• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesehatan Lingkungan dan Ruang lingkup Kesehatan Lingkungan - Tingkat Pemanfaatan, Perilaku Pemeliharaan dan Kondisi Fasilitas Sanitasi Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesehatan Lingkungan dan Ruang lingkup Kesehatan Lingkungan - Tingkat Pemanfaatan, Perilaku Pemeliharaan dan Kondisi Fasilitas Sanitasi Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) Plus++ di Kelurahan Semula Jadi dan Kelurahan Beting Kuala Kap"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesehatan Lingkungan dan Ruang lingkup Kesehatan Lingkungan

Menurut Achmadi (1991) dalam Bapelkes Cikarang (2011), kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatau kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembungan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya.

2.2. Sanitasi Lingkungan

(2)

dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan (Entjang, 2000).

Sanitasi merupakan cara untuk mencegah kontak antara manusia daripada bahaya bahan buangan untuk mempromosikan kesehatan. Bahaya ini mungkin bisa terjadi dari segi fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia bagi penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis (contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan), teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik), atau praktek kebersihan pribadi (contohnya membasuh tangan dengan sabun) (Surotinojo, 2009).

Sarana/fasilitas Sanitasi Umum adalah fasilitas Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang dapat berupa MCK, jamban Jamak, jamban sekolah termasuk bangunan atas dan bangunan bawah. Sedangkan pekerjaan sanitasi meliputi pembangunan fasilitas; penyediaan air minum, penanganan ke-PLP-an (seperti :drainase, air limbah dan persampahan) dan perumahan yang sehat (Surotinojo, 2009).

2.3. Pengertian MCK Komunal/Umum

(3)

Perdesaan (P2D) (2002) dalam (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund (2010)). MCK komunal/umum adalah sarana umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk mandi, mencuci dan buang air di lokasi pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan sedang sampai tinggi (300-500 orang/Ha) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (2001) dalam (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund (2010)).

2.3.1. Jenis MCK Komunal/Umum

Jenis MCK Komunal dibagi menjadi 2 (dua) terkait dengan fungsinya pelayanannya yaitu: (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund, 2010)

1. MCK lapangan evakuasi/penampungan pengungsi. MCK ini berfungsi untuk melayani para pengungsi yang mengungsi akibat terjadi bencana, sehingga lokasinya harus berada tidak jauh dari lokasi pengungsian (dalam radius +/- 50 m dari lapangan evakuasi). Bangunan MCK dibuat Typical untuk kebutuhan 50 orang, dengan pertimbangan disediakan lahan untuk portable MCK.

(4)

50 – 100m dari rumah penduduk dan luas daerah pelayanan maksimum untuk 1 MCK adalah 3 ha.

Disain MCK sangat tekait dengan kebiasaan atau budaya masyarakat setempat sehingga disain tersebut perlu dimusyawarahkan dengan masyarakat pengguna dengan tetap menjaga kaidah kaidah MCK yang sehat.

2.3.2. Komponen MCK (Mandi, Cuci, Kakus) Komunal/Umum

Komponen MCK terdiri dari bilik MCK (bilik untuk mandi, cuci dan keperluan buang air besar atau kakus), pengolahan limbah yang terdiri dari tangki septik, anaerobik bafel reaktor, resapan, dan lahan basah buatan. Selain itu, komponen MCK juga terdiri dari sumber air bersih (termasuk water toren), dan utilitas pelengkap seperti listrik untuk penerangan dan kebutuhan pompa listrik serta drainase air bekas mandi dan cuci. Pada kondisi tertentu MCK bisa diberi pagar (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund, 2010).

2.3.2.1. Bilik/Ruangan MCK Komunal/Umum

(5)

pada setiap satu kesatuan MCK untuk jumlah pemakai tertentu tercantum dalam tabel dibawah .

Tabel 2.1 Jumlah Pengguna MCK dan Banyaknya Bilik yang Diperlukan

Jumlah Pemakai Jumlah Bilik/ Ruangan

Mandi Cuci Kakus

Sumber: Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK komunal/umum -SNI 03 - 2399 - 2002

Catatan :

Jumlah bilik untuk mandi dan kakus bisa digabungkan menjadi satu dan didiskusikan dengan warga pemakai. Tempat cuci dalam kondisi lahan terbatas, dapat ditempatkan di dekat sumur dengan memperhitungkan rembesan air limbah cucian tidak kembali masuk ke sumur.

1. Kamar Mandi

(6)

2. Sarana Tempat Cuci

Luas lantai minimal 2,40 m2 (1,20 m x 2,0 m) dan dibuat tidak licin dengan kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1 %. Tempat menggilas pakaian dilakukan dengan jongkok atau berdiri, tinggi tempat menggilas pakaian dengan cara berdiri 0,75 m di atas lantai dengan ukuran sekurang-kurangnya 0,60 m x 0,80 m (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund, 2008).

3. Kakus/Jamban

a. Pengertian Jamban

Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit (KEPMENKES RI Nomor. 852/MENKES/SK/IX/2008). Setiap jamban melayani 6 KK (25 orang) dan satu unit MCK Plus++ dapat melayani 100-200 KK. Tipe jamban untuk fasilitas sanitasi MCK Plus++ ini adalah jamban leher angsa (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2010).

Jamban dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu : (Azwar, 1996) 1. Jamban cubluk (pit privy) adalah jamban yang tempat penampungan

(7)

(the earth pit privy) ataupun lubang bor yang tidak berair (the bored-hole latrine).

2. Jamban empang (overhung Latrine) adalah jamban yang dibangun diatas empang, sungai ataupun rawa. Jamban model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya dipakai untuk makanan ikan, atau ada yang dikumpulkan memakai saluran khusus yang kemudian diberi pembatas, berupa bambu, kayu dan lain sebagainya yang ditanamkan melingkar di tengah empang, sungai ataupun rawa.

3. Jamban kimia (chemical toilet) adalah jamban model yang dibangun pada tempat-tempat rekreasi, pada alat transportasi dan lain sebagainya. Pada model ini, tinja disenfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda dan sebagai pembersihnya dipakai kertas (toilet paper). Ada dua macam jamban kimia, yakni :

a) Tipe lemari (commode type)

Pada tipe ini terbagi lagi menjadi ruang-ruang kecil, seperti pada lemari. b) Tipe tangki (tank type)

Pada tipe ini tidak terdapat pembagian ruangan atau dengan kata lain hanya terdiri dari satu ruang.

(8)

Jamban model ini adalah yang terbaik, yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.

b. Syarat-Syarat Jamban

Menurut Depkes RI (2004) dalam Kesehatan Lingkungan (2012), jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak

10-15 meter dari sumber air bersih,

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus, 3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak

mencemari tanah sekitarnya,

4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya,

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung dinding kedap air dan berwarna, 6. Cukup penerangan,

7. Lantai kedap air, 8. Ventilasi cukup baik,

9. Tersedia air dan alat pembersih.

Menurut Chandra (2007), jarak aman antara lubang kakus dengan sumber air minum dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :

1. Faktor hidrobiologi

(9)

2. Topografi tanah

Topografi tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah dan sudut kemiringan tanah.

3. Metereologi

Di daerah yang curah hujannya tinggi, jarak sumur harus lebih jauh dari kakus.

4. Jenis mikroorganisme

Bakteri patogen lebih tahan pada tanah basah dan lembab. Cacing dapat bertahan pada tanah yang lembab dan basah selama 5 bulan, sedangkan pada tanah yang kering hanya dapat bertahan selama 1 bulan.

5. Kebudayaan

Terdapat kebiasaan masyarakat yang membuat sumur tanpa dilengkapi dengan dinding sumur.

6. Frekuensi pemompaan

Akibat makin banyaknya air sumur yang diambil untuk keperluan orang banyak, laju aliran air tanah menjadi lebih cepat untuk mengisi kekosongan.

c. Manfaat dan Fungsi Jamban

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu : 1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit,

(10)

3. Bukan tempat berkembangbiakan serangga sebagai vektor penyakit, 4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan. 2.3.2.2. Pengolahan Limbah (Tangki Septik)

Air limbah (wastewater) adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Sumber asal air limbah berasal dari air limbah rumah tangga, air limbah industri, dan air limbah rembesan serta tambahan (Sugiharto, 2008).

Air limbah domestik merupakan air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman, rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003). Air limbah ini berasal dari pembuangan air kotor dari kamar mandi, kakus, dan dapur (Mukono, 2000). Air limbah domestik mengandung bahan organik tinggi dan bakteri yang berbahaya bagi kehidupan. Apabila meresap ke dalam tanah atau masuk ke dalam sungai, maka unsur tersebut akan mencemari air tanah dan lingkungan. Oleh karena itu, sebelum air limbah dialirkan ke sungai atau meresap ke dalam tanah perlu diolah terlebih dahulu. Lebih kurang 80% dari air yang digunakan oleh manusia untuk aktivitas sehari-hari akan dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor dan tercemar.

(11)

dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan tersebut berbentuk tinja dan air seni (urine) (Chandra, 2007).

Menurut Chandra (2007), ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, kedua jenis kotoran manusia tersebut dapat menjadi masalah yang sangat penting. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne disease akan mudah berjangkit.

Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran secara tidak baik adalah pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan, dan perkembangbiakan lalat. Sementara itu, penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat keadaan di atas, antara lain, tifoid, paratifoid, disentri, diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal lain, serta infestasi parasit lain. Selain itu, kotoran dari manusia yang sakit atau sebagai carrier dari suatu penyakit dapat menjadi sumber infeksi. Kotoran tersebut mengandung agens penyakit yang dapat ditularkan pada pejamu baru dengan perantara lalat (Chandra, 2007).

Adapun tujuan pengaturan pembuangan air limbah ini adalah sebagai berikut (Yuliarsih, 2002).

1. Untuk mencegah pengotoran air permukaan, misalnya pencemaran sungai dan danau.

(12)

3. Perlindungan air dalam tanah, yaitu mencegah perembesan limbah ke dalam tanah.

4. Menghilangkan bibit penyakit dan vektor penyebar penyakit (nyamuk, lalat, kecoa, dan lain-lain.

5. Menghilangkan dan menghindari terjadinya bau-bauan dan pemandangan yang tidak enak.

Untuk menghindari hal-hal tersebut dan demi terciptanya kehidupan masyarakat yang sehat serta lingkungan yang nyaman, diperlukan metode untuk menangani pembuangan air limbah tersebut.

Sistem pengelolaan ekskreta manusia dapat dilakukan dalam (Khadijah, 2011):

1. Sistem penanganan terpusat (off-site), yaitu ekskreta manusia (umumnya bersama limbah cair rumah tangga lainnya) dialirkan ke dalam bak kontrol, masuk ke jaringan drainase, kemudian ke dalam instalasi pengolahan limbah cair (IPLC) dan dilepas ke sumber air baku.

(13)

Cara-cara pembuangan air limbah adalah sebagai berikut (Yuliarsih, 2002). 1. Dilution (dengan pengenceran)

Yang dimaksud dengan dilution adalah mengencerkan air limbah lebih dulu sebelum dibuang ke badan-badan air, misalnya sungai, danau, dan rawa.

2. Irigasi luas

Cara ini pada umumnya digunakan di pedesaan atau di luar kota karena memerlukan tanah yang luas. Air limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali pada sebidang tanah dan air merembes masuk ke dalam tanah.

3. Septic tank

Cara ini merupakan cara terbaik yang dianjurkan oleh WHO, tetapi biayanya mahal. Selain itu juga rumit dan memerlukan tanah yang luas. Septic tank memiliki 4 bagian, yaitu ruang pembusukan, ruang lumpur, dosing chamber, dan bidang resapan.

4. Sistem Riol

(14)

2.3.2.3. Penyediaan Air Bersih

Tujuan penyediaan air bersih adalah membantu penyediaan yang memenuhi syarat kesehatan dan pengawasan kualitas air bagi seluruh masyarakat baik yang tinggal diperkotaan maupun dipedesaan serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk penyediaan dan pemanfaatan air bersih. Air bersih yang digunakan selain harus mencukupi dalam arti kuantitas untuk kehidupan sehari-hari juga harus memenuhi persyaratan kualitas fisik, kimia, mikrobiologi dan radioaktif. Persyaratan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.416 Tahun 1990 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.907 Tahun 2002.

(15)

Besarnya kebutuhan air untuk MCK berbeda-beda berdasarkan kegiatannya yakni, minimal 20 Liter/orang/hari untuk mandi, minimal 15 liter/orang/hari untuk cuci, dan minimal 10 liter/orang/hari untuk kakus (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund, 2010).

2.3.2.4. Utilitas Lain-lain 1. Penyaluran Air Bekas

Air bekas cuci dan mandi bisa dibuang langsung ke saluran drainase namun jika tidak terdapat saluran drainase yang relatif dekat maka air bekas dialirkan ke tangki septik atau dibuat peresapan tersendiri (Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund, 2010).

2. Penyediaan Tenaga Listrik

(16)

2.4. Fasilitas Sanitasi MCK Plus++

Pada dasarnya baik MCK umum dan MCK Plus++ memiliki pengertian yang sama dimana MCK komunal/umum adalah sarana umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk mandi, mencuci dan buang air di lokasi pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan sedang sampai tinggi (300-500 orang/Ha) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (2001) dalam Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas – Java Reconstruction Fund (2010)). Ditambahi dengan kata Plus++ adalah karena limbah padat/ tinja dapat diolah menjadi biogas di lokasi tersebut (biodigester) dan limbah cairnya diendapkan di settler-settler terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air sehingga ramah lingkungan menurut Dinas Pekerjaan Umum Kota Tanjung Balai.

Adapun komponen Pengolahan air limbah pada MCK Plus++ menurut Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya (2010) adalah sebagai berikut.

1. Tangki Septik Bersama

(17)

2. Bio-Digester

Menghasilkan biogas, sebagai energi alternatif untuk memasak dan penerangan. Air hasil pengolahan belum efisien tetapi sudah berbau dan tidak terlalu berbahaya. Sesuai untuk limbah WC dan industri tahu/tempe, RPH dan ternak.

3. Baffled Reaktor/Tangki Septik Bersusun

Terdiri beberapa bak; bak pertama menguraikan zat yang mudah terurai, bak berikutnya menguraikan yang lebih sulit terurai.

4. Anaerobik Filter atau Tangki Septik Bersusun dengan Filter

Pengolahan biologis oleh organisme anaerobik di filter (batu apung atau bio-ball).

5. Komponen Pembuangan/Pemanfaatan Ulang (Dibuang ke Sungai).

Air limbah dapat dibuang ke sungai jika air tersebut telah memenuhi beberapa syarat yang ditetapkan. Pengolahan air limbah harus efisien supaya air limbah yang dibuang tidak mencemari badan air (sungai).

6. Pengurasan dengan Truk Tinja

(18)

2.4.1. Biogas

Menurut Komunitas Mahasiswa Sentra Energi (2009), biogas merupakan gas campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan gas lainnya yang didapat dari hasil penguraian material organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia, tumbuhan oleh bakteri pengurai metanogen pada sebuah biodigester. Jadi, untuk menghasilkan biogas, dibutuhkan pembangkit biogas yang disebut biodigester. Menurut IndoEnergi (2012), bahan bakar biogas adalah bahan yang mudah terbakar yang dibakar dengan cara yang sama dengan bahan bakar gas cair (LPG), dan karenanya, biogas dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bagi bahan bakar fosil. Biogas digunakan untuk memasak, listrik dan keperluan lain.

Menurut Polprasert (1985) dalam El Haq dan Soedjono (2009), kandungan biogas tergantung dari beberapa faktor seperti komposisi limbah yang dipakai sebagai bahan baku, beban organik dari digester, dan waktu serta temperatur dari penguraian secara anaerobik. Walaupun terdapat variasi dalam kandungan biogas, dapat diperkirakan bahwa kandungan biogas berkisar pada nilai-nilai di bawah ini:

 Metana (CH4) = (55-65)%

 Karbondioksida (CO2) = (35-45)%  Nitrogen (N2) = (0-3)%

 Hidrogen (H2) = (0-1)%

(19)

Ada tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan biogas, yaitu:

- Kelompok bakteri fermentatif: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae

- Kelompok bakteri asetogenik: Desulfovibrio

- Kelompok bakteri metana: Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus

Bakteri methanogen secara alami dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti: air bersih, endapan air laut, sapi, kambing, lumpur (sludge) kotoran anaerob ataupun TPA (Tempat Pembuangan Akhir) (Komunitas Mahasiswa Sentra Energi, 2009)

2.4.2. Biodigester

Reaktor biogas merupakan alat yang kedap udara dengan bagian – bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), inlet bahan penghasil biogas dan outlet lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyalur biogas yang telah terbentuk. Ada dua jenis digester yang biasa digunakan dilihat dari sisi konstruksinya, yaitu fixed dome dan floating drum (Indartono (2005) dalam El Haq dan Soedjono (2009)).

(20)

sehingga dapat terhindar dari kerusakan fisik. Selain itu proses pembentukan biogas yang terjadi di dalam tanah dapat terhindar dari suhu rendah pada malam hari, sedangkan pada siang hari sinar matahari dapat meningkatkan proses pembentukan biogas.

Digester fixed dome terdiri dari bagian pencerna yang berbentuk kubah tertutup. Di dalam digester terdapat ruang penampung gas dan removal tank. Biogas yang telah terbentuk disimpan dalam penampung gas, sedangkan kotoran yang akan digunakan untuk memproduksi biogas dialirkan menuju removal tank. Tekanan gas di dalam digester akan meningkat seiring dengan meningkatnya volume gas di dalam penampung gas.

Kelebihan dari reaktor ini adalah :  Biaya perawatan murah.

 Umur reaktor lama.

 Lebih stabil dan tidak mudah berkarat.

 Menghemat tempat karena dibangun dalam tanah sehingga suhu dalam reaktor

lebih stabil.

Kekurangan dari reaktor ini adalah :

 Bila terjadi sedikit kebocoran pada reaktor akan mengakibatkan kehilangan

gas yang cukup besar sehingga dibutuhkan pembuat reaktor yang telah terlatih.

(21)

2.4.3. Proses Pembentukan Biogas pada Biodigester

Campuran kotoran dan air (yang bercampur dalam inlet atau tangki pencampur) mengalir melalui saluran pipa menuju kubah. Campuran tersebut lalu memproduksi gas setelah melalui proses pencernaan di dalam reaktor. Gas methana yang dihasilkan lalu ditampung di dalam ruang penampung gas (bagian atas kubah). Gas yang dihasilkan di dalam kubah lalu mengalir ke dapur melalui kran control dan pipa distribusi (Biogas Rumah, 2011).

Paling tidak ada tiga faktor penting yang memengaruhi proses pembentukan biogas yakni bahan organik masukan (C/N ratio optimum sekitar 25-30 % dan bahan kering sekitar 7-9 %); lingkungan optimal (temperature dalam sumur digester stabil pada kisaran 33-38oC (mesofilik) dan pH sekitar 6,6-7,6 (netral); dan manajemen seperti frekuensi masukan per satuan waktu dan adanya bahan-bahan beracun (Stafford et al. (1978) dan Barnett et al. (1978) dalam Wendrawan (2009)).

Menurut Nagamani dan Ramasamy (1999) dalam El Haq dan Soedjono (2009), tinja manusia dapat menghasilkan 28 L/kg biogas. Dengan 1 m3 biogas kita dapat menyalakan lampu 60-100 Watt selama 6 jam, 3 kali memasak untuk 5-6 orang, serta setara dengan listrik sebesar 1,25 kWh (Gladstone, 2006).

2.4.4. Manfaat Biodigester

Menurut Komunitas Mahasiswa Sentra Energi (2009), beberapa keuntungan yang dimiliki oleh biodigester bagi rumah tangga dan komunitas antara lain:

- Mengurangi penggunaan bahan bakar lain (minyak tanah, kayu, dsb) oleh rumah tangga atau komunitas

(22)

- Menjadi metode pengolahan sampah (raw waste) yang baik dan mengurangi pembuangan sampah ke lingkungan (aliran air/sungai)

- Meningkatkan kualitas udara karena mengurangi asap dan jumlah karbodioksida akibat pembakaran bahan bakar minyak/kayu bakar

- Secara ekonomi, murah dalam instalasi serta menjadi investasi yang menguntungkan dalam jangka panjang

2.5. Pemukiman Padat

Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dalam Gaffar (2010), disebutkan bahwa permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Berdasarkan PP No. 80 tahun 1999 tentang kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun berdiri sendiri, rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi persyaratan kesehatan, keselamatan dan kenyamanan. Pemukiman padat adalah pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan tinggi yaitu 300-500 orang/Ha.

(23)

American Public Health Association menetapkan pedoman sehat atau tidaknya suatu rumah yang disesuaikan dengan situasi serta kondisi masyarakat Indonesia yaitu :

1. Sistem pengadaan air di rumah tersebut baik atau tidak. 2. Fasilitas untuk mandi.

3. Sistem pembuangan air bekas. 4. Fasilitas pembuangan tinja.

5. Jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu ruangan (kamar). Ukuran yang dianggap sehat ialah jika sekurang-kurangnya tersedia 1,2 meter persegi ruangan untuk satu orang.

6. Jendela atau jalan masuk cahaya serta udara (ventilasi). 7. Kekuatan bangunan.

Adapun masalah yang dihadapi oleh masyarakat berpenghasilan rendah di pemukiman padat adalah Depkimpraswil (2003) dalam Handayani (2011) :

1. Kelangkaan air bersih dimana air dibeli dengan harga yang mahal untuk mendapatkannya.

2. Air buangan yang langsung dibuang kelingkungan tanpa pengolahan yang memadai sehingga dapat mengakibatkan timbulnya vektor penyakit dan tempat bersarangnya nyamuk.

(24)

2.6. Masyarakat Pesisir (Nelayan)

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama Koentjaraningrat (1994) dalam Defenisi Pusat Indonesia (2012).

Daerah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai dan sepertiga dari wilayah laut untuk Kabupaten/Kota dan ke arah darat hingga batas administrasi Kabupaten/Kota (Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Kep.10/Men/2002 Tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu).

Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir (Satria (2004) dalam Ikhsani (2012)). Masyarakat pesisir pada umumnya telah menjadi bagian masyarakat yang pluraristik tapi masih tetap memiliki jiwa kebersamaan. Artinya bahwa struktur masyarakat pesisir rata-rata merupakan gabungan karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan. Karena, struktur masyarakat pesisir sangat plurar, sehingga mampu membentuk system dan nilai budaya yang merupakan akulturasi budaya dari masing-masing komponen yang membentuk struktur masyarakatnya (Wahyudin, 2003).

(25)

kesehariannya. Dua contoh sederhana dari kemudahan-kemudahan tersebut diantaranya : Pertama, bahwa kemudahan aksesibilitas dari dan ke sumber mata pencaharian lebih terjamin, mengingat sebagian masyarakat pesisir menggantungkan kehidupannya pada pemanfaatan potensi perikanan dan laut yang terdapat di sekitarnya, seperti penangkapan ikan, pengumpulan atau budidaya rumput laut, dan sebagainya. Kedua, bahwa mereka lebih mudah mendapatkan kebutuhan akan MCK (mandi, cuci, dan kakus), dimana mereka dapat dengan serta merta menceburkan tubuhnya; mencuci segenap peralatan dan perlengkapan rumah tangga, seperti pakaian, gelas, dan piring; bahkan mereka lebih mudah membuang air (besar maupun kecil). Selain itu, mereka juga dapat dengan mudah membuang limbah domestiknya langsung ke pantai/laut.

(26)

Menurut Purba (2001) dalam Gaffar (2010) mengatakan bahwa masyarakat pesisir dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

1. Masyarakat Perairan, kesatuan sosial yang hidup dari sumber daya perairan, cenderung terasing dari kontak dengan masyarakat-masyarakat lain, hidupnya pun lebih banyak berada dilingkungan perairan daripada di darat, dan berpindah-pindah tempat di suatu wilayah (teritorial) perairan tertentu. Kehidupan sosial mereka cenderung bersifat egaliter, dan hidup dalam kelompok-kelompok kekerabatan setingkat klen kecil.

2. Masyarakat nelayan, golongan masyarakat pesisir yang paling banyak memanfaatkan hasil laut dan potensi lingkungan perairan dan pesisir untuk kelangsungan hidupnya. Masyarakat nelayan umumnya bermukim secara tetap di daerah-daerah yang mudah mengalami kontak dengan masyarakat lain. Sistem ekonomi sudah masuk ke sistem perdagangan, karena hasil laut yang mereka peroleh tidak untuk di konsumsi sendiri, tetapi didistribusikan dengan imbal ekonomis kepada pihak-pihak lain. Walaupun demikian, masyarakat nelayan sebenarnya lebih banyak menghabiskan kehidupan sosial budayanya di daratan.

(27)

Dari pengelompokkan di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa masyarakat nelayan adalah bagian dari masyarakat pesisir yang bermukim secara menetap di lokasi yang dekat dengan laut dan banyak memanfaatkan hasil laut dan potensi lingkungan perairan dan pesisir untuk kelangsungan hidupnya.

Ada beberapa ciri masyarakat nelayan menurut Hadi (2000) dalam Gaffar (2010) yaitu kondisi sosial ekonomi yang rendah, pendidikan yang rendah, fasilitas sarana dan prasarana yang masih kurang, hunian liar (squatters) dan kumuh (slum). Teori yang lain diungkapkan oleh Darsef dalam Gaffar (2010) yang mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan wilayah pesisir yaitu: Pertambahan penduduk, kegiatan-kegiatan manusia, pencemaran, sedimentasi, ketersediaan air bersih, dan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam. Pendapat lain diungkapkan lebih lanjut oleh Dahuri dalam Gaffar (2010) mendefinisikan bahwa gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumber daya pesisir meliputi: pencemaran, degradasi fisik habitat, eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam, abrasi pantai, konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya, dan bencana alam.

Pendapat lain disampaikan oleh Departemen Pekerjaan Umum Bidang Cipta karya tentang karakteristik permukiman nelayan dalam Gaffar (2010) adalah :

1. Merupakan Permukiman yang terdiri atas satuan-satuan perumahan yang memiliki berbagai sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan dan penghidupan penghuninya.

(28)

3. 60% dari jumlah penduduk merupakan nelayan, dan pekerjaan lainnya yang terkait dengan pengolahan dan penjualan ikan.

4. Memiliki berbagai sarana yang mendukung kehidupan dan penghidupan penduduknya sebagai nelayan, khususnya dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan eksplorasi ikan dan pengolahan ikan.

5. Memiliki berbagai prasarana yang mendukung penghidupan penduduknya sebagai nelayan, khususnya dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan eksplorasi ikan dan pengolahan ikan.

(29)

2.7. Perilaku

Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum, 1974). Oleh sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, maka intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis. Intervensi terhadap faktor perilaku ini secara garis besar dapat dilakukan melalui dua upaya yang saling bertentangan yaitu tekanan atau pendekatan koersi atau paksaan dan edukasi atau ajakan atau himbauan dan sebagainya. Namun dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi (Notoatmodjo, 2003)

Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, perlu dilakukan diagnosis atau analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Teori Bloom dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

a. Pengetahuan (Knowledge)

(30)

seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan.

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

(31)

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

b. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan.

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (valuing)

(32)

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

c. Praktek atau Tindakan (practice)

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan.

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

(33)

2.8. Pemanfaatan dan Pemeliharaan Fasilitas MCK

Tingkat keberhasilan dari suatu program dapat dilihat dengan cara apabila hasilnya bisa dirasakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat serta keberlanjutan program tersebut. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan strategi untuk membangun fasilitas yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dalam hal ini adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan termasuk sumber daya kedalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan akan datang. Dalam hal ini pembangunan tidak hanya melihat individu yang berdiri sendiri saja, tetapi juga memperhatikan dampak pembangunan terhadap kedudukan manusia sebagai mahluk sosial (Sugandhy (2007) dalam Gaffar (2010)).

Pembangunan fasilitas sanitasi dapat dikatakan berhasil apabila dalam pemanfaatan dan pemeliharaan fasilitas MCK tersebut tepat sasaran, baik dalam pemanfaatannya maupun keberlanjutan dari pembangunan MCK tersebut (Waspola (2003) dalam Gaffar (2010)). Adapun kriteria keberhasilan dari pembangunan MCK diantaranya yaitu:

1. Masyarakat merasa puas dengan kualitas dan kuantitas dari MCK yang dibangun.

2. MCK yang dibangun tidak terabaikan, desain dan kualitas konstruksi memenuhi kebutuhan masyarakat.

(34)

4. Adanya rasa memiliki dan tanggung jawab yang besar terhadap MCK terkait dengan keberlanjutan dari bangunan tersebut.

5. Berkurangnya penyakit yang disebabkan sanitasi yang buruk.

6. Masyarakat yang selama ini menggunakan pantai dan ruang terbuka untuk keperluan MCK, beralih menggunakan jamban umum yang disediakan.

7. Masyarakat memberikan kontribusi untuk biaya konstruksi dengan adanya iuran sebagai tindak lanjut untuk keberlanjutan fasilitas tersebut.

8. Lebih berdayanya lembaga masyarakat dalam pengelolaan MCK.

Jamban MCK hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI (2004) dalam Kesehatan Lingkungan (2012) adalah sebagai berikut :

1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering, 2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air, 3. Tidak ada sampah berserakan,

4. Rumah jamban dalam keadaan baik,

5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat, 6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada,

7. Tersedia alat pembersih,

8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki.

Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban dapat dilakukan dengan 1. Air selalu tersedia dalam bak atau dalam ember,

(35)

3. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak membahayakan pemakai,

4. Tidak memasukkan bahan kima dan detergen pada lubang jamban, 5. Tidak ada aliran masuk kedalam jamban selain untuk membilas tinja.

Menurut Waspola (2003) dalam Gaffar (2010), untuk menyediakan fasilitas dan penyehatan lingkungan yang berkelanjutan adalah sebagai berikut:

1. Keterlibatan masyarakat yang dapat mempengaruhi pelaksanaan program, efektivitas penggunaan, dan keberlanjutan akan tercapai jika pilihan pelayanan dan konsekuensi biaya ditentukan langsung oleh masyarakat di tingkat rumah tangga; kontribusi masyarakat untuk pembangunan sarana ditentukan berdasarkan jenis pelayanan yang ditawarkan; dan pembentukan unit pengelola sarana dilakukan secara demokratis.

2. Masyarakat pengguna sebaiknya diberi kewenangan untuk mengontrol penggunaan dana yang berasal dari kontribusi masyarakat dan kualitas serta jadwal pelaksanaan pekerjaan konstruksi dilakukan oleh lembaga yang ditunjuk.

(36)

meningkatkan kontribusi dalam pembiayaan, sehingga mampu menjamin pendanaan yang lebih efektif dan keberlanjutan investasi.

2.9. Kerangka Konsep - Karakteristik fisik air - Sumber air

Gambar

Tabel 2.1 Jumlah Pengguna MCK dan Banyaknya Bilik yang Diperlukan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini dapat dilihat melalui bagan bangunan komunikasi pengguna path sebagai ajang menunjukkan eksistensi diri yang menjelaskan panggung depan dan

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk memperoleh gambaran nyata dan pemahaman mengenai strategi distribusi online yang telah dilakukan PT Batik Danar Hadi

sumber keuangan untuk pembangunan yang lain, zakat tidak memiliki.. dampak balik apapun kecuali ridha dan mengharap pahala dari

Massa Bangunan Prabasuyoso adalah sebagai titik pusat kegiatan keraton, yang diaplikasikan pada penataan massa bangunan galeri seni pertunjukan ini dengan atrium

Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui tingkat efektivitas trafo yang digunakan oleh PT PLN (Persero) Area Pelayanan Jaringan Semarang dan untuk mengetahui tingkat

Dengan demikian,dapat dikatakan bahwa resolusi ini merupakan penyimpangan dari prinsip umum yang menyatakan bahwa perjanjian itu hanya mengikat bagi mereka yang mengikatkan

a) Dana wakaf salah satu instrumen yang digalakkan oleh Tamaddun karena wakaf uang dari masyarakat sangat perotensi besar. Sebagaimana diilustrasikan setiap anggota

Kecamatan Embaloh Hulu, merupakan masyarakat yang berada di dalam.. Masyarakat yang mendiami adalah suku Dayak Tamambaloh yang pada zaman dahulu hidupnya bergantung