• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pendampingan Aparatur Sipil Negara Yang Terkait Tindak Pidana Korupsi Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan Berdasarkan Permendagri No. 12 Tahun 2014 Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pendampingan Aparatur Sipil Negara Yang Terkait Tindak Pidana Korupsi Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan Berdasarkan Permendagri No. 12 Tahun 2014 Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

Dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 tentang Sistem

Pemerintahan dikatakan, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasar atas

hukum (rechsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Artinya

bahwa hukum itu haruslah menjadi penuntun dan pegangan hidup dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bagi setiap warga negara

Indonesia, bagi setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga-lembaga

kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan.

Dalam Musyawarah Nasional (Munas) III Persahi : The rule of Law,

December 1966, asas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:

a. Pengakuan dan perlindungan hak asasi yang mengandung persamaan dalam

bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kulturil dan pendidikan.

b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh

kekuasaan/kekuatan lain apapun.

c. Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan.1

Kepastian hukum yang dimaksud yaitu jaminan bahwa ketentuan

hukumnya dapat difahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksakannya.

Salah satu unsur yang sangat penting sebagai konsekuensi negara hukum ini

dalam rangka menegakkan hak-hak asasi manusia, kebenaran dan keadilan, adalah

1

(2)

pendampingan dalam rangka pemberian bantuan hukum kepada orang atau

sekelompok orang yang berhadapan dengan permasalahan hukum.

Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman,

masalah bantuan hukum diatur dalam pasal 56 dan 57, yang pada pokoknya

berisikan adanya pengakuan hak-hak perseorangan untuk mendapatkan bantuan

hukum dari seseorang yang berkompeten, guna menegakkan kebenaran hukum

dan keadilan. Penyelenggaraan bantuan hukum ini sudah menjadi kebutuhan yang

memerlukan orang-orang yang professional guna mendapatkan keadilan dan

kepastian hukum.

Seorang pendamping harus professional dalam arti mengerti dan

menguasai tugas-tugas pendampingan dan ilmu pengetahuan tentang hukum yang

memadai karena peranannya yang sangat penting untuk memberikan bantuan

hukum terhadap masyarakat yang kurang memiliki pengetahuan dibidang hukum

(dalam hal ini Pegawai Aparatur Sipil Negara yang berhadapan dengan

permasalahan hukum dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan) oleh Pegawai

Aparatur Sipil Negara Biro Hukum.

Tahun-tahun terakhir ini sangat maraknya berita dalam media massa dan

elektronik tentang pegawai Aparatur Sipil Negara yang terlibat kasus-kasus

penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Seperti yang

disampaikan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri

Djohermansyah Djohan dalam situs web sindonews.com, dari tahun 2005 hingga

(3)

korupsi. Menurutnya, data yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri sebanyak

1.221 orang PNS terjerat kasus hukum.

PNS ini biasanya efek dari kepala daerahnya yang kena kasus korupsi.

“Data tersebut belum diperbaharui dan mungkin bisa meningkat jumlahnya,” kata

Djohermansyah memperjelas informasinya di Kemendagri.2

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran, oleh karena itu pegawai Aparatur

Sipil Negara membutuhkan spirit dan dorongan sebagai salah satu upaya

mengembalikan kepercayaan diri bagi setiap pegawai berupa jaminan kondusifitas

kerja, kenyamanan dan ketertiban dalam bentuk perlindungan dan bantuan hukum

dalam melaksanakan tugasnya sehingga setiap aparatur sipil negara dapat Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari hasil riset di Biro Hukum

bahwa selama tahun 2014 ada sebanyak 37 (tiga puluh tujuh) kasus yang

berkaitan dengan korupsi dengan melibatkan 114 (seratus empat belas) pegawai

ASN Provinsi Sumatera Utara. Dengan kondisi seperti tersebut di atas

menimbulkan keengganan sementara pegawai Aparatur Sipil Negara untuk

diangkat menjadi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Bendahara.

Keengganan ini cukup beralasan karena tidak semua Pejabat Pelaksana Teknis

Kegiatan (PPTK) dan Bendahara dengan latar belakang Sarjana Hukum atau

pegawai yang mengetahui ilmu hukum secara umum. Sehingga mereka takut jika

sewaktu-waktu dalam melaksanakan tugas sebagai Pejabat Pelaksana Teknis

Kegiatan (PPTK) dan Bendahara melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

2

(4)

terkonsentrasi dalam mengemban tugas dan tanggungjawabnya dalam

melaksanakan kebijakan dan pelayanan publik.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara pada pasal 3 huruf (f) tentang jaminan perlindungan

hukum bagi aparatur sipil negara dalam melaksanakan tugas dan pasal 92 ayat 1

huruf (d) tentang bantuan hukum dan pada pasal 92 ayat 3 ditegaskan tentang

Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa pemberian

bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan

tugasnya.

Teknis pelaksanaan bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 92

Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara diatur dalam

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 12 tahun 2014 tentang

Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan

Pemerintah Daerah dimana pada pasal 13 ayat 1 berbunyi : Biro Hukum Provinsi

melakukan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara

pidana yang dilakukan oleh Gubernur/Wakil Gubernur dan CPNS/PNS Provinsi.

Selanjutnya dalam pasal 15 disebutkan Pendampingan hukum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, memberikan

pemahaman hukum antara lain:

a. mengenai hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan.

b. ketentuan hukum acara pidana.

c. mengenai materi delik pidana yang disangkakan.

(5)

Pendampingan hukum yang dilakukan oleh aparatur Biro Hukum sama

dengan yang dilakukan oleh para advokat pada umumnya. Perbedaannya

mencakup ruang lingkup pendampingan yaitu dalam tahap Penyelidikan dan

penyidikan baik di Kepolisian maupun di Kejaksaan, baik sebagai saksi maupun

sebagai tersangka dan hanya dilakukan untuk Aparatur Sipil Negara di

Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Hal ini cukup beralasan karena

Aparatur Sipil Negara yang memberikan bantuan berupa pendampingan bukanlah

pengacara profesional yang sudah memenuhi persyaratan untuk melakukan

pendampingan sampai perkaranya berkekuatan hukum tetap (in krach)

sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Pendampingan yang dilakukan terhadap seseorang baik sebagai saksi

maupun sebagai tersangka bukanlah dimaksudkan untuk membela suatu perbuatan

yang nyata-nyata sudah bertentangan dengan hukum akan tetapi dimaksudkan

untuk pemenuhan hak-hak seseorang yang diduga telah melakukan tindakan yang

bertentangan dengan hukum demi tegaknya kebenaran dan keadilan. Dalam hal ini

setiap orang harus menghormati asas Praduga tidak bersalah sebagaimana diatur

dalam KUHAP.

Pendampingan ini dilakukan oleh karna setiap orang yang ditetapkan

sebagai tersangka dalam suatu tindak pidana, belum tentu bersalah oleh karena

asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption of Innocence) yang dianut dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana di Indonesia yang dimuat dalam penjelasan

(6)

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau

dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah

sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan

memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Hal ini juga diatur dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan

di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan

pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.”

Menurut ketentuan kedua undang-undang ini tersangka harus ditempatkan

pada kedudukan manusia yang memiliki hakikat martabat. Dia harus dinilai

sebagai subjek, bukan objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan

tindak pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Ke arah

kesalahan tindak pidana yang dilakukan pemeriksaan ditujukan. Tersangka harus

dianggap tidak bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah sampai

diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap.3

Pada dasarnya, problematik penerapan asas praduga tidak bersalah dalam

perkara pidana ini, berkaitan dengan kedudukan yang tidak seimbang antara

tersangka dengan aparat hukum yang berkepentingan, sehingga dikuatirkan tindak

sewenang-wenang dari aparat hukum. Hukum pidana sebagai hukum publik

3

(7)

mengatur kepentingan umum, sehingga berhubungan dengan negara dalam

melindungi kepentingan umum. Kedudukan tidak seimbang dalam perkara pidana

memungkinkan terjadinya perlakuan sewenang-wenang dari aparat hukum

terhadap tersangka yang dianggap telah melanggar kepentingan umum dalam

proses pemidanaan sebagai orang yang bertanggung jawab atas terjadinya

ketidakseimbangan tatanan dalam masyarakat akibat adanya pelanggaran hukum.

Maka dari itulah pentingnya bantuan hukum dari seorang yang professional untuk

memberikan hak-hak bagi si tersangka.4

Penggunaan cara kekerasan dalam proses pemidanaan oleh polisi

sebagaimana juga dikemukakan oleh Raharjo dalam penelitiannya bahwa polisi

masih sering menggunakan kekerasan untuk mendapat pengakuan atas keterangan

dari tersangka, membuat asa praduga tidak bersalah dalam perkara pidana sangat

diutamakan dibandingkan dengan perkara lainnya.5

Secara umum di Indonesia salah satu tugas dan kewajiban seorang

pendamping hukum atau yang akrab disebut Advokat sebagai pemberi bantuan

hukum di lingkungan peradilan adalah pemenuhan kualifikasi dasar agar dapat

berinteraksi secara fungsional dengan pelaku peradilan lainnya, dan menjamin

terselenggaranya proses peradilan yang mengedepankan prinsip sederhana, murah,

dan cepat. 6

4

Agus Raharjo dan angkasa, “Perlindungan Hukum Terhadap Terasangka Dalam Penyelidikan dari kekerasan Penyidik di Kepolisian Resort Banyumas”, Mimbar Hukum vol.23 no. 1, Februari 2011, hal 239.

5

Agus Raharjo, “Membangun Hukum yang Humanis”, Pro Justitia, vol. 20, No. 2, April 2002, hal. 67.

6

Binziad Kadafi,dkk,advokat indonesia mencari legitimasi, penerbit pusat studi hukum & kebijakan Indonesia, jakarta, 2001, hal. 95 .

Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia mengakui bahwa sangat

(8)

tingkatan-tingkatan tertentu. Misalnya sampai dalam tingkat penyelidikan dan

penyidikan yang dilakukan oleh penyelidik dan penyidik.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa hak seorang tersangka untuk mendapatkan

bantuan hukum dijamin oleh Undang-Undang sebagaimana diatur dalam pasal 54

KUHAP, yaitu :

“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak

mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum

selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara

yang ditentukan dalam undang-undang ini.”

Dalam hal ini jelas bahwa tersangka sejak dalam tahap pemeriksaan

dipenyidikan sudah boleh menikmati atau memperoleh haknya, salah satunya

adalah hak untuk mendapat bantuan hukum atau nasihat hukum. Dalam UU No.

18 Tahun 2003 pasal 22 ayat 1 juga dikatakan bahwa Advokat wajib memberikan

bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Ini

memberikan suatu pemahaman, dimana hak tersangka merupakan jaminan dari

hak asasi manusia (HAM), dengan adanya bantuan hukum atau penasihat hukum

membantu memberikan perlindungan terhadap tersangka dalam hal ini apa yang

menjadi hak tersangka itu tidak dapat dicabut atau diganggu gugat. Sebagaimana

terlihat bahwa kedudukan dan peran Pegawai Negeri Sipil sangat penting dan

menentukan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam

rangka mencapai tujuan nasional.

Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu

(9)

materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Kelancaran dan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan

dan pelaksanaan Pembangunan Nasional terutama tergantung dari kinerja

Aparatur Sipil Negara.

Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional sebagaimana tersebut di

atas diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil yang penuh kesetiaan dan ketaatan

kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta yang

bersatu padu, bermental baik, berwibawa, bersih, berkualitas tinggi, dan sadar

akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur.

Alasan penulis memilih judul di lingkungan Pemerintahan Provinsi

Sumatera Utara adalah karena dari data yang dikemukakan oleh Direktur Jenderal

Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, Pegawai

Aparatur Sipil Negara Provinsi Sumatera Utara termasuk ke dalam data Pegawai

Aparatur Sipil Negara yang melakukan korupsi dari tahun 2005 sampai 2014.

Sehingga peran pendampingan ASN Biro Hukum sangat diperlukan di

Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian latar belakang tersebut diatas ada beberapa

masalah yang akan menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimana peran dan fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum

dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang terkait tindak

pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan di Lingkungan

(10)

2. Apakah hambatan dalam pelaksanaan peran dan fungsi Pegawai Aparatur

Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil

Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan

di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara?

3. Apakah solusi untuk mengatasi hambatan peran dan fungsi Pegawai Aparatur

Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil

Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya dalam

Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang dipilih di atas tujuan yang ingin

dicapai adalah

1. Mengetahui bagaimana peran dan fungsi Pegawai ASN Biro Hukum dalam

mendampingi Pegawai ASN yang terkait tindak pidana korupsi dalama

pelaksanaan tugas kedinasan.

2. Mengetahui hambatan dalam pelaksanaan peran dan fungsi Pegawai Aparatur

Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil

Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan

di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.

3. Mengetahui solusi untuk mengatasi hambatan peran dan fungsi Pegawai

Aparatur Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur

Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya

(11)

2. Manfaat Penulisan

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan hasilnya dapat bermanfaat baik

secara teoritis maupun secara praktis.

a) Manfaat teoritis yang dimaksudkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

mengembangkan ilmu hukum pidana, khususnya dalam tata acara

pendampingan yang dilakukan oleh Pegawai ASN Biro Hukum dalam

mendampingi Pegawai ASN yang terkait tindak pidana korupsi yang

dilakukan Pegawai ASN tersebut dalam pelaksanaan tugas kedinasannya.

b) Manfaat praktis yang dimaksudkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat untuk bahan masukan bagi setiap Pegawai Aparatur Sipil Negara

yang kurang memahami tentang hukum yang berlaku di Indonesia agar

mengetahui hak-haknya dalam proses beracara pidana mengingat adanya

peraturan baru yang mengatur hal tersebut.

D. Keaslian Penulisan

“Pendampingan Aparatur Sipil Negara Yang Terkait Tindak Pidana

Korupsi Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan Berdasarkan Permendagri Nomor

12 Tahun 2014 Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara”, yang

diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Dengan meneliti dan menelaah peraturan perundang-undangan baru yang

berkaitan dengan hukum pidana, Judul diangkat penulis dan telah lolos dari uji

bersih yang dilakukan oleh bagian kepustakaan Fakultas Hukum Universitas

(12)

penulis siap bertanggung jawab sepenuhnya untuk diberikan sanksi sesuai dengan

peraturan yang berlaku.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Pendampingan Hukum

Sebelum kita masuk kedalam pengertian dari Pendampingan Hukum,

maka kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian dari Pendampingan.

Pendampingan memiliki kata dasar “damping” yang menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia memiliki arti dekat dengan seseorang (mengikuti seseorang

kemanapun dia bergerak).

Pendampingan adalah Upaya terus menerus dan sistematis dalam

mendampingi (menfasilitasi) individu, kelompok maupun komunitas dalam

mengatasi permasalahan dan menyesuaikan diri dengan kesulitan hidup yang

dialami sehingga mereka dapat mengatasi permasalahan tersebut dan mencapai

perubahan hidup ke arah yang lebih baik. Pendampingan merupakan proses

interaksi timbal balik (tidak satu arah) antara individu/ kelompok/komunitas yang

mendampingi dan individu/kelompok/komunitas yang didampingi yang bertujuan

memotivasi dan mengorganisir individu/ kelompok/komunitas dalam

mengembangkan sumber daya dan potensi orang yang didampingi dan tidak

menimbulkan ketergantungan terhadap orang yang mendampingi (mendorong

kemandirian). Pendampingan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk maupun

situasi dengan pendekatan yang beragam baik formal maupun non formal,

individu, kelompok maupun komunitas.7

7

(13)

Pendampingan Hukum adalah proses penyuluhan atau pemberian bantuan

hukum dari seseorang yang ahli dibidang hukum kepada orang yang

membutuhkan jasanya sebagai seorang yang ahli dibidang hukum tersebut. Dalam

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan

Hukum, Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.

Namun, jika dilihat dari perkembangannya, Penerima Bantuan Hukum bukan

hanya orang atau kelompok orang miskin saja. Tetapi juga diberikan kepada orang

atau sekelompok orang yang buta hukum atau kurang mengerti akan hukum. Hal

ini disebabkan karena mereka juga termasuk individu atau kelompok yang

memiliki hak, dan hak-hak mereka harus ditegakkan dalam setiap proses perkara

yang dihadapinya.

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang

Bantuan Hukum, Bantuan Hukum memiliki arti jasa hukum yang diberikan oleh

Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

Sedangkan menurut Adnan Buyung Nasution, pengertian bantuan hukum disini

dimaksudkan adalah khusus bantuan hukum bagi golongan masyarakat yang

berpenghasilan rendah atau dalam bahasa populer simiskin, ukuran kemiskinan

sampai saat ini masih tetap merupakan masalah yang sulit dipecahkan, bukan saja

bagi negara-negara berkembang bahkan negara-negara yang sudah majupun masih

tetap menjadi masalah.8

8

(14)

2. Pengertian Aparatur Sipil Negara

Aparatur Sipil Negara adal

pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai ASN

terdiri dari Pegawai Negeri Sipil da

diangkat ole

pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan

perundang-undangan.

Istilah Aparatur Sipil Negara (ASN) ini memang masih baru dalam lingkup

pemerintahan di Indonesia yang sebelumnya memakai istilah Pegawai Negeri Sipil biasa.

Iastilah Aparatur Sipil Negara ini dianggap memiliki pengertian yang lebih luas,

pegawai kontrak, bahkan dalam jabatan tertentu, pejabat pembina kepegawaian.

Istilah ini mulai dipakai sejak berlakunya UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN.

3. Pengertian Tindak Pidana

Sebelum menguraikan pengertian korupsi, terlebih dahulu akan diuraikan

pengertian tindak pidana. Tindak pidana sering juga disebut dengan kata “delik”.9

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan sebagai berikut:

“Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran

terhadap undang- undang tindak pidana”.10

Pembentukan undang-undang kita menggunakan istilah straafbaarfeit

untuk menyebutkan nama tindak pidana, tetapi tidak memberikan penjelasan

secara rinci mengenai straafbaarfeit tersebut.11

9

Kata “delik” disebut juga dengan delictum (Latin), delict (Jerman dan Belanda), dan

delit (Prancis). 10

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2001.

11

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta 2008, hal 5.

(15)

straafbaarfeit terdapat dua unsur pembentukan kata yaitu straafbaar dan feit.

Perkataan feit dalam Bahasa Belanda diartikan sebagian dari kenyataan,

sedangkan straafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara harafiah perkataan

straafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum.12

Pengertian dari straafbaarfeit menurut dari salah satu sarjana yaitu E.

Utrecht adalah menterjemahkan dengan istilah peristiwa yang sering juga disebut

delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan handelen atau doen positif atau suatu

melalaikan natalen- negatif, maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena

perbuatan atau melalaikan itu). Peristiwa pidana merupakan suatu peristiwa

hukum yaitu peristiwa kemsyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh

hukum. Tindakan semua unsur dari peristiwa pidana, yaitu perilaku manusia yang

bertentangan dengan hukum ( unsur melawan hukum), oleh sebab itu dapat

dijatuhi suatu hukuman dan adanya seorang pembuat dalam arti kata bertanggung

jawab. Sedangkan menurut Moeljanto, straafbaarfeit adalah perbuatan yang

dilarang suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi beruoa pidana

tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan

bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan diancam

pidana asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan

(yaitu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan

ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan kejahatan).13

12Ibid

, hal. 5. 13 Ibid

(16)

4. Pengertian Korupsi

Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” (dari bahasa latin:

Corruptio atau penyuapan, corruptore atau merusak) gejala di mana para pejabat,

badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan,

pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.14

a) Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan

ketidakjujuran.

Adapun arti harfah dari korupsi dapat

berupa:

15

b) Perbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan

sebagainya.16

c) Korup (busuk; suka menerima uang suap/sogok; memakai kekuasaan untuk

kepeningan sendiri dan sebagainya);

d) Korupsi (perbuatan busuk perti penggelapan uang, penerimaan uang sogok,

dan sebagainya);

e) Koruptor (orang yang korupsi).17

Secara harafiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan

merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan

kenyataan semacam itu karena menyangkut segi- segi moral, sifat, dan keadaan

yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan

kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta

14

http//ensiklopedia.com 15

S. Wojowasito-W.J.S. Poerwadarminta, kamus lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Penerbit: Hasta, Bandung.

16

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Penerbit: Balai Pustaka, 1986.

17

(17)

penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan

jabtannya. Dengan demikian, secara harafiah dapat ditarik kesimpulan bahwa

sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.18

Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana

Korupsi dinyatakan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan yang

merugikan negara atau perekonomian negara dan perbuatan yang merugikan

masyarakat atau perseorangan seperti penyuapan, gratifikasi, penggelapan uang

negara, pemerasan dalam jabatan, pemalsuan dokumen dan sebagainya untuk a. Korupsi penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan

sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain.

b. Korupsi, busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang dipercayakan

kepadanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).

Jika ditelaah dengan kacamata hukum, pengertian korupsi melekat dengan tindak

pidana sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.

Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan melawan hukum yang

dilakukan seseorang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi

secara melawan hukum, yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun (pasal 2

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).

18Ibid

(18)

mengalihkan uang negara, dan turut serta dalam pemborongan, leveransir dan

rekanan sedangkan pejabat yang bersangkutan terkait dengan pekerjaan tersebut.

5. Pengertian Tugas Kedinasan

Tugas Kedinasan adalah suatu kegiatan pemerintahan yang mengatur atau

mengurus pekerjaan dalam bidang tertentu yang dilakukan oleh pegawai

pemerintahan baik pegawai pusat maupun daerah dalam rangka melayani

masyarakat untuk mencapai tujuan nasional.

Tujuan nasional ini dapat kita temukan dalam batang tubuh UUD 1945,

yaitu:

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

2. Memajukan kesejahteraan umum.

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.

4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional sebagaimana disebut diatas,

diperlukan adanya aparatur sipil negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada

Pancasila, UUD 1945, Negara, Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental

baik, berwibawa, bersih, berkualitas tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya

sebagai unsur aparatur negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat.19

F. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

19

(19)

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif (penelitian hukum doktriner) dan

yuridis empiris (studi lapangan). Yuridis Normatif yaitu suatu penelitian yang

dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang

lain. Yuridis Empiris yaitu dengan melakukan pengumpulan data yang diperoleh

melalui wawancara dari informan yang secara langsung yang ikut terlibat dalam

upaya pendampingan yang dilakukan oleh Biro Hukum Pemerintahan Daerah

Provinsi Sumatera Utara.

2. Sumber Data

Adapun jenis data penelitian ini bersumber dari data primer dan data

sekunder. Sumber data Primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari

responden atau sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat

berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi

terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.20

a. Bahan Hukum Primer, dalam penelitian ini dipakai:

Maka

dari itu data Primer dalam penulisan ini diperoleh dari penelitian lapangan yaitu

melalui wawancara dengan Pegawai ASN Biro Hukum di Pemerintahan Provinsi

Sumatera Utara yang secara langsung ikut terlibat dalam upaya pendampingan

Pegawai ASN yang terlibat tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya.

Data sekundermerupakan studi kepustakaan yang dilakukan oleh penulis.

Data sekunder dalam tulisan ini meliputi:

1. Hukum Acara Pidana yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1981.

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.

20

(20)

3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.

6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pedoman

Penanganan Perkara di Lingkungan Kementrian Dalam Negeri dan

Pemerintahan Daerah.

b. Bahan Hukum Sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang

diteliti.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun

kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupun Yahoo.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini diperoleh dengan

mengumpulkan data primer dan data sekunder yaitu data primer yang diperoleh

dari penelitian lapangan yaitu melalui wawancara dengan Pegawai ASN Biro

Hukum di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang secara langsung ikut

terlibat dalam upaya pendampingan Pegawai ASN yang terlibat tindak pidana

korupsi dalam tugas kedinasannya. Hal ini digunakan untuk memperoleh hal yang

lebih jelas dan lengkap mengenai peran dan tata cara pendampingan yang

dilakukannya.

Data sekunder dalam penulisan skripsi ini adalah bahan- bahan

kepustakaan hukum dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan

(21)

dilakukan untuk mencari berbagai konsepsi, teori-teori, asas-asas, doktrin- doktrin

dan berbagai dokumen yang berhubungan dengan pokok persoalan.

4. Analisis Data

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan,

maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini

pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang dikemukakan,

sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan

kesimpulan dan pembahasan skripsi ini. 21

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab

terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam

bentuk uraian:

Bab I. Pendahuluan

Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian

pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan

Kepustakaan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.

Bab II. Peran dan fungsi Pegawai ASN Biro Hukum dalam mendampingi

Pegawai ASN yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas

kedinasan di lingkungan pemerintahan provinsi sumatera utara.

21

(22)

Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana peran dan fungsi Pegawai

ASN Biro Hukum dalam mendamping Pegawai ASN yang terkait

tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasan.

Bab III. Hambatan dalam pelaksanaan peran dan fungsi Pegawai Aparatur

Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur

Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan

tugas kedinasan.

Dalam bab ini akan dibahas hambatan dalam peran dan fungsi biro

hukum dalam tugasnya mendampingi Pegawai ASN yang terkait

Tindak Pidana Korupsi di lingkungan pemerintahan Provinsi

Sumatera Utara dan tata cara proses pendampingannya.

Bab IV. Solusi untuk mengatasi hambatan peran dan fungsi Pegawai Aparatur

Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil

Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya

dalam Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara

Dalam bab ini akan dibahas solusi dari hambatan Pegawai ASN Biro

Hukum dalam mendampingi Pegawai ASN yang terkait Tipikor yang

dilakukannya dalam tugas kedinasan.

Bab V. Kesimpulan dan Saran.

Dalam Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir

Referensi

Dokumen terkait

Dari latar belakang dapat dirumuskan suatu permasalahan bagaimana dapat mendesain bangunan yang menggunakan struktur baja dengan metode SRMPK untuk mendapatkan penampang

Peneliti mitra dari PT dengan kelaster riset Mandiri atau lembaga/pusat penelitian ternama, dengan minimal memiliki 5 artikel di journal internasional bereputasi sebagai PP atau

Memiliki keterampilan melaksanakan operasi proses pencelupan pada bahan yang terbuat dari serat sintetik dengan penuh tanggung jawab serta memiliki kemampuan penguasaan

Winarti.M, 1992.Pengaruh Pupuk dan OST Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Semangka ( Citrullus lanatus ), Penebar Swadaya.. Lampiran 21 : Deskripsi Semangka

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kualitas produk, kualitas pelayanan, harga kompetitif dan reputasi toko, terhadap minat loyalitas pada Toko Mahkota

From the research result taken from writing test instrument, the error in much, many, and some done by students is in the highest place of errors happen between 8

Setelah dilakuan penelitian , diperoleh data yang menyatakan hasil dari metode Importance Performance Analysis yaitu secara keseluruhan kinerja kualitas pelayanan

Dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas pada swamedikasi, apoteker memiliki dua peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti