedang sedikit 3 jam perhari dalam satu minggu (Booth, 2006). Skor aktivitas diperoleh berdasarkan jenis aktivitas fisik dikalikan frekwensi dan akurasi aktivitas fisik yang dilakukan selama 7 hari. Aktivitas fisik berdasrkan tingkat: ringan (25% dari jenis aktivitas fisik), sedang (60% digunakan dari jenis aktivitas fisik dalam per hari), berat (≥ 75%

waktu yang dipergunakan untuk aktivitas fisik (Gutric, 1989). Aktivitas fisik dapat dinilai dalam total pengeluaran energi yang berkaitan dengan hasil dari pengkajian yang didapat rangkuman frekuensi, durasi dan intensitas dan volume aktivitas dapat ditentukan kuantitasnya dengan satuan MET (Metabolik Energi Turnovere)-perhari

atau perminggu yaitu, intensitas semua aktivitas yang dinyatakan dengan ekuivalen

MET dikalikan dengan waktu bagi semua aktivitas. Klasifikasi aktivitas fisik antara

lain: ringan; <600 MET perminggu, sedang 600-3000 MET perminggu, Berat: >3000 MET perminggu (Gibney et al., 2009).

2.5. Kepadatan Tulang

Menurut Suryono (2007), densitas atau kepadatan tulang adalah jumlah

kandungan mineral tulang diukur dengan alat densinometer. Densinometer tulang

pada remaja dapat menentukan kepadatan tulang atau kekokohan kompakta lapisan jaringan tulang. Densitas tulang secara umum disebut dengan istilah massa mineral tulang (Bone Mineral Density). Densitas tulang memiliki hubungan terbalik yang

(48)

tulang maka semakin besar resiko patah tulang (National Osteoporosis Foundation

2003). Pembentukan tulang sangat pesat dialami oleh seseorang yang berada pada

rentang usia antara 18 tahun hingga 20 tahun (Mann & Truswell 2007; Kementerian Kesehatan RI, 2008), menyebutkan bahwa massa tulang usia 30 tahun akan mengalami suatu puncak kepadatan tulang yang biasanya disebut Peak Bone Massa

(PBM). Massa jaringan tulang total pada tubuh yang terbentuk pada masa remaja

adalah 45% dan mencapai puncak kepadatan tulang pada saat remaja akhir (Matkovic et al., 1994). Kebutuhan gizi selama remaja mengalami peningkatan

karena adanya proses pertumbuhan. Hal tersebut juga berlaku untuk kebutuhan mineral termasuk kalium. Menurut Riyadi (2003), lebih dari 20% pertumbuhan tinggi badan total dan sekitar 50% massa tulang dewasa dicapai selama remaja, sehingga ini menyebabkab kebutuhan kalsium meningkat sekitar 50%. Menurut Kalwarf et al.,

(2003), seseorang yang mengkonsumsi kalsium terutama susu kurang pada saat anak-anak dan remaja akan memiliki kepadatan tulang kurang kuat dan terjadilah kerapuhan, mudah patah pada saat usia lanjut.

Selama pertumbuhan dan pembentukan tulang serta guna mencapai peak bone

massa laki-laki membutuhkan lebih banyak kalsium dari pada perempuan selama usia

(49)

Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh salah satunya adalah memberikan kekuatan dan pembentukan pada tulang dan gigi, Kalsium dalam tulang merupakan sumber kalsium darah (Almatsier 2006). Asupan kalsium yang cukup sangat dianjurkan karena kalsium didalam darah mengaalami penurunan tubuh akan langsung menyedot kalsium dari tulang bila keadaan ini berlangsung secara terus menerus kadar kalsium di dalam tubuh akan mengalami penurunan sehingga menyebabkan densitas tulang menurun (Mann & Trussel 2007; Kemenkes 2008; Wardiaw et al., 2007). Konsumsi kalsium makanan berserat dalam jumlah yang

besar proporsi fosfor yang lebih besar daripada kalsium adanya asam fitat, oksalat dan asam lemak yang tidak dapat diserap dan mengikat kalsium akan menurunkan, penyerapan kalsium dalam tubuh selain itu obat-obatan tertentu jenis glukosteroid dapat berpengaruh terhadap kesediaan biologik kalsium atau meningkatkan ekskresi sehingga dapat menyebabkan penurunan kepadatan tulang (Almatsier, 2006; Dawson-Hughes, 2006). Aktivitas fisik seharian dan olahraga juga dapat mempengaruhi massa dan kepadatan tulang aktivitas fisik olahraga dengan tingkat sedang yang dilakukan secara teratur sangat baik diterapkan sejak dini untuk pertumbuhan massa tulang (Mann & Trussel 2007; Valimaki et al., 1994 & CDC,

2005; Fikawati et al., 2005), menyatakan bahwa aktivitas fisik olahraga yang baik

untuk mendukung kekuatan dan kepadatan tulang mencapai peak bone massa

(50)

aktivitas fisik seseorang tinggi maka ia akan memperoleh rangsangan untuk memenuhi kebutuhan kalsium dengan berusaha mengkonsumsi makanan sumber kalsium (Fikawati et al., 2005). Penelitian Lloyd et al., (2004), menunjukkan adanya

hubungan yang positif antara tingkat aktivitas fisik olahraga dengan massa dan kekuatan tulang aktivitas fisik olahraga pada masa remaja berhubungan dengan massa tulang dan kekuatan tulang panggul masa dewasa.

2.5.1. Faktor yang Mempengaruhi Kepadatan Tulang Remaja

Puncak massa tulang menentukan massa tulang pada usia lanjut dengan kata lain untuk menjamin terjadinya massa tulang di usia tua tergantung pada puncak massa tulang di masa pertumbuhan (Gibson, 2005). Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi atau dirubah antara lain; (1) Usia; Usia adalah jumlah hari, bulan, tahun yang telah dilalui sejak lahir sampai dengan waktu tertentu. Usia juga biasa diartikan sebagai satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk baik yang hidup maupun mati. Misalnya umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Fitriansyah, 1999). (2) Gender diperkirakan selama hidup wanita akan kehilangan massa tulang 30%-50% sedangkan pria hanya 20%-30% namun tidak berarti semua wanita yang telah mengalami keterlambatan haid atau ketidakteraturan siklus haidnya akan mengalami

(51)
(52)

pengecilan tulang dan pengeluaran kalsium dari tubuh (hiperkalsiuria). Immobilitas

umumnya dialami orang yang berada dalam masa penyembuhan yang perlu mengistirahatkan tubuhnya untuk waktu lama. (4) gaya hidup yang tidak sehat memengaruhi kepadatan tulang seseorang diantaranya adalah sebagai berikut; (a) kebiasaan merokok ternyata rokok bisa menghambat penyerapan kalsium dalam tubuh sehingga akan dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan pembentukan massa tulang (Fachry, 2010). Ketua Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) Jawa Barat mengatakan perokok sangat rentan menurunnya kepadatan tulang karena zat nikotin di dalam mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang nikotin membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga, susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan.

(53)

sehingga akan menimbulkan terhambatnya sel osteoblast mengadakan absopsi maka akan terjadilah penipisan matrik tulang, tetapi penggunaan alkohol yang sedang tidak lebih dari 2 gelas sehari untuk pria dan 1 gelas untuk wanita berhubungan dengan ketebalan tulang yang lebih tinggi. Kebanyakan dokter menyarankan membatasi namun tidak menghilangkan penggunaan alkohol, (c) kurangnya berolahraga faktanya aktivitas fisik olahraga jauh lebih baik dalam membentuk tulang sehat dan kuat sehingga terhindari gangguan pembentukan massa tulang mungkin karena terbius oleh iklan-iklan susu yang menjanjikan tulang kuat membuat orang lebih suka mengkonsumsi susu daripada melaksanakan aktivitas fisik olahraga susu dikatakan sumber terbaik penghasil kalsium yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tulang. Namun menurut penelitian baru aktivitas fisik olahraga ternyata bekerja jauh lebih baik dibanding kalsium dalam hal pembentukan tulang yang sehat dan kuat. Karena itu aktivitas fisik lebih utama ketimbang minum susu (Tom Lloyd, 2009). (d) diet rendah makanan yang mengandung kalsium dan vitamin D. (d) kebiasaan minum minuman bersoda (soft drink) minuman yang sangat populer di kalangan remaja ini

beberapa di antaranya mengandung fosfat dengan kadar yang tinggi menarik kalsium dari tulang jadi ada baiknya para remaja mengurangi konsumsi minuman bersoda. (e) kebiasaan minum kopi dilaporkan dapat menyebabkan adanya risiko tinggi dalam pengurangan massa tulang pada wanita. (f) kebiasaan pemakaian obat yang mengganggu metabolisme tulang; antara lain; kostikosteroid, sitostatika, anti kejang, anti kuagulansia (warfarin & heparin). (g) kurang terpapar sinar matahari pagi sinar

(54)

membentuk vitamin D3 dalam menetralisasi tulang dimana sel osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang membutuhkan kalsium sebagai bahan dasar dan hormon kalsitriol berasal dari vitamin D3 kulit dan vitamin D2 yang berasal dari makanan misalnya ; mentega, keju, telur, ikan.

2.5.2. Pengukuran Densitas Tulang

1. Kadar Ca, P dan alkalisfosfatase tidak menunjukkan kelainan yang nyata. 2. Kadar 1,25 (OH) 2 vitamin D dan absorbsi Ca menurun.

3. Ekresi fosfat dan hydroksyprosoline terganggu sehingga meningkatkan kadarnya. 4. Scann Tomografi (CT) mengukur densitas tulang secara kuantitatif DEXA (Dual

energy X-ray Absorptiometry) dan BMD (BoneMineralDensity).

Menurut Broto (2004), pemeriksaan kepadatan tulang dengan bone

densinometer merupakan pemeriksaan kepadatan tulang akurat dan presisi untuk

menilai kepadatan tulang sehingga dapat digunakan untuk mendiagnosis kepadatan tulang terhadap penipisan, kerapuhan tulang. Sistem kerja alat ini ada yang dapat mengukur lumbal, pangkal paha, lengan bawah ataupun tumit (Kemenkes, 2008). Ukuran kepadatan tulang biasanya dinyatakan dengan nilai T-score. Nilai T adalah

nilai perbandingan kepadatan tulang standar populasi orang dewasa muda normal dengan jenis kelamin yang sama sedangkan nilai Z-score adalah perbandingan nilai

(55)
[image:55.612.116.527.250.614.2]

Normal nilai -t score +1 SD, Osteopenia nilai -t score -1 sampai dengan -2,5 SD, Osteoporosis nilai -t score >-2,5 SD. (WHO.1994). Dari berbagai hasil penelitian dan pengukuran diperoleh konversi nilai T-score dengan nilai kepadatan meniral tulang (g/cm²), sebagaimana terlihat pada tabel 4 (Mellinkow, 2005).

Tabel 2.4. Konversi T-score Menjadi Kepadatan Mineral Tulang (g/cm²)

T-score Kepadatan Mineral

Tulang T-Score

(56)

2.5.3. Upaya Meningkatkan Kepadatan Tulang Remaja

(57)

2.6. Landasan Teori

Menurut Brunner dan Suddarth (2004), penyebab kepadatan tulang belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhinya yang saling berkaitan antara faktor yang tak dapat dirubah yang merupakan faktor gaya hidup atau kebiasaan yang tidak sehat jika sudah mencapai umur 30 tahun struktur tulang tidak terlindungi karena adanya penyerapan mineral dalam kedaan normal terjadi proses yang terus menerus dan secara seimbang yaitu proses pembentukan maka akan terjadi penurunan massa tulang. Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang bagian korteks dan lebih dini dibagian trabekula akan mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5%/tahun serta penurunan massa tulang lebih cepat pada bagian tubuh seperti metakarpal, kolum femoris, corpus vertebrae. Bagian tubuh yang sering patah adalah vertebrae, paha bagian proksimal radius dan ulna.

Menurut Gibson (2005), faktor terjadinya pembentukan massa tulang terlambat pada remaja ditentukan oleh puncak massa tulang (Bone Peak Mass) yang

(58)

tiroid, paratiroid, insulin dan glucosteroid. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi atau dirubah yang mempengaruhi meningkatnya terjadi menurunnya kepadatan tulang pada remaja diantaranya adalah ekonomi, pengetahuan, imobilisasi, kebiasaan atau gaya hidup seperti; kebiasaan merokok, minum alkohol, kurangnya olahraga, diet rendah konsumsi makanan mengandung kalsium dan vitamin D. Kebiasaan minum minuman bersoda (soft drink) kebiasaan minum kopi, menggunakan jenis obat-obatan

tertentu, kebiasaan pola makan terhadap peningkatan terjadinya penurunanan dan peningkatan absopsi kalsium dalam tubuh (fast food, junk food) buah dan sayuran

yang kurang tetapi banyak konsumsi bahan pangan yang tinggi protein hewani dari pada nabati. Kurangnya terpapar sinar matahari (Munger et, al., 1999). Berdasarkan

(59)
[image:59.612.110.579.110.416.2]

Gambar. 2.1. Kerangka Teori Memengaruhi Kepadatan Tulang (Brunner& Sundarth, 2004)

2.7. Kerangka Konsep

Kepadatan tulang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak dapat diubah maupun yang dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah antara lain: genetik, keturunan, jenis kelamin dan hormone. Faktor yang dapat diubah antara lain: adalah gaya hidup atau kebiasan yang tidak sehat, seperti minum alkohol, merokok, fast

food, junk food, soft drink, diet rendah kalsium dan vitamin D, aktivitas fisik yang

kurang, pengetahuan, ekonomi, immobilisasi, kurang sinar matahari. (Sundarth & Brunner, 2004). Variabel merupakan objek dalam penelitian ini dalam

Melemahnya daya serap sel terhadap kalsium darahtulang misalnya: sepertimalabsobsi, post

operasiusus penyakit hati, pankreas, ginjal,

penyakit ulkus duodenum, Usia,gender, hormon; penurunan estrogen, testosteron, tiroid, parateroid, insulin, glucosteroid,growth Hormon-hormon

Penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru

Terjadilah penurunan massa tulang

Faktor yang Tak Dapat dimodifikasi

Mekanisme penyerapan dan metabolik kalsium

Faktor yang Dapat dimodifikasi *Ekonomi *Pendidikan *Diet rendah makanan yang mengandung kalsium dan vitamin D. *Imolibisasi/ Pergerakan yang kurang. Gaya hidup * Merokok * Minum alkohol,kopi * Kurank aktifitas

fisik..

* Kurangnya sinar matahari pagi. * Pola makan yg kurang sehat. misalnya:minuman

(60)
[image:60.612.115.522.184.413.2]

mengumpulkan dan menghubungkan satu dengan yang lainnya dalam bentuk bagan sesuai dengan tujuan penelitian kerangka konsep penelitian terdapat pada gambar 2.2

Gambar. 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Pola Konsumsi Kalsium 1. Jumlah asupan kalsium

2. Frekuensi konsumsi bahan pangan kalsium.tinggi dan rendah

3. Frekuensi bahan zat pembantu dan Penghambat penyerapan kalsium

4. Jenis sumber utama kalsium susu

dan olahannya. Kepadatan

Tulang

(61)

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah Explanatory research yang menggunakan metode survey

dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis hubungan

asupan kalsium, frekuensi bahan pangan kalsium tinggi dan rendah, frekuensi bahan zat pembantu dan penghambat penyerapan kalsium serta jenis sumber utama kalsium dan olahannya. Tingkat aktivitas fisik dan kepadatan tulang diukur satu kali dalam waktu bersamaan.

Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Desember 2013 dan bertempat di Sekolah Menengah Atas Swasta Cahaya Medan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Cahaya Medan. Alasan memilih lokasi Ini karena merupakan Sekolah Swasta mengarah ke level berstandar international. Hal inilah menuntut siswa/i lebih aktif dan keatif berkompotensi meningkatkan prestasinya sehingga berkoordinasi menentukan waktu dengan kondisi tuntutan Perguruan sedemikian, maka dalam mengantisipasi hal tersebut, dimana Siswa/I untuk memenuhi kebutuhan makanannya lebih menyukai makanan cepat saji (fast

food dan junk food. Pertimbangan kurang konsumsi sumber kalsium yang diakibatkan

(62)

kesehatan tulang yang kuat serta aktivitas fisik yang lebih banyak duduk diam (sedenlentary). Lokasi sekolah terletak di perkotaan yang dapat meningkatkan

responden untuk berkeinginan memilih, menikmati bahan pangan soft drink, junk

food, fast food. Penelitian tentang hubungan pola konsumsi kalsium dan aktivitas fisik

dengan kepadatan tulang pada remaja belum pernah dilakukan di Wilayah Kota Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung dari bulan Nopember 2013 sampai dengan Januari 2014.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah

Gambar

Tabel  2.1. Angka  Kecukupan  Kalsium  (mg/hari)  pada Remaja
Tabel 2.2 Nilai Kalsium Berbagai Bahan Makanan (mg/100 gram)
Tabel  2.3. Macam Aktivitas Fisik Sehari-hari
Tabel  2.4. Konversi T-score Menjadi Kepadatan Mineral Tulang (g/cm²)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) dilaksanakan, mahasiswa terlebih dahulu menempuh kegiatan yaitu pra PPL melalui pembelajaran mikro dan kegiatan

Sherlyta Mutia Hutabarat, selaku Kepala Puskesmas Silinda yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan

Undang-undang Minyak dan Gas Bumi memuat substansi pokok mengenai ketentun bahwa minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis yang terkandung di dalam

Bu1ru laporan ini adalah merupakan hasil perbaikan yang telah dilakukan para pcncliti dari tiap bagian berdasarkan masukan-rnasukan yang diperoleh dari ~r

Sistem transmisi mesin pengupas kulit kacang tanah menggunakan motor bensin sebagai sumber utama tenaga pengerak dimana putarannya dari putaran 3600 rpm diturunkan

Setelah pertemuan klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat, wajah cerah tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia menceritakan

Setujukah anda untuk tidak akan menangkap ikan di daerah zona perlindungan ikan jika telah ditetapkan kawasan konservasi.. Setujukan anda untuk ikut menjaga terumbu karang,

Tanah tersebut dan atau menambahkannya dengan bahan urugan tanah atau sirtu yang baik, dan jika struktur lapisan tanah tersebut sulit untuk mencapai kepadatan