• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN LINGKUNGAN PEMERINTAH INDONESI. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBIJAKAN LINGKUNGAN PEMERINTAH INDONESI. docx"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN LINGKUNGAN PEMERINTAH

INDONESIA PASCA KTT COPENHAGEN

DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM REDD

ABSTRAKSI

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan paper dengan judul “Kebijakan Lingkungan Pemerintah Indonesia Pasca KTT Copenhagen Dalam Implementasi Program REDD”.

Pada kesempatan ini perkenankan penyusun mengaturkan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya, makalah ini masih jauh sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan sebagaii koreksi diri.

Ponorogo, 16 Juni 2014

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

ABSTRAKSI...ii

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...2

C. Tujuan Penulisan...3

D. Manfaat Penulisan...3

E. Tinjauan Pustaka...3

BAB II PEMBAHASAN A. REDD...5

B. Cara Kerja REDD...6

C. Kebijakan REDD di Indonesia...15

D. Hambatan REDD...18

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan...20

B. Saran...20

DAFTAR PUSTAKA...22

(4)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemanasan global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya

gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Maka berawal dari konferensi di Rio de Janeiro 1992, telah disepakati tentang konvensi kerangka kerja PBB tentang perubahan iklim(UNFCCC). UNFCC adalah sebuah konvensi yang bertujuan mencapai stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat tertentu yang menghindari ancaman antropogenik yang berbahaya bagi sistem iklim (Gas yang dikendalikan adalah metan, nitrogen oksida, dan karbon dioksida).

(5)

kegiatan konservasi hutan sebelumnya karena dikaitkan langsung dengan insentif finansial untuk konservasi yang bertujuan menyimpan karbon di hutan.

Pada negosiasi UNFCC(United Nations Framework Convention on Climate Change ), Hasilnya untuk REDD masih belum lengkap. Meskipun beberapa kemajuan sudah dibuat, namun kelemahan-kelemahan penting masih terjadi terutama mengenai kesesuaian target. Dimana dalam COP ke15 di Copenhagen telah meneguhkan sebuah tonggak. Inilah perjanjian internasional pertama yang merekomendasikan bahwa sumber pendanaan perlu dikumpulkan untuk mendukung REDD-plus. Australia, Perancis, Jepang, Norwegia, Inggris dan Amerika Serikat telah menawarkan paket bantuan sebesar 3,5 triliun USD untuk persiapan REDD. Perjanjian tersebut juga menerangkan beberapa poin teknis yang dapat menyediakan dukungan yang dibutuhkan oleh negara-negara yang berminat untuk bergabung segera. Di samping itu telah disepakati penyediaan pendanaan jangka panjang (long- term finance) yang menyatakan negara maju berkomitmen untuk memobilisasi dana negara berkembang 100 miliar dolar AS jika melakukan aksi mitigasi pengurangan emisi.

Pada konferensi tingkat tinggi perubahan iklim COP 19 di Warsawa, Polandia pada tanggal 11-23 November 2013, telah mencapai kesepakatan tentang program batuan dana bagi negara-negara miskin untuk mengatasi emisi akibat perusakan hutan.

B.

Rumusan Masalah

Dengan melihat uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang akan di kaji adalah sebagai berikut:

(6)

2. Apa saja kebijakan pemerintah Indonesia dalam upaya mengimplementasikan skema REDD dalam sektor kehutanan di Indonesia.

C. Tujuan Penelitian

Dilihat dari rumusan permasalahan di atas, maka dapat simpulkan tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui Bagaimana potensi hutan yang dimiliki Indonesia dalam tinjauan skema REDD.

2. Mengetahui apa saja tindakan pemerintah dalam upaya mengimplememtasikan skema REDD dalam sektor kehutanan di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah khasanah pengetahuan tentang pentingnya menjaga lingkungan agar keseimbangan siklus alam tetap terjaga.

2. Menambah pengetahuan tentang hubungan internasional dalam mengatasi masalah perubahan iklim.

3. Menambah pengetahuan tentang kesepakatan internasional tentang perubahan iklim

E. Tinjauan Pustaka

1. Pemanasan Global

Pemanasan global adalah menaiknya suhu rata-rata permukaan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah

meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya

intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi.

(7)

Perubahan iklim merupakan efek dari adanya pemanasan global. Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca secara statistik sepanjang periode waktu

mulai dasawarsa hingga jutaan tahun. Istilah ini bisa juga berarti perubahan keadaan cuaca rata-rata atau perubahan distribusi peristiwa cuaca rata-rata, contohnya, jumlah peristiwa cuaca ekstrem yang semakin banyak atau sedikit. Perubahan iklim terbatas hingga regional tertentu atau dapat terjadi di seluruh wilayah Bumi.

3. Penyebab Terjadinya Perubahan Iklim

Perubahan iklim disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia seperti ekstraksi bahan bakar fosil skala besar (batubara, minyak bumi dan gas alam), perubahan pemanfaatan lahan (pembukaan lahan untuk penebangan kayu, peternakan dan pertanian) serta konsumerisme. Saat pengambilan dan penggunaan sumberdaya ini, gas rumah kaca dilepas secara besar-besaran ke atmosfir.

BAB II

PEMBAHASAN

(8)

REDD singkatan dari Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation, merupakan suatu mekanisme global yang bertujuan untuk memperlambat perubahan iklim dengan memberikan kompensasi kepada negara berkembang untuk melindungi hutannya. Skema ini mulai menjadi perdebatan yang hangat sejak Papua Nugini dan Kosta Rika menjabarkan proposal pengurangan emisi deforestasi pada diskusi perubahan iklim pada tahun 2005.

Indonesia maju untuk memperjuangkan REDD pada COP 13 di Bali 3-14 Desember 2007, di mana ide tersebut telah berkembang dengan mengikutsertakan isu ‘degradasi hutan’. Berbagai usul penambahan isu tentang agroforestri dan pertanian juga muncul. REDD berkembang lebih jauh lagi -- tanda ‘plus’ di belakangnya menambahkan konservasi dan pengelolaan hutan secara lestari, pemulihan hutan dan penghutanan kembali, serta peningkatan cadangan karbon hutan. Dengan cepat REDD+ menjadi faktor penting dalam berbagai negosiasi internasional karena dianggap sebagai salah satu cara paling murah untuk memperlambat laju perubahan iklim. Modelnya menuruti prinsip “common but differentiated responsibility”, di mana negara maju, yang menghasilkan banyak emisi dalam proses industrialisasi dan untuk menopang gaya hidup, menyediakan dana dan teknologi untuk negara berkembang sebagai bentuk komitmen mengurangi dampak emisi karbon mereka. Nantinya, dana ini akan berfungsi sebagai kompensasi bagi negara-negara yang kehilangan pendapatan karena telah menghentikan pengeksploitasian hutan. Guna memperlancar program ini, dimana dalam KTT Perubahan Iklim di Warsawa tahun 2013 telah mencapai terobosan baru dengan menyepakati program batuan dana bagi negara-negara miskin untuk mengatasi emisi akibat perusakan hutan.

(9)

Pengurangan emisi atau ‘deforestasi yang dihindari’ diperhitungkan sebagai kredit. Jumlah kredit karbon yang diperoleh dalam waktu tertentu dapat dijual di pasar karbon internasional. Sebagai alternatif, kredit yang diperoleh dapat diserahkan ke lembaga pendanaan yang dibentuk untuk menyediakan kompensasi finansial bagi negara-negara peserta yang melakukan konservasi hutannya. Skema REDD memperbolehkan konservasi hutan untuk berkompetisi secara ekonomis dengan berbagai kegiatan ekonomi lainnya yang memicu deforestasi.

Daratan indonesia seluas 190.994 ha, dari total itu 70%nya adalah kawasan hutan. Mencakup kawasan yang begitu luas—terutama didorong kesadaran di bumi kita saling terkait dan tidak peduli batas negara—hutan Indonesia menjadi perhatian seluruh dunia. Dengan besarnya luas hutan yang dikelola, hutan Indonesia selalu menjadi isu penting, bukan saja bagi kepentingan dalam negeri, tetapi juga kontribusinya sebagai paru-paru dunia. Indonesia menjadi negara partisipan dan berdampingan dengan 36 negara lainnya yang akan mengikuti program REDD.

Deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca di Indonesia. Hal ini membuat Indonesia menjadi salah satu pelopor dimasukkannya skema REDD , yaitu mekanisme untuk memberikan kompensasi kepada negara berkembang yang melindungi hutannya.

Tabel Proyek REDD Di Indonesia

Proyek REDD+ di Indonesia (Pembaruan data Oktober 2010) Strategies: AF: Reforestation, AD: Avoided deforestation,

(10)
(11)

C. Kebijakan REDD Di Indonesia

Diawali dengan pembentukan Indonesian Forest-Climate Alliance (IFCA), pemerintah mengundang partisipasi berbagai pihak untuk mencermati rancang bangun REDD. Kelompok ini kemudian merumuskan perlunya kerangka kebijakan yang terkait dengan:

(i) penentuan tingkat emisi acuan, (ii) strategi penggunaan lahan, (iii) pemantauan,

(iv) mekanisme keuangan dan

(v) pembagian keuntungan dan tanggung jawab.

Untuk mematangkan proses kebijakan yang akan ditempuh, Pemerintah selanjutnya mengusulkan rancangan kesiapan (Readiness Plan, R-Plan) kepada Bank Dunia untuk menunjang pelaksanaan REDD di Indonesia. Selain kelima komponen di atas, di dalam R-Plan juga diuraikan rencana penilaian dampak REDD terhadap kondisi sosial dan lingkungan serta investasi untuk pengembangan kapasitas. Bersamaan dengan ini, usulan lain juga diajukan kepada UN-REDD, sebuah program kolaborasi badan-badan PBB (FAO, UNEP dan UNDP), khususnya yang menyangkut kerjasama lintas sektor di Indonesia.

Sejak penyelenggaraan COP13 di Bali Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehutanan sangat giat mengembangkan perangkat hukum atau peraturan yang terkait langsung dengan pelaksanaan REDD. Di antara perangkat tersebut terdapat tiga Peraturan Menteri yang telah resmi diundangkan, yaitu:

(i) Permenhut No. P. 68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan

Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD)

(12)

(ii) Permenhut No. P. 30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) (www.dphut.go.id/files/P30_09_r.pdf)

(iii) Permenhut No. P. 36/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara

Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung (www.dephut.go.id/files/P36_09.pdf)

Sedangkan peraturan presiden yang telah di implementasikan adalah Perpres No. 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

(http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/685.pdf).

RAN GRK(Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca) adalah pedoman untuk langkah langkah dalam memfasilitasi mitigasi perubahan iklim.

Kebijakan yang Dilaksanakan untuk Menunjang RAN-GRK :

a. Menurunkan emisi GRK dengan sekaligus meningkatkan kenyamanan lingkungan, mencegah bencana, menyerap tenaga kerja, menambah pendapatan masyarakat dan negara.

b. Pengelolaan sistem jaringan dan tata airpada rawa.

c. Pemeliharaan jaringan reklamasi rawa (termasuk lahan bergambut yang sudah ada).

d. Peningkatan produktivitas dan efisiensi produksi pertanian pada lahan gambut dengan emisi serendah mungkin dan mengabsorbsi CO2 secara optimal.

(13)

Sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim, pada konferensi perubahan iklim di Bonn, Jerman pada 04-15 Juni 2014, melalui Pimpinan Utusan Khusus Indonesia untuk Perubahan Iklim Rachmat Witoelar menyampaikan empat poin penguatan aksi mengatasi perubahan iklim dalam pertemuan tinggi tingkat kementerian dalam konferensi tersebut, yaitu:

Poin pertama, menyampaikan kesuksesan penguatan Durban Platform akan memastikan kehidupan yang lebih baik bagi generasi mendatang agar terhindar dari efek perubahan iklim dengan pembangunan yang berorientasi rendah karbon.

Poin kedua, Rachmat menggarisbawahi perjanjian 2015 tersebut harus dapat menjadi kelanjutan serta penguatan hal-hal yang telah disepakati dan berjalan di jalurnya.

Poin ketiga, pentingnya para peserta konferensi untuk menyusun perjanjian yang hidup dan mendetail tentang perubahan iklim 2015 yang tak lekang waktu.

Poin keempat, langkah untuk mengatasi perubahan iklim pra-2020 akan memberikan latihan dan pelajaran terbaik untuk aksi nyata pasca-2020 nanti, dengan membangun kepercayaan dan komitmen di antara negara-negara peserta.

D.

Hambatan REDD

1. Teknologi penghitungan karbon

(14)

Untuk melakukan penghitungan dan verifikasi pengurangan emisi saat ini sudah banyak tersedia. Pertanyaannya, terjangkau dan ekonomiskah teknologi ini?

3. Pembayaran

Bagaimana cara suatu negara dapat memperoleh pembayaran dan dalam bentuk apa pembayaran itu diberikan? Siapa yang nantinya akan menerima pembayaran untuk upaya melindungi kawasan hutan tertentu: pemerintah nasional, masyarakat lokal sekitar hutan atau perusahaan kayu? Negara donor menghendaki agar pembayaran dapat bermanfaat bagi masyarakat yang kurang mampu. Pemerintah suatu Negara yang berpeluang memperoleh keuntungan dari skema REDD, sudah barang tentu ingin mengatur distribusi pembayarannya.

4. Akuntabilitas

Jika pembayaran REDD dilakukan, namun hutan tetap saja dirusak, apa yang akan terjadi? Akuntabilitas terkait dengan jaminan bahwa pembayaran karbon dapat mewujudkan perlindungan hutan berkelanjutan.

5. Pendanaan

Kita dihadapkan pada beberapa pilihan. Apakah sebaiknya negara maju menyediakan dana untuk memberikan penghargaan bagi negara-negara yang dapat mengurangi emisinya dari deforestasi? Atau apakah sebaiknya pengurangan emisi ini dikaitkan dengan sistem perdagangan karbon yang berbasis pasar?

Serta bagaimana pula skema pendanaan dan pengelolaan secara global sampai dengan tingkat lokal. Kita perlu mencari sistem pasar yang paling sesuai.

(15)

mengikat sehingga jangan sampai suatu saat skema ini malah merugikan negara-negara penerima dana mitigasi yang tidak lain adalah negara-negara berkembang. Bagaimana kepemilikan hutan selanjutnya yang telah mendapatkan dana bantuan REDD ini? Bagaimana tentang hak-hak kepemilikan masyarakat adat atas hutan mereka yang masuk dalam skema REDD? Dan masih banyak lagi.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

(16)

memperlambat perubahan iklim dengan memberikan kompensasi kepada negara berkembang untuk melindungi hutannya. Indonesia maju untuk memperjuangkan REDD pada konvensi perubahan iklim di Bali tahun 2007. Dimana cara kerja REDD ialah pengurangan emisi atau ‘deforestasi yang dihindari’ diperhitungkan sebagai kredit. Jumlah kredit karbon yang diperoleh dalam waktu tertentu dapat dijual di pasar karbon internasional.

Sejalan dengan perjalanan REDD di Indonesia, telah di keluarkan berbagai kebijakan-kebijakan yang dapat memudahkan pengimplementasian REDD di Indonesia.

B. SARAN

Pada intinya REDD adalah sebuah skema baru dalam upaya untuk mengatasi perubahan iklim yang sedang melanda. Skema ini memfokuskan pada kawasan hutan negara-negara berkembang. Terlepas dari isu tentang REDD yang banyak mendapat kritikan dari para NGO dan aktifis lingkungan dimana mereka menganggap skema ini tidak lebih dari sekedar upaya negara-negara maju untuk ikut andil dalam pemilikan hutan di negara-neara berkembang dan upaya lepas tangan negara-negara industri dari tanggung jawab mereka sebagai penyumbang kerusakan lingkungan.

(17)

pegang masyarakat adat yang telah memahami lingkungan mereka. Dan untuk pengawasan dalam pembayaran dan pendanaan REDD, perlu adanya pengawasan yang ketat sehingga peluang adanya penyelewengan ke arah KKN dapat dihindari.

Di luar kebijakan lingkungan program REDD, Indonesia harus lebih aktif mendorong negara-negara industri untuk memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pengelolaan hutan mereka dibanding dengan hanya menyalurkan dana mereka ke negara-negara berkembang. Selain mengelola hutan mereka sendiri, negara-negara industri maju juga di tuntut untuk dapat menciptakan ekonomi hijau dalam skema pembangunan berkelanjutan di negara-negara di dunia, khususnya negara industri maju. Sehingga akan terjadi keseimbangan hak dan kewajiban antara negara-negara di dunia dimana selain negara-negara-negara-negara maju memberi imbalan kepada negara-negara berkembang yang telah berhasil menjaga hutannya, disamping itu dibutuhkan sebuah komitmen yang kuat dari negara-negara industri untuk mengadakan upaya mitigasi dengan potensi hutan yang mereka miliki serta membuat industri mereka ke arah yang lebih ramah lingkungan atau yang biasa di sebut dengan green economy, dengan ini maka tujuan dari konvensi dapat segera tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Djajadiningrat, S.T., Famiola, M., dan Hendriani, Y. (2014).Green Economy.Bandung: Rekayasa Sains.

(18)

http://walhikalteng.org/

Natural Resources Development Center.(2013). Modul “Kebijakan Nasional Perubahan Iklim”: Jakarta.

Anonim.Indonesia: The First National Communication on Climate Change Convention. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

Murniningtyas, Endah. (2011). “Kebijakan Nasional Mitigasi Dan Adaptasi Perubahan Iklim”, Forum Diskusi Nasional: Menuju Kota Masa Depan yang Berkelanjutan dan Berketahanan Iklim, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Jakarta

http://politik.kompasiana.com/2009/12/21/indonesia-dan-kesepakatan-copenhagen-41261.html

http://www.dw.de/ktt-kopenhagen-berakhir-tanpa-hasil/a-5039010

http://josuasilitonga.wordpress.com/2009/12/16/efek-perubahan-iklim-di-indonesia/#comment-133

http://www.antaranews.com/berita/166542/indonesia-puas-hasil-ktt-kopenhagen

http://www.antaranews.com/berita/436592/konferensi-di-bonn-tutup-perundingan-perubahan-iklim

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan pH pada tiap kelompok dengan kontrol diduga karena kandungan zat aktif pada ekstrak bunga krisan mempengaruhi pH pada media perkembangan

Setelah persiapan, hal yang dilakukan praktikan selanjutnya yaitu merencanakan kegiatan mengumpulkan data tentang kebutuhan siswa terhadap materi layanan yang

Based on data analysis above, it can be explained some important thing associated with variable Internship (X) that the sub-variables: 1) quality of internship implementation: there

Jika kegunaan barang atau jasa tersebut digunakan untuk modal kerja, maka harus dilihat apakah nasabah telah mempunyai kontrak dengan pihak ketiga atau

Dalam jurnalnya yang berjudul A Novel Medical Infusion Monitoring Sistem Based on ZigBee Wireless Sensor Network, Yang dan Sun mengembangkan deteksi level cairan

Penetapan game dan animasi sebagai salah satu bagian dari pilar pengembangan industri kreatif oleh pemerintah telah menjadi satu momentum yang kuat dalam memajukan industri game

Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa hanya variabel profitabilitas dan financial leverage yang berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba; sedangkan

terbagi dua, freehold yang boleh memiliki properti selamanya dan leasehold yang memiliki properti dengan waktu terbatas. Penulis berpendapat semakin banyak jenis