• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberdayaan Perempuan dan Fakt

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Pemberdayaan Perempuan dan Fakt"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

DAN FAKTOR SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP

PEMAKAIAN KONTRASEPSI MODERN WUS (15-49 TAHUN)

KAWIN/HIDUP BERSAMA DI INDONESIA

(Analisis Data SDKI 2012)

NIEKEN de MISGA 13.7780

JURUSAN : STATISTIKA

PEMINATAN : SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

JAKARTA

(2)

PENGARUH PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

DAN FAKTOR SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP

PEMAKAIAN KONTRASEPSI MODERN WUS (15-49 TAHUN)

KAWIN/HIDUP BERSAMA DI INDONESIA

(Analisis Data SDKI 2012)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Sarjana Sains Terapan pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Oleh:

NIEKEN de MISGA 13.7780

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

JAKARTA

(3)
(4)
(5)

© Hak Cipta milik STIS, Tahun 2017

Hak Cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar STIS.

2. Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(6)

i

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberdayaan Perempuan dan Faktor Sosial Demografi terhadap Pemakaian

Kontrasepsi Modern WUS (15-49 tahun) Kawin/Hidup Bersama di Indonesia (Analisis Data SDKI 2012)”. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hamonangan Ritonga, M.Sc., selaku Ketua Sekolah

Tinggi Ilmu Statistik;

2. Ibu Ika Yuni Wulansari, S.S.T., M.Stat., selaku dosen pembimbing

yang telah bersedia meluangkan waktu dan membimbing dengan

penuh kesabaran;

3. Bapak Ir. Suryanto Aloysius, M.M. dan Ibu Risni Julaeni Yuhan,

S.P., M.Stat., selaku dosen penguji atas koreksi dan saran yang

diberikan untuk menyempurnakan skripsi ini;

4. Ibu, bapak, dan mbak tercinta atas doa dan motivasi yang telah

diberikan;

5. Power Rangers (Emy, Ratih, Iqoh, Rina, Isni, Ami), Sasa,

teman-teman 4SK4, dan semua sahabat yang telah memberi dukungan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai kekurangan dan

jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat

penulis harapkan demi perbaikan penulisan skripsi ini. Akhir kata, semoga

skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Agustus 2017

(7)

ii

ABSTRAK

NIEKEN de MISGA, “Pengaruh Pemberdayaan Perempuan dan Faktor Sosial Demografi terhadap Pemakaian Kontrasepsi Modern WUS (15-49 tahun)

Kawin/Hidup Bersama di Indonesia (Analisis Data SDKI 2012)”.

vii+111 halaman

Dalam jangka waktu lima belas tahun (2000 hingga 2015), jumlah penduduk

Indonesia mengalami penambahan sekitar 50,06 juta jiwa (SUPAS, 2015). Total

Fertility Rate (TFR) merupakan salah satu parameter demografi yang erat

kaitannya dengan pertumbuhan penduduk. Tingginya TFR Indonesia

menyebabkan belum tercapainya target TFR pada RPJMN 2014 dan SDG 2015.

Pemakaian kontrasepsi merupakan variabel yang erat kaitannya dengan penurunan

fertilitas. Kontrasepsi tidak luput dari peran wanita sebagai subjek pemakainya.

Dalam International Conference on Population and Development (1995),

menyatakan bahwa dengan meningkatnya status pemberdayaan perempuan, maka

diharapkan wanita akan lebih banyak menyerap informasi mengenai pemakaian

kontrasepsi dan membuat keputusan yang tepat untuk ikut memakai kontrasepsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberdayaan perempuan

dan faktor sosial demografi terhadap pemakaian kontrasepsi modern di Indonesia

tahun 2012. Data yang digunakan berasal dari Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2012 menggunakan metode regresi logistik biner.

Terdapat sembilan variabel sosial demografi dan lima variabel pemberdayaan

perempuan yang signifikan memengaruhi pemakaian kontrasepsi modern.

Variabel sosial demografi yang signifikan memengaruhi adalah umur, pendidikan

wanita, status bekerja, pendidikan suami, jumlah anak hidup, jumlah anak ideal,

indeks kekayaan, daerah tempat tinggal, dan kunjungan petugas KB.

(8)

iii

Identifikasi dan Batasan Masalah ...

Tujuan Penelitian ...

Sistematika Penulisan ...

Ruang Lingkup Penelitian ...

Metode Pengumpulan Data ...

Metode Analisis ... 35

36

42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...47

4.1 Gambaran Umum Pemakaian Kontrasepsi ...47

4.2 Gambaran Umum Pemakaian Kontrasepsi Modern berdasarkan Faktor Sosial Demografi ...

(9)

iv

Halaman

4.3 Gambaran Umum Pemakaian Kontrasepsi Modern

berdasarkan Faktor Pemberdayaan Perempuan ... 59

4.4 Variabel-variabel yang Memengaruhi Pemakaian

Kontrasepsi Modern Wanita Kawin/Hidup Bersama ...67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...83

5.1 Kesimpulan ...83

5.2 Saran ...84

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

RIWAYAT HIDUP ... 87

89

(10)

v

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

1. Dimensi penyusun faktor pemberdayaan perempuan ... 33

2. Variabel respon ... 37

3. Variabel penjelas pada faktor sosial demografi ... 37

4. Variabel penjelas pada faktor pemberdayaan perempuan ... 38

5. Karakteristik sosial demografi WUS kawin/hidup bersama di Indonesia ... 48

6. Cross-tabulation persentase kelompok umur wanita dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan wanita dan suami/pasangan ... 52

7. Jumlah dan persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan keterpaparan informasi KB ... 58

8. Karakteristik pemberdayaan perempuan WUS kawin/hidup bersama di Indonesia ... 60

9. Hasi pengujian parsial dan signifikansi ... 69

(11)

vi

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Gambar Halaman

1. Kerangka pikir ... 33

2. Distribusi pemakaian kontrasepsi modern wanita kawin/hidup

bersama tahun 2012... 47

3. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan umur ... 50

4. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan pendidikan

tertinggi yang ditamatkan wanita dan suami/pasangan ... 51

5. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan status bekerja 53

6. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan jumlah anak hidup ... 53

7. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan jumlah anak ideal ... 55

8. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan indeks

kekayaan ... 56

9. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan daerah

tempat tinggal ... 57

10. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan kunjungan petugas

KB ... 59

11. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan penentu pembelian

kebutuhan barang tahan lama ... 61

12. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan penentu

penggunaan penghasilan wanita dan suami/pasangan ... 62

13. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan kepemilikan rumah

dan tanah ... 63

14. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan penghasilan wanita

dibandingkan suami/pasangan ... 64

15. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan penentu keputusan

pemeriksaan kesehatan wanita ... 65

16. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan persetujuan

memukul istri ... 66

17. Persentase pemakaian kontrasepsi modern berdasarkan penentu keputusan

(12)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Lampiran Halaman

1. Output cross-tabulation antara karakteristik sosial demografi dan pemakaian kontrasepsi modern WUS berstatus kawin/hidup bersama di Indonesia tahun 2012 ... 89

2. Output cross-tabulation antara karakteristik sosial demografi dan pemakaian kontrasepsi modern WUS berstatus kawin/hidup bersama di Indonesia tahun 2012 ... 92

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya.

Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, dalam jangka waktu

lima belas tahun yaitu dari tahun 2000 hingga 2015, jumlah penduduk Indonesia

mengalami penambahan sekitar 50,06 juta jiwa. Dengan kata lain, jumlah

penduduk Indonesia mengalami rata-rata penambahan 3,33 juta jiwa setiap tahun.

Hal itu berdampak pada laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Laju pertumbuhan

penduduk Indonesia cenderung menurun. Namun, pada tahun 2000-2010

mengalami kenaikan. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia 2010-2015 adalah

sebesar 1,43 persen.

Total Fertility Rate (TFR) merupakan salah satu parameter demografi dan

indikator kependudukan yang memengaruhi laju pertumbuhan penduduk. TFR

adalah angka yang menggambarkan rata-rata jumlah anak yang akan dilahirkan

oleh seorang wanita pada akhir masa reproduksinya. Angka TFR Indonesia berada

di bawah angka TFR rata-rata negara ASEAN (Kemenkes, 2013). Angka TFR

Indonesia menunjukkan kecenderungan yang terus menurun, dari angka 3,0 pada

tahun 1991 menjadi 2,6 pada tahun 2012. Angka TFR sebesar 2,6 tersebut stagnan

dalam tiga periode terakhir SDKI (2002, 2007, 2012). Angka TFR sebesar 2,6

anak, berarti seorang wanita di Indonesia rata-rata melahirkan 2,6 anak selama

masa reproduksinya. Millenium Development Goals (MDG) 2015 menargetkan

(14)

2

Nasional (RPJMN) 2014 menargetkan angka TFR sebesar 2,36. Sehingga

tingginya TFR di Indonesia tidak mencapai target yang ditentukan.

Di Indonesia, Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program

yang digencarkan pemerintah dalam menurunkan TFR melalui penyuluhan dan

penyedia layanan terhadap pemakaian kontrasepsi kepada masyarakat. Menurut

UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga, menyebutkan bahwa keluarga berencana sebagai upaya

untuk mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur

kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi

untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Pemakaian kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang memengaruhi

tingkat fertilitas. Sesuai dengan pernyataan Freedman (1975), pemakaian

kontrasepsi adalah cara yang paling penting untuk mencapai pengembangan

norma keluarga kecil. Dalam kerangka pikir Bongaarts (1978) mengenai delapan

intermediate variable yang memengaruhi fertilitas, kontrasepsi merupakan salah

satu variabel yang memengaruhi fertilitas.

Kontrasepsi tidak luput dari peran wanita sebagai subjek pemakainya.

Tinggi rendahnya pemakaian kontrasepsi pada suatu negara diukur dari angka

kesertaan ber-KB pada wanita usia subur (15-49 tahun) di negara tersebut. Hal ini

menyebabkan wanita menjadi fokus perhatian dari berbagai konferensi

pembangunan. Laporan dari International Conference on Population and

Development (1995), menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan menjadi salah

satu akses penting menuju peningkatan pembuatan keputusan di segala tingkatan,

(15)

3 yang dilakukan secara simultan akan menyukseskan program KB dalam

menurunkan fertilitas. Sebaliknya, perempuan yang kurang diberdayakan akan

mengurangi kemampuannya dalam membuat keputusan perihal KB.

Mengingat pentingnya peran wanita dalam meningkatkan pemakaian

kontrasepsi, pemberdayaan perempuan menjadi salah satu tujuan penting yang

harus dilaksanakan oleh seluruh negara (ICPD, 1995). Dengan meningkatnya

status pemberdayaan perempuan, maka diharapkan wanita akan lebih banyak

menyerap informasi mengenai kontrasepsi dan membuat keputusan yang tepat

untuk ikut memakai kontrasepsi yang aman dan efektif. Kabeer (1999),

menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan tidak hanya menurunkan fertilitas,

juga memberikan banyak pengaruh baik bagi kesehatan anak, kesejahteraan

keluarga, dan keadilan rumah tangga.

Pemberdayaan perempuan dan pemakaian kontrasepsi erat kaitannya

dengan pengambilan keputusan yang dilakukan wanita bersama suami/pasangan.

Oleh karena itu, tujuan dari ICPD, Millenium Development Goals (MDG), dan

Sustainable Development Goals (SDG), adalah melakukan pemberdayaan

perempuan khususnya bagi wanita yang sudah memiliki suami/pasangan dan akan

berdampak pada peningkatan kesehatan reproduksi, penurunan tingkat fertilitas,

dan keikutsertaan program KB.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kidayi (2015), wanita yang telah

berdaya memiliki kecenderungan untuk memakai kontrasepsi modern. Hal ini

terjadi dikarenakan pemberdayaan perempuan dapat memengaruhi pemakaian

kontrasepsi dengan menentukan egalitarianisme hubungan suami istri. Kesetaraan

(16)

4

mengomunikasikan tentang KB yang akan memengaruhi pemakaian kontrasepsi

yang aman dan efektif (Mason, 1987).

Melihat latar belakang yang telah dipaparkan di atas, pengaruh

pemberdayaan perempuan terhadap pemakaian kontrasepsi modern menjadi

penting dan menarik untuk diteliti.

1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah

Besarnya jumlah penduduk dan diikuti dengan tingginya TFR Indonesia

merupakan masalah penting dalam bidang kependudukan. Salah satu variabel

yang memengaruhi penurunan jumlah penduduk dan TFR adalah pemakaian

kontrasepsi. Pemakaian kontrasepsi di Indonesia masih tergolong rendah.

Rendahnya pemakaian kontrasepsi di Indonesia dapat digambarkan oleh

Contraceptive Prevalence Rate (CPR).

Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013), CPR

atau Angka Kesertaan ber-KB modern di Indonesia hanya meningkat sebesar 1,2

persen dalam kurun waktu 3 periode terakhir SDKI (2002, 2007, 2012). CPR

modern berdasarkan SDKI 2012 sebesar 57,9 persen. Target CPR modern dalam

MDG 2015 adalah sebesar 65 persen, sedangkan target CPR modern dalam

RPJMN 2014 sebesar 60,1 persen. Rendahnya CPR modern di Indonesia

menyebabkan target tidak tercapai.

Mai Do (2012) menyatakan bahwa meningkatkan pemberdayaan wanita

sangat penting dalam meningkatkan diskusi fertilitas bersama pasangan, yang

berlanjut kepada keputusan untuk memakai kontrasepsi yang efektif dan aman.

(17)

5 kontrol atas reproduksi (salah satunya adalah pemakaian kontrasepsi) juga akan

meningkat.

Hameed, et al. (2014), melakukan penelitian mengenai pengaruh

pemberdayaan perempuan (pembuatan keputusan) terhadap pemakaian

kontrasepsi dengan menggunakan kerangka pikir Malhotra (2002) yang telah

dimodifikasi. Dalam penelitian tersebut, terdapat dua faktor yang diduga

memengaruhi pemakaian kontrasepsi. Dua faktor tersebut adalah pemberdayaan

perempuan dan faktor sosial demografi. Pada penelitian tersebut, pemberdayaan

perempuan dibagi menjadi tiga dimensi; dimensi keputusan ekonomi, dimensi

keputusan rumah tangga, dan dimensi mobilitas fisik. Sedangkan faktor sosial

demografi menyangkut latar belakang wanita dan pasangannya secara umum.

Penelitian ini meneliti pengaruh pemberdayaan perempuan dan faktor

sosial demografi yang diduga memengaruhi pemakaian kontrasepsi modern pada

wanita usia subur berstatus kawin/hidup bersama di Indonesia. Variabel sosial

demografi yang diduga memengaruhi pemakaian kontrasepsi modern adalah

umur, pendidikan terakhir yang ditamatkan, status bekerja, pendidikan terakhir

yang ditamatkan suami/pasangan, jumlah anak hidup, jumlah anak ideal, indeks

kekayaan, daerah tempat tinggal, keterpaparan informasi KB dari televisi, radio,

dan media cetak (poster, pamflet, majalah, atau koran) dan kunjungan petugas

KB. Penelitian ini menggunakan mikro data sekunder hasil SDKI 2012 dengan

unit analisis wanita usia subur (WUS) umur 15-49 tahun berstatus kawin/hidup

(18)

6

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui gambaran karakteristik pemakaian kontrasepsi modern pada

WUS kawin/hidup bersama di Indonesia.

2. Mengetahui pengaruh pemberdayaan perempuan dan faktor sosial

demografi terhadap pemakaian kontrasepsi modern WUS berstatus

kawin/hidup bersama di Indonesia.

3. Mengetahui kecenderungan pemakaian kontrasepsi modern WUS

kawin/hidup bersama di Indonesia.

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang rinci serta mempermudah pembahasan,

skripsi ini disajikan dengan sistematika penulisan yang terdiri atas lima bab. Bab I

adalah pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, identifikasi dan

batasan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan. Pada Bab I dibahas

tentang masalah angka TFR Indonesia yang tidak mencapai target RPJMN 2014

dan MDG 2015.

Bab II adalah kajian pustaka yang memaparkan landasan teori yang

digunakan, penelitian terkait, kerangka pikir, dan hipotesis penelitian. Pada bab

ini diuraikan teori terkait metode analisis regresi logistik biner, teori-teori

pendukung terkait pemakaian kontrasepsi, dan variabel-variabel yang digunakan

(19)

7 Bab III berisi tentang metodologi penelitian. Pada bab ini memaparkan

ruang lingkup penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis yang

digunakan dalam penelitian. Pada bab ini dijelaskan objek penelitian yang

diperoleh dari data SDKI 2012 modul WUS dan tahapan-tahapan analisis

menggunakan regresi logistik biner.

Bab IV merupakan hasil dan pembahasan yang berisi hasil dari tahapan

analisis dan temuan-temuan dari penelitian. Pada bab ini dijelaskan gambaran

karakteristik faktor pemberdayaan perempuan dan faktor sosial demografi,

bagaimana pengaruh dan kecenderungannya terhadap pemakaian kontrasepsi

modern di Indonesia. Bab V merupakan kesimpulan dan saran mengenai

penelitian yang telah dilakukan. Bab ini mengandung ringkasan dari

(20)

8

(21)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Keluarga Berencana

Menurut World Health Organization (WHO), KB adalah tindakan yang

membantu individu atau pasangan suami-istri untuk:

1. Mendapatkan objektif-objektif tertentu

2. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan (unmet need)

3. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan

4. Mengatur interval di antara kehamilan

5. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur

suami-istri

6. Menentukan jumlah anak dalam keluarga

UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga, menyebutkan bahwa keluarga berencana sebagai upaya

untuk mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur

kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi

untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Tujuan program KB adalah agar pasangan atau perseorangan mampu

menentukan secara bebas dan responsibel jumlah anak dan jarak kelahiran anak

yang ingin mereka miliki. Selain itu, program KB berfungsi agar masyarakat

(22)

10

alat atau cara yang aman dan efektif (ICPD, 1995). Berdasarkan lembar fakta

mengenai keluarga berencana (WHO, 2017), memakai kontrasepsi memiliki

beberapa manfaat sebagai berikut:

1. Mencegah risiko kesehatan terkait kehamilan pada wanita

Kemampuan wanita dalam menentukan kapan memakai kontrasepsi dan

kontrasepsi apa yang akan dipakai akan berpengaruh terhadap kesehatan dan

kesejahteraannya. Selain pembatasan kelahiran, pada wanita yang lebih tua juga

bias mencegah kehamilan karena peningkatan risiko kehamilan seiring

penambahan usia. Selain itu, pemakaian kontrasepsi mengurangi tingkat

kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi kebutuhan akan aborsi yang

tidak aman.

2. Mengurangi angka kematian bayi

Pemakaian kontrasepsi berkaitan dengan penundaan kelahiran dan jarak

kelahiran yang terlalu dekat, yang keduanya berkaitan erat dengan tingkat

kematian bayi. Bayi yang lahir dari ibu yang meninggal akibat melahirkan juga

memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.

3. Membantu mencegah HIV/AIDS

Pemakaian kontrasepsi mengurangi risiko kehamilan yang tidak

diinginkan pada wanita yang memiliki penyakit HIV, yang dapat menularkan

penyakit pada bayinya. Selain itu, pemakaian kondom pria dan wanita

memberikan perlindungan ganda terhadap kehamilan dari HIV dan IMS.

4. Memberdayakan masyarakat dan meningkatkan pendidikan

Keluarga berencana memungkinkan orang untuk menentukan pilihan

(23)

11 merupakan kesempatan bagi wanita untuk melanjutkan pendidikan, berpartisipasi

dalam masyarakat, bekerja, dan berorganisasi. Memiliki keluarga kecil

memberikan kesempatan bagi orang tua untuk berinvestasi lebih banyak untuk

kehidupan masa depan anak.

5. Mengurangi kehamilan remaja

Kehamilan pada remaja cenderung melahirkan bayi prematur dan berat

lahir rendah. Bayi yang lahir dari kelompok umur remaja memiliki tingkat

kematian neonatal yang lebih tinggi. Banyak remaja yang hamil dan

meninggalkan sekolah. Padahal, menerukan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi

memiliki implikasi terhadap kehidupan mereka sebagai individu, keluarga, dan

masyarakat.

6. Memperlambat pertumbuhan penduduk

Keluarga berencana adalah kunci untuk memperlambat pertumbuhan

populasi yang tidak berkelanjutan dan dampak negatif yang dihasilkan pada upaya

pembangunan ekonomi, lingkungan, dan nasional.

Kontrasepsi

Bongaarts (1978), menyatakan bahwa kontrasepsi adalah segala alat, cara,

dan kegiatan sukarela dan bebas—termasuk abstensi dan sterilisasi—untuk

mengurangi risiko terjadinya konsepsi (pembuahan). Dalam keluarga berencana,

kontrasepsi merupakan variabel utama yang digunakan untuk menurunkan angka

kelahiran. Kontrasepsi atau alat/cara KB adalah upaya mencegah terjadinya

kehamilan. Upaya tersebut dapat bersifat sementara (reversible) dan permanen

(24)

12

Kontrasepsi yang dianggap ideal harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut (IBI, 2006):

1. Dapat dipercaya

2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan

3. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan

4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus

5. Tidak memerlukan motivasi terus menerus

6. Mudah pelaksanaannya

7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat

8. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan bersangkutan

Untuk mengurangi unmet needs, negara harus mengidentifikasi dan

menghapuskan semua penghalang yang tersisa untuk menggunakan pelayanan

KB. Beberapa penghalang tersebut diantaranya ketidakcukupan alat KB, kualitas

KB yang buruk, dan harga yang mahal untuk pelayanan KB (ICPD, 1995).

Jenis Kontrasepsi

Kontrasepsi terbagi menjadi dua, yaitu kontrasepsi modern dan

kontrasepsi tradisional. Kontrasepsi modern terdiri dari sterilisasi wanita,

sterilisasi pria, pil, IUD, suntikan, susuk, kondom, diafragma, metode amenore

laktasi (MAL), dan kontrasepsi darurat. Sedangkan kontrasepsi tradisional terdiri

dari pantang berkala dan senggama terputus (SDKI, 2012). Yang dimaksud

dengan sedang memakai kontrasepsi modern apabila wanita atau suami/pasangan

(25)

13

1. Sterilisasi Wanita/Tubektomi/Kontrasepsi Mantap Wanita

Kontap wanita adalah tindakan operasi menyumbat (mengikat dan atau

memotong) saluran keluar ovum, sehingga perjalanan ovum dari ovarium saat

ovulasi tidak sampai ke tempat pembuahan di uterus. Dengan demikian, kehadiran

sperma tidak mengakibatkan konsepsi, dan tidak terjadi kehamilan. Metode

kontap wanita hanya untuk wanita yang tidak ingin memiliki anak lagi, karena

tidak mudah untuk kembali seperti semula.

2. Sterilisasi Pria/Vasektomi/Kontrasepsi Mantap Pria

Kontap pria merupakan tindakan operasi memotong dan mengikat saluran

sperma, sehingga sperma tidak sampai keluar dan membuahi ovum. Meski

memiliki manfaat efektif, aman, dan tidak ada risiko kesehatan jangka panjang,

namun kontap pria tidak mudah dikembalikan ke semula. Sehingga kontap pria

ditujukan kepada pria yang benar-benar tidak ingin punya anak lagi. Wanita yang

suami/pasangannya telah melaksanakan operasi sterilisasi pria, maka wanita

tersebut dianggap memakai kontrasepsi modern.

3. IUD/Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

AKDR merupakan alat kecil yang dipasang dalam rahim, terbuat dari

rangka plastik yang lentur dengan tembaga dan benang. Alat ini bisa dicabut

kapan saja dan dapat bekerja hingga 10 tahun lamanya tergantung jenisnya.

AKDR merupakan alat yang sangat efektif dan aman. Meski demikian, efek

samping pemakaian adalah dapat menambah pendarahan menstruasi atau

menyebabkan kram. Wanita yang berkemungkinan hamil, belum mencapai 28

hari pasca melahirkan, memiliki risiko IMS/HIV, mengalami menstruasi yang tak

(26)

14

4. Suntik/Injeksi

Suntik merupakan metode kontrasepsi dengan cara menyuntikkan cairan

yang mengandung hormon progestin dan estrogen setiap bulan atau tiga bulan

sekali. Metode ini sangat efektif selama klien kembali tepat waktu untuk disuntik.

Suntik aman bagi klien, mudah berhenti, dan hanya membutuhkan waktu sekitar

empat bulan untuk bisa hamil. Efek samping dari suntik adalah dapat mengalami

flek dan haid ringan biasa, mengubah periode haid bulanan, dan menambah berat

badan.

5. Pil

Metode ini dilakukan dengan cara meminum pil yang mengandung hormon

estrogen dan progestin satu biji setiap hari. Memakai metode pil sangat

bergantung pada ingatan responden, karena jika lupa minum pil, responden bisa

hamil. Di samping efek samping yang menyebabkan mual, sakit kepala, flek di

antara masa haid, dan nyeri payudara, metode pil merupakan metode yang aman,

efektif, dan mudah untuk berhenti. Wanita yang tidak dianjurkan memakai pil

apabila merokok dan berusia > 35 tahun, memiliki tekanan darah tinggi, baru tiga

minggu melahirkan, sedang menyusui < enam bulan, dan kemungkinan hamil.

6. Susuk/Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)

Alat ini terdiri dari 1, 2, atau 6 buah kapsul kecil yang mengandung hormon

progestin dan estrogen dan diletakkan di bawah kulit lengan atas. Bahan kapsul

lunak dan lentur, namun tidak hancur di dalam tubuh. Pemasangan dilakukan

selama 5 – 10 menit. Memakai susuk merupakan tindakan yang efektif dan

(27)

15 dapat hamil kembali. Efek samping dari susuk diantaranya flek atau haid tak

teratur biasa dan tidak berbahaya.

7. Kondom/Karet KB

Kondom adalah alat KB berupa kantong karet tipis dan elastis dipakai oleh

rpia saat berhubungan sekksual. Dapat mencegah kehamilan dan HIV/IMS.

Kondom sangat efektif apabila digunakan setiap kali bersenggama dan dipakai

secara baik dan benar. Alat ini termasuk murah, mudah dicari, karena bisa dibeli

di mana saja dan dapat dipakai oleh pria mana saja. Selain sebagai perlindungan

tambahan, kondom juga digunakan sebagai cadangan bagi alat/cara KB lain

apabila lupa minum pil, terlambat suntik, dll. Wanita yang suami/pasangannya

memakai kondom, maka wanita tersebut dianggap memakai kontrasepsi modern.

8. Intravag/Diafragma

Intravag adalah alat KB berupa tisu yang dimasukkan pada alat kelamin

wanita ketika akan melakukan hubungan seksual untuk mencegah kehamilan.

Diafragma adalah alat/cara KB yang berbentuk mangkok terbuat dari karet lunak

yang dimasukkan ke dalam vagina untuk menutup mulut rahim agar sperma tidak

masuk ke dalam rahim dan bertemu dengan sel telur. Diafragma biasanya

digunakan bersama spermisida (pembunuh sperma) berupa jelly atau krim yang

berguna untuk menutup mulut rahim (cervix) sehingga menghalangi sperma

bertemu sel telur.

9. Metode Amenore Laktasi (MAL)

MAL merupakan metode kontrasepsi dengan menyusui, sehingga

sedemikian rupa hingga bisa mencegah kehamilan dengan menghentikan ovulasi.

(28)

16

ASI pada bayi siang dan malam dan bayi tidak diberikan makanan dan minuman

lain. Satu jam setelah persalinan selesai, bayi harus segera diberi ASI. MAL tidak

dapat mencegah penularan HIV melalui ASI kepada bayi apabila ibu menderita

HIV, sehingga penderita HIV tidak disarankan memakai cara ini. MAL tidak

efektif setelah enam bulan pasca persalinan, sehingga klien harus mencari

alat/cara KB lain.

10. Kontrasepsi Darurat

Metode kontrasepsi darurat berupa pil mencegah kehamilan yang diminum

dalam keadaan darurat (kondom bocor, lupa minum pil, lupa suntik, akibat

perkosaan, dll) setelah melakukan hubungan seksual tanpa proteksi. Pil dapat

diminum dalam waktu tiga hari (72 jam) setelah melakukan hubungan seksual.

Pemberdayaan Perempuan

Alsop, et al. (2006) mendefinisikan pemberdayaan sebagai suatu

kemampuan dari suatu kelompok atau individu untuk membuat pilihan yang

efektif, yaitu membuat pilihan dan mengubah pilihan tersebut menjadi tindakan

dengan hasil yang diinginkan. Pemberdayaan menjadi sangat penting, karena

selain memacu investasi dan pembangunan, di saat yang sama juga

memberdayakan masyarakat ekonomi menengah ke bawah untuk turut

berpartisipasi dalam pembangunan. Pemberdayaan adalah hal yang terikat dengan

kondisi ketidakberdayaan yang tidak terelakkan dan mengacu pada proses di

mana orang-orang tidak mampu membuat pilihan.

Pemberdayaan adalah salah satu unsur penyusun utama pengentasan

(29)

17 Bank Dunia juga telah membuat priotitas pengarusutamaan gender menjadi

prioritas dalam bantuan pembangunan. Otonomi dan pemberdayaan sebagai

istilah yang kurang lebih sama, dan mendefinisikan dengan baik dalam hal

perempuan, “mendapatkan kontrol atas kehidupan mereka sendiri terhadap

keluarga, keluarga, masyarakat, dan pasar.”

Kabeer (1999) mendeskripsikan pemberdayaan perempuan adalah

kemampuan seorang wanita untuk membuat pilihan hidup strategis.

Pemberdayaan perempuan merupakan isu yang kompleks dan berhubungan

dengan banyak isu lain, khususnya dengan norma sosial dan dinamika dalam

rumah tangga. Peningkatan pemberdayaan perempuan umumnya dipandang

sebagai hal positif yang memberikan pengaruh positif terhadap perempuan.

Pemberdayaan dan otonomi wanita meningkatkan status politik, sosial, ekonomi,

dan kesehatan wanita (ICPD, 1995).

Promosi pemberdayaan perempuan sebagai tujuan pembangunan

didasarkan pada dua argumen; keadilan sosial adalah aspek penting dari

kesejahteraan manusia dan secara intrinsik layak untuk dicapai, dan

pemberdayaan perempuan adalah sarana untuk tujuan lain (Malhotra, 2002).

Kebijakan dan program untuk memberdayakan wanita dan peningkatan

persamaan gender meliputi jangkauan yang luas untuk membantu wanita menjadi

aktor independen dalam ekonomi dan komunitas dalam masyarakat.

Dimensi Pemberdayaan Perempuan

Dengan menggunakan kerangka pikir yang diusulkan oleh Malhotra

(30)

18

perempuan dengan menggunakan tiga dimensi pemberdayaan perempuan yang

terdiri dari dimensi keputusan ekonomi, dimensi keputusan rumah tangga, dan

dimensi mobilitas fisik. Pemakaian kerangka pikir yang diusulkan oleh Malhotra

(2002) sejalan dengan kepentingan pemberdayaan perempuan sebagai variabel

pada pembangunan internasional yang banyak dipakai oleh penelitian-penelitian

terkait.

Pemberdayaan perempuan dalam dimensi keputusan ekonomi merujuk

pada akses dan pengaturan terhadap sumber daya ekonomi dan partisipasi dalam

pasar ekonomi. Dimensi ini diukur berdasarkan pertanyaan mengenai

pengambilan keputusan penggunaan penghasilan wanita, perbandingan

pendapatan responden dan suami/pasangan, pengambilan keputusan penggunaan

penghasilan suami/pasangan, pembelian kebutuhan barang tahan lama, dan

kepemilikan aset (rumah dan tanah).

Pemberdayaan perempuan dalam dimensi keputusan rumah tangga

merujuk pada tingkat kemampuan wanita dalam berpartisipasi untuk merumuskan

dan melaksanakan keputusan rumah tangga, kesejahteraan anak, kesehatannya

sendiri, keputusan akhir kesehatan wanita, dan sikap istri terhadap pemukulan

suami/pasangan. Peningkatan peran pada pembuatan keputusan rumah tangga

akan membuat wanita menambah self determinantion, kontrol akan sumber daya,

self-esteem, dan status serta kekuatan hubungan dalam rumah tangga.

Pemberdayaan perempuan dalam dimensi mobilitas fisik merujuk pada

keputusan kunjungan kepada kerabat dan keputusan bepergian sendiri. Kebebasan

(31)

19 keputusan sesuai keinginan mereka, memperluas jaringan sosial, dan

meningkatkan tingkat kekayaan.

Hubungan Pemberdayaan Perempuan terhadap Pemakaian Kontrasepsi

Faktor kunci yang mengintervensi hubungan antara pemberdayaan wanita

dan pemakaian kontrasepsi adalah kemampuan dan kesediaan mengajak pasangan

untuk melakukan perubahan perilaku (ICPD, 1995). Ketika pemberdayaan

perempuan baik, tingkat pendidikan tinggi, dan wanita yang lebih terpelajar tidak

hanya mau merubah perilaku, tetapi juga memiliki pengetahuan lebih mengenai

alat/cara kontrasepsi dan bagaimana memakainya, dibandingkan wanita yang

kurang terpelajar.

Otonomi perempuan juga dapat memengaruhi pemakaian kontrasepsi

dengan menentukan kesederajatan dalam hubungan suami istri. Kesetaraan suami

dan istri, bisa dihubungkan dengan komunikasi pasangan terhadap penjarangan

kelahiran, yang akan mengarahkan mereka untuk memakai kontrasepsi (Mason,

1987).

Faktor Sosial Demografi

1. Umur

Umur menjadi variabel penting dalam pemakaian kontrasepsi. Perilaku

seksual dan pemakaian kontrasepsi dapat berubah-ubah dengan kepentingan yang

berbeda pada setiap tahap kehidupan (Gage, 1998). Keputusan mengenai aktivitas

(32)

20

15-24 tahun sesuai dengan kultur masing-masing) dibandingkan dengan orang

dewasa (25 tahun ke atas).

Untuk menurunkan angka kelahirang yang bermakna, maka ditempuh

kebijaksanaan mengkategorikan tiga fase, yaitu fase menunda/mencegah

kehamilan, fase menjarangkan kelahiran, dan fase menghentikan/mengakhiri

kehamilan/kesuburan (Hartanto, 1994). Fase menunda/mencegah kehamilan

ditujukan bagi WUS kurang dari 20 tahun karena umur di bawah 20 tahun adalah

umur yang sebaiknya tidak hamil. Fase menjarangkan kehamilan ditujukan bagi

WUS antara 20 sampai 35 tahun karena pada rentang umur tersebut merupakan

umur yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan. Fase menghentikan/

mengakhiri kehamilan ditujukan untuk WUS di atas 35 tahun karena pada umur

tersebut dianjurkan untuk tidak hamil lagi (alasan medis).

2. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan

Pendidikan formal tertinggi yang ditamatkan responden menjadi hal

fundamental bagi modernitas individu dan bagi kejiwaan untuk mengadopsi

kontrasepsi (Gage, 1995). Telah menjadi hal umum apabila pendidikan memiliki

hubungan erat dengan fertilitas. Pendidikan adalah salah satu aspek yang penting

dalam memberdayakan wanita. Karena dengan pengetahuan, keterampilan, dan

kepercayaan diri diperlukan untuk berpartisipasi secara penuh dalam proses

pembangunan (ICPD, 1995). Penurunan fertilitas, kesakitan, tingkat kematian,

pemberdayaan wanita, dan promosi demokrasi yang sesungguhnya paling besar

progresnya dipengaruhi oleh pendidikan. Memiliki pendidikan tinggi menguatkan

wanita dalam mengambil keputusan yang berdampak pada kehidupanya. Wanita

(33)

21 dunia luar. Wanita kawin yang berpendidikan relatif sering memakai kontrasepsi

(Bongaarts, 1978).

3. Status bekerja

Wanita yang bekerja adalah mereka yang memiliki penghasilan sendiri

dan diasumsikan memiliki kontrol yang lebih terhadap pembuatan keputusan

rumah tangga, peningkatan kesadaran terhadap dunia luar, dan kontrol lebih untuk

pembuatatan keputusan reproduksi (Gage, 1995). Sesuai dengan hipotesis

pendekatan New Home Economics yang memengaruhi fertilitas, wanita yang

bekerja dan atau memiliki kegiatan bermanfaat di luar rumah cenderung akan

menaikkan opportunity cost tambahan anak (Mason, 1987). Wanita akan

cenderung memikirkan biaya yang harus ditanggung untuk memiliki anak dan

mengabaikan (atau tidak memilih) peluang lain.

4. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan suami/pasangan

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan suami/pasangan adalah jenjang

pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh suami/pasangan yang ditandai dengan

sertifikat/ijazah. Pendidikan suami/pasangan berpengaruh terhadap pemakaian

kontrasepsi modern, karena pendidikan tinggi mencerminkan tingkat sosial dan

ekonomi yang tinggi pula (Kamal, 2000). Apabila pendidikan suami/pasangan

tinggi, diharapkan mereka mampu untuk membuat istri mereka lebih berdaya dan

terbuka untuk diajak berdiskusi mengenai kontrasepsi, juga menyetujui istrinya

untuk memakai kontrasepsi modern.

5. Jumlah anak hidup

Jumlah anak hidup adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan dan dalam

(34)

22

atau terpisah. Fertilitas yang rendah berhubungan dengan perbaikan kesehatan

ibu. Penyebab kematian pada wanita muda kebanyakan adalah fertilitas yang

tinggi (Gupta, 2013). Menunda untuk memiliki anak akan meningkatkan

kesempatan wanita untuk lebih berdaya secara tajam. Nilai anak juga berpengaruh

dalam menentukan apakah wanita tersebut akan memakai kontrasepsi atau tidak

(Mason, 1987).

6. Daerah tempat tinggal

Informasi lebih mudah sampai pada penduduk yang tinggal di perkotaan

dibandingkan yang tinggal di pedesaan. Hal ini menyebabkan pengetahuan wanita

mengenai sepuluh alat/cara kontrasepsi modern lebih tinggi di daerah perkotaan

dibandingkan di perdesaan (Kemenkes, 2013). Pengetahuan mengenai

alat/kontrasepsi modern berhubungan dengan keputusan apakah wanita akan

memakai kontrasepsi modern atau tidak.

7. Indeks kekayaan

Alasan ekonomi menjadi hal yang membuat aktivitas ekonomi dan

pemakaian kontrasepsi berbeda antar tingkatan ekonomi masyarakat. Dalam hal

ini, nilai anak juga berpengaruh (Mason, 1987). Umumnya, keluarga miskin

cenderung menjadikan anak sebagai investasi untuk tenaga kerja. Sedangkan

keluarga dengan kuintil kekayaan atas cenderung menjadikan anak sebagai biaya.

Apabila orang tua memandang nilai anak adalah sebagai asuransi mereka di masa

depan dan sandaran ekonomi, maka orang tua akan memilih untuk memiliki anak

(35)

23 8. Keterpaparan informasi KB melalui acara di radio, televisi, dan media

cetak

Media massa dan komunitas erat kaitannya dengan pengurangan potensi

perlawanan dari pasangan/suami, atau orang tua untuk memakai kontrasepsi pada

wanita (Gupta, 2013). Pengetahuan masyarakat mengenai pengendalian kelahiran

dan KB merupakan tolak ukur keberhasilan program KB. Pada penduduk

perdesaan, keterpaparan informasi KB melalui radio, televisi, dan media cetak

berhubungan signifikan dengan peningkatan pemakaian kontrasepsi (World Bank,

2005).

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai KB berhubungan

dengan penurunan fertilitas, yaitu meningkatkan persentase pemakaian

kontrasepsi modern. Pengalaman yang telah dilakukan membuktikan bahwa KIE

akan lebih efektif apabila dilaksanakan secara kontinyu (Ross, 1989). Kampanye

lebih baik dilakukan di banyak media massa seperti televisi, radio, poster,

pamflet, dan koran.

9. Kunjungan petugas KB

Kunjungan petugas KB dalam enam bulan terakhir merupakan salah satu

faktor yang memengaruhi wanita dalam memakai kontrasepsi modern. Kunjungan

petugas KB mampu memberikan informasi berkaitan dengan KB, macam-macam

alat dan metode yang dipakai, efisiensi setiap alat dan metode KB, dan cara

pemakaian yang baik dan benar. Dalam kunjungannya, petugas KB juga bisa

menjelaskan di mana sajakah responden atau suami/pasangan bisa memperoleh

(36)

24

orang tahu, kondisi tersebut juga menjadi halangan besar bagi penduduk untuk

memakai kontrasepsi (Gupta, 2013).

Analisis Regresi Logistik Biner

Variabel independen pada penelitian ini berupa variabel kategorik biner,

yaitu pemakaian kontrasepsi modern (memakai dan tidak memakai). Oleh karena

itu, analisis inferensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis

regresi logistik biner.

Analisis regresi logistik adalah metode analasis data yang menjelaskan

hubungan antara variabel respon dan satu atau lebih variabel penjelas dengan

variabel respon bersifat diskrit dengan kemungkinan nilai terdiri atas dua nilai

atau lebih (Hosmer and Lemeshow, 2000). Hal yang membedakan regresi logistik

dengan regresi linier adalah variabel responnya yang berupa biner atau dikotomi

yang terdiri dari dua kategori, misalnya nilai yang menyatakan hasil yang

diperoleh sukses (y = 1) dan nilai yang menyatakan hasil yang diperoleh gagal (y

= 0). Variabel respon atau y tersebut memenuhi distribusi Bernoulli dengan fungsi

distribusi peluang untuk y dengan parameter πi adalah:

π x = ( ( )) (1)

dimana p = banyak variabel penjelas

Nilai π(x) adalah peluang terjadinya kejadian sukses y = 1. Karena π(x)

merupakan fungsi yang non-linier sehingga perlu ditransformasi ke dalam bentuk

(37)

25 hubungan antara variabel penjelas dan variabel respon. Transformasi dari π(x)

akan menjadi pusat dari regresi logistik biner yang dinamakan transformasi logit.

Logit, g(x), adalah linier dalam parameternya, kontinyu dan memiliki rentang dari

-∞ sampai +∞, tergantung dari rentang x.

g(x) = ln

= ln

[

( ) ( )

( ) ( )

]

= ln

[

( ) ( )

( )

]

= ln [ x ( )]

g(x) = (2)

Pada regresi logistik, variabel respon dengan syarat x dilambangkan

dengan y = π x . Nilai memiliki dua kemungkinan, yaitu:

1. Jika y=1, maka = - π x dengan peluang π x

2. Jika y=0, maka = - π x dengan peluang 1 - π x

mengikuti distribusi Binomial dengan rataan nol dan ragam π x [1- π x .

Mengestimasi parameter logistik dapat memakai metode Maximum

Likelihood (MLE). Metode MLE mengestimasi besarnya nilai parameter yang

tidak diketahui dengan memaksimalkan fungsi likelihood-nya (Hosmer and

(38)

26

Pengujian Signifikansi Parameter

Uji Simultan

Uji simultan merupakan uji yang dilakukan untuk menguji kelayakan

model secara menyeluruh dan apakah seluruh variabel penjelas secara

bersama-sama memengaruhi variabel respon. Uji simultan dilakukan dengan menggunakan

uji likelihood ratio (uji G). Pada uji tersebut dibandingkan apakah model yang

terdiri dari seluruh variabel penjelas atau model yang hanya terdiri dari intercept

(Hosmer and Lemeshow, 2000).

G = -2 ln = -2 [

(3)

Keterangan:

L0 = nilai likelihood dari model tanpa variabel penjelas

L1 = nilai likelihood dari model dengan variabel penjelas

Hipotesis yang akan diujikan adalah:

H0 : β1 = β2 = ... = 0 (Secara simultan tidak ada pengaruh signifikan dari

variabel penjelas terhadap variabel respon)

H1 : Setidaknya ada satu βj ≠ 0 (Minimal terdapat pengaruh signifikan dari

satu variabel penjelas terhadap variabel respon) dengan j = 1, 2, ..., p.

Statistik uji yang digunakan adalah G ~ χ2(p) dengan derajat bebas sebesar

banyaknya variabel penjelas di dalam model. Hipotesis nol akan ditolak pada

signifikansi α jika G > χ2

(39)

27 terdapat pengaruh dari satu variabel penjelas yang memengaruhi variabel respon

secara signifikan.

Uji Parsial

Uji parsial dilakukan jika hasil uji simultan menghasilkan keputusan tolak

H0 yang berarti setidaknya ada satu variabel penjelas yang memengaruhi variabel

respon secara signifikan. Uji parsial dilakukan untuk mengetahui pengaruh

masing-masing variabel penjelas terhadap variabel respon. Statistik uji yang

digunakan untuk menguji parameter secara parsial adalah Uji Wald (Hosmer and

Lemesehow, 2000).

Hipotesis yang akan diujikan adalah:

H0 : βj = 0 (Tidak ada pengaruh signifikan antara variabel penjelas ke-j

terhadap variabel respon)

H1 : βj ≠ 0 (Terdapat pengaruh signifikan antara variabel penjelas ke-j

terhadap variabel respon) dimana j = 1, 2, 3, ..., p

Statistik uji:

W = [ ̂

̂ ( ̂)] (4)

j = 1, 2, 3, ..., p

Keterangan:

̂ = penduga parameter dari

(40)

28

Hipotesis nol akan ditolak pada signifikansi α jika W > χ2

(α;1) atau saat p-value< α yang berarti variabel penjelas ke-j memengaruhi variabel respon secara

signifikan.

Pengujian Goodness of Fit

Uji goodness of fit digunakan untuk menguji apakah metode regresi

logistik biner sudah tepat dalam menjelaskan variabel-variabel respon. Pengujian

dilakukan dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow test (Hosmer and

Lemesehow, 2000).

Hipotesis yang akan diujikan adalah:

H0 : Model fit/sesuai (Tidak ada perbedaan antara hasil observasi dan hasil

prediksi dari model)

H1 : Model tidak fit/tidak sesuai (Ada perbedaan antara hasil observasi dan

hasil prediksi dari model)

Statistik uji:

̂

=

̅

̅ ̅

(4)

Keterangan:

= jumlah subjek pada kelompok k

= jumlah variabel respon pada kelompok-k

(41)

29 Hipotesis nol akan ditolak pada signifikansi α jika Ĉ > χ2

(α; g-2) atau saat p-value< α. Pada uji goodness of fit, diharapkan hasilnya tidak tolak H0, agar model

fit/sesuai.

Rasio Kecenderungan (Odds Ratio)

Untuk kemungkinan keberhasilan π(x), odds (Ω) didefinisikan sebagai

berikut (Agresti, 2002):

Ω = (5)

Odds bernilai tidak negatif, dengan Ω > 1 apabila sukses lebih mungkin

dibandingkan gagal. Odds ketika x = 1 didefinisikan sebagai π(1)/[1-π(1)], begitu

pula ketika x = 0 oddsdidefinisikan π(0)/[1-π(0)].

Odds ratio adalah ukuran untuk mengetahui tingkat risiko, yaitu

perbandingan antara dua kejadian yaitu kategori sukses dan gagal. OR atau Odds

Ratio dapat dihitung melalui persamaan berikut (Hosmer and Lemesehow, 2000):

OR = [ [

=

[

]

[

]

= [ ( )]

OR = exp

(42)

30

2.2 Penelitian Terkait

Dalam penelitian yang berjudul “Women’s Autonomy, Education and

Employment in Oman and their Influence on Contraceptive Use”, Asya Al

Riyami, et al. (2004) meneliti mengenai dampak pemberdayaan perempuan,

pendidikan, dan status bekerja terhadap pemakaian kontrasepsi modern di Oman.

Dengan menggunakan metode analisis bivariat dan analisis multivariat, penulis

membuktikan bahwa terdapat hubungan signifikan antara pemberdayaan

perempuan terhadap pemakaian kontrasepsi modern. Meski demikian,

pemberdayaan perempuan tidak lagi berhubungan signifikan dengan pemakaian

kontrasepsi bila ditambahkan variabel pendidikan dan status bekerja responden ke

dalam model. Pada variabel status bekerja, wanita yang tidak bekerja memiliki

kecenderungan untuk memakai kontrasepsi dua kali dibandingkan dengan wanita

yang bekerja. Wanita yang memiliki pendidikan minimal universtias memiliki

kecenderungan untuk memakai kontrasepsi 3,63 kali dibandingkan wanita yang

tidak terpelajar. Penyebab rendahnya hubungan antara pemberdayaan perempuan

dan pemakaian kontrasepsi modern adalah adanya cultural lag. Cultural lag di

Oman terjadi antara penduduk kelompok umur kurang dari 30 tahun dan lebih dari

30 tahun. Adanya cultural lag ini, terdapat perbedaan perilaku dan tingkah laku

terhadap pemakaian kontrasepsi.

Dalam penelitian yang berjudul “Married women’s decision making power

on modern contraceptive use in urban and rural southern Ethiopia”, Binyam

Bogale, et al. (2011) menggunakan metode regresi logistik multivariat untuk

mengukur kekuatan wanita kawin untuk membuat keputusan dalam memakai

(43)

31 dan perkotaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan perbedaan signifikan dalam

pembuatan keputusan untuk memakai metode kontrasepsi modern berdasarkan

umur, pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Kekuatan untuk membuat keputusan

pemakaian kontrasepsi modern lebih tinggi di daerah perdesaan dibandingkan di

daerah perkotaan. Wanita yang memiliki pengetahuan lebih mengenai kontrasepsi

dan berpartisipasi dalam membuat keputusan mengunjungi keluarga memiliki

kecenderungan untuk memakai kontrasepsi modern. Umumnya, wanita dan pria di

perdesaan tidak merasa nyaman memakai alat kontrasepsi jangka panjang karena

rendahnya pengetahuan mereka mengenai pengetahuan kontrasepsi modern.

Pembuat keputusan untuk memakai KB tidak berhubungan sihnifikan

Dalam penelitian yang berjudul “Socio-Demographic Factors Associated

with Contraceptive Use among Young Women in Comparison with Older Women

in Uganda”, Asiimwe, et al (2013) menggunakan model multiple logistic

regression. Pemberdayaan perempuan merupakan prediktor yang sangat penting

dalam pemakaian kontrasepsi modern, namun hanya pada wanita dengan

kelompok umur 25-34 tahun. Wanita kelompok umur muda kurang berdaya

dibandingkan wanita kelompok umur tua. Pada wanita kelompok umur 15-24,

tingkat pendidikan, indeks kekayaan, daerah tempat tinggal, dan jumlah anak

hidup memiliki pengaruh signifikan terhadap pemakaian kontrasepsi modern.

Pada wanita kelompok umur 25-34 tahun, tingkat pendidikan, indeks kekayaan,

keterpaparan informasi KB, keinginan untuk memiliki anak, dan kemampuan

menolak untuk berhubungan seksual memiliki pengaruh signifikan terhadap

pemakaian kontrasepsi modern. Pada kelompok umur tua, pengaruh tingkat

(44)

32

Pada penelitian yang berjudul “Determinants of Modern Contraceptive

among Women of Reproductive Age in Tanzania: Evidence from Tanzania

Demographic and Health Survey Data”, Kidayi, et al. (2015) menggunakan

metode regresi logistik untuk menjelaskan hubungan antara pemakaian

kontrasepsi modern dan variabel penjelas. Wanita yang telah berdaya memiliki

odds ratio untuk memakai kontrasepsi modern yang lebih tinggi. Tingkat

pendidikan suami/pasangan memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap

pemakaian kontrasepsi modern. Keinginan untuk memiliki anak memiliki

hubungan negatif dengan pemakaian kontrasepsi modern. Wanita yang pernah

mengalami kekerasan fisik menurunkan odds dari pemakaian kontrasepsi modern,

meski tidak signifikan. Selain itu, perbedaan umur suami dan istri juga menjadi

prediktor yang memengaruhi pemakaian kontrasepsi modern.

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan sebelumnya, pemakaian kontrasepsi

modern diduga dipengaruhi oleh faktor pemberdayaan perempuan dan faktor

sosial demografi. Faktor sosial demografi yang erat kaitannya dengan pemakaian

kontrasepsi modern adalah umur, pendidikan terakhir yang ditamatkan, status

bekerja, pendidikan terakhir yang ditamatkan suami/pasangan, jumlah anak hidup,

jumlah anak ideal, indeks kekayaan, daerah tempat tinggal, jumlah anak ideal,

keterpaparan informasi KB dari televisi, radio, dan media cetak, dan kunjungan

(45)

33

Gambar 1. Kerangka pikir

Tabel 1. Dimensi penyusun faktor pemberdayaan perempuan

Dimensi Keputusan

Persetujuan memukul istri jika pergi tanpa memberi tahu suami

Penentu penggunaan penghasilan pasangan

Persetujuan memukul istri jika mengabaikan anak

Kepemilikan rumah Persetujuan memukul istri jika

bertengkar dengan suaminya

Kepemilikan tanah Persetujuan memukul istri jika

menolak berhubungan seks dengan suami

Penghasilan wanita dibandingkan penghasilan suami/pasangan

Persetujuan memukul istri jika memasak makanan hingga hangus

Peneliti mengadopsi kerangka pikir pemberdayaan perempuan yang

disusun oleh Hameed, et al. (2014) dan Malhotra (2002). Faktor pemberdayaan Faktor Pemberdayaan Perempuan

- Dimensi Keputusan Ekonomi

- Dimensi Keputusan Rumah Tangga - Dimensi Mobilitas Fisik

Faktor Sosial Demografi

-Umur

-Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan

-Status Bekerja

-Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan

Suami/Pasangan

-Jumlah Anak Hidup

-Jumlah Anak Ideal

-Indeks Kekayaan

-Daerah Tempat Tinggal

-Keterpaparan Informasi KB dari televisi,

radio, dan media cetak

-Kunjungan Petugas KB

Pemakaian

(46)

34

perempuan dibagi menjadi tiga dimensi, di mana setiap dimensi terdiri dari

variabel-variabel penyusunnya.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dirumuskan oleh peneliti, yaitu:

1. Faktor pemberdayaan perempuan berpengaruh terhadap pemakaian

kontrasepsi modern WUS (15-49 tahun) kawin/hidup bersama di

Indonesia.

2. Faktor sosial demografi (umur, pendidikan tertinggi yang ditamatkan

wanita dan suami/pasangan, status bekerja, jumlah anak hidup, jumlah

anak ideal, indeks kekayaan, daerah tempat tinggal, mendapatkan

informasi KB dari media massa, dan kunjungan petugas KB) berpengaruh

terhadap pemakaian kontrasepsi modern WUS (15-49 tahun) kawin/hidup

(47)

35

BAB III METODOLOGI

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh

faktor pemberdayaan perempuan dan faktor sosial demografi terhadap pemakaian

kontrasepsi modern di Indonesia. Unit analisis dalam penelitian ini adalah pada

wanita usia subur (WUS) 15-49 berstatus kawin/hidup bersama yang tidak sedang

hamil, subur (fecund), dan aktif secara seksual dalam satu tahun sebelum survei

dilakukan. Dalam penelitian ini digunakan WUS yang saat pencacahan berstatus

kawin atau hidup bersama (memiliki suami/pasangan) karena

pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner WUS SDKI terkait pemberdayaan perempuan

merupakan pertanyaan bersyarat yang ditujukan untuk WUS yang memiliki

suami/pasangan.

Penelitian ini mencakup variabel respon berupa pemakaian kontrasepsi

modern yang terdiri dari dua kategori yaitu tidak memakai kontrasepsi modern

dan memakai kontrasepsi modern. Sedangkan faktor-faktor yang diduga

memengaruhi pemakaian kontrasepsi modern antara lain faktor pemberdayaan

perempuan dan faktor sosial demografi yang semuanya diambil dari kuesioner

WUS SDKI12. Faktor pemberdayaan perempuan terdiri dari 13 variabel yang

tergolong menjadi tiga dimensi. Faktor sosial demografi terdiri dari umur

responden, pendidikan tertinggi yang ditamatkan responden, status bekerja

responden, pendidikan tertinggi yang ditamatkan suami/pasangan, jumlah anak

(48)

36

faktor keterpaparan terhadap informasi KB terdiri dari pertanyaan apakah dalam

enam bulan terakhir responden mendapatkan informasi KB dari acara di radio,

acara di televisi, membaca tentang KB di media cetak (koran, majalah, poster,

atau pamflet), dan mendapat kunjungan petugas KB.

Data mentah SDKI Modul WUS diperoleh dari kuesioner SDKI12-WUS

dengan responden wanita usia 15-49 tahun. SDKI 2012 berhasil mewawancarai

44.302 rumah tangga dari 46.024 rumah tangga yang terpilih. Dari rumah tangga

tersebut, terdapat 47.533 responden wanita yang memenuhi syarat untuk

diwawancari. Sedangkan yang berhasil diwawancarai adalah 45.607 responden

wanita usia 15-49 tahun yang tersebar di seluruh 33 provinsi di Indonesia.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari data

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012. SDKI tahun 2012

dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian

Kesehatan (Kemenkes).

SDKI 2012 adalah survei ketujuh di Indonesia di bawah bimbingan

program DHS (Demographic and Health Survey). Survei sebelumnya adalah:

Survei Prevalensi Kontrasepsi Indonesia 1987 (SPI 1987). SDKI 1991, SDKI

1994, SDKI 1997, SDKI 2002-2003, dan SDKI 2007. Pada SDKI 2012, cakupan

responden wanita adalah seluruh wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun di rumah

tangga yang terkena sampel. Berbeda dengan SDKI sebelumnya yang hanya

(49)

37 Pada penelitian ini, total sampel wanita usia subur yang memenuhi kriteria

sebagai unit analisis, yaitu WUS berstatus kawin/hidup bersama, tidak sedang

hamil, subur (fecund), dan aktif secara seksual dalam satu tahun sebelum survei

dilakukan sebanyak 12.076 WUS. WUS yang sedang hamil, tidak subur

(infecund), tidak aktif secara seksual dalam satu tahun sebelum survei dilakukan

dikeluarkan dari penelitian.

Variabel Respon dan Variabel Penjelas

Variabel respon pada penelitian ini adalah pemakaian kontrasepsi modern.

Tabel 2. Variabel respon

Nama Variabel Kategori

(1) (2)

Pemakaian Kontrasepsi Modern 0 = tidak memakai kontrasepsi

modern

1 = memakai kontrasepsi modern

Variabel penjelas yang digunakan dalam penelitian terdiri dari

variabel-variabel yang mencerminkan faktor sosial demografi dan faktor pemberdayaan

perempuan.

Tabel 3. Variabel penjelas pada faktor sosial demografi

No. Nama Variabel Kategori

(1) (2) (3)

1. Umur Wanita 0 = 15-24 *

1 = 25-34 2 = 35-49

2. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Wanita 0 = <= SMP *

1 = > SMP

3. Status Bekerja Wanita 0 = Tidak *

1 = Ya

4. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Suami/Pasangan 0 = <= SMP *

(50)

38

Tabel 3. Variabel penjelas pada faktor sosial demografi (lanjutan)

No. Nama Variabel Kategori

(1) (2) (3)

11. Membaca tentang KB di Koran, Majalah, Poster, atau

Pamflet

Tabel 4. Variabel penjelas faktor pemberdayaan perempuan

No. Nama Variabel Kategori

(1) (2) (3)

Dimensi Keputusan Ekonomi

1. Penentu penggunaan penghasilan

wanita

0=suami sendiri, orang lain*

1=responden sendiri, responden dan suami, responden dan orang lain

2. Penghasilan wanita

dibandingkan penghasilan suami/pasangan

0=lebih kecil, tidak memiliki penghasilan* 1=lebih besar, sama

3. Penentu penggunaan penghasilan

suami/pasangan

0=suami sendiri, orang lain, lainnya* 1=responden sendiri, responden dan suami, responden dan orang lain

4. Penentu pembelian kebutuhan

barang tahan lama

0=suami sendiri, orang lain, lainnya* 1=responden sendiri, responden dan suami, responden dan orang lain

5. Kepemilikan rumah 0=tidak memiliki*

1=sendiri, bersama, sendiri dan bersama

6. Kepemilikan tanah 0=tidak memiliki*

1=sendiri, bersama, sendiri dan bersama

Dimensi Keputusan Rumah Tangga

7. Penentu keputusan pemeriksaan

kesehatan responden

(51)

39

Tabel 4. Variabel penjelas faktor pemberdayaan perempuan (lanjutan)

No. Nama Variabel Kategori

(1) (2) (3)

9. Persetujuan memukul istri jika

mengabaikan anak

0=tidak* 1=ya

10. Persetujuan memukul istri jika

bertengkar dengan suami

0=tidak* 1=ya

11. Persetujuan memukul istri jika

menolak berhubungan seks

0=tidak* 1=ya

12. Persetujuan memukul istri jika

memasak makanan hangus

0=tidak* 1=ya

Dimensi Mobilitas Fisik

13. Penentu keputusan mengunjungi

famili/keluarga

0=suami sendiri, orang lain, lainnya* 1=responden sendiri, responden dan suami, responden dan orang lain

Keterangan: *kategori referensi

Definisi Operasional

Definisi operasional variabel yang dilakukan pada penelitian ini adalah:

1. Pemakaian kontrasepsi modern

Status pemakaian kontrasepsi modern (sterilisasi wanita, sterilisasi pria,

IUD/spiral, suntikan, susuk KB, pil, kondom, intravag/diafragma, MAL,

dan kontrasepsi darurat) oleh WUS (15-49 tahun) maupun

suami/pasangannya yang berstatus kawin/hidup bersama pada saat survei

dilaksanakan.

2. Umur

Umur wanita pada ulang tahun terakhir ketika survei dilaksanakan. Umur

wanita yang tercakup dalam penelitian adalah WUS (15-49 tahun).

3. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan wanita dan suami/pasangan

Jenjang pendidikan tertinggi yang telah ditamatkan oleh wanita dan

(52)

40

4. Status bekerja

Status bekerja responden adalah status responden dalam melakukan

kegiatan/ pekerjaan paling sedikit satu jam berturut-turut selama seminggu

yang lalu dengan maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh

pendapatan atau keuntungan.

5. Jumlah anak hidup

Jumlah anak yang pernah dilahirkan dan dalam keadaan hidup tanpa

menghiraukan apakah mereka hidup dengan orang tuanya atau terpisah.

6. Jumlah anak ideal

Jumlah anak keseluruhan yang diinginkan wanita ketika wanita diberi

pertanyaan untuk berandai apabila belum mempunyai anak. Wanita yang

tidak memberikan jawaban berupa angka masuk ke dalam kategori

non-numerik.

7. Daerah tempat tinggal

Wilayah administratif tempat tinggal yang dihuni wanita pada saat survei

dilakukan, terdiri dari perkotaan dan perdesaan.

8. Indeks kekayaan

Tingkatan kekayaan keluarga wanita yang telah melewati tiga tahap

penghitungan. Terdiri dari tiga kategori, bawah, menengah, dan atas.

9. Mendengar atau membaca acara KB di radio, televisi, dan media cetak

(koran, majalah, poster, dan pamflet)

Wanita mendapatkan informasi tentang KB yang didapatkan dari kegiatan

(53)

41 televisi, dan membaca tentang KB di koran, majalah, poster, dan pamflet

dalam enam bulan terakhir.

10. Kunjungan petugas KB

Kunjungan ke rumah yang dilakukan oleh petugas lapangan KB untuk

menerangkan tentang KB dalam enam bulan terakhir.

11. Penentu pembelian kebutuhan barang tahan lama

Penentu yang ikut memutuskan pembelian kebutuhan barang tahan lama.

Apakah wanita sendiri, suami/pasangan, wanita dan suami/pasangan, atau

lainnya.

12. Penentu penggunaan penghasilan wanita dan suami/pasangan

Penentu yang ikut memutuskan penggunaan penghasilan dari wanita dan

suami/pasangan yang berupa upah/gaji berupa uang. Apakah wanita

sendiri, suami/pasangan, wanita dan suami/pasangan, atau lainnya.

13. Kepemilikan rumah dan tanah

Kepemilikan rumah dan tanah yang dimiliki wanita, suami/pasangan, atau

keduanya.

14. Penghasilan wanita dibandingkan penghasilan suami/pasangan

Kisaran penghasilan wanita berupa uang apakah lebih besar, lebih kecil,

atau sama dengan penghasilan suami/pasangannya.

15. Penentu pemeriksaan kesehatan wanita

Penentu yang ikut memutuskan pemeriksaan kesehatan wanita. Apakah

(54)

42

16. Persetujuan memukul istri

Pendapat wanita apabila suami/pasangan memukul istri dengan alasan

tertentu, yaitu jika istri pergi tanpa memberi tahu suami/pasangan, jika istri

mengabaikan anak, jika istri bertengkar dengan suami/pasangan, jika istri

menolak untuk berhubungan seksual dengan suami/pasangan, dan jika istri

memasak hingga hangus.

17. Penentu keputusan mengunjungi famili/keluarga

Penentu yang ikut memutuskan untuk mengunjungi famili/keluarga.

Apakah wanita sendiri, suami/pasangan, wanita dan suami/pasangan, atau

lainnya.

3.3 Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensia

dengan regresi logistik biner.

Analisis Deskriptif

Analisis dekriptif merupakan metode yang digunakan untuk

menggambarkan atau menyajikan data yang telah dikumpulkan sehingga dapat

mempermudah dalam penafsiran data tersebut. Dalam data analisis ini disajikan

dalam bentuk tabel dan diagram untuk mengetahui presentase. Analisis deskriptif

dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan gambaran umum karakteristik

Gambar

Gambar 1. Kerangka pikir
Tabel 2. Variabel respon
Tabel 3. Variabel penjelas pada faktor sosial demografi (lanjutan)
Tabel 4.  Variabel penjelas faktor pemberdayaan perempuan (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Contoh di atas menunjukkan bahwa suatu proses pembelajaran akan lebih mudah dipelajari dan dipahami siswa jika para guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya

Kompetisi Caleg yang berdomisili di luar Dapil adalah kompetisi yang terjadi antar Caleg yang berdomisili di luar daerah pemilihan dalam memperebutkan

Orang yang rendah hati tidak hanya menerima pengampunan atas dosa-dosanya (Luk 18:14), tetapi juga memperoleh anugerah kebijaksanaan (1Kor 1:25.28-29: “Sebab yang bodoh dari

Multimedia interaktif pada topik interaksi antar molekul mengandung lima keterampilan generik sains yaitu : membangun konsep, pemodelan, logical frame , pengamatan

Karenanya, negara harus berperan aktif secara bersama-sama dengan segenap masyarakat untuk mewujudkan dan memberikam perlindungan yang memadai kepada anak- anak dari berbagai

Työssä oppimisen tulee olla nousu johteista, oppi- laitoksen ja työpaikan yhteistyö on merkittävässä roolissa, jotta koulutus saadaan etenemään halutulla tavalla..

Methods for the analysis of cereals and cereal produets, Lancaster 1928 (American Association of cereal chemists) siv. Kirkastaminen sekä maito osin lopullinen määrääminen

Dengan pada dasarnya orang tua kandung merelakan penyerahan anaknya kepada pasangan yang belum mempunyai keturunan untuk dijadikan anak angkat mereka dari orang yang