• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori yang Relevan 2.1.1 Analisis kesalahan - Analisis kesalahan penggunaan morfem infleksi dalam konjugasi bahasa Arab pada santriwati kelas II Pesantren Darul Arafah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori yang Relevan 2.1.1 Analisis kesalahan - Analisis kesalahan penggunaan morfem infleksi dalam konjugasi bahasa Arab pada santriwati kelas II Pesantren Darul Arafah"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori yang Relevan

2.1.1 Analisis kesalahan

Ellis (1987:296) mengatakan analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja, yang biasa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebab-penyebabnya serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu.

James (1998:5-6) juga mengemukakan bahwa analisis kesalahan sebagai cabang dari linguistik terapan pembelajaran bahasa pertama dan bahasa kedua/bahasa asing yang melibatkan bahasa ibu, bahasa sasaran, dan bahasa antara-bahasa sasaran yang digunakan pembelajar. Namun, ciri khas analisis kesalahan terletak pada pendeskripsian bahasa sasaran dan bahasa antara termasuk analisis perbandingan diantaranya. Oleh karena itu, pendeskripsian dan perbandingan bahasa sasaran dengan bahasa antara termasuk dalam tahapan analisis kesalahan berbahasa.

(2)

Perencanaan. Yang diartikan bahwa analisis kesalahan adalah sutau prosedur kerja, sebagai prosedur kerja analisis kesalahan mempunyai langkah-langkah tertentu, yang dimaksud dengan “metodologi” analisis kesalahan. Yang mencakup pada pengumpulan data kesalahan, pengidentifikasian kesalahan dan pengklasifikasian kesalahan, memperingkat kesalahan, menjelaskan kesalahan, dan mengoreksi kesalahan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dalam penelitian ini digunakan teori (Corder 1981) karena teori ini dapat memandu Peneliti untuk mencari data di lapangan. Dapat disimpulkan bahwa analisis kesalahan adalah suatu proses yang betujuan untuk menganalisis kesalahan berbahasa yang digunakan oleh pembelajar bahasa asing melalui prosedur kerja dengan menggunakan teknik penelitian meliputi pengumpulan data pada sampel, pengidentifikasi kesalahan tersebut berdasarkan faktor penyebabnya, dan menginterpretasikan kesalahan tersebut secara sistematis.

2.1.2 Jenis analisis kesalahan

(3)

(1) taksonomi kategori linguistik; (2) taksonomi siasat permukaan; (3) taksonomi komparatif; dan (4) taksonomi efek komunikatif.

Taksonomi kategori linguistik adalah kesalahan berbahasa yang berdasarkan pada butir linguistik. Jadi, kesalahan berbahasa dapat dikategorikan menjadi kesalahan fonologi, morfologi, sintaksis dan leksikon. Kemudian Politzer dan Remirez dalam Parera (1999) mengelompokkan kategori kesalahan linguistik yang mencakup kesalahan morfologi diantaranya kesalahan memilih afiks, salah menggunakan kata ulang, salah memilih bentuk kata.

Contohnya: banyak pelajar-pelajarbaris-baris di tanah lapangan itu.

Gerakan tanganmu dengan gerakkan silat! Yang seharusnya:

Banyak pelajar berbaris di lapangan itu.

Gerakkan tanganmu dengan gerakan silat!

(4)

1. Omission ‘Penghilangan’, yaitu kesalahan ini ditandai oleh ketidak hadiran suatu butir yang seharusnya ada dalam ucapan yang baik dan benar.

Contoh: kami membeli makanan yang enak di warung berubah menjadi kami membeli makanan enak warung.

2. Addition ‘Penambahan’, penutur bahasa menambahkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu frase atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat.

Contoh: Para mahasiswa-mahasiswa seharusnya para mahasiswa

Banyak rumah-rumah seharusnya banyak rumah

3. Misformation ‘Kesalahbentukan’, penutur membentuk suatu frase atau kalimat yang tidak sesuai kaidah bahasa itu. Akibatnya konstruksi frase atau kalimat menjadi salah (penyimpangan) kaidah bahasa.

Contoh: Ani sedang mensapu rumah seharusnya Ani sedang menyapu

rumah.

4. Misordering ‘Kesalahurutan’, penutur menyusun atau mengurutkan unsur-unsur bahasa dalam suatu konstruksi frase atau kalimat di luar kaidah bahasa itu. Akibatnya frase atau kalimat itu menyimpang dari kaidah bahasa.

Contoh: aku tidak tahu apa itu, seharusnya aku tidak tahu yang dimaksud dengan hal itu.

(5)

tipe-tipe kontruksi tertentu lainnya. Sebagai contoh: penggunaan bahasa Inggris pada pelajar Indonesia.

Contoh: I not craying seharusnya I am not crying

Taksonomi efek komunikatif memandang serta menghadapi kesalahan dari perspektif efeknya terhadap penyimak atau pembaca. Pusat perhatian tertuju pada pembedaan antara kesalahan-kesalahan yang seolah-olah menyebabkan salah komunikasi.

contoh: bahasa Indonesia banyak orang disenangi. Seharusnya bahasa Indonesia banyak disenangi orang.

Dari jenis analisis kesalahan di atas penelitian ini hanya fokus pada jenis analisis kesalahan berdasarkan kategori 2 taksonomi. Yakni pada taksonomi linguistik dan siasat permukaan. Karena bentuk kesalahan berdasarkan bentuk morfem infleksi ini lebih cenderung kepada taksonomi linguistik dan siasat permukaan.

2.1.3 Kesalahan berbahasa

Dalam berkomunikasi setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu komunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan meyimpang dari kaidah tata bahasa (Setyawati, 2010:15). Kesalahan bahasa dianggap sebagai suatu proses pembelajaran baik secara formal maupun non formal.

(6)

tersebut merupakan bagian-bagian yang “menyimpang” dari norma baku atau norma terpilih dari performansi bahasa orang dewasa.

Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang beragam. Untuk membahas tentang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menggunakan 3(tiga) istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1) lapses, (2) error, dan (3)

mistake.

Ketiga isitilah itu memliki domain yang berbeda dalam memandang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menjelaskan:

a. Lapses

Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan(kalimat) selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini di istilahkan dengan “slip of the tongue” sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan “slip of the pen”. Keslahan ini terjadi akibat ketidak sengajaan oleh penuturnya. b. Error

(7)

c. Mistake

Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Menurut Huda (1981), kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa (anak) yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua disebut kekhilafan (error). Kekhilafan (error), menurut Nelson Brook dalam Syafi’ie (1984), itu “dosa/kesalahan” yang harus dihindari dan dampaknya harus dibatasi, tetapi kehadiran kekhilafan itu tidak dapat dihindari dalam pembelajaran bahasa kedua. Ditegaskan Oleh Dulay, Burt maupun Richard (1979), kekhilafan akan selalu muncul betapa pun usaha pencengahan dilakukan, tidak seorang pun dapat belajar bahasa tanpa melakukan kekhilafan (kesalahan) berbahasa.

Uraian di atas menunjukkan bahwa dalam kesalahan berbahasa adanya kesamaan antara kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake). Selanjutnya akan dibahas mengenai perbedaan antara kesalahan dan kekeliruan.

2.1.3.1 Perbedaan kesalahan dan kekeliruan

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal kata “kesalahan” dan “kekeliruan” sebagai dua kata yang bersinonim, dua kata yang mempunyai makna yang kurang lebih sama. Tarigan (1988:75) mengatakan bahwa istilah kesalahan

(error) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran bahasa dibedakan yakni penyimpangan dalam pemakai bahasa.

(8)

biasanya dapat diperbaiki oleh para siswa sendiri bila yang bersangkutan lebih sadar dan lebih berkonsentrasi. Siswa sebenarnya sudah mengetahui sistem bahasa tersebut, namun karena suatu hal dia lupa akan sistem itu. Jadi, kekeliruan ini agak bersifat lama.

Sebaliknya kesalahan disebabkan oleh faktor kompetensi. Artinya, siswa memang belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakannya. Kesalahan biasanya terjadi secara konsisten, jadi secara sistematis kesalahan itu dapat berlangsung lama apabila tidak diperbaiki. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari table berikut ini:

Kategori /sudut pandang Kesalahan Kekeliruan 1. Sumber

Tabel 2.1 perbandingan keslahan dan kekeliruan (Sumber: Tarigan, 1988:76)

Dari paparan di atas disimpulkan bahwa adanya kesamaan antara mistake

(kekeliruan) dan error (kesalahan) yang mana kedua-duanya adalah bagian dari kesalahan. dalam hal ini akan diteliti kekeliruan dan kesalahan yang terjadi dalam berbahasa yang merupakan bagian dari sebuah kesalahan (error).

2.1.4 Faktor penyebab terjadinya kesalahan berbahasa

(9)

saling mempengaruhi, yang mengakibatkan terjadinya kesalahan berbahasa. Secara garis besarnya, Richards (1974) mengatakan bahwa faktor penyebab kesalahan berbahasa yang terjadi oleh pembelajar bahasa itu dibedakan atas: kesalahan ‘antarbahasa’ (nterlanguage errors, dan kesalahan intrabahasa’

intralingual errors.

1. Kesalahan ‘antarbahasa’ interlanguage errors, yaitu kesalahan yang disebabkan oleh interferensi (B1) terhadap (B2) yang dipelajari.

Richards (1985:37) mengelompokkan faktor kesalahan antar bahasa

Interlingual error di dalam proses antar bahasa terdapat 5 proses antar bahasa yaitu: transfer bahasa language transfer transfer latihan transfer of training ,siasat pembelajaran bahasa kedua strategies of second language learnig,,

siasat komunikasi bahasa kedua strategies of second language communication,

penyamarataan yang berlebihan mengenai bahan linguistik bahasa sasaran

over-generalization of target language linguistic material. Namun selain 5 proses antarbahasa tersebut ada sejumlah proses lainnya yang dalam beberapa hal berkaitan dengan bentuk-bentuk permukaan ucapan-ucapan antarbahasa. Di antaranya sebagai berikut:

a. Transfer bahasa adalah interferensi dari bahasa ibu atau B1 kepada bahasa sasaran atau B2;

(10)

c. Siasat pembelajaran bahasa kedua adalah kesalahan yang berkaitan dengan pendekatan sang pembelajar sendiri pada bahan yang dipelajari;

d. Siasat komunikasi bahasa kedua adalah kesalahan yang berkaitan dengan cara sang pembelajar berupaya berkomunikasi dengan para penutur asli di dalam situasi pemakaian bahasa secara alamiah;

e. Overgeneralisasi kaidah-kaidah bahasa sasaran adalah kesalahan yang berkaitan dengan cara sang pembelajar menstruktur kembali (mereorganisasikan) bahan linguistik atau materi kebahasaan

2. Kesalahan ‘intrabahasa’ intralingual errors, yaitu kesalahan yang merefleksikan ciri-ciri umum kaidah yang dipelajari seperti kesalahan generalisasi, aplikasi yang tidak sempurna terhadap kaidah-kaidah, dan kegagalan mempelajari kondisi-kondisi penerapan kaidah.

Dengan singkat, penyebab kesalahan” intrabahasa” ini adalah: a. Over-generalization ‘penyemarataan berlebihan’

Penyemarataan berlebihan atau over-generalisasi mencakup contoh-contoh dimana seorang pelajar menciptakan struktur yang menyimpan berdsarakan pengalamannya mengenai struktur-struktur lain dalam bahasa sasaran atau bahasa target.

Contoh: he can sings yang seharusnya he can sing

(11)

yang regular. Hal ini mungkin saja sebagai akibat upaya seorang pelajar mengurangi beban linguistiknya. (Richards:1985:174)

b. Ketidaktahuan akan pembatasan kaidah

Berkaitan erat dengan penyamarataan atau generalisasi struktur-struktur yang menyimpang yang telah dijelaskan sebelumnya adalah kegagalan mengamati pembatasan-pembatasan atau restriksi-restriksi struktur-struktur yang ada, yaitu penerapan kaidah-kaidah terhadap konteks-konteks yang tidak menerima penerapan tersebut.

Contoh: The man who I saw him

We saw him play football and we admired

c. Penerapan kaidah yang tidak sempurna

Dalam kategori ini terjadinya struktur-struktur yang penyimpangannya menggambarkan taraf perkembangan kaidah-kaidah yang diperlukan untuk menghasilkan ucapan-ucapan yang berterima atau dapat diterima. Sebagai contoh: kesulitan-kesulitan sistematis dalam penggunaan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diamati dengan jelas pada siswa yang mempelajari bahasa kedua (B2). Pelajar B2 yang mungkin hanya tertarik pada komunikasi, dapat mencapai komunikasi yang cukup efisien tanpa memerlukan pengawasan yang lebih banyak daripada kaidah-kaidah sederhana pemakai pertanyaan.

Contoh:

Pertanyaan guru jawaban siswa

(12)

What was she saying? She saying she would ask him

(Richards: 1985:178)

d. Salah menghipotesiskan konsep

Sebagai tambahan terhadap jajaran-kesalahan intralingual yang telah dibahas di atas, masih terdapat sejenis kesalahan perkembangan yang diturunkan dari pemahaman yang salah terhadap pembedaan-pembedaan di dalam bahasa target. Hal ini kadang-kadang berkaitan dengan gradisi hal-hal pengajaran yang tidak selaras. Sebagai contoh, bentuk was dalam bahasa Inggris dapat diinterpretasikan sebagai penanda atau ciri pada masa lalu sehingga menghasilkan one day it was happened dan bentuk is mungkin dipahami sebagai yang berhubungan dengan penanda pada masa kini (sekarang) sehingga menghasilkan he is speaks dutch. Seharusnya he speaks dutch

Contoh: farmers are went to their houses Seharusnya Farmers went to their houses

2.2 Morfologi

(13)

kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi garamatik maupun fungsi semantik. Secara struktural objek kajian morfologi adalah morfem pada tingkat rendah dan pada tingkat tertinggi. Itulah sebabnya, morfolgi sebagai seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.

Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa Morfologi merupakan salah satu cabang linguistik yang membahas mengenai perubahan kata. Dalam bahasa Arab, morfologi merupakan sharf, dimana di dalamnya banyak membahas tentang perubahan-perubahan kata dari satu kata menjadi sejumlah kata yang mempunyai arti tersendiri. Dalam kajian morfologi, terdapat poin-poin yang menjelaskan lebih rinci tentang morfologi itu sendiri, seperti objek kajian morfologi, proses morfologi, hubungan morfologi dengan ilmu-ilmu tata bahasa lainnya, serta morfologi dalam bahasa Arab itu sendiri dimana salah diantaranya yaitu morfem.

Morfem adalah satuan morfologi yang tidak dapat dibagi lagi menjadi satuan – satuan yang lebih kecil, dalam arti kata yang ada dalam rangkaian kata – kata mempunyai fungsi formal yang sama dan tidak dapat dibagi lagi. Bentuk linguistik di atas diartikan sebagai setiap kombinasi fonem yang mengandung makna. Jadi morfem merupakan suatu gramatikal terkecil yang mempunyai arti.

(14)

Sedangkan menurut Yule (1985:76), terdapat dua kategori morfem terikat, yaitu

derivational morphemes dan inflectional morphemes.

a. Derivational Morpheme

Derivational Morpheme adalah morfem yang membentuk kata – kata baru dan sering digunakan untuk membentuk kata-kata dengan kategori gramatikal yang berbeda dari stem-nya, misalnya penambahan morfem –ly pada kata sifat

careful akan mengubahnya menjadi kata keterangan carefully. Dalam bahasa arab misalnya kata /kataba/ ﺐﺘﻛ ‘menulis’ (verba) /kitabun/ ﺏﺎﺘﻛ ‘buku’ (nomina)

b. Inflectional Morpheme

Inflectional morpheme ini digunakan untuk menunjukkan kata yang bersifat jamak atau tunggal dan tidak mengubah kelas kata. Contohnya, morfem infleksi –s pada kata books menunjukkan kata benda jamak. Dalam bahasa arab contohnya:

/muslimun/ ﻢﻠﺴﻣ ‘satu orang muslim’ /muslimāni/ ﻥﺎﻤﻠﺴﻣ ‘dua orang muslim’ /muslimūna/ ﻥﻮﻤﻠﺴﻣ ‘beberapa orang muslim’

2.2.1 Morfem Infleksi

Istilah Fleksi (flexion dalam bahasa inggris) atau “Infleksi” (inflexion)

(15)

bahasa Indonesia: tulis, tulisi, tuliskan, ditulisi, dituliskan, menulisi, menuliskan, tertulis, tertuliskan, semuanya tergolong kategori verba.

Telah diketahui dalam bahasa-bahasa fleksi, seperti bahasa Arab, Latin, dan bahasa Italia, ada pembentukan kata secara inflektif dan derivatif. Dalam pembentukan kata inflektif identitas leksikal kata yang dihasilkan sama dengan identitas leksikal bentuk dasarnya. Jadi pembentukan kata Inggris dari dasar write menjadi writes adalah pembentukan kata inflektif, karena baik write maupun writes adalah sama-sama verba (Chaer, 2007:37)

Infleksi menurut Bauer (1988:73) adalah proses morfologis yang menyebabkan terbentuknya berbagai bentukan, tetapi bentukan itu tidak berakibat pada perubahan kelas kata atau tetap pada kelas kata yang sama. Pendapat yang lain mengatakan Inflection adalah proses pembentukan kata dengan cara menambahkan imbuhan tetapi tidak mengubah kelas kata pada bentukan kata yang baru tersebut Katamba, 1993: 47).

2.2.2 Proses infleksi dalam konjugasi bahasa Arab

Proses morfologi infleksi dalam bahasa-bahasa dunia dikenal dalam konjugasi dan deklinasi (Verhaar, 1999:121-126). Konjugasi adalah alternasi infleksi pada verba dan deklinasi adalah alternasi pada nomina dan adjektiva. Konjugasi mencakup (1) kala, (2) aspek, (3) modus, (4) diathesis, (persona: jumlah dan jender). kemudian Chaer (2007:258) menjelaskan perbedaan antara kala, aspek, modus dan dhiatesis.

(16)

Dan aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian, dan proses. Selanjutnya Modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara atau sikap si pembicara tentang apa yang diucapkannya. Kemudian dhiatesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu.

Kategori verba dalam bahasa Arab terbagi menjadi verba Perfect (fi’il

mādi), verba Imperfect (fi’il mudāri’), dan verba Imperative (fi’il ? amr).

Penggolongan kata menjadi verba, selain ditentukan oleh fungsi di dalam kalimat, juga ditentukan oleh pola yang ada dalam bahasa Arab. Pola disini menunjukkan bahwa masing-masing verba mempunyai cirri-ciri tersendiri (Ad-dahdah, 1981:115).

Menurut Shini ” (1990:79) berdasarkan segi waktu (kala) verba dalam bahasa Arab dibagi menjadi tiga yaitu, verba mādi, verba mudāri’ dan verba

?amr. Ia memberikan defenisi mengenai verba-verba tersebut sebagai berikut: " ﻡﻼﻜﻟﺍ ﻞﺒﻗ ﺙﺪﺣ ﻰﻠﻋ ﻝﺪﻳ ﻱﺬﻟﺍ ﻞﻌﻔﻟﺍ ﻮﻫ ﻲﺿﺎﻤﻟﺍ ﻞﻌﻔﻟﺍ ".

" ﻞﺒﻘﺘﺴﻤﻟﺍ ﻭﺍ ﺮﺿﺎﺤﻟﺍ ﻦﻣﺰﻟﺍ ﻲﻓ ﺙﺪﺣ ﻰﻠﻋ ﻝﺪﻳ ﻱﺬﻟﺍ ﻞﻌﻔﻟﺍ ﻮﻫ ﻉﺭﺎﻀﻤﻟﺍ ﻞﻌﻔﻟﺍ ".

" ﻞﺒﻘﺘﺴﻤﻟﺍ ﻭﺍ ﺮﺿﺎﺤﻟﺍ ﻲﻓ ﺐﻠﻁ ﻰﻠﻋ ﻝﺪﻳ ﻱﺬﻟﺍ ﻞﻌﻔﻟﺍ ﻮﻫ ﺮﻣﻻﺍ ﻞﻌﻓ ".

/al-fi’lu mādi huwa al-fi’lu al-ladzi yadullu alā hadatsin qobla al-kalami/

/al-fi’lu mudhari’ huwa al-fi’lu al-ladzi hadatsin fi az-zamani al-hādhiri aw

al-mustaqbal/

/fi’lu al-amri huwa al-fi’lu al-ladzi yadullu ‘ala tholabin fi al-hāhiri aw al

(17)

Makna:

“verba mādi adalah verba yang menunjukkan peristiwa yang terjadi sebelum pengujaran.”

“verba mudāri’ adalah verba yang menunjukkan peristiwa pada waktu kini ata waktu mendatang.”

“verba ?amr adalah verba yang menunjukkan sebuah permintaan untuk melakukan sesuatu pada kala waktu atau mendatang.”

Misalnya:

/ba’sa allahu muhammadan/ ﺍﺪﻤﺤﻣ ﷲ ﺚﻌﺑ ‘ Allah telah mengutus Muhammad.’

/naqra-u al-qur āna al-karima/ ﻢﻳﺮﻜﻟﺍ ﻥﺍﺮﻘﻟﺍ ﺃﺮﻘﻧ ‘ kami sedang membaca Al-quran al-karim.’

/?ati’ rabbaka/ ﻚﺑﺭ ﻊﻁﺃ ‘ta’atilah Tuhanmu.’

(18)

melakukan suatu tindakan tanpa mengkaitkannya dengan permasalahan waktu kebahasaan. (Shini, 1990 :71-72)

Dalam morfem infleksi, proses morfologis atau perubahan bentuk yang terjadi lebih disebabkan oleh adanya hubungan sintaksis dan tidak berakibat pemindahan kelas kata, seperti: I write ‘saya menulis’ menjadi He writes ‘dia laki-laki menulis’ (untuk orang ketiga tunggal pada kala kini), verba teach ‘mengajar’ (kini) menjadi teached ‘mengajar’ (kala lampau) dan sebagainya. Afiks-afiks infleksi yang bersifat inflektif meliputi hubungan garamatikal berkenaan dengan kategori persona, jumlah, jender, dan kala.

Persona, jumlah, jender merupakan kategori gramatikal yang memarkahi verba dalam bahasa Arab. Pemarkahan semacam ini merupakan bentukan penyesuian verba dengan subjeknya (Verhaar, 1999:132). Penyesuaian itu dalam hal persona, jumlah, dan jendernya sehingga verba dalam Arab berubah menjadi empat belas pola. Budaya bangsa Arab memilki konsep jender yang membedakan maskulin versus feminin secara ketat berimplikasi pada perwujudan bahasanya sehingga hampir semua kelas kata dalam bahasa Arab termasuk verba. Verba dalam bahasa Arab dapat ditentukan atas maskulin dan feminin, seperti contoh di bawah ini:

/kataba/ ﺐﺘﻛ ‘dia laki-laki menulis’ (Maskulin) /katabat/ ﺖﺒﺘﻛ ‘dia perempuan menulis’ (Feminin)

(19)

/kataba/ ﺐﺘﻛ ‘seorang laki-laki menulis’ (Persona ketiga TM) /katabā/ ﺎﺒﺘﻛ ‘dua laki-laki menulis’ (Persona ketiga DM)

/katabū/ﺍﻮﺒﺘﻛ ‘mereka laki-laki menulis’ (Persona ketiga JM)

Afiks-afiks infleksi berfungsi menandai hubungan gramatikal seperti berkaitan dengan masalah jumlah, persona, kala, modus, dan kasus. Tetapi afiks-afiks tersebut tidak mengubah kelas kata dari kata yang dilekatinya. bahasa Arab adalah salah satu contoh bahasa yang kata-katanya berinfleksi untuk menandai hubungan-hubungan gramatikal di atas. Berbagai konsep gramatikal dinyatakan secara sistematis dan ekonomis menggunakan infleksi-infleksi, seperti konjugasi verba Perfect, verba Imperfect dan verba Imperative dalam bahasa Arab. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian akan mengkaji morfem infleksi penanda persona, jumlah, dan jender dalam verba Arab.

2.2.3 Mofem Infleksi Dalam Konjugasi Bahasa Arab yang berupa Kala dan Diathesis: Persona Jumlah, dan Jender

(20)

berinfleksi secara paradigmatik melalui konjugasi prefiks pemarkah subjek atau disebut dengan nama konjugasi prefiks (prefix conjugation), selanjutnya verba

Imperative’ yang berinfleksi melalui konjugasi prefiks pemarkah subjek atau disebut dengan nama konjugasi prefiks (prefix conjugation) .(Versteegh, 1997:84).

Berikut ini tabel morfem infleksi dalam konjugasi ditinjau dari persona, jumlah, dan jender pada verba Perfect dalam bahasa Arab:

No. Bentuk verba Persona Jumlah Jender Makna dalam

bahasa Indonesia 1. /kataba/ﺐﺘﻛ Ketiga Tunggal Maskulin ‘dia laki-laki telah

menulis’

7. /katabta/ﺖﺒﺘﻛ Kedua Tunggal Maskulin ‘kamu (laki-laki) telah menulis’

10. /katabti/ﺖﺒﺘﻛ Tunggal Feminin ‘kamu perempuan

(21)

13. /katabtu/ﺖﺒﺘﻛ Pertama Tunggal Feminin/maskulin ‘saya telah menulis’

14. /katabna/ﺎﻨﺒﺘﻛ Jamak Feminin/maskulin ‘kami telah

menulis’ Tabel 2.2 Paradigma Verba Perfect Bahasa Arab Dengan Menggunakan

Sufiks Kala dan Persona, Jumlah dan Jender. (Nur, 2010:5)

Tabel tersebut memperlihatkan sebuah verba Perfect dalam bahasa Arab yang berubah secara inflektif berdasarkan perubahan persona, jumlah, dan jender menjadi empat belas macam melalui morfem infleksi yang berbentuk sufiks. Untuk lebih jelas, lihat table morfrm infleksi sufiks berikut ini.

No. Maskulin Feminin 2.3 Sufiks Verba Perfect dalam Konjugasi Bahasa Arab

(Nur, 2010: 5)

(22)

subjek tunggal, dual, Jamak feminin. Dan pada bagian dua terdiri dari Dari persona kedua, sufiks berubah menjadi {-ta}, {-tumā}, {-tum} masing-masing untuk subjek persona kedua jumlah tunggal, dual, dan Jamak maskulin, dan selanjutnya diikuti dengan sufiks {-ti},{-tumā}, dan {-tunna} masing-masing untuk subjek orang kedua feminin dengan jumlah tunggal, dual, dan Jamak. Dan yang terakhir yaitu persona pertama menjadi {-tu}, dan {-nā} masing-masing untuk jumlah tunggal dan Jamak digunakan baik untuk jender maskulin dan feminin.

Selain verba Perfect, verba Imperfect juga menggunakan morfem infleksi yang berbentuk prefiks dan sufiks seperti pada tabel berikut:

No. Bentuk verba Persona Jumlah Jender Makna dalam

bahasa Indonesia

1. /yaktubu/ ﺐﺘﻜﻳ / III Tunggal Maskulin

‘dia laki-laki sedang menulis’

2. yaktubani/ ﻥﺎﺒﺘﻜﻳ

Dual ‘mereka (dua)

(23)

9. /taktubuna/ ﻥﻮﺒﺘﻜﺗ Jamak

‘kalian laki-laki sedang menulis’

10. /taktubina/ ﻦﻴﺒﺘﻜﺗ Tunggal Feminin

‘kamu anak perempuan sedang menulis’

11. /taktubani/ ﻥﺎﺒﺘﻜﺗ Dual

‘kamu (dua) perempuan sedang menulis’

12. /taktubna/ﻦﺒﺘﻜﺗ Jamak

‘kalian perempuan sedang menulis’

13. /aktubu/ ﺐﺘﻛﺍ Pertama Tunggal Feminin/maskulin

‘saya sedang menulis’

14. /naktubu/ ﺐﺘﻜﻧ Jamak Feminin/maskulin ‘kami sedang menulis’

Tabel 2.4 Verba mudari’ dengan Menggunakan Prefiks ditinjau dari Persona, Jumlah, dan Jender

(Nur, 2010: 6)

Tabel di atas memperlihatkan bahwa sebuah verba Imperfect dalam bahasa Arab berubah secara inflektif berdasarkan persona, jumlah, dan jender (subjek) menjadi empat belas macam. Dalam verba Imperfect yang terjadi proses pada prefiks, dan sufiks. Untuk menunjukkan peubahan persona dan jender digunakan prefiks, sedangkan untuk perubahan pada jumlah digunakan sufiks.dapat disimpulkan bahwa dalam verba Imperfect 3 morfem infleksi yaitu pada prefiks dan sufiks.

Untuk lebih jelasnya Prefiks dan Sufiks yang menunjukkan pada verba

(24)

No Tabel 2.5 Tabel Prefiks dan Sufiks Verba Imperfect

(Nur, 2010: 7)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa prefiks verba Imperfect mulai dari persona ketiga adalah prefiks {ya-} untuk maskulin, sedangkan pada persona ketiga untuk feminin verba prefiks adalah {ta-}. tetapi pada persona ketiga feminin Jamak verba Imperfect kembali lagi dengan bentuk prefik {ya-} selanjutnya untuk persona kedua untuk feminin dan maskulin dalam bentuk tunggal, dual dan Jamak bentuk verba prefiks menjadi {ta-}dan untuk persona pertama tunggal menggunakan prefiks{a-} dan untuk pertama Jamak {na-}. Perlu digaris bawahi bahwa dalam prefiks dalam verba Imperfect menunjukkan penanda kala.

(25)

Imperfect bentuk sufiks {-u} terbentuk pada persona ketiga, kedua, dan pertama dalam maskulin dan feminin dengan jumlah tunggal. Bentuk sufiks {-ā ni} terbentuk pada persona ketiga, kedua, dan pertama dalam maskulin dan feminin dengan jumlah dual. Pada bentuk sufiks {-ū na} terbentuk pada persona kedua dan ketiga maskulin dengan jumlah Jamak. Pada bentuk sufiks {-na} terbentuk pada persona ketiga dan kedua feminin dan maskulin dengan jumlah Jamak. Bentuk sufiks {-ī na} terdapat pada persona kedua tunggal Feminin. dalam verba

Imperfect penanda sufiks berfungsi sebagai penanda subjek.

Verba Imperative adalah verba perintah yang ditujukan pada persona kedua dan maksud dari verba ini murni untuk perintah. Berikut ini tabel paradigma verba Imperatif ‘imperatif’ yang terdiri dari prefiks dan sufiks ditinjau dari persona, jumlah dan jender.

No. Bentuk verba Persona Jumlah Jender Makna dalam

bahasa Indonesia 1. /uktub/ ﺐﺘﻛﺍ Tunggal Maskulin ‘tulislah’ kedua

2. /uktuba/ﺎﺒﺘﻛﺍ Dual ‘tulislah’ (dual)

3. /yuktubu/ﺍﻮﺒﺘﻛﺍ Jamak ‘tulislah’ (Jamak)

4. /uktubi/ﻰﺒﺘﻛﺍ Kedua Tunggal Feminin ‘tulislah’

5. /uktuba/ ﺎﺒﺘﻛﺍ Dual ‘tulislah’ (dual)

6. /uktubna/ ﻦﺒﺘﻛﺍ Jamak ‘tulislah’ (Jamak) Tabel 2.6 Paradigma Verba Imperative dengan Menggunakan Prefiks

dan Sufiks ditinjau dari persona, jumlah, dan jender. (Nur, 2010: 8)

(26)

No Maskulin Feminin

1. Persona Tunggal Dual Jamak Tunggal Dual Jamak II /u-/b/ /u-/ b/-ā /u-/b/-ū /u-/b/-ī /u-/b/-ā /u-/b/-na

‘kamu’ ‘kamu (dual)’

‘kalian’ ‘kamu’ ‘kamu(dual) ’

‘kalian’ 2.7 Tabel Prefiks dan Sufiks Verba Imperative

(Nur, 2010: 8)

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa morfem infleksi pada konjugasi verba Imperative terdiri dari prefiks {u} untuk semua persona tunggal, dual dan Jamak dan semua jender baik maskulin dan feminin. Dan sufiks {ā},

{ū}, {ī}, dan {na} pada persona kedua pada dual Jamak oleh jender maskulin dan

persona tunggal, dual, Jamak oleh jender feminin. jadi dapat disimpulkan bahwa dalam verba Imperative terdapat 2 infleksi yaitu: prefiks dan sufiks.

2.3 Penelitian yang Relevan

(27)

Arab itu bersifat infleksi secara morfologis. Artinya, kata-kata dalam bahasa Arab itu terbentuk dari morfem-morfem yang masing-masing mendukung konsep garamatikal yang berbeda. Infleksi digunakan agar hubungan diantaranya makin jelas. Hasil penelitian ini menjadi referensi utama untuk penggunaan teori afiks infleksi dalam bahasa Arab yang juga digunakan dalam kajian ini.

Jurnal yang berjudul Aspek dan Kala dalam Bahasa Arab (Rany: 2010). Penelitian bertujuan untuk menjelaskan tentang aspek dan kala dalam bahasa Arab, Aspek dan Kala merupakan konsep semantik gramatika verba yang berkaitan dengan masalah waktu kebahasaan verba dalam bahasa Arab yang berkaitan dengan verba madi dan verba mudari’. Verba madi mengandung aspek perfektif sekalogus memilki makna kala lampau, sedangkan verba mudari’ mengandung asper imperfektif dan mengandung makna yang sedang berkala kini. Jurnal ini sangat berhubungan dengan penelitian yang ingin diteliti, yakni di dalam jurnal ini membahas tentang aspek dan kala dalam bahasa Arab, sedangkan dalam penelitian ini membahas tentang pembagian verba bahasa arab berdasarkan kalanya saja.

(28)

bahasa Arab. Kerangka teori yang dipakai didasarkan pada teori Chaer. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses afiksasi yang meliputi prefiks, infiks, sufiks, konfiks serta transfiks ada terdapat dalam bahasa Arab, sedangkan interfiks tidak didapati. Proses komposisi, suplesi, modifikasi internal dan pemendekan ada terdapat dalam bahasa Arab, sedangkan reduplikasi dan konversi tidak didapati. Pembentukan kata dengan cara membolak-balik posisi morfem tetapnya serta dengan cara menukar bunyi sebuah kata dengan bunyi yang lain yang mirip makhrajnya adalah bukti keproduktifitasan bahasa Arab. Tesis ini memberikan kontrubusi sebagai bahan refensi dalam pembentukan kata dalam bahasa Arab dan membahas perubahan bentuk morfem.

(29)

jenis kesalahan, kedua tentang pembelajaran bahasa kedua/bahasa asing yang mana peneliti juga ingin meneliti bentuk kesalahan dalam bahasa asing yaitu bahasa Arab.

Tesis yang berjudul “Analisis Kesalahan Sintaksis Karangan Bahasa Inggris Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris FKIP Uniiversitas HKBP

Nommensen Pematang Siantar” Ol

untuk mendeskripsikan jenis-jenis kesalahan sintaksis yang terdapat da1am karangan mahasiswa, menemukan jenis kesalahan yang paling dominan, menemukan penyebab kesalahan-kesalahan tersebut dan menemukan implikasi kesa1ahan mengarang dalam pemerolehan bahasa. Data dikumpuikan melalui dua buah instrument yaitu karangan bebas dan karangan terikat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Data dianalisis dengan menggunakan taksonomi kategori linguistik, taksonomi siasat permukaan dan taksonomi efek komunikatif. Penelitian menjadi bahan masukan atau bahan banding untuk melihat penerapan analisis kesalahan.

Berdasarkan kajian relevan yang tertera di atas tidak ditemukan pembahasan tentang kesalahan penggunaan morfem infleksi konjugasi bahasa Arab di pesantren Darul Arafah. Dengan demikian penelitian ini masih layak untuk dilaksanakan.

2.4 Kerangka Kerja Teoretis

(30)

menggunakan kajian yang mendukung proses analisis kesalahan dengan model kesalahan (taksonomi kesalahan) yang selanjutnya akan ditelususri penyabab terjadinya kesalahan penggunaan morfem infleksi dalam konjugasi bahasa Arab, untuk memberikan gambaran umum mengenai proses penelitian, di bawah ini akan disajikan kerangka kerja teoretis penelitian ini.

BENTUK KESALAHAN

MORFOFOLOGI ANALISIS KESALAHAN

Kala dan Diathesis Taksonomi kesalahan

Faktor Penyebab kesalahan

ANALISIS DATA

Gambar

Tabel 2.2 Paradigma Verba Perfect Bahasa Arab Dengan Menggunakan
Tabel 2.4 Verba mudari’ dengan Menggunakan Prefiks ditinjau dari
Tabel 2.5 Tabel  Prefiks dan Sufiks Verba Imperfect
Tabel 2.6 Paradigma Verba Imperative dengan Menggunakan Prefiks
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel tersebut jelas terlihat bahwa jenis kesalahan yang paling banyak dilakukan oleh santriwati kelas II Pesantren Darul Arafah adalah kesalahan penggunaan afiks