PENGARUH PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN FAKTOR SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP
PEMAKAIAN KONTRASEPSI MODERN WUS (15-49 TAHUN)
KAWIN/HIDUP BERSAMA DI INDONESIA
(Analisis Data SDKI 2012)
NIEKEN de MISGA 13.7780
JURUSAN : STATISTIKA
PEMINATAN : SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN
SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK
JAKARTA
PENGARUH PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN FAKTOR SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP
PEMAKAIAN KONTRASEPSI MODERN WUS (15-49 TAHUN)
KAWIN/HIDUP BERSAMA DI INDONESIA
(Analisis Data SDKI 2012)
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Sarjana Sains Terapan pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
Oleh:
NIEKEN de MISGA 13.7780
SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK
JAKARTA
© Hak Cipta milik STIS, Tahun 2017
Hak Cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar STIS.
2. Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
i
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberdayaan Perempuan dan Faktor Sosial Demografi terhadap Pemakaian
Kontrasepsi Modern WUS (15-49 tahun) Kawin/Hidup Bersama di Indonesia (Analisis Data SDKI 2012)”. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Hamonangan Ritonga, M.Sc., selaku Ketua Sekolah
Tinggi Ilmu Statistik;
2. Ibu Ika Yuni Wulansari, S.S.T., M.Stat., selaku dosen pembimbing
yang telah bersedia meluangkan waktu dan membimbing dengan
penuh kesabaran;
3. Bapak Ir. Suryanto Aloysius, M.M. dan Ibu Risni Julaeni Yuhan,
S.P., M.Stat., selaku dosen penguji atas koreksi dan saran yang
diberikan untuk menyempurnakan skripsi ini;
4. Ibu, bapak, dan mbak tercinta atas doa dan motivasi yang telah
diberikan;
5. Power Rangers (Emy, Ratih, Iqoh, Rina, Isni, Ami), Sasa,
teman-teman 4SK4, dan semua sahabat yang telah memberi dukungan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai kekurangan dan
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan demi perbaikan penulisan skripsi ini. Akhir kata, semoga
skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, Agustus 2017
ii
ABSTRAK
NIEKEN de MISGA, “Pengaruh Pemberdayaan Perempuan dan Faktor Sosial Demografi terhadap Pemakaian Kontrasepsi Modern WUS (15-49 tahun)
Kawin/Hidup Bersama di Indonesia (Analisis Data SDKI 2012)”.
vii+111 halaman
Dalam jangka waktu lima belas tahun (2000 hingga 2015), jumlah penduduk
Indonesia mengalami penambahan sekitar 50,06 juta jiwa (SUPAS, 2015). Total
Fertility Rate (TFR) merupakan salah satu parameter demografi yang erat
kaitannya dengan pertumbuhan penduduk. Tingginya TFR Indonesia
menyebabkan belum tercapainya target TFR pada RPJMN 2014 dan SDG 2015.
Pemakaian kontrasepsi merupakan variabel yang erat kaitannya dengan penurunan
fertilitas. Kontrasepsi tidak luput dari peran wanita sebagai subjek pemakainya.
Dalam International Conference on Population and Development (1995),
menyatakan bahwa dengan meningkatnya status pemberdayaan perempuan, maka
diharapkan wanita akan lebih banyak menyerap informasi mengenai pemakaian
kontrasepsi dan membuat keputusan yang tepat untuk ikut memakai kontrasepsi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberdayaan perempuan
dan faktor sosial demografi terhadap pemakaian kontrasepsi modern di Indonesia
tahun 2012. Data yang digunakan berasal dari Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012 menggunakan metode regresi logistik biner.
Terdapat sembilan variabel sosial demografi dan lima variabel pemberdayaan
perempuan yang signifikan memengaruhi pemakaian kontrasepsi modern.
Variabel sosial demografi yang signifikan memengaruhi adalah umur, pendidikan
wanita, status bekerja, pendidikan suami, jumlah anak hidup, jumlah anak ideal,
indeks kekayaan, daerah tempat tinggal, dan kunjungan petugas KB.
iii
Identifikasi dan Batasan Masalah ...
Tujuan Penelitian ...
Sistematika Penulisan ...
Ruang Lingkup Penelitian ...
Metode Pengumpulan Data ...
Metode Analisis ... 35
36
42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...47
4.1 Gambaran Umum Pemakaian Kontrasepsi ...47
4.2 Gambaran Umum Pemakaian Kontrasepsi Modern berdasarkan Faktor Sosial Demografi ...
iv
Halaman
4.3 Gambaran Umum Pemakaian Kontrasepsi Modern
berdasarkan Faktor Pemberdayaan Perempuan ... 59
4.4 Variabel-variabel yang Memengaruhi Pemakaian
Kontrasepsi Modern Wanita Kawin/Hidup Bersama ...67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...83
5.1 Kesimpulan ...83
5.2 Saran ...84
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
RIWAYAT HIDUP ... 87
89
v
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Tabel Halaman
1. Dimensi penyusun faktor pemberdayaan perempuan ... 33
2. Variabel respon ... 37
3. Variabel penjelas pada faktor sosial demografi ... 37
4. Variabel penjelas pada faktor pemberdayaan perempuan ... 38
5. Karakteristik sosial demografi WUS kawin/hidup bersama di Indonesia ... 48
6. Cross-tabulation persentase kelompok umur wanita dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan wanita dan suami/pasangan ... 52
7. Jumlah dan persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan keterpaparan informasi KB ... 58
8. Karakteristik pemberdayaan perempuan WUS kawin/hidup bersama di Indonesia ... 60
9. Hasi pengujian parsial dan signifikansi ... 69
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Gambar Halaman
1. Kerangka pikir ... 33
2. Distribusi pemakaian kontrasepsi modern wanita kawin/hidup
bersama tahun 2012... 47
3. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan umur ... 50
4. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan pendidikan
tertinggi yang ditamatkan wanita dan suami/pasangan ... 51
5. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan status bekerja 53
6. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan jumlah anak hidup ... 53
7. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan jumlah anak ideal ... 55
8. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan indeks
kekayaan ... 56
9. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan daerah
tempat tinggal ... 57
10. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan kunjungan petugas
KB ... 59
11. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan penentu pembelian
kebutuhan barang tahan lama ... 61
12. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan penentu
penggunaan penghasilan wanita dan suami/pasangan ... 62
13. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan kepemilikan rumah
dan tanah ... 63
14. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan penghasilan wanita
dibandingkan suami/pasangan ... 64
15. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan penentu keputusan
pemeriksaan kesehatan wanita ... 65
16. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan persetujuan
memukul istri ... 66
17. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan penentu keputusan
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Lampiran Halaman
1. Output cross-tabulation antara karakteristik sosial demografi dan pemakaian kontrasepsi modern WUS berstatus kawin/hidup bersama di Indonesia tahun 2012 ... 89
2. Output cross-tabulation antara karakteristik sosial demografi dan pemakaian kontrasepsi modern WUS berstatus kawin/hidup bersama di Indonesia tahun 2012 ... 92
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, dalam jangka waktu
lima belas tahun yaitu dari tahun 2000 hingga 2015, jumlah penduduk Indonesia
mengalami penambahan sekitar 50,06 juta jiwa. Dengan kata lain, jumlah
penduduk Indonesia mengalami rata-rata penambahan 3,33 juta jiwa setiap tahun.
Hal itu berdampak pada laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Laju pertumbuhan
penduduk Indonesia cenderung menurun. Namun, pada tahun 2000-2010
mengalami kenaikan. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia 2010-2015 adalah
sebesar 1,43 persen.
Total Fertility Rate (TFR) merupakan salah satu parameter demografi dan
indikator kependudukan yang memengaruhi laju pertumbuhan penduduk. TFR
adalah angka yang menggambarkan rata-rata jumlah anak yang akan dilahirkan
oleh seorang wanita pada akhir masa reproduksinya. Angka TFR Indonesia berada
di bawah angka TFR rata-rata negara ASEAN (Kemenkes, 2013). Angka TFR
Indonesia menunjukkan kecenderungan yang terus menurun, dari angka 3,0 pada
tahun 1991 menjadi 2,6 pada tahun 2012. Angka TFR sebesar 2,6 tersebut stagnan
dalam tiga periode terakhir SDKI (2002, 2007, 2012). Angka TFR sebesar 2,6
anak, berarti seorang wanita di Indonesia rata-rata melahirkan 2,6 anak selama
masa reproduksinya. Millenium Development Goals (MDG) 2015 menargetkan
2
Nasional (RPJMN) 2014 menargetkan angka TFR sebesar 2,36. Sehingga
tingginya TFR di Indonesia tidak mencapai target yang ditentukan.
Di Indonesia, Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program
yang digencarkan pemerintah dalam menurunkan TFR melalui penyuluhan dan
penyedia layanan terhadap pemakaian kontrasepsi kepada masyarakat. Menurut
UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga, menyebutkan bahwa keluarga berencana sebagai upaya
untuk mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur
kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Pemakaian kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang memengaruhi
tingkat fertilitas. Sesuai dengan pernyataan Freedman (1975), pemakaian
kontrasepsi adalah cara yang paling penting untuk mencapai pengembangan
norma keluarga kecil. Dalam kerangka pikir Bongaarts (1978) mengenai delapan
intermediate variable yang memengaruhi fertilitas, kontrasepsi merupakan salah
satu variabel yang memengaruhi fertilitas.
Kontrasepsi tidak luput dari peran wanita sebagai subjek pemakainya.
Tinggi rendahnya pemakaian kontrasepsi pada suatu negara diukur dari angka
kesertaan ber-KB pada wanita usia subur (15-49 tahun) di negara tersebut. Hal ini
menyebabkan wanita menjadi fokus perhatian dari berbagai konferensi
pembangunan. Laporan dari International Conference on Population and
Development (1995), menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan menjadi salah
satu akses penting menuju peningkatan pembuatan keputusan di segala tingkatan,
3 yang dilakukan secara simultan akan menyukseskan program KB dalam
menurunkan fertilitas. Sebaliknya, perempuan yang kurang diberdayakan akan
mengurangi kemampuannya dalam membuat keputusan perihal KB.
Mengingat pentingnya peran wanita dalam meningkatkan pemakaian
kontrasepsi, pemberdayaan perempuan menjadi salah satu tujuan penting yang
harus dilaksanakan oleh seluruh negara (ICPD, 1995). Dengan meningkatnya
status pemberdayaan perempuan, maka diharapkan wanita akan lebih banyak
menyerap informasi mengenai kontrasepsi dan membuat keputusan yang tepat
untuk ikut memakai kontrasepsi yang aman dan efektif. Kabeer (1999),
menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan tidak hanya menurunkan fertilitas,
juga memberikan banyak pengaruh baik bagi kesehatan anak, kesejahteraan
keluarga, dan keadilan rumah tangga.
Pemberdayaan perempuan dan pemakaian kontrasepsi erat kaitannya
dengan pengambilan keputusan yang dilakukan wanita bersama suami/pasangan.
Oleh karena itu, tujuan dari ICPD, Millenium Development Goals (MDG), dan
Sustainable Development Goals (SDG), adalah melakukan pemberdayaan
perempuan khususnya bagi wanita yang sudah memiliki suami/pasangan dan akan
berdampak pada peningkatan kesehatan reproduksi, penurunan tingkat fertilitas,
dan keikutsertaan program KB.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kidayi (2015), wanita yang telah
berdaya memiliki kecenderungan untuk memakai kontrasepsi modern. Hal ini
terjadi dikarenakan pemberdayaan perempuan dapat memengaruhi pemakaian
kontrasepsi dengan menentukan egalitarianisme hubungan suami istri. Kesetaraan
4
mengomunikasikan tentang KB yang akan memengaruhi pemakaian kontrasepsi
yang aman dan efektif (Mason, 1987).
Melihat latar belakang yang telah dipaparkan di atas, pengaruh
pemberdayaan perempuan terhadap pemakaian kontrasepsi modern menjadi
penting dan menarik untuk diteliti.
1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah
Besarnya jumlah penduduk dan diikuti dengan tingginya TFR Indonesia
merupakan masalah penting dalam bidang kependudukan. Salah satu variabel
yang memengaruhi penurunan jumlah penduduk dan TFR adalah pemakaian
kontrasepsi. Pemakaian kontrasepsi di Indonesia masih tergolong rendah.
Rendahnya pemakaian kontrasepsi di Indonesia dapat digambarkan oleh
Contraceptive Prevalence Rate (CPR).
Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013), CPR
atau Angka Kesertaan ber-KB modern di Indonesia hanya meningkat sebesar 1,2
persen dalam kurun waktu 3 periode terakhir SDKI (2002, 2007, 2012). CPR
modern berdasarkan SDKI 2012 sebesar 57,9 persen. Target CPR modern dalam
MDG 2015 adalah sebesar 65 persen, sedangkan target CPR modern dalam
RPJMN 2014 sebesar 60,1 persen. Rendahnya CPR modern di Indonesia
menyebabkan target tidak tercapai.
Mai Do (2012) menyatakan bahwa meningkatkan pemberdayaan wanita
sangat penting dalam meningkatkan diskusi fertilitas bersama pasangan, yang
berlanjut kepada keputusan untuk memakai kontrasepsi yang efektif dan aman.
5 kontrol atas reproduksi (salah satunya adalah pemakaian kontrasepsi) juga akan
meningkat.
Hameed, et al. (2014), melakukan penelitian mengenai pengaruh
pemberdayaan perempuan (pembuatan keputusan) terhadap pemakaian
kontrasepsi dengan menggunakan kerangka pikir Malhotra (2002) yang telah
dimodifikasi. Dalam penelitian tersebut, terdapat dua faktor yang diduga
memengaruhi pemakaian kontrasepsi. Dua faktor tersebut adalah pemberdayaan
perempuan dan faktor sosial demografi. Pada penelitian tersebut, pemberdayaan
perempuan dibagi menjadi tiga dimensi; dimensi keputusan ekonomi, dimensi
keputusan rumah tangga, dan dimensi mobilitas fisik. Sedangkan faktor sosial
demografi menyangkut latar belakang wanita dan pasangannya secara umum.
Penelitian ini meneliti pengaruh pemberdayaan perempuan dan faktor
sosial demografi yang diduga memengaruhi pemakaian kontrasepsi modern pada
wanita usia subur berstatus kawin/hidup bersama di Indonesia. Variabel sosial
demografi yang diduga memengaruhi pemakaian kontrasepsi modern adalah
umur, pendidikan terakhir yang ditamatkan, status bekerja, pendidikan terakhir
yang ditamatkan suami/pasangan, jumlah anak hidup, jumlah anak ideal, indeks
kekayaan, daerah tempat tinggal, keterpaparan informasi KB dari televisi, radio,
dan media cetak (poster, pamflet, majalah, atau koran) dan kunjungan petugas
KB. Penelitian ini menggunakan mikro data sekunder hasil SDKI 2012 dengan
unit analisis wanita usia subur (WUS) umur 15-49 tahun berstatus kawin/hidup
6
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui gambaran karakteristik pemakaian kontrasepsi modern pada
WUS kawin/hidup bersama di Indonesia.
2. Mengetahui pengaruh pemberdayaan perempuan dan faktor sosial
demografi terhadap pemakaian kontrasepsi modern WUS berstatus
kawin/hidup bersama di Indonesia.
3. Mengetahui kecenderungan pemakaian kontrasepsi modern WUS
kawin/hidup bersama di Indonesia.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang rinci serta mempermudah pembahasan,
skripsi ini disajikan dengan sistematika penulisan yang terdiri atas lima bab. Bab I
adalah pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, identifikasi dan
batasan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan. Pada Bab I dibahas
tentang masalah angka TFR Indonesia yang tidak mencapai target RPJMN 2014
dan MDG 2015.
Bab II adalah kajian pustaka yang memaparkan landasan teori yang
digunakan, penelitian terkait, kerangka pikir, dan hipotesis penelitian. Pada bab
ini diuraikan teori terkait metode analisis regresi logistik biner, teori-teori
pendukung terkait pemakaian kontrasepsi, dan variabel-variabel yang digunakan
7 Bab III berisi tentang metodologi penelitian. Pada bab ini memaparkan
ruang lingkup penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis yang
digunakan dalam penelitian. Pada bab ini dijelaskan objek penelitian yang
diperoleh dari data SDKI 2012 modul WUS dan tahapan-tahapan analisis
menggunakan regresi logistik biner.
Bab IV merupakan hasil dan pembahasan yang berisi hasil dari tahapan
analisis dan temuan-temuan dari penelitian. Pada bab ini dijelaskan gambaran
karakteristik faktor pemberdayaan perempuan dan faktor sosial demografi,
bagaimana pengaruh dan kecenderungannya terhadap pemakaian kontrasepsi
modern di Indonesia. Bab V merupakan kesimpulan dan saran mengenai
penelitian yang telah dilakukan. Bab ini mengandung ringkasan dari
8
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Keluarga Berencana
Menurut World Health Organization (WHO), KB adalah tindakan yang
membantu individu atau pasangan suami-istri untuk:
1. Mendapatkan objektif-objektif tertentu
2. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan (unmet need)
3. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan
4. Mengatur interval di antara kehamilan
5. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur
suami-istri
6. Menentukan jumlah anak dalam keluarga
UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga, menyebutkan bahwa keluarga berencana sebagai upaya
untuk mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur
kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Tujuan program KB adalah agar pasangan atau perseorangan mampu
menentukan secara bebas dan responsibel jumlah anak dan jarak kelahiran anak
yang ingin mereka miliki. Selain itu, program KB berfungsi agar masyarakat
10
alat atau cara yang aman dan efektif (ICPD, 1995). Berdasarkan lembar fakta
mengenai keluarga berencana (WHO, 2017), memakai kontrasepsi memiliki
beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Mencegah risiko kesehatan terkait kehamilan pada wanita
Kemampuan wanita dalam menentukan kapan memakai kontrasepsi dan
kontrasepsi apa yang akan dipakai akan berpengaruh terhadap kesehatan dan
kesejahteraannya. Selain pembatasan kelahiran, pada wanita yang lebih tua juga
bias mencegah kehamilan karena peningkatan risiko kehamilan seiring
penambahan usia. Selain itu, pemakaian kontrasepsi mengurangi tingkat
kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi kebutuhan akan aborsi yang
tidak aman.
2. Mengurangi angka kematian bayi
Pemakaian kontrasepsi berkaitan dengan penundaan kelahiran dan jarak
kelahiran yang terlalu dekat, yang keduanya berkaitan erat dengan tingkat
kematian bayi. Bayi yang lahir dari ibu yang meninggal akibat melahirkan juga
memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.
3. Membantu mencegah HIV/AIDS
Pemakaian kontrasepsi mengurangi risiko kehamilan yang tidak
diinginkan pada wanita yang memiliki penyakit HIV, yang dapat menularkan
penyakit pada bayinya. Selain itu, pemakaian kondom pria dan wanita
memberikan perlindungan ganda terhadap kehamilan dari HIV dan IMS.
4. Memberdayakan masyarakat dan meningkatkan pendidikan
Keluarga berencana memungkinkan orang untuk menentukan pilihan
11 merupakan kesempatan bagi wanita untuk melanjutkan pendidikan, berpartisipasi
dalam masyarakat, bekerja, dan berorganisasi. Memiliki keluarga kecil
memberikan kesempatan bagi orang tua untuk berinvestasi lebih banyak untuk
kehidupan masa depan anak.
5. Mengurangi kehamilan remaja
Kehamilan pada remaja cenderung melahirkan bayi prematur dan berat
lahir rendah. Bayi yang lahir dari kelompok umur remaja memiliki tingkat
kematian neonatal yang lebih tinggi. Banyak remaja yang hamil dan
meninggalkan sekolah. Padahal, menerukan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi
memiliki implikasi terhadap kehidupan mereka sebagai individu, keluarga, dan
masyarakat.
6. Memperlambat pertumbuhan penduduk
Keluarga berencana adalah kunci untuk memperlambat pertumbuhan
populasi yang tidak berkelanjutan dan dampak negatif yang dihasilkan pada upaya
pembangunan ekonomi, lingkungan, dan nasional.
Kontrasepsi
Bongaarts (1978), menyatakan bahwa kontrasepsi adalah segala alat, cara,
dan kegiatan sukarela dan bebas—termasuk abstensi dan sterilisasi—untuk
mengurangi risiko terjadinya konsepsi (pembuahan). Dalam keluarga berencana,
kontrasepsi merupakan variabel utama yang digunakan untuk menurunkan angka
kelahiran. Kontrasepsi atau alat/cara KB adalah upaya mencegah terjadinya
kehamilan. Upaya tersebut dapat bersifat sementara (reversible) dan permanen
12
Kontrasepsi yang dianggap ideal harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut (IBI, 2006):
1. Dapat dipercaya
2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan
3. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan
4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus
5. Tidak memerlukan motivasi terus menerus
6. Mudah pelaksanaannya
7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
8. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan bersangkutan
Untuk mengurangi unmet needs, negara harus mengidentifikasi dan
menghapuskan semua penghalang yang tersisa untuk menggunakan pelayanan
KB. Beberapa penghalang tersebut diantaranya ketidakcukupan alat KB, kualitas
KB yang buruk, dan harga yang mahal untuk pelayanan KB (ICPD, 1995).
Jenis Kontrasepsi
Kontrasepsi terbagi menjadi dua, yaitu kontrasepsi modern dan
kontrasepsi tradisional. Kontrasepsi modern terdiri dari sterilisasi wanita,
sterilisasi pria, pil, IUD, suntikan, susuk, kondom, diafragma, metode amenore
laktasi (MAL), dan kontrasepsi darurat. Sedangkan kontrasepsi tradisional terdiri
dari pantang berkala dan senggama terputus (SDKI, 2012). Yang dimaksud
dengan sedang memakai kontrasepsi modern apabila wanita atau suami/pasangan
13
1. Sterilisasi Wanita/Tubektomi/Kontrasepsi Mantap Wanita
Kontap wanita adalah tindakan operasi menyumbat (mengikat dan atau
memotong) saluran keluar ovum, sehingga perjalanan ovum dari ovarium saat
ovulasi tidak sampai ke tempat pembuahan di uterus. Dengan demikian, kehadiran
sperma tidak mengakibatkan konsepsi, dan tidak terjadi kehamilan. Metode
kontap wanita hanya untuk wanita yang tidak ingin memiliki anak lagi, karena
tidak mudah untuk kembali seperti semula.
2. Sterilisasi Pria/Vasektomi/Kontrasepsi Mantap Pria
Kontap pria merupakan tindakan operasi memotong dan mengikat saluran
sperma, sehingga sperma tidak sampai keluar dan membuahi ovum. Meski
memiliki manfaat efektif, aman, dan tidak ada risiko kesehatan jangka panjang,
namun kontap pria tidak mudah dikembalikan ke semula. Sehingga kontap pria
ditujukan kepada pria yang benar-benar tidak ingin punya anak lagi. Wanita yang
suami/pasangannya telah melaksanakan operasi sterilisasi pria, maka wanita
tersebut dianggap memakai kontrasepsi modern.
3. IUD/Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
AKDR merupakan alat kecil yang dipasang dalam rahim, terbuat dari
rangka plastik yang lentur dengan tembaga dan benang. Alat ini bisa dicabut
kapan saja dan dapat bekerja hingga 10 tahun lamanya tergantung jenisnya.
AKDR merupakan alat yang sangat efektif dan aman. Meski demikian, efek
samping pemakaian adalah dapat menambah pendarahan menstruasi atau
menyebabkan kram. Wanita yang berkemungkinan hamil, belum mencapai 28
hari pasca melahirkan, memiliki risiko IMS/HIV, mengalami menstruasi yang tak
14
4. Suntik/Injeksi
Suntik merupakan metode kontrasepsi dengan cara menyuntikkan cairan
yang mengandung hormon progestin dan estrogen setiap bulan atau tiga bulan
sekali. Metode ini sangat efektif selama klien kembali tepat waktu untuk disuntik.
Suntik aman bagi klien, mudah berhenti, dan hanya membutuhkan waktu sekitar
empat bulan untuk bisa hamil. Efek samping dari suntik adalah dapat mengalami
flek dan haid ringan biasa, mengubah periode haid bulanan, dan menambah berat
badan.
5. Pil
Metode ini dilakukan dengan cara meminum pil yang mengandung hormon
estrogen dan progestin satu biji setiap hari. Memakai metode pil sangat
bergantung pada ingatan responden, karena jika lupa minum pil, responden bisa
hamil. Di samping efek samping yang menyebabkan mual, sakit kepala, flek di
antara masa haid, dan nyeri payudara, metode pil merupakan metode yang aman,
efektif, dan mudah untuk berhenti. Wanita yang tidak dianjurkan memakai pil
apabila merokok dan berusia > 35 tahun, memiliki tekanan darah tinggi, baru tiga
minggu melahirkan, sedang menyusui < enam bulan, dan kemungkinan hamil.
6. Susuk/Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)
Alat ini terdiri dari 1, 2, atau 6 buah kapsul kecil yang mengandung hormon
progestin dan estrogen dan diletakkan di bawah kulit lengan atas. Bahan kapsul
lunak dan lentur, namun tidak hancur di dalam tubuh. Pemasangan dilakukan
selama 5 – 10 menit. Memakai susuk merupakan tindakan yang efektif dan
15 dapat hamil kembali. Efek samping dari susuk diantaranya flek atau haid tak
teratur biasa dan tidak berbahaya.
7. Kondom/Karet KB
Kondom adalah alat KB berupa kantong karet tipis dan elastis dipakai oleh
rpia saat berhubungan sekksual. Dapat mencegah kehamilan dan HIV/IMS.
Kondom sangat efektif apabila digunakan setiap kali bersenggama dan dipakai
secara baik dan benar. Alat ini termasuk murah, mudah dicari, karena bisa dibeli
di mana saja dan dapat dipakai oleh pria mana saja. Selain sebagai perlindungan
tambahan, kondom juga digunakan sebagai cadangan bagi alat/cara KB lain
apabila lupa minum pil, terlambat suntik, dll. Wanita yang suami/pasangannya
memakai kondom, maka wanita tersebut dianggap memakai kontrasepsi modern.
8. Intravag/Diafragma
Intravag adalah alat KB berupa tisu yang dimasukkan pada alat kelamin
wanita ketika akan melakukan hubungan seksual untuk mencegah kehamilan.
Diafragma adalah alat/cara KB yang berbentuk mangkok terbuat dari karet lunak
yang dimasukkan ke dalam vagina untuk menutup mulut rahim agar sperma tidak
masuk ke dalam rahim dan bertemu dengan sel telur. Diafragma biasanya
digunakan bersama spermisida (pembunuh sperma) berupa jelly atau krim yang
berguna untuk menutup mulut rahim (cervix) sehingga menghalangi sperma
bertemu sel telur.
9. Metode Amenore Laktasi (MAL)
MAL merupakan metode kontrasepsi dengan menyusui, sehingga
sedemikian rupa hingga bisa mencegah kehamilan dengan menghentikan ovulasi.
16
ASI pada bayi siang dan malam dan bayi tidak diberikan makanan dan minuman
lain. Satu jam setelah persalinan selesai, bayi harus segera diberi ASI. MAL tidak
dapat mencegah penularan HIV melalui ASI kepada bayi apabila ibu menderita
HIV, sehingga penderita HIV tidak disarankan memakai cara ini. MAL tidak
efektif setelah enam bulan pasca persalinan, sehingga klien harus mencari
alat/cara KB lain.
10. Kontrasepsi Darurat
Metode kontrasepsi darurat berupa pil mencegah kehamilan yang diminum
dalam keadaan darurat (kondom bocor, lupa minum pil, lupa suntik, akibat
perkosaan, dll) setelah melakukan hubungan seksual tanpa proteksi. Pil dapat
diminum dalam waktu tiga hari (72 jam) setelah melakukan hubungan seksual.
Pemberdayaan Perempuan
Alsop, et al. (2006) mendefinisikan pemberdayaan sebagai suatu
kemampuan dari suatu kelompok atau individu untuk membuat pilihan yang
efektif, yaitu membuat pilihan dan mengubah pilihan tersebut menjadi tindakan
dengan hasil yang diinginkan. Pemberdayaan menjadi sangat penting, karena
selain memacu investasi dan pembangunan, di saat yang sama juga
memberdayakan masyarakat ekonomi menengah ke bawah untuk turut
berpartisipasi dalam pembangunan. Pemberdayaan adalah hal yang terikat dengan
kondisi ketidakberdayaan yang tidak terelakkan dan mengacu pada proses di
mana orang-orang tidak mampu membuat pilihan.
Pemberdayaan adalah salah satu unsur penyusun utama pengentasan
17 Bank Dunia juga telah membuat priotitas pengarusutamaan gender menjadi
prioritas dalam bantuan pembangunan. Otonomi dan pemberdayaan sebagai
istilah yang kurang lebih sama, dan mendefinisikan dengan baik dalam hal
perempuan, “mendapatkan kontrol atas kehidupan mereka sendiri terhadap
keluarga, keluarga, masyarakat, dan pasar.”
Kabeer (1999) mendeskripsikan pemberdayaan perempuan adalah
kemampuan seorang wanita untuk membuat pilihan hidup strategis.
Pemberdayaan perempuan merupakan isu yang kompleks dan berhubungan
dengan banyak isu lain, khususnya dengan norma sosial dan dinamika dalam
rumah tangga. Peningkatan pemberdayaan perempuan umumnya dipandang
sebagai hal positif yang memberikan pengaruh positif terhadap perempuan.
Pemberdayaan dan otonomi wanita meningkatkan status politik, sosial, ekonomi,
dan kesehatan wanita (ICPD, 1995).
Promosi pemberdayaan perempuan sebagai tujuan pembangunan
didasarkan pada dua argumen; keadilan sosial adalah aspek penting dari
kesejahteraan manusia dan secara intrinsik layak untuk dicapai, dan
pemberdayaan perempuan adalah sarana untuk tujuan lain (Malhotra, 2002).
Kebijakan dan program untuk memberdayakan wanita dan peningkatan
persamaan gender meliputi jangkauan yang luas untuk membantu wanita menjadi
aktor independen dalam ekonomi dan komunitas dalam masyarakat.
Dimensi Pemberdayaan Perempuan
Dengan menggunakan kerangka pikir yang diusulkan oleh Malhotra
18
perempuan dengan menggunakan tiga dimensi pemberdayaan perempuan yang
terdiri dari dimensi keputusan ekonomi, dimensi keputusan rumah tangga, dan
dimensi mobilitas fisik. Pemakaian kerangka pikir yang diusulkan oleh Malhotra
(2002) sejalan dengan kepentingan pemberdayaan perempuan sebagai variabel
pada pembangunan internasional yang banyak dipakai oleh penelitian-penelitian
terkait.
Pemberdayaan perempuan dalam dimensi keputusan ekonomi merujuk
pada akses dan pengaturan terhadap sumber daya ekonomi dan partisipasi dalam
pasar ekonomi. Dimensi ini diukur berdasarkan pertanyaan mengenai
pengambilan keputusan penggunaan penghasilan wanita, perbandingan
pendapatan responden dan suami/pasangan, pengambilan keputusan penggunaan
penghasilan suami/pasangan, pembelian kebutuhan barang tahan lama, dan
kepemilikan aset (rumah dan tanah).
Pemberdayaan perempuan dalam dimensi keputusan rumah tangga
merujuk pada tingkat kemampuan wanita dalam berpartisipasi untuk merumuskan
dan melaksanakan keputusan rumah tangga, kesejahteraan anak, kesehatannya
sendiri, keputusan akhir kesehatan wanita, dan sikap istri terhadap pemukulan
suami/pasangan. Peningkatan peran pada pembuatan keputusan rumah tangga
akan membuat wanita menambah self determinantion, kontrol akan sumber daya,
self-esteem, dan status serta kekuatan hubungan dalam rumah tangga.
Pemberdayaan perempuan dalam dimensi mobilitas fisik merujuk pada
keputusan kunjungan kepada kerabat dan keputusan bepergian sendiri. Kebebasan
19 keputusan sesuai keinginan mereka, memperluas jaringan sosial, dan
meningkatkan tingkat kekayaan.
Hubungan Pemberdayaan Perempuan terhadap Pemakaian Kontrasepsi
Faktor kunci yang mengintervensi hubungan antara pemberdayaan wanita
dan pemakaian kontrasepsi adalah kemampuan dan kesediaan mengajak pasangan
untuk melakukan perubahan perilaku (ICPD, 1995). Ketika pemberdayaan
perempuan baik, tingkat pendidikan tinggi, dan wanita yang lebih terpelajar tidak
hanya mau merubah perilaku, tetapi juga memiliki pengetahuan lebih mengenai
alat/cara kontrasepsi dan bagaimana memakainya, dibandingkan wanita yang
kurang terpelajar.
Otonomi perempuan juga dapat memengaruhi pemakaian kontrasepsi
dengan menentukan kesederajatan dalam hubungan suami istri. Kesetaraan suami
dan istri, bisa dihubungkan dengan komunikasi pasangan terhadap penjarangan
kelahiran, yang akan mengarahkan mereka untuk memakai kontrasepsi (Mason,
1987).
Faktor Sosial Demografi
1. Umur
Umur menjadi variabel penting dalam pemakaian kontrasepsi. Perilaku
seksual dan pemakaian kontrasepsi dapat berubah-ubah dengan kepentingan yang
berbeda pada setiap tahap kehidupan (Gage, 1998). Keputusan mengenai aktivitas
20
15-24 tahun sesuai dengan kultur masing-masing) dibandingkan dengan orang
dewasa (25 tahun ke atas).
Untuk menurunkan angka kelahirang yang bermakna, maka ditempuh
kebijaksanaan mengkategorikan tiga fase, yaitu fase menunda/mencegah
kehamilan, fase menjarangkan kelahiran, dan fase menghentikan/mengakhiri
kehamilan/kesuburan (Hartanto, 1994). Fase menunda/mencegah kehamilan
ditujukan bagi WUS kurang dari 20 tahun karena umur di bawah 20 tahun adalah
umur yang sebaiknya tidak hamil. Fase menjarangkan kehamilan ditujukan bagi
WUS antara 20 sampai 35 tahun karena pada rentang umur tersebut merupakan
umur yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan. Fase menghentikan/
mengakhiri kehamilan ditujukan untuk WUS di atas 35 tahun karena pada umur
tersebut dianjurkan untuk tidak hamil lagi (alasan medis).
2. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
Pendidikan formal tertinggi yang ditamatkan responden menjadi hal
fundamental bagi modernitas individu dan bagi kejiwaan untuk mengadopsi
kontrasepsi (Gage, 1995). Telah menjadi hal umum apabila pendidikan memiliki
hubungan erat dengan fertilitas. Pendidikan adalah salah satu aspek yang penting
dalam memberdayakan wanita. Karena dengan pengetahuan, keterampilan, dan
kepercayaan diri diperlukan untuk berpartisipasi secara penuh dalam proses
pembangunan (ICPD, 1995). Penurunan fertilitas, kesakitan, tingkat kematian,
pemberdayaan wanita, dan promosi demokrasi yang sesungguhnya paling besar
progresnya dipengaruhi oleh pendidikan. Memiliki pendidikan tinggi menguatkan
wanita dalam mengambil keputusan yang berdampak pada kehidupanya. Wanita
21 dunia luar. Wanita kawin yang berpendidikan relatif sering memakai kontrasepsi
(Bongaarts, 1978).
3. Status bekerja
Wanita yang bekerja adalah mereka yang memiliki penghasilan sendiri
dan diasumsikan memiliki kontrol yang lebih terhadap pembuatan keputusan
rumah tangga, peningkatan kesadaran terhadap dunia luar, dan kontrol lebih untuk
pembuatatan keputusan reproduksi (Gage, 1995). Sesuai dengan hipotesis
pendekatan New Home Economics yang memengaruhi fertilitas, wanita yang
bekerja dan atau memiliki kegiatan bermanfaat di luar rumah cenderung akan
menaikkan opportunity cost tambahan anak (Mason, 1987). Wanita akan
cenderung memikirkan biaya yang harus ditanggung untuk memiliki anak dan
mengabaikan (atau tidak memilih) peluang lain.
4. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan suami/pasangan
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan suami/pasangan adalah jenjang
pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh suami/pasangan yang ditandai dengan
sertifikat/ijazah. Pendidikan suami/pasangan berpengaruh terhadap pemakaian
kontrasepsi modern, karena pendidikan tinggi mencerminkan tingkat sosial dan
ekonomi yang tinggi pula (Kamal, 2000). Apabila pendidikan suami/pasangan
tinggi, diharapkan mereka mampu untuk membuat istri mereka lebih berdaya dan
terbuka untuk diajak berdiskusi mengenai kontrasepsi, juga menyetujui istrinya
untuk memakai kontrasepsi modern.
5. Jumlah anak hidup
Jumlah anak hidup adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan dan dalam
22
atau terpisah. Fertilitas yang rendah berhubungan dengan perbaikan kesehatan
ibu. Penyebab kematian pada wanita muda kebanyakan adalah fertilitas yang
tinggi (Gupta, 2013). Menunda untuk memiliki anak akan meningkatkan
kesempatan wanita untuk lebih berdaya secara tajam. Nilai anak juga berpengaruh
dalam menentukan apakah wanita tersebut akan memakai kontrasepsi atau tidak
(Mason, 1987).
6. Daerah tempat tinggal
Informasi lebih mudah sampai pada penduduk yang tinggal di perkotaan
dibandingkan yang tinggal di pedesaan. Hal ini menyebabkan pengetahuan wanita
mengenai sepuluh alat/cara kontrasepsi modern lebih tinggi di daerah perkotaan
dibandingkan di perdesaan (Kemenkes, 2013). Pengetahuan mengenai
alat/kontrasepsi modern berhubungan dengan keputusan apakah wanita akan
memakai kontrasepsi modern atau tidak.
7. Indeks kekayaan
Alasan ekonomi menjadi hal yang membuat aktivitas ekonomi dan
pemakaian kontrasepsi berbeda antar tingkatan ekonomi masyarakat. Dalam hal
ini, nilai anak juga berpengaruh (Mason, 1987). Umumnya, keluarga miskin
cenderung menjadikan anak sebagai investasi untuk tenaga kerja. Sedangkan
keluarga dengan kuintil kekayaan atas cenderung menjadikan anak sebagai biaya.
Apabila orang tua memandang nilai anak adalah sebagai asuransi mereka di masa
depan dan sandaran ekonomi, maka orang tua akan memilih untuk memiliki anak
23 8. Keterpaparan informasi KB melalui acara di radio, televisi, dan media
cetak
Media massa dan komunitas erat kaitannya dengan pengurangan potensi
perlawanan dari pasangan/suami, atau orang tua untuk memakai kontrasepsi pada
wanita (Gupta, 2013). Pengetahuan masyarakat mengenai pengendalian kelahiran
dan KB merupakan tolak ukur keberhasilan program KB. Pada penduduk
perdesaan, keterpaparan informasi KB melalui radio, televisi, dan media cetak
berhubungan signifikan dengan peningkatan pemakaian kontrasepsi (World Bank,
2005).
Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai KB berhubungan
dengan penurunan fertilitas, yaitu meningkatkan persentase pemakaian
kontrasepsi modern. Pengalaman yang telah dilakukan membuktikan bahwa KIE
akan lebih efektif apabila dilaksanakan secara kontinyu (Ross, 1989). Kampanye
lebih baik dilakukan di banyak media massa seperti televisi, radio, poster,
pamflet, dan koran.
9. Kunjungan petugas KB
Kunjungan petugas KB dalam enam bulan terakhir merupakan salah satu
faktor yang memengaruhi wanita dalam memakai kontrasepsi modern. Kunjungan
petugas KB mampu memberikan informasi berkaitan dengan KB, macam-macam
alat dan metode yang dipakai, efisiensi setiap alat dan metode KB, dan cara
pemakaian yang baik dan benar. Dalam kunjungannya, petugas KB juga bisa
menjelaskan di mana sajakah responden atau suami/pasangan bisa memperoleh
24
orang tahu, kondisi tersebut juga menjadi halangan besar bagi penduduk untuk
memakai kontrasepsi (Gupta, 2013).
Analisis Regresi Logistik Biner
Variabel independen pada penelitian ini berupa variabel kategorik biner,
yaitu pemakaian kontrasepsi modern (memakai dan tidak memakai). Oleh karena
itu, analisis inferensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
regresi logistik biner.
Analisis regresi logistik adalah metode analasis data yang menjelaskan
hubungan antara variabel respon dan satu atau lebih variabel penjelas dengan
variabel respon bersifat diskrit dengan kemungkinan nilai terdiri atas dua nilai
atau lebih (Hosmer and Lemeshow, 2000). Hal yang membedakan regresi logistik
dengan regresi linier adalah variabel responnya yang berupa biner atau dikotomi
yang terdiri dari dua kategori, misalnya nilai yang menyatakan hasil yang
diperoleh sukses (y = 1) dan nilai yang menyatakan hasil yang diperoleh gagal (y
= 0). Variabel respon atau y tersebut memenuhi distribusi Bernoulli dengan fungsi
distribusi peluang untuk y dengan parameter πi adalah:
π x = ( ( )) (1)
dimana p = banyak variabel penjelas
Nilai π(x) adalah peluang terjadinya kejadian sukses y = 1. Karena π(x)
merupakan fungsi yang non-linier sehingga perlu ditransformasi ke dalam bentuk
25 hubungan antara variabel penjelas dan variabel respon. Transformasi dari π(x)
akan menjadi pusat dari regresi logistik biner yang dinamakan transformasi logit.
Logit, g(x), adalah linier dalam parameternya, kontinyu dan memiliki rentang dari
-∞ sampai +∞, tergantung dari rentang x.
g(x) = ln
= ln
[
( ) ( )
( ) ( )
]
= ln
[
( ) ( )
( )
]
= ln [ x ( )]
g(x) = (2)
Pada regresi logistik, variabel respon dengan syarat x dilambangkan
dengan y = π x . Nilai memiliki dua kemungkinan, yaitu:
1. Jika y=1, maka = - π x dengan peluang π x
2. Jika y=0, maka = - π x dengan peluang 1 - π x
mengikuti distribusi Binomial dengan rataan nol dan ragam π x [1- π x .
Mengestimasi parameter logistik dapat memakai metode Maximum
Likelihood (MLE). Metode MLE mengestimasi besarnya nilai parameter yang
tidak diketahui dengan memaksimalkan fungsi likelihood-nya (Hosmer and
26
Pengujian Signifikansi Parameter
Uji Simultan
Uji simultan merupakan uji yang dilakukan untuk menguji kelayakan
model secara menyeluruh dan apakah seluruh variabel penjelas secara
bersama-sama memengaruhi variabel respon. Uji simultan dilakukan dengan menggunakan
uji likelihood ratio (uji G). Pada uji tersebut dibandingkan apakah model yang
terdiri dari seluruh variabel penjelas atau model yang hanya terdiri dari intercept
(Hosmer and Lemeshow, 2000).
G = -2 ln = -2 [
(3)
Keterangan:
L0 = nilai likelihood dari model tanpa variabel penjelas
L1 = nilai likelihood dari model dengan variabel penjelas
Hipotesis yang akan diujikan adalah:
H0 : β1 = β2 = ... = 0 (Secara simultan tidak ada pengaruh signifikan dari
variabel penjelas terhadap variabel respon)
H1 : Setidaknya ada satu βj ≠ 0 (Minimal terdapat pengaruh signifikan dari
satu variabel penjelas terhadap variabel respon) dengan j = 1, 2, ..., p.
Statistik uji yang digunakan adalah G ~ χ2(p) dengan derajat bebas sebesar
banyaknya variabel penjelas di dalam model. Hipotesis nol akan ditolak pada
signifikansi α jika G > χ2
27 terdapat pengaruh dari satu variabel penjelas yang memengaruhi variabel respon
secara signifikan.
Uji Parsial
Uji parsial dilakukan jika hasil uji simultan menghasilkan keputusan tolak
H0 yang berarti setidaknya ada satu variabel penjelas yang memengaruhi variabel
respon secara signifikan. Uji parsial dilakukan untuk mengetahui pengaruh
masing-masing variabel penjelas terhadap variabel respon. Statistik uji yang
digunakan untuk menguji parameter secara parsial adalah Uji Wald (Hosmer and
Lemesehow, 2000).
Hipotesis yang akan diujikan adalah:
H0 : βj = 0 (Tidak ada pengaruh signifikan antara variabel penjelas ke-j
terhadap variabel respon)
H1 : βj ≠ 0 (Terdapat pengaruh signifikan antara variabel penjelas ke-j
terhadap variabel respon) dimana j = 1, 2, 3, ..., p
Statistik uji:
W = [ ̂
̂ ( ̂)] (4)
j = 1, 2, 3, ..., p
Keterangan:
̂ = penduga parameter dari
28
Hipotesis nol akan ditolak pada signifikansi α jika W > χ2
(α;1) atau saat p-value< α yang berarti variabel penjelas ke-j memengaruhi variabel respon secara
signifikan.
Pengujian Goodness of Fit
Uji goodness of fit digunakan untuk menguji apakah metode regresi
logistik biner sudah tepat dalam menjelaskan variabel-variabel respon. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow test (Hosmer and
Lemesehow, 2000).
Hipotesis yang akan diujikan adalah:
H0 : Model fit/sesuai (Tidak ada perbedaan antara hasil observasi dan hasil
prediksi dari model)
H1 : Model tidak fit/tidak sesuai (Ada perbedaan antara hasil observasi dan
hasil prediksi dari model)
Statistik uji:
̂
=
∑
̅̅ ̅
(4)
Keterangan:
= jumlah subjek pada kelompok k
= jumlah variabel respon pada kelompok-k
29 Hipotesis nol akan ditolak pada signifikansi α jika Ĉ > χ2
(α; g-2) atau saat p-value< α. Pada uji goodness of fit, diharapkan hasilnya tidak tolak H0, agar model
fit/sesuai.
Rasio Kecenderungan (Odds Ratio)
Untuk kemungkinan keberhasilan π(x), odds (Ω) didefinisikan sebagai
berikut (Agresti, 2002):
Ω = (5)
Odds bernilai tidak negatif, dengan Ω > 1 apabila sukses lebih mungkin
dibandingkan gagal. Odds ketika x = 1 didefinisikan sebagai π(1)/[1-π(1)], begitu
pula ketika x = 0 oddsdidefinisikan π(0)/[1-π(0)].
Odds ratio adalah ukuran untuk mengetahui tingkat risiko, yaitu
perbandingan antara dua kejadian yaitu kategori sukses dan gagal. OR atau Odds
Ratio dapat dihitung melalui persamaan berikut (Hosmer and Lemesehow, 2000):
OR = [ [
=
[
]
[
]
= [ ( )]
OR = exp
30
2.2 Penelitian Terkait
Dalam penelitian yang berjudul “Women’s Autonomy, Education and
Employment in Oman and their Influence on Contraceptive Use”, Asya Al
Riyami, et al. (2004) meneliti mengenai dampak pemberdayaan perempuan,
pendidikan, dan status bekerja terhadap pemakaian kontrasepsi modern di Oman.
Dengan menggunakan metode analisis bivariat dan analisis multivariat, penulis
membuktikan bahwa terdapat hubungan signifikan antara pemberdayaan
perempuan terhadap pemakaian kontrasepsi modern. Meski demikian,
pemberdayaan perempuan tidak lagi berhubungan signifikan dengan pemakaian
kontrasepsi bila ditambahkan variabel pendidikan dan status bekerja responden ke
dalam model. Pada variabel status bekerja, wanita yang tidak bekerja memiliki
kecenderungan untuk memakai kontrasepsi dua kali dibandingkan dengan wanita
yang bekerja. Wanita yang memiliki pendidikan minimal universtias memiliki
kecenderungan untuk memakai kontrasepsi 3,63 kali dibandingkan wanita yang
tidak terpelajar. Penyebab rendahnya hubungan antara pemberdayaan perempuan
dan pemakaian kontrasepsi modern adalah adanya cultural lag. Cultural lag di
Oman terjadi antara penduduk kelompok umur kurang dari 30 tahun dan lebih dari
30 tahun. Adanya cultural lag ini, terdapat perbedaan perilaku dan tingkah laku
terhadap pemakaian kontrasepsi.
Dalam penelitian yang berjudul “Married women’s decision making power
on modern contraceptive use in urban and rural southern Ethiopia”, Binyam
Bogale, et al. (2011) menggunakan metode regresi logistik multivariat untuk
mengukur kekuatan wanita kawin untuk membuat keputusan dalam memakai
31 dan perkotaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan perbedaan signifikan dalam
pembuatan keputusan untuk memakai metode kontrasepsi modern berdasarkan
umur, pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Kekuatan untuk membuat keputusan
pemakaian kontrasepsi modern lebih tinggi di daerah perdesaan dibandingkan di
daerah perkotaan. Wanita yang memiliki pengetahuan lebih mengenai kontrasepsi
dan berpartisipasi dalam membuat keputusan mengunjungi keluarga memiliki
kecenderungan untuk memakai kontrasepsi modern. Umumnya, wanita dan pria di
perdesaan tidak merasa nyaman memakai alat kontrasepsi jangka panjang karena
rendahnya pengetahuan mereka mengenai pengetahuan kontrasepsi modern.
Pembuat keputusan untuk memakai KB tidak berhubungan sihnifikan
Dalam penelitian yang berjudul “Socio-Demographic Factors Associated
with Contraceptive Use among Young Women in Comparison with Older Women
in Uganda”, Asiimwe, et al (2013) menggunakan model multiple logistic
regression. Pemberdayaan perempuan merupakan prediktor yang sangat penting
dalam pemakaian kontrasepsi modern, namun hanya pada wanita dengan
kelompok umur 25-34 tahun. Wanita kelompok umur muda kurang berdaya
dibandingkan wanita kelompok umur tua. Pada wanita kelompok umur 15-24,
tingkat pendidikan, indeks kekayaan, daerah tempat tinggal, dan jumlah anak
hidup memiliki pengaruh signifikan terhadap pemakaian kontrasepsi modern.
Pada wanita kelompok umur 25-34 tahun, tingkat pendidikan, indeks kekayaan,
keterpaparan informasi KB, keinginan untuk memiliki anak, dan kemampuan
menolak untuk berhubungan seksual memiliki pengaruh signifikan terhadap
pemakaian kontrasepsi modern. Pada kelompok umur tua, pengaruh tingkat
32
Pada penelitian yang berjudul “Determinants of Modern Contraceptive
among Women of Reproductive Age in Tanzania: Evidence from Tanzania
Demographic and Health Survey Data”, Kidayi, et al. (2015) menggunakan
metode regresi logistik untuk menjelaskan hubungan antara pemakaian
kontrasepsi modern dan variabel penjelas. Wanita yang telah berdaya memiliki
odds ratio untuk memakai kontrasepsi modern yang lebih tinggi. Tingkat
pendidikan suami/pasangan memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap
pemakaian kontrasepsi modern. Keinginan untuk memiliki anak memiliki
hubungan negatif dengan pemakaian kontrasepsi modern. Wanita yang pernah
mengalami kekerasan fisik menurunkan odds dari pemakaian kontrasepsi modern,
meski tidak signifikan. Selain itu, perbedaan umur suami dan istri juga menjadi
prediktor yang memengaruhi pemakaian kontrasepsi modern.
2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan apa yang telah dijelaskan sebelumnya, pemakaian kontrasepsi
modern diduga dipengaruhi oleh faktor pemberdayaan perempuan dan faktor
sosial demografi. Faktor sosial demografi yang erat kaitannya dengan pemakaian
kontrasepsi modern adalah umur, pendidikan terakhir yang ditamatkan, status
bekerja, pendidikan terakhir yang ditamatkan suami/pasangan, jumlah anak hidup,
jumlah anak ideal, indeks kekayaan, daerah tempat tinggal, jumlah anak ideal,
keterpaparan informasi KB dari televisi, radio, dan media cetak, dan kunjungan
33
Gambar 1. Kerangka pikir
Tabel 1. Dimensi penyusun faktor pemberdayaan perempuan
Dimensi Keputusan
Persetujuan memukul istri jika pergi tanpa memberi tahu suami
Penentu penggunaan penghasilan pasangan
Persetujuan memukul istri jika mengabaikan anak
Kepemilikan rumah Persetujuan memukul istri jika
bertengkar dengan suaminya
Kepemilikan tanah Persetujuan memukul istri jika
menolak berhubungan seks dengan suami
Penghasilan wanita dibandingkan penghasilan suami/pasangan
Persetujuan memukul istri jika memasak makanan hingga hangus
Peneliti mengadopsi kerangka pikir pemberdayaan perempuan yang
disusun oleh Hameed, et al. (2014) dan Malhotra (2002). Faktor pemberdayaan Faktor Pemberdayaan Perempuan
- Dimensi Keputusan Ekonomi
- Dimensi Keputusan Rumah Tangga - Dimensi Mobilitas Fisik
Faktor Sosial Demografi
-Umur
-Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan
-Status Bekerja
-Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan
Suami/Pasangan
-Jumlah Anak Hidup
-Jumlah Anak Ideal
-Indeks Kekayaan
-Daerah Tempat Tinggal
-Keterpaparan Informasi KB dari televisi,
radio, dan media cetak
-Kunjungan Petugas KB
Pemakaian
34
perempuan dibagi menjadi tiga dimensi, di mana setiap dimensi terdiri dari
variabel-variabel penyusunnya.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang dirumuskan oleh peneliti, yaitu:
1. Faktor pemberdayaan perempuan berpengaruh terhadap pemakaian
kontrasepsi modern WUS (15-49 tahun) kawin/hidup bersama di
Indonesia.
2. Faktor sosial demografi (umur, pendidikan tertinggi yang ditamatkan
wanita dan suami/pasangan, status bekerja, jumlah anak hidup, jumlah
anak ideal, indeks kekayaan, daerah tempat tinggal, mendapatkan
informasi KB dari media massa, dan kunjungan petugas KB) berpengaruh
terhadap pemakaian kontrasepsi modern WUS (15-49 tahun) kawin/hidup
35
BAB III METODOLOGI
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
faktor pemberdayaan perempuan dan faktor sosial demografi terhadap pemakaian
kontrasepsi modern di Indonesia. Unit analisis dalam penelitian ini adalah pada
wanita usia subur (WUS) 15-49 berstatus kawin/hidup bersama yang tidak sedang
hamil, subur (fecund), dan aktif secara seksual dalam satu tahun sebelum survei
dilakukan. Dalam penelitian ini digunakan WUS yang saat pencacahan berstatus
kawin atau hidup bersama (memiliki suami/pasangan) karena
pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner WUS SDKI terkait pemberdayaan perempuan
merupakan pertanyaan bersyarat yang ditujukan untuk WUS yang memiliki
suami/pasangan.
Penelitian ini mencakup variabel respon berupa pemakaian kontrasepsi
modern yang terdiri dari dua kategori yaitu tidak memakai kontrasepsi modern
dan memakai kontrasepsi modern. Sedangkan faktor-faktor yang diduga
memengaruhi pemakaian kontrasepsi modern antara lain faktor pemberdayaan
perempuan dan faktor sosial demografi yang semuanya diambil dari kuesioner
WUS SDKI12. Faktor pemberdayaan perempuan terdiri dari 13 variabel yang
tergolong menjadi tiga dimensi. Faktor sosial demografi terdiri dari umur
responden, pendidikan tertinggi yang ditamatkan responden, status bekerja
responden, pendidikan tertinggi yang ditamatkan suami/pasangan, jumlah anak
36
faktor keterpaparan terhadap informasi KB terdiri dari pertanyaan apakah dalam
enam bulan terakhir responden mendapatkan informasi KB dari acara di radio,
acara di televisi, membaca tentang KB di media cetak (koran, majalah, poster,
atau pamflet), dan mendapat kunjungan petugas KB.
Data mentah SDKI Modul WUS diperoleh dari kuesioner SDKI12-WUS
dengan responden wanita usia 15-49 tahun. SDKI 2012 berhasil mewawancarai
44.302 rumah tangga dari 46.024 rumah tangga yang terpilih. Dari rumah tangga
tersebut, terdapat 47.533 responden wanita yang memenuhi syarat untuk
diwawancari. Sedangkan yang berhasil diwawancarai adalah 45.607 responden
wanita usia 15-49 tahun yang tersebar di seluruh 33 provinsi di Indonesia.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari data
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012. SDKI tahun 2012
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian
Kesehatan (Kemenkes).
SDKI 2012 adalah survei ketujuh di Indonesia di bawah bimbingan
program DHS (Demographic and Health Survey). Survei sebelumnya adalah:
Survei Prevalensi Kontrasepsi Indonesia 1987 (SPI 1987). SDKI 1991, SDKI
1994, SDKI 1997, SDKI 2002-2003, dan SDKI 2007. Pada SDKI 2012, cakupan
responden wanita adalah seluruh wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun di rumah
tangga yang terkena sampel. Berbeda dengan SDKI sebelumnya yang hanya
37 Pada penelitian ini, total sampel wanita usia subur yang memenuhi kriteria
sebagai unit analisis, yaitu WUS berstatus kawin/hidup bersama, tidak sedang
hamil, subur (fecund), dan aktif secara seksual dalam satu tahun sebelum survei
dilakukan sebanyak 12.076 WUS. WUS yang sedang hamil, tidak subur
(infecund), tidak aktif secara seksual dalam satu tahun sebelum survei dilakukan
dikeluarkan dari penelitian.
Variabel Respon dan Variabel Penjelas
Variabel respon pada penelitian ini adalah pemakaian kontrasepsi modern.
Tabel 2. Variabel respon
Nama Variabel Kategori
(1) (2)
Pemakaian Kontrasepsi Modern 0 = tidak memakai kontrasepsi
modern
1 = memakai kontrasepsi modern
Variabel penjelas yang digunakan dalam penelitian terdiri dari
variabel-variabel yang mencerminkan faktor sosial demografi dan faktor pemberdayaan
perempuan.
Tabel 3. Variabel penjelas pada faktor sosial demografi
No. Nama Variabel Kategori
(1) (2) (3)
1. Umur Wanita 0 = 15-24 *
1 = 25-34 2 = 35-49
2. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Wanita 0 = <= SMP *
1 = > SMP
3. Status Bekerja Wanita 0 = Tidak *
1 = Ya
4. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Suami/Pasangan 0 = <= SMP *
38
Tabel 3. Variabel penjelas pada faktor sosial demografi (lanjutan)
No. Nama Variabel Kategori
(1) (2) (3)
11. Membaca tentang KB di Koran, Majalah, Poster, atau
Pamflet
Tabel 4. Variabel penjelas faktor pemberdayaan perempuan
No. Nama Variabel Kategori
(1) (2) (3)
Dimensi Keputusan Ekonomi
1. Penentu penggunaan penghasilan
wanita
0=suami sendiri, orang lain*
1=responden sendiri, responden dan suami, responden dan orang lain
2. Penghasilan wanita
dibandingkan penghasilan suami/pasangan
0=lebih kecil, tidak memiliki penghasilan* 1=lebih besar, sama
3. Penentu penggunaan penghasilan
suami/pasangan
0=suami sendiri, orang lain, lainnya* 1=responden sendiri, responden dan suami, responden dan orang lain
4. Penentu pembelian kebutuhan
barang tahan lama
0=suami sendiri, orang lain, lainnya* 1=responden sendiri, responden dan suami, responden dan orang lain
5. Kepemilikan rumah 0=tidak memiliki*
1=sendiri, bersama, sendiri dan bersama
6. Kepemilikan tanah 0=tidak memiliki*
1=sendiri, bersama, sendiri dan bersama
Dimensi Keputusan Rumah Tangga
7. Penentu keputusan pemeriksaan
kesehatan responden
39
Tabel 4. Variabel penjelas faktor pemberdayaan perempuan (lanjutan)
No. Nama Variabel Kategori
(1) (2) (3)
9. Persetujuan memukul istri jika
mengabaikan anak
0=tidak* 1=ya
10. Persetujuan memukul istri jika
bertengkar dengan suami
0=tidak* 1=ya
11. Persetujuan memukul istri jika
menolak berhubungan seks
0=tidak* 1=ya
12. Persetujuan memukul istri jika
memasak makanan hangus
0=tidak* 1=ya
Dimensi Mobilitas Fisik
13. Penentu keputusan mengunjungi
famili/keluarga
0=suami sendiri, orang lain, lainnya* 1=responden sendiri, responden dan suami, responden dan orang lain
Keterangan: *kategori referensi
Definisi Operasional
Definisi operasional variabel yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
1. Pemakaian kontrasepsi modern
Status pemakaian kontrasepsi modern (sterilisasi wanita, sterilisasi pria,
IUD/spiral, suntikan, susuk KB, pil, kondom, intravag/diafragma, MAL,
dan kontrasepsi darurat) oleh WUS (15-49 tahun) maupun
suami/pasangannya yang berstatus kawin/hidup bersama pada saat survei
dilaksanakan.
2. Umur
Umur wanita pada ulang tahun terakhir ketika survei dilaksanakan. Umur
wanita yang tercakup dalam penelitian adalah WUS (15-49 tahun).
3. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan wanita dan suami/pasangan
Jenjang pendidikan tertinggi yang telah ditamatkan oleh wanita dan
40
4. Status bekerja
Status bekerja responden adalah status responden dalam melakukan
kegiatan/ pekerjaan paling sedikit satu jam berturut-turut selama seminggu
yang lalu dengan maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh
pendapatan atau keuntungan.
5. Jumlah anak hidup
Jumlah anak yang pernah dilahirkan dan dalam keadaan hidup tanpa
menghiraukan apakah mereka hidup dengan orang tuanya atau terpisah.
6. Jumlah anak ideal
Jumlah anak keseluruhan yang diinginkan wanita ketika wanita diberi
pertanyaan untuk berandai apabila belum mempunyai anak. Wanita yang
tidak memberikan jawaban berupa angka masuk ke dalam kategori
non-numerik.
7. Daerah tempat tinggal
Wilayah administratif tempat tinggal yang dihuni wanita pada saat survei
dilakukan, terdiri dari perkotaan dan perdesaan.
8. Indeks kekayaan
Tingkatan kekayaan keluarga wanita yang telah melewati tiga tahap
penghitungan. Terdiri dari tiga kategori, bawah, menengah, dan atas.
9. Mendengar atau membaca acara KB di radio, televisi, dan media cetak
(koran, majalah, poster, dan pamflet)
Wanita mendapatkan informasi tentang KB yang didapatkan dari kegiatan
41 televisi, dan membaca tentang KB di koran, majalah, poster, dan pamflet
dalam enam bulan terakhir.
10. Kunjungan petugas KB
Kunjungan ke rumah yang dilakukan oleh petugas lapangan KB untuk
menerangkan tentang KB dalam enam bulan terakhir.
11. Penentu pembelian kebutuhan barang tahan lama
Penentu yang ikut memutuskan pembelian kebutuhan barang tahan lama.
Apakah wanita sendiri, suami/pasangan, wanita dan suami/pasangan, atau
lainnya.
12. Penentu penggunaan penghasilan wanita dan suami/pasangan
Penentu yang ikut memutuskan penggunaan penghasilan dari wanita dan
suami/pasangan yang berupa upah/gaji berupa uang. Apakah wanita
sendiri, suami/pasangan, wanita dan suami/pasangan, atau lainnya.
13. Kepemilikan rumah dan tanah
Kepemilikan rumah dan tanah yang dimiliki wanita, suami/pasangan, atau
keduanya.
14. Penghasilan wanita dibandingkan penghasilan suami/pasangan
Kisaran penghasilan wanita berupa uang apakah lebih besar, lebih kecil,
atau sama dengan penghasilan suami/pasangannya.
15. Penentu pemeriksaan kesehatan wanita
Penentu yang ikut memutuskan pemeriksaan kesehatan wanita. Apakah
42
16. Persetujuan memukul istri
Pendapat wanita apabila suami/pasangan memukul istri dengan alasan
tertentu, yaitu jika istri pergi tanpa memberi tahu suami/pasangan, jika istri
mengabaikan anak, jika istri bertengkar dengan suami/pasangan, jika istri
menolak untuk berhubungan seksual dengan suami/pasangan, dan jika istri
memasak hingga hangus.
17. Penentu keputusan mengunjungi famili/keluarga
Penentu yang ikut memutuskan untuk mengunjungi famili/keluarga.
Apakah wanita sendiri, suami/pasangan, wanita dan suami/pasangan, atau
lainnya.
3.3 Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensia
dengan regresi logistik biner.
Analisis Deskriptif
Analisis dekriptif merupakan metode yang digunakan untuk
menggambarkan atau menyajikan data yang telah dikumpulkan sehingga dapat
mempermudah dalam penafsiran data tersebut. Dalam data analisis ini disajikan
dalam bentuk tabel dan diagram untuk mengetahui presentase. Analisis deskriptif
dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan gambaran umum karakteristik