• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERAPI PUISI SEBAGAI REDUKSI DEPRESI Stu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TERAPI PUISI SEBAGAI REDUKSI DEPRESI Stu"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Depresi disebut juga unipolar disorder dengan ciri low mood, yaitu perasaan murung dan kehilangan gairah untuk melakukan hal-hal yang biasa dilakukannya.1 Menurut Atkinson, depresi merupakan respon normal terhadap berbagai stress kehidupan.2 Gangguan afeksi lainnya yaitu manik atau lawan dari depresi, yang keduanya bisa menjadi suatu kontinum.

Pada mahasiswa, tahap perkembangannya telah mencapai masa pemuda-pemudi. Geldard3 menjelaskan, pemuda-pemudi yang memilih melanjutkan studi sering mempunyai harapan yang lebih besar, meskipun tetap merasa khawatir untuk menentukan jenis pekerjaan yang sesuai. Penyebab masalah lainnya, yaitu gagal berpacaran, dan merasa diri mereka tidak berharga lagi.

Meskipun belum ada penelitian epidemiologis berskala nasional yang telah dilakukan mengenai depresi pada remaja, terdapat peningkatan jumlah penelitian yang berfokus pada depresi pada remaja dan memungkinkan membuat perkiraan. John W. Santrock mengutip penelitian Achenbach dan Petersen, menghitung jumlah remaja berdasarkan berbagai penelitian, dia menulis:

Mengenai suasana hati yang tertekan, sekitar 25 sampai 40 persen remaja perempuan mengaku telah mengalami suasana hati yang

1 Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 249.

2 Rita L. Atkinson, Atkinson, Hilgard, Pengantar Psikologi Edisi Kedelapan Jilid 2, Terj. Nurdjannah Tufiq, (Jakarta: Erlangga, 1999), hlm. 258-268.

(2)

tertekan selama 6 bulan terakhir, dan 15 sampai 20 persen remaja laki-laki mengalaminya. Diperkiraakan ada 5 persen yang mempunyai sindrom depresif. Gambaran remaja yang mengalami depresi klinis memiliki rentang yang jauh lebih luas, namun dari penelitian yang mengambil sampel nonklinis, ditemukan sekitar 7 persen remaja yang mengalami depresi klinis; sementara dari penelitian yang mengambil sampel klinis tentu saja angka ini jauh lebih tinggi, sekitar 42 persen remaja yang mengalaminya.4

Tingkat depresi yang tinggi menjadi penyebab bunuh diri. Seorang mahasiswa Institut Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta bunuh diri diduga karena depresi dilarang pulang oleh orang tuanya.5 Hal yang sama, mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) nekat bunuh diri dengan loncat dari lantai tiga. Menurut keterangan saksi diduga karena depresi dengan kuliahnya.6 Kepolisian Jawa Tengah mencatat 301 kasus bunuh diri terjadi di berbagai wilayah di Jawa Tengah sepanjang tahun 2014, dan 340 kasus pada tahun 2013. Hal ini dikarenakan depresi dari berbagai permasalahan hidup.7

Gejala gangguan depresi yang muncul harus diatasi agar tidak berlarut-larut dan semakin tinggi tingkat depresinya. Terapi puisi adalah salah satu bentuk terapi dengan menggunakan sebuah puisi dalam pengobatan. Tujuannya yaitu sebagai katalisator dari rasa cemas dan frustasi; tempat mengekspresikan perasaan secara bebas yang terlampau menekan psikologis, seperti perasaan terlampau senang atau terlampau sedih; dan tempat berimaginasi yang berdampak positif dalam menghadapi kehidupan dan cita-4 John W. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja, terj. Shinto B. Adelar, Sherty Saragih, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), hlm. 529.

5Metrotvnews.com, “Depresi Dilarang Pulang, Mahasiswa Yogyakarta Tewas Gantung Diri”, jateng.metrotvnews.com, dimuat pada 02 September 2015.

6Liputan 6, “Diduga Depresi, Mahasiswa Unpar Tewas Loncat dari Lantai 3”, dimuat di news.liputan6.com pada 01 Desember 2014.

(3)

cita di masa depan.8 Ben Wilson9 dan Ben Johnson10 mengungkapkan bahwa dengan puisi, penyair bisa menanamkan nilai-nilai moral, keberanian, kesopanan, kemuliaan, hiburan, motivasi, dan perilaku baik lainnya.

Berdasarkan penerapannya, Nicholas Mazza11 memberikan tiga model terapi puisi dalam tiga komponen; yaitu komponen reseptif/perspektif, komponen ekspresif/kreatif, dan komponen simbolik/seremonial.

Terapi puisi tidak hanya menulis sebagai media katarsis, tetapi juga membacanya dengan lantang. Eti Nurhayati12 menyatakan bahwa ungkapan perasaan melalui puisi tampaknya sangat efektif sebagai katalisator dari perasaan tertekan, stress, baik yang terucapkan secara verbal maupun nonverbal.

Pada tahun 2013, secara khusus, mahasiswa Bimbingan Konseling Islam menerbitkan buku kumpulan puisi berjudul Di Bawah Sadar Di Atas Sadar atas perwujudan mata kuliah Bahasa Indonesia dengan dosen Abdul Wachid B.S. Di dalam catatan penutupnya, Dimas Indianto S.13 mengatakan bahwa dalam buku tersebut mempunyai benang merah, yaitu kegelisahan yang berasal dari luar kesadaran pengarangnya. Adapun kegelisahan itu dapat digeneralisasikan menjadi kegelisahan personal, kegelisahan seputar masalah cinta, dan kegelisahan sebagai ekspresi penolakan.

8 Eti Nurhayati, Bimbingan, Konseling & Psikoterapi Inovatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 359-363.

9Ben Wilson, “Using Poetry in Psychotherapy”, International Journal of Scholarly Academic Intellectual Diversity, Vol. 12 Nomor 1, 2010, hlm. 2.

10 Albertine Minderop, Psikologi Sastra: Karya Sastra Metode, Teori, dan Contoh Kasus, (Jakarta: Pustaka Obor, 2013), hlm. 63.

11Kathleen Connolly Baker dan Nicholas Mazza, “The Healing Power of Writing: Applying the Expressive/Creative Component of Poetry Therapy”, Journal of Poetry Therapy, Vol. 17, Nomor 3, 2004, hlm. 144.

12 Eti Nurhayati, Bimbingan, Konseling & Psikoterapi Inovatif, ……, hlm. 365.

(4)

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengintervensi mahasiswa Bimbingan Konseling Islam angkatan tahun 2013 dengan beberapa pertimbangan. Pertama, puisi bagi mereka bukanlah hal yang asing. Akan tetapi, tidak banyak mahasiswa yang meneruskan dalam menuliskan kegelisahannya. Asumsi kedua, mahasiswa yang menjadi subjek penelitian sedang dalam tahap peralihan antara remaja menuju dewasa. Sebagaimana dijelaskan oleh Geldard di atas, pada tahapan pemuda, ada berbagai permasalahan hidup, yaitu kekhawatiran terhadap pasangan dan pekerjaan di masa depan. Ketiga, sebagai mahasiswa Bimbingan Konseling Islam yang nantinya menjadi konselor, diharapkan subjek bisa menerapkan terapi puisi dalam sebuah konseling atau psikoterapi terhadap kliennya.

Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk membuktikan bahwa terapi puisi bisa meringankan gejala depresi yang disebabkan pengaruh stres berkepanjangan pada mahasiswa, sehingga dalam penelitian ini berjudul “Terapi Puisi sebagai Reduksi Depresi (Studi Eksperimen tentang Terapi Puisi sebagai Intervensi Mengatasi Depresi pada Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam 2013 IAIN Purwokerto)”.

B. Pokok Masalah

Fokus penelitian ini adalah memperkenalkan puisi sebagai media terapi dalam mengatasi gejala depresi. Puisi bukan hanya ditulis, melainkan juga dibaca. Pada penelitian ini, secara khusus akan menjawab pertanyaan “Apakah terapi puisi bisa mengatasi gejala depresi?”

C. Tujuan dan Manfaat

(5)

pengembangan keilmuan konseling dan psikoterapi sehingga ada khasanah baru tentang terapi dalam mengatasi gejala depresi, yaitu terapi puisi.

D. Telaah Pustaka

Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan melalui berbagai sumber, peneliti menemukan beberapa penelitian sebelumnya yang hampir sama.

Terapi Puisi dan Menulis Pengalaman Emosional 1. Nugraha Arif

(6)
(7)

Nida Ul Pengalaman Emosional terhadap Penurunan Depresi pada Mahasiswa Tahun Pertama”, dimuat di Jurnal Psikologi, Vol. 38 No. 1, 2011.

(8)

pada remaja

(9)
(10)
(11)

tingkat kecemasan

(12)

satu kelompok pra

Berdasarkan penelitian sebelumnya, belum ada hal yang sama dengan apa yang akan dilakukan, sehingga peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian ini.

E. Hipotesis

(13)

Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, dan kajian teori yang digunakan, maka peneliti memberikan hipotesis bahwa terapi puisi bisa mengatasi gejala depresi.

F. Sistematika Laporan

(14)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Depresi

Depresi termasuk gangguan mental pada Poros I dalam DSM IV (Diagnostic and Stastistical Manual Disorder)22. Depresi disebut juga dengan

unipolar disorder, untuk membedakannya dengan bipolar disorder. Depresi merupakan sebuah kontinum dari gengguan afektif, yaitu suasana hati yang dapat berganti-ganti antara saat depresi dan saat manik23. Kebanyakan orang mengalami saat-saat merasa sedih, lesu, dan tidak tertarik pada satu kegiatanpun—sekalipun kegiatan itu menyenangkan. Depresi merupakan respon normal dari berbagai stres kehidupan. Depresi dianggap abnormal apabila depresi itu di luar kewajaran dan berlanjut sampai saat-saat dimana kebanyakan orang sudah dapat pulih kembali.24 Ciri depresi adalah low mood (pada bipolar disorder bergantian antara low dan high mood), yaitu perasaan murung, kehilangan gairah untuk melakukan hal-hal yang biasa dilakukannya dan tidak bisa mengekspresikan kegembiraan.25 Kadang-kadang depresi disertai kecemasan—semacam “depresi yang tidak tenang”. Orang tersebut

22 DSM IV versi 1994 terdiri dari 297 jenis gangguan dalam 886 halaman. Versi pertama dipublikasikan tahun 1974, dan edisi terakhir dipublikasikan pada 1994, direvisi ulang pada 2002.

23 Perilaku orang yang mengalami manik berlawanan dengan depresi. Inilah yang membedakan antara unipolar disorrder dengan bipolar disorder. Bipolar merupakan episode depresi-manik yang berkelanjutan.

24 Rita L. Atkinson, Richar C. Atkinson, dan Ernest R. Hilgard, Pengantar Psikologi Edisi Kedelapan Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 1999), hlm. 258.

(15)

merasa jenuh dan tidak mempunyai semangat hidup tetapi pada saat yang sama dia pun selalu tegang, resah, dan tidak santai.26

World Health Organization membagi depresi menjadi tiga tingkatan, yaitu bersifat ringan, sedang, atau berat. Depresi ringan, dibutuhkan usaha untuk mengerjakan tugas-tugas biasa sehari-hari. Depresi menengah, melibatkan melemahnya kemampuan bekerja dan bersosial. Depresi menghalangi individu untuk mengerjakan hal-hal yang perlu diselesaikan. Depresi berat, melemahnya kemampuan bekerja dan bersosial secara sangat mencolok dan bisa mencakup gejala-gejala psikosis, seperti halusinasi dan delusi.27

Sindroma depresif mengacu pada suatu kelompok tingkah laku dan emosi, yang meliputi kecemasan dan depresi gejalanya antara lain meliputi perasaan kesepian, menangis, takut melakukan hal-hal yang buruk, perasaan ingin menjadi sempurna, perasaan tidak dicintai, perasaan tidak berharga, gugup, perasaan bersalah, atau sedih, dan rasa cemas. Depresi klinis adalah bila individu didiagnosa mengalami gangguan depresif mayor atau gangguan dysthymic.

Gangguan depresif mayor terjadi ketika remaja telah mengalami lima atau lebih gejala berikut ini selama paling tidak dua minggu, pada taraf yang membedakan dirinya dengan fungsi sebelumnya;

1. Suasana hati yang tertekan atau mudah marah sepanjang hari 2. Minat yang menurun terhadap aktivitas yang menyenangkan

3. Perubahan berat badan atau kegagalan meningkatkan berat badan yang diperlukan pada masa remaja

4. Masalah tidur

26 Rita L. Atkinson, Richar C. Atkinson, dan Ernest R. Hilgard, Pengantar Psikologi, ……, hlm. 259.

(16)

5. Gangguan atau kemunduran psikomotor 6. Rasa lelah atau hilangnya energi

7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang sangat berlebihan 8. Konsentrasi dan kemampuan pengambilan keputusan menurun

9. Munculnya gagasan-gagasan yang berkaitan dengan bunuh diri, percobaan bunuh diri, atau rencana untuk melakukan bunuh diri.

Gangguan dysthymic terjadi bila remaja mengalami masa, paling tidak satu tahun, dimana ia menunjukkan suasana hati hati yang tertekan atau mudah marah setiap harinya tanpa adanya masa bebas dari gejala ini selama dua bulan atau lebih. Lebih jauh lagi, seseorang yang mengalami gangguan dysthymic harus menampilkan sedikitnya dua dari gejala masalah makan, masalah tidur, hilangnya energi, harga diri yang rendah, kemampuan konsentrasi dan pengambilan keputusan menurun, dan perasaan putus asa.28

Blackburn dan Davidson mengemukakan gejala penderita depresi berdasarkan simtoma psikologis dan biologis. Simtoma psikologis meliputi: (1) suasana hati, seperti kesedihan, kecemasan, dan mudah marah; (2) berpikir, seperti kehilangan konsentrasi, lambat dan kacau dalam berpikir, menyalahkan diri sendiri, ragu-ragu, dan merasa harga dirinya rendah; (3) motivasi, seperti kurang minat bekerja, menghindar dari pekerjaan dan sosial, ingin melarikan diri, dan ketergantungan tinggi; dan (4) perilaku, seperti amban, mondar-mandir, menangis, dan mengeluh. Simtoma biologis mencakup: (1) hilangnya nafsu makan; (2) hilangnya nafsu berahi; (3) tidur terganggu; dan (4) lambat beraktivitas.29

28 John W. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja, terj. Shinto B. Adelar, Sherty Saragih, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), hlm. 528.

(17)

Frank J. Burno mengemukakan bahwa ada beberapa tanda dan gejala depresi30, yakni:

1. Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hoi, atau rekreasi tidak memberikan kesenangan.

2. Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan.

3. Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi di lain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur.

4. Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya.

5. Kurang energi. Orang yang mengakami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa, saya selalu merasa lelah dan capai. Ada anggapan bahwa gejala itu disebabkan oleh faktor-faktor emosional, bukan faktor biologis.

6. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. Orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, saya menyia-nyiakan hidup saya, atau saya tidak bisa mencapai banyak kemajuan, seringkali terjadi.

7. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir jernih dan untuk memecahkan masalah secara efektif. Keluhan unum yang sering terjadi adalah, saya tidak bisa berkonsentrasi.

(18)

8. Perilaku merusak diri tidak langsung. Contohnya adalah penyalahgunaan alkohol atau narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya. Makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung, dan 9. Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri. Tentu saja bunuh diri yang

sebenarnya, merupakan perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung.

Depresi bisa berasal dari pikiran negatif. Pikiran seperti ini barangkali mencakup pandangan negatif terhadap diri, interpretasi negatif terhadap pengalaman seseorang, dan pandangan negatif terhadap masa depan.31

Menurut Atkinson32, depresi sebagai gangguan afektif dapat dilihat dari empat pendekatan, yaitu dengan teori psikoanalisis, teori belajar, teori biologis, dan pengaruh dari stres kehidupan. Teori psikoanalisis menafsirkan depresi sebagai suatu reaksi terhadap kehilangan. Adapun sifat kehilangan tesebut (hilangnya seorang yang dicintai, kehilangan kedudukan, kehilangan dukungan moral yang diberikan oleh sekelompok teman), orang yang mengalami depresi bereaksi pada kehilangan itu dengan intens karena situasi baru itu membawanya kembali pada semua bentuk ketakutan dan perasaan kehilangan masa lalunya yang terjadi pada masa kanak-kanaknya—hilangnya kasih sayang orang tuanya. Teori psikoanalisis berpendapat bahwa orang-orang yang mengalami depresi mempunyai harga diri yang rendah dan perasaan tidak berguna yang bersumber dari kebutuhan kanak-kanak akan

31 Kathryn Geldard, David Geldard, Konseling Remaja,……, hlm. 96.

(19)

persetujuan orang tuanya. Tetapi sebagai seorang dewasa, perasaan berharga juga seharusnya didapat dari perasaan individu tersebut akan keberhasilan dan keefektifannya. Harga diri seseorang yang mudah kena depresi terutama tergantung pada sumber eksternal persetujuan atau dukungan orang lain. Bila dukungan ini tidak diberikan, individu tersebut mungkin jatuh dalam keadaan depresi.

Kedua, teori belajar. Berbeda dengan teori psikoanalisis, teori belajar memusatkan perhatian pada apa yang sedang terjadi sekarang pada hidup seseorang ketimbang pengalaman masa lalunya. Di dalam teori belajar, terdapat dua pendekatan utama yang merupakan sebab depresi, yaitu pendekatan penguatan dan dan faktor kognitif. Pendekatan penguatan (reinforcement approach) didasarkan pada asumsi bahwa orang akan mengalami depresi bila lingkungan sosialnya sedikit sekali memberi penguatan positif. Pendekatan kognitif memusatkan perhatian tidak pada apa yang dikerjakan seseorang tetapi bagaimana orang memandang dirinya dan dunia sekitarnya. Salah satu teori kognitif berpendapat bahwa individu yang mudah terkena depresi telah mengembangkan sikap umum untuk menilai peristiwa dari segi negatif dan kritik diri. Pendekatan kognitif lain terhadap depresi pada konsep ketidaakberdayaan, orang mulai mengalami depresi bila mereka yakin bahwa tindakan mereka percuma saja, tidak akan menyebabkan rasa senang atau rasa sakit. Depresi adalah keyakinan individu akan ketidakberdayaannya33.

(20)

Ketiga, teori biologis. Teori teori biologi ini mempunyai asumsi bahwa penyebab depresi terletak pada gen atau multifungsi beberapa faktor fisiologik yang memungkinkan faktor tersebut34. Bukti-bukti yang cukup menunjukkan bahwa perasaan kita diatur oleh sekelompok zat kimia yang disebut

neurotransmitter yang mempengaruhi penghantaran impuls-impuls saraf pada sinapsis dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya. Sejumlah senyawa berfungsi sebagai neurotransmitter pada berbagai bagian sistem saraf, dan perilaku normal membutuhkan keseimbangan di antara senyawa-senyawa tersebut. Dua macam neurotransmitter yang dianggap sangat berperan penting dalam gangguan-gangguan afektif adalah norepinefrin dan serotonin. Kedua neurotransmitter ini terletak dalam kawasan otak yang mengatur perilaku emosional—sistem limbik dan hipotalamus. Hipotesis yang telah diterima secara luas menyatakan bahwa depresi diasosiasikan dengan kelebihan salah satu kekurangan dan bahwa mania diasosiasikan dengan kelebihan salah satu dari dua neurotransmitter tersebut35.

Keempat, kerapuhan dan stres. Jenis-jenis peristiwa penuh stres yang dilaporkan pasien depresi mempercepat terjadinya gangguan diri mereka biasanya berada dalam batas-batas pengalaman kehidupan normal; mereka mengalami hal-ha yang biasanya dapat diatasi orang lain tanpa depresi yang abnormal.36

Sebagian remaja mengalami kesulitan dalam menghadapi masalah yang bagi sebagian anak muda lain merupakan masalah kecil. Oleh karena itu

34 Kholil Lur Rochman, Kesehatan Mental,……, 139.

35 Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson, dan Ernest R. Hilgard, Pengantar Psikologi, ……, hlm. 266.

(21)

mereka tidak mampu mengatasi stres secara adaptif, mereka bisa menumbuhkan perilaku bermasalah dan berisiko mengembangkan masalah kesehatan mental. Sebagian lain yang memiliki masalah besar tampak mampu bertahan dari pengalaman yang membuat mereka stres tidak hanya secara sukses, tetapi juga mampu meningkatkan kemampuan sumber daya.37

Pada remaja perempuan secara konsisten memperlihatkan tingkat gangguan depresif dan masalah suasana hati yang lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki. Beberapa di antara alasan yang dikemukakan untuk menjelaskan perbedaan antara kedua jenis kelamin antara lain: perempuan cenderung merenung dalam suasana hati mereka yang tertekan dan semakin menguatkan suasana hati tersebut, sementara laki-laki cenderung mengalihkan perhatian mereka dari suasana hati mereka; gambaran diri laki-laki di masa remaja; dan masyarakat sering bersikap berat sebelah dan tidak meihak pada perempuan.38 Orang yang depresi merasa tertekan karena berbagai kewajiban dalam hidup. Dalam situasi ini, mereka berpikir apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Hasilnya, mereka terbebani oleh sebuah komitmen.39

Anak-anak memperlihatkan tingkat depresi yang relatif lebih rendah. Namun, selama tahap remaja kebanyakan anak muda mengalami depresi berulang kali sebagai bagian dari kehidupan normal mereka. Sebagai akibatnya, mereka berisiko mengalami perkembangan depresi pada tingkat

37 Kathryn Geldard, David Geldard, Konseling Remaja,……, hlm. 88.

38 John W. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja, ……, hlm. 529.

(22)

yang menyulitkan. Kesepian dan penarikan diri dari masyarakat seringkali merupakan hal yang mendahului gangguan depresi pada anak muda.40

Depresi pada tahap remaja bisa mengakibatkan beragam situasi atau stimuli41, yaitu:

1. Berulangnya pengalaman kehilangan

2. Sejarah perpisahan dan atau perceraian orang tua

3. Serangkaian perpindahan, barangkali termasuk menjauh dari teman-teman terpercaya

4. Kematian seseorang yang dicintai, teman atau binatang peliharaan 5. Menerima dorongan positif yang sangat sedikit

6. Tidak mampu melarikan diri dari hukuman.

Remaja merespon depresi dengan berbagai cara. Sebagian remaja lari dari rumah. Sebagian, terutama remaja laki-laki, mengungkapkan perasaan mereka melalui eksternalisasi perilaku dan berpolah agresif. Remaja perempuan lebih mengekspresikan depresi dengan menginternalisasikannya, merasa gelisah dan khawatir.42

B. Terapi Puisi

1. Puisi Bagian dari Psikologi dan Sastra

Puisi adalah bagian dari karya sastra. Adapun untuk memahami psikologi sastra, ada empat pandangan pengertian. Pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Kedua adalah studi proses kreatif. Ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Keempat, mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).43 Penyair adalah orang yang “kesurupan” (possessed). Ia berbeda dengan orang lain, dan dunia bawah sadar yang

40 Kathryn Geldard, David Geldard, Konseling Remaja, ……, hlm. 95.

41 Kathryn Geldard, David Geldard, Konseling Remaja,……, hlm. 96.

42 Kathryn Geldard, David Geldard, Konseling Remaja,……, hlm. 96.

(23)

disampaikan melalui karyanya dianggap berada di bawah tingkat rasional atau justru suprarasional.44 Karya sastra menjadi sebuah gambaran kepribadian bagi pengarangnya. Endraswara menyatakan;

Kepribadian merupakan persoalan jiwa pengarang yang asasi. Pribadi pengarang akan mempengaruhi ruh karyanya. Kepribadian seseorang ada yang normal dan yang abnormal. Pribadi normal biasanya mengikuti irama yang lazim dalam kehidupannya. Adapun pribadi yang abnormal, disebut demikian bila terjadi deviasi kepribadian.45

Kepribadian pengarang menjadi penting dikaji, karena penyebab utama lahirnya sebuah karya sastra adalah penciptanya sendiri: Sang Pengarang.46 Sejak dulu kala telah dikenal bahwa karya-karya sastra banyak terkait masalah biografi pengarang; belakangan ternyata karya sastra merupakan cerminan perasaan, pikiran dan lebih ekstrem lagi sastra merupakan ekspresi impuls seksual yang terpendam dari si pencipta.47

Sebelum dilakukan telaah bagaimana hubungan antara kepribadian dan karya sastra, terdapat beberapa unsur yang perlu diketahui. Pertama, mengamati pengarang untuk menjelaskan karyanya. Telaah dilakukan terhadap eksponen yang memisahkan dan menjelaskan kualitas khusus

44 Rene Wallek, Austin Warren, Teori Kesusastraan, ……, hlm. 81.

45 Albertine Minderop, Psikologi Sastra, ……, hlm. 9.

46 Rene Wallek, Austin Warren, Teori Kesusastraan, ……, hlm. 74.

(24)

suatu karya sastra melalui referensi kualitas nalar, kehidupan, dan lingkungan si pengarang. Kedua, memahami pengarang terlepas dari karyanya; caranya dengan mengamati biografi pengarang untuk merekonstruksi si pengarang dari sisi kehidupannya dan menggunakan karyanya sebagai kehidupan dan perwatakan. Ketiga, membaca suatu karya sastra karya sastra untuk menemukan cerminan kepribadian si pengarang di daam karya tersebut.48 Pengamatan tersebut juga dilihat dari segi estetika dan kualitas karya pengarangnya.

Kajian psikologi sastra didasari teori psikoanalisis Sigmund Freud. Diantara sumbangan dari Freud adalah konsep sadar dan ketidaksadaran yang menjadi kunci-kunci untuk memahami tingkah laku dan masalah-masalah kepribadian. Kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Ketidaksadaran itu menyimpan pengalaman-pengalaman, ingatan-ingatan, dan bahan-bahan yang direpresi.49

Struktur kepribadian dalam pandangan Freud terdiri dari tiga sistem, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis, dan superego merupakan komponen sosial.50 Dalam konsep Freud, naluri atau instink merupakan representasi psikologis bawaan dari eksitasi (keadaan tegang dan terangsang) akibat muncul suatu kebutuhan tubuh. Naluri yang terdapat dalam diri manusia terdiri dari eros dan tanatos. Eros yaitu naluri kehidupan (life insticts – 48 Albertine Minderop, Psikologi Sastra, ……, hlm. 61.

49 Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, terj. E. Koeswara, (Bandung: REFIKA, 1997), hlm. 16.

(25)

Eros) yang dimanifestasikan dalam perilaku seksual, menunjang kehidupan serta pertumbuhan. Thanatos yaitu naluri kematian (death insticts-Thanatos) yang mendasari tindakan agresif dan destruktif. Naluri kematian dapat menjurus pada tindakan bunuh diri atau perusakan diri (self-destructive behavior) atau bersikap agresif terhadap orang lain.51

2. Pengertian Terapi Puisi

Terapi puisi adalah salah satu bentuk terapi dengan menggunakan sebuah puisi dalam pengobatan. Proses pengobatan ini dapat digunakan secara individual maupun kelompok. Puisi berdasarkan pada pengalaman pengobatan adalah sebuah fenomena yang bersifat tidak tetap dan metode tambahan yang dapat digunakan sebagai pelengkap pada psikoterapi pada umumnya.52

Terapi puisi menggunakan puisi dan media yang sejenis untuk memfasilitasi diskusi mengenai isu-isu personal. Istilah terapi puisi seringkali digantikan dengan biblioterapi untuk mewadahi genre yang lebih luas dari media yang digunakan dalam lapangan.53 Sebuah pencarian sastra ilmiah lebih banyak mengungkapkan dengan istilah “biblioterapi” daripada istilah “terapi puisi”. Biblioterapi secara harfiah berarti buku atau 51 Albertine Minderop, Psikologi Sastra, ……, hlm. 104-106

52 Eti Nurhayati, Bimbingan, Konseling & Psikoterapi Inovatif, ……, hlm. 363.

(26)

literatur, untuk melayani atau membantu medis. Terapi puisi adalah bentuk spesifik dan kuat dari biblioterapi, unik dalam penggunaan metafora, citra, ritme, dan perangkat puistis lainnya.54 Lerner mengungkapkan bahwa terapi puisi merupakan bagian dari biblioterapi, yaitu aplikasi dari semua genre sastra dalam situasi terapeutik. Terapi puisi dan biblioterapi interaktif secara mendasar merupakan sinonim. Keduanya menekankan pentingnya interaksi antara segitiha peserta-karya sastra-fasilitator sebagaimana halnya dengan penggunaan karya menulis kreatif sebagai bahan.55 Senada dengan biblioterapi, sebuah terapi menulis juga digunakan untuk menurunkan depresi. Expressive writing, yaitu membicarakan pengalaman yang menggusarkan atau kejadian traumatis mengenai emosi yang tersembunyi untuk mendapatkan wawasan dan cara penyelesaian dari trauma. Karakteristik expressive writing yaitu menulis pengalaman traumatis dalam hidupnya. Seseorang yang melakukan expressive writing akan belajar menyatukan isi pikirannya, mengingat peristiwa traumatis yang pernah dialami untuk dihadirkan kembali ke dalam pikiran, memilih hal-hal yang ingin disampaikan melalui tulisan, dan melatih emosi agar terbiasa menghadapi kembali peristiwa yang awalnya dianggap traumatis.56

Bolton menawarkan beberapa asumsi mengenai menulis sebagai sarana proses terapi, yaitu:

54 http://www.poetrytherapy.org/history.html

55 Nugraha Arif Karyanta, “Terapi Puisi: Dasar-dasar Penggunaan Puisi sebagai Modalitas dalam Psikoterapi”, ……, [PDF]

(27)

a. Menulis menciptakan jalur atas ingatan, perasaan dan pikiran yang tidak tahu sedang dimiliki. Menulis merupakan sarana untuk mendapatkan kembali pengalaman yang tersembunyi jauh di kedalaman pikiran.

b. Isu, ide, inspirasi yang disadari namun hampir mustahil untuk mengatakannya, seringkali dapat diekspresikan dengan menulis. c. Menulis membantu bekerja dengan berbagai hal. Tuisan akan tetap

ada di tempat yang sama. Pikiran, ide, inspirasi dapat diorganisasikan dan dijernihkan kemudian.

d. Menulis adalah hal yang bersifat pribadi, sebuah komunikasi dengan diri, hingga akhirnya bisa memutuskan berbagi—biasanya setelah membaca ulang reflektif; atau tidak berbagi sama sekali. Beberapa hal yang sulit untuk dibagi dengan orang lain seringkali relatif aman diekspresikan dengan menulis.

e. Menulis menawarkan rekaman yang dapat bertahan lama untuk diri, keluarga, atau teman.

f. Proses kreatif menulis memberikan keuntungan, meningkatkan kepercayaan diri dan harga diri.

g. Diskusi atas hasil tulisan cenderung memiliki kedalaman dan signifikansi tertentu. Diskusi dengan orang lain atas hasil tulisan dapat memberikan efek iluminasi.57

Tujuan terapi puisi baik individu maupun kelompok58 adalah untuk: h. Katalisator (media pengaman) dari rasa cemas dan frustasi

i. Tempat mengekspresikan perasaan secara bebas yang terlampau menekan psikologis, seperti perasaan terlampau senang atau terampau sakit.

57 Nugraha Arif Karyanta, “Komponen Praktek dalam Terapi Puisi”, ……, hlm. 213. [PDF]

(28)

j. Tempat berimigrasi yang berdampak positif dalam menghadapi kehidupan dan cita-cita di masa depan.

Nugraha Arif Karyanta mengutip Furman59 menuliskan bahwa terapi puisi memiliki tujuan yang beragam tergantung dari seting penggunaan terapi tersebut, diantaranya:

a. Mengembangkan ketepatan dan pemahaman dalam mempersepsikan diri dan orang lain.

b. Mengembangkan kreativitas, ekspresi diri, dan harga diri yang tinggi.

c. Menguatkan keterampilan-keterampilan interpersonal dan keterampilan komuniasi;

d. Menjadi ventilasi bagi emosi yang berlebih dan untuk melepas ketegangan

e. Menemukan makna-makna baru melalui ide-ide baru, pengertian, dan informasi-informasi baru;

f. Menguatkan perubahan dan meningkatkan keterampilan koping dan fungsi adaptif.

Terapi puisi adalah salah satu usaha operasional terhadap penggunaan sebuah puisi dalam pengobatan. Proses pengobatan ini dapat melibatkan hubungan antar individu, antar kelompok, ataupun gabungan antara individu dengan kelompok. Puisi berdasarkan pada pengalaman pengobatan adalah sebuah fenomena yang bersifat tidak tetap dan metode tambahan yang dapat digunakan sebagai pelengkap pada psikoterapi pada umumnya.60

Lerner menyatakan bahwa dalam terapi puisi fokus adalah pada manusia bukannya puisi. Klien tidak diminta untuk mengenali makna

59 Nugraha Arif Karyanta, “Terapi Puisi: Dasar-dasar Penggunaan Puisi sebagai Modalitas dalam Psikoterapi”, ……, [PDF].

(29)

“yang benar” dari sebuah puisi, namun lebih pada penghayatan personal. Proses puitik berbeda secara signifikan dengan proses terapeutik dalam hal bahwa transaksi puisi tidak harus mengandung peran helper dan orang yang ditolong. Nicholas Mazza mengungkapkan, terapi puisi dibangun dari tradisi sastra dan klinis. Asumsi yang mendasari pandangan terapi puisi adalah, dalam puisi, bentuk tidak mengatasi isi atau fungsi. Emosi yang meninggi dan makna yang padat merupakan bagian sentral dari puisi.61

3. Sejarah Terapi Puisi

Ditinjau dari sejarahnya, musik, doa, dan puisi sering dijadikan sebagai alat penyembuhan yang telah digunakan oleh Shaman, seorang dokter di masa lampau. Sejalan dengan waktu, buku suci tentang semua kehidupan bermasyarakat berisi kalimat-kalimat puitis dan puisi dijadikan sebuah alternatif tindakan untuk mengobati, konsultasi atau terapi. Menurut mitologi Yunani kuno, Appolo telah berpikir bahwa “Tuhan sebagai cahaya, Tuhan sebagai opini, dan Tuhan sebagai puisi”.62

Aristoteles dalam analisis sastra puisinya mengungkapkan bahwa di dalamnya terdapat gaya naturalis dan ilmiah. Dia yakin sekali dalam konsep psikologisnya yang menyatakan bahwa peranan penting dari sebuah jiwa melalui sebuah kepercayaan dan kekuatan seni dan menghasilkan sebuah puisi yang telah berakar dalam dua aspek kehidupan manusia, yaitu disebut dengan insting, peniruan dan gabungan antara

61 Nugraha Arif Karyanta, “Terapi Puisi: Dasar-dasar Penggunaan Puisi sebagai Modalitas dalam Psikoterapi”, ……, [PDF].

(30)

harmoni dan rhytme. Aristoteles yakin bahwa puisi adalah bentuk ilmu pengetahuan yang memiliki dampak moral pada diri sendiri.63

Sebuah pencarian sastra ilmiah lebih banyak menggunakan istilah biblioterapi daripada istilah terapi puisi, yang menjadi populer pada 1960-an d1960-an 1970-1960-an. Samuel Crothers pertama menggunak1960-an istilah biblioterapi pada 1916. Moreno menyarankan istilah “psychopoetry”, serta istilah”psikodrama” yang terkenal. Pada tahun 1960-an, dengan evolusi progresif psikoterapi kelompok, terapis senang menemukan bahwa “terapi puisi” adalah alat yang efektif yang mereka merasa pemaduan nyaman dalam pekerjaan mereka. Terapi puisi mulai berkembang di tangan para profesional di berbagai disiplin ilmu, termasuk rehabilitasi, pendidikan, ilmu perpustakaan, rekreasi, dan seni kreatif.64

Terapi puisi telah digunakan di rumah sakit Pennsylvania yang sudah berjalan selama 200 tahun yang lalu dan masih menjadi bagian dalam terapi pengobatan terhadap sebuah penyakit. Jones (1969) membenarkan bahwa rumah sakit Pennsylvania telah memulai penggunaan terapi puisi degan menerbitkan sebuah koran yang bernama “Illumination” pada tahun 1843 dimana mental para pasien ditulis (termasuk puisi), edit, dan salinannya.65

Pada tahun 1928, Eli Greifer, seorang penyair terinspirasi adalah seorang apoteker dan pengacara, mulai menunjukkan bahwa pesan didaktik sebuah puisi mempunyai kekuatan penyembuhan. Di tahun 1950 ia memulai “poemtherapy” kelompok di Creedmoor State Hospital di New

63 Eti Nurhayati, Bimbingan, Konseling & Psikoterapi Inovatif, ……, hlm. 366.

64 http://www.poetrytherapy.org/history.html

(31)

York. Pada tahun 1959, Greifer memfasilitasi kelompok terapi puisi di

Cumberland Hospital dengan dua pengawas psikiater; Dr. Jack J. Leedy dan Dr. Sam Spector.66 pada 1963, Griefer menulis Principles of Poetry

Therapy. Leedy meneruskan kerja Griefer, dan pada tahun 1969 mengedit kumpulan bab dalam Poetry Therapy: The Use of Poetry in the Treatment of Emotional Disorders. Pada tahun 1973, Leedy mengikuti volume kedua,

Poetry the Healer. Bab dalam kedua buku itu kemudian dipublikasikan dalam Poetry the Healer: Mending the Troubled Mind. Pengakuan formal dalam terapi puisi meningkat dengan terbentuknya Association for Poerty Therapy (APT) pada 1969. Mulai 1971, konferensi tahunan diadakan di New York. Pada tahun 1981, APT secara formal berubah menjadi National Association for Poetry Therapy (NAPT). Sejak saat itu, konferensi tahunan telah dilaksanakan di seluruh penjuru Amerika Serikat.67

4. Teori Terapi Puisi

Terapi puisi merupakan “penggabungan” dari dua bidang, yaitu terapi dan puisi. Hal tersebut penting untuk dicatat bahwa puisi memiliki lingkaran yang lebih panjang daripada terapi dan rasionalitas dari dua bidang tersebut berdasarkan pada perbedaan pengalaman dan asumsi. Rothenberg berpendapat, persamaan dan perbedaan puisi serta terapi terdapat pada proses kreativitas penyair dan psikoterapi.

Rothenberg mengingatkan, kita akan kesulitan untuk memperoleh petunjuk yang pasti terhadap operasional yang telah mulai muncul dari terapi puisi karena proses puitis dalam beberapa hal tidak tampak terlibat

66 http://www.poetrytherapy.org/history.html

(32)

dalam hubungan therapeutic, meskipun akhirnya dapat berperan penting untuk memperhalus teori terapi puisi. Beberapa hal yang menunjukkan tidak inklusif68, antara lain:

a. Penggabungan puisi dan terapi dalam lingkungan pergaulan sebagai metode terapi yang digunakan dalam berinteraksi antar individu, atau antar kelompok, atau kedua-duanya.

b. Penekanan di dalam terapi puisi untuk memotivasi reaksi seseorang sehingga dalam peragaan puisi, aksennya terdapat pada puisi itu sendiri.

c. Puisi dapat bertindak sebagai: (1) sebagai katalisator melalui emosi yang telah difilter, (2) sebagai interpretasi, (3) instrumen pokok, dan (4) bahkan dapat dijadikan pertimbangan sebagai sebuah mimpi. d. Kekuatan dasar pada puisi bertumpu pada metafora dan simile.

e. Puisi adalah hal yang paling efektif ketika digunakan untuk melengkapi sebuah perasaan dan pemahaman terhadap seseorang. Ini tentunya sebuah prinsip dari pendidikan yang berdasarkan pada penjabaran hukum dari sebuah proses belajar.

f. Puisi yang sama dapat menjadi berarti bagi seseorang, tetapi di waktu bersamaan pula belum tentu berarti. Demikian juga sebuah puisi dapat “efektif” bagi si A dan belum tentu efektif bagi si B yang memiliki masalah yang sama.

g. Penggunaan puisi dalam terapi dapat membuat seseorang mampu memfasilitasi perasaan atau pemahaman pribadinya sendiri, gaya hidupnya, dan lain-lain.

(33)

tercakup, termasuk puisi, dapat dijadikan sebagai cara alternatif pengobatan, terjadi sebuah dinamisasi operasional pada setiap postulatnya. Saat ini, terapi puisi memiliki daya tarik yang luas dikenal teori-teori kepribadian dan psikoterapi di dalam menggunakan teknik puisi sebagai sebuah alat pendukung.69

Malchoidi mengungkapkan terapi puisi sebagai salah satu genre dari intervensi kreatif, seiring dengan terapi menggambar, terapi musik, terapi menari/gerak, terapi drama atau psikodrama, dan terapi bermain termasuk sandtray therapy. Terapi tersebut dan terapi lain yang menggunakan ekspresi diri (self-expression) dalam treatment juga disebut terapi ekspresif (expressive therapies).70

Terapi puisi berkaitan dengan aliran-aliran utama dalam teori kepribadian, terutama psikoanalisis, behavioral, dan humanistik. Namun dalam tulisan ini menggunakan pendekatan psikoanalisis. Dalam teori Freudian, ketidaksadaran, harapan instinktual dan konflik-konflik bertanggungjawab pada produksi fantasi dan karya sastra.71 Terapi psikoanalisis mendiskusikan alam sadar dan tidak sadar. Dalam analisis Jungian membiarkan kompleks dan komponen emosi klien muncul dari bawah sadar ke sadar, baik dilakukan secara verbal maupun non-verbal. Analisis Jungian menggunakan berbagai teknik kreatif agar bisa masuk

69 Eti Nurhayati, Bimbingan, Konseling & Psikoterapi Inovatif, ……, hlm. 367.

70 Nugraha Arif Karyanta, “Terapi Puisi: Dasar-dasar Penggunaan Puisi sebagai Modalitas dalam Psikoterapi”, ……, [PDF]

(34)

dari sadar ke bawah sadar, termasuk dengan puisi. Richard S. Sharf72 menuliskan,

Jungian analysts may use a variety of creative techniques to help unconscious processes enter into consciousness. Example include dance and movement therapy, poetry, and artwork. Patients can use artistic expression without being conscious of what they are creating and provide material with simbolic value. Using the gestalt technique of talking to an imagined person in an empty chair may be another way of accessing unconscious material.

Psikoanalisis dalam terapi puisi senada dengan subbab tentang puisi bagian dari psikologi sastra. Fokus perhatian ada pada pengarang, karya sastra, dan proses kreatif sehingga terapi puisi menjadi media katarsis bagi klien.

5. Metode Terapi Puisi

Tujuan awal terapi puisi, baik individu maupun kelompok adalah untu membuat seorang klien “merasa lebih baik” di masa sekarang daripada sebelumnya. Seorang yang datang untuk menjalani terapi secara umum pada awalnya memiliki perasaan cemas dan frustasi, kebanyakan orang mengatakan demikian. Pernyataan ini seringkali menyulitkan, dimana ketika puisi menjadi katalisator melalui emosi dan perasaan muncul.

Terapi puisi dengan cukup sukses digunakan untuk mengatasi kegelisahan dan depresi. Dalam melakukan treatment terhadap klien yang menderita ketakutan-ketakuan, kecemasan-kecemasan, dan depresi, puisi dapat dibaca dan ditulis secara individual, berpasangan maupun

(35)

berkelompok. Efek penyembuhan lebih dimungkinkan terjadi ketika klien menulis puisi dengan spontan. Ketika klien bebas bermain kata-kata dan imajinasi, mencampurkannya, menyusunnya, mendengarkannya, dan memandangnya. Lebih dari itu, menulis spontan akan memunculkan rima, ritme, imajinasi visual, repetisi dari suara-suara. Pendekatan ini menjelaskan lebih lanjut bahwa sebuah puisi tidak dinilai dalam hubungannya dengan kesusastraaan, moral dan nilai estetik, atau menyangkut apakah puisi disukai dan tidak disukai. Dalam menulis spontan, format dan struktur puisi-puisi tidak dibuang; malah sebaliknya mereka akan muncul dengan sedirinya.73

Konsep terapi puisi menurut Lerner adalah dengan ……..:

Lerner is much freer in his use of poetry in a therapeutic setting. He believes that the client as well as the therapist should have an input into what poems are used in a treatment session. How the poems are used is also open for discussion. One of Lerner’s favorite techniques is to simply have a number of poem available for cliennt to read during a therapeutic session. The client picks a poem that express what he or she is feeling at the moment. Other client, if there are others present, may discuss the feelings that the poem evokes in them also, or the client may relate to the therapist what his or her feeling are.

Dalam membaca puisi dan mendiskusikan puisi, proses terapeutiknya meliputi empat tahap barikut ini yang mengadopsi dari biblioterapi afektif: (1) membaca puisi; (2) mengidentifikasi perasaan; (3) memahami dinamika; (4) eksplorasi diri. Peran terapis untuk mengarahkan

(36)

diskusi terapeutik dari puisi, membantu membuat koneksi antara puisi dengan pengalaman pribadi mereka, dan membantu mengeksplorasi pengalaman pribadi tersebut, mendapatkan insight, dan membuat peribahan yang diperlukan dalam perilaku.74

Nicholas Mazza mendefinisikan terapi puisi adalah “the use language arts in therapeutic capacities”. Lebih lanjut, dia mengembangkan model terapi puisi menjadi tiga komponen. Komponen reseptif/perspektif, komponen ekspresif/kreatif, dan komponen simbolik/seremonial,75 dengan penjelasan sebagai berikut76:

a. Komponen reseptif/preskriptif

Salah satu teknik yang paling umum digunakan dalam terapi puisi adalah membacakan sebuah puisi pada individu atau kelompok (atau meminta klien untuk membaca puisi itu) dan mengundang reaksi. Terapis/konselor harus mengantisipasi dan mau melakukan eksplorasi atas reaksi klien. Proses semacam itu harus mulai dengan terapis memeriksa reaksinya sendiri sebelum menggunakan puisi tersebut dalam terapi. Penggunaan puisi dalam sesi dapat dihubungkan dengan isi dan dialor dari sesi.

Pertanyaan terkait dengan puisi perlu diarahkan dengan “apa maknanya hal itu untuk anda?” Reaksi dapat fokus pada puisi sebagai suatu keseluruhan atau pada gambaran atau baris tertentu—sebagai— contoh, “adakah baris tertentu yang menyentuh anda atau yang dapat

74 Nugraha Arif Karyanta, “Komponen Praktek dalam Terapi Puisi”, ……, [PDF]

75 Kathleen Connolly Baker dan Nicholas Mazza, “The Healing Power of Writing: Applying the Expressive/Creative Component of Poetry Therapy”, dimuat di Journal of Poetry Therapy, Vol. 17, Nomor 3, 2004, hal. 143.

(37)

anda terima?” klien juga dapat diajak untuk memodifikasi puisi atau menyediakan akhir yang berbeda.

Menyediakan lirik lagu populer dan memainkan rekaman lagu tersebut merupakan variasi dari teknik ini. Pemilihan puisi atau lagu bersifat preskriptif dan menggunakan dasar prinsip pemilihan puisi yang dekat dengan mood klien namun dengan akhir positif.

Terakhir, klien dapat diminta menunjukkan puisi atau lagu yang mereka suka untuk membaca atau mendengar, sesuai dengan mood mereka. Hubungan mood dengan makna lagu atau puisi dapat menyediakan informasi klinis yang sangat berguna dan pemahaman diri untuk klien.

b. Komponen Ekspresif/ Kreatif 1. Menulis Kreatif

Penggunaan menulis kreatif (puisi, cerita, diari) adalah teknik lain yang berguna baik untuk asesmen dan treatmen. Cara ini menyediakan sarana bagi klien untuk mengekspresikan emosi dan mendapatkan perasaan keteraturan dan kenyataan.

2. Menulis Jurnal

Membuat catatan harian, log, atau jurnal merupakan alat terapi puisi lain yang berfungsi untuk menyediakan sarana bagi individu mengekspresikan pikiran dan perasaan dalam cara yang bermakna dan personal. Terdapat beragam bentuk penulisan jurnal, mulai dari yang sederhana dengan akhir terbuka hingga sangat terstruktur. Penulis selalu memiliki hak apakah hendak berbagi atau tidak dengan konselor.

3. Menulis Surat

(38)

atas kekuatan klien (seperti kreativitas) atau batasan (seperti klien dengan pendengaran terganggu). Keberadaan surat elektronik meningkatkan kemungkinan terapeutik. Klien dapat juga disemangati untuk menulis surat (baik yang dikirimkan atau tidak) sebagai sarana ventilasi perasaan.

c. Komponen simbolik / Seremonial 1. Metafora

Penggunaan metafora dalam kapasitas terapeutik telah diperhatikan oleh beberapa pengarang. Dengan cara yang paling elemental, metafora adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lainnya. Metafora adalah simbol atau gambaran untuk emosi, tindakan dan keyakinan. Dapat juga dikatakan bahwa metafora adalah figur atau gambaran dari percakapan. Metafora dapat digunakan dalam beragam kapasitas dalam praktek klinis. Koneksi antara realitas internal dan eksternal dapat difasilitasi melalui penggunaan metafora.

2. Ritual

(39)

Mendongeng dapat digunakan untuk berbagai kapasitas terapeutik, saat klien dapat menciptakan dan mendengarkan cerita yang mungkin didasarkan atas fantasi atau yang merupakan realitas.

C. Pemuda-pemudi dan Gambaran Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam

IAIN Purwokerto

Mahasiswa sebagai individu, pada tahap hidupnya berada pada fase pemuda-pemudi. Menurut Geldard, masalah-masalah pemuda-pemudi yang berusia 18-30 tahun umumnya berbeda dari masalah orang dewasa. Fase pemuda-pemudi adalah masa ketika kebanyakan orang berusaha merencanakan sisa hidup mereka yang menyangkut karier, rumah, pasangan, dan keluarga.77 Mereka lebih memperlihatkan masa depan, termasuk peran yang diinginkan nantinya. Mulai serius dalam berhubungan dengan lawan jenis, dan mulai dapat menerima tradisi dan kebiasaan lingkungan.78

Berhubungan dengan karier, menurut Eli Ginzerg, usia 18-24 tahun atau masa perkuliahan atau mulai bekerja, okupasi terhadap pekerjaan mengalami perkembangan yang lebih realistis, dibanding pada tahap sebelumnya.79 Karier memiliki arti penting bagi harga diri, konsep diri, dan kesejahteraan hidup. Pemuda-pemudi yang memilih melanjutkan studi sering mempunyai harapan yang lebih besar, meskipun tetap merasa khawatir untuk menemukan jenis pekerjaan yang sesuai dengan pilihan mereka.80

77 Kathryn Geldard, David Geldard, Membantu Memecahkan Masalah Orang Lain dengan Teknik Konseling, Terj. Agung Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 226.

78 Jose RL Batubara, “Adolescent Development (Perkembangan Remaja)”, dimuat di Sari Pediatri, Vol. 12, No. 1, 2010, hlm. 27.

79 Siska Adinda Prabowo Putri, “Karir dan Pekerjaan di Masa Dewasa Awal dan Dewasa Madya”, dimuat di Majalah Ilmiah INFORMATIKA, Vo. 3, No. 3, 2012, hlm. 203.

(40)

Selain pekerjaan, permasalahan yang dilingkupi masa remaja akhir-dewasa awal adalah pemilihan pasangan hidup. Penelitian Adonai Filisia Arumdina menjelaskan bahwa pada masa dewasa awal berusia 22-33 tahun yang masih lajang mengalami kesepian emosional dalam hidupnya.81 Bukan berarti pemuda-pemudi yang berpacaran tidak mempunyai masalah. Geldard82 menyatakan,

Banyak di antara mereka berkali-kali gagal menjalin cinta sebelum akhirnya berhasil menemukan pasangan hidup sejati. Setelah berhasil menemukan pasangan hidup, mereka tetap tidak mungkin terlepas dari masalah. Sebab, masa pacaran biasanya juga disertai dengan masalah-masalah yang kompleks dan menyebabkan stres.

Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah IAIN Purwokerto tahun angkatan 2013 memiliki antologi puisi berjudul Di Bawah Sadar Di Atas Sadar yang diterbitkan pada tahun 2014 yang diikuti oleh 39 mahasiswa, namun sampai pada tahun 2016 ada 3 mahasiswa drop out

atau tidak aktif dengan berbagai alasan. Berdasarkan biodata yang ada di buku tersebut, usia di antara dimulai sejak tahun 1995 dan beberapa mahasiswa memiliki usia lebih tua.

Menulis puisi bagi mahasiswa BKI 2013 IAIN Purwokerto pada saat itu adalah kewajiban memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Selanjutnya, tidak banyak mahasiswa meneruskan karier kepenyairan mereka, dan menulis emosional bukanlah sebuah keharusan.83

81 Adonai Filisia Arumdina, “Pengaruh Kesepian terhadap Pemilihan Pasangan Hidup pada Dewasa Awal yang masih Lajang”, dimuat di Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, Vol. 2, No. 03, 2013, 160-169.

82 Kathryn Geldard, David Geldard, Membantu Memecahkan Masalah Orang Lain dengan Teknik Konseling, ……, hlm. 230.

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixing atau campuran. Penelitian metode campuran didasari oleh paradigma pragmatisme, yang umumnya harus berfokus pada masalah-masalah penelitian dalam ilmu sosial humaniora, kemudian menggunakan pendekatan yang beragam untuk memperoleh pengetahuann yang lebih mendalam tentang problem-problem tersebut.84 Metode campuran menerapkan kombinasi dua pendekatan sekaligus, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Konsep mencampur metode yang berbeda ini muncul pada 1959 ketika Campbell dan Fiske menggunakan metode jamak yang meneliti kebenaran watak-watak psikologis. Pada 1990-an, gagasan “pencampuran” ini mulai beralih dari yang awalnya mencari-cari konvergensi menuju usaha penggabungan yang sebenarnya antara data kuantitaif dan data kualitatif. Selain itu, data kualitatif dan kuantitatif dapat disatukan menjadi satu database besar yang bisa digunakan secara berdampingan untuk memperkuat satu sama lain. Istilah untuk menyebut rancangan metode campuran pun beragam, seperti multi-metode, metode konvergensi, metode terintegrasi, dan metode kombinasi. Dalam penelitian ini, peneliti akan mendapatkan data secara integral yang saling menguatkan antara kualitatif dan kuantitatif. Tantangan yang dihadapi dalam melakukan penelitian campuran ini berupa sifat pengumpulan data yang harus ekstensif,

(42)

sifat analisisnya yang begitu intensif atas data teks dan angka-angka, serta tuntutan akan pengetahuan mendalam tentang bentuk penelitian kualitatif dan kuantitatif sekaligus.85

Ada tiga strategi metode campuran, yaitu sekuensial, konkuren, dan transformatif. Penelitian ini menggunakan metode campuran sekuensial / bertahap (sequential mixed methods)86, yaitu peneliti berusaha menggabungkan atau memperluas penemuan-penemuannya dari satu metode dengan penemuan-penemuan dari metode lain. Penelitian ini dimulai dari metode kuantitatif terlebih dahulu dengan menguji tingkat depresi yang menggunakan Back Depression Inventory II, kemudian diikuti dengan metode kualitatif dengan mengeksplorasi sejumlah kasus dan individu. Jika digambarkan dapat divisualkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Strategi Sekuensial, diadaptasi dari Creswell

Notasi dari gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut87:

 Simbol “ ” mengindikasikan strategi pengumpulan data sekuensial dengan satu jenis data yang mendukung jenis data yang lain.

 Pengapitalan (KUAN) mengindikasikan suatu bobot atau prioritas yang diberikan pada data, analisis, dan interpretasi kuantitaif.

 “Kual” merupakan kependekan dari kualitatif.

 Notasi KUAN/kual mengindikasikan bahwa metode kualitatif ditancapkan ke dalam rancangan kuantitatif.

85 John W. Creswell, Research Design, ……, hlm. 21-22, 307-308.

86 John W. Creswell, Research Design, ……, hlm. 22.

(43)

Skenario penelitiannya, peneliti cenderung untuk mengumpulkan data kuantitatif yang didukung oleh jenis data kualitatif. Peneliti menancapkan (embedding) jenis data sekunder (kualitatif) ke dalam data primer (kuantitatif) dalam penelitian ini.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen, dimana berdasarkan pendapat Best88 merupakan suatu metode yang sistematis dan logis untuk menjawab pertanyaan, “Jika sesuatu dilakukan pada kondisi-kondisi yang dikontrol dengan diteliti, maka apakah yang akan terjadi?” Pemberian perlakuan inilah yang menjadi kekhasan suatu eksperimen dibandingkan dengan penelitian lain.89 Tujuan utama rancangan eksperimen adalah untuk menguji dampak suatu treatment (atau suatu intervensi) terhadap hasil penelitian, yang dikontrol oleh faktor-faktor lain yang dimungkinkan juga memengaruhi hasil tersebut.90 Rancangan yang digunakan adalah quasi-eksperimental rancangan kelompok-kontrol (pra tes dan pos tes) nonekuivalen (nonequivalent [pre-test and post-test] control-group design). Dalam rancangan ini, kelompok eksperimen (A) dan kelompok kontrol (B) diseleksi tanpa prosedur penempatan acak (without random assignment). Pada dua kelompok tersebut, sama-sama dilakukan pre-test dan post-test. Hanya kelompok eksperimen (A) saja yang di-treatment. Berikut gambaran desainnya91:

Kelompok A O ————— X ————— O

88Tukiran Tanireja, Hidayati Mustafidah, Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pengantar), (Bandung: Alfa Beta, 2011), hlm. 52-55.

89 Latipun, Psikologi Eksperimen, (Malang: UMM Press, 2011), hlm. 5.

90 John W. Creswell, Research Design, ……, hlm. 216.

(44)

——————————————————— Kelompok B O ———————————— O

Notasi:

 X = satu kelompok variabel eksperimental

 O = proses observasi atau pengukuran dengan instrumen penelitian.

 X dan O berada dalam satu lajur = kelompok (X) dan observasi (O) yang diaplikasikan pada individu-individu yang sama.

Pemisahan lajur-lajur yang sejajar oleh garis horizontal merepresentasikan bahwa kelompok-kelompok yang diperbandingkan tidak ditempatkan secara acak (nonrandom assignment).

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di IAIN Purwokerto yang terletak di Jl. A. Yani No. 40 A. Purwokerto, tepatnya Fakultas Dakwah Jurusan Bimbingan Konseling Islam. Adapun pertimbangan pemilihan ini telah dijelaskan pada Bab 1 di latar belakang masalah, yaitu mahasiswa BKI 2013 kelas reguler telah belajar puisi dan sudah tidak produktif lagi.

2. Waktu Penelitian

(45)

tanggal 30 sekaligus dilakukan post-test bagi kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan individu atau objek yang diteliti yang memiliki beberapa karakteristik yang sama.92 Partisipan yang terlibat menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah IAIN Purwokerto angkatan tahun 2013 kelas reguler dimana kelas ini mempunyai buku antologi puisi berjudul Di Bawah Sadar Di Atas Sadar, yang berjumlah 39 orang.

2. Sampel

Proses pemilihan sampel berdasarkan pengukuran skor pre-test, dimana peneliti akan mengelompokkan skor pre-test ke dalam tiga kategori, yaitu skor tinggi, sedang, dan rendah. Adapun partisipan yang dijadikan sampel adalah mahasiswa BKI 2013 yang memiliki skor pre-test BDI II dengan minimal skor 17 sesuai dengan penelitian Ginting.93 Kemudian, sampel dipilih secara acak ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

E. Variabel dan Indikator Penelitian 1. Variabel Penelitian

Variabel merupakan konsep yang mempunyai variabilitas. Suatu konstruk yang bervariasi atau yang dapat memiliki bermacam nilai tertentu disebut variabel. Variabel adalah simbol yang padanya diberikan nilai atau

92 Latipun, Psikologi Eksperimen, (Malang: UMM Press, 2011), hlm. 25.

(46)

bilangan.94 Variabel dalam penelitian ini dikontrol menjadi dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas (independent variables) merupakan variabel-variabel yang mungkin menyebabkan, mempengaruhi, atau berefek pada

outcome. Variabel ini juga dikenal dengan istilah variabel treatment,

manipulated, atecedent, atau predictor.95 Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan terapi puisi. Terapi puisi yang memungkinkan efek dari pengaruh variabel terikat.

Variabel terikat (dependent variables) merupakan variabel yang bergantung pada variabel bebas. Variabel terikat ini merupakan outcome

atau hasil dari pengaruh variabel bebas. Istilah lainnya adalah variabel

criterion, outcome, dan effect.96 Adapun variabel terikat yang menjadikan efek dari terapi puisi adalah bisa mengatasi gejala depresi pada mahasiswa.

2. Instrumentasi Penelitian

Selama penelitian eksperimen, khususnya pada tahap pre-test atau

post-test (atau keduanya), peneliti biasanya melakukan observasi dan pengukuran dengan menggunakan instrumen-instrumen yang tersedia.97 Adapun instrumen atau materi yang diberikan kepada partisipan yaitu: a. Back Depression Inventory (BDI-II)

Back Depression Inventory merupakan skala untuk mengukur tingkat depresi subjek. Back Depression Inventory terdiri dari 21 aitem yang menggambarkan simtom-simtom depresi, yaitu simtom motivasional, simtom kognitif, simtom motivasional, dan simtom vegetatif-fisik. Di dalam Back Depression Inventory pada tiap

94 Latipun, Psikologi Eksperimen, ……, hlm. 34.

95 John W. Creswell, Research Design, ……, hlm. 77.

96 John W. Creswell, Research Design, ……, hlm. 77.

(47)

aitemnya memiliki skor 0-3, yang mengindikasikan skala depresi partisipan. Skor total yang diperoleh tiap individu dapat dihitung dari jumlah masing-masing aitem. Kualifikasi partisipan yang termasuk ke dalam tingkat depresi yaitu dengan skor total 17 ke atas.98

b. Lembar Kesediaan Menjadi Subjek Penelitian

Lembar ini berisi tentang persetujuan subjek untuk menjadi partisipan, baik kelompok kontrol maupun kelompok intervensi. Pada kelompok eksperimen dijelaskan tentang prosedur penelitian terapi puisi, manfaat, disembunyikan atau tidaknya identitas partisipan, kerahasiaan, komitmen untuk mengikuti semua proses terapi, dan atas kemauan sendiri.

c. Modul Terapi Puisi

Modul terapi puisi dibuat oleh peneliti, berisi tentang penjelasan secara singkat tentang penggunaan terapi puisi selama proses intervensi. Modul ini berisi pengertian, manfaat, dan model terapi puisi. Modul ini diadaptasi dari Poetry Therapy Seminar Guide Conquering Adversity Through Verse A Lesson Plan yang disusun oleh Todd Fries.99

d. Buku Harian

Buku harian diberikan kepada partisipan eksperimen dengan tujuan untuk menuliskan puisi-puisi yang sesuai dengan emosinya. Catatan ini diisi oleh subjek setiap hari selama intervensi. Kerahasiaan catatan harian tergantung penulisnya.

e. Lembar Kerja

98 Theresia Genduk Susilowati, & Nida Ul Hasanat, “Pengaruh Terapi Menulis Pengalaman Emosional terhadap Penurunan Depresi pada Mahasiswa Tahun Pertama”, dimuat di Jurnal Psikologi, Vol 38, No. 1, 2011, hlm. 95.

(48)

Lembar kerja disampaikan kepada subjek untuk diisi mengenai pengalaman menulis puisi. Adapun pernyataan dalam lembar kerja ini berupa permasalahan individu yang menjadi penyebab depresi, emosi yang muncul selama menulis dan membaca puisi, emosi yang muncul setelah menulis dan membaca puisi, dan efek yang didapatkan dari terapi puisi.

f. Alat Tulis

Alat tulis diberikan kepada subjek berupa bolpoin untuk menulis.

F. Pengumpulan Data 1. Angket

Angket dalam penelitian ini adalah pre-test dan post-test yang telah dijelaskan pada subbab instrumentasi penelitian, yaitu Back Depression Inventory.

2. Wawancara

Metode pengumpulan data melalui wawancara digunakan untuk mendapatkan data secara kualitatif, sebagai pengukuhan atas data kuantitatif. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara dalam penelitian ini menggunakan pembicaraan informal dan menggunakan petunjuk umum wawancara.100 Wawancara dengan pembicaraan informal dilakukan oleh peneliti dalam keadaan senggang antara peneliti dengan subjek. Wawancara bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja selama proses pengumpulan data. Sewaktu pembicaraan berlangsung, bisa jadi subjek tidak merasa sedang digali data-data yang ada padanya. Cara lain dalam wawancara adalah menggunakan petunjuk umum wawancara. Pertanyaannya sama dengan lembar tugas dalam

(49)

instrumen penelitian, yaitu bertujuan untuk mengetahui permasalahan individu yang menjadi penyebab depresi, emosi yang muncul selama menulis dan membaca puisi, emosi yang muncul setelah menulis dan membaca puisi, dan efek yang didapatkan dari terapi puisi. wawancara dilakukan oleh peneliti kepada subjek eksperimen, baik secara individu maupun kelompok.

3. Dokumentasi

Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramal.101 Dokumen dalam penelitian ini digunakan sebagai teknik pengumpulan data bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dokumen kuantitatif berupa lembar jawaban pre-test dan post-test. Adapun dokumen kualitatif berupa buku harian yang berisi puisi, audio/video pembacaan puisi, dan otobiografi yang dibuat oleh subjek eksperimen. Dokumen-dokumen tersebut didapat peneliti ketika waktu penelitian (pemberian intervensi kepada kelompok eksperimen).

4. Observasi

Selain wawancara, dilakukan juga observasi untuk memperoleh data kualitatif. Ada beberapa alasan mengapa observasi perlu diperlukan, yaitu sebagai berikut102:

Pertama, teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman langsung. Pengalaman langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran.

101 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ……, hlm. 217.

(50)

Kedua, teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebelumnya.

Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

Keempat, sering terjadi ada keraguan peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias. Kemungkinan keliru itu terjadi karena kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil wawancara, adanya jarak antara peneliti dan yang diwawancarai, ataupun karena reaksi peneliti yang emosional pada suatu saat. Jalan yang terbaik untuk mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan memanfaatkan pengamatan.

Kelima, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit, yang mungkin terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus.

Keenam, dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

(51)

post-test. Fokus pengamatan penelitian pada permasalahan kondisi mood

subjek. Dalam pengamatan, peneliti bertindak sebagai seorang teman seperti biasanya, yang bertindak secara biasa-biasa saja.

G. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian metode campuran sangat berkaitan dengan jenis strategi yang dipilih.103 Analisis ststistik dilakukan menggunakan IBM SPSS Statistics 20. SPSS merupakan singkatan dari Statistical Product and Service Solution. Sebelumnya merupakan singkatan dari Statistical Package for the Social Science, dan Statistical Program for Social Science.104 Analisis data kuantitatif menghitung rata-rata dari pre-test post-test dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Rata-rata perubahan antara skor pre-test dan skor posttest kelompok kontrol dibandingkan dengan perubahan skor pre-test dan skor posttest kelompok eksperimen.

Analisis data kualitatif dilakukan setiap individu klien terhadap puisi-puisi mereka, tentang hubungan puisi-puisi dengan pengalaman emosional mereka.

103 John W. Creswell, Research Design, ……, hlm. 328.

(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Kuantitatif

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terapi puisi efektif untuk mengetasi gejala depresi. Uji pre-test dilakukan kepada seluruh mahasiswa Bimbingan Konseling Islam IAIN Purwokerto yang berjumlah 34 orang. Berdasarkan skor kategori tingkat depresi di Indonesia dengan jumlah skor 17, data dibagi menjadi dua, yaitu kategori depresi dan tidak. Berikut ini data uji pre-test:

No. Skor Frekuensi

1. 0-16 25

2. 17-63 9

Total 34

Tabel 1. Skor pre-test terhadap populasi

Berdasarkan uji pre-test, maka ada 9 orang yang menjadi subjek penelitian dengan dibagi menjadi dua, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Penempatan tersebut dilakukan secara acak, sehingga menghasilkan 5 orang masuk ke kelompok kontrol dan 4 orang masuk ke kelompok eksperimen. Adapun jumlah skor pre-test subjek adalah sebagai berikut:

No. Nama Skor

1. A 18

2. G 17

3. L 18

(53)

5. Y 25

6. Z 24

7. AC 17

8. AD 27

9. AG 32

Tabel 2: skor pre-test sebelum dibagi menjadi kelompok kontrol dan eksperimen

Berdasarkan penempatan acak, terdapat 5 mahasiswa dalam kelompok kontrol, yaitu G, U, Z, AD, AG; dan 4 mahasiswa masuk dalam kelompok eksperimen, yaitu A, L, Y, AC. Di tengah waktu intervensi, satu mahasiswa dari kelompok kontrol (U) dan satu mahasiswa dari kelompok eksperimen (AC) mengundurkan diri sebagai subjek penelitian.

1. Kelompok Kontrol

Skor pre-test pada kelompok kontrol secara berturut-turut terhadap subjek G, Z, AD, AG yaitu 17, 24, 27, 32. Tabel berikut menunjukkan Mean dan Median skor depresi pada kelompok kontrol yang dihitung menggunakan SPSS 20.:

Statistics

Pre-test Kelompok Kontrol

N

Valid 4

Missing 0

Mean 25.0000

Median 25.5000

Minimum 17.00

Maximum 32.00

Percentiles

25 18.7500

50 25.5000

75 30.7500

Gambar

Tabel 1. Skor pre-test terhadap populasi
Tabel 2: skor pre-test sebelum dibagi menjadi kelompok kontrol dan eksperimen
Tabel 5.: perbedaan skor pre-test dan post-test kelompok kontrol
Tabel 7.: skor mean post-test kelompok eksperimen
+3

Referensi

Dokumen terkait

diri, (2) minangka piranti kanggo ngadakake interaksi lan adaptasi sosial, lan (3) minangka piranti kanggo kontrol sosial. Basa Jawa miturut panganggone, wernane basa saka

Adverse effects associated with the use of this device include wound dehiscence, variable rates of absorption over time (depending on such factors as the type of suture used,

Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan penyelesaian program studi S-1 Jurusan Akuntansi Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala

Meskipun objek material kajian sejarah adalah peristiwa masa lalu yang secara hakiki terikat oleh kerangka ruang-waktu, keterhubungan global pada dunia kontemporer menuntut adanya

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat, hidayah, dan pertolongan-Nya, Sehingga memberikan kesempatan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi

Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja SDM organisasi, dalam penilaian kinerja tidak hanya

Berdasarkan Lampiran dan Tabel diketahui bahwa nilai kepuasan konsumen untuk pasar tradisional yaitu 69,44 (Tidak Puas) hal ini karena produk yang dijual dipasar

Keseriusan Pemerintah Indonesia menjadikan Migrasi Internasional sebagai salah satu kebijakannya tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2004, yang isinya