Sel pada umumnya dikelilingi oleh membran semipermeabel yang mengendalikan transportasi molekul menuju dan keluar dari dalam sel. Sejumlah mekanisme transport telah diketahui melalui berbagai penelitian. (Cirillo, 1961; Cohen and Monod, 1957; Heinz and Walsh, 1958; Kepes, 1960). Pengetahuan mengenai kondisi-kondisi yang mempengaruhi transportasi vitamin kedalam sel hidup sampai saat ini masi sangat terbatas. Beberapa laporan mengenai sistem transport vitamin ditulis oleh Fink dan Just pada tahun 1941, yang mempelajari mengenai akumulasi vitamin B1 dalam sel ragi dan Lichstein dan Waller (1961) mengenai akumulasi biotin pada sel L. plantarum. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC315747/pdf/jbacter00427-0043.pdf)
Biotin yang juga dikenal sebagai vitamin H atau koenzim R merupakan senyawa kimia yang mengandung cincin ureido yang terikat pada cincin tetrahydrothiophene.(Lichstein and
ferguson,1958). Senyawa yang memiliki titik leleh 233’C ini pada sel L.plantarum berfungsi dalam reaksi karboksilasi seperti gluconeogenesis, metabolisme asam amino, biosintesis asam lemak,dan metabolisme energi. (Wu,2005)< http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1287709/>. Senyawa ini terkandung dalam jumlah cukup tinggi pada makanan seperti susu kambing, kuning telur ayam, dan kacan almond. (Troyer,2012). http://www.fitday.com/fitness-articles/nutrition/vitamins-minerals/8-foods-rich-in-biotin.html#b
Asam lemak, terutama asam oleic, telah lama diketahui dapat memengaruhi analisis untuk berbagai jenis vitamin (1). Pada kasus asam pantothenic, yang mirip dengan asam oleic atau turunan dari senyawa polyoxyethylne sorbitan seperti tween 80 pada konsentrasi cukup dapat mengatasi hampir seluruh pengaruh stimulasi pertumbuhan karena kekurangan vitamin. Biotin adalah salah satu vitamin yang dalam analisisnya memerlukan penghilangan asam lemak untuk mencegah stimulasi pertumbuhan non spesifik.
L.plantarum adalah salah satu bakteri Gram positif yang dapat mengabaikan stimulasi dari asam lemak karena memiliki kebutuhan absolut terhadap biotin. Hasil penelitian Waller pada tahun 1970 menunjukkan hal tersebut ketika melakukan pengujian terhadap pertumbuhan L. plantarum pada medium tanpa biotin tetapi dengan tween 80 dan asam aspartic pada konsentrasi tinggi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak ada pertumbuhan signifikan dari bakteri, sedangkan pada medium dengan konsentrasi tween 80 dan asam aspartic yang sama tetapi ditambahkan biotin terjadi peningkatan pertumbuhan. Penelitian oleh Elkin Sucu dan Ismail Filya pada tahun 2005 menunjukkan bahwa L.plantarum merupakan bakteri heterofermentatif fakultatif. Artinya bakteri microaerofilik ini memiliki beberapa jalur respirasi, akan tetapi teramati pula pada fermentasinya pada umumnya dihasilkan asam butirat dan asam laktat. Sifat L.plantarum yang memiliki kebutuhan absolut terhadap biotin menyebabkan pengujian pengaruh biotin menjadi lebih mudah karena tidak perlu memberi perlakuan pada asam lemak, sifat lainya yaitu menghasilkan asam memungkinkan bakteri ini dapa diuji kepadatanya dengan metode titrasi selain spektrometri , inilah yang mebuat bakteri ini dipilih dalam praktikum ini.
Berdasarkan hasil penelitian Elkin Sucu dan Ismail Filya pada tahun 2005 didapatkan kadar biotin yang optimum mendukung pertumbuhan L.plantarum adalah 5x10 pangkat minus 3. Sehingga dapat diturunkan hipotesis , pada tabung
The microbiological assay procedures for
biotin require that stimulatory fatty acids be
removed before assay to avoid nonspecific stimulation. If biotin is present in the assay medium or
unknown sample, even in quantities too low to detect under normal conditions, the presence of certain fatty acids, especially oleic acid, induces considerable growth response of the assay organism
into the assay medium (Table 5). Also, the data
in this report show that L. plantarum has an